Anda di halaman 1dari 2

Patofisiologi Bell’s Palsy

 Bell’s palsy adalah penyakit idiopatik dan merupakan penyakit saraf tepi yang bersifat
akut dan mengenai nervus fasialis (N.VII) yang menginervasi seluruh otot wajah yang
menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini menyebabkan asimetri wajah
serta menganggu fungsi normal.
Penyakit ini merupakan salah satu gangguan neurologi yang paling sering dijumpai.
Wanita muda usia 10-19 tahun lebih sering terkena dibandingkan dengan laki-laki. Sedangkan
wanita hamil memilki resiko 3,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil
Nervus fasialis merupakan saraf motoris dengan sedikit komponen saraf sensoris (N.
Intermedius of Wrisberg) yang menyampaikan sensasi rasa dari dua pertiga anterior lidah lewat
nervus lingualis dan chorda tympani. Nukleus motoris nervus fasialis terletak diantara anterior
dan lateral dari nukleus abdusen dan serabut intrapontine mengait disekitar nukleus abdusen
sebelum muncul melalui pons. Nervus fasialis akan melintang melewati kanalis auditori internal
bersamaan dengan nervus akustikus. Setelah memasuki kanal, nervus fasialis akan menikung
tajam kedepan kemudian kebawah disekitar batas vestibulum telinga dalam untuk keluar melalui
foramen stylomastoid. Dari foramen stylomastoid, mereka membagi canalis fasialis menjadi
segmen labyrinthine, tympanic, dan mastoid.
Segmen labyrinthine (bagian proximal) memanjang dari fundus kanalis auditori internal menuju
ganglion genikulatum (dengan panjang 3-5 mm). Pada pintu masuk tersebut terdapat bagian
tersempit dari kanalis fasialis yang mungkin merupakan lokus minorus (lokasi yang paling rentan
mengalami kerusakan) bell’s palsy

Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan, yaitu teori iskemik vaskuler dan teori infeksi
virus1.
1.      Teori iskemik vaskuler
Teori ini dikemukakan oleh Mc Groven pada tahun 1955 yang menyatakan bahwa adanya
ketidakstabilan otonomik dengan respon simpatis yang berlebihan. Hal ini menyebabkan spasme
pada arteriol dan stasis pada vena di bagian bawah kanalis spinalis. Vasospasme ini
menyebabkan iskemik dan terjadinya oedem. Hasilnya adalah paralisis flaksid perifer dari semua
otot yang melayani ekspresi wajah.
2.      Teori infeksi virus
Teori ini menyatakan bahwa beberapa penyebab infeksi yang dapat ditemukan pada kasus
paralisis saraf fasialis adalah otitis media, meningitis bakteri, penyakit lime, infeksi HIV, dan
lainnya. Pada tahun 1972 McCromick menyebutkan bahwa pada fase laten HSV tipe 1 pada
ganglion genikulatum dapat mengalami reaktivasi saat daya tahan tubuh menurun. Adanya
reaktivasi infeksi ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi dan edema saraf fasialis, sehingga
saraf terjepit dan terjadi kematian sel saraf karena saraf tidak mendapatkan suplai oksigen yang
cukup. Pada beberapa kasus yang ringan hanya terdapat kerusakan selubung myelin saraf.
3.      Teori kombinasi
Teori ini dikemukakan oleh Zalvan yang menyatakan bahwa kemungkinan Bell’s
palsy disebabkan oleh suatu infeksi atau reaktivasi virus Herpes Simpleks dan merupakan reaksi
imunologis sekunder atau karena proses vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi dan
penekanan saraf perifer ipsilateral1. Bell’s palsy dapat disebabkan oleh beberapa hal lainnya
seperti iklim atau faktor meteorologi seperti suhu, kelembaban, dan tekanan barometrik.
Beberapa studi menyebutkan bahwa pasien sebelumnya merasakan wajahnya dingin atau terkena
dingin sebelum onset bell’s palsy muncul. Suhu dingin di salah satu bagian wajah dapat
menyebabkan iritasi nervus fasialis (N.VII). Data eksperimental yang paling mendukung dalam
patofisiologi penyakit ini adalah “hipotesis suhu rendah”. Selain itu reaktivasi HSV yang
merupakan salah satu teori terjadinya bell’s palsy juga berhubungan dengan perbedaan iklim
antar negara dan polusi dari atmosfer. Selain itu stress, kehamilan, diabetes juga dapat memicu
munculnya bell’s palsy.

Sumber :
https://neurologi.unsyiah.ac.id/id/referat-0#:~:text=dapat
%20diidektifikasi4-,2.6%20Patofisiologi,menganggu%20fungsi%20normal1%2C2.

Anda mungkin juga menyukai