Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH EVIDENCE BASED PRACTICE

KONSEP ICF PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


PADA KASUS STRAIN HAMSTRING

Dosen Pengampu :
Dr. Andy Martahan Andreas Hariandja, AFT., M.Kes

Oleh Kelompok 1 :

1. Ariz Muhammad Laitupa P3.73.26.1.20.004


2. Azkiya Azzahra P3.73.26.1.20.007
3. Cintia Indah Triyanto.P. P3.73.26.1.20.010
4. Durratul Jihan Humaira P3.73.26.1.20.012
5. Euis Fauziah P3.73.26.1.20.013
6. Gisca Rahmadianti P3.73.26.1.20.020
7. Nilzam Nasyid Robbani P3.73.26.1.20.035
8. Zaid Zidan Rizqi P3.73.26.1.20.052

PROGRAM STUDI D4 FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat dan
salam kami sampaikan kepada nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Diantara sekian
banyak nikmat, rahmat, serta karunia Allah SWT sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kelompok kami yang berjudul “Konsep ICF Pada
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Pada Kasus Strain Hamstring” dengan baik.

Kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Evidence Based Pratice,
bapak Dr. Andy Martahan Andreas Hariandja, AFT., M.Kes., berseta Tim Dosen
Evidence Based Pratice, yang telah mengampu, mendidik, dan membimbing kami
selama pembelajaran mata kuliah ini diberikan. Kami juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah, yang namanya tidak bisa kami tuliskan satu per satu, tetapi tidak
mengurangi rasa hormat kami.

Kami sadar, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami meminta maaf jika didalam makalah ini, baik isi dan penulisannya masih
banyak kesalahan. kami memohon saran dan kritik yang membangun untuk
memperbaiki makalah ini kedepannya.

Bekasi, 07 Februari 2022

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… 3
BAB I……………………………………………………………………………... 4
PENDAHULUAN…………………………………………………………………4
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 4
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. 5
1.3 Tujuan dan Manfaat……………………………………………………...5
BAB II…………………………………………………………………………….. 7
PEMBAHASAN………………………………………………………………….. 7
2.1 International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF). 7
2.2 Pengertian Strain Hamstring……………………………………………..7
2.3 Penerapan Konsep ICF Pada Kasus Strain Hamstring………………….. 7
2.4 Intervensi Fisioterapi Pada Kasus Strain Hamstring…………………...12
BAB III…………………………………………………………………………...22
PENUTUP………………………………………………………………………..22
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..22
3.2 Saran…………………………………………………………………… 22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera otot hamstring adalah salah satu dari sekian banyak cedera
otot yang umum, khususnya pada atlet. Otot hamstring terdiri dari tiga yaitu:
otot semimembranosa dan semitendinosa di medial, dan kepala otot bisep
femoris yang panjang dan pendek di lateral.

Cedera otot hamstring merupakan berbagai cedera mulai dari nyeri


otot dengan onset lambat sampai robek parsial sampai ruptur komplit dari
unit otot-tendon. Cedera dapat terjadi karena paksaan langsung atau tidak
langsung. Yang termasuk langsung disini adalah luka goresan dan memar.
Robekan komplit dari ujung proksimal hamstring dari ischial tuberosity
telah dijelaskan, umumnya terjadi pada atlet ski air.

Cedera ini terjadi karena adanya fleksi panggul paksa saat lutut
masih dalam keadaan ekstensi komplit. Kebanyakan cedera otot hamstring,
akan tetapi terjadi karena gerakan paksa tidak langsung dengan penggunaan
saat aktivitas dari otot, seperti berlari, sprint, dan lari rintang. Kebanyakan
cedera hamstring terjadi saat pertemuan otot-tendon (myotendinous
junction) selama melakukan gerakan berlebihan ketika otot memanjang
sembari melakukan gerakan, umumnya terjadi pada otot lateral hamstring.
Bisep femoris memiliki dua kepala dengan origo dan innervasi yang
berbeda dan oleh karena itu disebut sebagai otot hybrid.

Kontraksi dis-sinergis dari otot merupakan salah satu dari sekian


banyak faktor etiologi yang predisposisi cederanya otot hamstring. Etiologi
lain yang diajukan termasuk hamstring merupakan otot dengan dua sendiri
dengan insufisiensi fleksibilitas. Pemanasan dan peregangan yang tidak
cukup sebelum aktivitas, ketidakseimbangan antara hamstring dan

4
quadriceps, ketidakseimbangan antara otot hamstring kiri dan kanan,
adanya cedera otot hamstring sebelumnya, kecepatan lari yang
meningkatkan dan kekuatan atau ketahanan otot hamstring yang lemah.
Cedera otot hamstring dapat terjadi pada beragam pasien mulai dari yang
berusia muda sampai tua dan berbagai level atlet, mulai dari yang biasa
sampai atlet elite.

Otot hamstring berfungsi diatas dua sendi. Seperti, kelompok otot


biarticular lainnya, seperti quadriceps femoris, gastrocnemius, dan bicep
brachii, hamstring lebih gampang cedera. Otot hamstring menyebrangi
sendi panggul dan lutut (dengan pengecualian kepala pendek dari biceps
femoris). Selama bagian akhir ayunan langkah kaki, hamstring bekerja
eksentris untuk mengekstensi lutut guna mengurangi kecepatan dan saat
tumit menyentuh lantai, hamstring bekerja secara konsentris untuk
memanjangkan panggul. Saat berlari, perubahan yang cepat dari fungsi
memungkin otot cedera, semakin tinggi kecepatan lari dan angulernya,
semakin keras gaya yang diterima tumit.

Ketidakseimbangan apapun yang besar antara quadriceps yang lebih


besar dan kuat dan hamstring akan menyebabkan kerugian untuk hamstring.
Jika sinergis antagonis diubah, kontraksi yang kuat dari otot yang lebih
lemah dapat berdampak cedera. Faktor lain apapun yang mempengaruhi
secara negatif dari koordinasi neuromuskular selama lari, seperti tidak
adanya pemanasan yang tepat, latihan yang buruk, kelelahan otot, dapat
berakibat pada cedera.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud ICF?
2. Apakah yang dimaksud dengan Strain Hamstring?
3. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi terhadap Strain Hamstring?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ICF

5
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Strain Hamstring
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep ICF pada kasus Strain Hamstring
2. Manfaat
Manfaat sebagai penulis :
1. Memahami bagaimana konsep ICF pada kasus Strain Hamstring
2. Menjadikan pembelajaran dan referensi baru bagi penulis untuk
menerapkannya

Manfaat sebagai pembaca :

1. Memahami bagaimana konsep ICF pada kasus Strain Hamstring


2. Menjadikan ilmu dan wawasan baru bagi pembaca untuk lebih tertarik
dalam dunia fisioterapi

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF)


International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF
adalah klasifikasi internasional dengan bahasa dan kerangka kerja standard
untuk menggambarkan dan mengorganisir informasi tentang fungsi dan
kecacatan. ICF adalah klasifikasi dengan bahasa standard dan kerangka kerja
yang terpadu untuk menggambarkan tentang kesehatan.

Tujuan dari ICF sendiri adalah untuk memberikan kesamaan bahasa


standard dan kerangka acuan/pedoman dalam mendeskripsikan tentang
kesehatan dan keadaan yang berhubungan dengan kesehatan

2.2 Pengertian Strain Hamstring


Otot-otot hamstring merupakan otot paha bagian belakang. Ada tiga otot
hamstring : semitendinosus, semimembranosus, dan biceps femoris. Strain
adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau
tidak langsung (overloading) akibat teregang melebihi batas normal atau
robeknya otot dan tendon (jaringan ikat/penghubung yang kuat yang
menghubungkan otot dengan tulang atau ekor otot) karena tegangan melebihi
batas normal. Strain sering terjadi pada bagian groin muscle (otot pada kunci
paha), hamstring (otot paha bagian bawah), dan otot quadriceps.

2.3 Penerapan Konsep ICF Pada Kasus Strain Hamstring


2.3.1. Anamnesis
1. Keterangan Umum Penderita
● Nama : Tn. A
● Umur : 35 Tahun
● Jenis Kelamin : Laki-laki
● Agama : Islam

7
● Pekerjaan : Guru
2. Keluhan Utama
Nyeri paha bagian belakang sebelah kanan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Awalnya pasien mengikuti perlombaan bermain sepak bola
bersama rekan gurunya. Setelah selesai seleksi lomba, pasien
merasakan nyeri pada bagian paha belakang sebelah kanan.
Ketika sampai di rumah, pasien meminta untuk di pijat sebelum
akhirnya datang ke fisioterapi.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada

2.3.2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


1. Vital Sign
● Tekanan darah : 100/80 mmhg
● Nafas : 18x/menit
● Nadi : 60x/menit
● Suhu : 35 derajat celcius
2. Inspeksi
● Statis
 Wajah pasien terlihat menahan nyeri
 Wajah pasien terlihat cemas
● Dinamis
 Pasien berjalan tanpa bantuan namun berjalan agak
pincang
 Pada saat berjalan lama berat badan bertumpu pada kaki
yang sehat
 Pola langkah kaki yang agak lambat

8
3. Palpasi
● Teknik : Cara pemeriksaan dengan cara meraba,
menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien
● Hasil : (+) Positif Tes
● Interpretasi : Ada nyeri tekan dan spasme pada otot
hamstring
4. Pemeriksaan Gerak Dasar

Gerakan Aktif Pasif TIMT

Fleksi Nyeri, Nyeri, ROM Nyeri, Kualitas


ROM terbatas, springry saraf bagus
terbatas end feel

Ekstensi Nyeri, Nyeri, ROM Nyeri, Kualitas


ROM Terbatas, springy saraf bagus
Terbatas end feel

5. Pemeriksaan Khusus
Tes Orientasi Strain Hamstring:
● Teknik : Fisioterapis menginstruksikan pasien untuk
melakukan gerakan fleksi-ekstensi secara aktif
● Hasil : Nyeri tidak menjalar saat gerak fleksi-
ekstensi
● Interpretasi : Ada spasme otot
Palpasi
● Teknik : Cara pemeriksaan dengan cara meraba,
menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien
● Hasil : (+) Positif Tes
● Interpretasi : Ada nyeri tekan dan spasme pada otot
hamstring

9
Pengukuran Visual Analog Scale (VAS)
Untuk mengetahui derajat nyeri pasien
● Nyeri diam :1

● Nyeri tekan :3

● Nyeri gerak :2

2.3.3. Problematika Fisioterapi


1. Body Structure and Body Function Impairment
● Body Structure :
 Robekan pada otot hamstring
● Impairment :
 Keterbatasan ROM ekstremitas bawah
 Nyeri pada otot hamstring
 Gangguan tonus otot pada hamstring
2. Activity Limitation
● Kesulitan berjalan lama

10
● Kesulitan berlari
● Kesulitan beribadah
3. Participation Restriction
● Kesulitan berolahraga
● Kesulitan beraktivitas/berhubungan dengan rekan
kerja
● Kesulitan beraktivitas/berhubungan dengan sub-
ordinatnya (anak murid)
4. Personal Factors
● Usia (35 Tahun)
● Gender (laki-laki)
● Gaya hidup
● Motivasi untuk sembuh
5. Environmental Factors
● Keluarga yang mendukung
● Teman-teman yang mendukung
● Tenaga kesehatan yang professional

2.3.4. Diagnosis Fisioterapi


Ketidakmampuan pasien dalam beraktivitas secara normal karena
adanya nyeri pada otot dan tonus hamstring kanan, sehingga pasien
mengalami keterbatasan gerak aktif maupun pasif pada kaki e.c
robekan pada otot hamstring.

2.3.5. Kode ICF


1. Body Function :
✔ (b28015) Pain in a lower limb
✔ (b7100) Mobility of a single joint
✔ (b7351) Tone of muscles of one limb

11
2. Body Structure :
✔ (s75002) Muscles of thigh
3. Activities and Participations :
Activities
✔ (d4501) Walking long distances
✔ (d4552) Running
✔ (d9301) Spirituality
Participation
✔ (d9201) Sports
✔ (d9300) Organized religion
✔ (d7500) Informal relationship with friends
✔ (d7401) Relating with subordinates
4. Personal and Environmental Factors:
Personal Factors :
✔ Usia
✔ Kelamin
✔ Gaya hidup
✔ Motivasi untuk sembuh
Environmental Factors :
✔ (e310) Immediate family
✔ (e320) Friends
✔ (e355) Health professionals

2.4 Intervensi Fisioterapi

1. Treatment
 Istirahat dari aktivitas yang menyebabkan ketegangan otot
memungkinkan terjadinya penyembuhan.
 Pemberian olesan es atau lapisan es secara berkala (2-3 kali
per hari) akan membantu mengendalikan pembengkakan
dan mengurangi rasa sakit.

12
 Lapisan panas tidak boleh diterapkan ke area tersebut selama
7-10 hari pertama karena ini dapat meningkatkan
pembengkakan dan pendarahan di dalam otot.
 Pembungkus elastis atau stocking tekan dapat diterapkan
pada area tersebut untuk membantu mengontrol
pembengkakan.
 Berbaring secara berkala dengan kaki ditinggikan
memungkinkan gravitasi membantu upaya mengendalikan
pembengkakan.
 Peregangan atau latihan resistif harus dilakukan selama 3
minggu pertama setelah cedera.
2. Program Rehabilitasi
Fase 1 (minggu ke 1)
 Istirahat dari aktivitas yang menyakitkan
 Kompres es selama 20 menit, sebanyak 3 kali sehari

Fase 2 (minggu ke 2 dan 3)

 Kompres es sekali sehari, selama 20 menit


 Mulai latihan ROM aktif, 1-2 kali sehari, 10-20 repetisi
 Quad set dan Heel slide (bantuan handuk jika nyeri)
 Mengangkat kaki dan melatih otot hamstring berdiri
 Ekstensi pinggul SLR berdiri atau tengkurap
 Sepeda stasioner, selama 10 menit tanpa hambatan, jika
bebas nyeri tanpa peregangan

Fase 3 (minggu ke 4, 5, 6)

 Mulailah penguatan ringan, 1 kali sehari, 5 hari seminggu,


15 hingga 30 pengulangan
 Mulailah dengan berat pergelangan kaki 1 pon
 Melatih otot hamstring berdiri, tambahkan 1 pon seminggu
menjadi 5 pon

13
 Ekstensi pinggul SLR berdiri atau tengkurap, PRE 1 pon
seminggu menjadi 5 pon
 Sepeda stasioner, tambahkan 1 menit per sesi selama 30 - 40
menit
 Berjalan di treadmill lambat, mulai 5 menit dan tambahkan
1 menit per sesi menjadi 20 menit atau mulai “Program Jalan
Kaki/Jogging”
 Peregangan lembut tanpa rasa sakit, 2 kali sehari
 Instruksi di bagian belakang handout
Fase 4 (minggu ke 7 - 12)

 Mulai latihan kekuatan hamstring dan paha depan secara


bertahap, pertahankan rasio 4:3 (Hamstring:Quadriceps), 3
kali seminggu
 Ikuti suplemen “Latihan Kekuatan untuk Lutut” dan Prinsip
Progresif
 Sepeda stasioner
 Peregangan otot hamstring yang lembut
 Mulai “Program Lari/Sprint” jika dapat berlari sejauh 1 mil
tanpa rasa sakit

Fase 5 (minggu ke 12 dan seterusnya)

 Lanjutkan program di atas


 Mulai kembali ke pelatihan olahraga

3. Program Jalan Kaki/Jogging


Petunjuk Umum
 Jalan kaki/jogging sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 2
hari sekali.
 Program harus dilakukan langkah demi langkah. Jangan
memajukan program sampai berhasil menyelesaikan

14
langkah awal. Biarkan rasa sakit dan bengkak menjadi
panduan. Jika aktivitas tersebut menimbulkan rasa sakit,
bengkak atau membuat lemas, kembali ke Langkah
sebelumnya.
 Sebelum memulai program dan setelah menyelesaikan
program, berikan waktu 15 menit untuk melakukan
pemanasan dan latihan peregangan ringan.
 Lakukan pendinginan dengan meregangkan semua
kelompok otot secara perlahan dan kompres es selama 20
menit.

Fase 1

 Hari ke 1: Jalan kaki 1/4 mil langkah mudah (1/2 kecepatan)


 Hari ke 2: Jalan kaki 1/4 mil (3/4 kecepatan)
 Hari ke 3: Jalan kaki 1/4 mil (kecepatan penuh dan cepat)

Fase 2

 Hari ke 1: Berjalan 1/2 mil langkah mudah (1/2 kecepatan)


 Hari ke 2: Jalan kaki 1/2 mil (3/4 kecepatan)
 Hari ke 3: Jalan kaki 1/2 mil (kecepatan penuh dan cepat)

Fase 3

 Hari ke 1: Jalan Kaki 3/4 mil (3/4 kecepatan)


 Hari ke 2: Jalan kaki 3/4 mil (kecepatan penuh dan cepat)
 Hari ke 3: Jalan kaki 1 mil (kecepatan nyaman hingga penuh)

Fase 4

 Hari ke 1: Joging mil, Berjalan mil, langkah nyaman


 Hari ke 2: Joging mil, Berjalan mil, langkah nyaman
 Hari ke 3: Joging mil, Berjalan mil, langkah nyaman

Fase 5

15
 Hari ke 1: Joging mil, Berjalan mil, langkah nyaman
 Hari ke 2: Joging 1 mil
 Hari ke 3: Joging 1 mil

Kita dapat terus meningkatkan jarak sejauh mil per sesi hingga
mencapai jarak yang diinginkan. Ketika telah mencapai jarak
Latihan tanpa menimbulkan rasa sakit atau bengkak dan memiliki
bentuk lari yang normal, kita dapat secara bertahap mulai
meningkatkan kecepatan lari kita atau melanjutkan ke “Program
Lari/Sprint”.

4. Program Lari/Sprint
Petunjuk Umum
 Melakukan pemanasan dengan baik dan melakukan
peregangan ringan sebelum berolahraga dan setelah
berolahraga
 Melakukan beberapa jalan kaki, bersepeda agar berkeringat
sebelum memulai program lari
 Setelah melakukan semua itu dan program lari, lalu
melakukan pendinginan dengan kompres es selama 20 menit
 Jangan maju ke langkah berikutnya dalam perkembangan
sampai langkah ini bebas rasa sakit
 Frekuensi: setiap hari atau 3 - 4 kali seminggu

Fase Program Lari/Sprint

 Hari ke 1: Lari kecepatan 100 yard, 10 repetisi


 Hari ke 2: Tidak lari
 Hari ke 3: Ulangi seperti hari ke 1
 Hari ke 4: Tidak lari
 Hari ke 5: Ulangi seperti hari ke 1

16
 Hari ke 6: Lari kecepatan 100 yard, 10 repetisi
 Hari ke 7: Tidak lari
 Hari ke 8: Ulangi seperti hari ke 6
 Hari ke 9: Tidak lari
 Hari ke 10: Ulangi seperti hari ke 6
 Hari ke 11: Tidak lari
 Hari ke 12: Lari kecepatan, 100 yard, 3 repetisi dan Lari
kecepatan penuh, 50 yard, 4 repetisi
 Hari ke 13: Tidak lari
 Hari ke 14 – 42: Lanjutkan latihan dari hari ke 12,
tambahkan satu lari 50 yard setiap latihan sampai dapat
melakukan 10 lari kecepatan penuh 50 yard. Perkembangan
ini harus memakan waktu minimal 24 hari (3 minggu, 3
hari), tetapi mungkin memakan waktu lebih lama jika rasa
sakit atau pembengkakan terjadi.

5. Program Latihan Kekuatan Lutut


Program yang membangun kembali kekuatan otot lutut setelah
cedera pada otot hamstring.
Tindakan Pencegahan Saat Latihan
 Hindari rasa sakit di tempat ketegangan otot hamstring
 Hindari rasa sakit dan/atau krepitasi (gerinda) di patela
(tempurung lutut)
 Bangun resistensi dan pengulangan secara bertahap
 Lakukan latihan secara perlahan untuk menghindari
perubahan arah yang cepat dan pemuatan benturan
 Frekuensi latihan harus 2 sampai 3 kali seminggu untuk
membangun kekuatan
 Konsisten dan teratur dengan jadwal Latihan

17
 Pemanasan sebelum berolahraga dengan bersepeda
stasioner, mesin elips, dan treadmill
 Lakukan latihan yang melibatkan kelompok otot terlebih
dahulu dan otot individu
 Lakukan latihan aerobik setelah latihan kekuatan
 Lakukan pendinginan dengan melakukan peregangan
setelah selesai Latihan

Prinsip Latihan Perlawanan Progresif (PRE)

 Untuk membangun kekuatan dan ukuran otot, jumlah


resistensi yang digunakan harus bertahap
 Latihan harus spesifik untuk otot target
 Jumlah resistensi harus dapat diukur dan ditingkatkan secara
bertahap dalam waktu yang lebih lama
 Untuk menghindari kelebihan beban dan cedera, beban atau
tahanan harus ditingkatkan secara bertahap dengan
peningkatan 5 sampai 10 %
 Resistensi dapat ditingkatkan secara bertahap setiap 10
hingga 14 hari jika mengikuti program yang teratur dan
konsisten
 Istirahat yang cukup dan pemulihan otot di antara latihan
diperlukan untuk memaksimalkan latihan
 Jika prinsip PRE diikuti terlalu ketat, bobot berpotensi akan
naik dan lebih tinggi
 Pada titik tertentu, sendi dan otot akan menjadi kelebihan
beban dan cedera akan terjadi
 Kemungkinan ini dapat dihindari dengan menahan diri dari
menggunakan beban berlebihan selama latihan kekuatan.

Rasio Kekuatan Otot Lutut

18
 Bila terjadi ketidakseimbangan kekuatan otot pada lutut
antara otot hamstring dan otot quadriceps, maka risiko
terjadinya cedera hamstring lebih besar pada olahraga
lari dan sprint
 Rasio kekuatan yang ideal antara paha belakang dan
paha depan adalah 4:3 atau P:H = 4:3
 Rasio kekuatan Q:H sulit diukur tanpa peralatan
pengujian
 Dalam kebanyakan kasus, otot hamstring tidak boleh
terlalu kuat
 Ikuti prinsip PRE untuk membangun kekuatan secara
maksimal saat menggunakan otot hamstring

Program Penguatan Lutut Dasar setelah Ketegangan Otot


Hamstring

 Frekuensi: 2 - 3 kali per minggu


 Set: 3 untuk leg press, squat, knee extension, dan step-up 6
untuk mesin curl hamstring dan kursi roman
 Pengulangan per set: 10-15 kali
 Penekanannya adalah membangun kekuatan otot
menggunakan kedua kaki dan maju sesuai PRE

Latihan Program Dasar

 Pegang kaki
 Palpasi otot Hamstring
 Knee Ekstensi 30 derajat
 Roman Chair
 Chair Squat (pegang dumbbell untuk menahan beban)
atau barbell squat
 Betis Angkat
 Hip Abductor/Adductor

19
 Step Up/Down

Jika tidak memiliki peralatan olahraga, latihan berikut


dapat diganti menggunakan beban pergelangan kaki

 Angkat kaki lurus


 Angkat busur pendek
 Posisi berbaring miring
 Otot hamstring diarahkan berdiri
 Jari kaki terangkat

Program Penguatan Lutut Lanjutan

 Frekuensi: 2 - 3 kali per minggu


 Set: 3 untuk leg press, squat, knee extension, step-up
dan single leg bergantian dan 6 untuk otot hamstring
dan roman chair. Pengulangan per set: 10 kali
 Penekanannya adalah terus membangun kekuatan
otot menggunakan kedua kaki dan maju ke Latihan
Lanjutan menggunakan Kaki Tunggal.
 Latihan satu kaki tingkat lanjut terintegrasi dengan
latihan dari Dasar Program Penguatan Lutut.

Latihan kaki tunggal berikut ini diintegrasikan ke dalam


latihan secara bergantian:

 Single Leg Wall Slide


 Single Leg Squat

Sehingga Program Penguatan Lutut Lanjutan menjadi


sebagai berikut:

 Pegang Kaki
 Palpasi otot hamstring
 Ekstensi lutut 30 derajat

20
 Romain Chair
 Chair Squat (pegang dumbel untuk resistensi atau
barbel)
 Betis Angkat
 Naik/turun
 Latihan alternatif dengan slide dinding satu kaki dan
jongkok satu kaki
 Saat memulai latihan satu kaki yang baru, mulailah
dengan 3 set 5, dan tambahkan satu pengulangan per
set, per latihan hingga Anda dapat melakukan 3 set
10.
 Ketika 3 set 10 mudah dan bebas rasa sakit, maka
dapat memegang dumbel untuk meningkatkan
ketahanan dan kekuatan.

BAB III

PENUTUP

21
3.1 Kesimpulan
Dalam aktivitas sehari-hari, seperti berdiri dan berjalan, otot-otot
hamstring tidak terlalu banyak digunakan. Namun saat kita menekuk lutut,
berlari, melompat, dan memanjat, maka otot-otot menjadi sangat aktif.
Cedera hamstring bisa terjadi secara tiba-tiba akibat gerakan mendadak atau
terlalu eksplosif. Tindakan yang berisiko tinggi terkait kondisi tersebut
misalnya akibat berlari, menerjang, atau melompat.

Cedera pada otot ini juga bisa terjadi secara bertahap atau saat
seseorang melakukan gerakan lambat. Gerakan lambat yang beresiko
mengalami cedera hamstring adalah gerakan peregangan yang terlalu
berlebihan. Jika seseorang pernah mengalami cedera ini, kemungkinan
mereka akan mengalaminya lagi di lain hari, khususnya yang memiliki
profesi atlet atau olahragawan.

3.2 Saran
Kami menyarankan kepada penulis selanjutnya untuk dapat
menjelaskan lebih rinci lagi dari apa yang sudah kami tulis, bisa dapat
menambahkan informasi dengan lebih lengkap lagi, dan berasal dari buku
atau sumber-sumber yang terpercaya.
Serta untuk pembaca, penulis berharap pembaca dapat bijak untuk
mencerna informasi yang sudah dituliskan oleh penulis dan pembaca
disarankan untuk mengkaji informasi yang ada secara lebih detail lagi dari
berbagai sumber yang terpercaya.

DAFTAR PUSTAKA

22
Satriani, Dewi. (2020). Strain Hamstring. Study Case. Politeknik Kementrian
Kesehatan Makassar. Diakses pada tanggal 8 Februari 2022 pukul 07.40 WIB
melalui link https://id.scribd.com/document/471161719/Laporan-Kasus-pada-
Strain-Hamstring-Dewi-Satriani-D3-FT-TK-2

Panduan ICF. https://apps.who.int/classifications/icfbrowser/

Petruska, Alex. Hamstring Stain. Boston Sport Medicine and Research Institute.

23

Anda mungkin juga menyukai