Dosen Pembimbing
Disusun Oleh :
MUH. SUARDI
NIM : 1931041003
Tahun 2021
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
Muh. Suardi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………...……………………………………..i
DAFTAR ISI………………………...……………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN……………...……...………………………………….1
A. Latar belakang…………………………………….……………..…….1
B. Rumusan masalah ……………………………….………………….....7
C. Tujuan & Manfaat ………...…………………….………………..…...8
BAB II PEMBAHASAN………………………...…..…………………………...9
A. Kesimpulan…….…....……………..…………………………….24
B. Saran…………………………..………………………………….26
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...27
BIODATA PENULIS…………...…………………………………………........28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Olahraga sebagai salah satu model karya cipta manusia yang
merupakan suatu bentuk aktivitas fisik dengan berbagai dimensi yang kompleks.
Keterkaitan antara kegiatan berolahraga dengan keberadaan manusia adalah suatu
hal yang tidak dipisahkan. Berawal dari gerak dan bergerak manusia selanjutnya
dikembangkan menjadi perilaku yang bermakna dan memiliki tujuan tertentu.
adapun bentuknya jika dihubungkan dengan perilaku manusia, maka tujuannya
akan menjadi luas dan dalam. Hal ini karena manusia memiliki berbagai potensi
dan kelebihan dibanding dengan mahluk lain. Oleh sebab itu olahraga perlu
semakin ditingkatkan dan dimasyarakatkan sebagai salah satu cara untuk
memasyarakatkan olahraga dan mengolah-ragakan masyarakat. Untuk itulah perlu
ditingkatkan penyediaan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kegiatan
berolahraga, termasuk para pendidik, pelatih dan pembina. Kenyataan
menunjukkan bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat
sekarang ini, telah mempercepat terjadinya perubahan dalam kehidupan
masyarakat pada umumnya dan khususnya di bidang olahraga. Perubahan dan
perkembangan dalam bidang olahraga tersebut, terjadi persaingan untuk
meningkatkan prestasi di bidang olahraga melalui berbagai pendekatan. Salah satu
pendekatan yang efektif dan dapat dipertanggung jawabkan adalah melalui
penelitian.
Bagi atlet yang aktif melakukan olahraga tertentu (misalnya atlet pro),
dituntut untuk memiliki sekelompok otot yang lebih kuat daripada bagian otot-
otot yang lainnya. Respon tubuh terhadap adanya permintaan ini adalah dengan
melalui sekelompok otot tertentu untuk berkontraksi dengan lebih keras. Hal ini
meruakan perubahan dari penyesuaian tubuh yang sangat positif tentunya, karena
perubahan ini memungkinkan terjadinya perbaikan selama melakukan latihan.
Disamping itu, ada segi negatifnya juga. Setiap jenis olahraga menekankan
adanya kontraksi (kerja otot) hanya pada sekelompok otot tertentu, sehingga hal
ini dapat menyebabkan kontraksi otot hanya pada bagian otot tersebut saja
menjadi lebih kuat, sedangkan otot-otot yang lainnya relatif lebih lemah.
Cedera sering dialami oleh seorang atlet, seperti cedera goresan, robek pada
ligamen, atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan
pertolongan yang profesional dengan segera. Banyak sekali permasalahan yang
dialami oleh atlet olahraga, tidak terkecuali dengan sindrom ini. Sindrom ini
bermula dari adanya suatu kekuatan abnormal dalam level yang rendah atau
ringan, namun berlangsung secara berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Jenis
cedera ini terkadang memberikan respon yang baik bagi pengobatan sendiri. Tak
ada yang menyangkal jika olahraga baik untuk kebugaran tubuh dan melindungi
kita dari berbagai penyakit. Namun, berolahraga secara berlebihan dan
mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera yang
membahayakan dirinya sendiri. Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi
pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu terjadi akibat kelelahan
berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada babak tambahan)
atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti. Cara yang lebih
efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami beberapa jenis cedera
dan mengenali bagaimana tubuh kita memberikan respon terhadap cedera
tersebut. Juga, akan dapat untuk memahami tubuh kita, sehingga dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera,
bagaimana mendeteksi suatu cedera agar tidak terjadi parah, bagaimana
mengobatinya dan kapan meminta pengobatan secara profesional (memeriksakan
diri ke dokter).
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat Penulisan
D. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
PEMBAHASAN
Cedera olahraga adalah segala macam cedera yang timbul pada saat
latihan ataupun pada waktu pertandingan ataupun sesudah pertandingan
(Hardianto Wibowo, 1995:11). Cedera merupakan rusaknya jaringan yang
disebabkan adanya kesalahan teknis, benturan, atau aktivitas fisik yang melebihi
batas beban latihan, yang dapat menimbulkan rasa sakit akibat dari kelebihan
latihan melalui pembebanan latihan yang terlalu berat sehingga otot dan tulang
tidak lagi dalam keadaan anatomis (Cava, 1995:145). Cedera tidak hanya terjadi
pada saat berolahraga, namun pada saat pembelajaran Penjasorkes (penjas), cedera
akan selalu membayangi terlebih pada materi yang relatif lebih berat seperti
senam lantai.
Paul M Taylor (1997: 5), membagi jenis cedera yang sering dialami
menjadi dua jenis yaitu:
a. Trauma akut Yaitu suatu cedera berat yang terjadi secara mendadak,
seperti cedera goresan, robek padaa ligamen, atau patah tulang karena
tejatuh. Cedera akut biasanya memerlukan pertolongan yang profesional
dengan segera.
b. Overuse syndrome Sindrom ini bermula dari adanya kekuatan abnormal
dalam level yang rendah atau ringan, namun berlangsung secara berulang-
ulang dalam jangka waktu yang lama.
Hardianto Wibowo (1995:15) mengklasifikasikan cedera olahraga sebagai
berikut:
a. Cedera ringan atau tingkat I, ditandai dengan adanya robekan yang hanya
dapat dilihat menggunakan mikroskop, dengan keluhan minimal dan
hanya sedikit saja atau tidak mengganggu performa olahragawan yang
bersangkutan, misalnya lecet, memar, sprain ringan.
b. Cedera sedang atau tingkat II, ditandai dengan kerusakan jaringan yang
nyata, nyeri, bengkak, berwarna kemerahan dan panas, dengan gangguan
fungsi yang nyata dan berpengaruh pada performa atlet yang
bersangkutan, misalnya: melebarnya otot dan robeknya ligamen.
c. Cedera berat atau tingkat III, pada cedera ini terjadi kerobekan lengkap
atau hampir lengkap pada otot, ligamentum dan fraktur pada tulang, yang
memerlukan istirahat total, pengobatannya intensif, bahkan mungkin
operasi.
Sedangkan menurut Giam C. K dan Teh K. C (1993: 137) membedakan
cedera menjadi tiga tingkatan yaitu:
a. Cedera ringan adalah cedera yang tidak diikuti kerusakan yang berarti
pada jaringan tubuh, misalnya kekuatan otot dan kelelahan. Pada cedera
ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan apapun, dan akan sembuh
dengan sendirinya setelah istirahat beberapa waktu
b. Cedera sedang ialah kerusakan jaringan yang lebih nyata, dan berpengaruh
terhadap performa olahragawan. Keluhan berupa nyeri, bengkak, dan
gangguan fungsi, misalnya lebar otot, strain otot, tendon-tendon, dan
robeknya ligamen (sprain gerak)
c. Cedera berat adalah cedera yang serius, diytandai dengan adanya kerusakan
pada jaringan tubuh, misalnya kerobekan otot hingga putus, maupun
fraktur tulang yang memerlukan istirahat total, pengobatan intensif bahkan
operasi.
B. MACAM-MACAM CEDERA
Menurut Mirkin dan Hoffman (1984: 107) struktur jaringan didalam tubuh
yang sering mengalami cedera olahraga adalah otot, tendo, tulang, persendian
termasuk tulang rawan, ligamen, dan fasia. Sedangkan menurut Taylor (1997:63)
macam-macam cedera yang mungkin terjadi adalah memar, cedera pada otot atau
tendo dan cedera ligamentum, dislokasi, patah tulang, kram otot dan perdarahan
pada kulit. Macam-macam cedera yaitu sebagai berikut :
1. Sprain (keseleo)
Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament
(jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang
memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul
sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi. Gejalanya dapat berupa
nyeri, inflamasi/peradangan, dan pada beberapa kasus, ketidakmampuan
menggerakkan tungkai. Sprain atau keseleo adalah jenis cedera yang paling sering
dialami oleh para pemain sepak bola, Untuk menghindari keseleo, diperlukan
pemanasan yang cukup dan stretching yang tepat bisa mencegah terjadinya cedera
tersebut (Hardianto Wibowo 1995: 22).
Berikut ini adalah tingkatan cedera sprain:
a. Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan
hanya beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan,
pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut. cedera pada tingkat ini
cukut diberikan istirahat saja karena akan sembuh dengan sendirinya
b. Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi
lebih separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa
sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya
tidak dapat menggerakkan persendian tersebut. kita harus membrikan
tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang
cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs.
c. Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya
terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat
darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa,
dan terdapat gerakan–gerakan yang abnormal. Cedera tingkat ini harus
dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi namun harus diberi pertolongan
pertama terlebih dahulu.
2. Strain.
Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada
struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon). Jenis cedera ini terjadi akibat otot
tertarik pada arah yang salah, kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi
kontraksi, otot belum siap. Strains sering terjadi pada bagian groin muscles (otot
pada kunci paha), hamstrings (otot paha bagian bawah), dan otot quadriceps.
Cedera tertarik otot betis juga kerap terjadi pada para pemain bola. Fleksibilitas
otot yang baik bisa menghindarkan diri dari cedera macam ini. Kuncinya dalah
selalu melakukan stretching setelah melakukan pemanasan, terutama pada bagian
otot-otot yang rentan tersebut (Hardianto Wibowo 1995: 22).
Pengobatan sprain dan strain adalah terapi, yang dilakukan adalah reset
atau istirahat, mendinginkan area cidera, copression atau balut bagian yang cidera,
elevasi atau meninggikan, membebaskan diri dari beban. Jika nyeri dan bengkak
berkurang selama 48 jam setelah cidera, gerakkan persendian tulang ke seluruh
arah. Hindari tekanan pada daerah cidera sampai nyeri hilang (biasanya 7-10 hari
untuk cidera ringan dan 3-5 minggu untuk cidera berat), gunakan tongkat
penopang ketika berjalan bila dibutuhkan
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16), Cidera derajat I biasanya sembuh
dengan cepat dengan pemberian istirahat, es, kompresi dan elevasi (RICE). Terapi
latihan dapat membantu mengembalikan kekuatan dan fleksibilitas. Cidera derajat
II terapinya sama hanya saja ditambah dengan immobilisasi pada daerah yang
cidera.. Kunci dari penyembuhan adalah evaluasi dini dengan professional medis.
Knee Injuries Adalah cidera yang terjadi karena adanya paksaan dari tendon. Saat
mengalami cidera ini akan merasakan nyeri tepat dibawah mangkuk lutut setelah
melakukan latihan olahraga. Rasa sakit itu disebabkan oleh gerakan melompat,
menerjang maupun melompat dan turun kembali. Ada beberapa jenis cedera lutut
yang umum dialami oleh pemain bola, yaitu cedera pada medial collateral
ligament, meniscus, dan anterior cruciate ligament, baik itu sobek pada jaringan,
maupun putusnya jaringan tersebut.
3. Compartment Syndrome.
Para atlet pada umumnya sering mengalami permasalahan (gangguan rasa
nyeri atau sakit) yang terjadi pada kaki bawah (meliputi daerah antara lutut dan
pergelangan kaki). Terkadang rasa sakit/nyeri tersebut terjadi karena adanya suatu
sindrom kompartemen. Diagnosa terhadap sindrom terhadap sindrom tersebut
dilakukan dengan cara perkiraan, karena pola karakteristik (gejala) dan rasa sakit
tersebut dan ukuran-ukuran tekanan kompartemennya. Diantara beberapa penyakit
yang menyertai sindrom ini dapat diatasi dengan pembedahan (operasi).
4. Shin Splints.
Istilah shin aplints kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan
adanya rasa sakit (cidera pada kaki bagian bawah yang seringkali terjadi terjadi
akibat melakukan berbagai aktivitas olahraga, termasuk olahraga lari. Shin splints
ada 2 jenis yaitu; a). Anterior Shin Splints, yaitu rasa sakit yang terjadi pada
bagian depan (anterior) dari tulang gares (tibia). B) Posterior Shin Splints, rasa
sakit tersebut terasa pada bagian dalam (medial) kaki pada tulang tibia. Shin
splints disebabkan oleh adanya robekan sangat kecil pada otot-otot kaki bagian
bawah yang berhubungan erat dengan tulang gares. Pertama-tama akan
mengalami rasa sakit yang menarik-narik setelah melakukan lari. Anterior shin
splints disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan otot kaki.
6. Fractures.
Cedera seperti ini dialami apabila pemain yang bersangkutan mengalami
benturan dengan pemain lain atau sesuatu yang keras. Cedera fractures tidak
hanya terjadi pada bagian kaki macam tulang paha, tulang kering, tulang
selangkangan, atau tulang telapak kaki, tapi juga kerap terjadi pada lengan, bahu,
hingga pergelangan tangan. Untuk menghindari cedera macam ini, penggunaan
pelindung sangat dianjurkan untuk meminimalisir patah atau retak tulang. Kasus
Wayne Rooney merupakan salah satu contoh cedera fractures yang cukup
membuat pusing Alex Fergusson. Setiap tulang yang mendapatkan tekanan terus-
menerus diluar kapasitasnya dapat mengalami keretakan (stress fracture).
Kelemahan pada struktur tulang sering terjadi pada atlet ski, jogging, berbagai
atlet lari, dan pendaki gunung maupun para tentara, mengalami march fracture.
1. Cedera lutut
Sekitar 55 persen cedera akibat aktivitas olahraga berupa cedera lutut.
Cedera ini termasuk satu dari 40 kasus bedah ortopedi. Terbanyak terjadi
pada sendi dan tulang rawan (retak), termasuk sakit dan nyeri yang terkait
dengan tempurung lutut. Risiko tinggi terjadi pada pelari, perenang, step
aerobic, pesepakbola, pebasket, pevoli, dan atlet cabang atletik. Ini karena
lutut menjadi tumpuan, sehingga berpotensi terkena arthritis..
2. Cedera bahu
Sebanyak 20 persen cedera karena olahraga terjadi pada bahu,
termasuk akibat salah posisi, salah urat, dan ketegangan otot.
Penyebabnya, aktivitas berlebih dan gerakan yang salah di daerah bahu
sehingga mengenai tendon (urat). Gejalanya nyeri, kaku pada bahu, otot
terkilir, hingga tulang retak. Pencegahan: Untuk olahraga yang rentan
benturan (misalnya bisbol) gunakan pelindung khusus.
1. Memberikan perlindungan
6. Datangi dokter
Apabila ragu dan khawatir dengan cedera yang Anda alami atau
nyeri dan bengkak yang bertambah, atau nyeri dan bengkak tidak
berkurang dalam 2 hari.
7. Hindari pemijatan
Tindakan ini dapat menyebabkan meningkatnya perdarahan dan
bengkak pada daerah yang cedera, memperberat cedera, dan
mengakibatkan lambatnya masa penyembuhan. Hindari
pemijatan khususnya saat 3 hari pertama cedera terjadi, karena
itu masa krusial.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sprain atau keseleo adalah jenis cedera yang paling sering dialami oleh
para pemain sepak bola, Untuk menghindari keseleo, diperlukan pemanasan yang
cukup dan stretching yang tepat bisa mencegah terjadinya cedera tersebut . Pada
cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa
serabut yang putus. Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang
putus, tetapi lebih separuh serabut ligamentum yang utuh. Persendian yang
bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam
persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat
gerakan–gerakan yang abnormal. Jenis cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada
arah yang salah, kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi, otot
belum siap. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan diri dari cedera
macam ini. Kuncinya dalah selalu melakukan stretching setelah melakukan
pemanasan, terutama pada bagian otot-otot yang rentan tersebut.
Shin splints disebabkan oleh adanya robekan sangat kecil pada otot-otot
kaki bagian bawah yang berhubungan erat dengan tulang gares. Pertama-tama
akan mengalami rasa sakit yang menarik-narik setelah melakukan lari. Cedera
pada tendon achilles ini menempati peringkat pertama yang sering terjadi pada
atlet dan paling sulit untuk merawat/menyembuhkannya. Cedera tersebut berkisar
dari tendinitis ringan sampai pada pemutusan tendon yang parah.
Kunci dari diagnosa tahap-tahap cidera ini adalah pengenalan pada tanda-tanda
dan gejala-gejala yang terjadi. Cedera seperti ini dialami apabila pemain yang
bersangkutan mengalami benturan dengan pemain lain atau sesuatu yang
keras. Kasus Wayne Rooney merupakan salah satu contoh cedera fractures yang
cukup membuat pusing Alex Fergusson. Setiap tulang yang mendapatkan tekanan
terus-menerus diluar kapasitasnya dapat mengalami keretakan .
B. SARAN
Dalam melakukan aktifitas olahraga kita perlu melihat kondisi fisik kita
terlebih dahulu serta tempat yang kita tempati saat berolahraga, sebelum
melakukan olahraga kita perlu mengisi energy kita dan mengonsumsi makanan
yang mudah dicernah oleh tubuh dan 2-3 jam sebelum melakukan olahraga di
anjurkan untuk makan yang mudah dicernah agar energy yang kita peroleh saat
berolahraga itu stabil dan sebelum melakukan olahraga terlebih dahulu lakukan
pemanasan agar otot otot tubuh tidak tegang sat melakukan olahraga serta
meminialisir terjadinya cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Andun Sudijandoko, 1995, Pola Rehabilitasi Atlet Yang Cedera, IKOR. UNAIR,
Surabaya.
Bayu Santoso, 1994. Cedera olahraga Konggres Nasional III. Perdosri, Surabaya.
Djoko Roshadi, 1995. Aspek Orthopaedi Pada Usia Lanjut. Bedah Orthopaedi,
Unair.Surabaya
Entjang Indah, 1991. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Fatchur Racham, 1992. Modalitas Terapi Fisik Pada Penatalaksanaan Nyeri, Unit
Rehabilitasi
BIODATA PENULIS