Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus yang biasanya disebabkan


oleh infeksi virus akut. Ini adalah infeksi saluran pernapasan bawah yang paling
umum pada anak-anak di bawah usia 2 tahun. Distres pernapasan menghambat
asupan oral anak yang mengakibatkan seringnya kunjungan ke dokter dan rawat
inap di rumah sakit. Ini telah menjadi salah satu alasan paling umum untuk rawat
inap anak-anak di bawah usia 2 tahun1.
Bronkiolitis terjadi sebagai akibat dari peradangan pada lapisan sel-sel epitel
saluran udara kecil di paru-paru yang menyebabkan produksi lendir, peradangan
dan nekrosis seluler dari sel-sel tersebut. Peradangan sel-sel inilah yang dapat
menghalangi jalan napas dan akhirnya mengakibatkan mengi1.

Agen infeksi yang paling umum menyebabkan bronkiolitis akut pada anak-
anak adalah respiratory syncytial virus (RSV). RSV adalah virus RNA rantai
tunggal negatif yang memiliki selubung (enveloped), tidak tersegmentasi, dan
merupakan jenis paramyxovirus. Virus lain yang menyebabkan kondisi ini
termasuk adenovirus, human metapneumovirus, influenza, dan parainfluenza2.

Gejala awal bronkiolitis termasuk pilek, hidung tersumbat, nafsu makan


berkurang, dan batuk yang berlangsung biasanya selama kurang lebih 3 hari.
Seiring perkembangan penyakit, takipnea, penggunaan otot pernapasan dengan
retraksi interkostal dan subkostal, dan mengi dapat berkembang. Akhirnya
pernafasan cuping hidung, bayi merintih, sianosis, hipoksia, dan gagal napas dapat
terjadi. Oleh karena itu, penting untuk memantau secara ketat anak-anak terutama
bayi yang lebih muda terhadap penyakit ini. Demam juga dapat terjadi sebagai
salah satu gejala2.

Di Indonesia, insidensi bronkiolitis tertinggi terjadi pada usia 3-6 bulan.


Proporsi kasus bronkiolitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita
dengan ratio 2,2:1. Hal ini dikarenakan ukuran saluran respiratorik pada bayi laki-
laki lebih sempit dibanding perempuan. Penelitian cross sectional di Jakarta

1
menunjukkan ratio 1,44:1 sedangkan penelitian case control di Bali menunjukkan
ratio 2,6:13.

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko bronkiolitis termasuk kelahiran


prematur, penyakit paru-paru kronis, penyakit jantung bawaan (PJB),
imunodefisiensi, bayi di bawah usia 3 bulan, dan adanya penyakit kronis lain yang
mendasarinya. Paparan asap rokok dari ibu juga memiliki hubungan dengan tingkat
keparahan bronkiolitis RSV pada bayi. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan
hubungan antara paparan asap rokok dan peningkatan risiko rawat inap pada anak-
anak. Penggunaan tes molekuler telah meningkatkan kemampuan untuk
mendiagnosis pasien dengan bronkiolitis virus dengan patogen virus yang
menyerang. Faktanya, respiratory syncytial virus (RSV) telah terlibat dalam 80%
kasus4.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kelompok kami tertarik untuk


membahas lebih lanjut terkait penyakit bronkiolitis dan menyajikannya dalam
bentuk laporan responsi, dengan mengambil 1 kasus bronkiolitis pada pasien anak
yang ditangani di RSUP Sanglah

DAFTAR PUSTAKA

1. Evelyn NE, Rupal TB, Magda DM. Pediatric Bronchiolitis. NCBI Stat


Pearl. 2021. Available from: Pediatric Bronchiolitis - StatPearls - NCBI
Bookshelf (nih.gov)
2. Silver AH, Nazif JM. Bronchiolitis. Pediatr Rev. 2019 Nov;40(11):568-
576.

2
3. Subanada, I. B, et al. Sari Pediatri: Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Bronkiolitis Akut. 2009;10(6):1-5
4. Wagner T. Bronchiolitis. Pediatr Rev. 2009 Oct;30(10):386-95; quiz 395

Anda mungkin juga menyukai