Anda di halaman 1dari 5

Nama : Apon Nur Arfah

NPM : 20.10.1.0028

Model pengembangan kurikulum dan penerapannya

Abstrak

Terdapat banyak model-model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan dalam


implementasi kurikulum di lapangan. Artikel ini menjawab pertanyaan, “Model pengembangan
kurikulum apa saja yang dikembangkan oleh para ahli kurikulum dan bisa dijadikan dasar untuk
mengemnbangkan kurikulum pendidikan dan pelatihan?”. Disebutkan bhawa secara garis besar
terdapat delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative (line staf ), the grass
roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s inverted model, Rogers interpersonal
relations,Systematic action, dan Emerging technical model. Ada pula yang mengklasifikasikan
model-model ini ke dalam dua grup besar model pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan
model Roger. Dalam uraian dijabarkan bagaiaman implementasi dari model-model
pengembangan kurikulum tersebut berdasarkan tinjauan literatur.

Kata Kunci: Model, Pengembangan Kurikulum

I.Pendahuluan

Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli.
Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the
administrative (line staf ), the grass roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s
inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan Emerging technical model.

II.Pembahasan

Pengambangan kurikulum merupakan bagian yang sangat penting dalam system pendidikan dan
pelatihan. Dalam mengembangkan kurikulum, pengembang kurikulum utamanya bukan ingin
menghasilkan bahan pelajaran/muatan pelatihan namun lebih dari itu adalah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dan pelatihan. Adapun proses pengembangan kurikulum pendidikan dan
pelatihan memerlukan model yang dijadikan acuan teroritis untuk melaksanakan suatu
pengembangan tersebut. Model atau konstruksi merupakan ulasan teroritis tentang suatu
konsepsi dasar, yang bisa diperguanakn untuk mengembangkan kurikulum menuju proses belajar
mengajara untuk mencapai dan meningkatkan kualitas pendidikan. Pelaksanaan kurikulum di
lapangan biasanya menggunakan model yang dianggap cocok untuk diterapkan sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan. Terdapat banyak model- model pengembangan kurikulum yang dapat
digunakan dalam implementasi kurikulum di lapangan. Artikel ini menjawab pertanyaan, “Model
pengembangan kurikulum apa saja yang dikembangkan oleh para ahli kurikulum dan bisa
dijadikan dasar untuk mengemnbangkan kurikulum pendidikan dan pelatihan?”.

III.Pembahasan

Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli.
Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the
administrative (line staf ), the grass roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s
inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan Emerging technical model.

1. Model Zais

Robert S.Zais mengemukakan empat macam model pengembangan kurikulum. Antara


lain:

a. Model Administratif

Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak
dikenal. Diberi nama model administrasi atau line staf karena inisiatif dan gagasan
pengembangan datang dari administrator pendidikan dan mengunakan prosedur administrasi.
Model pengembangan ini bersifat sentralisasi. Cara kerjanya yaitu atasan – bawahan (top –
down) Kerjanya model ini adalah pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah yang
biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah dan staf pengajar inti. Panitia
pengarah ini bertugas merencanakan memberikan pengarahan tentang garis besar kebijakan,
menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan. Selesai pekerjaan tersebut mereka
menunjuk kelompok kerja sesuai dengan keperluan anggota, kelompok kerja umumnya terdiri
atas staf pengajar dan spesialis kurikulum. Tugasnya adalah menyusun tujuan khusus, isi dan
kegiatan belajar. Hasil pekerjaan direvisi oleh panitia pengarah. Bila dipandang perlu, akan
diadakan uji coba untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Dari uraian mengenai model
pengembangan kurikulum administratif kita dapat menandai ada 2 kegiatan di dalamnya yaitu
kegiatan penyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat
melaksanakan kurikulum dengan baik, dan kegiatan evaluasi.

b. Model Grass Roots

Model Grass Roots dimulai dari bawah, yaitu gagasan guru-guru sebagai pelaksana pendidikan
di sekolah. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para
pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil
dan spesifek menuju bagian-bagian yang lebih besar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pengembangan kurikulum

model Grass Roots, di antaranya:

1) guru harus memiliki kemampuan yang propesional;

2) guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyeselaian permasalahan


kurikulum;

3) guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan
evaluasi;

4) seringnya pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, perinsip,
maupun rencana-rancana. Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model ini, diantaranya
adalah akan bervariasinya sistem kurikulum di sekolah karena menerapkan partisipasi sekolah
dan masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali mutu),
maka cendrung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat. (E. Mulyasa, 2006:
99 – 100)

c. Model Terbalik Hilda Taba

Model yang dikemukakan Hilda ini berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena
caranya bersifat induktif. Itulah sebabnya ini dinamakan model terbalik.Model ini diawali justru
dengan percobaan, kemudian baru penyusunan dan kemudian penerapan. Hal ini dimaksudkan
untuk meneukan antara teori dan praktek. Pengembangan model ini dilakukan dengan lima
tahap, yaitu: - Menyusun unit-unit kurikulum yang ada dan diujicobakan oleh staf pengajar -
Mengujicobakan untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan kegiatan belajar mengajar. -
Menganalisis dan merevisi hasil uji coba, serta mengkonsolidasikannya. – Menyusun kerangka
teroritis. - Menyusun kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dan mengumumkannya.

d. Model pemecahan masalah (action research model).

Kurikulum model ini sudah melibatkan seluruh komponen pendidikan yang meliputi siswa,
orang tua guru, srta system sekolah sukmadinata (2005: 169) menyebutkan ada dua langkah
dalam penyusunan kurikulum jenis ini: - Melakukan kajian tentang data-data yang dikumpulkan
sebagai bahan penyusunan kurikulum, data yang dikumpulkan hendaknya valid dan riabel agar
dapat digunakan sebagai dasar yang kuat karena data yang lemah akan mengakibatkan kesalahan
dalam pengambilan keputusan. - Melakukan implementasi atas keputusan yang dihasilkan pada
langkah pertama. Dari proses ini akan diperoleh data-data (informasi) baru yang dimanfaatkan
untuk mengefaluasimasalah-masalah yang muncul di lapangan sebagai tindak lanjut untuk
memperbaiki kurikulum. Adapun dalam beberapa kajian lain selain dari empat model yang telah
di kemukakan di atas, ada beberapa model kurikulum yang lain yaitu;

a. The Demonstration Model

Model demontrasi pada dasarnya bersifat grass-root, datang dari bawah. Model ini diprakarsai
oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud
mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu
atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan kurikulum. b.
Beauchamp’s System Model Beauchamp mengemukakan lima langkah proses pengembangan
kurikulum seperti yang dikutip oleh Sanjaya (2010:91) sebagai berikut.

1) Menetapkan wilayah atau arena yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut. Wilayah tersebut
bisa terjadi pada hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten, atau mungkin tingkat provinsi
dan tingkat nasional.

2) Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum. Ada
empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu: para ahli
pendidikan/kurikulum, para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah, para profesional
dalam sistem pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.

3) Menetapkan prosedur yang akan ditempuh. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang
harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan
pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain
kurikulum.

4) Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang
dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan
kurikulum, seperti pemahaman guru tentang kurikulum, sarana dan fasilitas yang tersedia,
manajemen sekolah, dan lain sebagainya.

5) Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut: evaluasi terhadapa pelaksanaan


kurikulum oleh guru-guru di sekolah, evaluasi terhadap desain kurikulum, evaluasi keberhasilan
anak didik, dan evaluasi sitem kurikulum.

c. Roger’s Interpersonal Relations Model

Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Rogers berasumsi bahwa kurikulum
diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap
situasi perubahan. Kurikulum yang demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik
yang terbuka, luwes, dan beriorentasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok
untuk melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Model pengembangan kurikulum Rogers ini tidak
memiliki perencanaan kurikulum yang tertulis, yang ada hanya rangkaian kegiatan kelompok.
Dengan berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi kelompok ini individu akan berubah. Ada
empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers dalam Sukmadinata (2012:167) yaitu
sebagai berikut:

1) Pemilihan target dari sistem pendidikan. Dalam penentuan target ini satu- satunya kriteria
yang menjadi pegangan adalah adanya kesedian dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam
kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para administrator melakukan kegiatan
kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan ini mereka akan mengalami
perubahan-perubahan sebagai berikut. - He is less protective of his own beliefs and can listen
more accurately.

- He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.

- He has less need to protect bureaucratic rules.

- He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and sub-ordinates because
hi is more open and less self-protective.

- He is more person oriented and democratic.

- He openly confronts personal emotional frictiona between himself and colleagues.

- He is more able to accept both positive and negative feedback and use it constructively.

2) Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti para administrator,
guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya
bersifat sukarela.

3.Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk kelas atau unit pelajaran. Selama
lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau
administrator atau fasilitator dari luar.

4) Partisipasi kegiatan orang tua dalam kelompok. Kegiatan ini dikoordinasi oleh BP3 masing-
masing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selam seminggu atau 24
jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya
dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru.

d. Emerging Technical Model

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis
juga mempengaruhi perkembangan perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh
kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal tersebut yang menurut
Sukmadinata (2012:170) diantaranya:

1) The behavioral Analysis Model, menekankan pada penguasaan perilaku atau kemampuan.
Perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku- perilaku perilaku sederhana
yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku tersebut secara berangsur-angsur
mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.

2) The System Analysis Model, berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari
model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa.
Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut.
Langkah ketiga adalah mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya
yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa
program pendidikan.
3) Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan
komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentfikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit
kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Guru dan siswa diwawancarai
tentang pencapaian tujuan tersebut. Data tersebut disimpan di dalam komputer dan dimanfaatkan
dalam menyusun materi pelajaran untuk peserta didik

IV. Kesimpulan

Secara garis besar, terdapat beberapa model besar dalam pengembangan kurikulum.
Sukmadinata menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative
(line staf ), the grass roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s inverted model,
Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan Emerging technical model.

DAFTAR PUSTAKA

Oliva Peter F. 1992. Developing the Curriculum. Third Edition. Harper Collins Publisher : New

York

Idi Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Ar-nizz Media: Jogjakarta.
Mulyasa E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Remaja

Rosdakarya: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai