Public Private Mix (PPM) adalah salah satu upaya meningkatkan akses layanan TBC yang
bermutu dengan melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) baik pemerintah
maupun swasta dalam penanggulangan tuberkulosis (TBC). Di Indonesia, implementasi PPM
diterapkan berbasis kabupaten/kota sehingga dikenal sebagai District-Based Public-Private Mix
(DPPM). DPPM adalah jejaring layanan tuberkulosis dalam satu kabupaten/kota yang
melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pemerintah dan swasta yang
dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. DPPM merupakan salah satu strategi
peningkatan akses layanan TBC yang bermutu dengan prinsip desentralisasi pada kabupaten/
kota yang tertuang dalam Strategi Nasional Program Penanggulangan TBC Tahun 2020- 2024.
Pendekatan DPPM melibatkan semua fasyankes baik pemerintah maupun swasta dalam upaya
ekspansi pelayanan pasien TBC dan menjaga kesinambungan program penanggulangan TBC
secara komprehensif dengan koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Tujuan dari
pendekatan DPPM ini adalah untuk menjamin ketersediaan akses layanan TBC yang merata,
bermutu, dan berkelanjutan bagi masyarakat terdampak TBC untuk menjamin kesembuhan
pasien TBC dalam rangka menuju eliminasi TBC tahun 2030.
Petunjuk Teknis “Coaching Tuberkulosis” ini ditujukan kepada pelaksana program TBC dan
seluruh Coach TB, baik bagi anggota Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan
Tuberkulosis (KOPI TB), asosiasi fasyankes dan lembaga terkait lainnya. Petunjuk teknis ini
diharapkan dapat menjadi pedoman dan acuan dalam implementasi kegiatan pendampingan
program tuberkulosis. Petunjuk Teknis ini masih jauh dari yang sempurna, untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan dimasa
yang akan datang.
2
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada tim penyusun, narasumber
dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian Petunjuk
Teknis “Coaching Tuberkulosis”.
3
SAMBUTAN
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi penyebab kematian pertama dari agen infeksius tunggal, di
atas HIV/AIDS, sebelum terjadinya pandemi COVID-19. Masih terdapat beberapa
permasalahan penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia, diantaranya adalah masih rendahnya
penemuan kasus dan kualitas layanan TBC. Untuk mencapai eliminasi tuberkulosis di Indonesia,
kerja sama dari berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah, diperlukan agar dapat
meningkatkan pelayanan TBC di fasyankes. Upaya pelibatan fasyankes swasta dan pemerintah
ini yang kemudian dikenal sebagai Public- Private Mix (PPM)
Organisasi profesi merupakan unsur penting dalam implementasi PPM. Pelibatan organisasi
profesi sangat penting untuk mengupayakan kontribusi dari anggotanya dalam memberikan
layanan TBC yang sesuai standar. Organisasi-organisasi profesi dalam perannya sebagai praktisi
ahli, mentor, motivator, dan fasilitator dalam program penanggulangan TBC tergabung dalam
suatu wadah yang disebut sebagai Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan TBC (KOPI
TB). KOPI TB adalah gabungan dari beberapa organisasi profesi yang mempunyai komitmen
dan saling berkerjasama untuk terlibat dalam upaya penanggulangan TBC di tingkat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota melalui pendekatan PPM. Dalam upaya mewujudkan layanan TBC
yang berkualitas di fasiltas layanan kesehatan, KOPI TB Pusat bersama dengan Kementerian
Kesehatan melakukan kegiatan coaching tuberkulosis. Coaching tuberkulosis merupakan
kegiatan berupa pelatihan dan pendampingan untuk tenaga kesehatan dalam program
tuberkulosis untuk mewujudkan layanan TBC yang berkualitas dan terstandarisasi di fasiltas
layanan kesehatan. Pelatihan dan pendampingan di fasyankes dilakukan oleh coach TB.
Coach TB adalah anggota KOPI TB atau anggota aktif Organisasi Profesi lain dan Asosiasi
Fasilitas Layanan Kesehatan yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang
memenuhi syarat untuk mendampingi rekan seprofesinya dalam meningkatkan kualitas layanan
serta mendorong perubahan fasilitas layanan kesehatan terkait layanan tuberkulosis kearah
yang lebih baik dan berkualitas. Berbeda dengan supervisor, mentor, dan fasilitator, Coach TB
bertujuan untuk memberikan pendampingan dengan memaksimalkan potensi tenaga kesehatan
(coachee) dalam pengetahuan, perbaikan tata laksana, monitoring dan evaluasi, serta
peningkatan motivasi dan kontribusi coachee untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
dalam program tuberkulosis.
Petunjuk teknis (Juknis) Coaching Tuberkulosis ini ditujukan kepada seluruh Coach TB, KOPI
TB, Organisasi Profesi, Asosiasi fasilitas layanan kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, Mitra Program TBC dan stakeholder terkait lainnya. Juknis ini diharapkan
dapat menjelaskan tentang mekanisme dan proses coaching tuberkulosis, menjadi rujukan
dalam implementasi kegiatan coaching tuberkulosis, dan memberikan informasi tentang
instrumen yang akan digunakan dalam proses coaching.
4
Akhir kata, saya sampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada tim penyusun dan semua pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian Petunjuk Teknis “Coaching
Tuberkulosis” ini.
5
TIM
PENYUSUN
6
dr. Lia Kusumawati, MBiomed, Ph.D, SpMK(K) PAMKI
Dr Suciati Sp Rad K PDSRI
dr. Ardiansyah Bahar, MKM PDUI
Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp, M.N. PPNI
Desrinah Harahap, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Mat PPNI
Dr. Sigit Mulyono, S.Kp., M.N PPNI
Ns. Jajang Rahmat, M.Kep., Sp.Kom PPNI
Apt. Dra. Sri Riyanti, M. Pd PAFI
Dra. Tati Suprapti, MBiomed,Apt PAFI
Dr. Apt. Siti Saidah Muthmainah, M.Si. IAI
7
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR 2
SAMBUTAN 4
TIM PENYUSUN 6
DAFTAR ISI 8
DAFTAR SINGKATAN 9
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
10
1.2 Tujuan Petunjuk Teknis Coaching Tuberkulosis
1.3 Sasaran
1.4 Dasar Hukum
BAB 3. KEGIATAN
3.1 Persiapan
24
3.2 Pelaksanaan
LAMPIRAN
1. Format Rencana Kegiatan Coaching TB Provinsi
35
2. Format Rencana Kegiatan Coaching TB Kabupaten/Kota
8
DAFTAR
SINGKATAN
9
BAB.1
PENDAHULUAN
10
Rumah Sakit Indonesia (PERSI) untuk memperkenalkan DOTS ke
rumah sakit pemerintah dan swasta. Menindaklanjuti keberhasilan
HDL, model PPM terus dikembangkan selama periode tahun 2006-
2010 dengan melaksanakan kegiatan berupa pemetaan fasilitas,
peningkatan komitmen dengan penandatanganan MoU,
mengembangkan jejaring internal dan external rumah sakit. Kerja
sama dengan organisasi profesi mulai diinisiasi dan mulailah
dilaksanakan upaya sistematis berupa pelatihan dan peningkatan
kapasitas, pemantauan dan evaluasi, dan pelaporan kasus.
11
Dalam upaya mewujudkan layanan TBC yang berkualitas di fasiltas
layanan kesehatan, maka diperlukan peningkatan kapasitas dengan
pelatihan dan pendampingan tenaga kesehatan. Salah satu teknik
pelatihan dan pendampingan yang dipandang cukup efektif adalah
dengan kegiatan coaching oleh coach yang berasal dari KOPI TB,
organisasi profesi lainnya, asosiasi fasilitas layanan kesehatan dan
lembaga terkait lainnya.
1.3.
Petunjuk teknis ini diperuntukan bagi:
Sasaran
1. Coach TB
2. Anggota KOPI TB
3. Organisasi Profesi lainnya
4. Asosiasi fasilitas layanan kesehatan
5. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
6. Mitra Program TBC
12
1.4. Dasar Hukum
Undang-undang
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan
3. Peraturan Presiden No. 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
13
BAB.2
Coaching Tuberkulosis
2.1. Menurut kamus Merriam-Webster, arti dari coaching adalah “to
Pengertian instruct, to direct or to train intensively“ yang artinya memberikan
instruksi, bimbingan ataupun pelatihan intensif. ICF (International
Coaching Federation) mendefinisikan coaching sebagai: hubungan
kemitraan melalui komunikasi kreatif yang ditujukan untuk
memaksimalkan potensi seseorang dalam proses pencapaian tujuan.
Coach TB dalam juknis ini adalah anggota KOPI TB atau anggota aktif
Organisasi Profesi lain dan Asosiasi Fasilitas Layanan Kesehatan yang
memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang memenuhi
syarat untuk mendampingi rekan seprofesinya dalam meningkatkan
kualitas layanan serta mendorong perubahan fasilitas layanan
kesehatan terkait layanan tuberkulosis kearah yang lebih baik dan
berkualitas.
14
2.2. Tujuan coaching tuberkulosis adalah meningkatkan kapasitas dan
Tujuan memaksimalkan potensi coachee dalam pengetahuan, motivasi, tata
Coaching laksana, untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dalam program
TB tuberkulosis.
15
2.4. Struktur DPPM di Kabupaten/Kota
Posisi
Coach TB Dalam struktur DPPM, coach TB adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari KOPI TB
Instruksi
Koordinasi
Posisi coach TB dan alur koordinasinya dapat dilihat dari gambar di bawah
ini :
16
2.5. Adapun peran dan tugas dari masing-masing institusi sebagai berikut:
Peran dan
Tugas Kementerian Kesehatan:
Institusi
• Mengeluarkan surat pemberitahuan tentang coach TB dan
kegiatan coaching TB yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten / Kota.
• Memberikan pedoman dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan
kegiatan coaching yang dilakukan oleh coach TB.
• Mensosialisasikan juknis dan instrumen yang digunakan dalam
kegiatan coaching TB.
• Memfasilitasi dan menjadi narasumber dalam pelatihan dan
peningkatan kapasitas coach TB.
• Memberikan penghargaan atau sertifikat kepada coach TB.
• Melakukan pemantauan dan evaluasi hasil kegiatan coaching TB
sesuai monev.
17
KOPI TB Pusat :
• Melakukan pemetaan organisasi profesi yang akan dilibatkan
dalam koalisi dan pemetaan coach TB Nasional dari masing-
masing organisasi profesi.
• Menyampaikan informasi mengenai kegiatan coaching TB ke
organisasi profesi, asosiasi fasyankes yang berada di wilayah/
cabang baik melalui surat edaran maupun situs organisasi
profesi masing- masing, atau dapat pula disampaikan dalam
pertemuan.
• Menjadi anggota coach TB nasional (tugas dan fungsi pada bagian
2.5)
• Bersama coach TB, Dinkes Prov/Kab/Kota, Kementerian
Kesehatan dan Mitra Program TBC melakukan monitoring dan
evaluasi kegiatan coaching.
18
KOPI TB Provinsi dan Kabupaten/Kota :
• Melakukan koordinasi dengan organisasi profesi dan asosiasi
fasyankes dalam mengidentifikasikan anggota sebagai coach yang
ada di kabupaten/kota.
• Memfasilitasi apabila tidak tersedia kandidat coach di
kabupaten/kota, maka anggota KOPI TB/ organisasi
profesi/asosiasi fasyankes provinsi dapat menjadi perwakilan
coach di kabupaten/kota.
• Bersama coach TB, Dinkes Prov/Kab/Kota dan Tim DPPM
melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan coaching.
19
2.6 1. Melakukan assesment bersama coachee berkaitan dengan
Tugas mutu dan kualitas layanan dalam tata laksana tuberkulosis
CoachTB secara terstruktur dan sistematis dengan menggunakan
instrumen yang disediakan.
20
Coach TB Nasional memiliki beberapa tugas
tambahan, yaitu:
21
2.7 Instrumen Peningkatan Kualitas Layanan dan Program Tuberkulosis
Instrumen merupakan dokumen yang digunakan oleh coach TB dan coachee untuk
Coaching TB menjadi acuan dalam melakukan kegiatan coaching TB. Kegiatan
coaching TB memiliki 4 (empat) instrumen untuk coachee: dokter,
perawat, tenaga kesehatan di laboratorium dan tenaga kefarmasiaan.
Isi dalam instrumen terdiri dari topik umum dan topik spesifik dengan
keterangan sebagai berikut:
1. Topik Umum, merupakan topik yang ada di setiap instrumen.
Topik umum terdiri dari:
a. Pendahuluan
b. Petunjuk pengisian
c. Daftar Singkatan
d. Karakteristik Fasyankes
e. Kondisi di Pelayanan
f. Peningkatan Kapasitas
g. Supervisi
h. Catatan Akhir Pertemuan /Rencana Aksi Kegiatan
2. Topik Spesifik, topik yang diperuntukan sesuai dengan profesi
coachee, yaitu:
22
BAB.3
KEGIATAN
23
• Sudah melapor ke SITB tetapi belum rutin dan
lengkap
• Pasien putus berobat/LTFU lebih dari 5%
• Coaching dapat dilakukan di seluruh fasyankes yang
memberikan layanan TBC, dengan prioritas ke RS.
b. Dinkes kabupaten/kota bersurat kepada fasyankes untuk
pelaksanaan kegiatan coaching tuberkulosis
c. Manajemen Fasyankes bersama tim DOTS menentukan 1-3
kandidat coachee yaitu tenaga kesehatan per profesi (dokter,
perawat, lab, dan farmasi) yang memberikan pelayanan TBC
untuk menerima coaching tuberkulosis.
d. Coachee bersedia mengikuti siklus kegiatan coaching TB
(selama tiga bulan dan terdiri dari 4 kali pertemuan)
24
d. Satu siklus kegiatan coaching berlangsung selama tiga bulan dan
terdiri dari 4 kali pertemuan yaitu:
Pertemuan Pertama
• Coachee didampingi coach akan mengisi instrumen
dengan jawaban sesuai dengan situasi dan kondisi di
fasyankes. Pada akhir kegiatan, coach TB dan coachee
dapat mengidentifikasi rencana aksi peningkatan yang
perlu dilakukan.
Pertemuan Kedua - Ketiga
• Coach dan coachee akan bertemu kembali sesuai dengan
waktu yang disepakati untuk melihat perkembangan
pelaksanaan kegiatan dari rencana aksi, termasuk
identifikasi kendala dalam menyelesaikan rencana aksi
sebelumnya
• Coach TB membuat laporan hasil kunjungan beserta
rekomendasi, dan rencana aksi. Dikirim ke Dinkes
Kab/Kota paling lambat 1 (satu) minggu setelah
kunjungan
• Rekomendasi dan rencana aksi yang telah disepakati
bersama oleh coach TB dan coachee, seharusnya ditindak
lanjuti paling lambat dalam waktu 1 bulan.
Pertemuan Keempat
• Coach TB dan coachee meninjau (mereview) kembali
proses coaching yang telah dilakukan dan kemajuan atau
improvement pada nakes coachee maupun fasyankes
nya. Apabila dipandang perlu masih ada tindak lanjut yang
perlu dilakukan, maka coach akan menuliskannya pada
catatan akhir proses coaching di fasyankes tersebut. .
• Coach memberikan rekomendasi berdasarkan hasil
coaching yang telah dilakukan, kepada manajemen
fasyankes, KOPI TB dan Dinkes Kab/Kota.
25
BAB.4
MONITORING DAN EVALUASI
Penyebut
Jumlah kegiatan coaching yang
direncanakan selama satu siklus
Target :
Tingkat kehadiran
(Participation Rate) =
100%
26
Coachee hadir pada setiap
pertemuan
Pembilang:
Jumlah rencana aksi yang telah
dilaksanakan oleh coachee
pada akhir siklus
Penyebut:
Jumlah rencana aksi selama
satu siklus
Rentang nilai :
- Tidak mengerjakan
rencana aksi = 0
- <25% = 1
- 25% - 50% = 2
- 50% - 75% = 3
- >75% =4
Target :
100% rencana aksi
dilaksanakan oleh Coachee
selama satu siklus
27
4.2 Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap coach dilakukan oleh KOPI
Penilaian TB kabupaten/kota dengan penjelasan mekanisme dibawah ini.
individual
Coach TB
Monitoring dari pelaksanaan kegiatan coaching untuk memantau kinerja
para coach TB dalam tata laksana tuberkulosis sesuai standar. Kegiatan
ini dilakukan per triwulan baik daring atau luring.
Pembilang:
Jumlah kegiatan coaching
yang dilakukan selama satu
siklus
Penyebut:
Jumlah kegiatan coaching
yang direncanakan selama
satu siklus
Target = 100%
pelaksanaan coaching
dilakukan sesuai recana
Penyebut :
Jumlah seluruh coachee yang
didampingi oleh coach
28
Target = 100%
coachee mampu
melaksanakan >75%
rencana aksi
Penyebut :
Total coach yang sudah
teridentifikasi
b. Proporsi coach • Catatan Indikator ini digunakan
yang sudah Instrumen untuk mengukur tingkat
melakukan akhir pemanfaatan (utilization rate)
coaching diantara pertemuan coach terlatih
coach yang sudah pada coach
terlatih Pembilang :
Jumlah coach terlatih yang
telah melakukan coaching per
triwulan
29
Penyebut :
Jumlah coach yang terlatih
Penyebut:
Total coach yang telah
melakukan coaching
Penyebut :
Jumlah coachee yang
menerima coaching
30
e. Proporsi coach Catatan Indikator ini digunakan
yang coachee rencana aksi untuk mengukur hasil
nya telah dalam kegiatan coaching
melaksanakan instrumen coach
rencana aksi Pembilang :
dengan nilai 4
Jumlah coach yang coachee
nya melaksanakan >75%
rencana aksi (nilai 4)
Penyebut :
Jumlah coach yang
melaksanakan coaching
Penyebut:
Jumlah terdugaTBC di
fasyankes penerima
coaching tingkat kab/kota
31
Pembilang :
Jumlah pasien TBC yang
diobati sesuai dengan
standar di fasyankes yang
menerima coaching tingkat
kab/kota
Penyebut :
Total pasien TBC di
fasyankes coachee
tingkatkab/kota
Penyebut:
Total pasien TBC yang
terkonfirmasi bakteriologis dan
diobati di fasyankes yang
menerima coaching tingkat
kab/kota
32
4.4 Kegiatan monitoring dan evaluasi di tingkat provinsi dilakukan antara
Tingkat dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota dan KOPI TB
Provinsi provinsi melalui pertemuan rutin per 6 bulan. Kegiatan ini dipimpin oleh
dinas kesehatan provinsi. Ruang lingkup pertemuan ini membahas
progress pelaksanaan ekspansi coaching TB, tantangan dan pembelajaran
serta menilai dampak coaching TB terhadap capaian program TBC.
Penyebut :
Jumlah total kabupaten/kota
yang ada di provinsi
b. Proporsi Data monitoring Indikator ini digunakan
kabupaten/kota yang kegiatan coaching untuk mengukur
telah melakukan TB di tingkat perkembangan kegiatan
seluruh kegiatan kabupaten/kota coaching sesuai dengan
coaching TB sesuai rencana ekspansi yang
dengan rencana dsepakati
kegiatan coaching
Pembilang :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah melaksanakan 100%
kegiatan sesuai dengan
rencana kegiatan coaching TB
Penyebut :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah memiliki rencana
kegiatan coaching TB
33
4.5 Kegiatan monitoring dan evaluasi di tingkat nasional dilakukan antara
Tingkat Kemenkes, KOPI TB Pusat dan Mitra Program TBC melalui pertemuan
Nasional rutin minimal 2 kali per tahun. Ruang lingkup pembahasan dapat
merujuk kompilasi hasil indikator di tiap tingkatan.
Penyebut:
Jumlah total kabupaten/kota
yang ada di provinsi
Penyebut :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah memiliki rencana
kegiatan coaching TB
34
LAMPIRAN 1.
(Contoh) Format Rencana Kegiatan Coaching TB tingkat Provinsi
Kriteria Kabupaten/kota yang perlu mendapatkan coaching diprioritaskan:
1. 80 Kabupaten/Kota prioritas DPPM
2. Estimasi notifikasi tinggi
3. Tersedianya coach di Kab/kota tersebut
Periode:
Nama Provinsi: Jawa Timur
Jumlah Kabupaten: 29
Jumlah Kota: 10
No Kabupaten/KotaJumlah Coach Jumlah Rumah Jumlah RS Swasta Jumlah RS Swasta Jumlah Rumah Sakit Jumlah RS Jumlah RS Jumlah Klinik Jumlah Klinik Jumlah klinik Jumlah Dokter Jumlah DPM Jumlah DPM Mulai Coaching TB Jumlah Rumah Sakit
TB Sakit Swasta target coaching selesai 1 siklus Pemerintah/ Daerah Pemerintah Pemerintah selesai target coaching selesai 1 siklus Praktik Mandiri target coaching selesai 1 siklus Swasta yang
coaching target coaching 1 siklus coaching coaching coaching mendapat coaching TB
1 Gresik 10 Juni 2022
35
LAMPIRAN 2.
(Contoh) Format Rencana Kegiatan Coaching TB tingkat Kabupaten/Kota
36