Anda di halaman 1dari 37

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, warahmatullahi wabarakatuh


Salam sejahtera bagi kita semua,
Shalom, Om Swasti Astu, Namo Buddhaya, Salam kebajikan,

Public Private Mix (PPM) adalah salah satu upaya meningkatkan akses layanan TBC yang
bermutu dengan melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) baik pemerintah
maupun swasta dalam penanggulangan tuberkulosis (TBC). Di Indonesia, implementasi PPM
diterapkan berbasis kabupaten/kota sehingga dikenal sebagai District-Based Public-Private Mix
(DPPM). DPPM adalah jejaring layanan tuberkulosis dalam satu kabupaten/kota yang
melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pemerintah dan swasta yang
dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. DPPM merupakan salah satu strategi
peningkatan akses layanan TBC yang bermutu dengan prinsip desentralisasi pada kabupaten/
kota yang tertuang dalam Strategi Nasional Program Penanggulangan TBC Tahun 2020- 2024.
Pendekatan DPPM melibatkan semua fasyankes baik pemerintah maupun swasta dalam upaya
ekspansi pelayanan pasien TBC dan menjaga kesinambungan program penanggulangan TBC
secara komprehensif dengan koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Tujuan dari
pendekatan DPPM ini adalah untuk menjamin ketersediaan akses layanan TBC yang merata,
bermutu, dan berkelanjutan bagi masyarakat terdampak TBC untuk menjamin kesembuhan
pasien TBC dalam rangka menuju eliminasi TBC tahun 2030.

Sebagai upaya mewujudkan implementasi DPPM yang berkualitas dan terstandarisasi


terutama di fasiltas pelayanan kesehatan, diperlukan pelatihan dan pendampingan sehingga
program tuberkulosis menjadi mampu laksana sesuai standar. Melalui pendampingan program
tuberkulosis, diharapkan DPPM dapat mengatasi kesenjangan dalam hal penemuan kasus,
meningkatkan kualitas layanan maupun pelaporan kasus TBC. Hal demikian berkaitan dengan
banyaknya jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia namun kontribusinya
terhadap notifikasi kasus, dan tata laksana pasien TBC belum optimal khususnya dari sektor
swasta. Selain itu, salah satu unsur penting dalam implementasi DPPM adalah KOPI TB,
melalui pelibatan organisasi profesi sangat penting untuk mengupayakan kontribusi dari
anggotanya dalam memberikan pembinaan teknis dan supervisi layanan TBC untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sekaligus dapat menerapkan tatalaksana TBC sesuai standar.

Petunjuk Teknis “Coaching Tuberkulosis” ini ditujukan kepada pelaksana program TBC dan
seluruh Coach TB, baik bagi anggota Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan
Tuberkulosis (KOPI TB), asosiasi fasyankes dan lembaga terkait lainnya. Petunjuk teknis ini
diharapkan dapat menjadi pedoman dan acuan dalam implementasi kegiatan pendampingan
program tuberkulosis. Petunjuk Teknis ini masih jauh dari yang sempurna, untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan dimasa
yang akan datang.

2
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada tim penyusun, narasumber
dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian Petunjuk
Teknis “Coaching Tuberkulosis”.

Jakarta, Mei 2022

3
SAMBUTAN

Tuberkulosis (TBC) masih menjadi penyebab kematian pertama dari agen infeksius tunggal, di
atas HIV/AIDS, sebelum terjadinya pandemi COVID-19. Masih terdapat beberapa
permasalahan penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia, diantaranya adalah masih rendahnya
penemuan kasus dan kualitas layanan TBC. Untuk mencapai eliminasi tuberkulosis di Indonesia,
kerja sama dari berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah, diperlukan agar dapat
meningkatkan pelayanan TBC di fasyankes. Upaya pelibatan fasyankes swasta dan pemerintah
ini yang kemudian dikenal sebagai Public- Private Mix (PPM)

Organisasi profesi merupakan unsur penting dalam implementasi PPM. Pelibatan organisasi
profesi sangat penting untuk mengupayakan kontribusi dari anggotanya dalam memberikan
layanan TBC yang sesuai standar. Organisasi-organisasi profesi dalam perannya sebagai praktisi
ahli, mentor, motivator, dan fasilitator dalam program penanggulangan TBC tergabung dalam
suatu wadah yang disebut sebagai Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan TBC (KOPI
TB). KOPI TB adalah gabungan dari beberapa organisasi profesi yang mempunyai komitmen
dan saling berkerjasama untuk terlibat dalam upaya penanggulangan TBC di tingkat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota melalui pendekatan PPM. Dalam upaya mewujudkan layanan TBC
yang berkualitas di fasiltas layanan kesehatan, KOPI TB Pusat bersama dengan Kementerian
Kesehatan melakukan kegiatan coaching tuberkulosis. Coaching tuberkulosis merupakan
kegiatan berupa pelatihan dan pendampingan untuk tenaga kesehatan dalam program
tuberkulosis untuk mewujudkan layanan TBC yang berkualitas dan terstandarisasi di fasiltas
layanan kesehatan. Pelatihan dan pendampingan di fasyankes dilakukan oleh coach TB.

Coach TB adalah anggota KOPI TB atau anggota aktif Organisasi Profesi lain dan Asosiasi
Fasilitas Layanan Kesehatan yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang
memenuhi syarat untuk mendampingi rekan seprofesinya dalam meningkatkan kualitas layanan
serta mendorong perubahan fasilitas layanan kesehatan terkait layanan tuberkulosis kearah
yang lebih baik dan berkualitas. Berbeda dengan supervisor, mentor, dan fasilitator, Coach TB
bertujuan untuk memberikan pendampingan dengan memaksimalkan potensi tenaga kesehatan
(coachee) dalam pengetahuan, perbaikan tata laksana, monitoring dan evaluasi, serta
peningkatan motivasi dan kontribusi coachee untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
dalam program tuberkulosis.

Petunjuk teknis (Juknis) Coaching Tuberkulosis ini ditujukan kepada seluruh Coach TB, KOPI
TB, Organisasi Profesi, Asosiasi fasilitas layanan kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, Mitra Program TBC dan stakeholder terkait lainnya. Juknis ini diharapkan
dapat menjelaskan tentang mekanisme dan proses coaching tuberkulosis, menjadi rujukan
dalam implementasi kegiatan coaching tuberkulosis, dan memberikan informasi tentang
instrumen yang akan digunakan dalam proses coaching.

4
Akhir kata, saya sampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada tim penyusun dan semua pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian Petunjuk Teknis “Coaching
Tuberkulosis” ini.

Jakarta, Mei 2022


Ketua KOPI TB Pusat,

Dr. dr. Erlina Burhan, MSc., Sp.P(K)

5
TIM
PENYUSUN

Pengarah dr. Tiffany Tiara Pakasi Plt. Direktur P2PM


Koordinator Dr. dr. Erlina Burhan, MSc., Sp.P(K) Ketua KOPI TB Pusat
Editor dr. Carmelia Basri, M.Epid TB Expert
dr. Endang Lukitosari, MPH Sub Tim Kerja TBC –
ISPA
Tim Penulis
KOPI TB Pusat/ Coach TB Nasional
dr. Herikurniawan, SpPD, KP PAPDI
Dr. Darmawan Budi Setyanto, Sp.A(K) IDAI
dr. Anna Uyainah, SpPD, KP, MARS PAPDI
dr. Telly Kamelia, SpPD, K-P, FINASIM, FCCP PAPDI
Dr.dr.Prayudi Santoso,SpPD-KP,M.Kes PAPDI
dr. Bambang Sigit Riyanto PAPDI
dr. Thomas Handoyo, SpPD PAPDI
Tugur Ariyani, SSi.DMM.MM PATELKI
DR. Dr. Rima Semiarty, MARS, FISPH, FISCM PDKI
Dr. dr. IstiIlmiati Fujiati, MSc, CM-FM, MPd. Ked PDKI
Prof. DR. Dr. Rizanda Machmud, M. Kes, FISPH,
PDKI
FISCM
dr Soedarsono Sp.P (K) PDPI
dr. Diah Handayani, Sp.P(K) PDPI
Dr. dr. Fathiyah Isbaniah, SpP(K), MPd.Ked PDPI
dr. Titi Sundari, Sp.P(K) PDPI
DR. Dr. Lia Gardenia Partakusuma, Sp.PK(K), MM,
PDS PATKLIN
MARS, FAMM
DR Dr Fransisca Srioetami Tanoerahardjo, SpPK,
PDS PATKLIN
MSi.
dr. Iwan Rivai Alam Siahaan, Sp.Ok PERDOKI
dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) IDAI
dr. Ayu Setyorini M. Mayangsari, M.Sc, SpA(K) IDAI
dr. Dimas Dwi Saputro, Sp.A IDAI
Dr. dr. Rini Dulay, Sp. A(K) IDAI
dr. Fery Rahman, M.KM IDI
Prof. Agus Sjahrurachman, dr., Ph.D., Sp.MK(K) PAMKI
dr. Budi Haryanto, Sp.MK PAMKI

6
dr. Lia Kusumawati, MBiomed, Ph.D, SpMK(K) PAMKI
Dr Suciati Sp Rad K PDSRI
dr. Ardiansyah Bahar, MKM PDUI
Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp, M.N. PPNI
Desrinah Harahap, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Mat PPNI
Dr. Sigit Mulyono, S.Kp., M.N PPNI
Ns. Jajang Rahmat, M.Kep., Sp.Kom PPNI
Apt. Dra. Sri Riyanti, M. Pd PAFI
Dra. Tati Suprapti, MBiomed,Apt PAFI
Dr. Apt. Siti Saidah Muthmainah, M.Si. IAI

Tim Kerja TBC- ISPA, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


dr. Sulistya Widada Tim Kerja TBC – ISPA
Nurul Badriyah, SKM Tim Kerja TBC – ISPA
Sulistyo, SKM, M.Epid Tim Kerja TBC – ISPA
Suhardini, SKM, MKM Tim Kerja TBC – ISPA
TO PPM Tim Kerja TBC – ISPA
TO SDM Tim Kerja TBC – ISPA
TO Monitoring dan Evaluasi Tim Kerja TBC – ISPA
Mitra Program TBC
dr. Syed Imran Farooq USAID TBPS
dr. Fauziah Asnely Putri, MPH USAID TBPS
dr. Merry Samsuri USAID TBPS
Daniel Sahanggamu USAID TBPS
dr. Dikki Pramulya Nuredi USAID TBPS
dr. Ayu Hartini Pramadyani USAID TBPS
dr. Junida Sinulingga, MKes USAID TBPS
Haryadi, S.Kep, M.Kes USAID TBPS
Dian Rislamind USAID TBPS
Surya Windari USAID TBPS
Rini Palupy USAID TBPS
Trishanty Rondonuwu USAID TBPS
Yudhanto Hastomo USAID TBPS
apt. Vania Gones, S.Farm., M.Phil USAID TBPS
dr. Aditiya Bagus Wicaksono USAID TB STAR
dr. Maria Regina Loprang WHO Indonesia

7
DAFTAR
ISI
Halaman

KATA PENGANTAR 2
SAMBUTAN 4
TIM PENYUSUN 6
DAFTAR ISI 8
DAFTAR SINGKATAN 9
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
10
1.2 Tujuan Petunjuk Teknis Coaching Tuberkulosis
1.3 Sasaran
1.4 Dasar Hukum

BAB 2. COACHING TUBERKULOSIS


2.1 Pengertian Coaching TB, Coach dan Coachee
15
2.2 Tujuan Coaching Tuberkulosis
2.3 Kriteria dan Peran Coach TB
2.4 Posisi Coach TB
2.5 Peran dan Tugas Institusi
2.6 Tugas Coach TB
2.7 Instrumen Coaching TB

BAB 3. KEGIATAN
3.1 Persiapan
24
3.2 Pelaksanaan

BAB 4. MONITORING DAN EVALUASI


4.1 Penilaian terhadap Coahee
27
4.2 Penilaian terhadap Coach TB
4.3 Monev di tingkat Kabupaten/Kota
4.4 Monev di tingkat Provinsi
4.5 Monev di tingkat Nasional

LAMPIRAN
1. Format Rencana Kegiatan Coaching TB Provinsi
35
2. Format Rencana Kegiatan Coaching TB Kabupaten/Kota

8
DAFTAR
SINGKATAN

DOTS : Directly Observed Treatment Short-course


DPM : Dokter Praktik Mandiri
DPPM : District-Based Public Private Mix
Fasyankes : Fasilitas Layanan Kesehatan
FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
IAI : Ikatan Apoteker Indonesia
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDI : Ikatan Dokter Indonesia
ISTC : International Standard Tuberculosis Care
KOPI TB : Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan
Tuberkulosis
NSPK : Norma, Standar, Prosedur, atau Kriteria
NTP : National Tuberculosis Program
OAT : Obat Anti Tuberkulosis
OP : Organisasi Profesi
PAFI : Persatuan Ahli Farmasi Indonesia
PAMKI : Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Klinik Indonesia
PAPDI : Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
PATELKI : Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan Indonesia
PDKI : Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia
PDP : Perawatan, Dukungan dan Pengobatan
PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PDS PatKlin : Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran
Indonesia
PDSRI : Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia
PDUI : Perhimpunan Dokter Umum Indonesia
PERDOKI : Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia
PNPK : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
PPM : Public-Private Mix
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
RS : Rumah Sakit
SITB : Sistem Informasi Tuberkulosis
TBC : Tuberkulosis
TCM : Tes Cepat Molekuler
WiFi TB : Wajib Notifikasi Tuberkulosis

9
BAB.1
PENDAHULUAN

1.1. Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan utama di


Latar Indonesia. Berdasarkan Global TB Report 2021, perkiraan jumlah
Belakang kasus baru TBC tiap tahun di Indonesia adalah 824.000, terbesar
ketiga di dunia setelah India dan Cina. Meskipun TBC adalah
penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan, di Indonesia, angka
kematian akibat TBC mencapai 13.110 jiwa.

Pasien TBC yang dilaporkan ke sistem informasi program nasional


sebagian besar berasal dari layanan pemerintah. Jika ditinjau
berdasarkan proporsi jumlah fasilitas layanan Kesehatan (fasyankes)
yang berkontribusi pada pelaporan TBC, hanya sebesar 51% Rumah
Sakit Swasta dan 1% dokter praktik mandiri (DPM)/ klinik swasta di
Indonesia yang melapor pada tahun 2020. Salah satu masalah yang
teridentifikasi adalah masih rendahnya kontribusi layanan swasta
dalam upaya penanggulangan TBC. Berdasarkan data Patient Pathway
Analysis tahun 2017, sebanyak 74% pasien mengakses layanan swasta
sebagai pilihan pertama ketika mereka merasakan gejala sakit. Rasio
pencarian pengobatan TBC di fasyankes swasta paling besar ada di
farmasi/apotek yaitu sebesar 52%, DPM 19% dan RS 3%. Meskipun
banyak pasien TBC mencari pengobatan di fasyankes swasta, namun
laporan Joint External Monitoring Mission (JEMM) pada tahun 2017
menyebutkan bahwa angka notifikasi kasus TBC dari RS swasta
rendah yaitu 8% dan DPM hanya 1%. Angka ini jauh lebih kecil
dibandingkan dengan notifikasi kasus TBC di Puskesmas sebesar 72%
dan RS Pemerintah 18%.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Kesehatan telah


melakukan beberapa pendekatan, seperti Hospital DOTS Linkage
(HDL) pada tahun 2002 yang dianggap sebagai Model Public Private
Mix (PPM) awal dengan perluasan layanan DOTS ke rumah sakit.
Dalam pelaksanaannya Kemenkes bekerjasama dengan Perhimpunan

10
Rumah Sakit Indonesia (PERSI) untuk memperkenalkan DOTS ke
rumah sakit pemerintah dan swasta. Menindaklanjuti keberhasilan
HDL, model PPM terus dikembangkan selama periode tahun 2006-
2010 dengan melaksanakan kegiatan berupa pemetaan fasilitas,
peningkatan komitmen dengan penandatanganan MoU,
mengembangkan jejaring internal dan external rumah sakit. Kerja
sama dengan organisasi profesi mulai diinisiasi dan mulailah
dilaksanakan upaya sistematis berupa pelatihan dan peningkatan
kapasitas, pemantauan dan evaluasi, dan pelaporan kasus.

Konsep PPM kemudian dikembangkan untuk dapat diimplementasi di


daerah kabupaten/kota yang dikenal sebagai DPPM (District Public
Private Mix). DPPM adalah jejaring layanan TBC berbasis
kabupaten/kota yang melibatkan fasilitas layanan kesehatan dan
organisasi organisasi profesi yang ada di kabupaten/kota tersebut
dengan dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Jejaring ini bertujuan meningkatkan keterlibatan pemerintah daerah,
serta memperkuat dan memberikan akses lebih luas pada masyarakat
untuk mendapatkan layanan TBC yang berkualitas, sehingga
meningkatkan penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan TBC.

Konsep DPPM ini diperkuat dan didukung dengan dibentuknya


Koalisi Organisasi Profesi untuk Tuberkulosis (KOPI TB) pada
tanggal 23 Oktober 2017, yang diikuti dengan pembentukan KOPI
TB di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Gerakan ini makin memperkuat
dan mendukung perluasan jejaring kemitraan pemerintah-swasta,

Dalam pelaksanaan DPPM ditemukan beberapa tantangan, antara lain


terkait keterbatasan kapasitas sumber daya manusia, pendanaan, dan
sumber daya lainnya, serta pengawasan di banyak fasilitas kesehatan.
Peran KOPI TB sebagai mentor, motivator, dan fasilitator belum
terlaksana secara optimal sesuai peran yang diharapkan dalam konsep
DPPM. Selain itu, tata laksana TBC disebagian fasilitas layanan
kesehatan masih belum sesuai standard program TBC.

11
Dalam upaya mewujudkan layanan TBC yang berkualitas di fasiltas
layanan kesehatan, maka diperlukan peningkatan kapasitas dengan
pelatihan dan pendampingan tenaga kesehatan. Salah satu teknik
pelatihan dan pendampingan yang dipandang cukup efektif adalah
dengan kegiatan coaching oleh coach yang berasal dari KOPI TB,
organisasi profesi lainnya, asosiasi fasilitas layanan kesehatan dan
lembaga terkait lainnya.

Petunjuk teknis ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi semua


1.2.
Tujuan pihak yang terlibat dalam kegiatan coaching tuberkulosis, dan memiliki
Petunjuk tujuan sebagai berikut :
Teknis 1. Menjelaskan tentang implementasi proses coaching
tuberkulosis.
2. Menjadi rujukan bagi mitra program TBC dalam
implementasi coaching tuberkulosis.
3. Memberikan pemahaman tentang definisi coaching
tuberkulosis, Coach TB beserta tugas dan fungsinya, dan
definisi Coachee.
4. Memberikan informasi tentang instrumen yang akan
digunakan dalam proses coaching tuberkulosis.

1.3.
Petunjuk teknis ini diperuntukan bagi:
Sasaran
1. Coach TB
2. Anggota KOPI TB
3. Organisasi Profesi lainnya
4. Asosiasi fasilitas layanan kesehatan
5. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
6. Mitra Program TBC

12
1.4. Dasar Hukum
Undang-undang
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan
3. Peraturan Presiden No. 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis

Peraturan Menteri Kesehatan


1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/Menkes/PER/III/2010 tentang
Laboratorium Klinik
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011 tentang Izin Praktik
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 TH 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan
Penyakit Menular
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah
Sakit dan Kewajiban Pasien
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan


1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/755/2019
Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis

13
BAB.2
Coaching Tuberkulosis
2.1. Menurut kamus Merriam-Webster, arti dari coaching adalah “to
Pengertian instruct, to direct or to train intensively“ yang artinya memberikan
instruksi, bimbingan ataupun pelatihan intensif. ICF (International
Coaching Federation) mendefinisikan coaching sebagai: hubungan
kemitraan melalui komunikasi kreatif yang ditujukan untuk
memaksimalkan potensi seseorang dalam proses pencapaian tujuan.

Coaching tuberkulosis adalah kegiatan berupa pelatihan dan


pendampingan untuk tenaga kesehatan dalam program tuberkulosis
untuk mewujudkan layanan TBC yang berkualitas dan terstandar di
fasiltas layanan kesehatan. Dalam proses coaching, ada seorang
professional yang memberikan pendampingan yang disebut coach, dan
orang yang didampingi disebut coachee.

Coach TB dalam juknis ini adalah anggota KOPI TB atau anggota aktif
Organisasi Profesi lain dan Asosiasi Fasilitas Layanan Kesehatan yang
memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang memenuhi
syarat untuk mendampingi rekan seprofesinya dalam meningkatkan
kualitas layanan serta mendorong perubahan fasilitas layanan
kesehatan terkait layanan tuberkulosis kearah yang lebih baik dan
berkualitas.

Coach TB akan secara aktif memperkuat perubahan melalui


pendampingan untuk meningkatkan kualitas dan praktik baik para
tenaga kesehatan dalam tata laksana tuberkulosis sesuai standar yang
ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 67 tahun 2021 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis dan Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tuberkulosis (PNPK TBC 2019).

Coachee dalam juknis ini adalah tenaga kesehatan yaitu dokter,


perawat, tenaga laboratorium dan tenaga kefarmasian yang
direkomendasikan oleh manajemen dan ketua tim DOTS fasyankes
untuk mendapatkan kegiatan coaching dari coach TB untuk
menjalankan tata laksana tuberkulosis sesuai standar yang ditetapkan.

14
2.2. Tujuan coaching tuberkulosis adalah meningkatkan kapasitas dan
Tujuan memaksimalkan potensi coachee dalam pengetahuan, motivasi, tata
Coaching laksana, untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dalam program
TB tuberkulosis.

Dalam implementasinya, coaching dimulai dengan membangun hubungan


kemitraan kemudian mengidentifikasi area yang perlu peningkatan atau
perbaikan, lalu bersama-sama menyepakati rencana kegiatan untuk
mencapai pelayanan yang sesuai standar. Tahapan ini dilakukan secara
bertahap dan berkesinambungan. Coaching TB dapat dilakukan di seluruh
fasyankes yang memberikan layanan TBC.

2.3. Prinsip utama menjadi coach untuk program tuberkulosis adalah


Kriteria memiliki motivasi pribadi yang tinggi untuk mendukung tercapainya
dan Peran eliminasi tuberkulosis di Indonesia.
Coach TB
Coach TB dipilih berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan, KOPI
TB, Organisasi Profesi lainnya/ Asosiasi Fasyankes sesuai dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Individu yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam
mendukung program penanggulangan TBC
2. Anggota KOPI TB atau anggota aktif organisasi profesi dan
asosiasi fasilitas layanan kesehatan
3. Bersedia mengikuti pelatihan atau peningkatan kapasitas Coach
TB.
Peran coach TB yang utama adalah sebagai mitra coachee, disamping
perannya sebagai:
1. Problem solver, memberikan masukan dan memfasilitasi
apabila ada kendala atau permasalahan yang ditemui oleh
coachee dalam pekerjaannya. Coach TB nasional dapat
memberikan arahan dan masukan serta alternatif solusi atas
kendala dan permasalahan dari coach di tingkat
kabupaten/kota.
2. Mentor klinis, memberikan informasi atau pengetahuan
terbaru terkait tata laksana tuberkulosis di fasyankes.
3. Motivator, memberikan motivasi kepada coachee.

15
2.4. Struktur DPPM di Kabupaten/Kota
Posisi
Coach TB Dalam struktur DPPM, coach TB adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari KOPI TB

Instruksi
Koordinasi

Alur Koordinasi Coach TB

Coach TB akan berada di tingkat Nasional, dan Kabupaten/Kota. Di tingkat


nasional, coach adalah perwakilan dari KOPI TB Pusat, sedangkan di tingkat
Kabupaten /Kota, coach dapat berasal dari KOPI TB, atau perwakilan dari
organisasi profesi, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan.

Posisi coach TB dan alur koordinasinya dapat dilihat dari gambar di bawah
ini :

16
2.5. Adapun peran dan tugas dari masing-masing institusi sebagai berikut:
Peran dan
Tugas Kementerian Kesehatan:
Institusi
• Mengeluarkan surat pemberitahuan tentang coach TB dan
kegiatan coaching TB yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten / Kota.
• Memberikan pedoman dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan
kegiatan coaching yang dilakukan oleh coach TB.
• Mensosialisasikan juknis dan instrumen yang digunakan dalam
kegiatan coaching TB.
• Memfasilitasi dan menjadi narasumber dalam pelatihan dan
peningkatan kapasitas coach TB.
• Memberikan penghargaan atau sertifikat kepada coach TB.
• Melakukan pemantauan dan evaluasi hasil kegiatan coaching TB
sesuai monev.

17
KOPI TB Pusat :
• Melakukan pemetaan organisasi profesi yang akan dilibatkan
dalam koalisi dan pemetaan coach TB Nasional dari masing-
masing organisasi profesi.
• Menyampaikan informasi mengenai kegiatan coaching TB ke
organisasi profesi, asosiasi fasyankes yang berada di wilayah/
cabang baik melalui surat edaran maupun situs organisasi
profesi masing- masing, atau dapat pula disampaikan dalam
pertemuan.
• Menjadi anggota coach TB nasional (tugas dan fungsi pada bagian
2.5)
• Bersama coach TB, Dinkes Prov/Kab/Kota, Kementerian
Kesehatan dan Mitra Program TBC melakukan monitoring dan
evaluasi kegiatan coaching.

Organisasi Profesi dan Asosiasi Fasilitas Layanan Kesehatan


Pusat:
• Mengirimkan surat edaran organisasi profesi, asosiasi fasyankes
ke wilayah/cabang untuk kegiatan coaching tuberculosis.
• Menyiapkan skema reward kepada anggota yang menjadi coach TB.
• Memfasilitasi pertemuan untuk sharing lesson learned kegiatan
coaching TB kepada anggota organisasi profesi dan asosiasi
fasyankes.

Dinas Kesehatan Provinsi:


• Dinkes Provinsi bersama KOPI TB Provinsi menyusun rencana
kegiatan untuk menentukan tahapan pengembangan kegiatan
coaching TB di di kabupaten/kota.
• Memfasilitasi kegiatan coaching TB di kabupaten/kota.
• Bersama dengan organisasi profesi dan asosiasi fasyankes,
mengidentifikasi coach TB yang dapat melakukan coaching di
kabupaten/kota.
• Melakukan supervisi dan monitoring kegiatan coaching TB di
kabupaten/kota setiap 6 bulan.

18
KOPI TB Provinsi dan Kabupaten/Kota :
• Melakukan koordinasi dengan organisasi profesi dan asosiasi
fasyankes dalam mengidentifikasikan anggota sebagai coach yang
ada di kabupaten/kota.
• Memfasilitasi apabila tidak tersedia kandidat coach di
kabupaten/kota, maka anggota KOPI TB/ organisasi
profesi/asosiasi fasyankes provinsi dapat menjadi perwakilan
coach di kabupaten/kota.
• Bersama coach TB, Dinkes Prov/Kab/Kota dan Tim DPPM
melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan coaching.

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota:


• Berkoordinasi dengan KOPI TB, organisasi profesi, asosiasi
fasyankes, dan tim DPPM dalam merekomendasikan kandidat
coach TB.
• Bersama Tim DPPM melakukan pemetaan fasyankes yang
membutuhkan pendampingan/ coaching tuberkulosis.
• Mengirimkan surat kepada fasyankes terpilih, menginformasikan
rencana pelaksanaan kegiatan coaching TB yang akan dilakukan
di fasyankes tersebut.
• Melakukan koordinasi dengan manajemen dan ketua tim DOTS
fasyankes untuk menentukan coachee.
• Melakukan coaching bersama coach TB kepada coachee yang
sudah ditentukan.
• Melakukan coaching terkait manajemen program TBC termasuk
pencatatan dan pelaporan.
• Memfasilitasi dan menjadi narasumber dalam pelatihan dan
peningkatan kapasitas coach TB.
• Memfasilitasi rencana aksi coaching yang disepakati oleh coach dan
coachee.
• Melakukan pertemuan monitoring dan evaluasi dengan coach TB
di kabupaten/kota minimal 3 bulan sekali.
• Memfasilitasi penghargaan kepada coach TB dan coachee di
kabupaten/kota.

19
2.6 1. Melakukan assesment bersama coachee berkaitan dengan
Tugas mutu dan kualitas layanan dalam tata laksana tuberkulosis
CoachTB secara terstruktur dan sistematis dengan menggunakan
instrumen yang disediakan.

2. Melakukan coaching atau pembinaan dan pendampingan serta


peningkatan pengetahuan dan kapasitas coachee secara
berkala dan sistematis sesuai kesepakatan dan rencana
kegiatan yang disusun bersama coachee.

3. Coach TB dapat melakukan kunjungan pendampingan untuk


coachee minimal 4 kali pertemuan dalam waktu 3 bulan.

4. Berperan aktif dalam implementasi DPPM serta bekerja sama


dengan anggota tim DPPM lainnya, para coach, dan mitra
program TBC.

5. Membimbing dan memberikan konsultasi dalam manajemen


kasus dan manajemen program bersama Dinas Kesehatan.

6. Meningkatkan minat dengan memberikan pemahaman dan


kesadaran tentang pentingnya pelayanan tuberkulosis sesuai
standar dan pendekatan PPM di fasilitas kesehatan.

7. Memperkuat kolaborasi di antara organisasi profesi.

8. Berpartisipasi dalam pertemuan program TBC di


kabupaten/kota dan menjadi bagian dari proses pembelajaran
DPPM (lesson learned, best practice, success story).

9. Menjadi narasumber dalam kegiatan seminar, seri


pembelajaran tuberkulosis, pelatihan atau pendampingan
sesuai kebutuhan.

20
Coach TB Nasional memiliki beberapa tugas
tambahan, yaitu:

1. Menjadi pembimbing dan memberikan konsultasi bagi para


coach TB di kabupaten/kota terkait pengetahuan serta praktik
yang berkaitan dengan tata laksana tuberkulosis.

2. Memberikan informasi terbaru terkait perkembangan


program penanggulangan tuberkulosis kepada coach TB.

3. Melakukan pertemuan rutin Coach TB Nasional dan evaluasi


kegiatan coach TB secara nasional bersama dengan
Kementerian Kesehatan, KOPI TB, Organisasi Profesi,
Asosiasi Fasyankes, dan Mitra Program TBC.

4. Mendukung dan berpartisipasi dalam penyusunan instrumen


(SOP, juknis, instrumen) untuk kegiatan coaching TB.

5. Melakukan peningkatan kapasitas kepada anggota baru coach


TB. Materi peningkatan kapasitas untuk coach TB mencakup:
a. Pengenalan Konsep Coaching Tuberkulosis
(termasuk Instrumen Peningkatan Kualitas Layanan
dan Program Tuberkulosis)
b. Update Kebijakan, dan Situasi Terkini terkait
Program TBC.
c. Pengenalan Konsep Public-Private Mix (PPM).

21
2.7 Instrumen Peningkatan Kualitas Layanan dan Program Tuberkulosis
Instrumen merupakan dokumen yang digunakan oleh coach TB dan coachee untuk
Coaching TB menjadi acuan dalam melakukan kegiatan coaching TB. Kegiatan
coaching TB memiliki 4 (empat) instrumen untuk coachee: dokter,
perawat, tenaga kesehatan di laboratorium dan tenaga kefarmasiaan.
Isi dalam instrumen terdiri dari topik umum dan topik spesifik dengan
keterangan sebagai berikut:
1. Topik Umum, merupakan topik yang ada di setiap instrumen.
Topik umum terdiri dari:
a. Pendahuluan
b. Petunjuk pengisian
c. Daftar Singkatan
d. Karakteristik Fasyankes
e. Kondisi di Pelayanan
f. Peningkatan Kapasitas
g. Supervisi
h. Catatan Akhir Pertemuan /Rencana Aksi Kegiatan
2. Topik Spesifik, topik yang diperuntukan sesuai dengan profesi
coachee, yaitu:

1. Diagnosis TBC 1. Pemberian KIE 1. Pemeriksaan 1. Ketersediaan


2. Pengobatan TBC dan Konseling TBC Obat
3. Layanan TBC Anak 2. Kontak 2. Prosedur 2. Pemberian KIE
4. Layanan TBC-HIV, Investigasi Pemeriksaan dan Konseling
TBC-DM, dan 3. Pencegahan dan Laboratorium 3. Pencegahan dan
Populasi Berisiko Pengendalian TBC Pengendalian
5. Terapi Pencegahan Infeksi 3. Manajemen Infeksi
TBC Spesimen
6. Konseling dan KIE 4. Pencegahan dan
7. Pencegahan dan Pengendalian
pengendalilan Infeksi
infeksi

22
BAB.3
KEGIATAN

3.1. I. Tahap Persiapan Kegiatan Coaching Tuberkulosis


Persiapan
a. Sosialisasi kegiatan coaching TB dan instrumen ke Dinkes
provinsi dan kabupaten/kota, KOPI TB, OP, asosiasi fasyankes,
dan Tim DPPM oleh Kemenkes dan KOPI TB pusat.
b. Dinkes Provinsi bersama KOPI TB Provinsi menyusun rencana
kegiatan (format rencana kegiatan terlampir pada lampiran
no.1) untuk menentukan tahapan pengembangan kegiatan
coaching TB di kabupaten/kota.
c. Dinkes kabupaten/kota bersama Tim DPPM, KOPI TB,
organisasi profesi/asosiasi fasyankes mengidentifikasi kandidat
coach TB.
d. Peningkatan kapasitas kepada coach TB terkait kegiatan
coaching, termasuk penggunaan instrumen peningkatan
kualitas program dan layanan tuberculosis.
e. Dinkes kabupaten/kota dan tim DPPM mengidentifikasi dan
membuat prioritas fasyankes yang membutuhkan
pendampingan serta rencana kegiatan coaching (format rencana
kegiatan terlampir pada lampiran no.2).
f. Dinkes kabupaten/kota membuat surat kepada fasyankes yang
akan menerima pendampingan.
g. Fasyankes menentukan tenaga kesehatan yang akan
mendapatkan coaching.

I1. Alur Pemilihan Fasyankes dan Coachee

a. Dinkes kabupaten/kota bersama tim DPPM mengidentifikasi


fasyankes yang akan menerima coaching berdasarkan kriteria
sebagai berikut:
• Sudah DOTS, tapi belum berjejaring dan/atau melapor
ke SITB

23
• Sudah melapor ke SITB tetapi belum rutin dan
lengkap
• Pasien putus berobat/LTFU lebih dari 5%
• Coaching dapat dilakukan di seluruh fasyankes yang
memberikan layanan TBC, dengan prioritas ke RS.
b. Dinkes kabupaten/kota bersurat kepada fasyankes untuk
pelaksanaan kegiatan coaching tuberkulosis
c. Manajemen Fasyankes bersama tim DOTS menentukan 1-3
kandidat coachee yaitu tenaga kesehatan per profesi (dokter,
perawat, lab, dan farmasi) yang memberikan pelayanan TBC
untuk menerima coaching tuberkulosis.
d. Coachee bersedia mengikuti siklus kegiatan coaching TB
(selama tiga bulan dan terdiri dari 4 kali pertemuan)

3.2 I. Tahap Pelaksanaan Coaching Tuberkulosis


Pelaksanaan
a. Coach TB dan Dinas Kesehatan melakukan kunjungan pertama
dengan membawa instrumen sesuai dengan profesi coachee.
b. Manajemen fasyankes dapat mendampingi pada pertemuan
pertama untuk mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan
dari proses coaching.
c. Kegiatan coaching dilakukan selama 1-2 jam per sesi.
d. Satu sesi dilakukan kepada 1 (satu) coachee meliputi situasi
layanan TBC dan pengisian instrumen. Apabila coachee lebih
dari satu maka dapat diadakan group coaching.

1I. Ketentuan Pelaksanaan Coaching Tuberkulosis

a. Coach TB melakukan coaching terhadap coachee yang sudah


ditentukan.
b. Tim Coach TB beberapa profesi dapat melakukan sesi coaching
bersamaan di fasyankes yang sama, disesuaikan dengan fasyankes
yang dikunjungi, RS, Klinik Madya, atau Puskesmas.
c. Setiap coach TB bertanggung jawab melakukan coaching kepada
1 - 3 coachee selama satu siklus kegiatan.

24
d. Satu siklus kegiatan coaching berlangsung selama tiga bulan dan
terdiri dari 4 kali pertemuan yaitu:
Pertemuan Pertama
• Coachee didampingi coach akan mengisi instrumen
dengan jawaban sesuai dengan situasi dan kondisi di
fasyankes. Pada akhir kegiatan, coach TB dan coachee
dapat mengidentifikasi rencana aksi peningkatan yang
perlu dilakukan.
Pertemuan Kedua - Ketiga
• Coach dan coachee akan bertemu kembali sesuai dengan
waktu yang disepakati untuk melihat perkembangan
pelaksanaan kegiatan dari rencana aksi, termasuk
identifikasi kendala dalam menyelesaikan rencana aksi
sebelumnya
• Coach TB membuat laporan hasil kunjungan beserta
rekomendasi, dan rencana aksi. Dikirim ke Dinkes
Kab/Kota paling lambat 1 (satu) minggu setelah
kunjungan
• Rekomendasi dan rencana aksi yang telah disepakati
bersama oleh coach TB dan coachee, seharusnya ditindak
lanjuti paling lambat dalam waktu 1 bulan.
Pertemuan Keempat
• Coach TB dan coachee meninjau (mereview) kembali
proses coaching yang telah dilakukan dan kemajuan atau
improvement pada nakes coachee maupun fasyankes
nya. Apabila dipandang perlu masih ada tindak lanjut yang
perlu dilakukan, maka coach akan menuliskannya pada
catatan akhir proses coaching di fasyankes tersebut. .
• Coach memberikan rekomendasi berdasarkan hasil
coaching yang telah dilakukan, kepada manajemen
fasyankes, KOPI TB dan Dinkes Kab/Kota.

25
BAB.4
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap proses pengembangan dan


pelaksanaan maupun hasi kegiatan coaching TB. Penilaian dilakukan baik
terhadap individual coachee dan coach, maupun hasil yang dicapai secara
keseluruhan di kabupeten/kota, provinsi dan nasional.

Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap tenaga kesehatan (dokter,


perawat, tenaga laboratorium, dan tenaga farmasi) dilakukan oleh coach
TB kepada para coachee, dengan penjelasan mekanisme dibawah ini.

Monitoring dari pelaksanaan coaching untuk memantau perbaikan


kualitas dan kinerja para coachee dalam tata laksana tuberkulosis sesuai
standar di fasyankesnya. Kegiatan ini dilakukan selama satu triwulan
bersamaan dengan sesi kegiatan coaching TB baik daring atau luring
dimulai pada kunjungan ke-2.

Berikut indikator untuk memantau kinerja coachee :

4.1 No Indikator Sumber Definisi Operasional


Penilaian data dan
terhadap informasi
Coachee a. Tingkat partisipasi Catatan akhir Mengukur tingkat kehadiran
Coachee dalam pertemuan pada coachee dalam satu siklus
satu siklus instrumen coach kegiatan coaching
kegiatan coaching
Pembilang:
Jumlah kehadiran / partisipasi
coachee selama satu siklus

Penyebut
Jumlah kegiatan coaching yang
direncanakan selama satu siklus

Target :
Tingkat kehadiran
(Participation Rate) =
100%

26
Coachee hadir pada setiap
pertemuan

b. Tingkat Catatan akhir Indikator ini digunakan untuk


Implementasi pertemuan pada mengukur tingkat
Coachee dalam instrumen coach implementasi (Implementation
melaksanakan Rate) rencana aksi yang telah
rencana aksi dilaksanakan oleh coachee
dibandingkan dengan total
rencana aksi yang telah
disepakati pada kunjungan
sebelumnya

Pembilang:
Jumlah rencana aksi yang telah
dilaksanakan oleh coachee
pada akhir siklus

Penyebut:
Jumlah rencana aksi selama
satu siklus

Rentang nilai :
- Tidak mengerjakan
rencana aksi = 0
- <25% = 1
- 25% - 50% = 2
- 50% - 75% = 3
- >75% =4

Target :
100% rencana aksi
dilaksanakan oleh Coachee
selama satu siklus

Evaluasi dilaksanakan pada akhir sesi kegiatan coaching (pertemuan


keempat) dengan mereview catatan di instrumen mengenai perubahan
prilaku atau praktik coachee. Coach meminta masukan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dalam proses evaluasi dan membuat
rekomendasi hasil coaching.

27
4.2 Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap coach dilakukan oleh KOPI
Penilaian TB kabupaten/kota dengan penjelasan mekanisme dibawah ini.
individual
Coach TB
Monitoring dari pelaksanaan kegiatan coaching untuk memantau kinerja
para coach TB dalam tata laksana tuberkulosis sesuai standar. Kegiatan
ini dilakukan per triwulan baik daring atau luring.

Berikut indikator untuk memantau capaian kinerja coach:


No Indikator Sumber Definisi Operasional
data dan
informasi
a. Tingkat Catatan akhir Indikator ini digunakan
partisipasi coach pertemuan pada untuk mengukur tingkat
dalam satu instrumen kehadiran coach dalam satu
siklus coaching coach siklus kegiatan coaching

Pembilang:
Jumlah kegiatan coaching
yang dilakukan selama satu
siklus

Penyebut:
Jumlah kegiatan coaching
yang direncanakan selama
satu siklus

Target = 100%
pelaksanaan coaching
dilakukan sesuai recana

b. Proporsi coachee Catatan akhir Indikator ini digunakan


yang didampingi pertemuan pada untuk mengukur hasil
oleh coach yang instrumen coaching yang dilakukan oleh
mampu coach coach kepada coachee yang
melaksanakan > didampingi.
75% rencana aksi
Pembilang:
Jumlah coachee yang mampu
melaksanakan rencana aksi
>75% (nilai 4)

Penyebut :
Jumlah seluruh coachee yang
didampingi oleh coach

28
Target = 100%
coachee mampu
melaksanakan >75%
rencana aksi

Kegiatan monitoring dan evaluasi di tingkat kabupaten/kota dilakukan


4.3 oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, bersama dengan tim DPPM dan
Tingkat
KOPI TB kabupaten/kota serta para coach. Kegiatan meliputi analisis
Kab/Kota
data surveilens dan pertemuan rutin per triwulan. Pada pertemuan ini
dibahas hasil kegiatan coaching dan pengalaman dari masing-masing
coach untuk mendapatkan proses pembelajaran dan perbaikan dari
kegiatan ini.

Hasil kegiatan coaching diukur dengan menggunakan Indikator sebagai


berikut:
No Indikator Sumber Definisi Operasional
data dan
informasi
a. Proporsi coach • Presensi Indikator ini digunakan
yang telah kehadiran untuk memantau cakupan
menerima coach pelatihan coach
peningkatan • Post Test
kapasitas terkait Pembilang :
metode coaching Jumlah coach yang telah
menerima dan mengikuti
peningkatan kapasitas

Penyebut :
Total coach yang sudah
teridentifikasi
b. Proporsi coach • Catatan Indikator ini digunakan
yang sudah Instrumen untuk mengukur tingkat
melakukan akhir pemanfaatan (utilization rate)
coaching diantara pertemuan coach terlatih
coach yang sudah pada coach
terlatih Pembilang :
Jumlah coach terlatih yang
telah melakukan coaching per
triwulan

29
Penyebut :
Jumlah coach yang terlatih

Target = 100% coach yang


terlatih melakukan coaching
ke satu coahee per triwulan

c. Proporsi Coach • Presensi Indikator ini digunakan


yang bisa kehadiran coach untuk mengukur kinerja
menyelesaikan satu • Catatan coach dalam melaksanakan
siklus coaching instrument akhir coaching
pertemuan pada
coach Pembilang :
jumlah coach yang
menyelesaikan satu siklus
coaching

Penyebut:
Total coach yang telah
melakukan coaching

Target: 100% coach


menyelesaikan satu siklus
coaching
d. Proporsi coachee • Catatan Indikator ini digunakan
yang instrumen untuk mengukur
berpartisipasi akhir komitmen coachee dalam
penuh dalam pertemuan pelaksanaan coaching
satu siklus pada coach
kegiatan coaching • Rencana Pembilang :
kegiatan Jumlah coachee yang
coaching berpartisipasi p e n u h
dalam satu siklus
kegiatan coaching

Penyebut :
Jumlah coachee yang
menerima coaching

Target = 100 % coachee


berpartisipasi dalam satu
siklus kegiatan coaching

30
e. Proporsi coach Catatan Indikator ini digunakan
yang coachee rencana aksi untuk mengukur hasil
nya telah dalam kegiatan coaching
melaksanakan instrumen coach
rencana aksi Pembilang :
dengan nilai 4
Jumlah coach yang coachee
nya melaksanakan >75%
rencana aksi (nilai 4)

Penyebut :
Jumlah coach yang
melaksanakan coaching

Target = 100% coach yang


coachee nya melaksanakan
>75% rencana aksi
f. Proporsi terduga Formulir TB06 Indikator ini digunakan
TBC yang kolom 8 SITB untuk melihat dampak
didiagnosis coaching terhadap
sesuai standar diagnosis TBC yang
program TBC sesuai standar di
oleh fasyankes fasyankes.
yang menerima
coaching Pembilang:
Jumlah terduga TBC yang
didiagnosis sesuai
standar di TB 06

Penyebut:
Jumlah terdugaTBC di
fasyankes penerima
coaching tingkat kab/kota

Target : 100 % terduga TBC


didiagnosis sesuai standar

g. Proporsi pasien Formulir TB03 Indikator ini digunakan


TBC yang kolom 8 SITB untuk melihat dampak
diobati sesuai coaching terhadap
standar pengobatan TBC yang sesuai
program TBC standar di fasyankes
oleh fasyankes
yang menerima
coaching

31
Pembilang :
Jumlah pasien TBC yang
diobati sesuai dengan
standar di fasyankes yang
menerima coaching tingkat
kab/kota

Penyebut :
Total pasien TBC di
fasyankes coachee
tingkatkab/kota

Target : 100 % pasien TBC


ditatalaksana sesuai standar

h. Proporsi pasien Formulir TB 03 Indikator ini digunakan


TBC yang SITB untuk melihat dampak
mengalami coaching terhadap konversi
konversi pada akhir pasien TBC setelah 2 bulan
bulan ke-2 pengobatan di fasyankes
pengobatan
Pembilang :
Jumlah pasien TBC yang
terkonfirmasi bakteriologis
mengalami konversi pada
akhir bulan ke-2 pengobatan

Penyebut:
Total pasien TBC yang
terkonfirmasi bakteriologis dan
diobati di fasyankes yang
menerima coaching tingkat
kab/kota

Target = 85 % pasien TBC


mengalami konversi BTA pada
akhir bulan ke-2 pengobatan

Evaluasi dilaksanakan pada tiap akhir triwulan dengan mereview seluruh


dokumen, antara lain catatan akhir kegiatan di instrumen, rencana
kegiatan coaching dan SITB. Proses evaluasi menilai sejauh mana kegiatan
coaching program tuberkulosis berpengaruh pada peningkatan kualitas
layanan TBC.

32
4.4 Kegiatan monitoring dan evaluasi di tingkat provinsi dilakukan antara
Tingkat dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota dan KOPI TB
Provinsi provinsi melalui pertemuan rutin per 6 bulan. Kegiatan ini dipimpin oleh
dinas kesehatan provinsi. Ruang lingkup pertemuan ini membahas
progress pelaksanaan ekspansi coaching TB, tantangan dan pembelajaran
serta menilai dampak coaching TB terhadap capaian program TBC.

Pembahasan perkembangan kegiatan coaching TB di tingkat provinsi


merujuk kepada indikator sebagai berikut:

No Indikator Sumber data Definisi Operasional


dan informasi
a. Proporsi Dokumen Indikator ini digunakan untuk
kabupaten/kota rencana kegiatan menilai rencana ekspansi
yang memiliki coaching TB di kegiatan coaching TB di
rencana kegiatan kabupaten/kota tingkat provinsi
coaching TB
Pembilang :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah memiliki rencana
kegiatan coaching TB

Penyebut :
Jumlah total kabupaten/kota
yang ada di provinsi
b. Proporsi Data monitoring Indikator ini digunakan
kabupaten/kota yang kegiatan coaching untuk mengukur
telah melakukan TB di tingkat perkembangan kegiatan
seluruh kegiatan kabupaten/kota coaching sesuai dengan
coaching TB sesuai rencana ekspansi yang
dengan rencana dsepakati
kegiatan coaching
Pembilang :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah melaksanakan 100%
kegiatan sesuai dengan
rencana kegiatan coaching TB

Penyebut :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah memiliki rencana
kegiatan coaching TB

33
4.5 Kegiatan monitoring dan evaluasi di tingkat nasional dilakukan antara
Tingkat Kemenkes, KOPI TB Pusat dan Mitra Program TBC melalui pertemuan
Nasional rutin minimal 2 kali per tahun. Ruang lingkup pembahasan dapat
merujuk kompilasi hasil indikator di tiap tingkatan.

Pembahasan perkembangan kegiatan coaching TB di tingkat nasional


merujuk kepada indikator berikut:

No Indikator Sumber data Definisi Operasional


dan informasi
a. Proporsi Dokumen Indikator ini digunakan
kabupaten/kota yang rencana untuk menilai rencana
memiliki rencana kegiatan ekspansi kegiatan coaching
kegiatan coaching TB coaching TB di TB di tingkat provinsi
kabupaten/kota
Pembilang :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah memiliki rencana
kegiatan coaching TB

Penyebut:
Jumlah total kabupaten/kota
yang ada di provinsi

b. Proporsi Data Indikator ini digunakan


kabupaten/kota yang monitoring untuk mengukur
telah melakukan kegiatan perkembangan kegiatan
seluruh kegiatan coaching TB di coaching sesuai dengan
coaching TB sesuai tingkat rencana ekspansi yang
dengan rencana kabupaten/kota dsepakati
kegiatan coaching
Pembilang :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah melaksanakan 100%
kegiatan sesuai dengan
rencana kegiatan coaching TB

Penyebut :
Jumlah kabupaten/kota yang
telah memiliki rencana
kegiatan coaching TB

34
LAMPIRAN 1.
(Contoh) Format Rencana Kegiatan Coaching TB tingkat Provinsi
Kriteria Kabupaten/kota yang perlu mendapatkan coaching diprioritaskan:
1. 80 Kabupaten/Kota prioritas DPPM
2. Estimasi notifikasi tinggi
3. Tersedianya coach di Kab/kota tersebut

Periode:
Nama Provinsi: Jawa Timur
Jumlah Kabupaten: 29
Jumlah Kota: 10
No Kabupaten/KotaJumlah Coach Jumlah Rumah Jumlah RS Swasta Jumlah RS Swasta Jumlah Rumah Sakit Jumlah RS Jumlah RS Jumlah Klinik Jumlah Klinik Jumlah klinik Jumlah Dokter Jumlah DPM Jumlah DPM Mulai Coaching TB Jumlah Rumah Sakit
TB Sakit Swasta target coaching selesai 1 siklus Pemerintah/ Daerah Pemerintah Pemerintah selesai target coaching selesai 1 siklus Praktik Mandiri target coaching selesai 1 siklus Swasta yang
coaching target coaching 1 siklus coaching coaching coaching mendapat coaching TB
1 Gresik 10 Juni 2022

35
LAMPIRAN 2.
(Contoh) Format Rencana Kegiatan Coaching TB tingkat Kabupaten/Kota

Nama Kabupaten/Kota: GRESIK


No Nama Fasyankes Tipe Fasyankes Durasi Coaching TB Coach TB yang akan Jumlah Coachee Jumlah Coachee Dokter Jumlah Coachee Jumlah Coachee Perawat Jumlah Coachee Jumlah Coachee Lab Jumlah Coachee Jumlah Coachee Farmasi Rekomendasi
memberikan coaching di Dokter di Fasyankes menyelesaikan 1 siklus Perawat di Fasyankes menyelesaikan 1 siklus Laboratorium menyelesaikan 1 siklus Farmasi menyelesaikan 1 siklus
Fasyankes tsb coaching coaching coaching coaching
1 RS Grha Husada Gresik RS Juni - September 2022
2 RS Umum Randegansari Husada RS
3 RSU PKU Muhammadiyah Sekapuk RS
4 RS Umum Muhammadiyah Gresik RS
5 RS Petrokimia Gresik RS
6 RS Semen Gresik RS
7 RS Umum Wali Songo I RS
8 RS Fathma Medika RS
9 RS Petrokimia Gresik Driyorejo RS
10 RS Surya Medika RS

36

Anda mungkin juga menyukai