Anda di halaman 1dari 73

Buku ini diperuntukkan bagi dokter praktik

swasta yang terlibat dalam penelitian


Increasing Notification of Tuberculosis from
Private Practitioners (INSTEP2).

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta i


ii DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta
diagnosis dan
pengelolaan
tuberkulosis
u ntu k d okte r p r aktik swasta

pe ny usun
Bachti Alisjahbana, dr., Sp.PD-KPTI, Ph.D.
Panji Hadisoemarto, dr., MPH.
Bony Wiem Lestari, dr., MSc.
Nur Afifah, dr.
Zuhaira Husna Fatma, dr.
Wulan Sari Nur Azkiyah, S. Gz., M.Sc.
Deny Fattah, S.KM.
Nury Fitria Dewi, S. Kep., Ns.
Eka Saptiningrum, S. Kep., Ns.

e dito r a hl i
Prof. Dr. Heda Melinda, dr., Sp.A(K), M.Kes.
Dr. Arto Yuwono Soeroto, dr., SpPD-KP FCCP, FINASIM
Dr. Prayudi Santoso, dr., SpPD-KP., M.Kes., FCCP, FINASIM
Iceu Dimas Kulsum, dr., SpPD-KP, SpP
Hendarsyah Suryadinata, dr., SpPD-KP., FINASIM
Indah Amelia, dr., M.K.M
Tim TBC Dinas Kesehatan Kota Bandung

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


diagnosis dan
pengelolaan tuberkulosis
untuk do k te r p r a k t i k s wasta

Editor Ahli/ Reviewer:


Prof. Dr. Heda Melinda, dr., Sp.A(K), M.Kes.
Dr. Arto Yuwono Soeroto, dr., SpPD-KP FCCP, FINASIM
Dr. Prayudi Santoso, dr., SpPD-KP., M.Kes., FCCP, FINASIM
Iceu Dimas Kulsum, dr., SpPD-KP, SpP
Hendarsyah Suryadinata,dr.,SpPD-KP., FINASIM
Indah Amelia, dr., M.K.M
Tim TBC Dinas Kesehatan Kota Bandung

Tata Letak dan Desainer Sampul:


Anggriyani Asri

Ukuran Buku: B5
Halaman: 58 + VI

ISBN 978-602-439-918-4

Copyright @2020, Tim Penelitian INSTEP2


Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetakan 1, November 2020

Diterbitkan oleh Unpad Press


Grha Kandaga, Gedung Perpustakaan Unpad Jatinangor, Lt. 1
Jl. Raya Bandung – Sumedang (Ir. Soekarno) KM 21,
Jatinangor – Sumedang 45363 –Jawa Barat, Indonesia
Telepon : (022) 84288888 ext 3806
Situs : http://press.unpad.ac.id
Email : press@unpad.ac.id/pressunpad@gmail.com/pressunpad@yahoo.co.id
Anggota IKAPI dan APPTI

iv DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


Kata Pengantar

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengeliminasi tuberculosis (TBC)


pada tahun 2030, seperti telah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo yang
menempatkan pengendalian TBC sebagai program kesehatan prioritas.
Namun demikian, kemampuan program TBC Nasional untuk menemukan
dan mengelola semua pasien TBC secara terstandar masih belum memenuhi
harapan sehingga TBC masih menjadi penyakit infeksi penyebab kematian
terbanyak di Indonesia yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati.

Hal ini tidak lepas dari 40% kasus TBC di Indonesia yang dikelola oleh layanan
kesehatan swasta dan tidak terpantau oleh Kementerian Kesehatan. Selain
rumah sakit swasta, layanan kesehatan swasta dilakukan oleh sekitar 70,000
dokter praktik swasta yang berpraktik secara mandiri atau di klinik-klinik.
Dokter praktik mandiri dan Klinik Swasta merupakan tempat pertama yang
dikunjungi oleh sebagian besar pasien TBC untuk memperoleh penanganan,
namun hanya melaporkan kurang dari 10% dari seluruh kasus TBC.

Pengelolaan medis yang terstandar disertai notifikasi kasus TBC sudah


diwajibkan oleh Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016. Namun pelaksanaan di lapangan masih
terkendala oleh berbagai hal seperti kesulitan dalam proses pelaporan
serta kurangnya informasi mengenai standar diagnosis dan terapi TBC yang
berlaku saat ini. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya intervensi
yang sistematis dan dilakukan secara tepat sasaran. Untuk itu, Tuberculosis
Working Group Pusat Riset Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit Infeksi
Universitas Padjadjaran bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung
menyusun buku pedoman yang dikhusukan untuk dokter praktik swasta yang
berisi modul standar pengelolaan TBC pada dewasa dan anak yang sesuai
dengan pedoman World Health Organization (WHO), International Standards for
Tuberculosis Care (ISTC), dan Permenkes no. 67 tahun 2016.

Modul ini diharapkan dapat membantu dokter praktik swasta dalam


meningkatkan kualitas diagnosis dan pengobatan TBC serta dalam
melaksanakan upaya notifikasi kasus TBC. Semoga modul serta kegiatan
penelitian ini dapat berkontribusi dalam mewujudkan target eliminasi TBC di
Indonesia pada tahun 2030 dan Indonesia bebas TBC pada tahun 2050.

Bandung, November 2020


Kepala Pusat Riset Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit Infeksi
Universitas Padjajaran,

Bachti Alisjahbana, dr., Sp.PD-KPTI, Ph.D.

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta v


Kata Sambutan
Kepala Dinas Kesehatan
Tuberkulosis (TBC) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Kota Bandung. Berdasarkan data tahun
2020, di Kota Bandung ditemukan 8606 kasus tuberkulosis atau merupakan
(100,42%) dari 8570 kasus yang ditargetkan oleh Kemenkes RI. Kontribusi
penemuan kasus TBC tertinggi berasal dari Rumah Sakit Swasta yaitu sebesar
41,21% diikuti kontribusi dari Rumah Sakit Pemerintah sebesar 28,65%,
Puskesmas 26,10%, BBKPM 3,87%, pasien TBC pengobatan di Lapas/Rutan
sebesar 0,16% dan dari Dokter Praktik Mandiri / Swasta sebesar 0,01%.

Untuk mengoptimalkan penemuan kasus Tuberkulosis di Kota Bandung,


berdasarkan Permenkes nomor 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis menyatakan bahwa penemuan dan pengobatan untuk
penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) yang meliputi Puskesmas, Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri
(DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi
Rumah Sakit Pemerintah, Non Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru
(RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM). Dari data di
atas, salah satu tantangan penanggulan TBC di Kota Bandung adalah masih
rendahnya kontribusi Dokter Praktik Mandiri / Swasta untuk melaporkan
kasus-kasus TBC yang mereka tangani.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut diatas, maka kami
mendukung penyusunan “Buku Diagnosis dan Pengelolaan Tuberkulosis untuk
Dokter Praktik Swasta” yang merupakan hasil kerjasama Dinas Kesehatan Kota
Bandung dengan Tuberculosis Working Group Pusat Studi Infeksi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. Semoga dengan adanya “Buku Diagnosis
dan Pengelolaan Tuberkulosis untuk Dokter Praktik Swasta” ini, setiap orang
yang tertular penyakit TBC dapat ditemukan secara dini, mendapat pelayanan
sesuai standar serta dapat meningkatkan kontribusi penanganan kasus TBC
oleh Dokter Praktik Mandiri / Swasta.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dalam penyusunan “Buku Diagnosis dan Pengelolaan Tuberkulosis untuk
Dokter Praktik Swasta” ini. Semoga upaya Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tuberkulosis di Kota Bandung dapat lebih baik lagi di masa depan.

Bandung, 18 Februari 2021


Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung

dr. Hj. Ahyani Raksanagara, M.Kes.

vi DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


Kata Sambutan
Dekan
Tridarma perguruan tinggi adalah pedoman kita dalam melaksanakan tugas.
Disamping pendidikan para pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
(FK UNPAD) juga diharapkan melaksanakan penelitian dan pengabdian pada
masyarakat. Pengembangan upaya kerjasama layanan kesehatan publik dan
sektor swasta (Public-private mix) dalam pelayanan Tuberkulosis (TBC) merupakan
testamen pelaksanaan tridarma di FK UNPAD.

Tim Peneliti dari Pusat Studi Infeksi Klinik yang saat ini sudah menjadi Pusat Riset
Pengelolaan dan Pengendalian Infeksi (RC3ID) dibawah UNPAD lebih dari 4 tahun
mendedikasikan diri dalam penelitian bidang Public- Private Mix. Bidang ini sangat
penting karena dikotomi layanan publik yang dikelola pemerintah dan swasta
yang berkembang secara swadaya, merupakan kondisi nyata yang ada di sistem
kesehatan Indonesia. Layanan swasta mempunyai kelebihan dari sisi kemudahan
akses bagi masyarakat, namun disisi lain, layanan kesehatan swasta memberikan
kualitas yang sangat bervariasi, dan ada sebagian yang memberikan kualitas lebih
rendah dari standar. Masalah lain adalah layanan kesehatan swasta tidak berjejaring
dengan layanan publik dari sisi pencatatan dan pelaporan kasus, padahal, dalam
upaya pengendalian penyakit dan pemantauan cakupan layanan kesehatan,
informasi ini sangat diperlukan.

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang seyogyanya dapat dikendalikan. Tetapi


hingga saat ini Indonesia masih berada di urutan kedua dilihat dari sisi jumlah kasusnya
di dunia. Kelemahan ini antara lain terjadi karena lemahnya koordinasi antara publik dan
swasta. Karena sekitar 50% dari pasien TBC yang dikelola di Indonesia berobat ke pusat
layanan swasta dan kelompok pasien ini tidak terpantau dan tidak terlaporkan. Kegiatan
tim peneliti Pusat Riset Pengelolaan dan Pengendalian Infeksi (RC3ID) dalam peningkatan
peran serta swasta dalam pelayanan Tuberkulosis kami apresiasi dengan baik. Hal ini akan
memberikan peningkatan yang besar dalam kemampuan FK UNPAD untuk mengelola
problem ini yang sebenarnya juga berlaku di disiplin ilmu kesehatan lainnya.

Oleh karena itu kami mewakili FK UNPAD ingin memberikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya pada tim yang sudah menerbitkan
buku pedoman TBC yang praktis dan mudah di implementasikan oleh dokter
praktik Swasta. Semoga kegiatan ini akan menghasilkan terobosan dalam cara
penyampaiannya dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Kota Bandung,
Jawa Barat dan Indonesia pada akhirnya.

Bandung, Februari 2021


Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, Sp.OG(K).

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta vii


Daftar Isi
v Kata Pengantar viii Daftar Isi

vi Kata Sambutan Kepala Dinas Kesehatan x Daftar Singkatan

vii Kata Sambutan Dekan

01
2 Perjalanan Alami Penyakit Tuberkulosis

Aspek Klinis 3 Infeksi TBC Laten

Tuberkulosis 4 Prinsip Diagnosis Penyakit Tuberkulosis

10 Prinsip Pengobatan Tuberkulosis


hal aman 1
21 Strategi Mempertahankan Kepatuhan Berobat

02
26 Pemeriksaan Infeksi TBC Laten

29 TBC Paru Pada Dewasa Pengelolaan


32 TBC Paru Pada Anak
Tuberkulosis
35 TBC Ekstraparu
hal aman 25
35 TBC Resisten Obat

03
38 Rujukan Diagnostik
Rujukan 39 Rujukan Pengobatan

hal aman 37 40 Biaya Pengobatan

viii DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


04
44 Dasar Hukum Pencatatan dan

Pencatatan dan
Pelaporan TBC

44 Pentingnya Pencatatan dan Pelaporan TBC

44 Formulir Pencatatan dan Pelaporan TBC Pelaporan


45 Pencatatan dan Pelaporan TBC hal aman 43
Melalui Sistem Elektronik

05
Komunikasi 48 Pentingnya Komunikasi Efektif
Antara Dokter dan Pasien

dan Promosi 48 Cara Melakukan Komunikasi Efektif

Kesehatan 50 Promosi Kesehatan

51 Informasi Penelitian
hal aman 47

53 Daftar Pustaka

55 Lampiran

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta ix


Daftar Singkatan
ADA FDC PCR
Adenosin Deaminase Fixed Dose Combination Polymerase Chain Reaction

AIDS H PMO
Acquired Immune Isoniazid Pengawas Menelan Obat
Deficiency Syndrome
HIV PP-INH
AJH Human Immunodeficiency Virus Pengobatan Pencegahan
Aspirasi Jarum Halus dengan Isoniazid
IGRA
ARV Interferon-Gamma R
Anti Retro Viral Release Assays Rifampisin

BB INH RNA
Berat Badan Isoniazid Ribonucleic acid

BTA ISTC RO
Bakteri Tahan Asam International Standards Resisten Obat Ganda
for Tuberculosis Care
CSF RS
Cerebro Spinal Fluid IVP Rumah Sakit
Intra Venous Pyelography
CT-Scan S
Computerized KDT Streptomicin
Tomography-Scan Kombinasi Dosis Tetap
TB atau TBC
DNA LJ Tuberkulosis
Deoxyribonucleic acid Lowenstein Jensen
TCM
DOTS LPA Tes Cepat Molekuler
Directly Observed Treatment Line Probe Assay
Short-Course
TST
MDR Tuberculin Skin Test
DST Multi Drug Resistant
Drug Susceptibility Testing
USG
MGIT Ultrasonografi
E Mycobacteria Growth
Etambutol Indicator Tube
WHO
World Health Organization
eN-TB MRI
Electronic Notification Magnetic Resonance Imaging
XDR
Extensively Drug
for Tuberculosis
MTB Resistant Tuberculosis
ERCP Mycobacterium tuberculosis
Endoscopic Retrograde
Z
Cholangiopancreatography
OAT Pirazinamid
Obat Anti TBC

x DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


01 aspek klinis
tuberkulosis

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 1


Perjalanan Alami Penyakit
Tuberkulosis
Pada tahun 2018, tuberkulosis merupakan salah sakit TBC. Individu yang mengalami sakit TBC
satu dari 10 penyebab kematian terbanyak di dapat sembuh sempurna jika diobati secara
dunia dengan 1,2 juta kematian pada pasien HIV cepat dan tepat, tetapi bisa meninggal dunia
negatif dan 251.000 kematian pada kasus dengan jika tidak diobati.2 Tahapan perjalanan alamiah
HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta pasien penyakit TBC dijelaskan pada gambar 1.1.
TBC pada tahun 2018 di seluruh dunia, atau
sama dengan 132 kasus per 100.000 populasi.1 Perjalanan alami TBC diawali dari adanya paparan
bakteri tuberkulosis. Sumber penularan adalah
Peluang terpapar bakteri berkaitan dengan pasien yang dahaknya mengandung bakteri
beberapa hal, meliputi jumlah kasus, peluang Mycobacterium tuberculosis (MTB). Pada waktu
kontak, tingkat daya tular, intensitas batuk, batuk atau bersin, kuman menyebar ke udara
kedekatan kontak, dan lama waktu kontak dengan melalui percikan dahak (droplet nuclei/percik
sumber penularan. Ketika individu terinfeksi, renik). Infeksi dapat terjadi apabila seseorang
reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah menghirup udara yang mengandung percikan
6-14 minggu kemudian. Lesi umumnya sembuh dahak yang infeksius. Batuk dapat mengeluarkan
total namun dapat saja kuman tetap hidup sampai dengan 3000 percikan yang mengandung
dalam lesi tersebut (TBC laten) dan suatu saat sampai dengan 3500 bakteri MTB. Sedangkan
dapat aktif kembali dan berkembang menjadi dengan bersin dapat dikeluarkan sebanyak 4500 –

gambar 1.1 Perjalanan alami TBC pada manusia1,2

Secara global, diperkirakan 1,7 miliar


Individu rentan orang terinfeksi M. tuberculosis

Pada tahun 2018, diduga terdapat 10


Infeksi TBC laten Sakit TBC juta pasien TBC di seluruh dunia (sama
dengan 132 kasus per 100.000 populasi)3

5-10% orang yang


terinfeksi bakteri MTB Terdapat 1,2 juta kematian
akan berkembang Sembuh Meninggal dunia (kisaran antara 9,0-11,1
menjadi sakit TBC3 juta) pada HIV-negatif
dan 251.000 kematian
(kisaran antara, 223.000-
Setidaknya 85% kasus TBC sensitif 281.000) pada HIV-positif
obat dari 194 negara dilaporkan
sukses menjalani pengobatan TBC3

Sumber: dikembangkan dari Permenkes no. 67 tahun 2016 dan global TB report 2019

2 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


1.000.000 bakteri MTB.2 Klasifikasi TBC berdasarkan • Pasien yang diobati kembali setelah
riwayat pengobatan sebelumnya meliputi2: gagal: Pasien TBC yang pernah diobati
dan dinyatakan gagal atau dahaknya
1. Pasien baru TBC masih positif pada pemeriksaan
Pasien yang belum pernah mendapatkan mikroskopis pada pengobatan terakhir.
pengobatan TBC sebelumnya atau • Pasien yang diobati kembali setelah putus
sudah pernah menelan OAT namun berobat (lost to follow-up): Pasien TBC yang
kurang dari 1 bulan (< 28 dosis) pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-
up (sebelumnya dikenal sebagai pengobatan
2. Pasien yang pernah diobati TBC pasien setelah putus berobat/default).
Pasien yang sebelumnya pernah menelan • Lain-lain: Pasien TBC yang pernah
OAT selama 1 bulan atau lebih (≥28 dosis). diobati namun hasil akhir pengobatan
Berdasarkan hasil pengobatan TBC terakhir, pasien sebelumnya tidak diketahui
dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi:
• Pasien kambuh: Pasien TBC yang pernah 3. Pasien yang riwayat pengobatan TBC
dinyatakan sembuh/pengobatan lengkap dan sebelumnya tidak diketahui
saat ini didiagnosis TBC berdasarkan hasil Pasien TBC yang tidak masuk
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena dalam kelompok 1 atau 2.
benar-benar kambuh atau karena reinfeksi)

Infeksi TBC Laten


Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh mellitus, gizi kurang, PPOK, ketergantungan
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis alkohol dan penyakit-penyakit sistemik yang
menular melalui udara ketika orang yang sakit membutuhkan terapi imunosupresif.
TBC batuk, bersin, atau meludah sehingga
bakteri TBC terdorong keluar dan menyebar di 3. Kelompok dengan risiko institusional.
udara. Seseorang dapat terinfeksi TBC hanya Contoh: di penjara dan penampungan
dengan menghirup beberapa bakteri tersebut. tuna wisma atau rumah sakit jiwa, dimana
Diperkirakan sekitar seperempat populasi dunia transmisi TBC mungkin lebih tinggi.
telah teinfeksi bakteri TBC dan sekitar 5-10%
orang di antaranya berisiko menjadi sakit TBC.15 4. Kelompok dengan risiko pekerjaan.
Contoh: praktisi kesehatan, pekerja tambang,
Beberapa kelompok memiliki risiko orang yang bekerja di tempat padat.
tinggi terpapar kuman TBC16:
1. Kontak kasus TBC. 5. Kelompok dengan risiko demografik
Diantaranya adalah orang yang serumah dan sosioekonomik.
dengan pasien TBC (terutama anak < Di antaranya adalah orang-orang dengan
5 tahun), individu yang berada pada karakteristik yang diasosiasikan dengan risiko
institusi yang sama, rekan kerja dan tinggi TBC seperti imigran dari tempat dengan
berada pada jaringan sosial pasien TBC. prevalensi TBC tinggi, orang tua dan individu
pada kelompok sosioekonomi rendah, dan
2. Kelompok dengan risiko klinis. tinggal di tempat dengan kepadatan tinggi
Contoh: silicosis, riwayat penyakit TBC, diabetes seperti daerah kumuh dan pengungsian.

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 3


Faktor-faktor yang dapat meningkatkan 5 Infeksi HIV.
risiko infeksi basil tuberkulosis berkembang Pada seseorang yang terinfeksi TBC, 10%
menjadi sakit TBC adalah2: diantaranya akan menjadi sakit TBC. Namun
1 Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup pada seorang dengan HIV positif akan
2 Lamanya waktu sejak terinfeksi meningkat. Orang dengan HIV berisiko 20-37
3 Usia seseorang yang terinfeksi kali menjadi sakit TBC dibandingkan dengan
4 Tingkat daya tahan tubuh seseorang. orang yang tidak terinfeksi HIV, dengan
Seseorang dengan daya tahan tubuh demikian penularan TBC pun dapat meningkat.
yang rendah di antaranya malnutrisi
(gizi buruk) dapat memudahkan
berkembangnya TBC aktif (sakit TBC).

Prinsip Diagnosis Penyakit


Tuberkulosis
Diagnosis penyakit TBC tertuang dalam Standar 4. Standar 4, Semua pasien, termasuk anak-
Internasional Penanganan Tuberkulosis (ISTC) anak, yang dicurigai memiliki TBC ekstra
pada standar 1 sampai 6, yang meliputi:3 paru, seharusnya diperoleh spesimen
dari lokasi infeksi TBC untuk pemeriksaan
1. Standar 1 Untuk memastikan diagnosis dini, mikrobiologis dan histologis. Tes TCM pada
tenaga kesehatan harus menyadari faktor cairan serebrospinal direkomendasikan sebagai
risiko individu dan kelompok untuk TBC dan tes mikrobiologis awal yang lebih baik untuk
melakukan evaluasi klinis yang cepat dan uji orang yang diduga menderita meningitis TBC.
diagnostik yang tepat bagi orang-orang dengan
gejala dan temuan yang mendukung untuk TBC. 5. Standar 5, Pada pasien yang diduga menderita
TBC paru dengan apus dahak negatif, tes TCM
2. Standar 2 Semua pasien, termasuk anak- atau kultur harus dilakukan. Pada orang-orang
anak, dengan batuk yang tidak bisa dijelaskan dengan BTA dan TCM negatif dengan bukti
berlangsung dua minggu atau lebih atau klinis sangat sugestif tuberkulosis, pengobatan
dengan kecurigaan tuberkulosis pada foto anti tuberkulosis harus dimulai setelah
toraks dada harus dinilai sebagai tuberkulosis. pengumpulan spesimen pemeriksaan kultur.

3. Standar 3 Semua pasien, termasuk anak-anak, 6. Standar 6, untuk semua anak yang
yang diduga menderita TBC paru dan mampu diduga menderita TBC intratoraks (seperti
mengeluarkan dahak harus diperiksa dahak paru, pleura, dan hilar lymph node atau
mikroskopik minimal dua kali, atau dahak mediastinal), konfirmasi bakteriologis
spesimen tunggal TCM pada laboratorium harus dicari melalui pemeriksaan sekresi
yang terstandar. Pasien yang berisiko resistensi pernapasan (ekspektorasi dahak, induksi
obat, HIV, atau yang sakit serius, harus dahak, lavage lambung) untuk pemeriksaan
diperiksa TCM sebagai tes diagnostik awal. apus mikroskopis, tes TCM dan/atau kultur.
Tes serologi berbasis darah dan interferon-
gamma release assay tidak boleh digunakan
untuk menegakkan diagnosis TBC aktif.

4 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam
menegakkan diagnosis TBC pada pasien
dewasa dijelaskan pada tabel 1.1

tabel 1.1 Pemeriksaan Penunjang Pada Tuberkulosis Paru

Pemeriksaan Pemeriksaan foto toraks


Foto Toraks
Foto toraks berperan dalam mengevaluasi terduga TBC
dengan hasil BTA negatif dan/atau TCM negatif.3
Foto toraks juga bermanfaat sebagai metode skrining untuk
TBC. Namun, diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya
berdasarkan foto toraks (sensitivitas tinggi, spesifisitas
rendah), karena dapat menyebabkan overdiagnosis TBC.2,3

“Foto toraks dapat membantu dalam menilai respon terhadap pengobatan


TBC, namun tidak dapat menggantikan evaluasi bakteriologis”7

Pemeriksaan Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung/BTA


Bakteriologi
Untuk menegakkan diagnosis, dahak pasien perlu diperiksa untuk
“Seluruh pasien, baik adanya BTA secara mikroskopis. Pasien diminta mengumpulkan 2
dewasa maupun anak, contoh uji dahak dengan kualitas yang baik berupa dahak Sewaktu
yang diduga menderita dan Pagi (SP) atau dahak Sewaktu-Sewaktu (SS). Dahak Sewaktu
TBC paru dan mampu (S) ditampung di fasyankes, sedangkan dahak Pagi (P) ditampung
mengeluarkan dahak, pada pagi segera setelah bangun tidur. Selain itu, pemeriksaan
harus mengumpulkan BTA juga dilakukan untuk menilai keberhasilan pengobatan.2
setidaknya 2 spesimen
dahak untuk Hasil pemeriksaan BTA dinyatakan (+) adalah jika setidaknya
pemeriksaan BTA atau 1 satu dari dua contoh uji dahak menunjukkan hasil pemeriksaan
spesimen dahak untuk BTA positif. Pasien dengan hasil BTA (+) pada pemeriksaan dahak
pemeriksaan TCM” pertama dapat ditegakkan sebagai pasien TBC paru BTA (+).2
(Standar 3, International
Standards for TB Care)3 Jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif
maka penegakkan diagnosis TBC dapat dilakukan secara
“Diagnosis TBC paru harus klinis yang sesuai. Pasien dengan tanda, gejala dan foto
ditegakkan terlebih dahulu toraks positif dapat didiagnosis sebagai TBC klinis.2
dengan pemeriksaan
bakteriologis.” (Permenkes
Pemeriksaan kultur/biakan
No. 67 Tahun 2016)2

Pemeriksaan kultur dapat dilakukan dengan media padat


(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth
Indicator Tube) untuk identifikasi kuman M. tuberculosis.2

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 5


Pemeriksaan Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TBC
Resistensi Pemeriksaan TCM dilakukan dengan alat Xpert MTB/RIF.
TCM merupakan sarana penegakkan diagnosis dan tidak
dapat menggantikan pemeriksaan BTA, kultur, dan Uji
Kepekaan Obat dalam mengevaluasi hasil pengobatan dan/
atau mendeteksi resistensi obat selain Rifampisin.2,3

Pada pasien dengan risiko HIV atau sakit berat, pemeriksaan TCM
direkomendasikan untuk dilakukan sebagai pemeriksaan awal.3

Rekomendasi lain dari WHO3:


• TCM harus menjadi pemeriksaan awal pada pasien terduga
multi-drug resistant (MDR) atau menderita HIV
• TCM dapat menjadi tes lanjutan, pada pasien yang tidak diduga
MDR/HIV, setelah pemeriksaan BTA memberikan hasil negatif
• Apabila sumber daya tersedia, TCM dapat digunakan
sebagai pemeriksaan awal pada seluruh terduga TBC

Jumlah contoh uji yang diperlukan untuk TCM sebanyak


2 (dua) dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji
untuk diperiksa TCM, satu contoh uji untuk disimpan
sementara dan akan diperiksa jika diperlukan.2

Spesimen non-dahak yang dapat diperiksa dengan TCM adalah


cairan serebrospinal (CSF), jaringan biopsi, bilasan lambung
(gastric lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate).2

Uji kepekaan obat/Drug Susceptibility Testing (DST)

Bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya


kuman MTB yang resisten terhadap OAT.2

IGRA dan tuberkulin Meskipun pemeriksaan Tuberculin Skin Test (TST)/Mantoux dan
Interferon-Gamma Release Assays (IGRA) dapat meningkatkan/
mengurangi kecurigaan klinis TBC, namun keduanya memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi, sehingga tidak
direkomendasikan untuk mendiagnosis TBC aktif.3

Pemeriksaan Pemeriksaan deteksi antibodi serologis lainnya memiliki


Serologis sensitivitas dan spesifisitas yang tidak konsisten, sehingga tidak
direkomendasikan oleh WHO untuk mendiagnosis TBC.3

Pemeriksaan lainnya Pemeriksaan histopatologi pada kasus


yang dicurigai TBC ekstraparu.3

Bagi seluruh pasien yang diduga menderita TBC ekstraparu, dokter harus
mengambil spesimen dari bagian tubuh yang diduga mengandung kuman
MTB TBC untuk dilakukan pemeriksaan bakteriologi dan histologi.2

6 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


tabel 1.2 Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis Paru3–6

Nama Pemeriksaan Sensitivitas Spesifisitas Sumber


WHO. Chest radiography in tuberculosis
detection – summary of current of
Foto Toraks 87% - 89% 46% - 89% WHO recommendations and guidance
on programmatic approaches.
WHO, Switzerland, 2016
TB CARE I. International Standards
Mikroskopis
64% 98% for Tuberculosis Care, edition 3.
langsung/BTA
TB CARE 1, The Hague, 2014.
TB CARE I. International Standards
Kultur Gold standard for Tuberculosis Care, edition 3.
TB CARE 1, The Hague, 2014.
TB CARE I. International Standards
TCM 88% 98% for Tuberculosis Care, edition 3.
TB CARE 1, The Hague, 2014.
WHO. Use of tuberculosis IGRAs in low-
TST 73% - 76% 35% - 58% and middle-income countries: policy
statement. WHO, Geneva, 2011.
WHO. Use of tuberculosis IGRAs in low-
IGRA 75% - 88% 35% - 51% and middle-income countries: policy
statement. WHO, Geneva, 2011.
WHO. Commercial serodiagnostic tests
Pemeriksaan
0% - 100% 31% - 100% for diagnosis of tuberculosis: policy
Serologis
statement. WHO, Switzerland, 2011

tabel 1.3 Pemeriksaan Penunjang Untuk Diagnosis TBC Ekstraparu7

Lokasi terinfeksi Teknik pencitraan Spesimen/cara pengambilan Tes penunjang


Pleura Foto toraks Jaringan pleura (biopsi Apusan
USG tuntunan torakoskopi) Biakan
Histologi
TCM (sensitivitas 43.7%,
spesifisitas 98.1%)
Efusi pleura (torakosintesis) Apusan
Biakan
Analisis cairan
TCM (sensitivitas 43.7%,
spesifisitas 98.1%)
PCR
ADA (sensitivitas 92%,
spesifisitas 90%)
Sitologi

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 7


Lokasi terinfeksi Teknik pencitraan Spesimen/cara pengambilan Tes penunjang
Otak dan CT-Scan MRI Biopsi tuberkuloma Apusan
sistem saraf Biakan
Histologi
Cairan serebrospinal Apusan
Biakan
Analisis cairan
TCM (sensitivitas 79.2%,
spesifisitas 98.6%)
PCR
ADA (sensitivitas
81-87%, spesifisitas
80-90%)
Sitologi
Kelenjar limfe USG (termasuk AJH Apusan (positif 30-60%)
(termasuk EBUS) Biakan (positif 20-80%)
mediastinal CT-Scan TCM (sensitivitas 84.9%,
limfadenopati) MRI spesifisitas 92.5%)
Sitologi (sensitivitas
77%, spesifisitas 80%)
PCR

Biopsi Apusan
Biakan
Histologi
TCM (sensitivitas 84.9%,
spesifisitas 92.5%)
PCR

Kardiovaskuler Ekokardiografi Biopsi Apusan


Biakan
Histologi
Efusi perikard Analisis cairan
(perikardiosintesis) Apusan
Biakan (sensitivitas
25-75%)
TCM
PCR (sensitivitas 32%,
spesifisitas 100%)
ADA (sensitivitas 93%,
spesifisitas 97%)
Sitologi

8 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


Lokasi terinfeksi Teknik pencitraan Spesimen/cara pengambilan Tes penunjang
Abdominal USG Biopsi omentum Apusan
CT-scan Biopsi usus Biakan
Laparoskopi Biopsi liver Histologi
Endoskopi
ERCP Feses Apusan
Biakan
Cairan lambung Apusan
Biakan
TCM (sensitivitas 83.8%,
spesifisitas 98.1%)
ADA
Asites Analisis cairan
Apusan
Biakan (positif
80% kasus)
ADA (sensitivitas 100%,
spesifisitas 94.1%)
Sitologi
TCM
Urogenital USG Urin pagi hari Apusan
IVP Ejakulat Biakan
Laparaskopi Biopsi lesi (kuretase Apusan
endometrium, atau Biakan
biopsy renal) Histologi
TBC tulang Foto tulang/sendi Biopsi atau aspirat Apusan (positif
dan sendi CT-scan abses paraspinal 64% kasus)
MRI Biopsi sendi Biakan (positif
Aspirat cairan sendi 84% kasus)
Analisis
Histologi/sitology
Kulit - Biopsi Apusan
Biakan
Histologi
PCR
TBC okuler Slit-lamp Biopsi uvea Apusan
biomicroscopy Cairan vitreal Biakan
Histologi (sensitifitas
rendah)
TST
IGRA

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 9


Lokasi terinfeksi Teknik pencitraan Spesimen/cara pengambilan Tes penunjang
TBC payudara USG AJH Apusan (positif
Biopsi 12% kasus)
Biakan (positif
25% kasus)
Histologi
TBC telinga Foto mastoid Aspirat Apusan
CT-scan Biopsi Biakan
Sitologi
PCR
Abses di luar USG atau Aspirat Apusan
limfonodi pencitraan lain Biakan
yang relevan Sitologi
Biopsi Apusan
Biakan
Histologi

Sumber: NICE Guidance dikutip dalam Uyainah, 2020.

Prinsip Pengobatan
Tuberkulosis
Pengobatan TBC yang direkomendasikan terdiri WHO, melalui International Standards
dari regimen kombinasi obat yang diberikan for Tuberculosis Care (ISTC) Edisi ke-3,
selama 6 bulan. Penggunaan obat anti tuberkulosis menetapkan beberapa standar terkait
(OAT) kombinasi dosis tetap (KDT) sama efektifnya pengobatan TBC (standar 7 sd 13)3:
dengan penggunaan obat lepasan tetapi
kepatuhan terapi pasien yang diberikan OAT 1. Standar 7, agar tanggung jawab kesehatan
KDT lebih tinggi dibandingkan dengan pasien masyarakat terpenuhi dan juga tanggung
yang diberikan obat lepasan, maka WHO lebih jawab kepada pasien secara individu, maka
merekomendasikan pemberian OAT KDT.8 penyedia layanan kesehatan harus menentukan
rejimen pengobatan yang tepat, memonitor
Saat ini, terdapat pilihan terapi harian (OAT kepatuhan pengobatan, dan jika diperlukan
diberikan setiap hari) dan intermiten (OAT dapat mengatasi faktor-faktor yang dapat
diberikan 3 kali per minggu). Penelitian menyebabkan pengobatan berhenti atau
menyebutkan bahwa dosis OAT 3 kali per terputus. Untuk memenuhi kewajiban ini
minggu pada fase lanjutan meningkatkan maka diperlukan koordinasi antara pemberi
kemungkinan gagal pengobatan dan relaps jika pelayanan kesehatan masyarakat daerah
dibandingkan dengan pemberian dosis setiap setempat dan atau pelayanan kesehatan lainnya.
hari. Tetapi, jika dosis OAT 3 kali per minggu
pada fase lanjutan yang digunakan maka hal 2. Standar 8, semua pasien yang belum pernah
yang terpenting adalah memastikan pasien mendapat terapi sebelumnya dan tidak memiliki
tidak luput meminum obat dan prinsip directly risiko resistensi obat dapat diobati dengan
observed treatment (DOT) digunakan.8 rejimen terapi regimen OAT lini pertama sesuai

10 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


dengan panduan WHO dengan menggunakan pengobatan, pasien gagal pengobatan, pasien
obat yang telah teruji kualitasnya. Pada fase yang lost to follow up (putus pengobatan),
awal selama dua bulan diberikan isoniazid, atau kambuh harus selalu dicurigai sebagai
rifampisin, pirazinamid dan etambutol. resisten obat. Pada pasien yang seperti ini, TCM
Pada fase lanjutan, diberikan isoniazid dan hendaknya digunakan sebagai tes diagnostik
rifampisin selama 4 bulan. Dosis OAT mengikuti awal. Jika terdeteksi resistensi terhadap
rekomendasi WHO. Pemberian dalam bentuk rifampisin, maka kultur-DST harus segera
Kombinasi Dosis Tetap (fixed-dose combination) dilakukan untuk isoniazid, florokuinolon,
akan memudahkan pemberian obat. dan obat-obat injeksi lini kedua. Konseling
dan edukasi pasien serta pemberian terapi
3. Standar 9, pendekatan pengobatan dengan empiris lini kedua harus diberikan sesegera
prinsip berbasis pasien (patient-centered mungkin untuk meminimalkan kemungkinan
approach) harus diterapkan untuk menjamin penyebaran. Langkah-langkah pengendalian
kepatuhan berobat, meningkatkan kualitas infeksi yang tepat harus diterapkan.
hidup, dan mengurangi penderitaan. Pendekatan
ini didasarkan kepada kebutuhan pasien dan 6. Standar 12, pasien dengan atau kemungkinan
juga atas dasar saling menghormati antara besar terkena TBC resisten obat (terutama MDR/
pasien dan penyedia layanan kesehatan. XDR) harus diterapi dengan menggunakan
rejimen khusus dengan OAT lini kedua dengan
4. Standar 10, respon pengobatan pada pasien dosis yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
TBC paru (termasuk pasien yang didiagnosis Pemilihan regimen ini dapat yang telah
dengan menggunakan TCM) harus dimonitor terstandar baku atau berdasarkan kecurigaan
pada saat menyelesaikan tahap awal atau berdasarkan pola kepekaan obat.
pengobatan (dua bulan) dengan menggunakan Sekurang-kurangnya 5 obat (pirazinamid
pemeriksaan mikroskopi dahak. Jika hasilnya dan empat obat lainnya yang diketahui atau
positif pada akhir fase awal pengobatan diperkirakan tidak resisten, termasuk obat
maka dilakukan pemeriksaan dahak ulang injeksi) harus digunakan dalam 6-8 bulan
pada akhir bulan ketiga, dan jika masih fase intensif dan sekurang-kurangnya 3
positif, maka dilakukan pemeriksaan rapid obat yang diketahui atau diperkirakan tidak
molecular drug sensitivity testing (dengan Line resisten harus digunakan dalam fase lanjutan.
Probe Assay atau TCM) atau kultur-DST (drug Pengobatan diberikan dalam 18-24 bulan
susceptibility testing/tes kepekaan obat). Pada setelah terjadi konversi kultur. Penilaian
pasien dengan TBC ekstrapulmonal dan pada berbasis pasien, termasuk pemantauan
anak-anak, respon terapi paling baik dinilai pengobatan, dibutuhkan untuk memastikan
berdasarkan pemantauan klinis pasien. kepatuhan berobat. Konsultasi kepada
spesialis yang berpengalaman menangani
5. Standar 11, penilaian kemungkinan adanya pasien TBC MDR/XDR harus dilakukan.
resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya, paparan terhadap sumber kasus 7. Standar 13, suatu sistem pencatatan yang
yang mungkin mengalami resistensi obat, sistematis dan mudah diakses meliputi
dan prevalensi resistensi obat di komunitas obat-obatan yang diberikan, respon
(bila diketahui), harus dilakukan pada seluruh bakteriologis, hasil akhir pengobatan,
pasien. Tes kepekaan obat harus dilakukan dan adanya efek samping obat, harus
pada awal pengobatan terhadap seluruh pasien dilaksanakan untuk setiap pasien.
dengan risiko resistensi obat. Pasien dengan
BTA masih tetap positif pada akhir bulan ketiga

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 11


Tahapan dan Paduan Pengobatan TBC disesuaikan dengan berat badan pasien
Pengobatan TBC terdiri dari 2 tahap, yaitu • Menurunkan risiko terjadinya
tahap awal dan tahap lanjutan.2 resistensi obat ganda dan mengurangi
1. Tahap awal bertujuan untuk menurunkan kesalahan penulisan resep
jumlah kuman yang ada dalam tubuh • Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit
pasien dan meminimalisir pengaruh dari sehingga pemberian obat menjadi sederhana
sebagian kecil kuman yang mungkin dan meningkatkan kepatuhan pasien
sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pada tahap Untuk kasus TBC sensitif obat, WHO
awal, pengobatan diberikan setiap hari.2 merekomendasikan pemberian dosis harian
2. Tahap lanjutan bertujuan untuk membunuh (diberikan setiap hari) baik pada tahap awal
sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh maupun pada tahap lanjutan, karena pasien
khususnya kuman persisten sehingga pasien yang menerima dosis intermiten (diberikan 3 kali
dapat sembuh dan mencegah terjadinya per minggu) menunjukkan angka resistensi obat
kekambuhan. Pada tahap lanjutan, pengobatan yang lebih tinggi dibandingkan dosis harian.2,8
dapat diberikan setiap hari (pada dosis harian)
atau 3 kali per minggu (pada dosis intermiten).2 Namun, dalam tatanan praktik, apabila dokter
hendak meresepkan OAT secara lepasan,
Pemberian pengobatan TBC dapat dilakukan dalam pengobatan dengan dosis harian memerlukan
bentuk OAT lepasan atau Kombinasi Dosis Tetap biaya yang lebih besar dibandingkan dosis
(KDT; dikenal juga sebagai Fixed Drug Combination/ intermiten. Selain itu, OAT yang disediakan
FDC). Pada OAT-KDT, paduan dikemas dalam satu gratis oleh pemerintah di puskesmas/fasilitas
paket untuk satu pasien dan disesuaikan dengan kesehatan DOTS lainnya masih menggunakan
berat badan pasien. OAT-KDT memiliki beberapa dosis intermiten. Oleh karena itu, dokter perlu
keuntungan dalam pengobatan TBC, yaitu:2 mempertimbangkan kemampuan pasien dalam
• Menjamin efektivitas obat dan mengurangi efek membayar biaya hingga pengobatan selesai.
samping, karena dosis obat yang diberikan

Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


1. OAT Lini Pertama

tabel 1.4 Jenis OAT Lini Pertama dan Efek Samping yang Dapat Ditimbulkan2

Jenis Efek samping


Neuropati perifer (gangguan saraf tepi), psikosis
Isoniazid (H)
toksik, gangguan fungsi hati, kejang.
Flu syndrome (gejala influenza berat), gangguan gastrointestinal,
Rifampisin (R) urine berwarna merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak nafas, anemia hemolitik.
Etambutol (E) Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer (gangguan saraf tepi).
Pirazinamid (Z) Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout arthritis.
Nyeri ditempat suntikan, gangguan keseimbangan dan pendengaran,
Streptomisin (S)
renjatan anafilaktik, anemia, agranulositosis, trombositopeni.
Sumber: Permenkes nomor 67 tahun 2016

12 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


OAT Lini Pertama dapat diberikan dosis harian Lini pertama untuk dewasa, dijelaskan tabel 1.5.
maupun dosis intermiten. Dosis rekomendasi OAT

tabel 1.5 Dosis OAT Lini Pertama2

Dosis Rekomendasi
Obat Harian 3 Kali Per Minggu
Dosis (mg/kgBB) Maks (mg) Dosis (mg/kgBB) Maks (mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol (E) 15 (15-20) 30 (25-35)
Streptomisin (S)* 15 (12-18) 15 (12-18)
Sumber: Permenkes nomor 67 tahun 2016

2. OAT Lini Kedua

tabel 1.6 Jenis OAT Lini Kedua2

Grup Golongan Jenis Obat


Florokuinolon Levofloksasin (Lfx)
A Moksifloksasin (Mfx)
Gatifloksasin (Gfx)*
OAT suntik lini kedua Kanamisin (Km)
Amikasin (Am)*
B
Kapreomisin (Cm)
Streptomisin (S)**
OAT oral lini Kedua Etionamid (Eto)/Protionamid (Pto)*
Sikloserin (Cs) /Terizidon (Trd)*
C
Clofazimin (Cfz)
Linezolid (Lzd)
D1 OAT lini pertama Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Isoniazid (H) dosis tinggi
D2 OAT baru Bedaquiline (Bdq)
Delamanid (Dlm)*
D Pretonamid (PA-824)*
D3 OAT tambahan Asam para aminosalisilat (PAS)
Imipenem-silastatin (Ipm)*
Meropenem (Mpm)*
Amoksilin clavulanat (Amx-Clv)*
Thioasetazon (T)*

Keterangan: Sumber: Permenkes nomor 67 tahun 2016


* Tidak disediakan oleh program
** Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada kondisi tertentu dan tidak
disediakan oleh program

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 13


OAT lini kedua seharusnya diberikan di sarana OAT Kategori-2
pelayanan TBC resisten obat yang dikelola OAT Kategori-2 diberikan untuk pasien BTA
oleh dokter spesialis. Obat-obat ini perlu positif yang pernah diobati sebelumnya
diketahui oleh para dokter agar bisa merestriksi (pengobatan ulang), yaitu:
penggunaannya untuk penyakit lain. Penggunaan • Pasien kambuh
OAT lini kedua seperti golongan aminoglikosida • Pasien gagal pada pengobatan dengan
(contoh: kanamisin) dan golongan kuinolon tidak paduan OAT kategori 1 sebelumnya
dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa • Pasien yang diobati kembali setelah
indikasi yang jelas, karena potensi obat tersebut putus berobat (lost to follow-up)
jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko Paduan dosis harian dan dosis intermiten OAT
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.2 kategori 2 dijelaskan dalam Lampiran 4. Jika akan
menggunakan OAT lepasan,dosis rekomendasi
OAT untuk dewasa dijelaskan pada Lampiran 5.
2(HRZE)/4(HR)3
atau Menurut WHO, rejimen kategori-2 tidak lagi
2(HRZE)/4(HR) diberikan kepada pasien pengobatan ulang,
dan Drug Susceptibility Testing (DST) harus
dilakukan untuk mendapatkan hasil pilihan
Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) rejimen pengobatan yang akan dilakukan. Ada
Berdasarkan Permenkes No. 67 Tahun 2016, beberapa alasan mengapa rejimen kategori-2
terdapat 2 kategori pengobatan TBC, yaitu: tidak lagi digunakan, salah satunya yaitu dapat
memicu resistensi obat. Salah satu prinsip dasar
OAT Kategori-1 pengobatan TBC adalah bahwa obat tunggal
OAT Kategori 1 diberikan kepada: tidak boleh ditambahkan ke rejimen yang tidak
• Pasien TBC paru baru berhasil karena dapat memicu perkembangan
terkonfirmasi bakteriologis resistensi obat. Pasien yang menghentikan
• Pasien TBC paru baru terdiagnosis klinis pengobatan TBC lini pertama atau penyakit
• Pasien TBC ekstra paru kambuh kembali memiliki risiko resistensi obat
yang lebih tinggi daripada pasien TBC baru.8
Pemberian Obat Anti Tuberkulosis Kategori-1
dapat diberikan dengan dosis harian ataupun dosis TCM dapat digunakan untuk pengujian kerentanan
intermiten. Paduan yang digunakan selengkapnya obat rifampisin tetapi tidak memiliki kemampuan
dijelaskan dalam Lampiran 1. Jika Dokter Praktik untuk menguji resistensi isoniazid. Pasien
Swasta tidak memiliki kerjasama dengan fasilitas dengan resistensi isoniazid dapat memiliki risiko
kesehatan pemerintah terkait pengadaan OAT, lebih tinggi resistensi obat tambahan. Dokter
obat paten dengan beberapa merk dagang harus waspada terhadap adanya kemungkinan
ataupun dengan obat lepasan dapat menjadi resistensi isoniazid. Jika terdapat dugaan tersebut,
pilihan. Panduan pemberian obat OAT tersebut dokter harus menguji kerentanan isoniazid
selengkapnya dijelaskan pada Lampiran 2 dan 3. dan rejimen kategori-2 tidak boleh digunakan.
Hingga kini, WHO masih mengembangkan
pengobatan untuk pasien dengan isoniazid mono-
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 resistance, khususnya menangani penggunaan
atau fluoroquinolone. Rejimen pengobatan lini
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E pertama 2HRZE/4HR dapat diulang jika tidak
ada resistensi, dan jika ada resistensi rifampisin,
(dosis disesuaikan dengan berat badan pasien)
maka menggunakan rejimen OAT Lini Kedua.8

14 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


Pengobatan TBC Ekstraparu 3. Pengobatan TBC pada anak
TBC ekstraparu diterapi dengan jangka waktu dibagi dalam 2 tahap10:
yang lebih lama, 6 sampai 9 bulan atau lebih • Tahap awal, yaitu 2 bulan pertama
menggunakan paduan obat yang sama pengobatan. Pada tahap intensif,
dengan TBC paru. Pemberian kortikosteroid diberikan minimal 3 macam obat,
direkomendasikan untuk TBC meningitis dan tergantung hasil pemeriksaan
TBC perikard. Penggunaan kortikosteroid yang bakteriologis dan berat ringan penyakit.
direkomendasikan adalah deksametason 0,3-0,4 • Tahap lanjutan, selama 4-10 bulan
mg/kg di tapering-off selama 6-8 minggu atau selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan
prednisolone 1 mg/kg selama 3 minggu, lalu bakteriologis dan berat ringan penyakit.
tapering-off selama 3-5 minggu. Pada komplikasi Selama tahap intensif dan lanjutan
lanjut penyakit seperti hidrosefalus, uropati OAT untuk anak diberikan setiap hari
obstruktif, pericarditis konstriktif dan keterlibatan untuk mengurangi ketidakteraturan
neurologis akibat penyakit TBC spinal perlu minum obat yang lebih sering terjadi
dilakukan terapi bedah. Drainase dilakukan jika obat tidak diminum setiap hari.
jika pembesaran kelenjar limfe cukup banyak, 4. Pada anak yang pada evaluasi bulan
aspirasi maupun insisi dapat membantu terapi.7 ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis
sebaiknya diperiksa lebih lanjut tentang
Pengobatan TBC Pada Anak adanya kemungkinan faktor penyebab lain,
Tatalaksana TBC Anak terdiri dari terapi misalnya kesalahan diagnosis, penyakit
(pengobatan) dan profilaksis (pencegahan). penyerta, gizi buruk, TBC resistan obat
Terapi TBC diberikan pada anak yang sakit TBC, maupun masalah dengan kepatuhan
sedangkan obat pencegahanTBC diberikan pada berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak
anak yang kontak dengan pasien TBC (profilaksis memungkinkan, pasien dapat dirujuk ke
primer) atau anak yang terinfeksi TBC tanpa RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis
sakit TBC (profilaksis sekunder). Beberapa hal adalah perbaikan gejala dibandingkan gejala
penting dalam tatalaksana TBC anak adalah:9 awal yang ditemukan pada saat diagnosis.9
1. Obat TBC diberikan dalam paduan obat, 5. Anak dengan gejala klinis TBC yang berat,
tidak boleh diberikan sebagai monoterapi. baik paru maupun ekstraparu seperti TBC
2. Pengobatan diberikan setiap hari milier, meningitis TBC, TBC tulang, atau
3. Pengobatan harus disertai lainnya harus dirujuk ke fasilitas pelayanan
pemberian gizi yang adekuat. kesehatan rujukan untuk tindak lanjut.10
4. Penyakit penyerta harus diidentifikasi dan jika 6. Pada kasus TBC tertentu yaitu TBC milier
ada dilakukan tatalaksana secara bersamaan. dengan gangguan napas yang berat,
efusi pleura TBC, perikarditis TBC, TBC
Prinsip pengobatan TBC pada anak: endobronkial, meningitis TBC, dan TBC
1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi abdomen dengan asites, dipertimbangkan
minimal 3 macam obat untuk mencegah diberikan kortikosteroid (prednison)
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh dengan dosis 2 mg/kg/hari, sampai 4 mg/
kuman intraseluler dan ekstraseluler.10 kg/hari pada kasus sakit berat, dengan
2. Waktu pengobatan TBC pada anak adalah dosis maksimal 60 mg/hari selama 4
6-12 bulan. Pemberian obat jangka minggu. Tapering-off dilakukan secara
panjang selain untuk membunuh kuman bertahap 2 minggu pemberian kecuali
juga untuk mengurangi kemungkinan pada TBC meningitis pemberian selama
terjadinya kekambuhan.10 4 minggu sebelum tapering-off.9

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 15


7. Paduan OAT untuk anak yang Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam
digunakan adalah kategori anak bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis
dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR.10 Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri
8. Pada kasus TBC anak dengan kondisi dari kombinasi 3 dan 2 jenis obat dalam satu
tertentu dapat diberikan paduan kategori tablet (2HRZ/4HR). Dosisnya disesuaikan
anak dengan 4 macam obat pada tahap dengan berat badan pasien. Paduan ini
awal yaitu 2HRZE(S)/4-10HR.10 dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.2

tabel 1.7 Dosis OAT Kategori Anak dan Efek Samping yang Dapat Ditimbulkan9

Dosis harian Dosis maksimal


Obat Efek Samping
(mg/kgBB/hari) (mg /hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas
Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 trombositopenia, peningkatan enzim
hati, urin berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal
Neuritis optik, ketajaman mata
Etambutol (E) 20 (15–25) - berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitivitas, gastrointestinal

Sumber: Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak

Pada umumnya, anak memiliki jumlah kuman anak dengan BTA negatif menggunakan
yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga paduan INH, Rifampisin, dan Pirazinamid
rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada pada fase inisial 2 bulan pertama kemudian
fase intensif hanya diberikan kepada anak diikuti oleh Rifampisin dan INH pada 4 bulan
dengan BTA positif, TBC berat dan TBC tipe fase lanjutan. Panduan dan dosis OAT pada
dewasa. Sedangkan, pada terapi TBC pada anak dijelaskan dalam tabel 1.7 dan 1.8.9

tabel 1.8 Paduan OAT Kategori Anak9

Kategori Diagnostik Fase Intensif Fase Lanjutan


TBC paru BTA negatif
TBC kelenjar 2HRZ 4HR
Efusi pleura TBC
TBC paru BTA positif
TBC paru dengan kerusakan luas
2HRZE 4HR
TBC ekstraparu (selain TBC meningitis
dan TBC Tulang/sendi)
TBC tulang/sendi
TBC millier 2HRZE 10 HR
TBC meningitis
Sumber: Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak

16 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin 75 mg dan isoniazid 50 mg dalam
yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan satu paket. Dosis yang dianjurkan berdasarkan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, berat badan dan dapat dilihat pada tabel 1.99.

tabel 1.9 Dosis OAT yang Dianjurkan Berdasarkan Berat Badan Anak9

Berat badan (kg) 2 bulan RHZ (75/50/150) 4 bulan (RH (75/50)

5–7 1 tablet 1 tablet

8 – 11 2 tablet 2 tablet

12 – 16 3 tablet 3 tablet

17 – 22 4 tablet 4 tablet

23 – 30 5 tablet 5 tablet

>30 OAT dewasa

Sumber: Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak

Keterangan:
1. Bayi dengan berat badan di bawah 5 kg diberikan OAT secara terpisah,
tidak dalam bentuk KDT, dan sebaiknya dirujuk ke RS.
2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan
harusdisesuaikan dengan berat badan saat itu.
3. Untuk anak obesitas, dosis KDT berdasarkan berat badan ideal (sesuai usia).
4. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah dan tidak boleh digerus).
5. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
6. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan.
7. Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.
8. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, tidak boleh dicampur dalam satu puyer.

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 17


Monitoring dan evaluasi respon pengobatan pada dewasa
Monitoring dan evaluasi respon pengobatan pasien dijelaskan pada gambar 1.2.

gambar 1.2 Monitoring dan Evaluasi Respon Pengobatan

Mulai pengobatan TBC

Pemeriksaan dahak mikroskopik


dahak SP pada bulan ke-2

Hasil (+) Hasil (-)

Periksa dahak ulang bulan ke-3

Periksa dahak ulang bulan ke-5

Hasil (+) Hasil (-)

Hasil (+) Hasil (-)


Curiga TBC resisten obat

Periksa TCM Lanjut pengobatan


Gagal pengobatan
sampai selesai

Periksa dahak ulang


Hasil (+)
pada akhir pengobatan

Sembuh Hasil (-)

Keterangan:
1. Monitor pengobatan pasien TBC paru dilakukan pada saat menyelesaikan tahap awal pengobatan
(dua bulan)dengan pemeriksaan mikroskopi dahak SP (sewaktu dan pagi). Jika hasilnya positif pada
akhir fase awal pengobatan maka dilakukan pemeriksaan dahak ulang pada akhir bulan ketiga,
dan jika masih positif, maka pemeriksaan sensitivitas obat menggunakan TCM harus dilakukan.
2. Setelah pengobatan tahap awal, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan.
3. Pemeriksaan dahak pada bulan-3 pengobatan dengan hasil BTA positif, pasien
ditetapkan sebagai pasien terduga TBC RO. Semua pasien TBC pengobatan ulang
yang tidak konversi akhir tahap awal ditetapkan juga sebagai terduga TBC RO.
4. Semua pasien TBC BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada
akhir bulan ke 5 pengobatan. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga
seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali
pada akhir pengobatan. Bila hasil pemeriksaan mikroskopisnya positif pasien dianggap
gagal pengobatan dan dimasukkan kedalam kelompok terduga TBC RO.
5. Pasien TBC ekstrapulmonal dan anak-anak, pemantauan terbaik adalah berdasarkan klinis
pasien, antara lain peningkatan berat badan pasien, dan berkurangnya keluhan.

18 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


Selain itu, terdapat beberapa hal atau adanya penyakit paru lain.
yang juga penting diperhatikan dalam • Pada pasien TBC anak dengan hasil
monitoring dan evaluasi pengobatan: BTA positif pada awal pengobatan,
1. Foto toraks dapat membantu dalam menilai pemantauan pengobatan dilakukan
respon terhadap pengobatan TBC, namun tidak dengan pemeriksaan dahak ulang pada
dapat menggantikan evaluasi bakteriologis.3 akhir bulan ke-2, ke-5 dan ke-6.
Monitoring pasien menggunakan foto toraks • Perbaikan radiologis akan terlihat dalam
tidak diperlukan, tidak dapat dipercaya.11,12 jangka waktu yang lama sehingga tidak perlu
2. Jika hasil pemeriksaan mikroskopi dilakukan foto toraks untuk pemantauan
dahak bulan kedua negatif, maka tidak pengobatan, kecuali pada TBC milier
memerlukan pemantauan dahak lebih setelah pengobatan 1 bulan dan efusi
lanjut. Monitoring dapat dilakukan secara pleura setelah pengobatan 2-4 minggu.
klinis dengan pemantauan berat badan • Pemberian OAT dihentikan setelah pengobatan
setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan lengkap, dengan melakukan evaluasi baik
dengan perubahan berat badan.11,12 klinis maupun pemeriksaan penunjang
3. Peningkatan berat badan pasien dan lain seperti foto toraks pada TBC milier dan
berkurangnya keluhan merupakan TBC dengan kavitas atau efusi pleura.
indikator perbaikan kondisi klinis
untuk menilai hasil pengobatan.2 Efek samping pengobatan TBC Dewasa
4. Pemantauan secara klinis tidak dapat Efek samping OAT
digunakan dalam monitoring pasien Sebagian besar pasien TBC dapat menyelesaikan
yang memiliki penyakit penyerta.3 pengobatan tanpa mengalami efek samping
OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien
Pemantauan dan Hasil dapat saja mengalami efek samping yang
Pengobatan TBC Anak merugikan. Penting untuk memantau kondisi
Dalam pemantauan pengobatan TBC anak, klinis pasien selama masa pengobatan untuk
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan9: mengetahui efek samping OAT dan efek
• Pasien TBC anak harus dipastikan minum samping berat yang mungkin muncul, sehingga
obat setiap hari secara teratur oleh tatalaksana dapat dilakukan secara tepat.8
Pengawas Menelan Obat (PMO). Orang
tua adalah PMO terbaik untuk anak. Secara umum, seorang pasien yang mengalami
• Pasien TBC anak sebaiknya dipantau efek samping ringan sebaiknya tetap melanjutkan
setiap 2 minggu selama fase intensif pengobatannya dan diberikan petunjuk cara
dan sekali sebulan pada fase lanjutan. mengatasinya atau pengobatan tambahan untuk
Pada setiap kunjungan dievaluasi respon menghilangkan keluhannya. Apabila pasien
pengobatan, kepatuhan, toleransi dan mengalami efek samping berat, pengobatan
kemungkinan adanya efek samping obat. harus dihentikan sementara dan pasien dirujuk
• Respon pengobatan dikatakan baik apabila kepada dokter atau fasyankes rujukan untuk
gejala klinis membaik (demam menghilang penatalaksanaan lebih lanjut. Pasien yang
dan batuk berkurang), nafsu makan mengalami efek samping berat sebaiknya dirawat
meningkat, dan berat badan meningkat. di rumah sakit.10 Efek samping ringan dan berat
• Jika respons pengobatan tidak membaik OAT dijabarkan dalam tabel 1.10 dan 1.11.
maka pengobatan TBC tetap dilanjutkan
dan pasien dirujuk ke sarana yang lebih
lengkap untuk menilai kemungkinan
resistensi obat, komplikasi, komorbiditas,

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 19


tabel 1.10 Efek Samping Berat dan Penatalaksanaan10

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

OAT ditelan malam sebelum tidur. Apabila keluhan


tetap ada, OAT ditelan dengan sedikit makanan.
Tidak ada nafsu makan,
H, R, Z Apabila keluhan semakin hebat disertai
mual, sakit perut
muntah, waspada efek samping berat
dan segera rujuk ke dokter.

Beri aspirin, parasetamol atau obat


Nyeri sendi Z
anti radang non steroid

Kesemutan hingga rasa


terbakar di telapak H Beri vitamin B6 (piridoxin) 50 – 75 mg per hari
kaki atau tangan

Warna kemerahan Tidak membahayakan dan tidak perlu diberi obat


R
pada air seni (urine) penawar tapi perlu penjelasan kepada pasien.

Flu sindrom (demam,


R dosis Pemberian R dirubah dari intermiten
menggigil, lemas, sakit
intermiten menjadi setiap hari
kepala, nyeri tulang)

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014

tabel 1.11 Efek Samping Ringan dan Penatalaksanaan10

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Bercak kemerahan pada


kulit (rash) dengan atau H, R, Z, S Ikuti petunjuk penatalaksanaan dibawah *.
tanpa rasa gatal

Gangguan pendengaran S S dihentikan

Gangguan keseimbangan S S dihentikan

Ikterus tanpa penyebab lain H, R, Z Semua OAT dihentikan sampai ikterus menghilang.

Bingung, mual muntah


(dicurigai terjadi Semua Semua OAT dihentikan, segera lakukan
gangguan fungsi hati jenis OAT pemeriksaan fungsi hati.
apabia disertai ikterus)

Gangguan penglihatan E E dihentikan.

Renjatan (syok),
R R dihentikan.
gagal ginjal akut

Penurunan produksi urine S S dihentikan.


Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014

20 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


Penatalaksanaan pasien dengan Efek samping pengobatan TBC pada anak
efek samping pada kulit Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya:
Apabila pasien mengeluh gatal tanpa adanya kesemutan) dan asupan piridoksin (vitamin
bercak kemerahan dan tidak ada penyebab B6) dari bahan makanan tidak tercukupi,
lain, dianjurkan untuk memberikan pengobatan maka dapat diberikan vitamin B6 10 mg untuk
simtomatis dengan antihistamin serta pelembab setiap 100 mg INH. Untuk pencegahan neuritis
kulit. Pengobatan TBC tetap dapat dilanjutkan perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/
dengan pengawasan ketat. Apabila kemudian hari direkomendasikan diberikan pada10:
terjadi kemerahan, semua OAT harus dihentikan • Bayi yang mendapat ASI eksklusif
dan segera rujuk kepada fasyankes rujukan. • Pasien gizi buruk
Mengingat perlunya melanjutkan pengobatan • Anak dengan HIV positif
TBC hingga selesai, di fasyankes rujukan dapat
dilakukan upaya drug challenge untuk mengetahui
OAT yang menyebabkan reaksi dikulit.10

Strategi Mempertahankan
Kepatuhan Berobat
Dokter/petugas kesehatan harus memastikan 4. Meminimalkan biaya dan ketidaknyamanan
tatalaksana pasien TBC mengikuti pengobatan terkait kunjungan ke faskes serta meningkatkan
secara adekuat, karena ketidakpatuhan fleksibilitas dan otonomi pasien
dapat menyebabkan kegagalan pengobatan, 5. Meningkatkan fleksibilitas terkait pilihan
kekambuhan (relaps), penularan kuman dan pengobatan dan tipe dukungan
berkembangnya resistensi obat. Namun, 6. Meningkatkan pendekatan berbasis
pasien seringkali kesulitan mematuhi pasien dalam interaksi antara
pengobatan karena harus meminum petugas kesehatan dan pasien
banyak obat selama beberapa bulan.13 7. Mengatasi faktor struktur dan personal,
misalnya kompensasi biaya pengobatan dan
Pendekatan pengobatan berbasis pasien (patient- kehilangan penghasilan melalui bantuan
centered) diperlukan dalam meningkatkan tunai, voucher perjalanan, bantuan makanan
kepatuhan berobat, yang merupakan faktor penting dan inisiatif pemberdayaan lainnya serta
dalam menentukan keberhasilan pengobatan.3 mencegah pasien kehilangan pekerjaan
melalui kebijakan ketenagakerjaan.
Berikut faktor-faktor yang dapat meningkatkan 8. Memberikan informasi yang lengkap tentang
kepatuhan pengobatan TBC7: efek samping OAT untuk mengurangi
1. Meningkatkan visibilitas program TBC risiko ketidakpatuhan berobat.
di masyarakat guna meningkatkan
pengetahuan dan memperbaiki Directly Observed Therapy
sikap masyarakat terhadap TBC Short-Course (DOTS)
2. Memberikan informasi tentang penyakit dan Dalam menjawab kebutuhan pasien, WHO
pengobatan TBC kepada pasien dan masyarakat merekomendasikan metode Directly Observed
3. Meningkatkan dukungan dari keluarga, Treatment Short-Course (DOTS) sebagai strategi
teman sebaya, dan masyarakat pengendalian TBC yang efektif. Strategi ini

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 21


mengandung 5 komponen, namun yang penting atau juru imunisasi. Namun, apabila tidak
diperhatikan oleh dokter praktik swasta adalah:14 memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader
1. Penemuan kasus TBC dengan kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, tokoh
pemeriksaan BTA mikroskopis masyarakat lainnya, atau anggota keluarga.2
2. Pemberian obat jangka pendek yang
diawasi secara langsung (directly Berdasarkan Permenkes No. 67 Tahun 2016,
observed treatment atau DOT) terdapat beberapa persyaratan PMO2:
3. Pengadaan OAT secara berkesinambungan 1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan
4. Monitoring serta pencatatan dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
pelaporan yang baku/standar. maupun pasien, selain itu harus
Kepatuhan dalam menjalani pengobatan disegani dan dihormati oleh pasien
TBC bukan hanya tanggung jawab dari 2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
pasien, tetapi juga petugas kesehatan, 3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
pemerintah dan masyarakat.14 4. Bersedia dilatih dan atau mendapat
penyuluhan bersama-sama dengan pasien
Dokter perlu mempertimbangkan biaya yang
akan dikeluarkan oleh pasien untuk memastikan PMO yang ditunjuk kemudian
kemampuan pasien menjalani pengobatan TBC memiliki beberapa tugas, yaitu2:
hingga tuntas. Berdasarkan survei biaya OAT 1. Mengawasi pasien TBC agar menelan obat
yang dilakukan di beberapa apotek swasta di secara teratur sampai selesai pengobatan
Kota Bandung, apabila seorang pasien dewasa 2. Memberi dorongan kepada pasien
memiliki berat badan 50 kg, biaya obat yang agar mau berobat teratur
dikeluarkan berkisar antara Rp 2.346.000 – Rp 3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang
2.449.224 untuk FDC dan Rp 392.636 – Rp 660.800 dahak pada waktu yang telah ditentukan
untuk obat lepasan. Sedangkan, apabila pasien 4. Memberi penyuluhan pada anggota
menggunakan OAT yang tersedia di puskesmas keluarga pasien TBC yang mempunyai
atau fasilitas kesehatan DOTS lainnya, biaya gejala-gejala mencurigakan TBC
obat gratis karena disediakan oleh pemerintah. untuk segera memeriksakan diri
ke Unit Pelayanan Kesehatan
Dalam implementasi directly observed treatment
atau DOT, petugas kesehatan perlu menunjuk Dalam melaksanakan tugasnya, PMO
Pengawas Menelan Obat (PMO). PMO bertugas perlu memahami beberapa informasi
untuk mengawasi pasien TBC menelan obat penting untuk disampaikan kepada pasien
yang tepat, dengan dosis dan interval yang dan keluarga pasien, di antaranya2:
sesuai. 14 Tempat pemberian pengobatan 1. TBC disebabkan kuman, bukan
dapat didiskusikan dan disepakati bersama penyakit keturunan atau kutukan
pasien agar dapat memberikan kenyamanan. 2. TBC dapat disembuhkan dengan
Pasien bisa memilih datang ke fasyankes berobat secara teratur
terdekat dengan tempat tinggal pasien atau 3. Cara penularan TBC, gejala-gejala yang
PMO datang berkunjung kerumah pasien. mencurigakan dan cara pencegahannya
Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan 4. Cara pemberian pengobatan pasien
dapat diberikan secara rawat jalan.2 (tahap intensif dan lanjutan)
5. Pentingnya pengawasan supaya
Pengawas Menelan Obat (PMO) pasien berobat secara teratur
PMO dapat berasal dari petugas kesehatan,
seperti bidan desa, perawat, pekarya, sanitarian

22 BAB 1 Aspek Klinis Tuberkulosis


Tata Laksana Pasien yang • Lakukan pelacakan pasien
Berobat Tidak Teratur • Diskusikan dengan pasien untuk mencari
Pada Dewasa faktor penyebab putus berobat
1. Pasien putus berobat selama • Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa
kurang dari 1 bulan sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi
Tindakan pada pasien yang putus berobat
selama kurang dari 1 bulan adalah2:

2. Pasien yang putus berobat antara 1 – 2 bulan

tabel 1.12 Tindakan Pada Pasien yang Putus Berobat Antara 1 – 2 Bulan2

Tindakan pertama Tindakan kedua

• Lacak pasien Apabila hasilnya BTA Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa
• Diskusikan negatif atau pada sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi dan
dengan pasien awal pengobatan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali
untuk mencari adalah pasien setelah menyelesaikan dosis pengobatan
faktor penyebab TBC ekstra paru pada bulan ke 5 dan akhir pengobatan
putus berobat
• Periksa dahak
Apabila salah satu Total dosis Lanjutkan pengobatan dosis
dengan 2 sediaan
atau lebih hasilnya pengobatan yang tersisa sampai seluruh
contoh uji dan
BTA positif sebelumnya dosis pengobatan terpenuhi
melanjutkan
≤ 5 bulan
pengobatan
sementara
menunggu Total dosis Kategori 1 :
hasilnya pengobatan 1. Lakukan pemeriksaan tes cepat
sebelumnya 2. Berikan kategori dua mulai dari
≥ 5 bulan awal. Jika tersedia TCM, tunggu
hasil pemeriksaan dengan
TCM sebelum diberikan OAT
Kategori 2. Jika sarana TCM
tidak memungkinkan segera
dilakukan, sementara menunggu
hasil pemeriksaan TCM pasien
dapat diberikan pengobatan
paduan OAT kategori 2.

Kategori 2 :
Lakukan pemeriksaan TCM TBC
atau dirujuk ke RS Rujukan TBC
MDR. Sementara menunggu hasil
pemeriksaan TCM pasien tidak
diberikan pengobatan paduan OAT.

Sumber: Permenkes nomor 67 tahun 2016

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 23


3. Pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih

tabel 1.13 Tindakan Pada Pasien Putus Berobat 2 Bulan atau Lebih (Loss To Follow-Up)2

Tindakan pertama Tindakan kedua

• Lacak pasien Apabila hasilnya BTA Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh
• Diskusikan negatif atau pada dokter tergantung pada kondisi klinis pasien, apabila:
dengan pasien awal pengobatan 1. Sudah ada perbaikan nyata: hentikan
untuk mencari adalah pasien pengobatan dan pasien tetap diobservasi.
faktor penyebab TBC ekstra paru Apabila kemudian terjadi perburukan kondisi
putus berobat klinis, pasien diminta untuk periksa kembali
• Periksa dahak atau
dengan 2 2. Belum ada perbaikan nyata: lanjutkan
sediaan contoh pengobatan dosis yang tersisa sampai
uji dan atau seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
TCM TBC
Apabila salah satu Kategori 1
• Hentikan
atau lebih hasilnya
pengobatan Dosis pengobatan Berikan pengobatan
BTA positif dan tidak
sementara sebelumnya <1 bln Kat. 1 mulai dari awal
ada bukti resistensi
menunggu Dosis pengobatan Berikan pengobatan
hasilnya sebelumnya Kat. 2 mulai dari awal
> 1 bln

Kategori 2

Dosis pengobatan Berikan pengobatan


sebelumnya < 1 bln Kat. 2 mulai dari awal

Dosis pengobatan Dirujuk ke layanan


sebelumnya > 1 bln spesialistik untuk
pemeriksaan lebih lanjut

Apabila salah satu Kategori 1 maupun Kategori 2 dirujuk


atau lebih hasilnya ke RS rujukan TBC MDR
BTA positif dan ada
bukti resistensi

Sumber: Permenkes nomor 67 tahun 2016

Pada Anak • Jika anak tidak minum obat < 2 minggu


Tata laksana pasien TBC anak yang berobat tidak di tahap intensif atau < 2 bulan di tahap
teratur: lanjutan dan menunjukkan gejala TBC,
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TBC lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.
merupakan penyebab kegagalan terapi dan
meningkatkan risiko terjadinya TBC resistan obat.
• Jika anak tidak minum obat > 2 minggu
di tahap intensif atau > 2 bulan di tahap
lanjutan dan menunjukkan gejala TBC,
ulangi pengobatan dari awal.

24 BAB 02 Pengelolaan Tuberkulosis


02 pengelolaan
tuberkulosis

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 25


Pemeriksaan Infeksi
TBC Laten
Tidak terdapat baku emas dalam mendiagnosis tes tersebut dapat menjadi pertimbangan
infeksi TBC laten. Tuberculin skin test (TST) atau klinisi. Hal yang perlu menjadi perhatian
interferon-gamma release assay (IGRA) dapat adalah TST dan IGRA tidak dapat digunakan
digunakan untuk memeriksa kemungkinan infeksi untuk mendiagnosis penyakit TBC aktif.17
TBC laten. Ketersediaan dan keterjangkauan dari

gambar 2.1 Algoritma Skrining Anak < 5 Tahun Dengan HIV Negatif
Yang Memiliki Kontak Serumah dengan Pasien TBC17

Tidak ada Terapi Jika muncul


Anak usia <5 tahun gejala pencegahan gejala
yang merupakan
kontak serumah Evaluasi
dengan pasien TBC
yang terkonfirmasi
TBC Paru Ada
gejala

Gejala TBC yang paling banyak muncul pada Pengobatan Pencegahan Penyakit TBC
anak meliputi batuk, demam, nafsu makan 1. Menurut WHO17
menurun, penurunan berat badan, lemah, Pengobatan pencegahan penyakit
kurangnya semangat bermain, dan penurunan TBC diberikan kepada:
aktivitas. Jika anak terdiagnosis TBC, maka • Balita kontak TBC BTA (+) dan
pengobatan TBC harus dimulai segera tidak didiagnosis TBC
sesuai dengan program TBC. Jika tidak ada • ODHA < 1 tahun kontak TBC BTA (+)
gejala, anak dapat dipertimbangkan untuk • ODHA > 1 tahun tanpa melihat status kontak TBC
mengikuti pengobatan pencegahan.17 • Pasien dialisis, penerima pengobatan anti-
TNF, penerima transplantasi organ

tabel 2.1 Rekomendasi dosis obat pengobatan pencegahan


penyakit TBC untuk anak <5 tahun dan dewasa ODHA17

Regimen obat Dosis per kg BB Dosis maksimum

Isoniazid saja, setiap hari Dewasa, 5 mg 300 mg


selama 6 atau 9 bulan Anak, 10 mg (kisaran, 7-15 mg)

Rifampicin saja, setiap Dewasa, 10 mg 600 mg


hari selama 3-4 bulan Anak, 15 mg (kisaran, 10-20 mg)

26 BAB 02 Pengelolaan Tuberkulosis


Regimen obat Dosis per kg BB Dosis maksimum

Isoniazid dan Rifampicin setiap Isoniazid: Isoniazid, 300 mg


hari selama 3-4 bulan Dewasa, 5 mg
Anak, 10 mg (kisaran 7-15 mg)
Rifampicin: Rifampicin,
Dewasa, 10 mg 600 mg
Anak, 15 mg (kisaran, 10-20 mg)

Rifapentin mingguan dan isoniazid Usia ≥ 12 tahun: Isoniazid: 15 mg Isoniazid, 900 mg


selama 3 bulan (12 dosis) Usia 2-11 tahun: Isoniazid: 25 mg
Rifapentin: Rifapentin, 900 mg
10,0-14,0 kg = 300 mg
14,1-25,0 kg = 450 mg
25,1-32,0 kg = 600 mg
32,1-50,0 kg = 750 mg
> 50 kg = 900 mg

2. Menurut Permenkes Nomor 67 tahun 2016 dosis maksimal 600 mg per hari, ditambah
• Pada ODHA Vitamin B6 25 mg per hari selama 6 bulan.2
Pemberian pengobatan pencegahan dengan • Pada balita dengan kontak erat
Isoniazid (PP INH) dapat diberikan pada ODHA PP-INH diberikan kepada anak umur
yang tidak terbukti TBC aktif dan tidak ada dibawah lima tahun (balita) yang
kontraindikasi terhadap INH. Dosis INH yang mempunyai kontak dengan pasien TBC
diberikan adalah 300 mg per hari dengan tetapi tidak terbukti sakit TBC.2

tabel 2.2 Tatalaksana Pada Kontak Anak2

Umur HIV Hasil Pemeriksaan Tata Laksana

Balita (+) / (-) ILTB PP INH

Balita (+) / (-) Terpajan PP INH

> 5 tahun (+) ILTB PP INH

> 5 tahun (+) Terpajan PP INH

> 5 tahun (-) ILTB Observasi

> 5 tahun (-) Terpajan Observasi

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 27


Tata laksana pada anak yang memiliki dengan menghambat DNA dependent RNA
riwayat kontak dengan pasien TBC polymerase pada mycobacteria.18 Pada
1) Dosis INH adalah 10 mg/kg BB/ pengobatan TBC laten, rifapentine harus
hari (maksimal 300 mg/hari). digunakan bersama dengan Isoniazid.19
2) Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya
pada waktu yang sama (pagi, siang, sore Reaksi yang mungkin muncul
atau malam) saat perut kosong (1 jam 1. Isoniazid: peningkatan konsentrasi enzim
sebelum makan atau 2 jam setelah makan). hati, neuropati perifer dan hepatotoksisitas
3) Lama pemberian PP INH adalah 6 2. Rifampisin, dan Rifapentine: reaksi
bulan (1 bulan = 28 hari pengobatan). kulit, reaksi hipersensitivitas, intoleransi
Bila dalam follow up timbul gejala gastrointestinal dan hepatotoksisitas.17
TBC, dan anak terbukti sakit TBC, PP 3. Rifapentine memiliki beberapa efek samping
INH dihentikan dan berikan OAT. yang mungkin muncul, di antaranya18,19:
4) Obat tetap diberikan sampai 6 • Ruam kulit, gatal
bulan, walaupun kasus indeks • Perubahan warna kulit, mulut dan cairan
meninggal, pindah atau BTA kasus tubuh (urin, saliva, air mata, keringat,
indeks sudah menjadi negatif. ASI) menjadi jingga-kemerahan
5) Dosis obat disesuaikan dengan • Diare
kenaikan BB setiap bulan. • Demam
6) Pengambilan obat dilakukan pada • Flu-like symptoms
saat kontrol setiap 1 bulan, dan • Penurunan leukosit dan eritrosit
dapat disesuaikan dengan jadwal • Gangguan liver
kontrol dari kasus indeks.
7) Pada pasien dengan gizi buruk atau Sebagian besar dari reaksi ini jarang terjadi,
infeksi HIV, diberikan vitamin B6 10 mg perhatian khusus harus diberikan untuk mencegah
untuk dosis INH ≤200 mg/hari, dan 2x10 hepatotoksisitas yang disebabkan oleh obat.
mg untuk dosis INH >200 mg/hari. Orang yang menerima pengobatan pencegahan
Orang tua atau anggota keluarga pasien harus dipantau secara rutin pada kunjungan
berperan sebagai pengawas minum obat. bulanan ke penyedia layanan kesehatan. Pasien
yang menerima perawatan harus disarankan
• Pengobatan pencegahan dengan untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan
Rifapentine dan Isoniazid jika mereka merasakan adanya gejala seperti
Saat ini telah terdapat pilihan pengobatan anoreksia, mual, muntah, ketidaknyamanan
pencegahan dengan Rifapentin dan perut, kelelahan, urin berwarna gelap, tinja
Isoniazid. Sebagai catatan, obat ini tidak pucat atau penyakit kuning.17
direkomendasikan penggunaannya pada
anak berusia < 2 tahun dan anak dengan
HIV AIDS dalam pengobatan ARV.2

Rifapentine adalah antibiotik rifamisin
dengan struktur dan aktivitas yang serupa
dengan rifampin dan rifabutin. Obat ini
memiliki half-life yang lebih panjang
dibandingkan rifampin dan rifabutin,
sehingga dapat diminum dengan dosis satu
atau dua kali seminggu. Rifapentine bekerja

28 BAB 02 Pengelolaan Tuberkulosis


TBC Paru
Pada Dewasa
Ketepatan diagnosis TBC penting dalam pengelolaaan saat ini masih tinggi, setiap orang yang datang
kasus. Keterlambatan dalam diagnosis TBC dapat ke fasyankes dengan gejala tersebut di atas
meningkatkan transmisi M. tuberculosis (M.tb) pada dapat terlebih dahulu dianggap sebagai
komunitas dan keparahan gejala pada pasien.Salah terduga TBC, dan perlu dilakukan pemeriksaan
satu penyebab keterlambatan diagnosis adalah dahak secara mikroskopis langsung.2
“provider delay”, di antaranya ketika dokter/petugas • Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan
kesehatan tidak mencurigai pasien menderita TBC. pemeriksaan pada orang dengan faktor
Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan risiko, seperti: kontak erat dengan pasien
kesadaran dokter/petugas kesehatan mengenai TBC, pasien dengan HIV dan komorbid
risiko dan gejala TBC agar pasien untuk memperoleh lainnya seperti diabetes, tinggal di daerah
diagnosis dan pengobatan TBC secara dini.3 padat penduduk, wilayah kumuh, daerah
pengungsian, lapas/rutan dan orang yang
Sebelum merekomendasikan pemeriksaan diagnostik, bekerja dengan bahan kimia yang berisiko
kecurigaan klinis ke arah TBC dapat muncul dari: (1) menimbulkan paparan infeksi paru.2,3
adanya keluhan klinis TBC; (2) pemeriksaan radiologi
sugestif TBC; (3) adanya komorbid dan kondisi 2. Pemeriksaan Laboratorium
epidemiologi yang meningkatkan risiko terkena TBC.3 Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis
Diagnosis TBC ditetapkan berdasarkan keluhan, TBC pada dewasa meliputi2:
hasil anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan • Pemeriksaan Bakteriologi
labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.2 1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekular (TCM) TBC
1. Keluhan dan hasil anamnesis meliputi2: 3) Pemeriksaan biakan
Gejala organik: • Pemeriksaan Penunjang Lainnya
• Batuk, khususnya bila dirasakan 2 minggu 1) Pemeriksaan foto toraks
atau lebih, dapat disertai darah (hemoptysis). 2) Pemeriksaan histopalogi pada kasus
• Sesak napas yang dicurigai TBC ekstraparu
Gejala sistemik: • Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
• Demam Tujuan dari pemeriksaan uji kepekaan obat
• Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik adalah untuk mengetahui ada tidaknya
• Nafsu makan menurun resistensi terhadap OAT. Uji kepekaan
• Berat badan menurun harus dilakukan di laboratorium yang
• Malaise, badan lemas telah lulus uji pemantapan mutu/Quality
Catatan: Assurance (QA), dan mendapatkan sertifikat
• Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering nasional maupun internasional.
kali bukan merupakan gejala TBC yang • Pemeriksaan serologis
khas, sehingga gejala batuk tidak harus Pemeriksaan serologis tidak direkomendasi
selalu selama 2 minggu atau lebih.2 untuk diagnosis pasien TBC
• Gejala-gejala di atas dapat dijumpai pada *dijelaskan dalam prinsip diagnosis TBC
penyakit paru selain TBC, seperti bronkiektasis,
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain- Alur diagnosis TBC pada pasien dewasa dijelaskan
lain. Mengingat prevalensi TBC di Indonesia dalam gambar 2.2.

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 29


Foto toraks

gambar 2.2 Alur Diagnosis TBC Dewasa


Abnormal Normal

Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan


hanya berdasarkan pemeriksaan foto
Sugestif TBC Tidak sugestif TBC
toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang spesifik
pada TBC paru, yang dapat menyebabkan
overdiagnosis atau underdiagnosis. BTA/TCM
Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa
harus ditegakkan terlebih dahulu dengan
pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan
foto toraks dapat digunakan untuk Positif Negatif
penegakkan diagnosis TBC, namun
pemantauan pengobatan tetap dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskopis.2

EValuasi klinis
sesuai indikasi

30 BAB 02 Pengelolaan Tuberkulosis


Gejala klinis
terduga TBC

BTA 2 kali
TCM
pemerikasaan

Hasil negatif Hasil positif pada dua MTB (+),


atau satu sampel Rif sensitive

MTB (+),
Foto toraks Rif indeterminate

MTB indeterminate
Tidak sugestif TBC Sugestif TBC

MTB (-)

MTB (+),
Rif resistant

TBC TBC Ikuti alur Ulangi


Rujuk
terkonfirmasi terkonfirmasi BTA (-) pemeriksaan
klinis bakteriologis TCM

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 31


TBC Paru
Pada Anak
Gejala klinis dapat berupa gejala sistemik/umum anak terutama dilakukan pada anak berusia
atau sesuai organ terkait. Gejala klinis TBC pada > 5 tahun, HIV positif, dan gambaran paru
anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat luas. Cara mendapatkan sputum pada anak
disebabkan pada pelbagai penyakit selain TBC. selain dengan berdahak dapat dilakukan
1. Tanda dan gejala klinis dengan bilas lambung dan induksi sputum.
Gejala sistemik/umum9
• Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 Pemeriksaan bakteriologis untuk TBC di
bulan atau terjadi gagal tumbuh meskipun antaranya adalah pemeriksaan mikroskopik
telah diberikan upaya perbaikan gizi BTA sputum atau spesimen lain, tes cepat
yang baik dalam waktu 1-2 bulan. molekuler (TCM) dan pemeriksaan biakan.
• Demam lama (≥2 minggu) dan/atau
berulang tanpa sebab yang jelas. Pemeriksaan Penunjang9
• Batuk lama ≥2 minggu. Beberapa pemeriksaan lain yang
• Lesu atau malaise. dapat dilakukan untuk membantu
Gejala-gejala tersebut menetap walau menegakkan diagnosis TBC pada anak:
sudah diberikan terapi yang adekuat. • Uji Tuberkulin
Gejala spesifik terkait organ9 Uji Tuberkulin bermanfaat membantu
• Pembesaran kelenjar getah bening menegakkan diagnosis TBC pada
(KGB) tidak nyeri, konsistensi kenyal, anak, khususnya jika riwayat kontak
multipel dan kadang saling melekat dengan pasien TBC tidak jelas. Uji
(konfluens) pada tuberkulosis kelenjar. tuberkulin tidak bisa membedakan
• Gejala-gejala meningitis (demam, sakit infeksi TBC dengan sakit TBC.
kepala, kejang dan penurunan kesadaran) • Foto Toraks
pada tuberkulosis meningitis. Foto toraks merupakan pemeriksaan
• Penonjolan tulang belakang (gibbus) penunjang untuk menegakkan
pada tuberkulosis spondilitis. diagnosis TBC anak. Namun gambaran
• Pincang, gangguan berjalan, atau foto toraks pada TBC tidak khas
tanda peradangan di daerah panggul kecuali gambaran TBC milier.
pada tuberkulosis koksitis. • Pemeriksaan Histopatologi
• Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa (Patologi Anatomi)
sebab yang jelas pada tuberkulosis gonitis. Pemeriksaan patologi anatomi akan
• Adanya ulkus disertai dengan jembatan menunjukan gambaran granuloma
kulit antar tepi ulkus (skin bridge) dengan nekrosis perkijuan di tengahnya
dan dapat pula ditemukan gambaran
sel datia langhans atau kuman TBC.
2. Pemeriksaan untuk Diagnosis TBC anak
Pemeriksaan Bateriologis9 3. Sistem skoring
Pemeriksaan bakteriologis adalah Sistem skoring anak dijelaskan pada tabel 2.3
pemeriksaan yang penting untuk
menentukan diagnosis TBC baik pada anak
maupun dewasa. Pemeriksaan sputum pada

32 BAB 02 Pengelolaan Tuberkulosis


tabel 2.3 Sistem Skoring TBC Anak2

Parameter 0 1 2 3 Skor

Laporan
keluarga,
Kontak TBC Tidak jelas - BTA (-)/BTA BTA (+)
tidak jelas/
tidak tahu

Positif (≥10
mm atau
Uji tuberkulin
Negatif - - ≥5 mm
(Mantoux)
pada imuno
kompromais)

Klinis gizi
Berat Badan/ BB/TB<90% atau buruk atau BB/
- -
Keadaan Gizi BB/U<80% TB<70% atau
BB/U<60%

Demam yang
tidak diketahui - ≥2 minggu - -
penyebabnya

Batuk kronik - ≥3 minggu - -

Pembesaran
≥1 cm, lebih
kelenjar
- dari 1 KGB, - -
limfekolli,
tidak nyeri
aksila, inguinal

Pembengkakan
tulang/sendi Ada
- - -
panggul, pembengkakan
lutut, falang

Gambaran
Normal/
sugestif
Foto toraks kelainan - -
(mendukung)
tidak jelas
TBC

Skor Total

Sumber: Permenkes No. 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis

Observasi persistensi gejala selama 2 minggu pemeriksaan lebih lengkap. Pada kondisi tertentu
dilakukan jika anak bergejala namun tidak di mana rujukan tidak memungkinkan, dapat
ditemukan cukup bukti adanya penyakit TBC. dilakukan penilaian klinis untuk menentukan
Jika gejala menetap, maka anak dirujuk untuk diagnosis TBC anak.2

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 33


gambar 2.3 Alur diagnosis TBC pada anak9

Anak dengan satu atau lebih gejala khas TBC

• Batuk ≥ 2 minggu • BB turun atau tidak


• Demam ≥ 2 minggu naik dalam 2 bulan
• Malaise ≥ 2 minggu sebelumnya

Gejala-gejala tersebut menetap walau


sudah diberikan terapi yang adekuat

Pemeriksaan mikroskopis/tes cepat


molekuler (TCM) TBC

Positif Negatif Spesimen tidak dapat

Ada akses foto rontgen Tidak ada akses foto


toraks dan/atau uji rontgen toraks dan/atau
tuberkulin *) uji tuberkulin *)

Skoring Ada kontak Tidak ada/tidak jelas kontak


sistem TBC paru pasien TBC paru **)

Skor ≥ 6 Skor < 6

Uji tuberkulin (+) dan/atau ada Uji tuberkulin (-) dan tidak ada
kontak TBC paru **) kontak TBC paru **)

TBC anak terkonfirmasi TBC anak


Observasi gejala selama 2 minggu
bakteriologis klinis

Menetap Menghilang
Terapi OAT ***)

Keterangan: Bukan TBC


* Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum
** Kontak TBC paru dewasa dan kontak TBC paru anak terkonfirmasi bakteriologis
*** Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak ada respon dengan pengobatan
adekuat, evaluasi ulang diagnosis TBC adanya komorbiditas atau rujuk

34 BAB 02 Pengelolaan Tuberkulosis


5. Pengobatan Ulang TBC Pada Anak hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil
Anak yang pernah mendapat pengobatan positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus
TBC, apabila datang kembali dengan keluhan kambuh. Pada pasien TBC anak yang pernah
gejala TBC, perlu dievaluasi diagnosis, dosis mendapat pengobatan TBC, tidak dianjurkan
dan kepatuhan minum obat. Evaluasi dapat untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.9
dilakukan dengan pemeriksaan dahak. Apabila

TBC Ekstraparu
1. Gejala Klinis 2. Pemeriksaan Penunjang
Gejala dan keluhan pada TBC ekstraparu Spesimen untuk diagnosis TBC ekstraparu
tergantung organ yang terkena, misalnya kaku seharusnya diambil dan diperiksa
kuduk pada meningitis TBC, nyeri dada pada secara mikrobiologi dan histopatologi
TBC pleura (pleuritis), sesak akibat tamponade bila memungkinkan.7 Pemeriksaan
pada TBC perikard (perikarditis), pembesaran dahak atau skrining lain untuk TBC paru
kelenjar limfe superfisial pada limfadenitis disarankan untuk dilakukan pada semua
TBC serta deformitas tulang belakang (gibbus) pasien dengan TBC ekstraparu.
pada spondylitis TBC, dan sebagainya.7

TBC Resisten Obat


TBC resisten obat (TBC-RO) merupakan memiliki risiko tinggi adanya kemungkinan
konsekuensi pemberian regimen OAT yang resistensi terhadap OAT adalah mereka yang
sub-optimal dan pengobatan yang tidak tuntas. memiliki satu atau lebih riwayat dibawah ini:
Kesalahan yang dapat menyebabkan resistensi 1) Pasien TBC gagal pengobatan Kategori 2.
obat meliputi: kegagalan dalam menyediakan 2) Pasien TBC pengobatan Kategori 2 yang
dukungan pengobatan yang efektif dan tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan.
memastikan kepatuhan pasien; regimen OAT yang 3) Pasien TBC yang mempunyai riwayat
tidak memadai; menambahkan satu obat baru pengobatan TBC yang tidak standar serta
pada regimen yang gagal; dan kegagalan dalam menggunakan kuinolon dan obat injeksi
mengenali resistensi obat yang terjadi. Selain lini kedua paling sedikit selama 1 bulan.
itu, TBC-RO juga dapat terjadi pada pasien baru 4) Pasien TBC gagal pengobatan Kategori 1.
yang terpapar organisme M.tb yang resisten di 5) Pasien TBC pengobatan Kategori 1 yang
komunitas.3 tidak konversi setelah 2 bulan pengobatan.
6) Pasien TBC kasus kambuh (relaps) dengan
1. Terduga TBC RO pengobatan OAT Kategori 1 dan Kategori 2.
Penilaian kemungkinan adanya resistensi 7) Pasien TBC yang kembali setelah loss
obat harus dilakukan pada seluruh pasien to follow-up (lalai berobat/default).
TBC RO berdasarkan riwayat pengobatan 8) Terduga TBC yang mempunyai riwayat
TBC sebelumnya, riwayat kontak dengan kontak erat dengan pasien TBC-RO,
kasus TBC-RO dan prevalensi TBC-RO pada 9) Pasien ko-infeksi TBC-HIV yang tidak
komunitas (bila diketahui).3 Pasien TBC yang respons secara bakteriologis maupun

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 35


klinis terhadap pemberian OAT (bila TBC dan Line Probe Assay (LPA). Sedangkan
pada penegakkan diagnosis awal metode konvensional yang digunakan
tidak menggunakan TCM TBC). adalah Lowenstein Jensen (LJ) dan MGIT.2

2. Diagnosis TBC-RO 3. Pasien dengan 9 tanda terduga TBC RO


Diagnosis TBC-RO ditegakkan berdasarkan Pasien dengan 9 tanda terduga TBC RO
pemeriksaan uji kepekaan M. Tuberculosis disarankan untuk dikirimkan ke fasilitas
menggunakan metode standar yang tersedia kesehatan yang menyediakan pelayanan
di Indonesia yaitu metode pemeriksaan TBC RO untuk pemeriksaan TCM dan
molekular dan metode konvensional. Saat pengobatan selanjutnya. Bila tidak
ini metode tes cepat yang dapat digunakan terbukti adanya TBC RO, pasien bisa
adalah pemeriksaan molekular dengan TCM dikelola di klinik dokter praktik swasta.

catata n

36 BAB 02 Pengelolaan Tuberkulosis


03 rujukan

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 37


Rujukan
Diagnostik
Dokter perlu memfasilitasi pemilihan Pemilihan tempat pemeriksaan diagnostik
pemeriksaan diagnostik yang sesuai standar perlu disesuaikan dengan kemampuan dan
serta mudah dijangkau oleh pasien untuk harapan pasien. Alur rujukan pemeriksaan
dapat menegakkan diagnosis TBC secara tepat. diagnostik dijelaskan dalam gambar 3.1.

gambar 3.1 Alur Rujukan Pertama Diagnosis TBC

Pasien dengan gejala klinis TBC

Dokter Praktik Swasta

Pasien baru Pasien kambuh

Foto toraks BTA TCM

Rumah Rumah Rumah


Lab 1 Puskesmas2 Lab1 Puskesmas3 Lab3
Sakit Sakit Sakit3

Keterangan:
* Daftar laboratorium dapat merujuk pada lampiran 6
** Daftar Puskesmas dapat merujuk pada pada lampiran 7
*** Daftar Fasilitas kesehatan dapat merujuk pada pada lampiran 8
Selain diperiksa TCM, pemeriksaan lain seperti foto thoraks perlu
dilakukan pada pasien kambuh sesuai dengan indikasi.

Sistem Informasi TReking Untuk


tranSporTasi (SITRUST) SITRUST atau Sistem Informasi TReking Untuk
Tes Cepat Molekular (TCM) merupakan tranSporTasi spesimen merupakan sistem
pemeriksaan yang direkomendasikan WHO, informasi pengiriman spesimen dahak yang
terutama bagi terduga TBC Resisten Obat. terintegrasi dengan sebuah aplikasi. SITRUST
SITRUST merupakan salah satu inovasi yang dapat memantau pergerakan pengiriman
memungkinkan fasilitas kesehatan primer dapat spesimen dimulai dari pemesanan (order) oleh
mengakses TCM dengan merujuk pasien ke faskes pengirim, penjemputan dan pengiriman
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.20 oleh kurir, serta konfirmasi penerimaan dan

38 BAB 03 Rujukan
umpan balik (feedback) oleh faskes penerima.20 internal (staf faskes) maupun kurir eksternal (kerja
sama dengan layanan jasa pengiriman; contoh:
Faskes pengirim adalah faskes yang tidak memiliki PT. Pos).19 Faskes yang tidak memiliki akses
mesin TCM namun mampu memberikan layanan SITRUST dapat melakukan rujukan pemeriksaan
pengobatan pasien TBC-RO.19 Faskes pengirim ke Faskes Pengirim yang terdaftar. Faskes
di Kota Bandung meliputi Puskesmas, sebagian penerima terkait akan menindaklanjuti rujukan
RS dan dua Klinik di Kota Bandung, yaitu Klinik sesuai dengan prosedur yang berlaku.20
Asri Husada dan Klinik Sehati. Faskes penerima
merupakan faskes yang memiliki mesin TCM.
Sedangkan, kurir dapat menggunakan kurir

Rujukan
Pengobatan
Alur rujukan pengobatan pasien TBC dijelaskan
dalam gambar 3.2.

gambar 3.2 Alur Rujukan Pengobatan TBC

Kasus TBC
Baru

Laporkan ke
eN-TB

Catat dan
Rujuk Obati sendiri laporkan ke
Puskesmas

Klinik atau Rumah Obat di klinik Obat dari Obat dari


Puskesmas
Dokter Spesialis Sakit sendiri apotek luar Puskesmas

Monitoring bulan
2, 3, dan 5

Dokter praktik swasta bisa merujuk pasien pelaporan kasus TBC. Harapan dan kebutuhan
atau mengobati di fasilitas kesehatan pasien perlu menjadi pertimbangan dalam
tempat praktik dengan memperhatikan memilih tempat pengobatan pasien TBC.
ketersediaan OAT serta pencatatan dan

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 39


Biaya
Pengobatan
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan tersebut. Berdasarkan hasil survei, terdapat 56
Surat Keputusan Nomor 1190/Menkes/ apotek yang menjual OAT. Dalam bentuk obat
SK/2004 tentang Pemberian Gratis Obat Anti lepasan, tidak semua apotek menyediakan
Tuberkulosis (OAT) dan Obat Anti Retro Viral regimen OAT Kategori I secara lengkap; sebagian
(ARV) untuk HIV/AIDS. Direktorat TBC Dirjen besar hanya menjual Rifampisin. Berdasarkan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit survei kami, terdapat 4 apotek yang menyediakan
bekerjasama dengan Dirjen Farmasi dan Alat regimen OAT Kategori I secara lengkap.
Kesehatan mengalokasikan biaya pembelian
obat program TBC, sehingga obat program Kami menghitung simulasi biaya OAT yang perlu
diberikan secara gratis kepada pasien TBC. dikeluarkan selama pengobatan 6 bulan oleh
pasien TBC apabila membeli obat di apotek
Kami melakukan survei pada 149 apotek yang swasta, baik dengan FDC (tabel 3.1 dan tabel 3.3)
berada di 18 wilayah puskesmas di Kota Bandung ataupun obat lepasan (tabel 3.2 dan tabel 3.4).
dan mencatat ketersediaan OAT di apotek

tabel 3.1 Simulasi Biaya Pengobatan 6 Bulan OAT pada Dewasa dengan FDC per Rentang Berat Badan

Total Biaya Obat


Berat Badan
Min (Rp) Maks (Rp)

30 – 37 kg 1.564.000 1.632.816

38 – 54 kg 2.346.000 2.449.224

55 – 70 kg 3.128.000 3.265.632

≥ 71 kg 3.910.000 4.082.040
* Berdasarkan hasil survei per Januari 2020

tabel 3.2 Simulasi Biaya Pengobatan 6 Bulan OAT pada Dewasa (BB=50 kg) dengan Obat Lepasan

Biaya pada Dosis Harian (Rp) Biaya pada Dosis Intermiten (Rp)
Inisial Apotek Fase Fase Fase Fase
Total Total
Intensif Lanjutan Intensif Lanjutan

A 260.876 280.784 541.660 260.876 131.760 392.236

B 288.400 280.000 568.400 288.400 134.400 422.800

C 278.600 313.600 592.200 278.600 148.800 427.400

D 392.000 268.800 660.800 392.000 134.400 526.400


* Berdasarkan hasil survei per Januari 2020

40 BAB 03 Rujukan
OAT yang disediakan gratis oleh pemerintah di harian yang dibeli sendiri di apotek swasta,
puskesmas/fasilitas kesehatan DOTS lainnya dokter perlu mempertimbangkan kemampuan
masih menggunakan dosis intermiten. Apabila pasien dalam membayar biaya yang diperlukan.
dokter hendak memberikan OAT dengan dosis

tabel 3.3 Simulasi Biaya Pengobatan 6 Bulan OAT pada Anak dengan FDC Berdasarkan Berat Badan

Total Biaya Obat (Rp)


Berat Badan
Minimum Maksimum

5–7 770.000 1.335.264

8 – 11 1.540.000 2.670.528

12 – 16 2.310.000 4.005.792

17 – 22 3.080.000 5.341.056

23 – 30 3.850.000 6.676.320

* Berdasarkan hasil survei per Januari 2020

tabel 3.4 Simulasi Biaya Pengobatan 6 Bulan OAT


pada Anak (BB=25 kg) dengan Obat Lepasan

Apotek Total Biaya Obat (Rp)

A 489.496

B 492.800

C 492.800

* Berdasarkan hasil survei per Januari 2020

Obat kombipak tidak tersedia di apotek dan tidak anak dengan BTA negatif menggunakan paduan
lagi digunakan di rumah sakit dan puskesmas saat Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid pada
ini. Pemberian 4 macam OAT pada fase intensif fase inisial 2 bulan pertama, diikuti Rifampisin
hanya diberikan kepada anak dengan BTA positif, dan Isoniazid pada 4 bulan fase lanjutan.
TBC berat dan TBC tipe dewasa. Pada TBC pada

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 41


catata n

42 BAB 03 Rujukan
04 pencatatan dan
pelaporan

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 43


Dasar Hukum Pencatatan
dan Pelaporan TBC
TBC adalah penyakit menular yang wajib Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis
dilaporkan. Setiap fasilitas kesehatan yang (International Standards for Tuberculosis Care/
memberikan pelayanan TBC wajib mencatat dan ISTC) juga mengatur terkait pencatatan dan
melaporkan kasus TBC yang ditemukan dan/ pelaporan TBC pada standar 21, yaitu “Semua
atau diobati sesuai dengan format pencatatan petugas harus melaporkan semua kasus TBC
dan pelaporan yang ditentukan. Pelanggaran (kasus baru maupun pengobatan ulang) dan hasil
atas kewajiban ini bisa mengakibatkan sanksi pengobatannya ke Dinas Kesehatan setempat
administratif sampai pencabutan izin operasional sesuai dengan ketentuan hukum dan kebijakan
fasilitas kesehatan yang bersangkutan sesuai yang berlaku”. Dasar pencatatan dan pelaporan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. juga terdapat pada komponen strategi DOTS yang
Hal terkait pencatatan dan pelaporan merupakan ke-5 yaitu pencatatan dan pelaporan yang baku.3
salah satu komponen monitoring dan evaluasi
TBC dalam Permenkes Nomor 67 Tahun 2016.2

Pentingnya Pencatatan
dan Pelaporan TBC
Salah satu komponen penting dalam TBC, termasuk memperkirakan jumlah
penanggulangan TBC dan kontrol penyakit kasus dan terkait sumber daya, obat-
adalah pencatatan dan pelaporan. Data obatan dan persediaan laboratorium
pencatatan dan pelaporan diperlukan untuk21: 4. Menganalisis keberhasilan pengobatan
1. Memantau tren epidemik TBC
2. Memantau perkembangan pengobatan dan Ketika data berkualitas tinggi tersedia,
memastikan kesinambungan pengobatan keberhasilan dapat didokumentasikan dan
jika pasien dirujuk antar fasilitas kesehatan tindakan perbaikan dapat dilakukan untuk
3. Merencanakan, mengimplementasikan mengatasi masalah yang teridentifikasi.21
dan mengevaluasi program pengendalian

Formulir Pencatatan
dan Pelaporan TBC
1. Standar pencatatan dan pelaporan TBC saat pengobatan dan dirangkum dalam
Sistem pencatatan dan pelaporan TBC registermedis. Sistem pencatatan (registrasi
adalah bagian dari sistem informasi pasien) dan pelaporan digunakan secara
kesehatan umum yang pada prinsipnya sistematis untuk mengevaluasi kemajuan
terdiri dari formulir pasien yang diisi pasien dan hasil pengobatan.22

44 BAB 04 Pencatatan dan Pelaporan


2. Sistem pencatatan • Formulir TB.03:
Sistem pencatatan (registrasi pasien) Register TBC di fasilitas kesehatan
pada prinsipnya terdiri dari22: • Formulir TB.04:
• Register laboratorium, yang mencatat Register laboratorium TBC untuk
semua pasien bergejala yang telah mikroskopis & tes cepat
melakukan pemeriksaan dahak. • Formulir TB.05:
• Kartu perawatan pasien, yang Permohonan pemeriksaan bakteriologis
merinci asupan rutin obat-obatan • Formulir TB.06:
dan pemeriksaan tindak lanjut. Terduga TBC
• Register TBC, yang mendaftar setiap pasien • Formulir TB.09:
yang memulai pengobatan dan memantau Formulir rujukan/pindah pasien TBC
kemajuan menuju penyembuhan. • Formulir TB.10:
Beberapa fasilitas membutuhkan register Hasil akhir pengobatan pasien TBC pindahan
tambahan, mis. untuk suspek TBC dan rujukan • Formulir TB.14:
yang disesuaikan dengan kebutuhan.22 Laporan pengembangan ketenangan program
3. Sistem pelaporan penanggulangan TBC fasilitas kesehatan
Sistem pelaporan pada prinsipnya terdiri dari22: • Formulir TB.15:
• Laporan triwulanan tentang daftar kasus Pelacakan kontak anak
TBC, yang merangkum jumlah pasien • Formulir TB.16:
TBC yang memulai pengobatan, hasil Register kontak TBC
tes laboratorium,dan hasil tes HIV.
• Laporan triwulanan, yang merinci hasil Formulir pencatatan dan pelaporan TBC
pengobatan setelah semua pasien tersebut dapat diunduh melalui:
menyelesaikan program pengobatannya.22
4. Formulir pencatatan dan pelaporan kasus TBC
Berdasarkan Permenkes Nomor 67 Tahun 2016,
terdapat sejumlah formulir baku pencatatan
dan pelaporan kasus TBC, meliputi2:
• Formulir TB.01:
Kartu pengobatan pasien TBC
• Formulir TB.01 P:
Kartu pengobatan pencegahan TBC https://bit.ly/formulirTB1-16
• Formulir TB.02:
Kartu identitas pasien

Pencatatan dan Pelaporan TBC


Melalui Sistem Elektronik
1. Aplikasi Elektronik Notifikasi Tuberkulosis Dokter Praktik Mandiri (DPM) dalam mencatat
eN-TB (Electronic Notification for Tuberculosis) dan melaporkan penemuan terduga TBC dan
merupakan aplikasi berbasis Android dan IOS pasien TBC secara digital. Aplikasi e-NTB ini
yang termasuk dalam kerangka penelitian memuat beberapa fitur yang memudahkan
INSTEP2 yang bertujuan untuk memudahkan Dokter untuk melihat informasi mengenai

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 45


terduga TBC dan pasien TBC, baik yang dirujuk Puskesmas atau yang masih tertunda.
ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain maupun • Mengirimkan SMS notifikasi secara
yang ditangani sendiri. Penggunaan aplikasi otomatis ke pasien yang menginformasikan
ini sebagai sarana pencatatan dan pelaporan bahwa data pasien tercatat di database
kasus TBC disamping penggunaan formulir penelitian dan dilaporkan ke Puskesmas.
baku pencatatan dan pelaporan kasus TBC yang
sesuai program Penanggulangan TBC Nasional. Aplikasi ini tidak terbatas pada wilayah kerja
puskesmas tertentu dan tanpa melalui proses
2. Fitur yang ada dalam aplikasi verifikasi oleh puskesmas. ID Dokter sudah
Elektronik Notifikasi Tuberkulosis ditentukan oleh tim Penelitian dan apabila
• Mencatat dan melaporkan pasien terduga dikemudian hari ada perubahan data terhadap
TBC dan terdiagnosis TBC ke Puskesmas isian atau ID Dokter maka tim peneliti yang
yang sesuai tanpa ada batasan kewilayahan. akan melakukan tindaklanjut. Data yang
• Mencatat dan menyimpan identitas pasien telah dimasukan pada aplikasi ini belum
dengan foto kartu identitas pasien (mis: terintegrasi dengan Sistem Pencatatan dan
KTP, SIM) atau dengan mengisi formulir Pelaporan TBC Nasional, tetapi data tersebut
identitas pasien secara manual. akan masuk ke sistem pencatatan berbasis
• Menyediakan tampilan daftar pasien web yang sedang kami kembangkan.
yang telah dicatat dan dilaporkan ke

catata n

46 BAB 04 Pencatatan dan Pelaporan


05
komunikasi
dan promosi
kesehatan

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 47


Pentingnya Komunikasi Efektif
Antara Dokter dan Pasien
Keterampilan komunikasi memiliki peran 4. Memahami secara jelas mengenai kebutuhan
penting dalam pelayanan kesehatan yang ataupun masalah medis pasien
efektif.23 Kemampuan komunikasi yang 5. Mempengaruhi pasien untuk melakukan
baik yang dimiliki seorang dokter dapat hidup sehat atau perubahan gaya hidup.
membantu dokter menegakkan diagnosis
yang akurat dan memberikan respon Banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari
yang tepat, serta meningkatkan kepuasan komunikasi efektif dapat juga secara signifikan
pasien.24 Selain itu, dokter yang memiliki mengurangi biaya pengobatan yang harus
kemampuan komunikasi efektif juga25: dikeluarkan pasien.26 Oleh karenanya, penting
1. Mampu untuk dapat berinteraksi bagi dokter untuk dapat mengembangkan
dengan pasien “sulit/unik” kemampuan dan keterampilannya dalam
2. Mampu menyajikan diagnosis dan/ melakukan komunikasi efektif.
atau pilihan pengobatan secara jelas
3. Meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap obat atau perawatan

Cara Melakukan
Komunikasi Efektif
Komunikasi memiliki arti yang luas, bukan 1. Menilai pengetahuan pasien
hanya sekedar menyampaikan informasi. Dokter perlu mengetahui apa yang sudah
Komunikasi secara harfiah berarti memberi diketahui pasien mengenai TBC sebelum
dan menerima informasi, yaitu sebuah proses memberikan informasi. Pasien seringkali
pertukaran informasi antara satu orang dengan telah memperoleh informasi dari petugas
orang lainnya.23 Oleh karena itu, keahlian kesehatan atau sumber lainnya yang mungkin
khusus diperlukan untuk mengimplementasikan berbeda dan menyebabkan kebingungan
komunikasi yang baik. Keterampilan komunikasi ketika dokter menyampaikan informasi
termasuk mendengarkan secara aktif, bertanya, baru. Ajukan pertanyaan mengenai hal
menyampaikan informasi, dan mendorong pasien yang apa yang diketahui pasien dan biarkan
untuk mau berbicara.27 Dalam berkomunikasi pasien menjawabnya. Sebisa mungkin
dengan pasien tentang TBC, berikut beberapa ajukan pertanyaan terbuka. Namun,
langkah yang dapat dilakukan oleh dokter Dokter juga dapat memberikan pertanyaan
untuk melakukan komunikasi efektif28: tertutup pada pasien, jika diperlukan.28

tabel 5.1 Menilai Pengetahuan Pasien

Kalimat yang sebaiknya dihindari Kalimat yang dapat digunakan

“Ibu/Bapak tau TBC, ngga?” “Ibu/Bapak apakah sudah pernah mendengar atau
mencari tahu tentang Tuberkulosis atau TBC?”

48 BAB 05 Komunikasi dan Promosi Kesehatan


2. Gunakan bahasa sederhana dua arah, baik pasien maupun petugas
Berikan informasi secara jelas dengan kesehatan. Penting juga menyampaikan
bahasa sederhana yang dapat dipahami informasi tanpa menutup-nutupi
oleh pasien.28 Informasi sebaiknya diagnosis ataupun keadaan pasien
disampaikan secara perlahan dan tidak sebenarnya, seperti dengan tidak
tergesa-gesa, sehingga memberika pasien memberikan istilah yang tidak sesuai
waktu untuk menerima informasi baru. (seperti mengganti istilah TBC dengan flek
Komunikasi yang diselingi dengan jeda paru, sakit paru, dan sebagainya), dengan
juga dapat memberikan pemaham dari tetap memperhatikan etika yang sesuai.

tabel 5.2 Menyampaikan Hasil Diagnosis

Kalimat yang sebaiknya dihindari Kalimat yang dapat digunakan

“Ibu/bapak menderita TBC pulmonary


sputum positif/bronchitis” “Hasil pemeriksaan (dahak/foto ronsen/
laboratorium) menunjukkan Ibu/bapak sakit
“Hasil pemeriksaan menunjukkan Ibu/ Tuberkulosis atau biasa disingkat TBC”
Bapak sakit flek paru/paru-paru basah”

“Ibu/Bapak, ini sputumnya masih “Ibu/Bapak, berdasarkan hasil pemeriksaan dahak


positif, besok periksa TCM ya” masih ada kuman TBC, jadi saya mau merujuk Ibu
tabel 5.1 Menilai Pengetahuan Pasien untuk pemeriksaan dahak lagi untuk mengecek
apakah kumannya masih bisa diobati dengan obat
sekarang atau sudah kebal dan harus ganti obat”

3. Komunikasi non-verbal tidak sabar dan tidak ada minat terhadap


Bahasa tubuh dan ekspresi wajah sangat pasien. Hal tersebut dapat membuat
penting agar pasien dapat memahami pasien merasa tidak penting, meskipun
maksud dokter. Dokter yang terburu-buru dokter mengatakan sebaliknya. Tindakan
memasuki ruangan, mencatat dengan non verbal harus diperhatikan karena
cepat, dan memalingkan wajah saat dapat meninggalkan kesan bagi pasien.28
pasien berbicara, akan memberikan kesan

tabel 5.3 Penyampaian nonverbal yang baik

Tindakan yang sebaiknya dihindari Tindakan yang dapat dilakukan

Memalingkan wajah saat berbicara,


Menatap wajah pasien ketika pasien
berbicara sambil menulis/
berbicara, memperhatikan pasien
melakukan aktivitas lainnya

Menyilangkan kaki dan tangan, Posisi kaki dan tangan tidak menyilang,
berbicara sambil bersandar badan condong kearah lawan bicara

Duduk di bangku yang lebih tinggi Memposisikan diri sejajar dengan lawan bicara

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 49


4. Mendorong pasien bertanya yang tidak berpendidikan, merasa
Pastikan pasien merasa cukup nyaman gelisah dan ingin meninggalkan fasilitas
untuk bertanya. Setelah memberikan kesehatan dengan tergesa-gesa, atau
instruksi dan penjelasan, cobalah mungkin memerlukan keberanian untuk
berhenti sejenak dan bertanya, “Apakah bertanya. Jika pasien bertanya, berikan
Anda memiliki pertanyaan?”. Perlu pujian dan berikan jawaban dengan
diperhatikan bahwa pasien mungkin baik dan tepat.28 Sebagai contoh:
malu dan khawatir tentang penampilan

tabel 5.4 Mendorong Pasien untuk Bertanya

Kalimat yang sebaiknya dihindari Kalimat yang dapat digunakan

“Ibu/Bapak sudah ngerti kan,


“Apakah Ibu/Bapak punya pertanyaan?”
ya? Saya ada pasien lagi”

“Ibu/Bapak sudah tau yah “Ibu/Bapak, apakah ada pertanyaan


cara minum obatnya? ” tentang cara minum obatnya?”

5. Berikan pertanyaan untuk merupakan pengertian dari pertanyaan


mengecek pengetahuan pasien pengecekan. Pertanyaan ini diberikan
Pertanyaan yang diberikan untuk untuk memastikan pasien memahami
melihat apakah seseorang telah informasi yang telah diberikan.28
memahami yang telah disampaikan

tabel 5.5 Memastikan Pemahaman Pasien

Kalimat yang sebaiknya dihindari Kalimat yang dapat digunakan

“Apakah Bapak/Ibu dapat mengulang kembali


“Sudah paham?”
apa yang sudah saya jelaskan?”

“Jadi, sudah tau ya acara minum “Bisa Bapak/Ibu jelaskan kembali bagaimana
obat yang saya jelaskan tadi?” cara meminum obat yang benar?”

Promosi
Kesehatan
Promosi kesehatan dalam penanggulangan TBC masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, pejabat
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan
yang benar dan komprehensif sehingga terjadi media massa).2
perubahan sikap dan perilaku sasaran program
TBC. Sasaran promosi kesehatan penanggulangan Promosi kesehatan yang dapat diberikan meliputi
TBC meliputi masyarakat (pasien, individu pencegahan TBC, pengobatan TBC,hingga
sehat dan keluarga) dan pihak lainnya (tokoh pemeriksaan kontak yang tinggal serumah dengan

50 BAB 05 Komunikasi dan Promosi Kesehatan


pasien TBC aktif.4 Berikut beberapa topik yang 6. Obat yang harus diminum, berapa jumlahnya,
dapat disampaikan dalam promosi kesehatan seberapa sering, dan kapan harus diminum13
mengenai TBC kepada pasien: 7. Reaksi yang mungkin muncul
1. Definisi TBC aktif dan diagnosis TBC dari obat yang diminum13
2. Pengawasan menelan obat 8. Kapan harus mencari pertolongan medis13
3. Pemantauan keberhasilan minum obat 9. Konsekuensi apabila tidak
4. Cara penularan TBC berobat hingga tuntas13
5. Pencegahan TBC (pola hidup bersih dan sehat,
gizi seimbang, etika batuk, investigasi kontak)

Informasi
Penelitian
Penelitian INSTEP2 merupakan penelitian 2. Identitas pasien akan diperlakukan
yang bertujuan untuk meningkatkan notifikasi sebagai informasi rahasia kecuali untuk
TBC dari Dokter Praktik Swasta, baik praktik keperluan terkait pelaksanaan program
pribadi maupun klinik swasta, di 18 wilayah pengendalian TBC nasional.
kerja puskesmas terpilih di Kota Bandung.
Dengan berpartisipasi pada penelitian ini,
dokter akan diminta untuk melaporkan kasus Contoh kalimat: “Informasi yang
TBC melalui aplikasi berbasis ponsel (eN-TB Bapak/Ibu berikan akan terjaga
atau Electronic Notification for Tuberculosis). kerahasiaannya, hanya bisa diakses
oleh petugas yang berwenang.”
Berikut hal-hal yang dapat disampaikan oleh dokter
kepada pasien TBC terkait penelitian INSTEP2:
1. Data pasien akan dicatat dan dilaporkan 3. Konfirmasi kesediaan pasien dikunjungi
menggunakan aplikasi notifikasi TBC (eN-TB) oleh petugas Puskesmas, dan
ke Puskesmas/RS/Fasilitas Kesehatan rujukan dokumentasikan pada aplikasi notifikasi.
yang sesuai dan database penelitian INSTEP2.

Contoh kalimat: “Sebagai bagian


Contoh kalimat: “Berdasarkan dari program pemerintah, mungkin
hasil pemeriksaan, Bapak/Ibu sakit ada petugas Puskesmas yang akan
Tuberkulosis atau TBC. Karena menghubungi dan/atau berkujung ke
kasus TBC wajib dilaporkan, rumah, apakah Bapak/Ibu bersedia?”
saya mohon izin untuk mencatat
dan melaporkan data Bapak/Ibu
melalui aplikasi yang nantinya
akan dilanjutkan ke Puskesmas.”

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 51


4. Konfirmasi kesediaan pasien dihubungi 5. Pasien yang telah berhasil dilaporkan
oleh tim peneliti, dan dokumentasikan akan secara otomatis mendapatkan pesan
pada aplikasi notifikasi. Jika bersedia, singkat berupa sms yang menginformasikan
pasien dapat sewaktu-waktu dihubungi bahwa pasien telah terlaporkan dan akan
oleh tim peneliti terkait penelitian TBC. mendapatkan kunjungan jika diperlukan.

Contoh kalimat: “Sewaktu-waktu jika Contoh kalimat: “Selanjutnya,


diperlukan, akan ada tim peneliti dari Bapak/Ibu akan menerima pesan
FK Unpad yang akan menghubungi, singkat dari Dinas Kesehatan bahwa
apakah Bapak/Ibu bersedia?” data Bapak/Ibu telah masuk”

catata n

52 BAB 05 Komunikasi dan Promosi Kesehatan


1. World Health Organization. Global
Daftar Pustaka Tuberculosis Report 2019. Geneva; 2019.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis. 2016;163.

3. TB care I. International Standards for


Tuberculosis Care, edition 3. The Hague; 2014.

4. World Health Organization. Chest Radiography


in Tuberculosis Detection: Summary of
Current WHO Recommendations and
Guidance on Programmatic Approaches.
Geneva: World Health Organization; 2016.

5. World Health Organization. Use of


Tuberculosis Interferon-gamma Release
Assays (IGRAs) in Low-and Middle-Income
Countries: Policy Statement. Geneva:
World Health Organization; 2011.

6. World Health Organization. Commercial


serodiagnostic tests for diagnosis of
tuberculosis: policy statement. World
Health Organization; 2011.

7. Uyainah AZ. Tuberkulosis Tinjauan dan


Tata Laksana Komprehensif Terkini
Edisi 1. Cikini: PIPInterna; 2020.

8. World Health Organization. Guidelines


for Treatment of Drug-Susceptible
Tuberculosis and Patient Care. Geneva:
World Health Organization; 2017.

9. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. Petunjuk Teknis Manajemen
dan Tatalaksana TB Anak. Jakarta:
Kementerian Kesehatan; 2016.

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 53


10. Kementerian Kesehatan Republik Tersedia dari: https://www.stoptbindonesia.
Indonesia. Pedoman Nasional org/post/2019/12/20/sitrust-aplikasi-
Pengendalian Tuberkulosis. 2014; treking-transportasi-spesimen-untuk-
pemeriksaan-laboratorium-tuberkulo.
11. World Health Organization. Treatment
of Tuberculosis: Guidelines – 4th Edition. 21. Organization WH. Electronic recording
Geneva. 2010;95(34–36):1991–2. and reporting for tuberculosis care and
control. World Health Organization; 2012.
12. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata 22. Organization WH. Definitions and reporting
Laksana Tuberkulosis. Jakarta. 2013;i–100. framework for tuberculosis–2013 revision.
World Health Organization; 2013.
13. Centers for Disease Control and Prevention.
Core Curriculum on Tuberculosis : What 23. Reynolds F. Communication and Clinical
the Clinician Should Know. 2013. Effectiveness in Rehabilitation E-Book.
Elsevier Health Sciences; 2004.
14. World Health Organization. A Guide to
Understanding the WHO-recommended TB 24. Lloyd M, Bor R. Communication skills for
Control Strategy Known as DOTS. 1999; medicine E-book. Elsevier Health Sciences; 2009.

15. World Health Organization. Tuberculosis 25. Bardosono S, Pansawira P, Ratih MP. Effective
[Internet]. Geneva. 2020 [diunduh tanggal 2020 Communication Skill: Doctor – Patient
Feb 21]. Tersedia dari: https://www.who.int/en/ Consultation. World Nutr J. 2018;2(1):1–2.
news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis
26. Gordon T. Making the Patient Your Partner:
16. World Health Organization. Early Communication Skills for Doctors and
detection of tuberculosis: an overview of Other Caregivers. Westport: Greenwood
approaches, guidelines and tools. Geneva: Publishing Group; 1997. 238 p.
World Health Organization; 2011.
27. Jahan F, Siddiqui H. Good Communication
17. World Health Organization. Guidelines on the between Doctor-Patient Improves Health
Management of Latent Tuberculosis Infection. Outcome. Eur J Med Heal Sci. 2019;1(4):0–5.
Geneva: World Health Organization; 2015.
28. The World Medical Association. A Tuberculosis
18. Munsiff SS, Kambili C, Ahuja SD. Rifapentine Refresher Course for Physicians. J Chem
for the treatment of pulmonary tuberculosis. Inf Model. 2013;53(9):1689–99.
Clin Infect Dis. 2006;43(11):1468–75.
29. Kementerian Kesehatan Republik
19. Administration USF and D. Medication Guide Indonesia. Petunjuk Teknis Pelayanan
PRIFTIN (Rifapentine) Tablets. 2014;1–30. Tuberkulosis Bagi Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). 2015.
20. Stop TB Partnership Indonesia. SITRUST -
Aplikasi Treking Transportasi Spesimen untuk
Pemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis
[Internet]. 2018 [diunduh tanggal 2020 Mar 3].

54 DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


Lampiran
LAMPIRAN 1 | Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1

Dosis Harian (2(HRZE)/4(HR))

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Setiap hari Setiap hari
Berat Badan RHZE (150/75/400/275) RH (150/75)

Selama 56 hari Selama 16 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet

Dosis Intermiten (2(HRZE)/4(HR)3)

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Setiap hari Setiap hari
Berat Badan RHZE (150/75/400/275) RH (150/75)

Selama 56 hari Selama 16 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Sumber: Permenkes nomor 67 tahun 2016

LAMPIRAN 2 | Dosis Obat Paten OAT KDT Kategori 1 dengan Dosis Intermiten(2(HRZE)/4(HR)3)

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Setiap hari 3 kali seminggu
Berat Badan RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
PRO TB4/ Rifastar/ Rimstar 4-FDC PRO TB2

Selama 56 hari Selama 16 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 2 tablet

38 – 54 kg 3 tablet 3 tablet

55 – 70 kg 4 tablet 4 tablet

≥ 71 kg 5 tablet 5 tablet

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 55


LAMPIRAN 3 | Dosis Paduan OAT Lepasan Kategori 1

Dosis Rekomendasi

Obat Harian 3 Kali Per Minggu

Dosis (mg/kgBB) Maks (mg) Dosis (mg/kgBB) Maks (mg)

Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)

Etambutol (E) 15 (15-20) 30 (25-35)

LAMPIRAN 4 | Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2

Dosis Harian {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}

Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
Setiap hari
Berat Badan Setiap hari RHZE (150/75/400/275) + S
RHE (150/75/275)

Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg


2 tab 4KDT 2 tablet
Streptomisin inj.

38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg


3 tab 4KDT 3 tablet
Streptomisin inj.

55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg


4 tab 4KDT 4 tablet
Streptomisin inj.

≥71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg 5 tab 4KDT


1 tablet
Streptomisin inj. ( > do maks )

Dosis Intermiten {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)}

Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu
Berat Badan Setiap hari RHZE (150/75/400/275) + S
RH (150/150)+E(400)

Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg


2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol
Streptomisin inj.

38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg


3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol
Streptomisin inj.

55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg


4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol
Streptomisin inj.

≥71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg 5 tab 4KDT (


5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol
Streptomisin inj. > do maks )
Sumber: Permenkes nomor 67 tahun 2016

56 DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


LAMPIRAN 5 | Dosis Paduan OAT Lepasan Kategori 2

Dosis Rekomendasi

Obat Harian 3 Kali Per Minggu

Dosis (mg/kgBB) Maks (mg) Dosis (mg/kgBB) Maks (mg)

Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)

Etambutol (E) 15 (15-20) 30 (25-35)

Streptomisin (S)* 15 (12-18) 15 (12-18)

Sumber: Permenkes nomor 67 tahun 2016

LAMPIRAN 6 | Daftar Laboratorium yang Menyediakan Pemeriksaan Dahak dan/atau Ronsen

Pemeriksaan
No Nama Laboratorium Alamat Ronsen
Dahak

1 Lab Klinik Pratama


Jl. Moh Toha no. 77 √
Widya Bhakti Inti

2 Lab Pramita Jl. Moh Toha no. 163 √ √

3 Lab Klinik Bumi


Jl. Gelap Nyawang √
Medika Ganesa

4 Lab Telemedika
Jl. Sentot Alibasyah no. 2 √ √
Health Center

5 Labkesda Provinsi
Jl. Sederhana no. 3-5 √ √
Jawa Barat

6 Lab Klinik Utama


Jl. Ir H Juanda no 248 √
Kimia Farma UNPAD

7 Lab Pramita Jl. Pasirkaliki no. 215 √ √

8 Lab Biofarma Jl. Dr. Djunjunan √

9 Lab Klinik Utama


Jl. Leumah nendeut no. 4 √ √
Duta Kartini

10 Lab Parahita Jl. Kopo no. 426A √ √

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 57


LAMPIRAN 7 | Daftar Wilayah Puskesmas dan Ketersediaan Pemeriksaan Dahak

Pemeriksaan
No Kelurahan Puskesmas Jejaring lab TCM
Dahak
1 Cipedes
2 Pasteur Sukajadi Ya RSHS
3 Sukabungah
4 Sukawarna Sukawarna Ya RSP Rotinsulu
5 Sukagalih Sukagalih Tidak Labkes Provinsi Jabar
6 Dago
7 Cipaganti Dago Tidak RSP Rotinsulu
8 Lebak siliwangi
9 Sekeloa Cikutra lama Ya RSP Rotinsulu
10 Cihaurgeulis
11 Neglasari Neglasari Ya RSUD Kota Bandung
12 Sukaluyu
13 Cigadung Cigadung Tidak RSUD Kota Bandung
14 Babakan sari
15 Sukapura
Babakan sari Ya RS Al Islam
16 Kebon kangkung
17 Kebon jayanti
18 Ciateul
19 Cigereleng Moch. Ramdan Ya BBKPM
20 Ciseureuh
21 Kopo
Citarip Ya BBKPM
22 Sukaasih
23 Situsaeur
Kopo Ya RSHS
24 Kebon Lega
25 Cibaduyut kidul
Cibaduyut kidul Tidak RS Al Islam
26 Cibaduyut
27 Cibaduyut wetan
Cibaduyut wetan Ya RS Al Islam
28 Mekarwangi
29 Babakan ciparay
Caringin Ya RS Al Islam
30 Margahayu Utara
31 Babakan
Sukahaji Ya RSHS
32 Sukahaji
33 Cigending
34 Pasir Wangi Ujung berung indah Ya RSUD Kota Bandung
35 Pasir Endah
36 Pasir jati
Pasir jati Ya RSUD Kota Bandung
37 Pasanggrahan
38 Cipamokolan
Cipamokolan Ya RS Al Islam
39 Manjahlega

58 DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


LAMPIRAN 8 | Daftar Fasilitas Kesehatan di Kota Bandung yang
Memiliki Fasilitas TCM dan pelayanan pasien TBC RO.

Nama Fasilitas Tarif Pasien Umum Tarif Pasien BPJS


No Keterangan
Kesehatan Pendaftaran TCM Pendaftaran TCM

1 Puskesmas Rp. 3.000 Ditanggung Ditanggung Ditanggung Pemeriksaan TCM


Garuda program (GF) BPJS program (GF) bisa langsung ke
poli DOTS jika
sudah membawa
surat rujukan.

2 RS. Al Islam Rp. 170.000 RP. 35.000 Ditanggung Ditanggung Pendaftaran


(BHP) BPJS program (GF) sudah termasuk
daftar ke poli.
Pemeriksaan TCM
harus melalui poli.

3 RSUD Kota Rp. 45.000 Rp. 20.000 Ditanggung Ditanggung Pendaftaran sudah
Bandung (BHP) BPJS program (GF) termasuk ke poli.
Pemeriksaan TCM
lewat poli DOTS.

4 RSUP Dr. Rp. 45.000 Ditanggung Ditanggung Ditanggung Pendaftaran sudah


Hasan Sadikin program (GF) BPJS program (GF) termasuk ke poli.
Pemeriksaan TCM
lewat poli DOTS.

5 RSP Dr. H. A. Rp. 7.000 Rp. 30.000 Ditanggung Ditanggung Pemeriksaan bisa
Rotinsulu (BHP) BPJS program (GF) langsung ke lab. Jika
pasien BPJS, harus
lewat poli dulu.

6 Balai Besar Rp. 55.000 Ditanggung Ditanggung Ditanggung Pemeriksaan TCM


Kesehatan program (GF) BPJS program (GF) satu paket dengan
Paru pemeriksaan Ro,
Masyarakat BTA, dan kultur.
(BBKPM Kecuali jika pasien
Bandung) sudah membawa
ronsen dari luar
maksimal 1 minggu.
Tarif Ro: Rp. 80.000
Tarif BTA: Rp. 15.000
Tarif kultur: Rp. 35.000

7 Labkesda Tidak ada RP. 25.000 Tidak ada Ditanggung Pasien harus
Provinsi (BHP) program (GF) membawa TB 05
Jawa Barat* dan fotokopi KTP.

* Daftar harga berlaku per Mei 2020 dan harga sewaktu-waktu dapat berubah.

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 59


LAMPIRAN 9 | Pelayanan TBC tanpa komplikasi atau penyulit di
FKTP menurut petunjuk teknis bagi peserta JKN29

No Aktivitas Hal yang perlu dilakukan DPM/Klinik

1 Penjaringan terduga Melakukan pemeriksaan terhadap orang dengan gejala TBC

2 Penjaringan dahak DPM merujuk ke FKTP rujukan mikroskopis untuk menegakkan


diagnosis (dahak sewaktu pagi) dan menilai keberhasilan pengobatan
dengan pemeriksaan dahak (merujuk pada gambar 1.2)

Klinik yang mampu mengerjakan sediaan fiksasi, dapat


merujuk pemeriksaan dahak mikroskopis ke FKTP rujukan
mikroskopis untuk menegakkan diagnosis (dahak sewaktu
pagi) dan menilai keberhasilan pengobatan dengan
pemeriksaan dahak (merujuk pada gambar 1.2)

3 Pemeriksaan radiologi Apabila hasil pemeriksaan TBC paru BTA negatif dengan gejala
klinis yang mendukung TBC, maka pasien dirujuk ke FKRTL yang
telah bekerjasama dengan BPJS kesehatan untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologi dan dirujuk balik ke FKTP pengirim.

4 Tes Tuberkulin Apabila seorang anak diduga TBC dan masih diperlukan
tindakan test tuberkulin, maka pasien dirujuk ke FKTP
layanan tuberkulin dan atau FKRTL yang telah bekerjasama
dengan BPJS kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan
test tuberkulin kemudian dirujuk balik ke FKTP pengirim.

5 Pengobatan pasien Melakukan pengobatan dan pencatatan di formulir


TBC tanpa komplikasi TB.01, TB 02 dan register TB.03 UPK
dan pasien rujuk
balik tanpa penyulit

6 Pengobatan pasien Merujuk ke FKRTL yang telah bekerjasama dengan BPJS


TBC dengan Kesehatan untuk penegakkan diagnosis TBC dengan
komplikasi komplikasi atau penyulit, apabila kondisi pasien sudah
stabil maka pasien dirujuk balik ke FKTP pengirim.

7 Tata laksana efek Efek samping ringan: melakukan tata


samping obat laksana efek samping obat ringan.

Efek samping sedang dan berat: pasien dirujuk ke FKRTL


yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, apabila
kondisi pasien sudah stabil dirujuk balik ke FKTP pengirim

60 DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta


No Aktivitas Hal yang perlu dilakukan DPM/Klinik

8 Pelacakan kasus Melaporkan kasus mangkir kepada puskesmas


mangkir wilayah kerja domisili pasien.

9 Pelacakan kontak 1. Mendata kontak erat dan atau kontak


erat dan atau serumah yang dicatat dalam TB.01
kontak serumah 2. Melaporkan kontak erat dan atau kontak serumah
kepada puskesmas wilayah kerja domisili pasien.

10 Penjaringan terduga 1. Melakukan penjaringan terhadap orang terduga TBC


TBC resistan obat resistan obat yang memenuhi satu atau lebih kriteria dari 9
kriteria terduga TBC resistan obat mengacu pada Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) tata laksana TB.
2. Mencatat di register TB 06 TBC resistan obat.

11 Penatalaksanaan Merujuk ke FKRTL rujukan TBC Resistan Obat yang


terduga TBC telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
resisten obat

12 Pencatatan Melakukan pencatatan di TB.06; TB.05; TB.01; TB 02; TB 09; dan TB10*

13 Pelaporan Melaporkan ke puskesmas di wilayah kerja

* Untuk peserta penelitian INSTEP2 melaporkan juga melalui aplikasi eN-TB

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN TUBERKULOSIS untuk Dokter Praktik Swasta 61

Anda mungkin juga menyukai