Anda di halaman 1dari 141

LEVEL ADVANCE : HR STRATEGIC AS BUSINESS PARTNER

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Oleh Ir. Sapta Putra Yadi MHRM


1 September 2018
Sapta Putra Yadi PRINCIPAL
Director & Principal Consultant

ITTC Knowledge Management


Industrial
Engineering
MHRM HR Management sapta@knoco.com

EXPERIENCES CONSULTING SOC./PROF.


Multipal
Consultant

Pembina ex President
Hana Shoes Mesitech
International HR
Association

Chairman

Pendiri

Pendiri

KM Expert
Dewan Pakar

Copyright ITTC – Knoco Indonesia Simply Practical, Outstanding Result


Hubungan Industrial - Agenda

 Komunikasi dengan Pekerja


 Peraturan Perusahaan
 Perjanjian Kerja Bersama
 PHK
 PPHI
 HI Harmonis dengan Pekerja atau SP/SB
 STUDI KASUS
 Diskusi
N
Prasyarat Dasar Generik

MSDM
Kemampuan Dasar

Klaster/Unit Kompetensi

4
Komunikasi
dengan Pekerja
Manfaat Komunikasi dalam Organisasi
• Membangun persepsi yang tepat;
• Menyelesaikan masalah secara lebih cepat;
• Memutuskan secara lebih baik;
• Mengalirnya pekerjaan secara lancar;
• Membangun hubungan bisnis yang kuat;
• Membentuk citra profesional lebih baik;
• Menyelesaikan konflik;
• Mempermudah proses manajemen dalam organisasi.
Kebutuhan Komunikasi Dalam Organisasi
• Menciptakan team work yang solid;
• Menyampaikan, menyalurkan,
kebijakan/ide/saran/masukan/keluhan dalam
organisasi;
• Membangun hubungan yang harmonis;
• Membangun bisnis yang berkelanjutan;
• Meningkatkan produktifitas;
• Membangun keterlekatan (engagement).
Peran Komunikasi dalam
Kinerja Bisnis
KORPORASI Target Korporasi Strategi Korporasi

Target Unit Usaha Strategi Unit Usaha


Ekspektasi

Komunikasi

Pencapaian
Target Divisi/Dept. Strategi Divisi/Dept.

Target Seksi/Unit

Strategi Bisnis adalah


INDIVIDU Urusan Setiap Individu
Target Individu/KPI
di Perusahaan
Kebijakan Komunikasi Organisasi

•Top Down;
•Bottom Up;
•Individual;
•Group.
Sarana Komunikasi Organisasi

• Town Hall Meeting;


• Skip Level Meeting;
• Group Meeting;
• Media;
• Drop Box (kotak saran);
• Hot Line;
• Whistle Blower;
• Perundingan.
Komunikasi dengan Wakil Pekerja atau
Serikat Pekerja
• Dilakukan secara regular;
• Berikan fakta;
• Jangan memberi janji/harapan palsu;
• Banyak mendengarkan;
• Berikan jawaban/penjelasan secara akurat.
Strategi Komunikasi dengan Wakil Pekerja atau
Serikat Pekerja
• Sampaikan latar belakang materi yang ingin disampaikan;
• Pastikan manfaatnya untuk perusahaan dan pekerja atau SP/SB;
• Dengarkan tanggapan pekerja atu SP/SB;
• Sampaikan pandangan perusahaan terhadap tanggapan tersebut;
• Dapatkan kesepakatan;
• Dokumentasikan semua proses penyampaian ini.
Pendekatan Komunikasi Perselisihan HI

•Komunikasi informal dan formal dengan pekerja;


•Komunikasi informal dan formal dengan SP/SB;
•Manfaatkan LKS Bipartit.
Penyusunan
Peraturan Perusahaan (PP)
PERATURAN PERUSAHAAN (PP)
Peraturan perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat
secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan.

Dasar Hukum PP : UU No 13/ 2003 tentang Undang-


undang Ketenagakerjaan
PROSEDUR PENYUSUNAN PP
Jika diperlukan, tim
melakukan benchmarking

Mengumpulkan
Membuat SK Pimpinan Membuat tim rencana
masukan dari semua
Organisasi penyusunan PP
pemangku kepentingan

Mengajukan rancangan
Menyusun dan
ke instansi
Sosialisasi setelah mengajukan rancangan
ketenagakerjaan yang
disetujui dan disahkan PP ke pimpinan
berwenang untuk
organisasi
pengesahan
Proses Dan Prosedur Penyusunan PP
• Membuat SK Pimpinan Organisasi untuk penunjukkan tim penyusun PP
termasuk perwakilan pekerja;
• Tim membuat rencana penyusunan PP termasuk sumber daya yang diperlukan;
• Tim mengumpulkan masukan dari semua pemangku kepentingan;
• Jika diperlukan, tim melakukan benchmarking;
• Tim menyusun dan mengajukan rancangan PP ke pimpinan organisasi;
• Tim mengajukan rancangan ke instansi ketenagakerjaan yang berwenang untuk
pengesahan;
• Tim melakukan sosialisasi setelah disetujui dan disahkan.
MATERI PP
(sesuai Ketentuan Perundangan Ketenagakerjaan Normatif)
• Hubungan kerja;
• Waktu dan lokasi kerja;
• Kerja lembur;
• Pengupahan;
• Cuti dan izin meninggalkan pekerjaan;
• PHK dan kompensasinya;
• Jaminan dan perlindungan kerja;
• Disiplin dan tindakan disiplin;
• Keluh kesah;
• Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
KEBIJAKAN ORGANISASI
DALAM MEMBUAT PP
• Pilihannya
⁻ Normatif saja;
⁻ Lebih dari normatif.
• Menggunakan masukan internal dan eksternal;
• Menyesuaikan dengan kemampuan finansial organisasi;
• Situasi pasar kerja;
• Kondisi pertumbuhan organisasi.
Penyusunan Perjanjian Kerja
Bersama (PKB)
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
(PKB)
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan
hasil perundingan antara Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh (SB) atau
beberapa SP/SB yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa
pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
DASAR HUKUM PKB
1. Undang - undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Keputusan MK No.115/PPU-VII/2009 tanggal 10 November 2010.
3. Permenaker No. 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Pembuatan dan
Pengesahan PP Serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB.
4. Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat
pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh
yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan
pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat
pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh
yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari
seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan.
TUJUAN PEMBUATAN PKB
1. Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban
pekerja dan pengusaha;
2. Memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang
harmonis dalam perusahaan;
3. Memetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan
industrial yang harmonis dan atau hubungan ketenagakerjaan
yang belum diatur dalam peraturan perundang –undangan.
PROSES DAN PROSEDUR
PENYUSUNAN PKB
• Verifikasi keanggotaan SP/SB;
• Membuat SK Pimpinan Organisasi untuk penunjukkan tim
perunding PKB dari perusahaan dan SP/SB;
• Tim Perunding menyepakati tata tertib dan jadwal
perundingan;
• Masing-masing menyiapkan usulan materi perundingan;
• Tim mengumpulkan masukan dari semua pemangku
kepentingan;
Jika diperlukan, tim
melakukan
benchmarking
PROSES DAN PROSEDUR
PENYUSUNAN PKB

• Tim Perunding bertukar usulan perundingan;


• Tim Perunding membahas dan menetapkan materi
perundingan;
• Melakukan proses perundingan sesuai jadwal;
• Tim Perunding menandatangani dan menuangkan hasil
kesepakatan ke dalam PKB;
• Tim melakukan penandatangan secara resmi buku PKB
disaksikan institusi Ketenagekerjaan yang berwenang.

Jika diperlukan, tim


melakukan
benchmarking
KEBIJAKAN ORGANISASI DALAM PEMBUATAN PKB
• Pilihannya:
- Normatif saja;
- Lebih dari normatif;
• Menggunakan masukan internal dan eksternal;
• Menyesuaikan dengan kemampuan finansial organisasi;
• Situasi pasar kerja;
• Kondisi pertumbuhan organisasi.
PROSEDUR DEADLOCK
PERUNDINGAN PKB
Menjadwal kembali
PKB tidak selesai dalam perundingan dengan
menjadwal kembali
waktu yang disepakati waktu paling lama 30
perundingan
dalam tata tertib (tiga puluh) hari setelah
perundingan gagal.

1. Para pihak harus Dalam hal perundingan PKB belum mencapai


membuat pernyataan kesepakatan, maka dalam waktu 30 (tiga
secara tertulis puluh) hari masa berlaku PKB berakhir, dapat
2. Salah satu pihak atau diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 1 (satu)
kedua belah pihak tahun dengan kesepakatan para pihak.
mencatatkan kepada
instansi
Dalam hal perundingan PKB tidak mencapai
kesepakatan dan masa berlaku perpanjangan
PKB telah habis, maka PKB yang berlaku adalah
PKB sebelumnya, sampai PKB yang baru
disepakati.
SKEMA PENGESAHAN PP/PKB
PERUSAHAAN TEMPAT

Kepala SKPD bidang


hanya dalam 1 (satu)
ketenagakerjaan
wilayah kabupaten/kota
kabupaten/kota

lebih dari 1 (satu)


Kepala SKPD bidang
kabupaten/kota dalam 1
ketenagakerjaan provinsi
(satu) provinsi

untuk perusahaan yang


terdapat pada lebih dari 1 Direktur Jenderal
(satu) provinsi
Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
Pengertian Perselisihan HI
• Merupakan perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha
atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan dan perselisihan pemutusan
hubungan kerja serta perselisihan antar serikat
pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan
Bentuk Perselisihan HI
Perselisihan
Hak 1 2 Perselisihan
Kepentingan

Perselisihan
Antar SP/SB
4 3 Perselisihan
PHK
Perselisihan Hak
• Perselisihan hak, yaitu perselisihan yang
timbul karena tidak, dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau
penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama
Perselisihan Kepentingan
• Perselisihan kepentingan, yaitu perselisihan
yang timbul dalam hubungan kerja karena
tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pembuatan dan atau perubahan
syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama
Perselisihan PHK
• Perselisihan pemutusan hubungan kerja,
yaitu perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak
Perselisihan Antar SP/SB
• Perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh, yaitu perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat
pekerja/serikat buruh lain dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya
persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak dan kewajiban
keserikatpekerjaan
Penyelesaian Perselisihan di Luar PHI
• Dalam UU PHI, penyelesaian perselisihan dapat dilakukan di
luar pengadilan ( Pengadilan Hubungan Industrial)
• Mekanisme ini lebih cepat dan dapat memenuhi rasa keadilan
para pihak karena penyelesaiannya berdasarkan musyawarah
untuk mencapai mufakat

Terdapat 4(empat) bentuk penyelesaian yaitu melalui:


a. Bipartit;
b. Mediasi;
c. Konsiliasi;
d. Arbitrase.
Perundingan Bipartit
Upaya Awal Penyelesaian
Perjanjian Bersama

1
Dalam waktu 30 hari

Sepakat
(PB)
Mengikat dan wajib
dilaksanakan
2
Dalam hal Perjanjian Bersama(PB) tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka
pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi pada PHI pada
Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian
Bersama (PB) didaftar untuk mendapat
penetapan eksekusi

TIDAK SEPAKAT
X Gagal, dan salah satu atau kedua belah pihak
memberitahukan perselisihannya kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat untuk proses Mediasi atau lainnya
Maks. 30 hari
Dasar Hukum Bipartit

 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerrjaan

 UU No.2 Tahun 2004 Tentang PPHI

 Permenaker No. 31/MEN/2008 Tentang


Penyelesaian PPHI Tingkat Perusahaan (Bipartit)
Tahapan Bipartit
A. Tahap Persiapan
1. Pihak yang merasa dirugikan berinisiatif mengkomunikasikan masalahnya secara tertulis
kepada pihak lainnya;
2. Apabila pihak yang merasa dirugikan adalah pekerja/buruh perseorangan yang bukan
menjadi anggota SP/SB, dapat memberikan kuasa kepada pengurus SP/SB di perusahaan
tersebut untuk mendampingi pekerja/buruh dalam perundingan;
3. Pihak pengusaha atau manajemen perusahaan dan/atau yang diberi mandat harus
menangani penyelesaian perselisihan secara langsung;
4. Dalam perundingan bipartit, SP/SB atau pengusaha dapat meminta pendampingan kepada
perangkat organisasinya masing-masing;
5. Dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa dirugikan bukan anggota SP/SB dan jumlahnya
lebih dari 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh, maka harus menunjuk wakilnya secara tertulis
yang disepakati paling banyak 5 (lima) orang dari pekerja/buruh yang merasa dirugikan;
6. Dalam hal perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan, maka masing-masing SP/SB
menunjuk wakilnya paling banyak 10 (sepuluh) orang.
Tahapan Bipartit
B. Tahap perundingan:
1. Kedua belah pihak menginventarisasi dan mengidentifikasi permasalahan;
2. Kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan
jadwal perundingan yang disepakati;
3. Dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan
dilakukan, kedua belah pihak tetap melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya;
4. Para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati;
5. Dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan, maka para pihak
atau salah satu pihak dapat mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat walaupun belum mencapai
30 (tiga puluh) hari kerja;
6. Setelah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja, perundingan bipartit tetap dapat
dilanjutkan sepanjang disepakati oleh para pihak;
7. Setiap tahapan perundingan harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak,
dan apabila salah satu pihak tidak bersedia menandatangani, maka hal ketidaksediaan
itu dicatat dalam risalah dimaksud;
Tahapan Bipartit
B. Tahap Perundingan (lanjutan)
8. Hasil akhir perundingan dibuat dalam bentuk risalah akhir yang sekurang-kurangnya
memuat:
• nama lengkap dan alamat para pihak;
• tanggal dan tempat perundingan;
• pokok masalah atau objek yang diperselisihkan;
• pendapat para pihak;
• kesimpulan atau hasil perundingan;
• tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.

Catatan :
Risalah harus ditandatangani para pihak, jika salah satu pihak menolak menandatangani maka
diberikan catatan dibawah risalah

9. Rancangan risalah akhir dibuat oleh pengusaha dan ditandatangani oleh kedua belah pihak
atau salah satu pihak bilamana pihak lainnya tidak bersedia menandatanganinya;
Tahapan Bipartit
C. Tahap setelah selesai perundingan:

1. Dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama
yang ditandatangani oleh para perunding dan didaftarkan pada Pengadilan
Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri wilayah para pihak mengadakan
Perjanjian Bersama;

2. Apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah
pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja dengan
melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit
telah dilakukan.
Perundingan Bipartit
Bila perundingan mencapai kesepakatan penyelesaian, maka kesepakatan
tersebut harus dituangkan dala PERJANJIAN BERSAMA (PASAL 7)
Perjanjian Bersama memuat:
1. Nama dan alamat para pihak
2. Jabatan para Pihak
3. Masa Kerja
4. Gaji Terakhir
5. Waktu Pembuatan perjanjian
6. Tempat Pembuatan Perjanjian
7. Nama Perselisihan
8. Tanda tanga para pihak

Isi Kesepakatan kasus PHK:


a. Menerangkan cara berakhirnya hubungan kerja
b. Menerangkan waktu berakhirnya hubungan kerja
c. Menyebutkan nilai benefit PHK yang akan dibayar, cara pembayaran dan tempat pembayaran
Perundingan Bipartit
Perjanjian Bersama
Untuk mendapat kekuatan hukum terutama untuk eksekusi, PB harus
didaftarkan.

PB yang telah didaftarkan dan telah memiliki nomor pendaftaran


mempunyai kekuatan eksekusi (executorial kracht).

PB yang telah didaftarkan dan apabila dalam PB pengusaha diharuskan


membayar sejumlah uang namun kemudian pekerja menolak, maka
pengusaha dapat mengajukan Konsinyasi (penitipan uang) ke PHI

PB yang tidak didaftarkan dapat dibatalkan para pihak dengan mengajukan


gugatan ke PHI. (PASAL 7 AYAT 1-6)
Perundingan Bipartit
Bipartit Gagal
Salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang
bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti
(risalah-risalah perundingan) bahwa UPAYA-UPAYA penyelesaian melalui perundingan
bipartit telah dilakukan

Apabila bukti sebagaimana dimaksud diatas tidak dilampirkan, maka instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi
paling lama 7 hari sejak diterimanya berkas pengembalian

Setelah menerima pencatatan instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan wajib


menanyakan para pihak apakah penyelesaiannya melalui konsiliasi atau arbitrasi

Dalam hal para pihak tidak memilih, maka penyelesaianya diserahkan ke Mediator
(PASAL 4 AYAT 1-6)

Konsiliasi: Kepentingan, PHK, Antar SP


Arbitrasi: Kepentingan, Antar SP
Perundingan Bipartit
Hal-hal yang harus diperhatikan:

 Tujuan Perundingan
 Undangan untuk perundingan Bipartit (Surat undangan ini bersifat absolut,
artinya penentuan jadwal bipartit sepenuhnya dari pengusaha, kalau pekerja
tidak hadir langsung dianggap tidak memenuhi undangan), undangan
disampaikan maks. 3 kali rentang waktu 3 hari kerja
 Tanda terima
 Alat dan prasaran Perundingan ( Tempat, Berkas2 dan altu)
 Pencatat Perundingan ( Risalah Perundingan)
 Saksi minimal 2 ( sifatnya pasif )
 Fokus Ke Perundingan (tidak ada gangguan dari alat komunikasi dll)
Lay-out Ruangan Perundingan Bipartit
BERKAS- KEBIJAKAN2
BERKAS KETENAGA-
PEKERJA KERJAAN

PENDAMPING
PENGUSAHA PEKERJA

BERKAS BERKAS
KASUS (Surat Kuasa,
kronologis, bukti2)

SAKSI SAKSI
Mediasi

Mediator Sepakat Tidak Para Menolak Anjuran


Menerima permintaan Ditandatangani dan Tidak tercapai
Sepakat Pihak
Menanggapi Para pihak tidak menanggapi,
mediasi didaftar di PHI kesepakatan dapat diajukan ke PHI

+7 +10 +3 max 30

Mediator P Mediator PB
Penelitian dan segera Mengiat
B secara Mengeluarkan anjuran Para pihak menyetujui
sidang mediasi hukum tertulis anjuran

Hak Kepentingan PHK SP/SB

• Mediator adalah pegawai instansi pemerintah


DASAR HUKUM MEDIASI

 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerrjaan

 UU No.2 Tahun 2004 Tentang PPHI

 Permenaker No. 31/MEN/2008 Tentang Penyelesaian PPHI


Tingkat Perusahaan (Bipartit)

 Permenaker No.17/MEN/2014 Tentang Pengangkatan dan


pemberhentian Mediator HI serta tatacara Mediasi
Mediasi
Dalam hal tercapai kesepakatan dalam proses mediasi, maka
Mediator akan membuatkan PB yang ditandatangani oleh para
pihak dan PB didaftarkan pada PN setempat.

Kesepakatan PB harus memenuhi syarat (Peraturan MA No.1


Tahun 2008):
1. Sesuai kehendak Para Pihak
2. Tidak bertentangan dengan hukum
3. Tidak merugikan para pihak
4. Dapat dieksekusi
5. Dengan itikad baik
Mediasi
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan :

1. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis


2. Anjuran sudah diterima sekurang-kurangnya 10 hari kerja
sejak sidang mediasi berakhir
3. Para pihak dalam waktu sekurangnya 10 hari harus menjawab
anjuran secara tertulis setuju/tidak setuju
4. Pihak yang tidak menjawab maka dianggap menolak anjuran
5. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tersebut dalam
waktu 3 hari mediator sudah membuatkan PB

Mediator menyelesaikan tugasnya paling lama 30 hari kerja


terhitung sejak pelimpahan PPHI

Mediasi tidak dipungut biaya


Konsiliasi
1 or 1+ Konsiliator

Konsiliator Sidang Tidak Para Menolak Anjuran


Menerima permintaan Pertama Tidak tercapai
Sepakat Pihak
Menanggapi Diteruskan ke
mediasi kesepakatan Pengadilan HI

+7 +10 max 30

+1 +10

Konsiliator P Konsiliator PB
Penelitian dan segera Mengiat
B secara Mengeluarkan anjuran Para pihak menyetujui
sidang mediasi hukum tertulis anjuran

Kepentingan PHK SP/SB

• Konsiliator ditunjuk oleh Menteri atau Pejabat Kemnaker dan disepakati para pihak. Dapat honor.
Syarat Konsiliator
• Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME;
• Warga negara Indonesia;
• Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;
• Pendidikan minimal lulusan Strata Satu (S.1);
• Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
• Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
• Memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
• Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan; dan
• Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Arbitrase
1 atau gasal, bersifat final

Para Pihak Perjanjian Majelis Arbitrase Pihak Tidak Patuh


Menunjuk Arbiter Penunjukan Arbiter Permohonan ke Pengadilan
Pemeriksaan Bubar atau
masing-masing Pernyataan tunduk dan Dapat tertutup memutuskan perkara HI untuk eksekusi
menjalankan keputusan
Perkara

max 30
+14 perpanjangan
Akte Perdamaian, +3
jika dapat
didamaikan
+1
+30

Arbiter Para Pihak Ketua Pengadilan Pihak atau Kuasa Para Pihak Mahkamah Agung
Menunjuk Arbiter ke-3 Menunjuk Arbiter jika Tidak hadir tanpa Melaksanakan Membatalkan jika ada pihak
sebagai Ketua Majelis tidak ada kesepakatan alasan yang sah Keputusan yang dirugikan karena
Arbitrase alasan yang kuat

Kepentingan SP/SB
Ada pernyataan para pihak
untuk tunduk dan menjalankan
keputusan arbiter

• Arbiter, bebas dan tidak berpihak, daftarnya ditetapkan oleh Menteri


Permohonan Pembatalan kepada MA
• Apabila putusan diduga mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
– Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan,
setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu;
– Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan;
– Putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan;
– Putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial;
atau
– Putusan bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
• Pengertian
– Pengadilan Hubungan Industrial adalah
pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan
Pengadilan Negeri yang berwenang
memeriksa, mengadili dan memberi putusan
terhadap perselisihan HI
Yurisdiksi Pengadilan Hubungan Industrial
Perkara yang dapat ditangani oleh PHI adalah:
• Pada tingkat pertama Pengadilan HI
– perselisihan hak;
– perselisihan PHK.
• Pada tingkat pertama dan terakhir Pengadilan HI
– perselisihan kepentingan;
– perselisihan antar SP/SB.
Catatan
Tidak ada upaya banding agar perkara perselisihan HI cepat memperoleh
kekuatan hukum tetap atau final
Susunan Pengadilan PHI
Susunan Pengadilan HI pada Pengadilan
Negeri terdiri dari:
a. Hakim;
b. Hakim Ad-Hoc;
c. Panitera Muda; dan
d. Panitera Pengganti.
Susunan Pengadilan HI pada MA
Terdiri dari:
a. Hakim Agung;
b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; dan
c. Panitera.
Penyelesaian di Tingkat Kasasi
• Seperti halnya Majelis Hakim pada pengadilan
tingkat pertama, Majelis Hakim pada Kasasi
terdiri 1(satu) orang Hakim Agung dan 2(dua)
orang Hakim Ad-Hoc.
• Majelis Hakim harus sudah memutuskan
perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan kepentingan paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan
permohonan kasasi.
Hubungan Kerja
Adalah hubungan yang terjalin antara pekerja
dengan pengusaha secara individual yang timbul
sebagai akibat adanya perjanjian

UNSUR
• Adanya upah
• Adanya pekerjaan
• Adanya perintah
Pengaturan Hubungan Kerja
• Perjanjian Kerja
• Peraturan Perusahan
• Perjanjian Kerja Bersama
• Peraturan Per-UU-an Ketenagakerjaan
• SK-Dir/Manual/Prosedur Perusahaan
Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
Perselisihan HI (Umum)
1. Melanggar syarat-syarat norma kerja (terjadi karena tidak memahami Ketentuan
Per-UU-an)
2. Melanggar isi PP/PKB (tidak dipahami dengan baik, dibaca hanya kalau ada
masalah)
3. Melakukan Proses PHK yang tidak sesuai dengan ketentuan PP/PKB
4. Karyawan tidak menjalankan pekerjaannya dengan baik (lemahnya Fungsi
Supervisi, tidak ada proses pembinaan karyawan yang baik)
5. Memperlakukan pekerja hanya sebagai alat (tidak memahami Kodrat Manusia
dalam HAM dan Manusia sebagai Mahluk Sosial).
6. Perilaku HAM tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya perusahaan (tidak
memahami Visi dan Misi perusahaan dengan baik, tidak ada sertifikasi tentang
pemahaman nilai-nilai budaya serta visi dan misi perusahaan dengan baik dan
benar)
Filosofi PPHI
Prinsip musyawarah untuk mufakat dan penyelesaian di pengadilan
hubungan industrial haruslah menjadi pegangan bagi para pihak dalam
menghadapi dan menyelesaikan perselisihan hubungan industrial,
sehingga sedapat mungkin setiap terjadi perselisihan selalu
mengedepankan musyawarah melalui perundingan Bipartit di tingkat
perusahaan

Bila upaya musyawarah untuk mufakat tidak tercapai maka pengusaha


dan pekerja atau SP/SB menyelesaiakan perselisihan HI melalui
prosedur yang diatur oleh undang-undang

Agar HI berjalan dengan harmonis dan dinamis serta dapat terhindar


dari timbulnya keresahan atau perselisihan dapat dilakukan dengan
membangun sistim HI yang terbuka adil dan jujur sehingga rasa
memiliki akan tumbuh dalam diri pekerja
Perselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja atau SP/SB karena adanya perselisihan
mengenai hak, kepentingan, dan PHK serta
perselisihan antar SP/SB di satu perusahaan
3 Tahap Penyelesaian PHI
Tahap 1 • Perundingan Bipartit

• Mediasi (1234)
Tahap 2 • Konsiliasi (234)
• Arbitrase (24

• Tidak sepakat melalui

Tahap 3 mediasi dan arbiter, maka


atas kesepakatan para pihak
diselesaikan melalui PHI
SKEMA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN
Mahkamah Agung

Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial

Mediator Konsiliator Arbitrator

Penyelesaian Bipartit

Perselisihan Hak Perselisihan PHK Perselisihan Perselisihan


antar SB/SP Normatif
Sumber: UU No.2 Tahun 2004
Gugatan PHI
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan salah satu pihak dapat
mengajukan gugatan :

1. Belum melebihi satu tahun sejak keputusan dikeluarkan


pengusaha

2. Dilampiri risalah PPHI melalui Mediasi/Konsiliasi, jika tidak


ada gugatan dikembalikan

3. Hakim berwenang memeriksa isi gugatan, jika kurang


sempurna, akan dipulangkan hakim untuk diperbaiki

4. Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat


diajukan kolektif dengan memberikan kuasa khusus
Pengadilan Hubungan Industrial
PROSES BERACARA di Pengadilan Hubungan Industrial pada umumnya
melalui beberapa tahap persidangan dengan agenda/acara sebagai
berikut:
1. SIDANG PERTAMA adalah Pemeriksaan Identitas Para Pihak yang berperkara dan
dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan,
2. SIDANG KEDUA adalah Jawaban,
3. SIDANG KETIGA adalah Replik,
4. SIDANG KEEMPAT adalah Duplik,
5. SIDANG KELIMA adalah Pembuktian Penggugat,
6. SIDANG KEENAM adalah Pembuktian Tergugat,
7. SIDANG KETUJUH adalah Kesimpulan,
8. SIDANG KEDELAPAN adalah Putusan
Pengadilan Hubungan Industrial
Sesuai dengan ketentuan Pasal 57 UU No.2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Hukum Acara yang
berlaku pada PHI adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur
secara khusus dalam UU ini;
Ketentuan tersebut di atas berarti menegaskan bahwa UU No.2
Tahun 2004 merupakan Lex Spesialist Darogat Lege Generalis
dengan pengertian bahwa segala sesuatu yang telah diatur secara
khusus dalam ketentuan UU No. 2 Tahun 2004 dapat
mengesampingkan ketentuan hukum acara yang berlaku secara
umum.
Pengadilan Hubungan Industrial
SUMBER HUKUM ACARA PHI ADALAH SEBAGAI BERIKUT:
1. UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
2. HIR (Het Herziene Indonesich Reglement)
3. RBg (Reglement Buitengewesten)
4. RV (Reglement Op De Burgelijke Rechtsvordering Voorde Ran
Vanjustitie)
5. KUH Perdata
6. SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung)
7. PERMA (Peraturan Mahkamah Agung)
8. JURISPRUDENSI
9. Peraturan Perundang–undangan yang lainnya yang saling berkaitan.
Pengadilan Hubungan Industrial
Diatur Secara Khusus Dalam UU No.2 Tahun 2004 diantaranya
adalah:
1. Tidak dikenakan biaya perkara dan biaya eksekusi yang nilai
gugatannya di bawah Rp. 150.000.000;00
2. Susunan PHI pada Pengadilan Negeri terdiri dari:
a. Hakim
b. Hakim Ad-hock
c. Panitera Muda
d. Panitera Pengganti
Pengadilan Hubungan Industrial

3. Sedangkan susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung


terdiri dari:
a. Hakim Agung
b. Hakim Ad-hock pada Mahkamah Agung
c. Panitera

4. Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan


Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat pekerja/buruh bekerja,
5. Gugatan perselisihan hubungan industrial wajib dilampiri risalah penyelesaian
melalui mediasi atau konsiliasi,
6. Gugatan kolektif dapat diajukan dengan memberikan kuasa khusus,
Pengadilan Hubungan Industrial

7. Yurisdiksi PHI adalah:


a. Perselisihan Hak (Di Tingkat Pertama)
b. Perselisihan PHK (di Tingkat Pertama)
c. Perselisihan Kepentingan (di Tingkat Pertama dan Terakhir)
d. Perselisihan Antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan (di Tingkat
Pertama dan Terakhir)

8. Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan diikuti


dengan perselisihan PHK, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib
memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan
kepentingan.
Pengadilan Hubungan Industrial

9. Pengadilan Hubungan Industrial tidak mengenal Pengadilan Banding tapi


langsung Kasasi ke Mahkamah Agung,
10. SP/SB dan/atau organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum
untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya,
11. Majelis Hakim dapat menjatuhkan Putusan Sela berupa perintah kepada
Pengusaha untuk membayar upah beserta hak–hak lainnya yang biasa diterima
pekerja / buruh, apabila secara nyata – nyata terbukti pengusaha tidak
melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 155 ayat
(3) Undang – undang No.13 Tahun 2003,
Pengadilan Hubungan Industrial
12. Dalam mengambil putusan, Majelis Hakim PHI mempertimbangkan hukum, perjanjian
yang ada, kebiasaan, dan keadilan
13. Jenis Acara Pemeriksaan (dengan Acara Cepat (pasal 83) krn hal tertentu dalam waktu
14 (hari) dan (dengan Acara Biasa, sidang dimulai hari ke 14 terhitung gugatan
didaftarkan)
14. Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam waktu selambat- lambatnya 50 hari kerja terhitung sejak sidang
pertama, biasanya gagal karena:
 Substansi perkara rumit
 Alamat dan identitas tergugat tidak jelas
 Tergugat banyak dan tidak menggunakan kuasa hukum
 Para pihak tidak disiplin dalam mengikuti sidang
 Para pihak mengajukan saksi tidak sekaligus
 Hakim kurang tegas
15. Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada
Mahkamah Agung selambat–lambatnya 30 hari kerja
Pengadilan Hubungan Industrial
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Para Pihak dalam beracara di
PHI diantaranya adalah:

I. SURAT KUASA KHUSUS untuk beracara di PHI


II. SURAT GUGATAN
III. JAWABAN
IV. PEMBUKTIAN, dan
V. PUTUSAN
Surat Kuasa Khusus
I. SURAT KUASA KHUSUS UNTUK BERACARA DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

SYARAT–SYARAT FORMIL SURAT KUASA KHUSUS BERDASARKAN KETENTUAN SEMA


NO. 06 TAHUN 1994 ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

1. Surat Kuasa Khusus harus diberi tanggal dan ditandatangani oleh Pemberi
Kuasa sebagai Pihak Materil dan Penerima Kuasa sebagai Pihak Formil,
2. Menyebut Identitas dan kedudukan para pihak,
3. Menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di Pengadilan,
4. Menyebut dengan Jelas kompetensi relatif Pengadilan,
5. Menyebut secara ringkas dan konkrit pokok dan objek sengketa yang
diperkarakan,
Surat Gugatan
Mengacu pada ketentuan Pasal 118, Pasal 119 dan Pasal 120 HIR Jo Pasal 8 RV serta
perkembangan praktek peradilan, syarat–syarat formil untuk merumuskan atau membuat
formulasi sebuah surat gugatan adalah sebagai berikut:

1. Gugatan diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan


Negeri ditempat dimana pekerja/buruh bekerja,
2. Gugatan diberi materai, tanggal, bulan, tahun dan ditandatangani oleh
Penggugat atau Kuasanya,
3. Menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak secara jelas, (tidak boleh
Ali dkk)
4. Menguraikan posita gugatan atau pundamentum petendi secara jelas dan
rinci,
5. Mencantumkan petitum gugatan secara jelas, tegas, spesifik dan rinci
Surat Gugatan
Surat Gugatan terdiri dua bagian besar:

1. Posita gugatan atau pundamentum petendi (uraian tentang peristiwa


atau kejadian dari suatu perkara)
 Mirip Kronologis Kejadian
 Menceritakan masalah mulai dari latar belakang kejadian sampai
dengan upaya penyelesaian yang ditempuh
 Diuraikan secara sistimatik sehingga mudah dipahami secara utuh
 Menyusunnya diperlukan kemampuan merangkai kata dan kalimat
 Kalimat yang saling bertolak belakang dan bertele-tele dapat
menyebabkan gugatan menjadi kabur (Obscuur Libel)
Surat Gugatan 2)
Surat Gugatan terdiri dua bagian besar:
2. Petitum adalah uraian tuntutan yang diinginkan sebagai konsekwensi terjadinya perkara
 Tuntutan harus bersumber pada potita
 Harus relevan dengan potita
Contoh :
Kalau potita tentang perselisihan PHK dan didalamnya penggugat menyatakan agar
tergugat/pengusaha membayar benefit PHK yang diminta, maka permohonan didalam
Petitum adalah mohon agar majelis hakim menghukum tergugat membayar benefit PHK
Kalau Perselisihan tentang PHK Petitum, pilihannya:
a. Menghukum tergugat memperkerjakan kembali (kalau pekerja masih ingin bekerja)
b. Menghukum tergugat untuk membayar benefit PHK (kalau pekerja tidak ingin bekerja
kembali)
c. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat tanpa kompensasi
Benefit PHK
Jawaban
Jawaban terbagi menjadi 3 macam yaitu; PERTAMA Jawaban Tergugat atas
gugatan Penggugat, KEDUA Replik atau Jawaban Penggugat atas Jawaban
Tergugat dan KETIGA Duplik atau Jawaban Tergugat atas Replik Penggugat.
Pertama, Jawaban Tergugat adalah merupakan bantahan-bantahan atau
sangkalan–sangkalan dan pengakuan yang disampaikan oleh Tergugat terhadap
gugatan Penggugat baik berupa Eksepsi ataupun langsung pada Pokok Perkara.
Kedua, Replik adalah sanggahan-sanggahan atau bantahan–bantahan yang
disampaikan oleh Penggugat terhadap Jawaban Tergugat.
 Ketiga, Duplik adalah sanggahan-sanggahan atau bantahan–bantahan yang
disampaikan oleh Tergugat terhadap Replik Penggugat.
Jawaban 2)
Perumusan substansi jawaban Tergugat terhadap gugatan
Penggugat.
Formulasi atau rumusan dari substansi pokok jawaban Tergugat
terdiri dari:
(1) Eksepsi,
(2) Bantahan terhadap pokok perkara,
(3) Gugatan balik/Gugatan Rekonvensi
(4) Petitum Jawaban dan gugatan rekonvensi;
Eksepsi
• Eksepsi pada dasarnya harus diajukan oleh Tergugat bersamaan dengan jawaban.
• Eksepsi adalah tangkisan atau bantahan atau perlawanan dari Tergugat yang ditujukan
terhadap gugatan Penggugat. Eksepsi yang diajukan oleh Tergugat di Pengadilan
Hubungan Industrial pada umumnya berkaitan dengan hal–hal sebagai berikut:
1. Keabsahan surat kuasa khusus
2. Kewenangan/Kapasitas Penggugat atau Kuasanya
3. Formalitas perumusan dan substansi surat gugatan Penggugat (obscure libel)
4. Gugatan Penggugat telah kadaluwarsa
5. Gugatan Penggugat prematur
6. Gugatan Penggugat salah alamat (error in persona)
7. Gugatan Penggugat kurang pihak (plurium litis consortium)
8. Kompetensi absolute atau kompetensi relative PHI
9. Ne bis in idem
10. dll.
Bantahan Terhadap Pokok Perkara
Bertitik tolak pada ketentuan Pasal 121 ayat (2) HIR, Tergugat
berhak menyampaikan jawaban terhadap gugatan Penggugat,
jawaban tersebut berisi bantahan–bantahan terhadap seluruh
dalil–dalil gugatan Penggugat dalam pokok perkara kecuali hal–
hal yang diakuinya secara tegas
Dalam bantahannya Tergugat biasanya memberikan penjelasan
atau klarifikasi atas permasalahan yang sebenarnya terjadi baik
berupa peristiwa hukum, fakta hukum, dan dasar–dasar hukum
yang dijadikan acuan dalam perkara tersebut
Gugatan Rekonvensi
Berdasarkan ketentuan Pasal 132 a ayat (1) HIR dan Pasal 244 Rv, Tergugat
dalam setiap perkara berhak mengajukan gugatan rekonvensi
Gugatan rekonvensi adalah gugatan balik yang diajukan oleh Tergugat
sebagai gugatan balasan kepada Penggugat dalam suatu proses perkara
yang sedang berjalan, gugatan rekonvensi harus diajukan oleh Tergugat
bersamaan dengan jawaban.
TUJUAN DARI GUGATAN REKONVENSI ADALAH Menegakkan asas peradilan
yang sederhana, cepat, dan biaya murah serta menghindari putusan yang
saling bertentangan. Hal demikian didasari oleh ketentuan Pasal 132 b ayat
(3) HIR yang menyatakan bahwa gugatan konvensi dan rekonvensi diperiksa
dan diputus secara serentak dan bersamaan dalam satu proses dan
dituangkan dalam satu putusan.
Petitum
PETITUM JAWABAN TERGUGAT DAN PETITUM GUGATAN REKONVENSI
Pada umumnya jawaban Tergugat akan berakhir dengan permohonan yang berbanding terbalik dengan
permohonan dalam gugatan Penggugat, hal demikian oleh karena tujuan dari jawaban Tergugat
adalah untuk melumpuhkan dalil–dalil gugatan Penggugat dan menolak seluruh tuntutan atau
petitum gugatan Penggugat,
RUMUSAN PETITUM TERGUGAT
Biasanya rumusan permohonan Tergugat dimulai dengan pernyataan “Bahwa berdasarkan alasan –
alasan tersebut diatas, Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi mohon kepada Majelis Hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutus sebagai berikut :
DALAM KONVENSI
DALAM EKSEPSI
1. Menerima Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet onvakelijke
verklaard);
DALAM POKOK PERKARA
• Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Alat-alat Bukti
• Usaha untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil–dalil
yang dikemukakan oleh para Pihak dalam suatu persengketaan
atau perkara dengan alat–alat bukti yang telah ditentukan oleh
undang–undang.
• Alat–alat bukti yang sah menurut undang–undang adalah alat–alat
bukti sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 164 HIR, Jo Pasal
283 RBg, Jo Pasal 1866 KUHPerdata sebagai berikut:
1. Surat/Tulisan,
2. Saksi,
3. Persangkaan,
4. Pengakuan, dan
5. Sumpah.
Alat Bukti Surat
1. AKTA
 Akta Otentik, adalah akta dalam bentuk yang ditentukan undang- undang,
dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu
ditempat dimana akte itu dibuat, Pejabat Umum adalah Notaris, Hakim,
Jurusita, Panitera, KUA, Kantor Catatan Sipil, dll.
 Akta Dibawah Tangan, adalah akta/tulisan yang dibuat oleh para Pihak tanpa
bantuan pejabat umum, dengan tujuan untuk dijadikan alat bukti, contoh
Surat Perjanjian kerja, Surat Mutasi, Surat keputusan pengangkatan pekerja,
Surat Skorsing, Surat Pengunduran diri, Surat PHK dll.
2. BUKAN AKTA (SURAT BIASA) yaitu surat menyurat biasa atau catatan- catatan
biasa, contoh Print out Absensi Pekerja, Slip Gaji, email, memorandum, dll.
Saksi
1. SAKSI FAKTA adalah saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri
fakta atau peristiwa hukum yang sedang diperkarakan oleh para pihak di
Pengadilan,
2. SAKSI BERANTAI, adalah beberapa orang saksi yang memberikan keterangan
tentang suatu kejadian yang tidak bersamaan, asalkan berhubungan yang
satu dengan yang lainnya (Pasal 170 HIR , Jo Pasal 397 RBg dan Pasal 1906
KUHPerdata)
3. SAKSI DE AUDITU, adalah kesaksian dari pendengaran yaitu kesaksian
dimana saksi menerangkan bahwa ia mendengar dari orang lain tentang
sesuatu peristiwa hukum atau kejadian hukum,
4. SAKSI AHLI, adalah saksi yang memiliki keahlian khusus dibidang tertentu dan
dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan pendapatnya tentang
suatu hal sehingga menjadi terang suatu perkara.
Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah
terkenal atau dianggap terbukti kearah suatu peristiwa yang tidak terkenal atau
belum terbukti. Persangkaan dibagi menjadi 2 macam yaitu;

1. PERSANGKAAN HAKIM, yaitu kalau kesimpulan itu ditarik oleh hakim


disebut persangkaan hakim, contoh, kalau laki–laki A dan perempuan B
bersama–sama dalam satu kamar, yang hanya ada satu tempat tidur, maka
dipersangkakan bahwa mereka melakukan hubungan badan;
2. PERSANGKAAN UNDANG–UNDANG, yaitu kalau yang menarik kesimpulan
adalah undang–undang, maka disebut persangkaan undang–undang,
Contoh, 3 kwitansi slip gaji untuk 3 bulan berturut–turut dipersangkakan
pembayaran gaji pekerja sebelumnya telah lunas;
Pengakuan
PENGAKUAN adalah suatu pernyataan tegas dari salah satu pihak
dalam suatu perkara dimuka sidang Pengadilan yang membenarkan
seluruh gugatan Penggugat atau sebagian atau hanya salah satu dalil
Penggugat/Tergugat saja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 174, Pasal 176, Jo Pasal 313 RBg dan
Pasal 1925 KUHPerdata Pengakuan adalah bukti yang sempurna
sehinga Majelis Hakim tidak perlu lagi memeriksa dan
mempertimbangkan bukti–bukti sepanjang berkaitan dengan
Pengakuan dari salah satu pihak tersebut.
Sumpah
SUMPAH adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan
pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat
kemahakuasaan Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan
yang tidak benar akan mendapat hukuman atau kutukan dari Tuhan Yang Maha
Esa.
SUMPAH sebagai alat bukti adalah sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak
di muka Hakim, ada 2 macam sumpah yang dianggap sebagai alat bukti (Pasal
1929 KUHPerdata);

1. SUMPAH DECISOIR/PEMUTUS, diminta kepada pihak lawan untuk


menggantungkan putusan perkara.
2. SUMPAH SUPLETOIR yaitu sumpah yang oleh Hakim, karena jabatannya,
diperintahkan pada salah satu pihak untuk menambah pembuktian karena
dianggap kurang.
Putusan Pengadilan
MEMUAT:
1. Kepala putusan berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YME“;
2. Identitas dan Kedudukan Para Pihak;
3. Ringkasan permohonan/gugatan Penggugat dan Jawaban Tergugat yang jelas;
4. Pertimbangan terhadap setiap bukti dan data yang diajukan, hal yang terjadi
dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
5. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
6. Amar putusan tentang sengketa;
7. Hari, tanggal putusan, nama Hakim, Hakim Adhoc yang memutus, nama
Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak;
Putusan Pengadilan
8. Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan tersebut diatas dapat mengakibatkan batalnya
putusan Pengadilan Hubungan Industrial;
9. Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam waktu selambat–lambatnya 50 hari kerja terhitung sejak siding
pertama;
10. Putusan Pengadilan hubungan Industrial ditandatangani oleh Hakim, Hakim Adhoc, dan
Panitera Pengganti;
11. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisihan hak dan PHK
mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada
Mahkamah Agung dalam waktu selambat–lambatnya 14 hari kerja;

 Bagi pihak yang hadir terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang oleh
Majelis Hakim;
 Bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan
putusan;
Upaya Hukum
1. Kasasi
14 Hari kerja sejak keputusan dikeluarkan
2. Perlawanan Pihak Ketiga
Biasanya menyangkut Sita Jaminan
3. Peninjau kembali
 Ada unsur/bukti keputusan didasari kebohongan
 Ada bukti-bukti baru
 Keputusan melebihi tuntutan, dikabulkan yang tidak ada dalam tuntutan
 Ditemukan utk hal yang sama keputusannya beda
 Nyata terdapat kekeliruan/kekhilafan hakim
Pengakhiran Hubungan Kerja
Hubungan Hukum Dalam Hubungan Kerja
Hubungan Hukum dapat dikualifikasikan dalam beberapa kelompok besar:

1. Hubungan hukum melakukan pekerjaan berdasarkan PERJANJIAN KERJA


(arbeidsovereenkomst), yang meliputi perjanjian kerja pada usaha berorientasi profit,
maupun yang non profit.

2. Hubungan Hukum sebagai PERJANJIAN KERJA PELAYANAN PUBLIK (publiekkrechtelijk


verhouding), yakni sebagai abdi negara seperti PNS, TNI Polri serta pejabat
negara/aamtenaar)

3. Hubungan hukum berdasarkan KESEPAKATAN/PERJANJIAN ATAU MELAKUKAN JASA


(overeenkomst tot het verrichten van enkleediensten)

4. Perjanjian PEMBORONGAN (aaneming van werk)

5. Perjanjian KOPERASI (bedrijven overeenkomst/corporate agreement)

6. Perjanjian KEMITRAAN (samenwerkings overeenkomst atau partnerschap


overeenkomst/partnership agreement)
Hubungan Kerja

1. Pada prinsipnya dengan mengacu kepada pasal 1 ayat 15 UUK no.13 tahun
2003 tentang hubungan kerja “MEMULAI DAN MENGHAKHIRI HUBUNGAN
KERJA“ adalah hak para pihak dalam hubungan kerja

2. Dengan mengacu kepada UUK, tidak ada suatu ketentuan apapun yang
menjamin pekerja dipekerjakan seumur hidup begitu pula sebaliknya tidak
ada suatu ketentuan apapun yang mengharuskan pekerja untuk bekerja
diperusahaan seumur hidupnya.

3. UUK hanya menjamin bahwa sepanjang pekerja memiliki kompetensi,


kontribusi dan karakter yang baik (3K) perusahaan pasti akan terus
memperkerjakan pekerja begitupula sebaliknya sepanjang perusahaan
memberikan penghargaan dan perhatian kepada pekerja yang memiliki 3K
bagus pasti pekerja tersebut akan bertahan bekerja di perusahaan tersebut
HI dan HAM Pekerja

KEPASTIAN HUKUM

KEPASTIAN HIDUP

KEPASTIAN HARI TUA


PHK
Pelaku PHK
4 (empat) jenis PELAKU PHK:

1. PHK Demi hukum


2. PHK Oleh Pengadilan
3. PHK Oleh Buruh/Pekerja
4. PHK Oleh Pengusaha
PHK
Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.

CATATAN
Pengusaha, pekerja, dan pemerintah semaksimal mungkin mengusahakan jangan
terjadi PHK, apabila telah dilakukan pembinaan PHK kerja tidak dapat dihindari
maka maksud PHK wajib dirundingkan terlebih dahulu.

Dasar hukumnya adalah;


1. UU No. 13 Tahun 2003
2. UU No. 2 Tahun 2004
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 150 tahun 2000
4. Kep. Menaker No. 15 A tahun 1994
PHK
PRINSIP PHK :
1. Penetapan tidak diperlukan bila pekerja masih dalam masa percobaan,
pekerja mengundurkan diri, pekerja mencapai usia pensiun, dan pekerja
meninggal dunia.
2. Selain untuk hal itu, PHK wajib dirundingkan dengan pekerja/SP-SB/wakil
pekerja
3. Bila perundingan tidak mencapai persetujuan maka PHK baru boleh dilakukan
setelah mendapat penetapan dari LPPHI
4. Permohonan diajukan tertulis
5. LPPHI baru hanya bisa memberikan penetapan apabila perselisihan PHK
tersebut telah dirundingkan terlebih dahulu
6. PHK batal demi hukum bila tidak sesuai dengan 2 s/d 5
7. Sebelum PHK dijatuhkan Pengusaha boleh melakukan tindakan skorsing
dengan tetap wajib membayar hak-hak pekerja
8. Pengusaha dan pekerja selama belum ada penetapan PHK, masing-masing
wajib menjalankan kewajibannya
PHK
Jenis-jenis PHK
1. PHK Dalam Masa Percobaan
2. PHK karena Kesalahan Berat
3. PHK PKWTTertentu
4. PHK Atas Permintaan Sendiri
5. PHK karena Tidak Bekerja Tanpa Bukti Keterangan yang Sah
6. PHK karena Pelanggaran Disiplin Kerja
7. PHK karena Sakit Lama
8. PHK karena Usia Pensiun
9. PHK karena Peleburan Perusahaan (Ada 2 Jenis)
10. PHK karena Perusahaan rugi terus menerus selama 2 tahun
terakhir (Force Majeur)
11. PHK karena Perusahaan Pailit
12. PHK karena Kematian
13. PHK karena Tidak Cakap.
14. PHK karena Pekerja ditahan Bukan Karena Pengaduan Pengusaha
15. PHK karena Kesalahan Pengusaha
16. PHK karena Pensiun Dini
17. PHK karena Kesepakatan Bersama (MAT)
PHK yang Dilarang
a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui
12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja/buruh menikah;
e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam
satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus SP/SB, pekerja/buruh melakukan kegiatan SP/SB
di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang
melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau
status perkawinan;
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang
menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan
SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang
PENCEGAHAN PHK MASSAL
• PHK haruslah merupakan upaya terakhir, setelah dilakukan
upaya sebagai berikut:
– Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat
manajer dan direktur;
– Mengurangi shift;
– Membatasi/menghapuskan kerja lembur;
– Mengurangi jam kerja;
– Mengurangi hari kerja;
– Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk
sementara waktu;
– Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis
masa kontraknya;
– Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Perlu Komunikasi dengan SP/SB


PHK Tanpa Kesalahan (PENDI)
1. PHK sesuai dengan pasal 151 s/d pasal 153, intinya menjelaskan PHK adalah pilihan
terakhir, jika UPAYA-UPAYA agar PHK itu tidak terjadi telah dijalankan, namun PHK
tidak dapat dihindari, misalkan pekerja telah dibina dengan SP1 s/d SP 3 namun tidak
mengindahkan dan atau ada kebijakan perundang-undangan dalam strategi bisnis
seperti penerapan pola alih daya, maka PHK dapat dilakukan.

2. PHK tanpa kesalahan atau adanya program pensiun sebelum usia pensiun dan atau
adanya penerapan strategi pola alih daya di perusahaan, dapat dilakukan dengan
mengacu ke UUK pasal 151 s/d 156, dengan benefit PHK normal sama dengan benefit
PHK karena pensiun

3. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud
PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan SP/SB atau dengan pekerja/buruh apabila
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota SP/SB

4. Pembentukan Program 5 “Pintu” dan Pencadangan Benefit PHK


Pengesahan PHK
Proses pengesahan pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang
pesangon, uang pengharggan masa kerja, uang penggantian hak
dan uang pisah lebih lanjut diatur dalam Undang-undang no. 13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

PHK MASAL :
PHK diatas Sepuluh orang Harus Ijin Kemnaker

BENEFIT PHK :
 Lihat Tabel Uang Pisah dan Benefit PHK
 Dasar Perhitungan dari UpahPokok ditambah Segala Bentuk
Tunjangan yang bersifat tetap
Pelaksanaan PHK
1. Dalam pelaksanaannya harus diantisipasi juga jika terjadi perselisihan
langkah yang akan diambil sudah harus dapat dipertimbangkan, karena
bisa menimbulkan gejolak.

2. PHK dapat dilakukan sepanjang upaya-upaya untuk tidak terjadi PHK telah
dilakukan. Sebelum PHK dilakukan, apalagi kalau PHK tersebut masuk
katagori Masal (diatas 10 pekerja), harus dilaksanakan secara terpadu
dengan melibatkan unit kerja terkait, kalau bisa dalam satu tim antar unit.

3. Dalam penerapan alih daya harap hati hati karena sepanjang unsur
normatifnya belum terpenuhi maka sesuai UUK 13/2003, jo
Kepmenakertran 19/2012 jo SE 04/2013 maka otomatis demi hukum
pekerja itu berupah menjadi PKWT bisa untuk perusahaan penerima
pekerjaan bisa untuk perusahaan pemberi pekerjaan, tergantung yang
mana yang dilanggar.
Melaksanakan Penetapan PHK
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) UU
13/2003 tidak diperlukan dalam hal:
a) Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana
telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b) Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri,
secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya
tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan
kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk
pertama kali;
c) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d) Pekerja/buruh meninggal dunia.
Kompensasi PHK
1. Kompensasi PHK terdiri dari Uang Pesangon (UP) (Pasal 156 ayat 2), uang
Penghargaan masa kerja (UPMK) (156 ayat 3) dan Uang Penggantian Hak
(UPH) (pasal 156 ayat 3) serta uang Pisah yang harus dibaut sendiri oleh
perusahaan dan dituangkan dalam PP/PKB

2. Uang Pisah hanya hanya diberikan kepada PHK karena kesalahan berat,
(pasal 158), mengundurkan diri secara baik baik (Pasal 162) dan Mangkir
lima hari berturut turut (pasal 168), PHK karena tiga hal ii tidak mendapat
UP, UPMK , UPH sesuai perhitungan jika ada.

3. Dalam Penerapan PHK karena bukan kesalahan pekerja dan atau ada
karena kebijakan perusahaan seperti penerapan polah alih daya, sebaiknya
dilakukan secara sistimatis dan terencana dengan memperhatikan langkah
sebagaimana yang telah diatur dalam UUTK dan jukla-juklaknya.
Perjanjian Bersama - PHK
Karyawan harus menandatangani dokumen ('Mutual
Consent') sebagai bukti bahwa karyawan menerima
PHK.

Dokumen memuat informasi antara lain:


• karyawan menerima PHK
• jumlah pesangon yang akan diterima
• tidak membocorkan informasi perusahaan yang
bersifat rahasia, dan
• tidak akan menuntut balik perusahaan di kemudian
hari bila ada kekeliruan dalam perhitungan pesangon
dalam proses melakukan PHK.
Contoh AP
TIME SCHEDULE ACTION PLAN
PROGRAM PHK PT.OPZ
2013
NO OBJEK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 19 11 12 13 14
PELAKSANA

1 Membentuk Tim Kerja Progam PHK TIM & KONS

2 Membuat surat panggilan kepada karyawan

3 Pertemuan awal dengan Tim Pekerja TIM & KONS

4 Menghitung dan menetapkan Befit PHK TIM & KONS

5 Pelatihan Awareness/pemahaman HI dan PHK dalam


TIM & KONS
Hubungan Kerja
6 Menyiapkan Adm dan Aspek Hukum Program PHK TIM & KONS

7 Sosialisasi Program PHK (Tim, Pimpinan, Karyawan)


TIM & KONS

8 Pelaksanaan PHK TIM & KONS

9 Penandatanganan Kesekatan PHK TIM & KONS

10
Pembayaran Benefit PHK TIM & KONS

11 Persiapan dan PPHI (jika ada Karyawan Yang tidak


menyepakati/menyetujui) pelaksanaan Progam PHK) TIM & KONS

12
Mendaftarkan Pelaksanaan PHK TIM & KONS

13 Pembinaan Karyawan Pasca PHK


TIM & KONS

14 Konsultasi TIM & KONS

Jakarta,…..,………..
Mengetahui/menyetujui Yang mengusulkan
HI Harmonis dengan Pekerja
atau SP/SB

LEVEL ADVANCE : HR STRATEGIC AS BUSINESS PARTNER


Pekerja (SP/SB) Pengusaha
Kerja seringan-ringannya Upah serendah-rendahnya
dengan upah setinggi- Mindset dengan kerja sebanyak-
tingginya banyaknya

LEVEL ADVANCE : HR STRATEGIC AS BUSINESS PARTNER

Jika berjuang sendiri-


sendiri akan kalah, jika
bersama-sama akan
diiperhatikan pengusaha

• Upah pantas
• Jam kerja sesuai
• Kondisi kerja
manusiawi
• Produktivitas
• tinggi
Fungsi Dan Peran Organisasi Ketenagakerjaan
Peran :
1. Sebagai mitra pengusaha dalam mencapai tujuan perusahaan.
2. Sebagai kontrol terhadap pekerja dan pengusaha
3. Sebagai katalisator dalam proses produksi

Fungsi :
1. Sebagai tempat untuk memperjuangkan kesejahteraan pekerja.
2. Sebagai ajang komunikasi dan interaksi baik antar sesama
pekerja maupun antara pekerja dan pengusaha
3. Sebagai wadah dalam menyalurkan aspirasi positif pekerja.
Tujuan Organisasi Pekerja
Secara umum memperjuangkan kepentingan pekerja agar
kesejahteraan menjadi lebih baik, antara lain:

• Upah minimal
• Jam kerja
• Kepastian hubungan kerja
• Upah lembur
• Waktu istirahat
• Cuti
• Keselamatan dan kesehatan kerja
• Tunjangan-tunjangan lainnya
• Perlindungan ketenagakerjaan
Dasar Hukum Menjamin Kebebasan SP

UU No. 13 / 2003 UU NO 21/2000


• Kepmenaker
No.16/MEN/2001 ttg
Tatacara
• Pencabutan SP/SB
• Per 06/men/2005 ttg
• Pedoman Verifikasi
Keanggotaan SP

• Keppres No.83/98 ttg Pengesahan Konvensi


ILO
• No.87 ttg Kebebasan Berserikat & Perlindungan
Hak utk berorganisasi
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
• Organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di
perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya
• Didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di
beberapa perusahaan.
• SP/SB di luar perusahaan adalah SP/SB yang didirikan oleh para
pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan
• Federasi SP/SB adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh.
• Konfederasi SP/SB adalah gabungan federasi SP/SB
• Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Perselisihan antar SP/SB, Federasi dan
Konfederasi SP/SB
• Adalah perselisihan antara SP/SB, federasi
dan konfederasi SP/SB, dan SP/SB, federasi
dan konfederasi SP/SB lain, karena tidak
adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan serta pelaksanaan hak dan
kewajiban keserikatpekerjaan
Perselisihan Antar SP/SB
•Penyebab, antara lain:
⁻ Perebutan anggota;
⁻ Perebutan pengaruh;
⁻ Pertentangan kepentingan;
⁻ Pengelolaaan dana iuran anggota;
⁻ Perilaku individu pengurus;
⁻ Perbedaan misi dan visi;
⁻ Pertentangan antar induk organisasi.
MENJEMBATANI PERSELISIHAN
ANTAR SP/SB
Memanggil masing- Mendalami dan
masing SP/SB secara menganalisis
terpisah untuk informasi dari kedua Mengidentifikasi
mendapatkan belah pihak untuk alternatif solusi
informasi masalah menemukan akar
yang terjadi masalah

Mempertemukan
pihak yang Membuat komitmen Memonitor
berselisih untuk bersama untuk kemajuan hasil
kesepakatan penyelesaian kesepakatan
penyelesaian
Fungsi SP/SB, Federasi dan Konfederasi SP/SB
• sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan
penyelesaian perselisihan industrial;
• sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
• sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
• sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya;
• sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
• sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan
saham di perusahaan.
Pertentangan Kepentingan
UU no. 21/2000 tentang SP-SB
• Pekerja/buruh yang menduduki jabatan
tertentu di dalam satu perusahaan dan
jabatan itu menimbulkan pertentangan
kepentingan antara pihak pengusaha dan
pekerja/buruh, tidak boleh menjadi
pengurus serikat pekerja/serikat buruh di
perusahaan yang bersangkutan.
Hak SP/SB, Federasi dan Konfederasi SP/SB
• Jika telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:
– membuat PKB dengan pengusaha;
– mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan
industrial;
– mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
– membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan
pekerja/buruh;
– melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Kewajiban SP/SB, Federasi dan Konfederasi SP/SB
• Jika telah mempunyai nomor bukti pencatatan
berkewajiban:
– melindungi dan membela anggota dari
pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan
kepentingannya;
– memperjuangkan peningkatan kesejahteraan
anggota dan keluarganya;
– mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi
kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga.
Penghalangan atau Pemaksaan
• Siapapun dilarang menghalang-halangi atau
memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau
tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak
menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak
menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak
menjalankan kegiatan SP/SB dengan cara:
– melakukan PHK, memberhentikan sementara,
menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
– tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
– melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
– melakukan kampanye anti pembentukan SP/SB
Menjalan Kegiatan SP/SB
• Pengusaha harus memberi kesempatan kepada
pengurus dan/atau anggotaSP/SB untuk
menjalankan kegiatan SP/SB dalam jam kerja yang
disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang
diatur dalam PKB.
• Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau
PKB harus diatur mengenai:
– jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
– tata cara pemberian kesempatan;
– pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang
tidak mendapat upah
Peran Aktif SP
1. Ikut membina Karyawan dengan Program Terpadu dan Konsisten
2. Mendorong Perencanaan TK sejalan Pertumbuhan Usaha
3. Mengawasi Pembentukan Pencadangan Benefit PHK
4. Ikut meningkatan kualitas SDM dan Manajemen
5. Mendukung Pengembangan Sistim Imbal Jasa yang Mendorong Pertumbuhan
Usaha
6. Ikut mensosialisasikan prinsip-prinsip hubungan kerja yang baik dan benar
7. Ikut melepas dengan baik dan benar karyawan yang tidak bisa menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan perusahaan

Sumber EY
Pencegahan Perselisihan HI
• Patuhi UU dan Peraturan yang berlaku
• Komunikasi secara berkala dan intensif
• Terbuka namun tidak telanjang
• Tegakkan PP atau PKB secara konsisten dan
tegas
• Bersama-sama meningkatkan kinerja dan
produktivitas
• Penerapan prinsip musyawarah mufakat
Diskusi
Apa yang akan anda lakukan jika:
• Jika karyawan memalsukan kuitansi klaim uang
makan selama perjalanan dinas
• Jika karyawan berulang kali tidak menyelesaikan
tugasnya sesuai permintaan atasan
• Jika karyawan berkelahi di kantor
• Jika karyawan wanita selalu datang terlambat di
kantor karena alasan keluarga
• Jika karyawan senior pada level yang sama merasa
gajinya lebih kecil dari karyawan lebih yunior
Peran MSDM pada Fungsi Lini
• Keterlibatan Lini dalam 9 (sembilan) Fungsi
Utama MSDM;
• Penegakan Disiplin;
• Coaching, Counselling, Mentoring dan Pemberian
Umpan Balik;
• Leadership: Role Model, Kemampuan
Memotivasi, dan Manajemen Suksesi.

Pada dasarnya peran fungsi MSDM bermula dan


bermuara di Lini
Hubungan Industrial
Harmonis
Definisi
• Sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku
dalam proses produksi
barang dan/atau jasa yang
Hubungan terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan
Industrial pemerintah yang didasarkan
pada nilai nilai Pancasila dan
UUD 1945. (Pasal 1 ayat 16
UU 13/2003 )
Strategi Hubungan Industrial
•Menerapkan semua perundangan dan
ketentuan ketenagakerjaan secara konsisten;
•Membangun hubungan yang baik dengan
pihak pemerintahan dan aparat;
•Komunikasi yang baik dan regular dengan
pihak pekerja dan/atau SP/SB.
Dokumentasi Pelaksanaan Proses HI
• Semua pokok pembicaraan dituangkan dalam
notulen yang lengkap:
• Topik/isu/masalah;
• Pihak2 yang hadir/terlibat;
• Waktu;
• Tempat;
• Tindakan yang diambil;
• Informasi/data lainnya.
• Semua dokumen tertulis diarsipkan dengan
standar kearsipan, pada bundel kasus;
• Rekam suara atau gambar, jika diperlukan.
DASAR-DASAR HUKUM DALAM HI
1. Undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
2. Undang-undang no. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan
hubungan industrial
3. Undang-undang uap tahun 1930 &peraturan uap 1930
4. Undang-undang nomor 3 tahun 1951 tentang undang-undang perburuhan
5. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
6. Undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang serikatpekerja/serikat buruh
7. Undang-undang nomor 21 tahun 2003 tentang pengawasan
ketenagakerjaan dalam industri dan perdagangan
8. Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja,
9. Putusan mahkamah konstitusi ri nomor : 12/ppu-1/2003 tanggal 28 oktober
2004 tentang hak uji materil undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan terhadap undang undang dasar republik indonesia tahun
1945, berita negara no 92 tahun 2004 tanggal 17 november tahun 2004, jo
surat edaran menteri tenaga kerja ri no se.13/men/sj-hki/i/2005,
DASAR DASAR HUKUM DALAM HI
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek,Staatsblad 18 No.
23) khususnya pasal (1313, 1338,1320);
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjain Kerja Waktu Tertentu;
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP.48/MEN/IV/2004 tentang
Tata cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan
dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP. 102/MEN/VI/2004 TENTANG
WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP. 49/MEN/2004 TENTANG
KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : PER.08/MEN/III/2006 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-
48/MEN/IV/2004 tentang Tata cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;

Anda mungkin juga menyukai