Anda di halaman 1dari 6

ENERGI DALAM PERTANIAN ORGANIK

Kegiatan pertanian pada pelaksanaannya di lapang membutuhkan input energi


yang cukup besar terutama pada pertanian konvensional. Penggunaan input energi
seperti bahan bakar, listrik, mesin, benih, pupuk dan obat-obatan memiliki peran
besar terhadap keberhasilan dari kegiatan budidaya yang dilakukan agar hasil
panen dapat optimal. Sehingga penggunaan input energi yang tidak berkelanjutan
tersebut membuat peningkatan permintaan dan menipis ketersediaan akan energi
tersebut. Adapun pengembangan sistem pertanian dengan input energi yang
rendah yang salah satunya yaitu dengan penerapan sistem pertanian organik yang
terbukti dapat membantu konservasi sumberdaya alam termasuk energi dan
menurunkan emisi CO2 (Purwantara, 2011). Adapun guna mengetahui terkait
jumlah ataupun ukuran dan evaluasi terhadap penggunaan energi dapat dilakukan
dengan pengamatan melalui dua parameter meliputi intensitas penggunaan energi
(per hektar dan per output) dan efisiensi penggunaan energi (rasio input/output).
1. Intensitas Penggunaan Energi
Kegiatan pertanian umumnya membagi input energi yang digunakan saat
implementasinya di lapang menjadi dua yaitu input energi langsung dan input
energi tidak langsung. Input energi langsung yang umumnya dilakukan pada saat
kegiatan budidaya tanaman berlangsung seperti bahan bakar, energi pembangkit
listrik dan energi manusia serta ternak. Sedangkan, untuk input energi tidak
langsung meliputi energi pupuk, pestisida, benih dan mesin pertanian (Suryanto et
al., 2019).
Adapun berikut ini contoh studi kasus terkait input energi langsung sebagai
berikut:
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purwantana (2011),
menyatakan bahwa budidaya tanaman padi dengan metode SRI
menghasilkan 52% input energi langsung dan budidaya tanaman padi
konvensional menghasilkan input energi langsung sebesar 18%. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan energi pada budidaya padi
dengan metode SRI menghasilkan input energi langsung lebih besar karena
intensifnya penggunaan energi manusia pada proses pembuatan kompos,
pestisida nabati dan penyiangan.
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alföldid (1995), menyatakan
bahwa input energi langsung per satuan luas dalam uji coba DOK jangka
panjang di Swiss serupa di seluruh sistem konvensional dan organik
mengahsilkan input rendah. Kondisi tersebut dapat terjadi karena kegiatan
awal tanam pada dua sistem tanam serupa, namun pada pertanian organik
mendapatkan pengurangan biaya bahan bakar dalam sistem organik karena
tidak adanya sebagian besar aplikasi pestisida akan tetapi biaya tersebut
dialihkan pada pengendalian gulma secara mekanis.
Adapun berikut ini contoh studi kasus terkait input energi langsung sebagai
berikut:
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purwantana (2011),
menyatakan bahwa budidaya tanaman padi dengan metode SRI
menghasilkan 43,8% input energi tidak langsung dan budidaya tanaman
padi konvensional menghasilkan input energi tidak langsung sebesar 82%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan energi pada
budidaya padi dengan metode SRI menghasilkan input energi langsung
lebih kecil karena intensifnya penggunaan energi dalam kegiatan
pemupukan, pestisida dan alsintan yang membutuhkan bahan bakar fosil
secara tidak langsung.
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alföldid (1995), menyatakan
bahwa input energi tidak langsung cenderung jauh lebih rendah dalam
sistem organik. Perbedaan utama adalah penggunaan energi yang lebih
besar dalam sistem konvensional untuk memproduksi dan mengangkut
pupuk, khususnya penggunaan pupuk N.
Jika penggunaan energi langsung dan tidak langsung dipertimbangkan secara
bersama-sama, perhitungan konsumsi energi per hektar yang menunjukkan bahwa
pertanian organik menggunakan lebih sedikit energi daripada pertanian
konvensional.
Adapun berikut ini contoh studi kasus terkait perhitungan konsumsi energi per
hektar sebagai berikut:
 Ini adalah hasil dari input energi yang lebih tinggi untuk tindakan mekanis
seperti pengendalian gulma dan penggunaan pupuk N mineral yang lebih
rendah dalam produksi konvensional (Alföldidkk. 2002).
 Perbandingan penggunaan energi per hektar untuk pertanian organik dan
konvensional (misalnya di Inggris, Amerika Serikat, Filipina) menunjukkan
30% sampai 70% lebih rendah konsumsi per unit lahan untuk sistem organik
(Pretty and Ball 2001).
2. Efisiensi Penggunaan Energi
Penggunaan energi yang efisien merupakan kebutuhan utama dalam sistem
pertanian berkelanjutan karena hal tersebut akan menghemat secara finansial,
pelestarian sumberdaya fosil dan pengurangan polusi udara. Penggunaan energi
yang efisien ini akan mendorong peningkatan produktifitas dan kontribusi
terhadap perekonomian, keuntungan dan persaingan pertanian yang berkelanjutan.
Adapun terdapatnya hasil yang bervariasi pada efisiensi energi dari sistem
pertanian yang berbeda. Secara umum besarnya perbedaan akan tergantung pada
faktor-faktor seperti jenis pertanian, jenis tanah, iklim dan intensitas produksi n
(Shepherd et al., 2003). Kegiatan menganalisis efisiensi penggunaan energi harus
disertai dengan perhitungan terkait keseimbangan energi pertanian secara
keseluruhan dan juga mencakup kegiatan yang tidak spesifik tanaman (misalnya
penanganan dan penerapan pupuk kandang dan pupuk, panen musim dingin,
penggunaan bera untuk pengendalian gulma).
Adapun berikut ini contoh studi kasus terkait efisiensi penggunaan energi sebagai
berikut:
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smolika et al. (1995), dengan
membandingkan sistem konvensional, pengolahan minimum dan sistem
alternatif (setara dengan organik) untuk menanam kedelai, gandum dan jelai
selama tujuh tahun di South Dakota, AS. Secara keseluruhan, sistem
alternatif memiliki efisiensi energi terbesar. Sistem olah tanah minimum
memiliki efisiensi terendah karena pengurangan input energi langsung,
sebagai bahan bakar traktor, lebih dari seimbang dengan peningkatan input
energi pupuk dan herbisida.
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zarea et al. (2000), dengan
membandingkan rotasi sistem produksi yang berbeda di Iran didapati bahwa
efisiensi energi pertanian organik menjadi 81% lebih baik dibandingkan
dengan pertanian konvensional input tinggi. Dalam penelitian serupa di
Polandia, Kus dan Stalenga (2000) menghitung efisiensi energi organik 35%
lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Secara keseluruhan, tinjauan literatur menunjukkan bahwa metode organik
umumnya menggunakan lebih sedikit energi per satuan luas dan per unit keluaran,
baik untuk tanaman individu dan jenis ternak, serta secara keseluruhan pertanian.
Dengan demikian pengaturan batas sistem, metode penghitungan nilai energi
input dan metode penghitungan efisiensi penggunaan energi sangat bervariasi
antar studi. Perbandingan lintas studi hampir tidak mungkin ataupun ada
kebutuhan mendesak akan metodologi standar yang disepakati bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Alföldi, .T, Fließbach, A., Geier, U., Kilcher, L., Niggli, U., Pfiffner, L., Stolze,
M. and Willer, H. 2002. Organic agriculture and the environment. In:
Scialabba, N. E.-H. and Hattam, C. (eds) Organic Agriculture, Environment
and Food Security. Food and Agriculture Organization of the United Nation,
Rome.
Alföldi, T., Spiess, E., Niggli, U. and Besson, J.M. 1995. Energy input and output
for winter wheat in biodynamic, bio-organic and conventional production
systems. In: Soil Management in Sustainable Agriculture. Proceedings of
the First Meeting of the Concerted Action AIR3-CT94-1940, Fertilisation
Systems in Organic Farming. Institute of Biodynamic Research, Darmstadt.
pp. 3–15.
Kus, J. and Stalenga, J. 2000. Comparison of economic and energy efficiency in
ecological and conventional crop production system. In: Alföldi, T.,
Lockeretz, W. and Niggli, U. (eds) IFOAM 2000 – The World Grows
Organic: Proceedings of 13th International IFOAM Scientific Conference.
Vdf Hochschulverlag, Zürich.
Pretty, J.N. and Ball, A. 2001. Agricultural Influences on Carbon Emissions and
Sequestration: A review of Evidence and the Emerging Trading Options.
Centre for Environment and Society, University of Essex.
Purwantana, B. 2011. Kajian Input Energi pada Budidaya Pagi Metode System of
Rice Intensification. J. Agritech. 31(1): 1-15.
Shepherd, M., Pearce, B., Cormack, B., Philipps, L., Cuttle, S., Bhogal, A.,
Costigan, P. and Unwin, R. 2003. An Assessment of the Environmental
Impacts of Organic Farming. ADAS, Wolverhampton.
Suryanto, J., Hasni, K., Nurhayati. 2019. Analisis Input-Output Energi Budidaya
Mentimun (Cucumis sativus L.) dengan Sistem Irigasi Sprinkler. J.
Magrobis. 19(1): 29-39.
Zarea, A., Koocheki, A., and Nasiri, M. 2000. Energy efficiency of conventional
and ecological cropping systems in different rotations. In: Alföldi, T.,
Lockeretz, W. and Niggli, U. (eds) IFOAM 2000 – The World Grows
Organic: Proceedings of 13th International IFOAM Scientific Conference.
Vdf Hochschulverlag, Zürich.

Anda mungkin juga menyukai