Anda di halaman 1dari 4

MANAJEMEN RESIDU

Kegiatan pasca panen biasanya menghasilkan residu tanaman yang


seringkali dibakar di lahan sehingga memiliki dampak negatif bagi lingkungan.
Pembakaran tersebut dilakukan untuk mempercepat persiapan tanam pada musim
tanam selanjutnya. Sehingga perlu adanya manajemen residu tanaman untuk
memanfaatkan sisa panen yang ada guna memperbaiki kualitas maupun struktur
tanah dan meminimalisir kegiatan pembakaran sisa panen tersebut. Secara umum,
residu tanaman merupakan sisa hasil panen yang tidak terpakai dan dibiarkan
begitu saja di lahan budidaya. Residu tanaman dapat diaplikasikan sebagai mulsa,
pupuk kompos, maupun biochar. Residu tanaman mempunyai beberapa manfaat
bagi pertumbuhan tanaman. Adapun beberapa manfaat residu tanaman guna
mendukung pertumbuhan tanaman menurut Basit dan Nurhidayanti (2016)
diantaranya yaitu:
 Dapat memperbaiki kualitas tanah dan struktur tanah
 Dapat meningkatkan kandungan bahan organik
 Menjaga kelembapan tanah dan suhu tanah yang relatif lebih merata
 Mencegah timbulnya rumput dan mencegah percikan air dari tanah

Salah satu manajemen residu tanaman yaitu dengan mengaplikasikan residu


tanaman menjadi mulsa. Mulsa yang berasal sisa tanaman seperti jerami padi
(batang, daun, dan tangkai malai) dapat dimanfaatkan kembali dengan cara di
tempatkan diatas lahan budidaya tanaman diantara tanaman budidaya. Tujuan
pemulsaan yaitu guna menjaga kelembapan tanah dan suhu tanah yang relatif
lebih merata, mencegah timbulnya rumput dan mencegah percikan air dari tanah
(Pradana et al, 2015). Adapun berikut ini beberapa peranan mulsa jerami
diantaranya yaitu:
 Meningkatkan ketersediaan hara sehingga dapat memperbaiki produktivitas
tanah
 Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
 Meningkatkan aerase dan drainase tanah
 Menahan percikan air hujan dan aliran air di permukaan tanah sehingga
pengikisan tanah lapisan atas dapat ditekan
 Menekan pertumbuhan gulma serta mempertahankan kelembapan tanah

Manajemen residu tanaman juga dapat dilakukan dengan memanfaatkannya


sebagai pupuk kompos. Secara umum, pupuk kompos dibuat dengan cara
membusukan suatu bahan organik yang berasal dari sisa tanaman pada suatu
tempat yang terlindung dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan
menyiram air bila terlalu kering. Adapun guna mempercepat perombakan dapat
ditambah kapur, sehingga terbentuk kompos dengan C/N rasio rendah yang siap
untuk digunakan (Berek, 2017). Adapun berikut beberapa manfaat dari
penggunaan pupuk kompos pada lahan budidaya yaitu:
 Meningkatkan populasi, diversitas dan aktivitas mikroorganisme tanah yang
berperan dalam perbaikan struktur tanah, retensi air, penetrasi akar dan
pertumbuhan tanaman
 Menyuplai ketersedian unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan
mikrobia (bakteri, jamur, aktinomicetes) bermanfaat bagi tanaman dan
ekosistem tanah sehingga aplikasinya ke dalam tanah
 Memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap patogen melalui aktivitas mikroba yang terkandung di dalamnya.
 Memperbaiki kualitas sifat tanah dan struktur tanah

Manajemen residu tanaman juga dapat dilakukan dengan memanfaatkannya


sebagai biochar. Salah satu biochar yang umum digunakan pada saat kegiatan
budidaya tanaman yaitu sekam padi. Umumnya, jerami sisa panen padi dibakar
dan kemudian disiram sebelum jeraminya menjadi abu sehingga didapatkannya
sekam padi. Adapun beberapa manfaat dari pengaplikasian sekam padi pada saat
kegiatan budidaya tanaman menurut Khoiriyah et al., (2016) diantaranya yaitu:
 Meningkatkan kapasitas tanah menahan dalam menahan air sehingga
ketersediaan air meningkat
 Menyebabkan penurunan berat isi dan peningkatan volume pori tanah
 Meningkatkan pH tanah dan KTK tanah
 Meningkatkan efisiensi pemupukan akibat adnaya KTK yang tinggi pada
biochar sehingga mampu menyerap hara pada pupuk dan memperkecil
kehilangan hara oleh pencucian.
Pertanyaan Firman:
kenapa sistem tanpa olah tanah memiliki kemungkinan besar akan berhasil di
iklim panas yang panjang?
Jawaban:
Menurut saya pada daerah yang memiliki iklimnya panas mempunyai kondisi
lahan yang cenderung kering akibat suhu yang panas. Maka dari itu penerapan
sistem tanam tanpa olah tanah seperti pengaplikasian mulsa ataupun tanaman
cover crop dapat mempengaruhi suhu yang ada di tanah sehingga sesuai untuk
pertumbuhan dari mikroorganisme karena umumnya mikroorganisme dapat
berkembangbiak dengan optimal dikisaran suhu 20-40 derajat celcius. Dengan
demikian aktivitas mikroorganisme dapat berjalan dengan maksimal dalam
melakukan dekomposisi bahan organik apabila suhunya optimal. Selain itu,
sistem tanpa olah tanah yang menggunakan mulsa dari residu tanaman yang
sebelumnya menutupi lahan dapat berfungsi sebagai masukan bahan organik
guna meningkatkan kemantapan agregat tanah dan memperbaiki struktur tanah.
Sehingga air pada musim penghujan dapat diikat oleh agregat tanah yang mantap
dan mempunyai porositas yang tinggi guna menghadapi musim panas yang
panjang kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Basit, A., Nurhidayati. 2016. Manajemen Residu untuk Meningkatkan Serapan
Hara dan Hasi Tebu dan Gula Dalam Budidaya Tebu (Saccharum
officinarum L.) Lahan Kering. Seminar Nasional Hasil Penelitian:
Universitas Islam Malang.
Berek, A. K. 2017. Teh Kompos dan Pemanfaatannya sebagai Sumber Hara dan
Agen Ketahanan Tanaman. Jurnal Savana Cendana, 2(4): 68-70.
Khoiriyah, A. N., Cahyo, P., W. 2016. Kajian Residu Biochar Sekam Padi, Kayu
dan Tempurung Kepala Terhadap Ketersediaan Air pada Tanah Lempung
Berliat. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 3(1): 253-260.
Pradana, T. A., Agung, N., Bambang, G. 2015. Pencacahan Berbagai Mulsa
Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max L.). Jurnal
Produksi Tanaman, 3(8): 658-665.

Anda mungkin juga menyukai