Anda di halaman 1dari 5

Paradigma Pengelolaan Tanah

Tanah merupakan salah satu sumberdaya alam tak terbarukan yang sangat rentan
terhadap berbagai perubahan, baik yang disebabkan oleh kejadian natural maupun pengaruh
manusia. Pemanfaatan tanah sebagai salah satu faktor produksi biomassa sejatinya harus
memperhatikan potensi dan keberlanjutan tanpa menimbulkan dampak negatif kedepannya.
Pemanfaatan tanah sangat erat kaitannya dengan pengelolaan tanah. Pengelolaan tanah dapat
dilaksanakan seoptimal mungkin dengan memperhatikan interaksi antar berbagai faktor
pembentuk tanah, jenis tanah (mineral atau gambut), rencana penggunaan lahan dan kondisi
aktual dengan tetap menjaga kualitas serta kesehatan tanah. Pengelolaan tanah melalui
pendekatan keilmuan seperti fisika, kimia, dan biologi dapat membantu memberikan opsi
beberapa metode yang tepat dalam implementasi di lapangan. Selain itu, metode pengelolaan
tanah yang diterapkan juga harus responsif, efisien, dan efektif dalam skala sosial ekonomi
serta mudah untuk dipantau (monitored) dan direpetisi secara luas.

Strategi Pengeloaan Tanah secara Fisika

Fisika tanah merupakan cabang ilmu yang mempelajari mengenai susunan fraksi,
distribusi ruang pori dan partikel tanah baik berupa padatan, udara maupun air tanah
(moisture). Strategi pengelolaan tanah secara fisika sangat berkaitan dengan menjaga struktur
maupun agregasi tanah. Struktur dan agregat tanah yang baik akan mendorong peningkatan
infiltrasi, retensi air pada kondisi cekaman, mengurangi runoff dan mencegah erosi.
Pengelolaan tanah secara fisika mencakup praktik konservasi dalam persiapan tanah
sebelum, saat dan setelah ditanami serta pengelolaan untuk menjamin ketersediaan
sumberdaya air. Air merupakan salah satu bahan transporter terkuat. Pada lahan dengan
kemiringan tertentu dengan curah hujan tinggi, upaya reduksi bahaya erosi menjadi hal
utama. Pengelolaan tanah dapat dilakukan dengan pembuatan teras baik berupa teras bangku,
guludan, dan sebagainya yang searah dengan kontur. Hal ini dimaksudkan agar periode
resapan air hujan ke dalam tanah dapat diperpanjang, mengendapkan sedimen yang mungkin
terbawa runoff, mengurangi panjang lereng maupun memperkecil kemiringan lereng.
Pengelolaan tanah secara fisika pada daerah datar maupun cekungan dapat dilakukan
dengan pembuatan saluran irigasi dan saluran drainase. Pembuatan saluran irigasi akan
memastikan tanah memiliki lengas yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Saluran drainase juga diperlukan untuk mencegah terjadinya water logging pada tanah-tanah
kaya clay yang ditanami oleh tanaman non-toleran terhadap penggenangan.
Pemanenan air juga dapat dilakukan sebagai salah satu stategi pengelolaan tanah
untuk menjami ketersediaan sumberdaya air. Pemanenan air seperti pembuatan biopori dan
embung dapat membantu memastikan kecukupan simpanan air saat musim kering dan
menjaga tanah dari genangan maupun erosi saat musim hujan. Selain itu, pemanenan air
menggunakan biopori dapat menjadi sumber tambahan pupuk organik karena lubang yang
digunakan berguna sebagai tempat dekomposisi serasah maupun sampah rumah tangga.
Pemberian mulsa plastik juga dapat membantu mengurangi energi pukulan air hujan
terhadap tanah. Penggunaan mulsa ini tentunya memerlukan biaya cukup tinggi dan berisiko
terhadap lingkungan dengan limbah plastik yang dihasilkan. Penggunaan plastik
biodegradable dapat menjadi alternatif dalam metode ini.
Jenis pengelolaan lainnya adalah melakukan minimum tillage (pengelolaan tanah
minimal) dengan cara meminimalisir gangguan secara fisik terhadap tanah. Minimum tillage
diterapkan berupa pembajakan pada permukaan terbatas untuk germinasi benih dan
pengolahan tanah yang tidak dibalik. Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga kontinuitas pori
tanah dengan tetap memberikan aerasi bagi pertumbuhan akar.
Metode pengelolaan tanah secara fisika di atas biasanya diterapkan pada tanah
mineral. Upaya pengelolaan tanah gambut memiliki beberapa perbedaan dengan tanah
mineral. Tanah gambut sebaiknya tidak diolah menggunakan alat berat seperti traktor dan
menerapkan minimimum tillage. Penggunaan traktor akan menyebabkan terjadinya kompaksi
yang menginduksi subsidensi atau penurunan tebal gambut. Pengelolaan gulma sebelum
periode tanam juga tidak dilakukan pembakaran, karena gambut akan berubah menjadi abu.
Ketika musim hujan tiba, abu tersebut dapat hilang dan masuk ke badan air.
Penjagaan muka air tanah dengan pembuatan saluran inlet, outlet maupun check dam
agar gambut tetap berada dalam kondisi basah untuk mencegah terjadinya dekomposisi lanjut
akibat suasana aerob, teroksidasinya lapisan pirit (menurunkan pH tanah dan air secara
drastis) dan mencegah irreversible drying.

Strategi Pengelolaan Tanah secara Kimia

Pengelolaan tanah secara kimia berkaitan dengan menjaga ketersediaan dan


kesetimbangan unsur-unsur hara di dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Pengelolaan tersebut tidak terbatas pada ketersediaan hara, namun kondisi pH tanah juga
harus diperhatikan untuk mencegah munculnya hama penyakit.
Pemberian pupuk anorganik pada tanah mineral maupun bahan amandemen atau
ameliorant merupakan beberapa strategi yang dapat dilakukan. Aplikasi pupuk anorganik dan
kapur harus memperhatikan azas 5T, yakni : tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, tepat tempat
dan tepat cara untuk memastikan cost efficiency, produksi yang optimal serta dampak
minimal terhadap lingkungan. Penggunaan pupuk anorganik dan kapur yang tidak tepat dapat
meningkatkan kemasaman tanah, mencemari badan air, dan meningkatkan emisi gas rumah
kaca. Cara aplikasi pupuk yang salah juga menginduksi terjadinya kehilangan pupuk melalui
penguapan maupun leaching.
Pemberian pupuk anorganik pada tanah gambut juga harus mengadopsi azas 5T.
Pengapuran gambut sangat tidak disarankan karena dapat menyebabkan dispersi tanah,
sehingga lebih rentan tererosi. Peningkatan pH dan ketersediaan hara pada tanah gambut
dapat dibantu dengan pemberian abu.

Strategi Pengelolaan Tanah secara Biologi

Pengelolaan tanah secara biologi adalah penggunaan makhluk hidup untuk


memperbaiki dan meningkatkan kondisi tanah baik pada tingkat mikro, meso maupun makro.
Pengelolaan ini termasuk membangkitkan biodiversitas dan induksi biosequestration.
Aplikasi makro fauna seperti cacing tanah membantu dekomposisi, memperbaiki aerasi, serta
bioturbasi. Penggunaan pupuk hayati dan mikoriza merupakan introduksi mikroba baik fungi
maupun bakteri untuk membantu penyediaan N dan P. Bakteri penambat nitrogen membantu
untuk fiksasi N baik secara simbiosis maupun free living. Fungi, mikoriza, dan bakteri pelarut
fosfat menghasilkan eksudat berupa asam organik yang mampu melepaskan ikatan P pada
kopleks jerapan tanah. Hifa yang dihasilkan oleh fungi maupun mikoriza tersebut juga
membantu dalam memantapkan agregat tanah dan memperluas jangkauan akar dalam
menyerap air serta unsur hara.

Pemberian bahan organik dalam bentuk kompos, pupuk hijau, pupuk kandang
maupun biochar adalah salah satu strategi umum dalam pengelolaan tanah, karena mampu
mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Bahan organik mampu memperbaiki sifat
fisik tanah dengan menginduksi pembentukan struktur, agregat, maupun pori tanah yang baik
serta meningkatkan water holding capacity. Bahan organik juga dapat meningkatkan KPK
tanah, menyediakan situs jerapan bagi senyawa toksik dan menjadi sumber hara bagi
tanaman. Sementara secara biologi, pemberian bahan organik akan meningkatkan
ketersediaan karbon tanah untuk peningkatan aktivitas mikroba tanah. Mikroba dekomposer
yang terbawa saat aplikasi bahan organik juga dapat membantu meningkatkan kesehatan
tanah (FAO, 2017).
Rotasi tanaman juga dapat digunakan sebagai strategi pengolahan tanah mineral
maupun gambut. Rotasi tanaman akan menekan invansi hama dan penyakit. Stategi ini juga
dapat diintegrasikan dengan penanaman cover crop. Selain melindungi tanah dari energi
kinentik air hujan dan erosi, cover crop juga dapat membantu meningkatkan kemampuan
tanah dalam regulasi temperatur dan kelembaban dengan lebih baik. Penyediaan nitrogen
tanah juga dapat ditingkatkan melalui asosiasi cover crop legum (Stivers, 2023). Kandungan
karbon tanah juga dapat meningkat karena produksi serasah dan biomassa segar. Cover crop
juga menghasilkan eksudat akar yang dapat memaksimalkan aktivitas mikroba tanah.
Strategi pengelolaan tanah seperti disebutkan diatas sesungguhnya tidak berdiri
sendiri, namun saling berkolaborasi dengan cabang keilmuan yang lain. Penggunaan
Geographical Information System (GIS) dapat diterapkan untuk membantu pengelolaan
tanah. Penggabungan antara GIS dan survey lapangan dapat memberikan informasi maupun
prediksi (forecast) kondisi lahan, sehingga membantu stakeholder untuk mengambil
keputusan yang tepat terkait pemanfaatan lahan tertentu (spesifik) dengan dukungan data
terkini maupun secara historikal. Hal ini dapat digunakan pada prediksi bahaya erosi dengan
menggunakan modelling dari Universal Soil Loss Equation dan GIS.
Praktik pengeloalaan tanah tidak hanya terbatas untuk meningkatkan performance
(kesuburan fisika, kimia dan biologi), namun harus memperhatikan segi perlindungan lahan
dan mitigasi perubahan iklim. Penggunaan teknik konservasi, rehabilitasi, sumber hara dan
amandemen yang aman (tidak menimbulkan pencemaran) dan peningkatan resistensi hama
penyakit dapat diterapkan untuk kelestarian lingkungan.

References :
1. Food and Agriculture Organization. (2017). Voluntary Guidelines for Sustainable Soil
Management. Rome : FAO.
2. Stivers, Lee. (2023, 6 Januari). Intoduction to Soils : Managing Soils. Diakses dari
https://extension.psu.edu/introduction-to-soils-managing soils#:~:text=Practices
%20such%20as%20using%20cover,organic%20matter%20in%20the%20soil

Anda mungkin juga menyukai