Anda di halaman 1dari 6

Skenario Adapatasi Perubahan Iklim Pada Tanaman Kopi

Pendahuluan
Perubahan iklim memicu berubahnya kondisi lingkungan yang berdampak terhadap
kurang optimalnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perubahan iklim antara lain
ditandai oleh kenaikan suhu, keragaman curah hujan, dan meningkatnya kejadian iklim ekstrim.
Perubahan iklim menyebabkan kenaikan suhu yang akan menurunkan laju pertumbuhan,
pembungaan, dan pembuahan tanaman. Kondisi ini dapat mempengaruhi produktivitas tanaman
dengan adanya cekaman panas dari kenaikan suhu, erosi tanah karena intensitas curah hujan
tinggi, dan degradasi lahan akibat meningkatnya intensitas dan durasi kekeringan. Perubahan
iklim yang berdampak pada fluktuasi curah hujan menyebabkan terjadinya sebaran intensitas
curah hujan yang tidak merata, pergeseran bulan basah dan bulan kering hingga tidak
menentunya musim hujan maupun musim kemarau.

Hubungan antara parameter iklim dan produksi perkebunan cukup kompleks, karena
faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan bentuk yang
berbeda pada tanaman kopi. Faktor iklim lainnya dapat mengurangi produktivitas, seperti suhu
udara yang merugikan terjadi selama tahap pertumbuhan yang berbeda. Indonesia Climate
Change Sectoral roadmap (ICCSR) (2009), melaporkan bahwa suhu di Indonesia pada periode
2020-2050 diproyeksikan akan meningkat rata-rata 0,8-1,0 C. Pengaruh suhu udara terhadap
tanaman sudah banyak dikaji melalu fenologi. Setiap tanaman memiliki karakter fenologi yang
berbeda sehingga dapat dijadikan sebagai indikator dalam mempelajari pengaruh perubahan
iklim, terutama peningkatan suhu udara terhadap pertumbuhan tanaman. Pada kondisi yang
kurang optimum, pertumbuhan tanaman akan terganggu yang pada akhirnya menurunkan
kuantitas dan kualitas produksi, meningkatnya serangan hama dan penyakit, gagal panen,
penurunan kapasitas air irigasi, perubahan kesesuian lahan dan tanaman.

Tingkat Kesesuaian Iklim (Lingkungan) Tanaman Kopi

Persyaratan tumbuh berbagai varietas tanaman kopi berbeda satu dengan yang lainnya
terutama dalam hal ketinggian tempat, jenis tanah, dan lama bulan kering.

Dampak perubahan iklim terhadap tanaman kopi


Kopi merupakan komoditas ekspor terbesar setelah kelapa sawit dan kelapa.
Pengembangan kopi menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan pertanian di Indonesia.
Kopi robusta mendominasi produksi kopi nasional yakni 70,14% sisanya 29,86% adalah kopi
arabika (Ditjenbun, 2019). Di lain pihak, permintaan akan kopi (arabika) meningkat dari waktu
ke waktu karena mempunyai citarasa dan aroma yang unik dengan harga yang lebih tinggi dari
pada jenis kopi lainnya. Namun, saat ini luas areal pertanaman kopi menjadi sangat terbatas
dengan produksinya yang rendah diikuti oleh kuliatas mutu kopi yang menurun. Penurunan
produksi kopi terjadi akibat dari peningkatan suhu yang mempengaruhi metabolisme tanaman
seperti pembungaan, fotosintesis, dan proses respirasi. Peningkatan suhu menyebabkan lahan
yang sesuai untuk tanaman kopi (arabika) saat ini akan bergeser ke daerah yang lebih tinggi.
Artinya, luas areal yang sesuai akan menurun drastis dari 360 ribu ha menjadi hanya 57 ribu ha
pada tahun 2050 (Syakir dan Surmaini, 2017).

Kualitas kopi sangat sensitif terhadap suhu dan curah hujan. Curah hujan dan suhu dapat
mengganggu aktivitas pertumbuhan fenologi tanaman sehingga potensi hasil dan kualitas kopi
ditentukan oleh kedua faktor tersebut. Peningkatan suhu dan penurunan curah hujan berdampak
terhadap penurunan produksi kopi. Periode kering yang cukup (23 bulan) diperlukan untuk
mendorong pertumbuhan bunga, sedangkan curah hujan yang tinggi menyebabkan gugurnya
buah. Pada suhu optimum 23C reaksi sistem enzim berfungsi dengan baik sehingga kenaikan
suhu menyebabkan meningkatnya proses reaksi fiosiologis. Hal ini berkorelasi dengan penelitian
Syakir dan Surmaini (2017) yakni ketika suhu udara meningkat >23C maka pembentukan dan
pematangan buah dapat terjadi lebih cepat. Akibatnya, terjadi penurunan terhadap kualitas buah
kopi.

Solusi
Penyusunan strategi khusus diperlukan untuk meminimalkan dampak perubahan iklim
yang menyebabkan dalam upaya peningkatan produktivitas dan keberlanjutan sistem produksi.
Berbagai teknologi telah diaplikasikan dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim pada
tanaman kopi, seperti pola tanam dengan tanaman penaung, penggunaan klon adapatif, dan
teknologi konservasi tanah (Yuliasmara, 2016)
Tanaman penaung.

Tanaman kopi dalam fase fisiologisnya merupakan tanaman c3, yaitu tanaman yang
membutuhkan naungan untuk dapat mengoptimalkan pertumbuhannya. Tanaman Kopi akan
tumbuh optimal pada naungan antara 40-70%, apabila tanaman kopi terkena cahaya matahari
lebih dari 70% maka laju fotosintesis pada tanaman kopi akan endah karena mekanisme
resistensi difusi co2 yang rendah dan laju fotorespirasi yang tinggi (Yustinisngsih 2019).
Penggunaan pohon penaung pada tanaman kopi merupakan usaha untuk menurunkan efek gas
rumah kaca yang dapat meningkatkan suhu lingkungan. Penurunan suhu pada daerah yang
ternaungi akan memperlambat pematangan buah dan perkembangan biji menjadi optimal,
sehingga didapatkan biji kopi yang besar dengan kualitas yang lebih baik. Menurut Purwanto,
et,al,. (2020) suhu mempengaruhi poses fisiologi pada tanaman kopi mulai dari pertumbuhan
akar, serapan unsur hara dan air, fotosintesis, respirasi, dan translokasi fotosintat yang akan
berdakpak pada produktifitas tanaman kopi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pida dan
Ariska (2022) yang menyatakan bahwa naungan dapat mengbah iklim mikro dengan menrunkan
suhu, mengurangi penguapan air pada permukaan tanah dan menurunkan laju transpirasi Selain
itu adanya pohon penaung akan menarik kehadiran musuh alami yang berkontribusi pada
pengendalian hama dan penyerbukan tanaman kopi (Gomes et,al,. 2020).
Pemilihan tanaman penaung dan managemen pemangkasan harus diperhatikan agar tidak
terjadi persaingan yang signifikan antara pohon penaung dengan tanaman kopi, karena akan
terjadi persaingan pada serapan air, nutrisi dan cahaya, yang menjadi factor pembatas produksi
kopi. Secara ekologis dan lingkngan penerapan pohon penaung dapat mengrangi erosi tanah,
memiliki aspek mitgasi untuk meningkatkan cadangan cO2, dan dapat meningkatkan kesuburan
tanah karenameningkatkan kandungan bahan organic melalui daun yang gugur (Syakir dan
Surmaini, 2017). Penambahan pohon penaung dapat mengendalikan pertumbuhan gulma,
menjaga kestabilan pencahayaan yang diterima, penyedia unsur hara yang dibutuhakan, dan
menjaga iklim mikro seperti mengatur kelembaban dan serapan air. Pohon penaung yang umum
digunakan pada pertanaman kopi antara lain alpkat, sengon, sukun, dan lamtoro (Pida dan
Ariska, 2022).

Klon adapti perubahan iklim.


Penggunaan bahan tanam yang dapat beraaptasi pada perubahan iklim merupakan hal
yang sangat penting untk menjaga produktifitas tanaman kopi. Pemilihan batang bawah klon
unggul dengan perakaran yang kuat sangat dibutuhkan untuk mengatasi kekeringan yang
disebabkan oleh perubahan iklim dan penurunan kesuburan tanah (Syakir dan Surmaini, 2017).
Adanya perbahan iklim yang menyebabkan intensitas curah hujan berkurang menebabkan
adanya cekaman kekeringan. Perakaran yang kuat akan meningkatkan ketahanan tanaman kopi
pada cekaman kekeringan tersebut, sehingga dalam jangka Panjang akan mengurangi biaya
untuk mengatasi masalah cekaman air. Menurut Yuliasmara (2016) pertumbhan kopi akan
normal apabila kadar air pada tanah kisaran 75-100% dari air tersedia dan akan mengalami
penrunan laju pertumbuhan sejalan dengan penurnan kadar air pada tanah. Selain cekaman
kekeringan, klon yang dipilih harus dapat lebih tahan terhadap hama dan pathogen, karena salah
satu dampak perunbahan iklim adalah peningkatan organisme penggangu tanaman.Untuk
mengatasi hal tersebut pemerintah telah menganjurkan klon kopi yang lebih adaptif, diantaranya
h BP 409, SA 237, BP 288, BP 358, BP 42, SA 203, BP 936, BP 534, BP 436, BP 920, BP 939,
BP 308, Sintaro 1, Sintaro 2, Sintaro 3, Sehasence, Korolla 1, Korolla 2, Korolla 3, dan Korolla 4
(Randriani dan Dani, 2018).

Teknologi konservasi tanah

Dampak lain dari perubahan iklim adalah terjadinya kemarau Panjang yeng menyebabkan
terjadi kekeringan karena tinginya evapotranspirasi. Usaha yang dapat dilakukan unruk
menanggulangi dampak pada tanaman kopi diantaranya adalah penggunaan mulsa organic,
pembuatan rorak dan biopori. Penggunaan mulsa organic dapat menjaga kengas tanah didaerah
perakaran tanaman kopi. Penggunaan mulsa organic ini dapat diaplikasikan di daerah tanaman
kopi dengan diameter disesaikan dengan tajuk tanaman. Selain dapat mempertahankan lengas
tanah, penggunaaan mulsa organic ini dapat memperbaiki stuktrur tanah dengan menambah
kandungan unsur hara setelah mengalami dekomposisi (Yuliasmara, 2016).

Pembuatan rorak bertujuan untuk menigkatkan resapan air tanah disekitar tanaman kopi.
Rorak dibuat dengan panjang 100 cm, dengan lebar sekitar 30 cm, dan kedalaman sekitar 30 cm.
Teknik pembuatan rorak perlu dibarengi dengan Teknik konservasi lain seperti peletakan sisa
pangkasan pada rorak untuk meminimalkan run off sehingga dampak erosi menjadi menurun
(Yonathan et,al,. 2018). Bahan organic yang tertampung pada rorak akan merangsang
pembentukan akar serabut sehingga penyerapan unsur hara pada tanaman kopi akan lebih
optimal. Selain pembuatan rorak, aplikasi pembuatan biopori pada pertanaman kopi dapat
meningkatkan resapan air, memberi nafas pada perakaran sehingga dapat meningkatkan
perkembangan akar, dan meningkatkan kemampuan menahan air dan inlfiltrasi. Peningkatan
infiltrasitanah dapat menjadi indikasi penggunaan air menjadi efisien. Biopori dibuat dengan
kedalamn sekitar 80-100 cm, dengan diameter 10-30 cm dan diisi dengan material organic
sehingga dapat meningkatkan kandungan bahan organic tanah (Aulia, et,al., 2020).

Kesimpulan

Perubahan iklim menyebabkan perubahan terhadap lingkngan yang berdampak terhadap


kurang optimalnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada tanaman kopi perubahan
yang terjadi sangat mempengaruhi produktifitas, karena hasil dan kualitas kopi sangat sensitif
terhadap suhu dan curah hujan. Oleh karena itu diperlukan strategi khusus untuk mengatasi
dampak perubahan iklim pada tanaman kopi, seperti pola tanam dengan tanaman penaung,
penggunaan klon adapatif, dan teknologi konservasi tanah, penggunaan tanaman penaung
ditujkan untuk mengendalikan iklim mikro di daerah pertanaman, karena dengan adanya nangan
maka suhu disekitar naungan akan turun dan intensitas cahaya yang diterima tanaman kopi akan
sesuai dengan kebutuhannya, yaitu sekitar 40-70%. Penggunaan varietas ungul yang dapat
beradaptasi dengan kondisi iklim sekarang juga sangat penting. Varietas/ klon yang adaptif
memiliki perakaran yang lebih kuat sehinga dapat bertahan dari cekaman kekeringan dan tahan
serangan OPT. adaptasi lainnya adalah dengan memperbaiki daerah pertanaman agar
pertumbuhan tanaman kopi dapat optimal. Cara untuk memperbaiki daerah pertanaman antara
lain dengan pembuatan rorak dan biopori serta penggunaan mulsa organic. Pembuatan rorak dan
biopori bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan air pada tanah dan mengurangi erosi,
sedangkan penggunaan mulsa organic adalah untuk menjaga lengas tanah dan mengurangi
penguapan air.
Daftar Pustaka

Aulia, A H, Yusuf M. Nurin, Dinda M. Yunita, Z. Naylis Syarof, Nisfi, F. Ifadah, Haidar J.
Musyaffa, S. Soemarno. 2020. Penerapan sistem biopori berkompos di kebun kopi
AGROINOTEK: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. 1 (1) : 14-22.

Gomesa, L.C., Bianchia F.J.J.A., Cardosoc I.M., Fernandesc R.B.A., Fernandes E.I. Filhoc ,
R.P.O. Schulte. 2020. Agroforestry systems can mitigate the impacts of climate change on
coffee production: A spatially explicit assessment in Brazil. Agriculture, Ecosystems, &
Environment. 294

Pida, R dan Ariska, N. 2022. Pengaruh Tanaman Penaung Jenis Lamtoro ( Leucaena Sp )
Terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas Tanaman Kopi Arabika (Coffea Arabica) Di
Kabupaten Aceh Tengah Jurnal Pertanian Agros. 24 (2) : 543-551

Purwanto, Rizki, D., Rudianto, B W,. 2020. Karakter Agronomis dan Fisiologis Tanaman Kopi
Robusta (Coffea canephora) pada Dataran Tinggi di Kecamatan Pejawaran Kab.
Banjarnegara. Jurnal Ilmu Pertanian. 02 (1) : 11-16

Randriani, E dan Dani. 2018. Pengenalan Varietas Unggul Kopi. IAARD Press Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian

Syakir, M. dan Surmaini, E. (2017). Perubahan Iklim Dalam Konteks Sistem Produksi Dan
Pengembangan Kopi Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 36 No 2 Desember 2017 :
77 -90.

Yonathan, Subiantoro, R., dan Fatahillah. 2018. Penyuluhan Aplikasi Teknologi Rorak Untuk
Meminimalkan Kerusakan Tanah Akibat Erosi Pada Kebun Kopi Kelompok Tani Kth Bina
Wana Prosiding Seminar Nasional Penerapan IPTEKS Politeknik Negeri Lampung : 24-30.

Yuliasmara, F. 2016. Strategi Mitigasi Perkebunan Kopi Menghadapi Perubahan Iklim. Warta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 28(3): 17.

Anda mungkin juga menyukai