Anda di halaman 1dari 7

Strategi Mitigasi Perkebunan Kopi

Menghadapi Perubahan Iklim


F Yuliasmara1)
1)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB.Sudirman 90 Jember 68118

Perubahan iklim yang mengarah kepada pemanasan global telah


menimbulkan dampak negatif di berbagai bidang termasuk sektor pertanian
dan perkebunan. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat
0,74 ± 0,18OC (1,33 ± 0,32OF) selama seratus tahun terakhir. Global warming
mempengaruhi pola presipitasi, evaporasi, water run-off, kelembaban tanah
dan variasi iklim yang sangat fluktuatif yang secara keseluruhan mengancam
keberhasilan produksi pangan. Menurut Department for International Development
(DFID) dan World Bank tahun 2007 melaporkan rata-rata kenaikan suhu per
tahun sebesar 0,3 derajat celsius dengan kenaikan suhu yang luar biasa terjadi
pada tahun 1998 yang mencapai 1OC. Dampak perubahan iklim yang terjadi
di Indonesia yaitu diprediksi akan mengalami lebih banyak hujan dengan
perubahan 2-3 persen per tahun dengan jumlah hari hujan akan semakin sedikit
sehingga memicu risiko banjir sekaligus kekeringan dan penurunan kesuburan
tanah1).

D ampak perubahan iklim terhadap


perkebunan kopi telah banyak
diketahui secara luas, antara
lain gagalnya pembungaan
kopi, meningkatnya intensitas cekaman air akibat
kekeringan, banjir dan tanah longsor akibat hujan
terjadi sehingga intensitas cekaman air yang
dialami tanaman pada periode musim kering
semakin parah. Akibatnya adalah terjadi
peningkatan kematian tanaman dan anjloknya
produksi pada tahun berjalan maupun beberapa
tahun sesudahnya.
dengan intensitas tinggi dengan jumlah hari hujan Adapun upaya mengatasi dampak perubahan
yang semakin pendek, eksplosi hama, dan iklim pada perkebunan kopi adalah sebagai
meningkatnya intensitas serangan penyakit. Dalam berikut:
beberapa dasawarsa ini, terjadi peningkatan
suhu udara yang berpengaruh langsung terhadap
laju evapotranspirasi, ketahanan tanaman
1. Pola tanam kopi dengan penaung
terhadap lingkungan, dan berdampak pada
(Agroforestri)
penurunan produksi dan mutu hasil. Tingkat Pada perkebunan kopi upaya untuk mengurangi
kekeringan pada musim kemarau akibat El Nino dampak pemanasan global telah mulai dilakukan
juga cenderung makin parah dan makin sering sejak awal tahun 2000-an. Pola tanam kopi

28 | 3 | Oktober 2016

1 <<
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
dengan penaung merupakan salah satu hal yang 8–12 tahun sebesar 9,21–15,82 Mg ha-1 dan di
dapat diterapkan sebagai langkah antisipasi Kebun Andungsari pada umur 10 tahun sebesar
terhadap pemanasan global. Sistem pertanaman 19,24 Mg ha-1(5). Di sisi lain, adanya vegetasi yang
kopi dengan konsep agroforestri merupakan memadai akan memperbaiki kesuburan tanah
konsep yang telah lama diterapkan di perkebunan karena peningkatan kandungan bahan organik
kopi. Selain lokasi tumbuh yang berupa pegunungan, melalui guguran daun dan ranting yang juga
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki memicu perkembangan mikroorganisme tanah
musim kemarau dan musim kering yang tegas. yang lebih baik.
Dari sisi fisiologis, tanaman kopi merupakan Selain keuntungan ekologis dan lingkungan,
tanaman tipe C3 dengan beberapa ciri khas. sistem agroforestri memiliki banyak keuntungan,
Pertama, tidak membutuhkan cahaya matahari baik aspek ekonomi dan mutu produk yang
dalam intensitas tinggi, hanya sekitar 40%–70% dihasilkan. Keuntungan ekonomi yang diperoleh
penyinaran 2) , namun menginginkan cahaya yaitu membutuhkan lebih sedikit input dan tenaga
matahari yang teratur. Penyinaran yang tidak kerja, serta memperoleh tambahan pendapatan
teratur mengakibatkan pertumbuhan tanaman dari pohon penaung. Sistem agroforestri kopi akan
dan pola pembungaan menjadi tidak teratur pula menurunkan kebutuhan berbagai input kimiawi
serta tanaman terlalu cepat berbuah, tetapi yang digunakan pada budidaya kopi secara
produksinya sedikit dan cepat menurun. Kedua, monokultur. Aplikasi pupuk kimia (anorganik)
efisiensi fotosintesis rendah, karena terjadi merupakan input terbesar pada budidaya kopi6).
fotorespirasi. Efisiensi fotosintesis tanaman kopi Sistem agroforestri kopi dengan tanaman kayu-
yang rendah menjadikan laju pertumbuhan kayuan akan meningkatkan keuntungan ekonomi
tanaman kopi menjadi tidak optimal 3). bagi petani karena hasil kayu dapat digunakan
Ada beberapa keuntungan ekologis dan sebagai sumber pendapatan dan ranting kayu
lingkungan dari penerapan sistem agroforestri dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Diversifikasi
yaitu mengurangi erosi tanah, meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari berbagai
cadangan karbon, menjaga kesuburan tanah, dan tanaman pada suatu lahan dapat menurunkan
menjaga keanekaragaman hayati. Kopi merupakan resiko ekonomi yang lebih rendah dibandingkan
tanaman berakar tunggang dengan panjang akar pada sistem budidaya kopi monokultur. Keuntungan
mencapai kedalaman 150 cm. Panjang total akar lainnya dengan penerapan sistem agroforestri
tanaman kopi dapat mencapai 20–25 km dan pada budidaya kopi adalah meningkatnya mutu
permukaan serapan berkisar antara 400–500 m 2. produk kopi yang dihasilkan, terutama citarasa
Akar lateral dapat mencapai panjang 2 m dari kopi. Penaungan tanaman kopi dalam sistem
pohon. Sekitar 80–90% akar serabut terdapat agroforestri menyebabkan proses pemasakan
pada kedalaman tanah 0–20 cm dan pada jarak buah lebih optimal. Sebaliknya, di lokasi
60–90 cm dari pohon. Dengan akar tunggang penanaman tanpa naungan umumnya buah kopi
yang dalam dan akar serabut yang rapat di lapisan cepat masak karena tercekam cahaya.
tanah permukaan, maka tanaman kopi berperan Tanaman penaung yang paling ideal
positif terhadap tata air dan mampu mempertahankan digunakan di perkebunan kopi adalah lamtoro.
struktur lapisan tanah serta memperkokoh Namun, penggunaan lamtoro sebagai penaung
struktur lapisan tanah. Menurut Hairiah, tanaman tanaman kopi kurang memberikan keuntungan
kopi robusta tanpa pemangkasan memiliki Indeks dalam menambah penghasilan petani. Sehingga
Cengkeram Akar sangat tinggi yaitu 7,71 dan kopi pada prakteknya di lapangan, sering dijumpai
yang dipangkas memiliki Indeks Cengkeram Akar adanya modifikasi penaung dengan menggunakan
2,50. Keberadaan tanaman kopi pada sistem tanaman lain yang lebih menguntungkan secara
agroforestri juga memiliki potensi untuk menambah ekonomi. Terdapat 5 sistem pengelolaan kebun
serapan karbon berkisar antara 10 Mg ha -1(4), kopi dengan sistem agroforestri yang diterapkan
sedangkan pada kopi rakyat umur 8–9 tahun di Indonesia, yaitu7): a) Sistem Agroforestri Kopi
sebesar 9,79–12,68 Mg ha-1, di Kebun Kaliwining Sederhana (Simple Shade), yaitu penanaman kopi
pada umur 8-10 tahun sebesar 7,47–12,53 Mg dengan satu jenis pohon penaung atau kombinasi
ha-1, di Kebun Sumberasin pada umur tanaman antara kopi dengan satu jenis pohon penaung;

Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
28 | 3 | Okober 2016

>> 2
b) Sistem Agroforestri Kopi Multistrata, yaitu kopi di bawah hutan tanaman industri baik yang
penanaman kopi dengan tanaman penaung yang dikelola pemerintah maupun swasta. Dalam sistem
beraneka ragam dengan pola tanam tidak teratur ini, tanaman kayu industri yang menjadi komoditas
sehingga membentuk suatu sistem agroforestri primer di lokasi tersebut, sedangkan tanaman
kompleks; c) Sistem Agroforestri Kopi Multiple kopi hanya merupakan sumber pendapatan
Cropping (Tumpangsari), yaitu sistem penanaman tambahan bagi pengelola hutan.
kopi dengan tanaman kayu dan komoditas lain
yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan semua
2. Penggunaan klon adaptif terhadap
komoditas yang ada dalam sistem tersebut diambil
perubahan iklim
produksinya, baik berupa buah, umbi maupun
kayu; d) Box System Agroforestri, yaitu sistem Penggunaan bahan tanam kopi yang memiliki
penanaman kopi dengan meng-gunakan tanaman daya adaptasi terhadap perubahan iklim juga
kayu industri sebagai batas petak kebun dengan merupakan salah satu alternatif usaha untuk
satuan 1/2 Ha atau 1 Ha. Dalam sistem ini, tanaman mengurangi dampak pemanasan global yang
kayu industri berfungsi sebagai penguat teras, memicu kemarau panjang dan penurunan
pemecah angin dan penambah penghasilan kesuburan tanah.
petani; e) Kopi di bawah hutan yaitu penanaman

a b

c d

Sistem agroforestri kopi sederhana (simple shade) (a), box sistem (b),
kopi-tanaman kayu industri (c) dan multistrata (d)

28 | 3 | Oktober 2016

3 <<
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
2.1. Penggunaan bahan tanam toleran kopi Robusta klon BP 308 memiliki perakaran yang
kekeringan jauh lebih lebat dibandingkan dengan klon lain(8).
Dengan perakaran yang banyak, klon BP 308
Penggunaan tanaman kopi dengan batang
tahan terhadap cekaman kekeringan.
bawah klon dengan perakaran kuat telah terbukti
mampu meningkatkan ketahanan tanaman kopi
terhadap pengaruh kekeringan dan penurunan 2.2. Penggunaan klon kopi toleran
kesuburan tanah. Sehingga dalam program jangka hama dan penyakit
panjang, penggunaan bahan tanam toleran
cekaman air perlu diterapkan secara bertahap Peningkatan aktivitas organisme pengganggu
sesuai dengan program peremajaan tanaman. tanaman (OPT) juga merupakan salah satu
Penggunaan bahan tanam toleran akan dampak perubahan iklim yang mengarah pada
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk pemanasan global. Nematoda merupakan salah
mitigasi dampak cekaman air. Klon-klon kopi, satu hama yang banyak menimbulkan kerugian
seperti BP 409, BP 42 dan BP 234 merupakan pada tanaman kopi, di samping itupenyakit karat
bahan tanam unggul yang toleran terhadap daun pada kopi Arabika yang disebabkan oleh
kekeringan dibandingkan klon BP 358 dan BP 288. jamur Hemilia vastatrik intensitasnya meningkat
Pada tanaman kopi, bibit semaian asal klon KW akibat pemanasan global.
165 dan KW 163 menunjukkan toleransi cekaman a) Nematoda (Pratylenchus coffeae, P. coffeae);
air yang paling tinggi dibandingkan bibit semain nematoda merupakan permasalahan utama
klon lainnya. Pertumbuhan bibit kopi tetap normal pada budidaya kopi. Aktivitas nematoda
jika kadar air tanah pada kisaran 75-100% dari disinyalir mengalami peningkatan seiring
air tersedia. Jika air tanah 50% dari air tersedia, dengan peningkatan suhu akibat pemanasan
pertumbuhan turun 20% dan jika kadar air tanah global. Cara yang paling efisien untuk
turun sampai 25% air tersedia, pertumbuhan akan mengendalikan nematoda parasit kopi adalah
turun 50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penanaman klon kopi yang tahan atau

Perakaran kopi Robusta BP 308 dengan BP 42

Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
28 | 3 | Okober 2016

>> 4
toleran serangan nematoda. Hasil penelitian dibudidayakan di dataran tinggi dengan
menunjukkan bahwa jenis kopi Ekselsa (Coffea ketinggian lebih dari 1000 m dpl. yang beriklim
excelsa) klon Bgn 121.09 memiliki ketahanan sejuk. Budidaya kopi Arabika pada ketinggian
yang tinggi terhadap serangan P. coffeae. kurang dari 1000 m dpl. yang bersuhu lebih
Penelitian menunjukkan bahwa klon BP 961 tinggi memerlukan input serta perlakuan
ternyata juga tahan terhadap serang an khusus sebab serangan penyakit karat daun
P. coffeae 9) . Analisis mekanisme ketahanan akan meningkat seiring dengan peningkatan
menunjukkan bahwa jenis kopi Robusta yang suhu lingkungan dan curah hujan dengan
tahan tersebut (BP-961) ternyata akarnya potensi kerugian mencapai 40% di Peru11).
memiliki kandungan polifenol yang cukup tinggi Penggunaan jenis kopi tahan/toleran karat
dibandingkan kopi Robusta yang rentan 10). daun menjadi metode yang paling efisien untuk
Klon-klon kopi yang tahan tersebut dapat diaplikasikan. Beberapa klon/varietas kopi yang
digunakan untuk mengatasi masalah nematoda toleran terhadap karat daun, yaitu:
parasit sebagai batang bawah. Namun 1. S 795, merupakan hasil seleksi alami
pengujian lebih lanjut diperoleh klon kopi antara C. arabica dan C. liberika yang
Robusta yang lebih tahan, yaitu klon BP 308 disilangkan kembali dengan C. arabika.
yang memiliki ketahanan lebih tinggi, memiliki Keunggulan varietas S 795 yaitu relatif
jumlah akar yang lebih banyak dibandingkan tahan terhadap serangan penyakit karat
klon lain sehingga juga menunjukkan daun dan memiliki hasil panen yang cukup
ketahanan terhadap kekeringan. Pada saat ini tinggi dengan kualitas sangat baik. Varietas
klon BP 308 menjadi klon anjuran nasional ini merupakan salah satu varietas primadona
untuk digunakan sebagai batang bawah tahan di India dan Indonesia.
nematoda dan tahan kering karena sifat 2. Andungsari 2K, habitus: semi katai, tajuk
ketahanannya tersebut8). rimbun dan kompak, cabang primer tumbuh
b) Karat daun; kenaikan suhu tahunan sebesar terkulai lentur teratur, ruas pendek, panjang
rata-rata 0,3OC sangat berpengaruh terhadap antar ruas batang 3–5 cm, ruas cabang 3–
budidaya kopi Arabika di Indonesia yang 4 cm. Biji berbentuk bulat memanjang,
merupakan negara beriklim tropis. Kopi ukuran biji cukup besar, berat 100 butir bji
Arabika di Indonesia akan optimal jika kopi pasar 18-19 g, nisbah biji-buah 18.9%.

Serangan nematoda pada kopi klon rentan (a) dan


Pertanaman kopi Arabika dengan batang bawah tahan nematoda (b)

28 | 3 | Oktober 2016

5 <<
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
Ketahanan terhadap karat daun agak tahan gugur maupun dalam bagian tanaman yang
- agak rentan. Potensi produksi 2,35 ton/ha. dipangkas jauh lebih tinggi daripada unsur hara
3. Komasti, habitus: katai dan tajuk kompak. yang diserap oleh buah kopi 13). Mulsa organik
Buah masak serempak, bentuk buah oval diaplikasikan di sekeliling tanaman kopi dengan
membulat dengan diskus kecil, dompolan diameter sesuai lebar tajuk tanaman. Keuntungan
buah tidak terlalu rapat, ukuran buah mulsa organik adalah mampu menjaga lengas
seragam, berat 100 buah masak merah tanah di sekitar perakaran, menambah kandungan
dengan berat rata-rata 230 gram. Biji bahan organik sehingga memperbaiki struktur dan
berbentuk membulat, rata-rata berukuran tekstur tanah, menekan pertumbuhan gulma, lebih
besar, berat 100 butir biji 18,4 g; nisbah ekonomis, dan mudah diperoleh.
biji-buah 18%. Ketahanan tahan penyakit
karat daun agak tahan. 3.2. Rorak (Gondang-gandung)
Rorak atau gondang-gandung adalah lubang
3. Aplikasi teknologi konservasi lengas berukuran panjang sekitar 1 m, lebar sekitar 0,3 m
tanah dan dalam sekitar 0,3 m yang dibuat di dekat
Penerapan teknologi konservasi lengas tanah pohon kopi. Rorak berfungsi sebagai tempat
pada perkebunan kopi menggunakan beberapa penampung air hujan serta larutan tanah dan
teknik yaitu mulsa, gondang-gandung, dan sekaligus unsur hara yang dibawanya agar dapat
biopori. meresap di sekitar perakaran kopi; penampung
bahan organik yang ada di sekitar tanaman kopi;
serta merangsang pembentukan akar serabut
pada tanaman kopi sehingga penyerapan
tanaman lebih optimal. Pada tanah miring, rorak
dibuat di antara larikan tanaman kopi sejajar
kontur.

3.3. Biopori
Biopori merupakan lubang resapan vertikal
yang berfungsi untuk meningkatkan laju resapan
Penerapan teknologi konservasi legas tanah air hujan. Lubang biopori dibuat dengan diameter
10 cm dan kedalaman 1 meter, kemudian diisi
dengan material organik sehingga dapat
3.1. Aplikasi mulsa organik
menyerap dan menyimpan air. Kedalaman 1 meter
Mulsa organik berasal dari bahan-bahan menyebabkan biopori dapat berfungsi sebagai
alami yang mudah terurai seperti sisa-sisa sumbu untuk menaikkan air tanah ke permukaan
tanaman seperti kulit kopi, seresah hasil sehingga dapat diserap tanaman. Pengaruh positif
pangkasan kopi, maupun kotoran ternak. Mulsa biopori adalah menambah hara tanah, menyimpan
tanaman yang berasal dari tanaman penaung air, memberi nafas pada perakaran, dan menjadi
maupun kopi yang dipangkas sebaiknya tetap habitat hewan dan jasad renik.
dipertahankan di dalam kebun kopi. Hal ini
mengingat bagian tanaman tersebut dapat
Penutup
dimanfaatkan sebagai mulsa untuk mengurangi
evaporasi dan erosi, sekaligus apabila sudah Perubahan iklim yang salah satunya
mengalami dekomposisi dapat melepas unsur menyebabkan terjadinya pemanasan global telah
hara yang dikandungnya ke tanah di sekitar menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi
perakaran kopi12). Penelitian menunjukkan bahwa oleh para petani dan pekebun, termasuk kopi.
unsur hara N, K, Ca, dan Mg yang terkandung Berbagai teknologi untuk mengurangi dampak
dalam daun tanaman kopi berumur 10 tahun yang pemanasan global telah banyak ditemukan, dan

Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
28 | 3 | Okober 2016

>> 6
5)
diintroduksikan. Namun demikian, kurangnya Wibawa. A.; F. Yuliasmara & R. Erwiyono (2010). Estimasi
Cadangan Karbon pada Perkebunan Kopi di Jawa
akses petani terhadap teknologi dan informasi Timur. Pelita Perkebunan 26, ...-...
menyebabkan masih minimnya pengaplikasian 6)
Navichoc, D.; M. Soto; L. Rivera & B. Killian (2013). Carbon
teknologi-teknologi tersebut, terutama di tingkat footprint across the coffee supply chain: The case
petani skala rumah tangga. Oleh karena itu, of Costa Rican coffee. Journal of Agricultural
Science and Technology, 3,151-170.
diperlukan upaya yang lebih intensif dalam 7)
Erdiansyah, N.P. & F. Yuliasmara (2016). Pengelolaan
mengatasi dampak perubahan iklim pada Penaung dalam Kopi: Sejarah Botani Proses
perkebunan kopi, yaitu dengan penerapan sistem Produksi, Pengolahan, Produk Hilir dan Sistem
budidaya agroforestri, penggunaan klon/varietas Kemitraan. Gadjah Mada University Press. 890 p.
8)
adaptif terhadap perubahan iklim, dan aplikasi Nur, A.M.; Zaenudin & S. W iryadiputra (2000). Morfologi
dan sebaran akar kopi Robusta klon BP 308 pada
teknologi konservasi lengas tanah. Diharapkan lahan endemik nematoda parasit, Pratylenchus
dengan penerapan teknologi tersebut ditingkat coffeae. Pelita Perkebunan, 16, 121–131.
9)
petani akan dapat meningkatkan ketahanan W iryadiputra, S. & R. Hulupi (1995). Uji ketahanan
varietas kopi Arabika introduksi terhadap nematoda
perkebunan kopi terhadap perubahan iklim,
P. coffeae. Makalah Konggres Nasional XIII dan
meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.
usaha tani kopi di Indonesia. Mataram, 25–27 September 1995, 8p.
10)
Toruan-Mathius, N.; A. Pancoro; D. Sudarmadji; S. Mawardi
& T. Hutabarat (1995). Root characteristics and
Sumber Pustaka molecular polymorphisms associated with resistance
1)
to Pratylenchus coffeae in Robusta coffee. Menara
Syafi’I, I. (2011). Dampak Pemanasan Global Terhadap Perkebunan, 63, 43-51.
Pertanian di Indonesia dalam Makalah Ilmu 11)
Koebler, J. (2013). How Climate Change Could Eventually
Alamiah Dasar. Fakultas Keguruan dan Ilmu
End Coffee. US News & World Report at: http://
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang.
www.usnews.com/news/articles/2013/03/27/buzzkill-
13 p.
2)
how-climate-change-couldeventually-end-coffee.
Muschler, R.G. (1995) Efectos de diferentes niveles de 12)
Abdoellah (2016) Kopi dan Lingkungan Hidup: Sejarah
sombra de Erythrina poeppigiana sobre Coffea
Botani Proses Produksi, Pengolahan, Produk Hilir
arabica vars. Caturra y Catimor. In: II. Semana
dan Sistem Kemitraan. Gadjah Mada University
Científica del Centro Agronómico Tropical de
Press. 890 p.
Investigación y Enseñanza (CATIE), pp. 158–160.
13)
CATIE, Turrialba, Costa Rica. Wrigley, G. (1988). Coffee. Longman Sci. Tech. England.
3) 639 p.
Mawardi, S. (2004). Temu Karya Kopi VI. Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia, Jakarta. **0**
4)
Hairiah, K. & S. Rahayu (2007). Pengukuran Karbon
Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan
Lahan. World Agroforestry Center-ICRAF. Bogor.

28 | 3 | Oktober 2016

7 << PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA


Warta

Anda mungkin juga menyukai