Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yogi Wahyu Pradana

NIM : 22/495982/PPN/04859
Review Jurnal
Judul : Sustainable Cropping Systems
Penulis : A. Jeffrey Coulter
I. Pendahuluan
Populasi manusia secara global terus bertambah, hal ini dibuktikan pada tahun 2019
poplasi manusia mencapai 7,7 miliar dan diprediksikan pada tahun 2050 mencapai 9,7 miliar.
Populasi manusia yang terus bertambah akan mempengaruhi. Meningkatan produksi tanaman
akan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun, sumber daya yang dibutuhkan
untuk produksi tanaman sangat terbatas, termasuk tanah, air, dan nutrisi, sehingga penting
untuk digunakan secara bertanggung jawab.
peningkatan produksi tanaman global telah dikaitkan dengan perluasan lahan untuk
produksi tanaman, peningkatan lahan pertanian di bawah irigasi, dan penggunaan pupuk kimia
yang lebih besar, bersama dengan ketergantungan pada pestisida kimia. Hal ini akan
berdampak negative terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan
produksi tanaman dengan mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan.
II. Solusi Pertanian Berkelanjutan
II.1 Desain Sistem Pertanian
Menurut Merot dan Beohouchette mengusulkan metode untuk menerapkan teori
dinamika patch berbasis ekologi untuk analisis sistem pertanian, yang
mempertimbangkan heterogenitas spatiotemporal dan variasi dalam pengelolaan
tanaman dan ladang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa itu berguna untuk
karakterisasi hierarkis sistem pertanian dari skala pertanian ke skala lapangan dan
untuk memahami interaksi antara praktik pertanian dan proses biologis.
Untuk mengendalikan kerusakan penggerek batang pada jagung (Zea mays
L.),diperlukan system tanam dorong-tarik dikebangkan dengan legume desmodium
toleran kekeringan yang ditumpangsarikan dengan tanaman jagung. Menurut Kumela et
al. mengevaluasi sistem tanam ini dengan jagung monokultur dalam uji coba pertanian
di dua lingkungan pada tahun 2016 dan empat lingkungan pada tahun 2017 Hasil biji
jagung dengan sistem tanam dorong-tarik secara signifikan lebih besar daripada jagung
monokultur dalam semua kasus kecuali di satu lingkungan pada tahun 2017.
Tumpangsari tanaman toleran naungan dengan pohon merupakan strategi yang
efisien dalam pemanfaatan lahan. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan
tanaman pangan toleran naungan yang umumnya ditumpangsarikan dengan
pohonpohon di daerah tropis dan sub-tropis yang memiliki tingkat penyinaran matahari
yang tinggi. Di wilayah ini, naungan telah terbukti memiliki efek minimal pada hasil umbi
kentang. Menurut penelitian Schulz et al. efek naungan buatan pada kentang di Jerman
cocok untuk system agroforestry dengan naungan hingga 26% dibawah tingkat
penyinaran matahari normal.
II.2 Rotasi Tanaman
Menurut Pagnani et al. pengaruh rotasi tanaman dan system pengolahan tanah
pada gandum durum (Triticum turgidum L. subsp. durum (Desf.) Husn.) selama dua
musim tanam di wilayah Mediterania. Dibandingkan dengan gandum monokultur, rotasi
dua tahun sisa kacang - gandum meningkatkan hasil gandum sebesar 8%, sepanjang
tahun dan sistem pengolahan tanah.
II.3 Manajemen Nitrogen
Kompos, atau bahan organik yang terdekomposisi, dapat meningkatkan
kesuburan tanah dan berfungsi sebagai sumber pelepasan N yang lambat bagi
tanaman. Makalah oleh Maucieri et al. mengevaluasi berbagai jenis kompos sebagai
pengganti pupuk mineral N dalam urutan tiga tahun jagung-gandum (Triticum aestivum
L.)-bunga matahari (Helianthus annus L.) di Italia. Temuan ini menunjukkan bahwa
kompos dapat digunakan untuk mengimbangi aplikasi pupuk N sintetis dalam produksi
tanaman, dan dapat menjadi komponen kunci dari sistem tanam yang berkelanjutan.
II.4 Manajemen Residu
Residu tanaman merupakan sumber nutrisi yang penting, dan pengembaliannya
ke tanah dianggap fundamental untuk mempertahankan produksi tanaman dan kualitas
tanah. Menurut Tian et al. melaporkan karbon tanah dan penyimpanan N yang
dipengaruhi oleh metode retensi residu jagung di bawah simulasi persiapan lahan di
timur laut Cina. Temuan ini menunjukkan bahwa mengubur residu jagung pada
kedalaman 30 cm adalah metode yang paling cocok untuk retensi residu di antara
perlakuan yang mereka uji.
II.5 Tanaman Penutup
Mengintegrasikan tanaman penutup tanah ke dalam sistem tanam tahunan dapat
memberikan banyak manfaat, termasuk perlindungan terhadap erosi tanah, perbaikan
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, penyerapan air dan N untuk mengurangi pencucian
nitrat-N, penekanan hama, dan peningkatan hasil panen. Pengaruh tanaman penutup
musim dingin dari vetch susu Cina (Astragalus sinicus L.) pada padi ganda berikutnya di
Cina selatan dibahas dalam artikel oleh Nie et al. tanaman penutup vetch susu cina
mampu meningkatkan hasil biji-bijian dari tanaman padi, hal ini menegaskan nilai vetch
susu cina untuk meningkatkan keberlanjutan produksi tanaman padi.
Makalah oleh Alexander et al. melaporkan hasil dan respons ekonomi terhadap
pemupukan N untuk jagung tahun pertama dan kedua yang ditanam di semanggi kura
(Trifolium ambiguum M. bieb) yang hidup sebagai mulsa di bagian atas Midwest USA. .
Temuan ini mengungkapkan bahwa mulsa hidup semanggi kura dapat mengurangi
kebutuhan pupuk N untuk jagung sekaligus meningkatkan keuntungan bagi petani, dan
berkontribusi pada semakin banyak literatur yang menunjukkan bahwa penggunaan
mulsa hidup semanggi kura adalah taktik yang layak untuk sistem tanam berbasis
jagung yang berkelanjutan.
II.6 Manajemen Organik
Produksi tanaman organik menggunakan tanaman yang tidak dimodifikasi
secara genetik dan bergantung pada praktik berbasis ekologi seperti rotasi tanaman
yang beragam termasuk legum hijauan, tanaman penutup tanah, penggunaan pupuk
kandang dan perubahan tanah organik lainnya, dan pengendalian gulma mekanis
sebagai pengganti pupuk sintetis dan pestisida. Menurut Ciaccia et al. membandingkan
sistem pengelolaan kesuburan tanah organik selama rotasi sayuran dua tahun di bawah
greenhouse rumah kaca yang tidak dipanaskan di lingkungan Mediterania, dan
memberikan penilaian menyeluruh tentang kinerja tanaman, kesuburan tanah, dan
kelimpahan arthropoda tanah. Hal ini menegaskan pentingnya evaluasi secara
bersamaan beberapa indeks agronomi, kesuburan tanah, dan keanekaragaman hayati
tanah ketika menilai kinerja agroekosistem, dan menunjukkan bahwa artropoda tanah
dapat digunakan sebagai bioindikator untuk evaluasi komprehensif sistem tanam.
II.7 Pengelolaan Tanaman untuk Efisiensi Penggunaan Irigasi Air
Penurunan tingkat akuifer merupakan ancaman serius bagi produksi tanaman di
daerah semi-kering dan gersang yang bergantung pada mereka untuk irigasi. Menurut
penelitian Leghari et al. menggunakan data dari Dataran Cina Utara dan pemodelan
simulasi untuk menilai produktivitas tanaman dan efisiensi penggunaan air dan N untuk
sistem panen ganda gandum musim dingin-musim panas yang dominan di bawah
standar dan tingkat irigasi dan N yang dioptimalkan, dan untuk jagung musim semi
monokultur dan rotasi jagung musim dinginmusim panas-jagung-jagung musim semi dua
tahun di bawah irigasi yang dioptimalkan dan tingkat N. Temuan ini menunjukkan
efisiensi penggunaan air dan N dalam sistem pertanaman ini berdasarkan pemodelan
simulasi untuk kisaran tingkat irigasi dan N, dan menyarankan bahwa pertukaran dalam
produktivitas tanaman mungkin diperlukan untuk pengelolaan sumber daya air dan N
yang bertanggung jawab di beberapa daerah.
III. Kesimpulan
Meningkatkan produksi tanaman global dengan diimbangi peningkatan permintaan pada
pasokan sumber daya yang terbatas merupakan suatu tantangan terbesar yang dihadapkan
pada umat manusia. Sistem pertanian berkelanjutan bedasarkan agroekologi, penggunaan
input yang rasional, dan perbaikan tanah merupakan kunci untuk memenuhi tantangan ini.
Beberapa artikel penelitian yang telah dilakukan di berbagai sistem pertanian di seluruh dunia
dapat digunakan sebagai informasi dan dasar untuk inovasi agronomi yang diperlukan untuk
intensifikasi produksi tanaman yang berkelanjutan dalam skala luas.

Anda mungkin juga menyukai