Anda di halaman 1dari 5

AGAMA DAN BUDAYA

A. Fenomena Agama dan Budaya dalam Kehidupan Manusia

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari
kehidupan dan system budaya ummat manusia. Sejak awal kebudayaan
manusia, agama, dan kehidupan beragama telah menggejala dalam kehidupan,
bahkan memberikan corak pada dan bentuk pada semua perilaku budayanya.

Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa
ketergantungan manusia terhadap kekuatan ghaib yang dirasakan sebagai
sumber kehidupan. Rasa (tepatnya naluri)ini lantas memuunculkan gejala
untuk berperilaku memohon bantuan dan perlindungan serta keselamatan
kepada kekuatan ghaib tersebut. Lalu “apa”, dan “siapa” kekuatan ghaib yang
dirasakan sebagai sumber kekuatan itu? Bagaimana pula cara berkomunikasi
dan memohon perlindungan serta perlindungan tersebut? Demikianlah awal
dari rasa/naluri keagamaan tersebut, merupakan desakan dari sisi internal, -
mendorong munculnya perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama)
merupakan bawaan kehidupan manusia; dengan kata lain merupakan “fitrah”
manusia.

B. Mencari Pengertian Agama : Agama, Religi dan al-Din.

Masyarakat Indonesia selain mengenal istilah agama, juga mengenal istilah


religion (English) dan al-din (Arabic). Ketiga istilah menjadi pembicaran
dikalangan para ahli. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat; -

Pertama mengatakan bahwa, ketiga istilah tersebut berbeda antar satu


dengan yang lainnya, dan masing-masing mempunyai pengertian sendiri-
sendiri. Pendapat ini dikemukkan oleh Sidi Gazalba dan Zainal Arifin
Abbas.
Kedua mengatakan bahwa, arti istilah agama, religi dan al-din adalah sama;
hanya berbeda dari segi bahasanya saja. Agama(bahasa Indonesia, berasal
dari bahasa Sansekerta),religi(English) dan al-din(Arabic). Pendukung
pendapat ini adalah, ESA dan Faisal Ismail, - sekaligus menjadi membantah
pendapat pertama diatas. Mereka mengemukakan argumentasi sebagai
berikut:
1. Argumentasi berdasarkan al Qur’an.
- Dalam al Qur’an ditemukan kata al-din (memakai al-ta’rif) dan din (tidak
memakai al-ta’rif) yang digunakan untuk agama-agama selain Islam.
Sebagaimana dalam QS. al Kaafirun:6, “Lakum diinukum waliyadiin”

- Kata diinukum dalam ayat tersebut, khitab/sasarannya pada agama selain


Islam. Dengan demikian, agama selain Islam pun dapat menggunakan
istilah al-din. Selain itu, al-din (dengan alif-lam) kadang-kadang juga
digunakan untuk agama selain Islam; sebagaimana dalam QS. at
Taubah:33, ash Shaf: 9, dan al Fath:28: “Huwal ladzii “arsala rasuulahu
bilhuudaa wa diinil haqqu…”

Dengan memperhatikan ayat-ayat tersebut tampak bahwa, kata din baik


yang memakai awalan alif lam atau tidak, juga dapat digunakan untuk
agama-agama selain Islam. Karena itu, pendapat pertama diatas sulit untu
diterima kebenarannya secara Qur’aniyyah.

2. Argumentasi ilmiah – bahwa, dalam dunia ilmu pengetahuan yang


berbahasa Arab, istilah al din juga digunakan untuk agama-agama selain
Islam; demikian pula untuk istilah agama ataupun religi juga digunakan
baik untuk Islam atau juga non Islam. Sebagai contoh, Buku
Perbandingan Agama atau comparative religion (Engglish), atau
muqorronah al-adyaan (Arabic); kata al adyaan adalah bentuk jamak
dari kata al-din; - yang di bahas didalamnya tentu bukan hanya al-din
Islam saja, tetapi juga al-din yang lain, seperti Kristen, Yahudi,
Zoroaster, Hindu , Budha , ect.

Dengan demikian, kata religi (religion), al-din dan juga agama, walau
masing-masing punya arti etimologi sendiri-sendiri dan masing-masing
mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri, namun dalam arti teknis
terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai inti makna yang sama.

C. Pengertian secara Ethimologis: Agama, Religi, dan al-Dien.

Agama: berasal dari bahasa Sansekerta, masuk dalam perbendaharaan bahasa


Melayu (Nusantara) dibawa oleh agama Hindu dan Budha.

Mengenai pengertian dasarnya terdapat perbedaan pendapat; antara lain :

Pertama, A-gama; A = tidak, Gama = kacau/kocar-kacir. =>Agama = tidak


kacau / teratur. “Agama merupakan satu sistem kepercayaan dan
keyakinan yang teratur, yang tidak kacau dan dengan demikian
mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan dalam hidup.
Kedua, menurut Bachrun Rangkuti (seorang pakar linguistic) : Agama
(Sansekerta): kata dasar Gam, Imbuhan A – a. Gam = ga/gaan
(Belanda); Go(English) = pergi. => A-gam-a = Jalan.
- Jalan hidup – yang harus ditempuh oleh manusia sepanjang
hidupnya; Jalan yang menghubungkan antara sumber hidup dan
tujuan hidup manusia.
- Jalan yang menunjukkan, - dari mana, bagaimana, & hendak
kemmana manusia di dunia ini.
Pengertian agama yang berarti sebagai jalan ini, ditemukan ditemukan sebagai
cirri-ciri hakiki dalam banyak agama; - agama Taoisme dan Syinto, bermakna
jalan. Budhisme menyebut Undang-undang pokoknya dengan jalan; al Masih,
menyeru para pengikutnya untuk mengikuti jalannya. Thoriqot dan syari’ah
serta shiroth dalam Islam, juga bermakna sebagai jalan.

Religi : -> religie (Belanda), Religion (English) -> Latin : Relegare &
relegere. Relegere = hati-hati (1); Berpegang terguh pada norma/aturan
dengan ketat. Relegare = Ikatan/mengikat; artinya, Kekuatan ghaib diyakini
sebagai kekuatan yang menentukan jalan hidup dan mempengaruhi jalan
hidup manusia. Istilah dogma dalam ajaran Nashrani, -> merupakan ajaran
yang harus diterima dan diikuti sebagaimana arti dasar kata religi dan agama
sebagaimana dijelaskan diatas. Demikian pula dengan kata Taqwa dan Aqidah
dalam Islam.

Al-Dien (Arabic); - dari kata : dan = hutang(sesuatu yang harus


dipenuhi/dibayarkan). Dalam bahasa Semit (induk dari bahasa Arab), Din =
Undang-undang / hukum. => Dien & daan (Arabic) menunjukkan, pengertian
dasar nya berarti sebagai, “Undang-undang atau hokum yang harus ditunaikan
oleh manusia, dan mengabaikannya berarti sebagai hutang yang kelak akan
dituntut serta akan mendapatkan hukuman atau balasan jika tidak ditunaikan.

Secara ethimologi kata budaya disebut berasal dari bahasa Sansekerta; dari kata
“buddhayah”, yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti akal
atau budi. Pendapat lain menyebut bahwa, “buddhayyah” merupakan kata
majemuk; yang terdiri dari kata “buddhi-daya” yang berarti, daya dari budi.
Berdasarkan pada dua pengertian tersebut mereka membedakan antara istilah
budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah aktivitas budi yang berupa cipta, rasa,
dan karsa; sementara kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia.
Lanjut ada pula bahasa asing dari kata budaya tersebut; yakni, culture
(English), cultuur (Belanda) dan kultur (Jerman) yang searti dengan
kebudayaan, yang semula semua kata tersebut berasal dari bahasa Latin
“colere” yang berakar kata “colo”. Istilah colere mengandung arti yang
sangat luas; bisa berarti menyuburkan, mengembangkan, mendiami,
menghias, melayani dan memuja. Diantara sekian pengertian yang
disebutkan, pengertian sebagai mengolah tanah (bertani) yang lebih
ditekankan.1 Dari istilah terakhir ini, pengertian budaya kemudian
berkembang menjadi wacana yang berkaitan dengan, “segala daya upaya
dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”.2

Diantara makhluq Allah, manusia menempati posisi tertinggi; faktor


dominan pendukung eksistensi tersebut lebih lanjut disebut karena faktor
akal pikiran yang terdapat pada manusia, dilengkapi dengan kemampuan
berbicara, dan fleksibilitas tangan yang mampu digerakkan ke segala arah.
Kekuatan khas inilah yang melahirkan kebudayaan.
Ciri khas yang di sandang manusia sebagai satu-satunya makhluq budaya
antara lain dikemukakan oleh Endang Syaifuddin Anshari (ESA) setelah
terlebih dahulu membandingkannya dengan makhluq jenis primata lainnya,
bahwa:
1. Manusia adalah sejenis hewan juga
2. Manusia mempunyai perbedaan tertentu dibandingkan dengan hewan
3. Ditinjau dari segi jasmaniahnya, perbedaan antara manusia dengan
hewan adalah gradual, tidak asasi.
4. Ditinjau dari segi ruhaniahnya, perbedaan antara manusia dengan hewan
adalah prinsipiil, fundamental dan asasi
5. Ditinjau dari segi ruhaniah, - keistimewaan manusia dibandingkan
dengan hewan tampak dalam kenyataan, bahwa: manusia adalah
seseorang, suatu pribadi yang menampakkan cirri-ciri yang khas, yaitu
bahwa manusia adalah:
- makhluq yang berakal
- makhluq yang sadar diri
- makhluq yang berbicara berdasarkan akal fikirannya
- makhluq yang pandai membanding dan menafsirkan

1
Ingat kata agriculture

2
Yang tentunya hal ini tidak lepas dari aktifitas unsure akal-budi (pikiran) yang dimiliki oleh makhluq manusia.
Penjelasan lebih tentang pengertian budaya secara ethimologi dapat dilihat antara lain dalam: Musthafa Kamal
Pasha, Ilmu Budaya Dasar. Yogyakarta: Cipta Karsa Mandiri, 2000, h.10 – 15.
- makhluq yang senantiasa bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu
- makhluq yang mempuunyai kehendak dan kemauan bebas
- makhluq yang mengenal norma
- makhluq yang dapat merasa malu
- makhluq yang berpolitik
- makhluq yang berkreasi
- makhluq yang berproduksi
Tegasnya manusia adalah makhluq yang berbudaya.3

Deskripsi yang berbeda tapi dengan substansi sama menurut Kuntjaraningrat


adalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar dari kelakuannya di kuasai oleh akal
2. Kehidupannya dimuka bumi ini hanya mungkin dengan satu suatu system
peralatan luas yang merupakan hasil akalnya
3. Sebagian besar kelakuannya harus dibiasakan dengan belajar
4. Mempunyai bahasa yang menyimpan seluruh tata kelakuannya itu dalam
lambing-lambang vocal maupun tertulis
5. Pengetahuannya bersifat akumulatif
6. Sistem pembagian kerja dalam masyarakatnya jauh lebih kompleks daripada
dalam kelompok-kelompok kawanan binatang
7. Masyarakatnya menunjukkan suatu aneka warna yang besar.

Adapun pengertian budaya secara therminologi, jumlahnya berbanding lurus


(sebanding/sebanyak) jumlah pakar yang berkontribusi mendefinisikan kata
budaya tersebut. Untuk menghemat waktu, dibawah ini cukup dikemukakan
beberapa pengertian saja; pertama menurut Kuntjaraningrat, “

3
ESA, Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu, 1979, h.12.

Anda mungkin juga menyukai