Anda di halaman 1dari 2

Masalah utama yang dihadapi oleh perlindungan tanaman hortikultura banyak yang bersifat

struktural, yang tidak terlepas dari struktur masyarakat petani hortikultura yang mengelola sayuran
dan buah-buahan pada skala lahan kecil. Pengelolaan secara industri skala besar belum banyak
berkembang dan dikembangkan oleh para pemodal, mengingat risiko tinggi yang akan mereka
hadapi. Mengha- dapi petani hortikultura skala kecil banyak keterbatasan yang dihadapi mulai dari
keterbatasan kepemilikan lahan, kemampuan teknis budi- daya dan usaha tani, keterbatasan modal
serta kemampuan pengolahan dan pemasaran produk. Masalah besar kedua adalah terjadinya
pergeseran nilai dan selera konsumen terhadap produk-produk hortikultura. Karena seba- gian besar
komoditas hortikultura dikonsumsi dalam keadaan segar, maka masalah kualitas dan keamanan
pangan merupakan satu kendala yang sedang dan akan dihadapi oleh petani hortikultura. Setiap
konsu- men menginginkan sayuran dan buah segar yang dikonsumsi tidak mengandung cemaran
dalam bentuk apapun, apakah cemaran oli OPT dan sisa serangan OPT, tidak mengandung cemaran
biologi de cemaran fisik dan kimia seperti residu pestisida. Namun dilihat dari sisi kebijakan ada
beberapa masalah yang sedang dihadapi oleh perlindungan hortikultura, yaitu:

1. Ketersediaan Teknologi Tepat Guna Perhatian pemerintah dan para peneliti terhadap
perlindungan hortikultura masih ketinggalan dibandingkan dengan perhatian terha- dap
perlindungan tanaman pangan. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian baru
terbentuk pada tahun 2000. Sebelumnya urusan hortikultura termasuk bagian Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan schingga kurang memperoleh perhatian khusus. Teknologi pengamatan dan
peramalan terhadap OPT hortikultura belum diba- kukan. Teknologi pengendalian OPT Hortikultura
atas dasar prinsip- prinsip PHT baru tersedia pada sedikit komoditas hortikultura seperti kubis,
kentang, dan cabe tetapi untuk komoditas-komoditas lain masih sangat terbatas dan belum
memperoleh perhatian para peneliti. Keterbatasan jumlah para peneliti hortikultura termasuk
penyebab mengapa teknologi PHT hortikultura belum berkembang pesat. Kebijakan dan
penanganan beberapa OPT Hortikultura Prioritas (Tabel 9) seperti CVPD pada jeruk, penyakit layu
pisang, lalat buah, virus kuning cabe atau virus gemini, nematoda sista kuning (NSK) kentang dan
lain-lainnya masih belum konseptual, komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa uji coba penerapan
PHT untuk jenis-jenis OPT prioritas telah diujicobakan di beberapa lokasi dan diharapkan hasilnya
dapat segera dievaluasi untuk dikembangkan di daerah- daerah lainnya. Jumlah SDM yang mampu
mengelola hortikultura secara profesional masih terbatas, khususnya para petani hortikultura. Petani
umumnya menerapkan teknik budidaya dan usaha tani hortikultura dari pengalaman orang tuanya
atau teman-teman mereka. Petai sayuran dan buah-buahan jarang memperoleh kesempatan
meningkat- kan pengetahuan dan kemampuannya secara formal melalui pelatihan khusus, seperti
SLPHT. Dapat dimengerti bila petani akhirnya enentukan pilihan pada penggunaan pestisida sebagai
teknik engendalian OPT yang paling baik. Karena pengetahuan petani ten- ang teknik pengendalian
dengan pestisida yang baik dan benar uerbatas, maka praktek penggunaan pestisida yang salah dan
berbahaya sering dilakukan oleh petani hortikultura.2. Kelembagaan Perlindungan Tanaman
Hortikultura Secara kelembagaan di Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Hortikultura
khususnya Direktorat Perlindungan Hortikultura baru terbentuk sekitar tahun 2000. Kelembagaan
perlindungan tanaman hortikultura di daerah belum terbentuk dan berjalan efektif. Sebelum ada
lembaga khusus, sementara ini urusan perlindungan hortikultura di tingkat daerah, masih ditangani
bersama-sama urusan perlindungan tanaman pangan melalui Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPTPH) Propinsi. Khusus untuk urusan perlindungan hortikultura hubungan
kelembagaan pemerintah antara pusat - propinsi - kabupaten, lebih bersifat teknis fungsional saja.
Kelembagaan hortikultura di daerah sangat bervariasi banyak yang belum ada yang khusus sehingga
menyulitkan koordinasi. Kelembagaan petani, swasta yang bergerak khusus di bidang hortikultura
juga masih lemah sehingga belum mampu menghimpun petani hortikultura dalam suatu
kelembagaan petani yang kuat. 3. Persaingan dengan Produk Global Masalah urgent yang dihadapi
oleh produsen dan konsumen hortikultura di Indonesia adalah persaingan tak seimbang antara
produk-produk hortikultura dalam negeri dan produk hortikultura asing di pasar dalam negeri.
Meningkatnya volume impor hortikultura yang seakan tidak terkendali semakin melemahkan daya
saing petani. Produk hortikultura dari luar negeri banyak disenangi konsumen Karena kualitas,
kenampakan dan harga yang lebih menarik. Impor Produk hotrtikultura mudah dilakukan karena
Indonesia belummenerapkan beberapa ketentuan standar WTO-SPS dan WTO-TRT Suatu contoh
Ketetapan Pemerintah tentang persyaratan BMD (Batas Maksimum Residu) Pestisida belum
dilaksanakan efektif. Demikian juga ketetapan-ketetapan Pemerintah tentang SPS lainnya, Sistem
inspeksi, sertifikasi, akreditasi dan labelisasi D produk hortikultura di tingkat nasional dan lokal
belum berjalan de belum dimasyarakatkan. Hal ini mengakibatkan banyak produk hortikultura luar
yang mudah memasuki pasar domestik. Sedangkan produk-produk petani sulit menembus pasar
ekspor karena terkens berbagai batasan dan ketentuan SPS dan TBT yang diterapkan oleh negara-
negara sasaran ekspor kita. Para konsumen hortikultura domestik masih belum memiliki kesadaran
dan permintaan tinggi akan produk pestisida yang bermutu dan aman bagi kesehatan dan aman bagi
lingkungan. Masyarakat masih lebih menghargai faktor kenampakan dan harga produk daripada
keamanan bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini tidak memberikan insentif pasar bagi petani untuk
meningkatkan daya saing dengan menerapkan teknologi perlindungan tanaman tanpa pestisida,
produk PHT, dan produk organik. secara E. Kebijakan Perlindungan Hortikultura Perlindungan
Hortikultura harus dikembangkan dan diterapkan dengan dasar Sistem PHT untuk semua jenis
komoditas maupun OPT sasaran. Seperti yang diamanatkan oleh UU No. 12 Tahun 1992, Sistem PHT
ditekankan pada pengembangan teknologi pengelolaan agroekosistem yang aman bagi kesehatan
manusia, tumbuhan, hewan dan lingkungan, serta dinamis dan spesifik lokasi. Sebagai bagian sistem
agribisnis, PHT perlu diterapkan sepan- jang daur sistem yang lebih besar yaitu sistem agribisnis
sejak persiapan lahan sampai produk dipasarkan dan dikonsumsikan. Ruang lingkup perlindungan
hortikultura di rantai agribisnis mulai dari subsistem hulu (pestisida, agens hayati, alat dan mesin),
subsistem usaha tani/budidaya (pencegahan dan pengendalian OPT dan anomaln iklim) sampai ke
subsistem hilir (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan Jautan, pemasaran, SPS dan mutu
produk). Penggunaan pestisida kimia i ekosistem hortikultura agar dikurangi dan dibatasi, sesuai
dengan prinsip-prinsip PHI sehingga dapat memenuhi persyaratan BMRP ang berlaku di tingkat
nasional maupun tingkat global. Perlindungan tanaman merupakan tanggung jawab masyarakat
(petani) bersama pemerintah. Kedudukan petani sebagai pengambil keputusan di lahannya sendiri
perlu diusahakan dan dipertahankan baik oleh petani sendiri maupun oleh para petugas dan pejabat
pemerintah. Kemandirian petani hortikultura untuk mengambil kepu- tusan pengelolaan OPT
Hortikultura harus diusahakan melalui berbagai program pelatihan dan peningkatan mutu SDM
petani. Peran pemerintah dalam hal ini adalah memberikan fasilitas, motivasi dan regulasi yang
dapat mendorong kemandirian petani dalam mengambil keputusan. Kewenangan pemerintah pusat,
propinsi dan kabupaten dalam perlindungan tanaman telah diatur dalam UU No. 32 (2004 tentang
Pemerintahan/Otonomi Daerah dan PP No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam keadaan eksplosi, bila petani tidak mampu
menanggulangi, Pemerintah dapat membantu petani dengan sarana, peralatan atau pembiayaan
sesuai prosedur yang ditetapkan. F. Strategi yang akan diterapkan dalam melaksanakan kebijakan
tersebut di atas adalah: Menurut Direktorat Perlindungan Hortikultura (2005b), strategi

Anda mungkin juga menyukai