Anda di halaman 1dari 3

Mudzakirat Syaikhut Tarbiyah Rahmat Abdullah

Posted by: admin on Saturday, December 30, 2006 - 03:23

Hudzaifah.org

“Jadilah kalian orang-orang yang …


atsbatuhum mauqiifan .. yang paling kokoh atau tsabat sikapnya
arhabuhum shadran .. yang paling lapang dadanya
a’maquhum fikran .. yang paling dalam pemikirannya
ausa’uhum nazharan .. yang paling luas cara pandangnya
ansyatuhum ‘amalan .. yang paling rajin amal-amalnya
aslabuhum tanzhiman .. yang paling solid penataan organisasinya
aktsaruhum naf’an .. yang paling banyak manfaatnya

1. Atsbatuhum mauqiifan (tsabat sikapnya)

Tsabat adalah nafas rijalul haq sepanjang zaman. Ia adalah nafas Al Khalil Ibrahim as
yang selalu sehat berenergi bahkan ketika menghadapi gunungan kayu yang akan
melahapnya, Bilal yang tegar ditindih batu, Sumayyah martir syahidah muslimah, dan
sahabat yang lain.

”Orang-orang yang tsabat harus bersabar atas anggapan bahwa perjuangan mereka
dibayar, cita-cita mereka disetir, dan tujuan mereka dunia, sehingga semua tak ada
yang tabu. Sogok, suap, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, fitnah, pemutarbalikan
fitnah mereka halalkan, tak peduli bendera apapun yang mereka kibarkan : demokrasi,
kekyaian ataupun HAM. .. Maka diperlukan ketsabatan untuk sampai pada saatnya
masyarakat memahami kiprah da’i yang sesungguhnya, jauh dari prasangka mereka
yang selama ini terbangun oleh kerusakan perilaku da’wah oleh sebagian kalangan.”
(Untukmu Kader Dakwah, Rahmat Abdullah)

Tsabat artinya memiliki kekokohan sikap dan keteguhan prinsip, amanah, dan
profesional dalam segala hal. Tidak menggadaikan prinsip dengan materi, tidak menukar
keyakinan dengan jabatan. Bekerjalah dan berkaryalah dengan keyakinan sikap dan
prinsip untuk membuktikan janji, meneguhkan komitmen untuk meraih taqwa.

Yakinlah dengan jaminan Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan


kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah
merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu."” (QS Fushshilat 41:30)

2. Arhabuhum shadran (lapang dadanya)

Sikap paling menonjol dari Nabi saw adalah lapang dada, selalu ridha, optimis, berpikir
positif, tidak mempersulit diri dan orang lain, memudahkan, menggembirakan, menebar
kebaikan dan senyuman. Teladanilah Rasulullah, untuk mendidik diri agar lebih rahmat,
penuh kelembutan dan berlimpah kasih sayang terhadap siapa saja. Itulah keshalihan
sosial yang kekuatannya luar biasa.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka..” (QS
Al Imran 3:159)

3. A’maquhum fikran (dalam pemikirannya)

4. Ausa’uhum nazharan (luas cara pandangnya)

Point ke tiga dan ke empat ini digabungkan dalam satu frase: spesialis dan berwawasan
global. Dengan spesialisasi, diharapkan fokus pada keahlian atau keterampilan tertentu,
sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Dan dengan berwawasan global, diharapkan
tidak berpikiran sempit dan ‘terkotak-kotak’ pada bidang tertentu, sehingga melupakan
kepaduan pemahaman terhadap ilmu dan pengembangan dunia kontemporer. Hal ini
dicontohkan oleh pribadi para ilmuwan Islam masa lalu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd,
Al Biruni, dan lain-lain. Mereka adalah spesialis pada bidang-bidang tertentu, tetapi
memiliki wawasan global terhadap perkembangan dunia di masanya.

”Belajarlah menggabungkan antara pengetahuan yang komprehensif, bersifat lintas


disiplin dan generalis dengan penguasaan yang tuntas terhadap satu bidang ilmu sebagai
spesialisasinya. Dengan begitu, sebagai seorang dai, Anda senantiasa berbicara dengan
isi yang luas dan dalam, integral dan tajam, berbobot dan terasa penuh.” (Menikmati
Demokrasi, Anis Matta)

5. Ansyatuhum ‘amalan (rajin amal-amalnya)

“Sesungguhnya amal yang dicintai Allah adakah yang berkelanjutan, meski itu sedikit.”

Adalah bukan perkara mudah untuk istiqomah dalam amal ibadah, tapi mungkin dan
bisa, asalkan kita membiasakan. At first we make habbit, at last habbit make you.
Keseriusan, ketekunan dan kerja keras itulah yang mengantarkan seseorang pada
derajat mulia, seperti ketekunan Bilal bin Rabbah yang menjaga dengan istiqomah
kondisi suci dengan wudhu dan sholat 2 rakaat setelahnya yang berbuah surga.

6. Aslabuhum tanzhiman (solid penataan organisasinya)

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS Ash
Shaff 61:4)

”Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya dicirikan sebagai masyarakat
jaringan, masyarakat organisasi. Semua aktivitas manusia dilakukan di dalam dan
melalui organisasi; pemerintahan, politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan,
rumah tangga, hiburan, dan lain-lain. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan,
mengapa masyarakat modern menjadi sangat efektif, efisien, dan produktif.

Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang


ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan mengisi keterbatasan
mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada individu-individu yang lain.” (Dari
Gerakan ke Negara, Anis Matta)

Bagaimanapun, kata Imam Ali bin Abi Thalib r.a “Kebenaran yang tak terorganisir akan
terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”. Musuh-musuh kita mengelola dan
mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka dengan rapi, sementara kita bekerja
sendiri-sendiri, tanpa organisasi, dan kalau ada, biasanya tanpa manajemen. Seorang
penumpang bis kalah ’sukses’ dengan ‘jamaah’ penjambret.

Copet-copet bisa ’sukses’ karena organisasinya solid, jibakunya luar biasa. Jaringan
narkoba ’sukses’ karena ketaatan dan kedisiplinan menjaga ’amanah’ jaringan mereka.
Maka bila mereka bisa bersatu dalam dosa dan kejahatan, apatah lagi yang berjuang di
jalan Allah, harus lebih rapi dan solid lagi dalam penaatan organisasi.

7. Aktsaruhum naf’an (banyak manfaatnya)

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”(HR.


Tirmidzi)

Raihlah bahagia dengan berkiprah, ringan membantu sesama dan senang


membahagiakan orang. Jadilah pribadi andal layaknya bibit yang baik. Bibit yang baik,
kata Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam “Mudzakirat Da’wah wa Ad Da’iyah”, di
manapun ia ditanam akan menumbuhkan pohon yang baik pula. Itulah sebaik-baik
manusia, shalih linafsihi hingga naafi’un lighairihi.

”Perumpamaan mukmin itu seperti lebah. Ia hinggap di tempat yang baik dan memakan
yang baik, tetapi tidak merusak.” (HR. Thabrany)
“Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti sebatang pohon kurma. Apapun yang
kamu ambil darinya akan memberikan manfaat kepadamu.” (HR. Ath-Thabrani)

Milikilah Allah dengan selalu dekat dengan-Nya. Milikilah Rasulullah dengan mantaati dan
meneladaninya. Milikilah syafaat Al Qur’an dengan membaca(tilawah),
merenungkan(tadabbur), menghafalkan(tahfidz), mengamalkan dan mendakwahkannya.
Miliki dengan memberi.

Wallahu ‘alam bish showab

By : Diana Oktaria

Sumber :
• Zero to Hero, Solihin Abu Izzudin.
• Dari Gerakan ke Negara, Anis Matta

Anda mungkin juga menyukai