Allah SWT dalam mensyari'atkan segala sesuatu atas hambanya pasti menyertakan
hikmah di dalamnya. Namun demikian, bukan kewajiban hamba itu untuk mengetahui
hikmah tersebut, tetapi jika ia mengetahui hikmah-hikmah tersebut, maka itu lebih
baik, karena akan memotifasinya untuk istiqamah dalam melaksanakan syari'ah Allah
SWT itu.
Harus diyakini bahwa Allah SWT tidak memerintah suatu perintah kecuali pasti ada
manfaat bagi hamba yang mentaatinya. Demikian pula sebaliknya, Allah tidak
melarang sesuatu kecuali pasti ada mudlarat untuk hamba yang melanggarnya.
Al Imam Ibnul Qayyim Al jauziyyah dalam kitabnya: "Al jawaab al kaafi liman saala
'an addwaa asy syaafii" hal 139 pasal 14 berkata: "Perbuatan maksiat berakibat
buruk dan berbahaya bagi kehidupan di dunia maupun akhirat." Seberapa besar
akibat buruk dan bahaya yang ditimbulkan, hanya Allah SWT yang tahu.
Diantara akibat buruk dan bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan maksiat itu
adalah:
Ilmu adalah cahaya yang Allah SWT pancarkan didalam hati seseorang sedangkan
perbuatan maksiat memadamkan pancaran cahaya itu. Suatu ketika Imam Asy Syafi'i
duduk dihadapan imam Malik mengaji sebuah kitab, melihat itu imam Malik terhadap
kecerdasan dan daya faham imam Syafi'i yang sempurna, maka beliaupun berkata
kepada imam Syafi'i: "Sungguh, saya menyaksikan bahwa Allah SWT telah
mengkaruniakan cahaya dihatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya itu
dengan kelamnya perbuatan maksiat."
"Saya mengadu kepada Syeikh Waqi' tentang buruknya hafalanku, maka beliau
menasehatiku agar meninggalkan perbuatan maksiat."
"Ketahuilah bahwasanya ilmu itu karunia. Dan karunia Allah tidak diberikan kepada
pelaku maksiat."
"Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rizqi karena dosa yang diperbuatnya."
Sebagaimana taqwa kepada Allah SWT bisa mendatangkan rizki, maka meninggalkan
taqwa atau berbuat maksiat bisa mendatangkan datangnya kefakiran/kemelaratan.
Dia tidak bisa merasakan lezatnya ibadah kepada Allah SWT walaupun kelezatan
dunia berlimpah disisinya, hal itu tidak mampu menghapuskan kegundahan dan
kerisauan hati yang diakibatkan oleh perbuatan maksiatnya. Keadaan buruk ini tidak
akan disadari kecuali oleh orang yang hidup dengan iman dan taqwa, karena
pedihnya syatan tidak akan dirasakan oleh orang yang telah mati.
Kepada seorang lelaki yang datang mengadukan kegundahan dan kerisauan hatinya,
seorang bijak berkata: "Jika engkau gundah dan risau akibat perbuatan maksiat,
maka tinggalkanlah maksiat itu pasti kamu tentram, jika kamu mau."
Tidak ada yang lebih pedih melebihi pedihnya kegundahan dan kerisauan hati yang
menimpa seorang pendosa. Semoga Allah menjauhkan kita dari perbuatan dosa dan
maksiat.
Ketidakharmonisan itu menguat, maka pelaku maksiat akan semakin diisolir dari
pergaulan lingkungan, dan semakin dekat dengan lingkungan setan, bahkan ia akan
dimusuhi oleh istrinya, anak-anaknya, kerabatnya, bahkan oleh dirinya sendiri.
Seorang salaf berkata: "Dampak buruk dari perbuatan maksiat itu, nampak pada
binatang ternaknya, juga pada keluarganya."
Demikianlah, barang siapa yang bertaqwa kepada Allah SWT, maka akan Allah
jadikan baginya kemudahan dalam segala urusan. Tetapi barang siapa yang berbuat
maksiat dan tidak bertaqwa kepada Allah SWT, maka Allah jadikan baginya kesulitan
dalam segala urusan.
Ketika kelamnya maksiat semakin menguat dihati, maka akan nampak pengaruhnya
dimata dan diwajah, sehingga semua orang bisa melihatnya.
Abdullah bin Abbas berkata: "Perbuatan baik mempunyai dampak bagi bersinarnya
wajah, cahaya dihati, lapangnya rizki (yang baik), kuatnya ibadah, dan dicintai oleh
sesama. Sedangkan perbuatan buruk mempunyai dampak bagi suramnya wajah,
gelapnya hati, lemahnya badan, sempitnya rizki (yang baik) dan dibenci oleh sesama.
Hal demikian nampak jelas dan tidak akan hilang pada sosok pelaku maksiat sampai
ajal menjemput.
Seorang yang beriman kekuatannya ada pada hatinya, jika kuat hatinya maka akan
kuat fisiknya. Adapun seorang yang lacur dan pendosa, walaupun fisiknya kuat tapi
menipu belaka, karena hatinya lemah. Ingatlah betapa hebat kekuatan fisik pasukan
persia dan romawi pada saat itu, namun mereka bisa dikalahkan oleh orang-orang
mukmin yang kuat hati juga fisiknya.
Seandainya tidak ada siksa bagi pelaku maksiat kecuali terhalangnya dia dari taat
kepada Allah SWT maka itu sudah cukup sebagai siksa baginya. Dia akan terhalang
dari taat kepada Allah SWT untuk seterusnya, padahal satu ketaatan jika ia lakukan
nilainya lebih baik dari dunia dan seisinya.
Akibat perbuatan maksiat, pelakunya akan terhalang dari ketaatan kepada Allah SWT,
keadaan demikian adalah seperti orang sakit yang memakan makanan pantangannya.
Sehingga akibatnya dia terhalang dari makanan-makanan lainnya yang lezat-lezat.
Para ulama berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan pendeknya usia
akibat perbuatan maksiat. Sebagian ulama berkata: "Maksudnya ialah, tidak adanya
barokah usia dalam hidupnya. Pendapat ini benar, tapi itu merupakan salah satu saja
dari beberapa akibat perbuatan maksiat."
Sebagian ulama lagi berkata :"maksudnya ialah, usianya menjadi pendek dan
berkurang dengan sesungguhnya, seperti berkurangnya rizki."
Adanya barokah baik dalam rizki maupun dalam usia adalah merupakan sebab bagi
bertambah banyaknya rizki dan usia seseorang dengan tambahan yang
sesungguhnya. Sebab boleh jadi bertambahnya usia seseorang disebabkan oleh
banyak sebab, sperti halnya masalah rizki, ajal, kebahagiaan, kesengsaraan,
kesehatan, sakit, kaya dan miskinnya seseorang disebabkan oleh banyak sebab,
walaupun pada hakikatnya semua itu adalah ketentuan Allah SWT. Karena Allah SWT
menentukan ketentuan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya dengan melalui sebab-
sebab terjadinya ketentuan tersebut.
Sebagian ulama lagi berkata: "Maksudnya ialah, bahwa hakikat kehidupan seseorang
adalah diukur dengan hidupnya hati, oleh karenanya maka orang kafir disebut
sebagai orang mati walaupun jasadnya hidup, sebagaimana firman Allah SWT:
Kehidupan yang hakiki adalah hidupnya hati kita dengan nilai-nilai iman kepada Allah
SWT. Dan usia yang digunakan dalam kebajikan, ketaqwaan dan ketaatan kepada
Allah SWT. Secara umum, apabila seorang hamba telah berpaling dari Allah SWT,
karena sibuk oleh perbuatan maksiatnya, maka hilanglah hakikat hari-hari
kehidupannya. Akibatnya hanya penyesalan yang dia temukan kelak di hari
kebangkitan, saat itu ia berkata: "Oh, alangkah baiknya kiranya aku dahulu
mengerjakan (amalan shaleh) untuk kehidupanku ini." (Q.S Al Fajar:24).
Barang siapa yang sadar akan pentingnya kebaikan dunia dan akhirat, maka dia akan
sadar betapa panjang dan melelahkan jalan kebaikan ini, sehingga dia akan berusaha
untuk terus tegak diatasnya. Sebaliknya barang siapa yang tidak sadar akan hal itu,
maka dia akan menyia-nyiakan usianya, sibuk dengan kemaksiatan, maka itulah
hakikat berkurangnya usia dia.
Kesimpulannya adalah: "Usia seseorang adalah masa hidupnya, tidak dianggap hidup
kecuali diisi dengan taat kepada Allah SWT, untuk meraih ridla dan mahabbah-Nya."