1. Siapkan baki gel agarosa, lekatkan selotip di tiap ujung baki gel agarosa (pastikan bahwa
selotip melekat kuat dan tidak ada lubang pada masing-masing ujung baki)
2. Pasang sisir elektroforesis di salah satu ujung baki gel agarosa dengan posisi hampir
menyentuh dasar baki
3. Periksalah suhu larutan agarosa dengan cara menempelkan erlenmeyer ke tangan, jika
suhunya sudah turun hingga sekitar 50-60 0C, tambahkan 1 µl etidium bromid
(PERINGATAN KERAS!!, gunakan sarung tangan karena bersifat karsinogenik).
4. Larutan agarosa dihomogenkan sebentar, kemudian tuangkan larutan ke dalam baki gel
agarosa, biarkan hingga larutan berubah menjadi gel yang padat.
5. ambil sisir dengan hati-hati, lepaskan selotip dari ujung-ujung baki.
6. masukkan baki yang telah berisi gel agarosa ke dalam tangki elektroforesis yang telah
diisi dengan larutan bufer TAE 1x (pastikan bahwa gel terendam seluruhnya dalam
TAE).
7. siapkan sekitar 5 cm kertas parafilm di dekat tangki elektroforesis.
8. masukkan 10 µl sampel DNA dan 2 µl loading dye 6x ke dalam sumuran gel agarosa
dengan cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih dahulu secara merata pada
kertas parafilm menggunakan mikropipet.
9. buatlah catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang dimasukkan.
10. hubungkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kabel yang
tersambung ke kutub negatif berada di dekat sumuran; jika tidak demikian, ubahlah posisi
baki/gel ke arah sebaliknya).
11. nyalakan sumber arus, aturlah volatase dan waktu running hingga diperoleh angka 70 V
dan 45 menit dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber arus.
12. jalankan elektroforesis (lakukan running) dengan cara menekan tombol run pada sumber
arus.
13. elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis, yang ditandai
oleh adanya bunyi alarm. Matikan sumber arus dan angkatlah baki dari tangki
elektroforesis.
14. keluarkan gel dan letakkan di atas UV transluminator (letakkan selubung kaca hitam di
atas UV transluminator).
15. nyalakan UV transluminator, amati pita-pita DNA yang tervisualisasi.
PERAWATAN
1. Elektroforesis Kertas
Kisah teknik pemisahan DNA/RNA ini berawal dari sekelompok ilmuwan biokimia di awal tahun
1950-an yang sedang meneliti mekanisme molekular DNA/RNA hidrolisis. Saat itu, tepatnya
tahun 1952, Markham dan Smith mempublikasikan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui
mekanisme pembentukan zat antara (intermediate) posfat siklik, yang kemudian menghasilkan
nukleosida 2′-monoposfat dan 3′-monoposfat. Ternyata mereka menggunakan suatu peralatan
yang dapat memisahkan komponen campuran reaksi hidrolisis tadi, salah satunya yaitu
nukleotida ‘siklik’ yang membawa pada kesimpulan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui
pembentukan intermediate posfat siklik. Peralatan itu dinamakan ‘elektroforesis‘, yang dibuat
dari kertas saring Whatman nomor 3, sebuah tangki kecil dan berbagai larutan penyangga
(buffer). Nukleotida yang sudah terhidrolisis ditaruh di atas kertas saring, kemudian arus listrik
dialirkan melalui kedua ujung alat elektroforesis.
Arus listrik yang dialirkan ini ternyata dapat memisahkan campuran kompleks reaksi tadi
menjadi komponen-komponennya, ini akibat adanya perbedaan minor antara struktur molekul
RNA yang belum terhidrolisis, zat antara (intermediate) dan hasil reaksi (nukleosida 2′-
monoposfat dan nukleosida 3′-monoposfat) yang menyebabkan mobilitas alias pergerakan
mereka pada kertas saring berbeda-beda kecepatannya. Karena pada akhir proses
elektroforesis komponen tersebut terpisah-pisah, sehingga dapat mengisolasi dan
mengidentifikasi setiap komponen tersebut.
Teknik elektroforesis gel makin berkembang dan disempurnakan, hingga 12 tahun kemudian
ditemukan gel poliakrilamida (PAGE = Polyacrilamide Gel Electrophoresis) yang terbentuk
melalui proses polimerisasi akrilamida dan bis-akrilamida. PAGE ini sanggup memisahkan
campuran DNA/RNA atau protein dengan ukuran lebih besar. Meskipun aplikasi elektroforesis
makin berkembang luas, namun ternyata teknik ini masih menyerah jika digunakan untuk
memisahkan DNA dengan ukuran yang super besar, misalnya DNA kromosom. Campuran DNA
kromosom tidak dapat dipisahkan meskipun ukuran mereka berbeda-beda.
Buat 250 ml larutan buffer TAE 1x dengan cara mencamnpurkan 5 ml TAE 50x ke dalam 245 ml
akuades.
Buat gel agarosa 1% dengan cara menimbang agarosa 0,2 g untuk dilarutkan ke dalam bufer
TAE 1x hingga volume 20 ml. Larutan agarosa dididihkan hingga larut sempurna.
Siapkan baki gel agarosa, lekatkan selotip di tiap ujung baki gel agarosa (pastikan bahwa
selotip melekat kuat dan tidak ada lubang pada masing-masing ujung baki)
Pasang sisir elektroforesis di salah satu ujung baki gel agarosa dengan posisi hampir
menyentuh dasar baki
Periksalah suhu larutan agarosa dengan cara menempelkan erlenmeyer ke tangan, jika
suhunya sudah turun hingga sekitar 50-60 0C, tambahkan 1 µl etidium bromid (PERINGATAN
KERAS!!, gunakan sarung tangan karena bersifat karsinogenik).
Larutan agarosa dihomogenkan sebentar, kemudian tuangkan larutan ke dalam baki gel
agarosa, biarkan hingga larutan berubah menjadi gel yang padat.
ambil sisir dengan hati-hati, lepaskan selotip dari ujung-ujung baki.
masukkan baki yang telah berisi gel agarosa ke dalam tangki elektroforesis yang telah diisi
dengan larutan bufer TAE 1x (pastikan bahwa gel terendam seluruhnya dalam TAE).
siapkan sekitar 5 cm kertas parafilm di dekat tangki elektroforesis.
masukkan 10 µl sampel DNA dan 2 µl loading dye 6x ke dalam sumuran gel agarosa dengan
cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih dahulu secara merata pada kertas parafilm
menggunakan mikropipet.
buatlah catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang dimasukkan.
hubungkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kabel yang
tersambung ke kutub negatif berada di dekat sumuran; jika tidak demikian, ubahlah posisi
baki/gel ke arah sebaliknya).
nyalakan sumber arus, aturlah volatase dan waktu running hingga diperoleh angka 70 V dan 45
menit dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber arus.
jalankan elektroforesis (lakukan running) dengan cara menekan tombol run pada sumber arus.
elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis, yang ditandai oleh
adanya bunyi alarm. Matikan sumber arus dan angkatlah baki dari tangki elektroforesis.
keluarkan gel dan letakkan di atas UV transluminator (letakkan selubung kaca hitam di atas UV
transluminator).
nyalakan UV transluminator, amati pita-pita DNA yang tervisualisasi.
Hasil
Pita-pita DNA hasil elektroforesis dengan nomor sumuran dan jenis sampelnya. Perkirakan
ukuran masing-masing fragmen/pita dengan membandingkannya dengan posisi migrasi pada
DNA marker. Metode ini didasarkan pada pergerakan molekul bermuatan dalam media
penyangga matriks stabil, di bawah pengaruh medan listrik. Media yang umum digunakan
adalah sel agarosa atau poliakrilamid. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk memisahkan
fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 pb dan dijalankan secara horizontal,
sedangkan elektroforesis poliakrilamid dapat memisahkan 1 pb dan dijalankan secara vertical.
Elektroforesis poliakrilamid biasanya digunakan untuk menentukan DNA (sekuensing).
Larutan yang bermuatan negatif dimasukkan ke dalam sumur-sumur yang terdapat pada gel
agarosa dan diletakkan di kutub negatif, apabila dialiri arus listrik dengan menggunakan larutan
buffer yang sesuai maka DNA akan bergerak ke kutub positif. Laju migrasi DNA dalam medan
listrik berbanding terbalik dengan massa DNA. Migrasi DNA terutama ditentukan oleh ukuran
panjang dan bentuk DNA. Fragmen DNA yang berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat
dibandingkan yang berukuran besar, sehingga elektroforesis mampu memisahkan fragmen
DNA berdasarkan ukuran panjangnya. Untuk visualisasi maka ditambahkan larutan etidium
bromida yang akan masuk diantara ikatan hydrogen pada DNA, sehingga pita fragmen DNA
akan kelihatan dibawah lammpu UV. Panjang amplikon bisa diperkirakan dengan
membandingkannya dengan pita DNA standar.
Karena pita-pita atau puncak-puncak protein terlalu rapat cenderung saling tumpah-tindih,
metode pemisahan satu dimensi, seperti elektroforesis gel poliakrilamida SDS atau
kromatografi, hanya mampu menguraikan protein dalam jumlah yang relatif kecil (umumnya
kurang dari 50). Sehingga digunakan elektroforesis gel dua dimensi yang menggabungkan dua
prosedur pemisahan yang berbeda. metode ini dapat menguraikan lebih dari 1000 macam
protein melalui pemetaan dua dimensi.
Pertengahan 1980-an, Schwartz dan Cantor memberitahukan ide cerdasnya untuk memisahkan
campuran DNA berukuran super besar menggunakan teknik yang dinamakan Pulse-field
Gradient Gel Electrophoresis (PFGE), yang menggunakan pulsa-pulsa pendek medan listrik
tegak lurus yang arahnya berganti-ganti. Teknik PFGE kini digunakan secara luas oleh para ahli
biologi dalam studi genotyping berskala masif, juga analisa epidemiologi molekular pada
patogen.
Keempat teknik di atas merupakan pintu masuk bagi penelitian-penelitian lainnya dalam bidang
biologi molekular yang kini berkembang sangat pesat. Sulit dibayangkan sebuah laboratorium
biologi molekular dapat menghasilkan sesuatu tanpa teknik elektroforesis. Tanpa elektroforesis,
DNA/RNA yang sedang kita teliti akan bercampur dengan kontaminan yang tidak kita inginkan,
sulit pula membayangkan cara mengetahui ukuran DNA/RNA/protein yang lebih praktis selain
dengan elektroforesis, bahkan teknik DNA sequencing modern sekalipun sangat bergantung
pada teknik elektroforesis ini.
Di bidang kepolisian teknik ini digunakan nuntuk pemeriksaan DNA, setiap orang memiliki
karakteristik khusus, misalnya sidik jari. Sehingga membantu polisi dalam mengungkap sebuah
kasus.
Dalam kegiatan biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu cara untuk
memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk PCR.
Memudahkan identifikasi protein yang terdapat pada sebuah DNA.
https://kamriantiramli.wordpress.com/tag/jenis-jenis-elektroforesis/