AKUNTAN PUBLIK
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotocopi, merekam,
atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Institut Akuntan
Publik Indonesia.
ISBN: 978-623-98774-0-8
1. Standar Jasa Investigasi (2021) 2. Akuntan Pubik
I. Judul II. Institut Akuntan Publik Indonesia
Standar Jasa Investigasi
PENGANTAR
Standar Jasa Invetigasi (2021) telah disetujui oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik
II pada tanggal 14 Agustus 2021 dan telah disahkan dalam Rapat Dewan Pengurus tanggal
19 Agustus 2021. Standar Jasa Investigasi (2021) berlaku efektif untuk perikatan jasa
investigasi pada atau setelah tanggal 1 Januari 2022, penerapan dini diperkenankan.
Standar Jasa Investigasi digunakan bagi Akuntan Publik yang memberikan jasa investigasi
kepada klien.
(Sengaja Dikosongkan)
DAFTAR ISI
Halaman
ix SJI (2021)
Standar Jasa Investigasi
(Sengaja Dikosongkan)
SJI (2021) x
STANDAR PROFESIONAL
AKUNTAN PUBLIK
DAFTAR ISI
Paragraf
2
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
1 Pendahuluan
2
3 1. Kerangka ini menjelaskan unsur-unsur dan tujuan perikatan jasa investigasi, serta
4 mengidentifikasi keterterapan perikatan Standar Jasa Investigasi (“SJI”). SJI merupakan
5 standar minimum bagi Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP), termasuk
6 Pihak Terasosiasi, yang melaksanakan perikatan jasa investigasi.
7
8 2. Kerangka ini menyediakan acuan untuk:
9 a. AP dan KAP, termasuk Pihak Terasosiasi, ketika melaksanakan perikatan jasa
10 investigasi;
11 b. Pihak Terasosiasi, yaitu Rekan KAP yang tidak menandatangani laporan
12 pemberian jasa, pegawai KAP yang terlibat dalam pemberian jasa, atau pihak lain
13 yang terlibat langsung dalam pemberian jasa;
14 c. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam perikatan jasa investigasi, termasuk
15 pengguna laporan yang dituju dan pihak yang bertanggung jawab atas hal pokok
16 (subject matter).
17 d. Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) – Institut Akuntan Publik
18 Indonesia (IAPI) ketika mengembangkan Standar Jasa Investigasi.
19
20 Kerangka ini tidak menetapkan standar atau prosedur dalam pelaksanaan perikatan
21 jasa investigasi. SJI 5100-5400 berisi prinsip dasar, prosedur pokok, dan panduan
22 terkait, yang konsisten dengan konsep Kerangka ini, untuk pelaksanaan perikatan jasa
23 investigasi.
24
25 3. Berikut ini adalah gambaran umum tentang Kerangka ini:
26 a. Pendahuluan:
27 Kerangka ini mengatur perikatan jasa investigasi yang dilaksanakan oleh AP dan
28 KAP. Kerangka ini menyediakan pula acuan bagi pihak terasosiasi dan pihak-
29 pihak lain yang terlibat dalam perikatan jasa investigasi.
30 b. Definisi dan tujuan perikatan jasa investigasi:
31 Seksi ini mendefinisikan perikatan jasa investigasi dan mengidentifikasi jenis-jenis
32 perikatan jasa investigasi yang dapat dilaksanakan oleh AP dan KAP.
33 c. Ruang lingkup Kerangka:
34 Seksi ini menjelaskan jenis-jenis perikatan jasa investigasi, yaitu:
35 i. Pemeriksaan investigatif;
36 ii. Penghitungan kerugian keuangan; dan/atau
37 iii. Pemberian keterangan ahli.
38 Lihat Lampiran: Bagan Alir Berbagai Permintaan Jasa Investigasi.
39 d. Penerimaan perikatan:
40 Seksi ini menetapkan karakteristik yang harus dipenuhi sebelum AP dan KAP
41 dapat menerima suatu perikatan jasa investigasi.
42 e. Unsur-unsur perikatan jasa investigasi:
43 Seksi ini mengidentifikasi dan membahas lima unsur perikatan jasa investigasi
44 yang dilakukan oleh AP dan KAP, yaitu:
45 i Hubungan tiga pihak (a three party relationship);
46 ii Hal pokok (subject matter) dan informasi hal pokok (subject matter
47 information);
48 iii Kriteria yang ditetapkan;
3
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
4
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
1 6. Beberapa peraturan perundangan lainnya yang menjadi rujukan kerangka ini antara
2 lain, sebagai berikut:
3 a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
4 Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
5 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
6 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”), pada Pasal 32 ayat (1)
7 dinyatakan bahwa:
8 “Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur
9 tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah
10 ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas
11 perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk
12 dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk
13 mengajukan gugatan”.
14
15 Selanjutnya, pada penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Tipikor tersebut dijelaskan
16 bahwa:
17 “Yang dimaksud dengan "secara nyata telah ada kerugian keuangan negara"
18 adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan
19 instansi yang berwenang atau Akuntan Publik yang ditunjuk”.
20
21 b. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Putusan Nomor 31/PUU-X/2012,
22 Alinea 7 Paragraf (3.14), menyatakan, “Oleh sebab itu menurut Mahkamah, KPK
23 bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka
24 pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi
25 dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan
26 BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari
27 Inspektorat Jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu
28 dari masing-masing instansi pemerintah, bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk
29 dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam
30 penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara
31 yang sedang ditanganinya”.
32
33 c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
34 (“KUHAPidana”), Pasal 179 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan sebagai berikut:
35 i Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran,
36 kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
37 demi keadilan.
38 ii Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga sebagai mereka
39 yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mengucapkan
40 sumpah dan janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
41 yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
42 Selanjutnya, KUHAPidana Pasal 184 ayat (1) menyatakan bahwa “Alat bukti yang
43 sah” ialah:
44 i Keterangan Saksi;
45 ii Keterangan Ahli;
46 iii Surat;
47 iv Petunjuk; dan
48 v Keterangan Terdakwa.
5
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
1 Selanjutnya, pada Pasal 186 dinyatakan bahwa “Keterangan Ahli” ialah apa yang
2 seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
3
4 Selanjutnya, pada Pasal 187 dinyatakan bahwa Surat sebagaimana tersebut pada
5 Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
6 sumpah, adalah Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
7 berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang
8 diminta secara resmi daripadanya.
9
10 d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, pada
11 Pasal 6 dinyatakan bahwa Nama Undang-undang hukum pidana "Wetboek van
12 Strafrecht voor Nederlandsh-Indie" diubah menjadi "Wetboek van Strafrecht".
13 Undang-undang tersebut dapat disebut: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
14 Selanjutnya, undang-undang tersebut mengalami beberapa kali perubahan, dan
15 selanjutnya disebut “KUHP” dalam standar ini.
16
17 KUHP tersebut dapat dijadikan rujukan dalam menentukan sifat, saat, dan luasnya
18 prosedur yang harus dipenuhi dalam suatu perikatan jasa investigasi, sebagai
19 contoh AP mempertimbangkan unsur-unsur yang menjadi indikator terjadinya
20 perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
21 (1) Pencurian berdasarkan KUHP Pasal 362 sampai 367;
22 (2) Penggelapan berdasarkan KUHP Pasal 372 sampai 375;
23 (3) Penipuan (perbuatan curang) berdasarkan KUHP Pasal 378.
24
25 Kerangka ini disesuaikan dengan peraturan perundangan yang dijadikan rujukan
26 tersebut jika terdapat perubahannya di kemudian hari.
27
28 7. Investigasi adalah proses mencari, menemukan, dan mengumpulkan fakta secara
29 sistematis dan terukur yang bertujuan untuk mengungkapkan terjadi atau tidaknya suatu
30 perbuatan dan pelakunya untuk membantu pemangku kepentingan dalam pencapaian
31 suatu kesimpulan atas manfaat laporan dari investigasi yang dilaksanakan dan/atau
32 digunakan untuk tindakan litigasi. Namun, yang menentukan terjadi atau tidaknya suatu
33 perbuatan penyimpangan keuangan atau melawan hukum adalah hakim di pengadilan,
34 bukan AP.
35
36 8. Perikatan jasa investigasi merupakan suatu perikatan yang di dalamnya seorang AP:
37 (1) melaporkan temuan faktual atas penyimpangan dari kriteria yang ditetapkan, atau
38 pengevaluasian atau pengukuran atas hal pokok (subject matter) dibandingkan dengan
39 kriteria yang ditetapkan; dan/atau (2) memberikan jasa penghitungan kerugian
40 keuangan; dan/atau (3) memberikan keterangan ahli di pengadilan dengan maksud
41 untuk membuat terang suatu kasus bagi penyidik dan/atau hakim.
42
43 9. Pemberian jasa investigasi terdiri dari dua pendekatan, yaitu pendekatan langsung atau
44 pendekatan litigasi. Pendekatan langsung adalah permintaan jasa investigasi oleh
45 entitas usaha atau korporat, baik yang diawali dengan kecurigaan pemilik, manajemen,
46 atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, maupun diawali dengan temuan
47 audit sebelumnya. Pendekatan litigasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
6
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
1 penyelesaian perkara di antara para pihak yang bersengketa, baik melalui jalur hukum,
2 pengadilan, atau badan adjudikasi lainnya maupun jalur lainnya.
3
4 10. Perikatan dalam rangka pemeriksaan investigatif adalah perikatan untuk melaksanakan
5 pemeriksaan yang berhubungan dengan investigasi sebagaimana dimaksud pada
6 paragraf 7.
7
8 11. Perikatan dalam rangka penghitungan kerugian keuangan adalah perikatan dengan
9 tujuan menyatakan suatu kesimpulan mengenai nilai kerugian keuangan yang timbul
10 dari suatu kasus/perkara penyimpangan, dan digunakan atas pendekatan langsung
11 atau untuk mendukung tindakan litigasi, sebagaimana dimaksud pada paragraf 7-9.
12
13 12. Perikatan dalam rangka pemberian keterangan ahli adalah perikatan untuk memberikan
14 pendapat/keterangan berdasarkan keahlian profesi AP dalam suatu kasus tindak pidana
15 dan/atau perdata untuk membuat terang suatu kasus bagi Penyidik dan/atau Hakim.
16 Namun, yang menentukan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan penyimpangan
17 keuangan atau melawan hukum adalah hakim di pengadilan, bukan AP.
18
19 13. Kerugian keuangan korporat (sektor privat) adalah berkurangnya kekayaan perusahaan
20 dan/atau bertambahnya kewajiban perusahaan tanpa diimbangi dengan prestasi yang
21 setara, yang disebabkan oleh suatu perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan
22 wewenang/kesempatan dan/atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau
23 kedudukan, kelalaian seseorang, dan/atau disebabkan oleh keadaan di luar
24 kemampuan manusia (force majeure). Namun demikian, yang menentukan terjadi atau
25 tidaknya suatu perbuatan penyimpangan keuangan atau melawan hukum adalah hakim
26 di pengadilan, bukan AP.
27
28 14. Kerugian keuangan Negara (sektor publik) adalah berkurangnya kekayaan negara
29 dan/atau bertambahnya kewajiban negara tanpa diimbangi dengan prestasi yang
30 setara, yang disebabkan oleh suatu perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan
31 wewenang/kesempatan dan/atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau
32 kedudukan, kelalaian seseorang, dan/atau disebabkan oleh keadaan di luar
33 kemampuan manusia (force majeure). Dalam konteks Pasal 2 dan 3 Undang-Undang
34 Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
35 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka kerugian keuangan negara yang
36 dimaksud adalah yang disebabkan perbuatan melawan hukum (Pasal 2), tindakan
37 menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang
38 karena jabatan atau kedudukannya (Pasal 3). Namun demikian, yang menentukan
39 terjadi atau tidaknya suatu perbuatan penyimpangan keuangan atau melawan hukum
40 adalah hakim di pengadilan, bukan AP.
41
42 15. Keuangan Negara adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31
43 Tahun 1999 j.o Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
44 Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
45 serta perubahan peraturan perundangannya di kemudian hari.
46
7
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
1 16. Instansi Penyidik adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (“POLRI”), Kejaksaan
2 Republik Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta lembaga/instansi
3 lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
4
5 Ruang Lingkup Kerangka
6
7 17. Perikatan jasa investigasi adalah perikatan yang:
8 a. Mengharuskan penerapan keahlian akuntansi dan audit, keahlian investigatif, dan
9 pola pikir (mindset) investigatif; dan
10 b. Mencakup suatu perselisihan atau potensi perselisihan, atau adanya risiko,
11 pertimbangan atau pernyataan kecurangan atau tindakan ilegal atau perilaku tidak
12 etis.
13
14 Kerangka ini mencakup berbagai kemungkinan atau jenis perikatan jasa investigasi,
15 yaitu:
16 a. Perikatan jasa investigasi dapat dimulai dengan pemeriksaan investigatif, dan
17 kemudian dilanjutkan dengan penghitungan kerugian keuangan, selanjutnya
18 pemberian keterangan ahli; atau
19 b. AP hanya diminta melakukan pemeriksaan investigatif; atau
20 c. AP hanya diminta melakukan pemeriksaan investigatif dan dilanjutkan dengan
21 penghitungan kerugian keuangan; atau
22 d. AP hanya diminta melakukan penghitungan kerugian keuangan, dan dilanjutkan
23 dengan pemberian keterangan ahli; atau
24 e. AP hanya diminta memberikan keterangan ahli.
25
26 Bagan alir berbagai permintaan jasa investigasi dapat dilihat pada Lampiran yang
27 merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kerangka ini.
28
29 Penerimaan Perikatan
30
31 18. AP menerima perikatan jasa investigasi hanya jika pengetahuan awal AP atas kondisi
32 perikatan menunjukkan bahwa:
33 a. Ketentuan etika profesi atau Kode Etik AP yang relevan, seperti independensi dan
34 kompetensi profesional akan terpenuhi; dan
35 b. AP yang melakukan perikatan jasa investigasi harus memiliki pengetahuan,
36 keterampilan dan kompetensi di bidang investigasi, yang diperoleh dari
37 pendidikan formal, pelatihan, sertifikasi yang diterbitkan IAPI dan/atau yang diakui
38 IAPI, dan pengalaman kerja.
39 c. Penerimaan masalah, kasus, perkara merupakan tahap awal proses perikatan
40 jasa investigasi dalam rangka menentukan apakah akan melakukan atau tidak
41 melakukan perikatan jasa investigasi berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan
42 oleh AP, termasuk Pihak Terasosiasi.
43
44 d. Perikatan jasa investigasi dibuat secara tertulis dalam suatu surat perikatan yang
45 menjelaskan lingkup jasa yang harus dilakukan oleh AP, dan tanggung jawab para
46 pihak, serta imbalan jasa AP, dan ketentuan lain yang relevan.
8
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
9
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
10
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
1 Laporan Akuntan Publik yang merupakan keluaran (output atau deliverable) dari
2 perikatan jasa investigasi harus menyajikan karakteristik tertentu yang relevan dengan
3 pengguna yang dituju.
4
5 31. Suatu hal pokok (subject matter) yang tepat adalah hal yang:
6 a. Dapat diidentifikasi, dan dapat dievaluasi atau diukur secara konsisten dengan
7 kriteria yang telah diidentifikasi; dan
8 b. Prosedur dapat diterapkan atas informasi tentang hal pokok untuk pengumpulan
9 bukti yang cukup dan tepat untuk mendukung suatu kesimpulan sebagaimana
10 mestinya.
11
12 Kriteria yang Ditetapkan
13
14 32. Kriteria yang ditetapkan adalah tolok ukur atau pembanding yang digunakan dalam
15 perikatan jasa investigasi untuk mengevaluasi atau mengukur hal pokok (subject
16 matter), termasuk tolok ukur untuk penyajian dan pengungkapan yang relevan. Akuntan
17 Publik harus menggunakan kriteria yang sesuai dengan konteksnya dalam suatu
18 perikatan jasa investigasi. Kriteria dapat bersifat formal, misalnya dalam pelaporan
19 pengendalian intern, kriteria yang dapat digunakan adalah kerangka pengendalian
20 intern atau tujuan setiap pengendalian yang ditetapkan yang dirancang secara khusus
21 untuk perikatan tersebut; dan dalam pelaporan kepatuhan, kriteria yang dapat
22 digunakan adalah peraturan perundang-undangan atau kontrak yang berlaku.
23
24 33. Kriteria yang tepat diperlukan dalam melakukan evaluasi yang konsisten atau
25 pengukuran atas hal pokok (subject matter) dalam konteks pertimbangan profesional
26 Akuntan Publik. Tanpa adanya kerangka acuan yang tersedia dalam kriteria yang tepat,
27 suatu kesimpulan akan bergantung kepada penafsiran individu yang rentan terhadap
28 kesalahpahaman. Kriteria yang tepat adalah kriteria yang tergantung terhadap konteks,
29 yaitu yang relevan dengan kondisi perikatan. Bahkan untuk hal pokok yang sama,
30 mungkin saja terdapat kriteria yang berbeda. Sebagai contoh, dalam mengevaluasi hal
31 pokok kepuasan pelanggan, pihak yang bertanggung jawab mungkin menggunakan
32 kriteria jumlah keluhan pelanggan yang berhasil diatasi dalam meningkatkan kepuasan
33 pelanggan, sedangkan pihak yang bertanggung jawab lainnya mungkin menggunakan
34 kriteria pembelian berulang dalam waktu tiga bulan setelah pembelian pertama.
35
36 34. Kriteria yang sesuai menggambarkan karakteristik sebagai berikut:
37 a. Relevan: kriteria yang relevan memberikan kontribusi terhadap kesimpulan yang
38 membantu pengambilan keputusan oleh pengguna yang dituju.
39 b. Lengkap: kriteria dikatakan cukup lengkap bila faktor-faktor relevan yang dapat
40 berdampak terhadap kesimpulan dalam konteks kondisi perikatan tidak
41 dihilangkan/diabaikan.
42 c. Andal: kriteria yang andal memungkinkan pengevaluasian dan pengukuran yang
43 konsisten terhadap hal pokok (subject matter) oleh pihak lain yang memiliki
44 kualifikasi yang sama.
45 d. Netral: kriteria yang netral memberikan kontribusi kepada kesimpulan yang bebas
46 dari keberpihakan.
11
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
12
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
1 39. Kecukupan (sufficiency) bukti adalah ukuran kuantitas bukti (quantity of evidence).
2 Ketepatan (appropriateness) bukti adalah ukuran kualitas bukti (quality of evidence)
3 tersebut; yaitu relevansi (relevance) dan keandalan (reliability) bukti tersebut dalam
4 memberikan dukungan terhadap kesimpulan Akuntan Publik. Oleh karena itu,
5 kecukupan dan ketepatan bukti terkait satu sama lain. Namun, kuantitas bukti yang lebih
6 banyak belum tentu dapat mengompensasi kualitas bukti yang buruk.
7
8 40. Kuantitas atau kualitas bukti yang tersedia dipengaruhi oleh:
9 a. Karakteristik hal pokok dan informasi hal pokok (characteristics of the underlying
10 subject matter and subject matter information). Sebagai contoh, karakteristik bukti
11 dari informasi tentang hal pokok yang berorientasi ke masa depan (subject matter
12 information is future oriented) cenderung bersifat kurang objektif daripada
13 informasi tentang hal pokok yang berorientasi historis; dan
14 b. Kondisi perikatan selain karakteristik hal pokok, seperti ketika bukti yang
15 diharapkan tersedia ternyata tidak tersedia yang disebabkan oleh, sebagai
16 contoh, ketika penunjukan AP, kebijakan entitas tentang penyimpanan dokumen,
17 sistem informasi yang tidak memadai, atau pembatasan yang dilakukan oleh pihak
18 yang bertanggung jawab.
19
20 41. Pada umumnya AP, termasuk Pihak Terasosiasi, memperoleh keyakinan yang lebih dari
21 bukti-bukti yang konsisten yang diperoleh dari sumber atau memiliki sifat yang berbeda
22 daripada bukti-bukti yang dipertimbangkan secara individual. Selain itu, pemerolehan
23 bukti dari sumber atau memiliki sifat yang berbeda mungkin mengindikasikan bahwa
24 suatu bukti tidak dapat diandalkan. Sebagai contoh, informasi penguat yang diperoleh
25 dari suatu sumber yang independen dari entitas dapat meningkatkan keyakinan Akuntan
26 Publik, termasuk Pihak Terasosiasi, atas representasi pihak yang bertangungjawab
27 yang diperolehnya. Sebaliknya, ketika bukti diperoleh dari suatu sumber tidak konsisten
28 dengan bukti yang diperoleh dari sumber yang lain, AP, termasuk Pihak Terasosiasi,
29 menentukan prosedur pengumpulan bukti tambahan apa yang diperlukan untuk
30 mengatasi ketidakkonsistenan tersebut.
31
32 42. Dalam hal pemerolehan bukti yang cukup dan tepat, pada umumnya pemerolehan
33 keyakinan atas informasi hal pokok yang mencakup suatu periode (subject matter
34 information covering a period) lebih sulit daripada informasi hal pokok pada suatu titik
35 waktu tertentu (subject matter information at a point in time). Selain itu, kesimpulan yang
36 dihasilkan atas proses pada umumnya terbatas pada periode yang dicakup dalam
37 perikatan, AP tidak memberikan kesimpulan tentang apakah proses tersebut akan terus
38 berfungsi dengan cara tertentu di masa depan.
39
40 43. AP, termasuk Pihak Terasosiasi, mempertimbangkan hubungan antara biaya
41 pemerolehan bukti (cost of obtaining evidence) dengan kegunaan informasi yang
42 diperoleh (usefulness of the information obtained). Namun, kesulitan atau biaya bukan
43 merupakan basis yang valid untuk menghilangkan suatu prosedur pengumpulan bukti
44 ketika prosedur alternatif tidak tersedia. Akuntan Publik menggunakan pertimbangan
45 profesionalnya (professional judgment) dan menerapkan skeptisisme profesional
46 (professional skepticism) dalam pengevaluasian kuantitas dan kualitas bukti, yaitu
47 kecukupan dan ketepatan bukti, untuk mendukung suatu laporan akuntan publik.
48
13
Kerangka Perikatan Jasa Investigasi
1 44. Sifat, saat, dan luas yang eksak dari prosedur pengumpulan bukti akan berbeda dari
2 satu perikatan ke perikatan yang lain. Secara teori, keberagamaan yang tidak terbatas
3 dalam prosedur (infinite variations in procedures) pengumpulan bukti dimungkinkan.
4 Namun dalam praktik, hal ini sulit untuk dikomunikasikan secara jelas dan tidak
5 meragukan. AP berusaha untuk mengomunikasikan hal tersebut dengan jelas (clearly)
6 dan tidak meragukan (unambiguously), serta menggunakan bentuk yang tepat dalam
7 perikatan jasa investigasi.
8
9 45. Dalam beberapa kasus, jika setelah perikatan diterima diketahui bahwa kriteria ternyata
10 tidak cocok atau hal pokok (subject matters) tidak tepat bagi perikatan tersebut, maka
11 AP mempertimbangkan untuk membahasnya hal tersebut bersama kliennya atau
12 menarik diri dari perikatan.
13
14 Suatu Laporan Akuntan Publik
15
16 46. AP membuat suatu laporan tertulis yang berisi suatu kesimpulan (conclusion),
17 berdasarkan hasil evaluasi bukti yang diperoleh, tentang informasi hal pokok (subject
18 matter information). Dalam mengembangkan kesimpulan, AP, termasuk Pihak
19 Terasosiasi, mempertimbangkan seluruh bukti yang relevan yang diperoleh, terlepas
20 apakah bukti-bukti tersebut mendukung atau bertentangan dengan informasi hal pokok.
21
22 47. Laporan harus diberi judul “Laporan Akuntan Publik” disertai dengan kata/kalimat yang
23 menunjukkan jenis perikatan jasa investigasinya, yaitu apakah:
24 a. Pemeriksaan investigatif, dan/atau
25 b. Penghitungan kerugian keuangan, dan/atau
26 c. Pemberian keterangan ahli.
27
28 Struktur, format, dan isi laporan ditetapkan lebih lanjut dalam standar pelaporan untuk
29 masing-masing jenis perikatan jasa investigasi tersebut.
30
31 Penggunaan Nama AP yang Tidak Tepat
32
33 48. AP dikaitkan dengan suatu hal pokok (an underlying subject matter) ketika melaporkan
34 informasi tentang hal pokok atau mengizinkan penggunaan nama Akuntan Publik dalam
35 suatu hubungan profesional dengan hal pokok tersebut. Jika AP tidak terkait melalui
36 cara tersebut, maka pihak ketiga dapat menganggap bahwa tidak ada tanggung jawab
37 AP. Jika AP menyadari bahwa ada pihak yang secara tidak tepat menggunakan nama
38 AP dengan mengaitkannya dengan suatu hal pokok, maka AP harus meminta pihak
39 tersebut untuk menghentikan tindakannya. AP juga harus mempertimbangkan langkah
40 lain yang mungkin diperlukan, seperti menginformasikan setiap pengguna pihak ketiga
41 yang diketahui tentang penggunaaan nama AP yang tidak semestinya atau memperoleh
42 advis hukum.
43
44
45
46
47
48
14
STANDAR PROFESIONAL
AKUNTAN PUBLIK
DAFTAR ISI
Paragraf
1 Ruang Lingkup
2
3 1. SJI 5100 ini menetapkan standar umum untuk melaksanakan perikatan jasa investigasi,
4 yang dapat berupa:
5 a. Pemeriksaan investigatif; dan/atau
6 b. Penghitungan kerugian keuangan; dan/atau
7 c. Pemberian keterangan ahli.
8
9 SJI 5100 ini adalah penjabaran lebih lanjut dari Kerangka Perikatan Jasa Investigasi.
10
11 2. Standar umum ini berkaitan dengan independensi, objektivitas, integritas, skeptisisme
12 profesional, keahlian, kompetensi, dan hal lainnya yang menjadi dasar untuk dapat
13 menerapkan:
14 a. Manajemen risiko ketika melakukan perikatan jasa investigasi (SJI 5200);
15 b. Pemeriksaan investigatif (SJI 5300);
16 c. Penghitungan kerugian keuangan (SJI 5400); dan
17 d. Pemberian keterangan ahli (SJI 5500).
18
19 Etika
20
21 3. Akuntan Publik dan Pihak Terasosiasi dalam perikatan jasa investigasi harus mematuhi
22 Kode Etik Profesi Akuntan Publik (selanjutnya disebut “Kode Etik”), termasuk ketentuan
23 independensi. Mungkin terdapat keadaan ketika peraturan perundang-undangan
24 menghalangi Akuntan Publik, termasuk Pihak Terasosiasi, untuk tidak mematuhi bagian
25 tertentu dari Kode Etik. Dalam keadaan demikian, peraturan perundang-undangan
26 tersebut berlaku, dan Akuntan Publik, termasuk Pihak Terasosiasi, harus mematuhi
27 seluruh bagian lain dari Kode Etik.
28
29 4. Akuntan Publik mungkin menghadapi keadaan yang tidak biasa yaitu ketika Akuntan
30 Publik meyakini bahwa penerapan persyaratan tertentu dari Kode Etik dapat
31 mengakibatkan hasil keluaran yang tidak sepadan atau yang tidak memenuhi
32 kepentingan umum. Dalam kondisi demikian, Akuntan Publik disarankan untuk
33 berkonsultasi dengan asosiasi profesi atau regulator yang terkait.
34
35 5. Lima prinsip dasar etika (fundamental principles) untuk Akuntan Publik dan Pihak
36 Terasosiasi adalah:
37 a. Integritas (Integrity): bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional
38 dan bisnis;
39 b. Objektivitas (Objectivity): tidak mengompromikan pertimbangan profesional atau
40 bisnis karena adanya bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak
41 semestinya dari pihak lain;
42 c. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional (Professional Competence and Due
43 Care) untuk:
44 i. Mencapai dan mempertahankan pengetahuan dan keahlian profesional
45 pada level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien atau organisasi
46 tempatnya bekerja memperoleh jasa profesional yang kompeten,
47 berdasarkan standar profesional dan standar teknis terkini serta ketentuan
48 peraturan perundang-undang yang relevan; dan
1 Dokumentasi
2
3 13. AP dan Pihak Terasosiasi harus mendokumentasikan hal-hal yang signifikan dalam
4 menyediakan bukti yang mendukung laporan pelaksanaan perikatan jasa investigasi
5 dan bukti bahwa perikatan dilaksanakan berdasarkan Standar Jasa Investigasi.
6
7 14. Dokumentasi mencakup suatu catatan tentang dasar AP, termasuk Pihak Terasosiasi,
8 atas seluruh hal signifikan yang membutuhkan penggunaan pertimbangan, dan
9 kesimpulan terkait. Eksistensi pertanyaan-pertanyaan yang sulit atas prinsip atau
10 pertimbangan, memerlukan pendokumentasian untuk mencantumkan fakta-fakta
11 relevan yang diketahui oleh AP, termasuk Pihak Terasosiasi, ketika kesimpulan ditarik.
12
13 15. Kertas kerja pelaksanaan jasa investigasi dibuat sesuai dengan jenis perikatan jasa
14 investigasi, dan harus mempunyai referensi untuk semua informasi dan/atau dokumen
15 yang relevan dengan temuan, pertimbangan profesional, dan kesimpulan akhir.
16
17 16. Kertas kerja pelaksanaan jasa investigasi adalah milik AP/KAP, serta disimpan dan
18 dijaga kerahasiannya sesuai dengan UU AP dan kebijakan KAP, serta peraturan
19 perundang-undangan lainnya yang berlaku.
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
DAFTAR ISI
Paragraf
1 Ruang Lingkup
2
3 1. SJI 5200 ini menetapkan ketentuan yang harus dilaksanakan dalam melakukan
4 manajemen risiko untuk perikatan jasa investigasi, yang dapat berupa:
5 a. Pemeriksaan investigatif;
6 b. Penghitungan kerugian keuangan; dan/atau
7 c. Pemberian keterangan ahli.
8
9 2. SJI 5200 ini menetapkan hal-hal signifikan yang harus dilakukan sebelum menerima
10 suatu perikatan jasa investigasi dan ketika memutuskan untuk menerima suatu
11 perikatan, maka pelaksanaan perikatan harus direncanakan secara memadai terlebih
12 dahulu, termasuk penilaian risikonya.
13
14 Risiko
15
16 3. Risiko adalah akibat adanya ketidakpastian dalam pencapaian sasaran (effect of
17 uncertainty on objectives). Sumber risiko (risk source) adalah elemen yang secara
18 mandiri atau dalam kombinasi memiliki potensi untuk menimbulkan risiko. Peristiwa
19 (event) adalah kejadian atau perubahan suatu set dari kondisi. Kemungkinan-kejadian
20 (Likelihood) adalah kemungkinan sesuatu terjadi (chance of something happening).
21 Dampak/konsekuensi (consequence) adalah hasil keluaran suatu peristiwa (event) yang
22 memengaruhi sasaran.
23
24 4. Risiko perikatan (engagement risk) adalah risiko yang timbul sebagai akibat AP
25 menyatakan kesimpulan yang tidak tepat (inappropriate conclusion) ketika terjadi
26 kesalahan penyajian material atas informasi hal pokok (subject matter information),
27 namun tidak dilaporkan.
28
29 5. Pada umumnya perikatan jasa investigasi dipertimbangkan lebih tinggi risikonya
30 dibandingkan dengan risiko perikatan audit atas laporan keuangan karena laporan dari
31 hasil pelaksanaan perikatan jasa investigasi bertujuan untuk mengungkapkan terjadi
32 atau tidaknya suatu perbuatan dan pelakunya untuk membantu pemangku kepentingan
33 dalam pencapaian suatu kesimpulan atas manfaat laporan dari investigasi yang
34 dilaksanakan atau guna dilakukan tindakan litigasi atau digunakan untuk tindakan
35 litigasi, sedangkan laporan audit atas laporan keuangan digunakan untuk tujuan umum
36 (general purpose).
37
38 Imbalan Jasa Investigasi
39
40 6. Karena risiko lebih tinggi bagi AP ketika menerima perikatan jasa investigasi
41 dibandingkan dengan risiko ketika menerima perikatan audit atas laporan keuangan
42 bertujuan umum (general purpose), maka besaran imbalan jasa investigasi yang
43 ditawarkan oleh AP dapat memunculkan ancaman kepentingan pribadi terhadap
44 kepatuhan pada prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional, jika imbalan yang
45 ditawarkan sangat rendah sehingga mungkin sulit untuk melakukan perikatan sesuai
46 dengan standar profesional dan standar teknis yang berlaku, serta berpotensi imbalan
47 yang diperoleh tidak dapat menutupi risikonya.
48
1 7. Imbalan jasa per jam (minimum hourly charge-out rates) yang ditetapkan oleh Pengurus
2 Institut Akuntan Publik Indonesia, dalam Peraturan Pengurus tentang Penentuan
3 Imbalan Jasa Audit Laporan Keuangan, hendaknya dijadikan acuan imbalan minimum
4 ketika menawarkan jasa investigasi.
5
6 8. AP tidak diperkenankan menerima perikatan dengan pemberi kerja yang menetapkan
7 imbalan di bawah batas kewajaran atau di bawah imbalan minimum sebagaimana
8 dijelaskan dalam paragraf 7.
9
10 9. AP harus menyatakan pula kepada kliennya, dalam surat perikatan, bahwa imbalan
11 profesional sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 7 tersebut tidak termasuk ketika
12 nantinya AP diminta keterangan oleh kejaksaan, kepolisian, pengadilan atau instansi
13 lainnya, termasuk ketika diminta keterangan oleh konsultan hukum/pengacaranya klien.
14
15 Penerapan Manajemen Risiko
16 10. Manajemen risiko (risk management) adalah aktivitas terkoordinasi untuk mengarahkan
17 dan mengendalikan organisasi (AP/KAP) dalam kaitannya dengan risiko.
18
19 11. AP dan KAP harus menerapkan suatu manajemen risiko, prinsip-prinsip, kerangka
20 kerja, dan proses, mencakup:
21 a. Menetapkan konteks, yaitu menetapkan tujuan dan sasaran serta
22 mempertimbangkan lingkungan dimana AP/KAP beroperasi, dalam hal ini ketika
23 memberikan jasa investigasi, serta mengidentifikasi para pemangku kepentingan
24 internal dan eksternal.
25 b. Mengidentifikasi risiko-risiko, baik yang ada maupun potensial serta
26 pengendaliannya.
27 c. Menganalisis dan mengevaluasi risiko-risiko serta mengidentifikasi risiko yang
28 rendah dan risiko yang tinggi.
29 d. Mengembangkan strategi untuk mengelola dan memperlakukan risiko-risiko yang
30 telah diidentifikasi.
31 e. Mengomunikasikan dan mengonsultasikan dengan pihak di dalam dan di luar KAP
32 yang terkait.
33 f. Memonitor dan menelaah strategi manajemen risiko secara berkelanjutan.
34 g. Memelihara dokumentasi kebijakan dan prosedur, termasuk dokumentasi proses
35 penilaian risiko, risiko-risiko utama yang diidentifikasi, dan merancang
36 pengukurannya untuk mengurangi dampak dari risiko-risiko utama tersebut.
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
DAFTAR ISI
Paragraf
1 Ruang Lingkup
2
3 1. Permintaan jasa pemeriksaan investigatif, baik berdasarkan pendekatan langsung
4 maupun pendekatan litigasi dapat berupa:
5 a. Pengembangan temuan hasil audit sebelumnya.
6 Apabila dalam pelaksanaan audit sebelumnya ditemukan adanya dugaan kuat
7 penyimpangan yang terindikasi dapat merugikan keuangan, maka berdasarkan
8 permintaan yang berwenang, hal tersebut dapat ditindaklanjuti dengan perikatan
9 pemeriksaan investigatif.
10 b. Permintaan entitas usaha atas dugaan penyimpangan keuangan.
11 Permintaan pihak entitas usaha yang menemukan telah terjadi dugaan
12 penyimpangan keuangan, dapat ditindaklanjuti dengan perikatan pemeriksaan
13 investigatif.
14 c. Permintaan Instansi Penyidik, Kejaksaan, Kepolisian, dan/atau Penetapan
15 Pengadilan.
16 Atas permintaan Instansi Penyidik, Kejaksaan, Kepolisian, baik secara langsung
17 maupun melalui penetapan pengadilan, dapat ditindaklanjuti dengan perikatan
18 pemeriksaan investigatif (SJI 5300) dan dilanjutkan dengan perikatan
19 penghitungan kerugian keuangan (SJI 5400), dan dilanjutkan lagi dengan
20 perikatan pemberian keterangan ahli (SJI 5500).
21
22 Penerimaan Masalah, Kasus, dan/atau Perkara
23
24 2. Penerimaan masalah, kasus, dan/atau perkara merupakan tahap awal proses perikatan
25 pemeriksaan investigatif dalam rangka pertimbangan apakah akan menerima atau
26 menolak perikatan pemeriksaan investigatif.
27
28 3. Perikatan pemeriksaan investigatif dilaksanakan berdasarkan hasil penelaahan
29 (ekspose), yaitu proses pengungkapan secara formal suatu masalah, kasus, dan/atau
30 perkara.
31
32 4. Hasil penelaahan (ekspose) dituangkan dalam dokumen hasil penelaahan (ekspose)
33 atau suatu risalah yang ditandatangani pihak yang terkait dengan kegiatan
34 penelaahan (ekspose).
35
36 5. Dalam menerima perikatan, AP harus mempertimbangkan risiko perikatan dan mitigasi
37 risikonya sesuai SJI 5200.
38
39 6. Apabila dipandang perlu, AP dapat berkonsultasi dengan ahli hukum untuk meminta
40 pertimbangan dalam menerima atau menolak permintaan perikatan jasa investigasi.
41
42 7. Apabila dipandang perlu, ahli hukum dapat diikutsertakan dalam penelaahan (ekspose)
43 suatu masalah, kasus, perkara dan dimintakan pendapatnya.
44
45
46
47
48
1 Perencanaan
2
3 Permintaan Jasa Pemeriksaan Investigatif Berasal dari Entitas Usaha
4 8. Dalam hal permintaan pemeriksaan investigatif berasal dari entitas usaha/klien yang
5 sebelumnya telah dilakukan audit atas laporan keuangan, maka dilakukan kegiatan
6 sebagai berikut:
7 a. Dengan pertimbangan tertentu, pihak klien meminta AP/KAP melakukan
8 penelaahan atas dugaan temuan penyimpangan keuangan.
9 b. AP/KAP melakukan telaah (ekspose) terhadap laporan hasil audit sebelumnya
10 yang akan dikembangkan menjadi perikatan pemeriksaan investigatif.
11 c. Tujuan telaah (ekspose) adalah untuk meyakini layak atau tidaknya
12 penyimpangan tersebut ditindaklanjuti dengan perikatan pemeriksaan investigatif.
13 d. Layak atau tidaknya penyimpangan diukur berdasarkan kecukupan informasi
14 yang memenuhi kriteria 5W+2H sebagai berikut:
15 i. What (Apa – jenis penyimpangan dan dampaknya)
16 Informasi yang ingin diperoleh adalah substansi penyimpangan yang terjadi.
17 Informasi ini berguna sebagai hipotesis awal untuk mengungkapkan jenis-
18 jenis penyimpangan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-
19 undangan serta dampak adanya penyimpangan.
20 ii. Who (Siapa – pihak yang terkait)
21 Informasi ini berkaitan dengan substansi siapa yang diduga melakukan
22 penyimpangan atau kemungkinan siapa saja yang dapat diduga melakukan
23 penyimpangan, dan pihak-pihak terkait yang nantinya perlu dimintakan
24 keterangan.
25 iii. Where (Di mana – tempat terjadinya penyimpangan)
26 Informasi ini berkaitan dengan tempat dimana terjadinya penyimpangan,
27 khususnya institusi/unit kerja tempat terjadinya penyimpangan. Informasi ini
28 sangat berguna dalam penentuan ruang lingkup perikatan pemeriksaan
29 investigatif serta membantu dalam menentukan locus (tempat terjadinya
30 penyimpangan).
31 iv. When (Kapan – waktu terjadinya penyimpangan)
32 Informasi ini berkaitan dengan kapan penyimpangan ini terjadi yang akan
33 mempengaruhi penentuan ruang lingkup perikatan pemeriksaan investigatif.
34 Penentuan tempus (saat/waktu terjadinya penyimpangan) membantu
35 pemahaman AP atas peraturan perundang-undangan yang berlaku saat
36 terjadinya penyimpangan, sehingga dalam mengungkapkan fakta dapat
37 diselaraskan dengan kriteria yang berlaku.
38 v. Why (Mengapa – penyebab terjadinya penyimpangan)
39 Informasi yang ingin diperoleh adalah mengapa seseorang melakukan
40 penyimpangan. Hal ini berkaitan dengan motif seseorang dalam melakukan
41 penyimpangan yang akan dapat mengarah kepada pembuktian unsur niat
42 (intention).
43 vi. How (Bagaimana – modus penyimpangan)
44 Informasi ini berkaitan dengan bagaimana penyimpangan tersebut terjadi
45 yang akan membantu dalam menyusun modus operan di penyimpangan
46 tersebut serta meyakini penyembunyian (concealment), dan pengonversian
47 (convertion) hasil penyimpangan.
48
1 Pelaksanaan
2
3 Pengumpulan Bukti
4
5 16. AP harus mengumpulkan bukti yang cukup dan tepat sebagai basis untuk menyatakan
6 kesimpulan.
7
8 17. Dalam pengumpulan bukti, yang terkait dengan proses investigasi untuk tujuan litigasi,
9 maka AP perlu mempertimbangkan unsur-unsur yang menjadi indikator terjadinya
10 perbuatan curang, penggelapan, penipuan, dan/atau korupsi sebagaimana dimaksud
11 dalam KUHP, UU Tipikor, dan peraturan perundang-undangan lainnya.
12
13 18. Dalam pemeriksaan investigatif, pengumpulan dan evaluasi bukti dimaksudkan untuk
14 mendukung kesimpulan dan temuan pemeriksaan investigatif, dengan pedoman
15 sebagai berikut:
16 a. Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya
17 pengujian hipotesis untuk mengungkapkan:
18 i. Fakta-fakta dan proses kejadian (termasuk didalamnya dengan
19 membandingkan antara kejadian yang senyatanya terjadi dengan kejadian
20 yang seharusnya terjadi).
21 ii. Sebab dan dampak penyimpangan;
22 iii. Pihak-pihak yang terkait (terlibat atas penyimpangan dan dampaknya).
23 b. Pengumpulan dan evaluasi bukti ditujukan untuk menghindari risiko dari
24 kemungkinan salah, bias, tidak dapat diyakini, dan atau tidak lengkapnya bukti-
25 bukti yang diperlukan.
26 c. Dalam hal pengumpulan bukti, AP harus:
27 i. Mengkaji waktu yang dibutuhkan, metodologi, prosedur, dan teknik yang
28 digunakan;
29 ii. Mengantisipasi untuk memeroleh informasi yang berhubungan dengan fakta
30 mengenai motivasi yang melatarbelakangi permasalahan (intention),
31 penyembunyian (concealment), dan pengonversian (convention);
32 iii. Memaksimalkan sumber-sumber bukti, termasuk dengan melakukan
33 koordinasi dengan instansi yang memberikan mandat penugasan baik
34 Pimpinan/Atasan Pimpinan Objek Penugasan maupun Instansi Penyidik;
35 iv. Melakukan permintaan bukti secara tertulis kepada pihak yang berkompeten
36 mengeluarkan atau menguasai bukti-bukti tersebut dengan memperhatikan
37 peraturan perundang-undangan yang berlaku.
38 v. Dalam hal pihak yang diperiksa (terduga) yang mempunyai kewajiban
39 menyediakan bukti-bukti yang diminta oleh tim perikatan jasa investigasi
40 ternyata tidak segera memenuhi bukti-bukti yang diminta, setelah diminta
41 secara tertulis, maka ketua tim yang bertugas membuat surat permintaan
42 kedua yang ditujukan kepada pihak yang diperiksa (terduga) dan tembusan
43 kepada Pimpinan KAP dengan menyebutkan batas waktu untuk memenuhi
44 permintaan bukti-bukti tersebut.
45 vi. Batas waktu yang dimaksud di atas maksimum 2 (dua) minggu atau selama
46 waktu tertentu sesuai pertimbangan tim yang ditugaskan.
47 vii. Dalam hal setelah permintaan kedua dan dalam jangka waktu yang telah
48 ditetapkan ternyata bukti-bukti yang diminta tersebut belum dipenuhi oleh
1 29. Dalam hal perikatan pemeriksaan investigatif sedang berjalan dan dijumpai kondisi yang
2 tidak diharapkan dan di luar kendali sehingga terdapat risiko penugasan investigasi tidak
3 dapat dilanjutkan (seperti pembatasan informasi), maka AP/KAP dapat menghentikan
4 penugasan dengan menerbitkan surat penghentian penugasan beserta alasan
5 penyebabnya.
6
7 Pengomunikasian Ekspose Hasil Pemeriksaan Investigatif kepada Pihak yang
8 Berkepentingan
9
10 30. Mengingat permintaan tanggapan dari pihak-pihak yang terkait telah dilakukan dengan
11 klarifikasi tertulis pada tahap pengumpulan dan evaluasi bukti, dan AP telah
12 mengevaluasi kembali tanggapan pihak-pihak terkait jika bertentangan dengan bukti
13 investigasi yang lain, maka pengomunikasian hasil pemeriksaan investigatif kepada
14 pihak-pihak terkait lebih bersifat penyampaian hasil investigasi dari AP kepada pihak
15 pemberi tugas.
16
17 31. Pembahasan hasil pemeriksaan investigatif dilakukan apabila terdapat informasi yang
18 belum diuji/dievaluasi pada saat tahapan evaluasi bukti dan baru disampaikan pada
19 tahap ini. Apabila informasi tersebut memengaruhi kesimpulan hasil pemeriksaan, AP
20 mempertimbangkan untuk mengevaluasi informasi tersebut secara seimbang dan
21 objektif serta menyajikan secara memadai informasi tersebut dalam Laporan atas Hasil
22 Pemeriksaan Investigatif.
23
24 32. Media pengomunikasian hasil investigasi dapat berupa ekspose atau pertemuan
25 dengan pihak yang terkait dengan pembuat perikatan atau pemberi penugasan.
26
27 33. Untuk penugasan investigasi yang dikembangkan dari hasil audit sebelumnya, berlaku
28 mekanisme sebagai berikut:
29 a. AP mengomunikasikan hasil pemeriksaan investigatif dengan melakukan
30 ekspose.
31 b. Apabila hasil pemeriksaan investigatif menyimpulkan adanya penyimpangan yang
32 berindikasi merugikan keuangan, praktisi menyampaikan rekomendasi agar pihak
33 terkait menindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
34 c. Hasil ekspose dituangkan dalam risalah, yang memuat secara kronologis kejadian
35 yang dapat diekspos.
36
37 34. Untuk penugasan investigasi atas permintaan Instansi Penyidik, berlaku ketentuan
38 sebagai berikut:
39 a. Mengomunikasikan hasil pemeriksaan investigatif dengan Instansi Penyidik yang
40 meminta bantuan investigasi dengan melakukan ekspose.
41 b. Ekspose dilakukan atas hasil pemeriksaan investigatif yang menyimpulkan
42 adanya penyimpangan berindikasi merugikan keuangan maupun tidak ada
43 penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan.
44 c. Tujuan dilakukannya ekspose dengan Instansi Penyidik adalah untuk mendapat
45 kepastian terpenuhinya atau tidak terpenuhinya unsur aspek hukum sehingga AP
46 memperoleh dasar keyakinan yang memadai bahwa hasil pemeriksaan
47 investigatif tersebut berindikasi Tindak Pidana atau tidak.
1 g. Nama Akuntan Publik, tanda tangan, dan nomor izin/registrasi Akuntan Publik dari
2 Menteri Keuangan.
3 h. Nama KAP, nomor izin usaha KAP, dan alamat KAP apabila belum dicantumkan
4 dalam kop suratnya KAP.
5
6 Uraian hasil pelaksanaan pemeriksaan investigatif dan kesimpulan AP pada hurf (e)
7 butir (vi) dan (vii) di atas mengacu pada beberapa hal berikut:
8 a. Dasar Hukum
9 b. Materi temuan investigasi:
10 i Jenis Penyimpangan.
11 ii Pengungkapan Fakta dan Proses Kejadian.
12 iii Penyebab dan Dampak yang Ditimbulkan.
13 iv Pihak yang Terkait.
14 v Bukti-bukti yang Diperoleh.
15 c. Pembahasan (ekspose) dengan pihak terkait
16 d. Simpulan Akhir.
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
DAFTAR ISI
Paragraf
1 Ruang Lingkup
2
3 1. Permintaan jasa investigasi berupa penghitungan kerugian keuangan dimaksudkan
4 untuk melakukan pengujian atas dugaan/indikasi kerugian keuangan yang timbul dari
5 suatu kasus/perkara penyimpangan, dan kesimpulan atas hasil penghitungan tersebut
6 akan digunakan untuk mendukung tindakan litigasi, sebagaimana dikemukakan dalam
7 Kerangka Perikatan Jasa Investigasi.
8
9 Namun demikian, yang menentukan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan
10 penyimpangan keuangan atau melawan hukum adalah hakim di pengadilan, bukan
11 Akuntan Publik.
12
13 Permintaan jasa investigasi berupa penghitungan kerugian keuangan dapat berasal dari
14 entitas usaha atau dari instansi penyidik.
15
16 Sumber dana kerugian keuangan dapat mencakup entitas sektor publik seperti instansi
17 pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
18 dan entitas lainnya yang sumber permodalannya berasal dari negara sesuai dengan
19 peraturan perundang-undangan yang berlaku.
20
21 Sumber dana kerugian keuangan dapat mencakup entitas sektor privat/swasta yang
22 mencakup perusahaan dan/atau organisasi yang didirikan berdasarkan peraturan
23 perundang-undangan yang berlaku yang sumber permodalannya bukan berasal dari
24 negara.
25
26 Penerimaan Masalah, Kasus, dan/atau Perkara
27
28 2. Penerimaan masalah, kasus, dan/atau perkara merupakan tahap awal proses perikatan
29 jasa investigasi dalam rangka mempertimbangkan apakah menerima atau menolak
30 perikatan penghitungan kerugian keuangan.
31
32 3. Pertimbangan menerima atau menolak perikatan penghitungan kerugian keuangan
33 dilaksanakan setelah melalui proses penelaahan (ekspose), yaitu proses
34 pengungkapan secara formal suatu masalah, kasus, dan/atau perkara.
35
36 4. Hasil penelaahan (ekspose) dituangkan dalam dokumen hasil penelaahan (ekspose)
37 atau suatu risalah yang ditandatangani pihak yang terkait dengan kegiatan penelaahan
38 (ekspose).
39
40 5. Dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan penghitungan kerugian keuangan,
41 AP harus mempertimbangkan risiko perikatan dan mitigasi risikonya sesuai SJI 5200.
42
43 6. Apabila dipandang perlu, AP dapat berkonsultasi dengan ahli hukum untuk meminta
44 pertimbangan dalam menerima atau menolak permintaan perikatan penghitungan
45 kerugian keuangan.
46
47 7. Apabila dipandang perlu, ahli hukum dapat diikutsertakan dalam telaah (ekspose) suatu
48 masalah, kasus, dan/perkara, serta dimintakan pendapatnya.
1 Perencanaan
2
3 8. Akuntan Publik harus merencanakan pelaksanaan perikatan penghitungan kerugian
4 keuangan secara memadai, termasuk pelibatan pihak terasosiasi dan supervisinya.
5
6 9. Perencanaan pemeriksaan investigatif dalam SJI 5300 dapat diterapkan pula untuk
7 merencanakan penghitungan kerugian keuangan.
8
9 10. Perencanaan penghitungan kerugian keuangan mencakup, tetapi tidak terbatas pada,
10 hal-hal sebagai berikut:
11 a. Mengidentifikasi pendekatan, prosedur, dan teknik yang akan digunakan dalam
12 menguji suatu penyimpangan.
13 b. Merencanakan metode penghitungan kerugian keuangan.
14 c. Merumuskan prosedur dan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam
15 mengumpulkan dan mengevaluasi bukti untuk mendukung kesimpulan tentang
16 kerugian keuangan, termasuk bukti berupa keterangan ahli lainnya jika diperlukan.
17
18 Pelaksanaan
19
20 11. Langkah-langkah pelaksanaan perikatan penghitungan kerugian keuangan mencakup
21 penelaahan dokumen, prosedur analitis, pengujian fisik, obervasi, konfirmasi,
22 wawancara, klarifikasi, dan rekonstruksi fakta berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh.
23
24 12. Permintaan data/bukti untuk penghitungan kerugian keuangan dilakukan secara tertulis,
25 dan disebutkan jenis, nama, dan jumlah data yang diminta, serta dicantumkan batas
26 waktu penyampaian data/bukti tersebut.
27
28 13. Apabila sampai batas waktunya ternyata data/bukti belum diterima oleh AP, maka
29 diajukan kembali permintaan data/bukti dengan batas waktu penyampaian data/bukti
30 yang telah dijadwalkan kembali.
31
32 14. Apabila data/bukti yang diminta tidak diberikan sampai batas waktunya, maka AP dapat
33 memberikan perpanjangan waktu, dan jika sampai batas waktu yang sudah
34 diperpanjang tersebut belum juga diberikan data/bukti yang diminta tersebut, maka AP
35 menerbitkan surat penghentian sementara yang ditujukan kepada pihak pemberi tugas
36 dan/atau yang melakukan perikatan dengan AP.
37
38 15. Dalam hal penugasan penghitungan kerugian keuangan berasal dari instansi penyidik,
39 pengumpulan bukti tambahan dilakukan bersama Penyidik, yaitu:
40 a. Pengumpulan bukti, termasuk permintaan klarifikasi dan/atau konfirmasi
41 dilakukan di bawah koordinasi Penyidik.
42 b. AP, termasuk Pihak Terasosiasi, harus menghormati kewenangan Penyidik dalam
43 pengumpulan bukti sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
44 Acara Pidana.
45 c. AP, termasuk Pihak Terasosiasi, harus memastikan tidak terdapat pelanggaran
46 hukum dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya yang dilakukan oleh AP
47 dan/atau Pihak Terasosiasi pada saat pengumpulan bukti, termasuk bukti berupa
48 dokumen elektronik.
1 Pelaporan
2
3 16. Laporan Akuntan Publik atas Penghitungan Kerugian Keuangan adalah dokumen
4 rahasia yang hanya boleh diketahui oleh AP dan Pihak yang Melakukan Perikatan
5 dengan AP, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan
6 dan/atau penetapan pengadilan.
7
8 17. Dalam hal perikatan penghitungan kerugian keuangan berasal dari permintaan instansi
9 penyidik, maka kesimpulan yang dibuat oleh AP tentang jumlah kerugian keuangan
10 merupakan kesimpulan berdasarkan pertimbangan profesional AP, sehingga tidak
11 dikomunikasikan kepada pimpinan objek yang diperiksa, melainkan pengomunikasian
12 dilakukan kepada Penyidik untuk memastikan bahwa seluruh bukti yang digunakan oleh
13 AP merupakan bukti yang cukup dan tepat, yang akan digunakan sebagai bukti dalam
14 berkas perkara, dan Penyidik telah menyerahkan seluruh bukti yang mempengaruhi
15 jumlah kerugian keuangan.
16
17 18. Unsur-unsur pokok dalam laporan penghitungan kerugian keuangan terdiri dari:
18 a. Laporan diberi judul: Laporan Akuntan Publik atas Penghitungan Kerugian
19 Keuangan.
20 b. Pihak yang dituju.
21 c. Suatu paragraf yang berisi pernyataan bahwa perikatan dilaksanakan
22 berdasarkan Standar Jasa Investigasi yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik
23 Indonesia.
24 d. Suatu paragraf yang berisi pernyataan bahwa yang menentukan terjadi atau
25 tidaknya suatu perbuatan penyimpangan keuangan atau melawan hukum adalah
26 hakim di pengadilan, bukan Akuntan Publik.
27 e. Suatu identifikasi dan deskripsi tentang informasi hal pokok dan jika relevan,
28 tentang hal pokok mencakup antara lain:
29 i. Saat atau periode yang berkaitan dengan pengevaluasian atau pengukuran
30 hal pokok;
31 ii. Jika relevan, nama entitas atau komponen entitas yang berkaitan dengan
32 hal pokok;
33 iii. Suatu penjelasan tentang karakteristik hal pokok;
34 iv. Pengidentifikasian kriteria;
35 v. Jika relevan, suatu penjelasan keterbatasan yang signifikan dan inheren,
36 yang terkait dengan pengevaluasian atau pengukuran hal pokok
37 dibandingkan dengan kriteria;
38 vi. Uraian Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan;
39 vii. Kesimpulan Akuntan Publik;
40 f. Tanggal laporan.
41 g. Nama Akuntan Publik, tanda tangan, dan nomor izin/registrasi Akuntan Publik dari
42 Menteri Keuangan.
43 h. Nama KAP, nomor izin usaha KAP, dan alamat KAP apabila belum dicantumkan
44 dalam kop suratnya KAP.
45
46
47
48
1 Uraian hasil penghitungan kerugian keuangan dan kesimpulan Akuntan Publik pada
2 huruf (e) butir (vi) dan (vii) di atas mengacu pada beberapa hal berikut:
3 a. Dasar Hukum/Perikatan.
4 b. Materi pembahasan:
5 i. Jenis Penyimpangan.
6 ii. Pengungkapan Fakta dan Proses Kejadian.
7 iii. Penyebab dan dampak yang ditimbulkan.
8 iv. Pihak yang terkait.
9 v. Bukti-bukti yang diperoleh.
10 vi. Metode penghitungan kerugian keuangan.
11 c. Pembahasan (ekspose) dengan pihak terkait.
12 d. Kesimpulan Akhir.
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
DAFTAR ISI
Paragraf
1 Ruang Lingkup
2
3 1. Pemberian keterangan ahli dilakukan oleh AP sebagai kelanjutan dari perikatan
4 pemeriksaan investigatif dan perikatan penghitungan kerugian keuangan. Namun, AP
5 dapat pula diminta memberikan keterangan ahli sedangkan pemeriksaan investigatif
6 dan penghitungan kerugian keuangan telah dilakukan oleh pihak lain.
7
8 2. Pihak yang meminta AP untuk memberikan keterangan ahli, yaitu:
9 a. Entitas usaha yang sebelumnya telah menugaskan AP untuk melakukan jasa
10 pemeriksaan investigatif dan/atau penghitungan kerugian keuangan;
11 b. Entitas usaha lainnya yang sudah menghitung kerugian keuangan, dan meminta
12 AP untuk memberikan keterangan ahli;
13 c. Instansi penyidik yang meminta AP untuk memberikan keterangan ahli.
14
15 3. Yang dimaksud “Pemberian Keterangan Ahli” (dalam lingkup investigasi) adalah
16 pemberian keterangan berdasarkan keahlian seorang profesional investigasi keuangan
17 dalam suatu kasus tindak pidana dan/atau perdata, untuk membuat terang suatu kasus
18 bagi penyidik dan/atau hakim.
19
20 Penerimaan Masalah, Kasus, dan/atau Perkara
21
22 4. Penerimaan masalah, kasus, dan/atau perkara merupakan tahap awal proses perikatan
23 jasa investigasi dalam rangka menentukan apakah melakukan atau tidak melakukan
24 perikatan jasa investigasi berupa pemberian keterangan ahli.
25
26 5. Penerimaan masalah, kasus, perkara sebagaimana diatur dalam SJI 5300 dan SJI 5400
27 dapat pula diterapkan pada standar ini sepanjang relevan dengan lingkup jasa
28 pemberian keterangan ahli.
29
30 Perencanaan
31
32 6. AP harus membuat perencanaan yang memadai untuk melaksanakan pemberian jasa
33 investigasi berupa pemberian keterangan ahli. Perencanaan sesuai SJI 5300 dan SJI
34 5400 dapat pula diterapkan sepanjang relevan dengan jasa pemberian keterangan ahli.
35
36 Pelaksanaan
37
38 7. Pemberian keterangan ahli dilakukan oleh AP dengan menelaah kembali kertas kerja,
39 pelaksanaan pemberian keterangan ahli untuk Berita Acara Pemeriksaan (“BAP”) di
40 Instansi Penyidik, pelaksanaan pemberian keterangan ahli untuk persidangan, serta
41 pendokumentasiannya.
42
43 8. Ketika AP diminta memberikan keterangan ahli, dan sebelumnya AP telah melakukan
44 pemeriksaan investigatif dan penghitungan kerugian keuangan, maka pokok-pokok
45 pertanyaan kritikal yang sekurang-kurangnya harus menjadi perhatian AP, dalam
46 penyiapan kertas kerja sebagai pemberi keterangan ahli yang dituangkan dalam BAP
47 oleh Penyidik, adalah sebagai berikut:
1 a. Kondisi kesehatan jasmani dan rohani AP pada saat memberikan keterangan ahli,
2 serta kesediaan dan kesanggupan AP dalam memberi keterangan selaku ahli.
3 b. Kesediaan AP untuk diambil sumpahnya sesuai ketentuan Pasal 120 ayat (2)
4 KUHAP.
5 c. Riwayat pendidikan dan pekerjaan yang melatarbelakangi keahlian AP.
6 d. Keterhubungan ahli (AP) dengan tersangka, dalam pengertian apakah mengenal,
7 dan apakah mempunyai hubungan keluarga atau hubungan pekerjaan dengan
8 tersangka.
9 e. Sertifikat dan/atau keahlian AP di bidang audit keuangan dan/atau investigasi
10 keuangan.
11 f. Pertanyaan tentang apakah ahli (AP) pernah melakukan perikatan jasa investigasi
12 untuk tujuan pemeriksaan investigatif dan/atau penghitungan kerugian keuangan
13 dalam kasus/perkara yang sedang diproses oleh instansi penyidik.
14 g. Pelaksanaan investigasi tersebut apakah telah didasari dengan surat tugas
15 secara tertulis dari pihak pemberi tugas.
16 h. Dokumen, catatan, atau laporan apa saja yang digunakan sebagai dasar dalam
17 pelaksanaan perikatan pemeriksaan investigatif dan/atau penghitungan kerugian
18 keuangan tersebut.
19 i. Bagaimana hasil akhir pelaksanaan perikatan pemeriksaan investigatif dan/atau
20 penghitungan kerugian keuangan tersebut.
21 j. Metode apakah yang digunakan dalam pelaksanaan perikatan pemeriksaan
22 investigatif dan/atau penghitungan kerugian keuangan tersebut.
23 k. Pertanyaan tentang penyimpangan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan
24 pemeriksaan investigatif tersebut.
25 l. Pertanyaan tentang apakah yang menjadi penyebab terjadinya penyimpangan
26 tersebut.
27 m. Pertanyaan tentang apakah yang menjadi akibat dari penyimpangan tersebut.
28 n. Pertanyaan tentang apakah dari penyimpangan tersebut ditemukan dugaan
29 penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dan
30 berhubungan langsung dengan kasus dan/atau perkara.
31 o. Selanjutnya tentang apakah masih ada hal-hal yang ingin ditambahkan oleh ahli
32 (AP) dalam pemberian keterangan tersebut di atas.
33 p. Pernyataan ahli (AP) bahwa semua keterangan yang ahli berikan seperti tersebut
34 di atas adalah benar dan diberikan tanpa ada tekanan atau paksaan dari
35 pemeriksa (penyidik).
36 q. Setelah selesai pemeriksaan, maka Berita Acara Pemeriksaan dibaca kembali
37 oleh yang diperiksa (ahli/AP), dan ahli tetap pada keterangannya seperti tersebut
38 di atas serta membenarkan dengan membubuhkan tanda tangannya.
39
40 9. Ketika AP diminta memberikan keterangan ahli, yang bukan kelanjutan dari
41 pemeriksaan investigatif dan penghitungan kerugian keuangan, maka pokok-pokok
42 pertanyaan kritikal yang sekurang-kurangnya harus menjadi perhatian AP, dalam
43 penyiapan kertas kerja sebagai pemberi keterangan ahli yang dituangkan dalam Berita
44 Acara Pemeriksaan oleh Penyidik, adalah sebagai berikut:
45 a. Kondisi kesehatan jasmani dan rohani AP pada saat memberikan keterangan ahli,
46 serta kesediaan dan kesanggupan AP dalam memberi keterangan selaku ahli.
47 b. Kesediaan AP untuk diambil sumpahnya sesuai ketentuan Pasal 120 ayat (2)
48 KUHAP.
Permintaan Jasa Investigasi yang Permintaan Jasa Investigasi Permintaan Jasa Investigasi
Berasal dari Entitas Usaha - yang Berasal dari Entitas Usaha – yang Berasal dari
Temuan Audit Sebelumnya Bukan Temuan Audit Sebelumnya Instansi Penyidik
Penerimaan Perikatan
Penilaian Risiko,
Telaah dan Ekspose
Ya
Pengujian Kegiatan
Pengujian Bukti Penghitungan Penghitungan
Kerugian Kerugian
Penyiapan
Kertas Kerja
Pengelolaan Kertas Kerja Kertas Kerja untuk
Tujuan BAP
Temuan
Temuan Keterangan Ahli
untuk BAP
Keterangan Ahli
Laporan Akhir Laporan Akhir
di Persidangan
Lampiran
STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK