Anda di halaman 1dari 464

Konten

Prolog Monolog Miyake Akitō


Bab 1 Harga Untuk Kemenangan
Bab 2 Jalan Yang Tak Terhindarkan
Bab 3 Meski Begitu Harus Dilakukan
Bab 4 Kesepakatan
Bab 5 Festival Olahraga ke-2
Bab 6 Pilihan Tamu
Epilog Kedatangan Musim Gugur
Monolog
Miyake Akitō

Aku tidak pernah menganggap diriku ini istimewa.


Tidak dengan kemampuan khusus yang menonjol,
maupun orang yang juga sebaliknya punya kekurangan.

Hanya kehidupan yang kujalani sampai sekarang


entah bagaimana berjalan seperti yang kusuka.

Terkadang aku melakukan hal yang buruk, juga tak


jarang aku melakukan hal baik.

Aku bukan orang yang jahat tapi aku juga bukan


orang yang baik.

Bila kumenilai diriku sendiri ya begitulah adanya.

Sejak lahir aku tumbuh dengan tidak menjadi


keduanya.

Hal itu menjadi jelas setelah masuk ke SMA.

Memulai memanah juga karena aku hanya pernah


menontonnya di TV, untuk menghabiskan waktu saja.

Menjalani kehidupan biasa layaknya air mengalir


disungai.

Hanya mengulanginya tanpa memedulikan hal-hal


besar di sekitarku.
Mungkin keseharianku ini membosankan tapi karena
kupikir itu adalah hal yang mudah.

Mungkin karena hal itu, aku tidak mencari teman


yang seperti teman saat masuk SMA.

Bukan berarti aku kesepian, tapi … aku yang begini


secara tak terduga malah menemukan sahabat.

Keisei, Kiyotaka, Haruka, Airi.

Hanya ada 5 orang termasuk aku, grup kecil namun


hal itu yang anehnya membuatku nyaman.

Dengan perasaan itu, aku berpikir menghabiskan sisa


keseharian disekolah yang santai dengan mereka berlima
ini.

Walaupun lingkunganku berubah, aku tetaplah aku.


Aku berpikir tidak ada yang berubah.

Dengan harapan dari pemikiran seperti itu, satu


perubahan besar terjadi. Yaitu untukku menyukai
seseorang.

Selama ini aku hanya menilai lawan jenis seperti,


‘wah cantik, manisnya’ tapi tak pernah untuk
menyukainya.

Aku bertanya-tanya sejak kapan terjadi ya …

… Sejak kapan aku melihat figur Haruka ya …

Dan yang membuatku yakin adalah saat Haruka


dipilih untuk didropout pada ujian khusus suara bulat lalu.
Bahkan Airi yang sama-sama anggota grup yang
berharga, aku memilih untuk mengabaikannya demi
untuk melindungi Haruka.

Aku tidak tahu apakah perasaanku ini suatu hal yang


dapat diterima atau tidak.

Menetapkan prioritas, lalu dengan segala cara


melindunginya apa pun yang terjadi.

Tapi aku tak menyesal.

“Maukah kau menemaniku membalaskan dendam


bersamaku?”

Perkataannya itu membuatku kembali pada


kenyataan.

Matanya yang melihat padaku sama sekali tak


berubah.

Matanya kuat, lurus ke depan dan memiliki warna


yang berbahaya. Namun tak berkabut, hanya kesiapan
tanpa keraguan yang ada.

Aku tidak menjawabnya dengan suara keras. Tidak,


aku tidak bisa.

Balas dendamnya, pasti akan menyusahkan sahabat


dan teman sekelas.

Mungkin karena dia menyadari perasaanku itu, dia


hanya tertawa dan berjalan membelakangi.

Jika itu aku yang dulu, mungkin aku hanya akan


melihatnya pergi begitu saja.
Membiarkannya adalah hal yang benar.

Ya, betapa mudahnya jika hanya membiarkannya


pergi.

Aku tidak tahu kalau menyukai seseorang itu adalah


hal yang sangat merepotkan, berat dan menjengkelkan.

Aku …

Tidak peduli berapa banyak orang yang akan


membenciku nanti …

Perasaanku tidak menerima.., untuk membiarkan dia


sendirian.

Di hari akhir festival olahraga ini aku memutuskan


sesuatu yang seakan tak dapat dipercaya.
Bab 1
Harga Untuk Kemenangan

Tanggal 20 September, seminggu setelah selesainya


ujian khusus suara bulat dan berakhirnya akhir pekan.

Pada pukul 06.30 pagi aku bangun, menyalakan TV


lalu mulai menyiapkan sarapan.

Hari Senin yang baru telah tiba.., namun kehidupan


yang sangat berbeda dari Minggu lalu mungkin sedang
menanti …

Tidak perlu sampai pusing-pusing menyimpulkan


mengapa hal itu bisa terjadi.

Ada 2 faktor utama yang memunculkan bayangan itu.

Terungkapnya rahasia Kushida membuat hubungan


teman sekelasku menjadi retak. Juga membatalkan
prasyarat pendropoutan terbatas untuk pengkhianat,
yaitu, Kushida, membuat kepercayaan padaku dan
Horikita terguncang.

Mendropout seseorang atau tidak … Dengan pilihan


itu aku berjanji untuk mendropout si penghianat agar
semuanya mau memilih voting ‘setuju’ …

Lalu dengan menggunakan pembukaan itu, aku


menjalankan strategi pendropoutan, membuat Kushida
tersudut sampai dia mengakui kalai dirinya sendiri lah si
penghianat.
Kushida yang menerima dukungan dari siswa yang
ingin percaya dan mereka yang menyukai Kushida, tetapi
kepercayaan itu hilang ketika dia akhirnya
mengungkapkan sifat aslinya dan mulai mengungkapkan
rahasia orang lain.

Padahal hanya tinggal satu langkah lagi aku


mengambil langkah lebih jauh menuju pendropoutan,
tetapi peristiwa tak terduga terjadi.

Itu adalah pernyataan keberatan dari Horikita


Suzune kepada semua dengan mengatakan kalau Kushida
adalah orang yang dibutuhkan untuk kelas meski
mengetahui segalanya.

Dan yang mencengangkan adalah dia tidak pernah


setuju untuk Kushida didropout.

Pada awalnya aku berjanji hanya mendropout si


penghianat yang mana Horikita menerimanya, tapi meski
begitu aku masih terkejut dia membela Kushida.

Pilihan yang dapat kupilih disisa waktu yang sedikit


itu adalah membuat Kushida tetap tinggal dengan
menerima penalti ujian atau menyelesaikan ujian khusus
dengan mendropout seseorang selain Kushida.

Yah bagaimana pun.., seperti yang kubilang tadi,


kepercayaan teman sekelasku pada Horikita yang
mengubah kebijakan.., juga aku yang menerima dan
memutuskan mendropout orang lain menjadi diragukan.

Mengucapkan cinta semu, menyakiti yang tulus.


Membuat orang-orang saling curiga dengan
membeberkan orang yang berteman baik saling
mengolok-olok di belakang.

Mereka yang kehilangan teman baik dan mereka


yang mendendam pada teman baiknya.

Tak ada kekurangan perhitungan pada banyak alasan


tentang keseriusan situasi kelas saat itu.

Namun, tidak ada masalah terkait dampak yang


terjadi akibat aku mengungkapkan rahasia Kushida..,
sejak awal sudah sesuai dengan kurencanakan.

Kumpulan kepercayaan Itu adalah harga mahal yang


tak terhindarkan untuk menjatuhkan Kushida.

Akan mudah bila menganggap hal ini sebagai


kerugian.

Tapi aku tidak menganggap demikian.

Kau tidak akan mendapat pengalaman apa pun jika


mengambil pandangan seperti itu. Kau malah kehilangan
banyak hal bila kesempatan untuk tumbuh dilewatkan
begitu saja.

Dari 4 kelas hanya 1 kelas yang mengambil pilihan


untuk mendropout seseorang. Teman-teman sekelas
sangat tersakiti. Dengan harga mahal poin kelas didapat
… Tidak itu salah … Sangat penting untuk mengubah
sudut pandang situasi itu.

Bukan diakhiri dengan merasa tersakiti, tapi melihat


sesuatu yang jauh ke depan.
Malah dengan tersakiti, kau memiliki kesempatan
untuk memperkuat ikatan.

Dengan begitu kelas Horikita dapat lebih kuat dari


sebelumnya.

Tak tahu berapa banyak siswa yang menyadarinya,


tapi bagaimana pun mereka harus berdiri menghadapi
masalah ini …

Ujian khusus Kelas Horikita masih berlangsung.

Berat dan berharganya nilai 100 poin kelas. Itu cara


yang bagus untuk mengetahui kembali tindakan tersebut
langkah yang tepat …

Tentu saja, jika dibiarkan begitu saja ditakutkan


malah terjebak di rawa berlumpur, jadi untuk itu perlu
berhati-hati.

Bila dibiarkan sendiri, yang ada lukanya semakin


melebar.

Setelah sarapan, aku menyikat gigiku sembari


memeriksa ponsel dengan satu tangan.

Sepertinya tidak ada pesan atau panggilan baru yang


datang sejak aku periksa pada tengah malam tadi.

“Yah bagaimana pun …”

Itu adalah akhir yang sejak awal tak kurencanakan,


bahkan aku sendiri pun masih terkejut kalau ujian khusus
berakhir dengan perkembangan yang tak terduga.
Dilihat dari berbagai sudut pandang yang rasional,
sesuai, objektif dan lain-lain, pada situasi itu tak ada
pilihan selain mengeluarkan Kushida Kikyō yang keras
kepala terus memvoting ‘setuju’ …

Dampak dikeluarkannya dia dari sekolah juga yang


paling kecil bagi kelas, dengan begitu aku bisa
memutuskan untuk segera mengalihkan fokus pada
festival olahraga.

Dengan kata lain dari sudut pandangku, usulan


Horikita tentang [tidak membiarkan si penghianat,
Kushida Kikyō didropout] adalah suatu yang tak ada, tak
rasional dan sebuah kesalahan.

Meskipun aku merasa jelas itu adalah sebuah


kesalahan, aku tetap mendukung Horikita dan
mengarahkan kemudi berbalik arah dengan mendropout
Airi.

Dengan kata lain aku menyerahkan diri pada


kegagalan pilihan yang tak rasional itu …

Setidaknya sebelum masuk ke sekolah ini, aku tidak


akan pernah memilih pilihan itu …

Jadi mengapa sekarang aku malah menerimanya?

Siswa bernama Horikita Suzune memiliki perasaan


yang kuat pada Kushida lebih dari siswa lainnya.

Seorang teman dekat, kalaupun pernyataan itu tak


benar, bisa dipastikan Kushida merupakan sosok yang
spesial bagi Horikita.
Wajar kalau dia ingin meninggalkan kesan istimewa
padanya, tapi jika menilai berdasarkan hal itu.., itu tak
adil. Apalagi dalam posisi pemimpin yang sedang
mengumpulkan dukungan, hal itu dapat dipandang
sebagai penyalahgunaan.

Contohnya akan mudah dipahami bila mengambil


dari sudut pandang Haruka yang merupakan teman baik
Airi.

Terlepas dari teman baiknya yang keluar karena


perlakuan istimewa Horikita terhadap Kushida.

Bahkan meski disuruh untuk melakukan yang terbaik


mulai Minggu depan, aku tak yakin.

Ada yang tak boleh dilupakan, yaitu pilihan yang


Horikita pilih bukanlah pilihan mudah.

Di ujian khusus yang memaksa memilih pilihan sulit


itu Horikita menjawab dengan keputusan yang jelas. Lalu
setelah mengambil risiko dan menanggungnya sendiri, dia
menyatakan untuk mempertahankan Kushida.

Ini merupakan keputusan yang mustahil bagi


sebagian besar siswa. Membulatkan tekad dipanggil tak
adil, Horikita percaya bahwa Kushida akan [bermanfaat
untuk kelas].

“Tentu saja.., pada tahap ini sulit untuk mengatakan


apakah itu jawaban yang tepat …”

Sebelum ujian khusus suara bulat, jelas dikelas


Kushida adalah siswa yang lebih berharga dari pada Airi.
Bisa dibilang walau rahasianya sudah terbongkar,
perbedaan besar itu sudah mengecil. Selain itu tak bisa
dibilang juga Kushida sendiri berubah menjadi lebih
baik.., yang mana diduga ke depannya dia malah tidak
akan mau bekerja sama.

Dengan kata lain, ini keadaan di mana tak ada


jaminan Kushida akan bermanfaat untuk kelas.

Pemikiran Horikita mengarah pada progres yang


salah. Hanya kesimpulannya saja yang tetap sama.

Meski begitu hanya ada satu alasan untuk


mendukung pemikiran Horikita. Terus terang saja.., aku
ingin melihat pertumbuhan Horikita.., ke mana dia
mengarah.., dan apa hasilnya …

Apa hasil akhir dari pilihan yang tidak dapat dipilih


oleh manusia bernama Ayanokōji Kiyotaka.

Aku ingin melihat reaksi ilmiah terhadap apa yang


terjadi pada kelas yang memilih tetap mempertahankan
Kushida.

Meraih kelas A dengan selisih yang mengecil, lalu


buktikan kebenaran dari pilihan itu?

Kelas menjadi runtuh, lalu apakah tahu kalau itu


adalah kesalahan?

Atau akankah hal tersebut malah membawa


perubahan yang tak terduga lainnya?

Setidaknya aku berpikir kemungkinan hal itu akan


menciptakan kerugian berantai cukup tinggi …
Ketika mengoperasikan OAA di ponselku, nama
Sakura Airi sudah terhapus dari daftar kelas. Seolah-olah
siswa itu sejak awal tak pernah ada.

Mengantongi ponsel disaku kanan seragam, aku lalu


mengambil dan pergi ke pintu depan.

Terlepas dari keadaan dikelas, ada gerakan yang


mengkhawatirkan juga dikelas lain.

Itu adalah Ryūen dan Sakayanagi yang berkeinginan


untuk bertanding saat ujian khusus akhir tahun. Wajar
saja bila Ryūen menominasikan kelas A untuk mengambil
poin kelasnya. Tapi bagaimana dengan Sakayanagi? Tak
ada artinya untuk dia menominasikan kelas Ryūen yang
pada waktu itu di posisi terendah. Apakah dengan bekerja
sama dengan Ichinose, dia memutuskan untuk
menghancurkan Ryūen?

Apakah itu ada kaitannya dengan [janji] yang dibuat


antara Sakayanagi dan Ryūen?

Seperti perlu juga untuk memperhatikan area ini.

Yah bagaimana pun itu adalah situasi terbaik untuk


kelas Horikita sih …

Aku pergi meninggalkan kamarku pada waktu yang


sama seperti biasanya menuju keluar dari asrama.

Setelah turun dari lift, aku melihat Horikita yang


duduk di sofa lobi seakan menunggu seseorang. Meski
melirik ke arahku, tak ada tanda dia mencoba berdiri.
Tapi, mungkin karena tak ada orang di sekitar, walau
agak terlambat berdiri dia mendekat.

“Kau sedang menunggu Kushida ya?”

Jika aku mengatakannya sebelum dia.., dia akan


menjawab meski perkataannya sejenak tertahan.

“Ya seperti dugaanmu … Aku beberapa kali


mengunjungi kamarnya selama akhir pekan tapi …”

Sepertinya dia mencoba untuk memberi dukungan


mental, tapi tidak berhasil menghubunginya kah …

Yah hal itu mungkin menjadi penghinaan yang belum


pernah terjadi dalam hidupnya. Dia mungkin tak ingin
segera menemui Horikita.

Jangan-jangan di sini Horikita sudah menunggu


kedatangan Kushida sejak lama.

Yang lebih mengkhawatirkan dari itu adalah aku bisa


melihat tanda Horikita kurang tidur di bawah matanya.

“Sepertinya kau begitu mengkhawatirkan masalah


Kushida ya …”

“Eh? Ah … Bukan begitu kok … Aku memang


kurang tidur sih, tapi alasannya sedikit berbeda. Dia,
sekali pun tak pernah keluar dari kamarnya. Tak peduli
berapa kali pun aku berkunjung tak jawaban atau tanda
dia keluar dari kamarnya. Benar-benar seperti kastil
naga. Meski begitu aku tetap bersemangat untuk bertemu
dengannya …”
“Mengatakan seperti kastil naga … Apa itu berarti
kau menunggunya di pintu depan?”

Walau hanya hari Sabtu dan Minggu, hebat sekali dia


menunggu dari pagi hingga malam …

“Aku sudah menekan bel berulang kali dan


menunggu. Tetap saja tak ada suara balasan dan
keadaannya tetap sunyi …”

Tak mengherankan kamar Kushida menjadi seperti


kastil naga dengan persediaan makanan yang cukup
untuk 2 atau 3 hari ke depan.

“Lagi pula bukankah perlu untuk memperhatikan


sekeliling ‘kan? Tak ada manfaatnya kalau kelas lain tahu
Kushida-san mengurung diri …”

Sungguh hari libur yang menyulitkan, terlalu


khawatir sampai menunggunya keluar dari koridor kah …

Sebagian siswa mungkin akan menyerah terhadap


semangat Horikita, tapi seperti yang diharapkan dari
Kushida …

Dia bertahan tanpa menunjukkan sedikit pun rasa


simpati kah …

“Karena peristiwa tempo hari, tak mungkin dia tetap


seperti dulu lagi …”

“Karena kau memilih untuk mempertahankan


Kushida, yah sudah sewajarnya kau membantunya ‘kan
…”
Sambil melihat sedikit tekadnya Horikita
mengangguk, tapi bukan berarti dia tak punya apa pun
dipikirkannya.

“Bagaimana dengan akhir pekanmu … Ayanokōji-


kun?”

Apa yang dimaksud dengan bagaimana itu tentu saja


tentang Ayanokōji grup.

Sejak Airi didropout, Horikita mungkin berpikir


bahwa itu lebih banyak masalah dari mempertahankan
Kushida.

“Aku tetap melakukan kontak kecil dengan Keisei


dan Akitō, tapi itu saja …”

Terlebih tentang Airi tak masuk ke dalam topik


pembicaraan kami. Dari pada tidak masuk ke dalam topik
pembicaraan, apakah lebih tepat untuk disebut tak tahu
cara memasuki topik tersebut? Dan ketika topik datang
pada Haruka, tak tanda pesan telah dibaca. Bukan berarti
aku tahu secara lengkap penggunaan aplikasi, aku tak
terkejut bila seseorang yang belum keluar dari grup chat
memblokirku …

“Kau belum berbicara dengan Hasebe-san ya …”

“Ya kau benar. Aku tak punya keberanian untuk


menghubungi Haruka …”

Setelah menunjukkan wajah seakan meminta maaf,


Horikita menundukkan kepalanya.
Bahkan jika menemuinya secara paksa sekarang, tak
mungkin untuk bisa saling berbicara. Lebih realistis
meninggalkannya sendiri dan mempertahankan hubungan
kelompok dengan tiga orang daripada mencoba
memperbaiki hubungan.

Dengan kata lain mengawasi keadaan adalah pilihan


yang terbaik.

Walaupun pada prosesnya Haruka mendendam


padaku, pada akhirnya dia menjadi hidup lagi.

Jika hal itu terjadi, itu bagus untuk kelas, tapi bila
tidak maka harus tetap untuk bersiap. Kalau dia terus
mendendam padaku, Horikita dan kelas ada kemungkinan
Haruka akan melukai kelas karena alasan pribadi.

Spesifikasinya sendiri Haruka tidak begitu berharga


bagi kelas, tapi jelas merupakan kerugian akibat
berkurangnya satu pion yang dapat digunakan.

Seiring dengan hal itu, rentetan melemahnya


kekuatan Akitō dan Keisei cukup terpikirkan.

“Yah lagi pula tak peduli apa dikatakan sekarang, itu


tidak akan tersampaikan ‘kan … Tak ada pilihan selain
menunggu …”

Untuk sekarang, yang jelas ini bukan tempat yang


tepat untuk berdiskusi.

Setelah mengkonfirmasi keadaan masing-masing..,


Horikita menarik napas dalam-dalam.
“Karena aku memaksa untuk mempertahankan
Kushida-san, membuat hubungan kalian jadi berubah …”

Yang memberikan secara langsung kata-kata


terakhir penentuan pada Airi itu aku, tapi itu juga peran
yang ambil sendiri.

Setidaknya pada bagian itu aku yang bertanggung


jawab.

“Kau tidak perlu meminta maaf dua untuk hal sama.


Jika menurutmu itu hal yang benar, maka tak apa …”

“Tapi kau telah melindungiku … Tidak, tak hanya


itu saja …”

Seakan menyimpulkan sesuatu di dalam pikirannya,


dia berkata dengan hati-hati …

“Di situasi itu.., meskipun aku memandu agar


Sakura-san didropout, sampai akhir Hasebe-san tidak
akan pernah menyetujuinya. Dengan kata lain menerima
penalti akibat time out tak bisa hindari …”

Berkat cooltime akhir pekan ini, Horikita sepertinya


mampu melihat situasinya dengan jelas.

Beban dari menyatakan adanya pendropoutan dan


kesulitan dalam menerapkannya di waktu yang terbatas
itu sangatlah besar dari yang dibayangkan.

Meski merasa lega karena dapat menghindari situasi


terburuk, tapi tampak tetap ada kecemasan pada
matanya.
Tak sedikit, mencari pertolongan di jalan di mana tak
ada yang didropout saat time out.

Dunia tak kehilangan 39 orang. IF di mana meski


kehilangan poin kelas, dengan melindungi teman kelas
dan memperdalam ikatan lalu sekali lagi mengincar kelas
A. Horikita paham benar kalau hal itu hanya pemikiran
untuk melarikan diri.

Sebab itulah jauh di lubuk hatinya, dia menahan


pemikiran itu meluap keluar.

“Pada ujian itu, kau seakan sudah melihat semuanya


sejak awal …”

“Bukan berarti aku tahu yang terjadi dimasa depan.


Aku hanya membuat segala asumsi dari keadaan yang ada
saja …”

“Tetap saja Itu luar biasa. Bahkan jika kau bisa


membuat gambaran tertentu, bukan berarti sepenuhnya
bisa dibaca. Apa isi dari subjek, atau apa pun pernyataan
yang dilontarkan, apa tetap bisa bergerak sesuai yang
diharapkan? Itu semua berdasarkan perhitungan …”

Sedikit demi sedikit, dia sepertinya mulai melihat


dunia kulihat dan memikirkan dunia yang kupikirkan.

“Introspeksi dan analisis itu bagus tapi untuk


sekarang menyelesaikan masalah kelas adalah langkah
yang pertama bukan?”

“Ee.., Iya …”
“Kau sebaiknya tidak berpikir kalau lingkungan yang
sama seperti hari yang kemarin-kemarin sedang
menunggumu …”

“Tentu saja aku sudah bersiap untuk itu … tak salah


lagi Hasebe-san akan menyalahkanku, lalu Yukimura-kun
dan Miyake-kun pasti juga memiliki perasaan yang sama.
Terlebih pasti ada beberapa siswa yang tidak menerima
Kushida-san secara paksa dipertahankan …”

Meski dia mengatakan sudah bersiap, tapi sulit untuk


mengatakan sejauh mana Horikita benar-benar
memahaminya.

Berapa lama kau bisa tenang dengan perubahan yang


dihasilkan oleh keputusanmu sendiri?

Tak masalah jika itu adalah perubahan yang positif,


tapi kali hampir kebalikannya. Perubahan yang negatif.

Kau mungkin tidak lagi terlihat sebagai orang berjasa


yang telah meningkatkan poin kelas.

“Kau pergi saja ke sekolah …”

Karena Horikita sekarang sedang melakukan yang


terbaik menangani masalah Kushida, tak ada artinya
untuk mengobrol panjang lebar …

“Yah menjadi mencolok dengan buruk tak ada


artinya juga …”

Ini bukan asrama yang hanya di tempati siswa kelas


Horikita saja …
Orang dikelas lain yang disebut musuh seperti
Sakayanagi dan Ryūen juga hidup dilingkungan yang
sama.

Aku tak berpikir sifat asli Kushida dapat tertutupi,


namun tidak perlu juga menunjukkan kesempatan untuk
mengekspos dirinya sendiri.

Kelas memang mendapat poin yang besar.

Untuk menghadapi atau tidak harga mahal tersebut,


itu terserah siswa dimasa depan———–.

Menyelesaikan masalah kelas yang langsung


terungkap itu, adalah apa yang harus dilakukan dengan
itu ‘kan …
*1.1

Saatku masuk ke kelas, aku segera memahami kalau


suasananya berbeda dari sebelum ujian khusus.

Pertama, ada beberapa siswa yang melihat ke arahku


Itu jumlah yang tinggi untuk siswa yang tak terlalu


akrab denganku, tapi yah seharusnya tak mengejutkan
juga …

Respon yang diberikan cukup besar mengingat


sosokku selama ini selalu menjadi penonton yang hanya
melihat.

Keterlibatan dengan Kushida, sikapku yang selama


ini berbeda dan lain-lain.., ada banyak bagian dariku yang
mereka tak pahami.

Padahal mereka memedulikannya tapi tak banyak


siswa yang datang bertanya secara langsung.

“Selamat pagi Ayanokōji-kun …”

Di tengah hal itu Matsushita melihatku, dia lalu


menghampiriku dengan gembira.

“Pagi …”

Tindakan yang tak terduga itu membuat banyak


siswa laki-laki dan perempuan terkejut.
Matsushita terkadang hanya melambaikan tangan
dari jauh, tapi mungkin ini pertama kalinya aku dipanggil
begini olehnya disekolah.

Apakah dia mencemaskan perkara tempo hari? atau


tujuannya ada di tempat lain?

Matsushita menilai tinggi kemampuanku … Perihal


perkara Kushida yang coba kudropout begitu pula
prosesnya, kemungkinan penilaian tentang diriku
bukannya menurun mungkin malah meninggi …

Pada pendropoutan Airi, Matsushita juga salah satu


siswa yang lantang dan setuju bahwa hal itu tak bisa apa-
apa ‘kan …

“Apa kau akhirnya bergerak untuk naik ke kelas A?”

“Entahlah …”

Menghindari pukulan ringan (pertanyaan), dan


mungkin berpikir lebih dari itu tak dibutuhkan lagi, dia
segera menyerah … Kemudian dia mengalihkan
pandangannya ke sekeliling.

“Untuk sementara waktu mungkin akan ada berbagai


hal.., tapi tak perlu dipedulikan …”

Setelah mengatakan itu, dia menambahkan,

“Yah menilai Ayanokōji-kun, kau mungkin tak


memedulikannya …”

Niat sebenarnya pun muncul ke permukaan.


“Yang paling penting ada di tempat selain Ayanokōji-
kun dan Horikita-san … Ya ‘kan?”

Tentang bagaimana melihat hasil ujian khusus yang


diterima ini, sepertinya Matsushita lebih memahami
perasaanku dari pada Horikita … Tidak, malah
sepertinya dia menafsirkannya dengan akurat.

Masalahnya ada pada Shinohara, Haruka.., lalu Mii-


chan dan Kushida.

Siswa yang kusebutkan itu adalah mereka yang


paling terluka di ujian khusus suara bulat.

Tatapan menyakitkan dari Shinohara terkadang


menoleh ke arah sini.

Itu tidak diarahkan padaku, melainkan diarahkan


kepada Matsushita.

Orangnya sendiri sih sikapnya tenang-tenang aja …

“Di akhir pekan, aku ingin menjelaskan padanya


berbagai hal, tapi malah batal di menit terakhir.”

Begitu Shinohara menyadari aku menoleh padanya,


dia terbatuk pelan.

“Perempuan kalau lagi begini itu butuh waktu lama


…”

“Sulit juga ya …”

“Yah yang salah juga aku sih …”


Sejak awal yang memulai pertama kali adalah Kei,
Matsushita dan yang lainnya karena mengejek Shinohara
berpacaran dengan Ike.

Karena berkata buruk tentang penampilan di


belakangnya, wajar saja kalau Shinohara marah.

“Ini hanya peristiwa sehari-hari kok … Aku bahkan


pernah mengalami hal yang lebih sulit …”

Hubungan seorang gadis yang tidak dapat diketahui


oleh laki-laki yang berhubungan dengan penampilannya
saja.

Aku ingin tahu tapi aku juga tak ingin mengetahuinya


Sejak itu, tidak ada siswa yang memanggilku, dan


waktu terus berlalu …

Horikita agak terlambat datang ke sekolah, tapi tak


ada Kushida.

Sudō dan yang lainnya mencoba untuk berbicara


dengan Horikita tapi karena waktunya sudah mepet, bel
berbunyi dan mereka pun segera kembali ke tempat duduk
masing-masing.

Kushida yang tak muncul di hadapan Horikita saat


akhir pekan, sepertinya masih akan tetap bersembunyi …

Sementara masih ada kursi kosong lainnya, kelas


pagi dimulai.

Chabashira-sensei yang tiba dikelas, sepertinya


segera memperhatikan kursi kosong itu.
“Kushida, Hasebe dan Wang absen … Suatu yang tak
biasa terjadi ya …”

Kami tidak tahu detail tentang absennya mereka,


tapi Chabashira-sensei berbeda …

“Kami telah menerima pemberitahuan kalau berdua


Hasebe dan Wang absen karena sakit. Dan karena
Kushida belum memberi kabar apa pun, jadi aku
bermaksud menelepon setelah ini untuk
mengkonfirmasinya … Akan mudah untuk menilai
apakah dia hanya ketiduran atau sakit juga …”

Meskipun notasinya sedikit berlebihan, dari


pernyataannya itu kemungkinan cuma pura-pura sakit.

Adanya hari di mana tak masuk sekolah, adalah


suatu hal yang wajar bila sudah lama menjalani kehidupan
disekolah.

Tapi dalam satu setengah tahun, ini pertama kalinya


ketiga orang itu mengambil absen di waktu yang sama.
Sampai sekarang walau ada beberapa orang yang pernah
absen, Chabashira-sensei tak pernah mengomentarinya.
Ini jelas perlakuan yang berbeda dari apa yang biasa dia
lakukan sebelumnya. Jika ini adalah sekolah biasa,
dengan mengambil absen kerugiannya akan kembali pada
dirinya sendiri.

Bila bolos selama seminggu hal itu akan berpengaruh


pada nilai akademikmu, atau bisa juga tidak naik kelas.

Namun disekolah ini, tanggung jawab satu orang juga


menjadi tanggung jawab semua.
Semuanya tidak mengungkapkannya dengan kata-
kata, tapi Chabashira-sensei pasti memahami apa yang
mereka cemaskan.

“Jangan terlihat cemas begitu … Absen sehari, dua


hari tidak mempengaruhi poin kelas. Mereka bertiga
cuma kebetulan sakitnya barengan doang kok …”

Seketika dapat mengatakan tak ada pengaruh apa


pun pada poin kelas.

Pada perkataannya yang jelas itu, pasti membuat


teman sekelasku merasa lega.

“Yah meski begitu, tidak akan menjadi demikian jika


absennya terus diperpanjang. Apalagi kalau berpura-pura
sakit, itu akan muncul menjadi masalah …”

Sambil menatap kursi Kushida, dia berkata begitu.

“Berpura-pura sakit mungkin agak berlebihan, tapi


dalam kondisi fisik yang buruk di mana nama penyakit
tertentu tak diketahui, itu ada batasnya … Jika
memungkinkan aku ingin mereka pulih secepatnya.”

Walau tak mau, tatapan kelas tertuju pada Horikita.


Di ujian khusus suara bulat dia memprioritaskan
pemikirannya sendiri dengan menyatakan akan
mempertahankan Kushida. Tentu saja bila banyak ujung
tombak mengarah pada Horikita.

Ujung tombak itu … yang mana walau menerima


banyak tatapan mata, Horikita tetap tak bergerak sedikit.
Bahkan jika tidak tahu apa yang ada di dalam
hatinya, tak ada cerita untuk merasa gelisah di sini.

Setelah melihat situasi seperti itu, Chabashira-sensei


terbatuk sekali, membuat secara paksa mengalihkan
kesadaran siswa dari Horikita.

“Ketidakhadiran teman sekelas memang


mengkhawatirkan tapi tidak bisa terus menerus terpaku
pada hal itu. Ujian khusus suara bulat telah berakhir dan
kalian harus mempersiapkan diri untuk pertarungan
selanjutnya.”

Meletakkan tangan dimonitor belakang untuk


menampilkan layar.

“Aku akan menjelaskan rincian tentang festival


olahraga dan aturan khusus yang akan diterapkan tahun
ini. Mohon untuk mendengarkannya dengan seksama.”

Festival olahraga yang nanti sama dengan yang tahun


lalu seperti biasanya. Begitulah pemikiran siswa dikelas
sekarang.

“Aturan khusus? Apa itu berarti festival olahraga kali


ini berbeda dengan yang tahun lalu?”

Chabashira-sensei mengangguk sekali pada


pertanyaan Sudō yang antusias dengan festival olahraga
lebih dari siapa pun.

“Termasuk ujian dipulau tak berpenghuni, ini adalah


hal baru yang disetujui sekolah atas usulan Ketua OSIS.
Upaya memasukkan dengan kuat sebuah rencana yang
menekankan kemampuan individu.., dan tempat untuk
mewujudkan hal itu adalah festival olahraga.”

Di ujian khusus pulau tak berpenghuni, Kōenji yang


memiliki kemampuan akademik tinggi, dan lebih dari itu
kemampuan fisiknya yang luar biasa sangat berperan
besar.., tak hanya mendapat poin kelas, dia juga
menerima banyak poin pribadi untuk dirinya sendiri.

Hal itu benar-benar mempresentasikan sekolah yang


berdasarkan kemampuan … Sebaliknya, siswa yang tak
memiliki kemampuan terancam didropout. Pada saat itu
di festival olahraga di mana kemampuan individu yang
sama ditekankan. Jika hanya menerima kata-katanya
saja, Keisei yang menonjol pada kemampuan akademik
namun kemampuan fisiknya lemah, maka akan menjadi
ujian yang berat …

“Banyak siswa yang terlihat khawatir, namun di


festival olahraga kali ini sudah disesuaikan agar tidak ada
yang didropout karena kurangnya kemampuan individu
maupun menerima kerugian secara individu. Baik dalam
kemampuan akademik juga kemampuan fisik, tidak
semua orang dapat melakukannya …”

Mungkin untuk menghindari kepanikan, Chabashira-


sensei menjelaskannya dengan lembut.

Beberapa siswa terlihat terkejut satu sama lain


melihat caranya memberi penjelasan lebih lembut dari
pada Minggu kemarin.
Tak perlu untuk dikatakan, layar monitor
menampilkan ringkasan dan aturan festival olahraga.

Ringkasan dan aturan festival olahraga

Ringkasan

Terdiri dari berbagai acara, pembukaan festival olahraga


yang diikuti seluruh kelas dimulai dari pukul 09:00
hingga 16:00 (Waktu istirahat dari siang hingga 13:00).

Siswa berpartisipasi dengan poin bebas yang miliki


dapat memilih acara lomba dan bersaing untuk meraih
total poin dengan kelas-kelas lain.

Aturan

5 poin akan diberikan kepada setiap siswa di awal.

Siswa yang berpartisipasi dalam festival olahraga harus


mengikuti 5 acara lomba berbeda.

1 poin akan diberikan sebagai hadiah partisipasi acara


lomba.

Pemenang akan diberikan poin tambahan tergantung


pada isi acara lomba.

Setelah event ke-6 siswa dapat berpartisipasi setiap kali


membayar 1 poin (1 poin hadiah partisipasi sudah tidak
dapat diperoleh).
Batas acara lomba yang dapat diikuti per orang adalah
10 kali.

Jika saat festival olahraga selesai total acara lomba yang


diikuti kurang dari 5, semua poin yang diperoleh akan
hangus.

Siswa terdaftar sebagai partisipan yang tidak dapat


hadir saat acara lomba akan dikurangi 2 poin kecuali
memiliki alasan yang tak bisa dihindari.

Siswa partisipan yang telah menyelesaikan acara lomba,


harus mendukung siswa lain di beberapa area yang
ditentukan.

Demikian hal tersebut ditampilkan di monitor.

Hanya dengan melihat ringkasan dan aturannya,


jelas mengungkapkan bahwa ini benar-benar berbeda dari
tahun lalu.

“Ini adalah ringkasan dan aturan umum festival


olahraga tahun ini. Tidak seperti biasanya di mana semua
siswa menonton satu acara lomba, di waktu yang sama
acara lomba lain sedang berlangsung di berbagai tempat
secara bergantian …”

“Sepertinya akan menjadi sangat sibuk ya …”

Sudō kebingungan setelah membayangkan gambaran


kasar berlangsungnya hari H di kepalanya.

“Berpartisipasi dalam acara lomba dan mengincar


hadiah utama adalah prioritas tertinggi, sehingga perlu
untuk membuat jadwal terperinci. Ini akan menjadi
festival olahraga yang sibuk bila kau berencana bersaing
di berbagai acara lomba untuk menang. Pada umumnya
kompetisi dibagi 2 jenis, pertama itu adalah acara lomba
dasar. Ini mengacu pada acara lomba yang dapat diikuti
oleh satu orang dan semua acara lomba dasar diberi
hadiah tetap 5 poin untuk juara 1, 3 poin untuk juara 2, 1
poin untuk juara 3 dan 1 poin untuk hadiah partisipasi.
Dan yang kedua adalah kompetisi tim yang disebut acara
lomba khusus. Ini adalah acara lomba yang dapat diikuti
oleh 2 orang atau lebih. Kompetisi tim memiliki hadiah
yang lebih tinggi juga semua tim yang berpartisipasi
diberikan poin yang sama. Walau hadiahnya menarik,
acara lomba itu dibutuhkan kerja sama dan kelemahan
lain seperti memakan waktu yang lebih lama …”

Pertandingan individu dan pertandingan tim dengan


jelas dipisahkan, dan apakah pertandingan tim yang
paling banyak mendapat total poin?

Hal yang menjadi pertimbangan besar bagi siswa


yang tak pandai berolahraga bahwa tak adanya risiko saat
diperingkat terendah.

“Hadiah untuk kompetisi tim bervariasi tergantung


pada acara lombanya, jadi pastikan untuk memeriksanya
secara terpisah.”

Setelah dipahami lagi ini adalah aturan yang


sederhana, tapi mengejutkan ada banyak hal yang harus
dilakukan …
5 poin diberikan di awal lalu 5 poin dari hadiah
partisipasi, total 10 poin dapat diperoleh dengan
berpartisipasi pada festival olahraga dan menyelesaikan
kompetisi terlepas dari peringkatnya. Kalaupun ada siswa
yang tidak dapat memenuhi persyaratan minimum karena
suatu insiden tertentu, jumlah poin yang berkurang hanya
10 poin per siswa.

Dengan asumsi setiap orang akan berpartisipasi, saat


ini Kelas Ichinose yang 40 orang memiliki 400 poin, lalu
Kelas ini yang berkurang 2 orang memiliki 380 poin. Kami
akan memulai bertanding dengan gap 20 poin …

Hadiah pertama yang diketahui untuk pertandingan


individu sekarang adalah 5 poin. Diperlukan meraih
peringkat pertama empat kali lagi. Terlihat tak begitu
banyak, tapi satu orang hanya bisa diikuti hingga 10 acara
lomba.

Dengan kata lain, tidak mungkin membuat Sudō


bekerja dengan kapasitas penuh sampai berpartisipasi
hingga 15 atau 20 acara lomba untuk mendapatkan
keuntungan.

Secara mengejutkan hal ini berat juga …

“Mau itu pilihan individu atau kelas untuk memilih


membayar poin dalam berpartisipasi acara lomba ke-6
dan acara lomba berikutnya.., itu hal yang bebas. Lalu,
penilaian keseluruhan total poin di akhir festival olahraga
ditentukan berdasarkan peringkat kelas tahun ajaran.”
Slide monitor beralih dan hadiah untuk setiap kelas
ditampilkan.

Hadiah kelas tahun ajaran berdasarkan peringkat

Peringkat 1 – 150 poin kelas.

Peringkat 2 – 50 poin kelas.

Peringkat 3 – 0 poin kelas.

Peringkat 4 – minus 150 poin kelas.

Dari sudut pandang ujian biasanya, aku merasa


perubahan poin kelas cukup besar. Apakah ini terkait
dengan fakta kalau itu adalah acara umum yang besar..,
yang disebut festival olahraga karena perubahan poin
kelas pada festival budaya yang pernah diumumkan itu
relatif kecil?

“Demikian adalah hadiah untuk setiap kelas. Dari


sini aku akan menampilkan hadiah untuk individu.”

Hadiah berdasarkan kelas saja sudah cukup menjadi


termotivasi.., tapi sepertinya tak berhenti di sana.

Karena ini adalah festival olahraga yang


menekankan kemampuan individu, yah tidak dapat
dihindari hadiah individu juga persiapkan.

Menunggu slide monitor beralih, Sudō


mencondongkan tubuh ke depan, lalu menarik napas.
Itu karena dia menyadari lebih dari siapa pun kalau
ini adalah acara yang paling berkilau selama tahun ini.

Hadiah untuk individu (berdasar tahun ajaran dan


gender)

Peringkat 1 – Mendapat 2 juta poin pribadi atau tiket


pindah kelas (terbatas).

Peringkat 2 – Mendapat 1 juta poin pribadi.

Peringkat 3 – Mendapat 500 ribu poin pribadi.

Pada hadiah sejumlah besar poin pribadi itu, Sudō


menunjukkan pose kemenangan. Selain itu, ada juga
kalimat yang belum pernah dilihat sebelumnya.

“Ti-tiket pindah kelas.., yang benar?”

Karena belum pernah melihat hal semacam itu


sebelumnya, membuat seisi kelas riuh terkejut.

“Pihak sekolah sangat berhati-hati dalam


memperkenalkan sistem baru ini. Pada pengenalan
protect point yang juga belum pernah terjadi sebelumnya,
tapi pengenalannya belum berlalu sejak saat itu …
Namun, merupakan hak yang wajar bagi siswa yang telah
menunjukkan kemampuan individunya untuk naik ke
tingkat atas.”

Pemenang disekolah ini hanyalah mereka yang lulus


di kelas A.
Tak heran jika mampu meraih hasil peringkat 1 di
festival olahraga yang membutuhkan banyak kemampuan
fisik, dinilai layak untuk pindah kelas.

Yah di posisi yang sewaktu-waktu dapat berubah,


festival olahraga sepertinya tidak termasuk sebagai ujian
khusus. Namun hal yang mengkhawatirkan adalah nilai 2
juta poin pribadi dan tiket pindah kelas diperlakukan
sama. Pada awalnya 20 juta poin pribadi dibutuhkan
untuk pindah ke kelas lain. Dengan kata lain, jumlah poin
tidak mencukupi. Meski begitu, kau dapat pindah ke kelas
lain. Mungkin jawaban dari ketimpangan itu ada di
kalimat [terbatas] pada tiket pindah kelas.

“Terbatas itu … Apakah pindah kelas lalu suatu hari


nanti kembali lagi begitu?”

“Mana mungkin begitu.., kalau seperti itu ya tak ada


artinya dong …”

Sudō dan Ike yang resah pada kata [terbatas],


berbicara dari kejauhan.

“Kami akan memberi tiket pindah kelas. Namun,


juga benar bahwa tidak dapat diputuskan semuanya pada
saat ini. Oleh karena itu, terbatas berarti penggunaannya
dibatasi oleh waktu. Kau hanya bisa menggunakan hak itu
selama semester kedua. Dengan kata lain, jika tidak
digunakan sampai awal semester ketiga, maka itu akan
menjadi tidak bisa gunakan.”

Tiket pindah kelas terbatas pada periode penggunaan


kah …
Jika begitu bisa dipahami sampai batas tertentu
kenapa nilainya setara 2 juta poin.

Bila bisa ditahan sampai kelulusan, itu adalah tiket


pasti untuk ke kelas A yang sebenarnya, tapi selama ada
tenggat waktu, perlu untuk mengidentifikasi kelas mana
yang pada akhirnya akan menang.

Jika pindah dari kelas saat ini ke kelas lain, tapi pada
akhirnya kelasmu sebelumnya berhasil lulus di kelas A,
kau mungkin akan cemas untuk waktu yang lama karena
akan tergoda dengan tiket ini.

Walaupun kasus terburuk seperti itu tidak terjadi,


tetap dibutuhkan keberanian untuk menggunakannya.

Meninggalkan kelas yang sudah terbiasa selama lebih


dari satu setengah tahun, itu tidaklah mudah.

Jika Sudō misalnya mendapat hak itu, secara objektif


dia pasti akan mempertimbangkan apakah akan
meninggalkan Horikita juga teman-teman baik untuk
pergi ke kelas A.., sangat sulit untuk membayangkannya
dia pindah ke kelas lain.

Meski ini merupakan festival olahraga yang menarik


perhatian, satu acara tidak menjamin bisa masuk ke kelas
A.

Sepertinya perlu mengingat poin itu dengan kuat …

Tetapi hal itu hanya cerita yang terbatas untuk Kelas


2. Nilainya akan berbeda di Kelas tahun ajaran yang
berbeda.
Jika kau siswa Kelas 1, mungkin ada beberapa siswa
yang tidak begitu akrab lalu meninggalkan kelas saat ini
dan merasa mereka akan pindah ke kelas yang mungkin
akan menang, atau hanya langsung pindah ke kelas A.

Di sisi lain, untuk siswa Kelas 3, hal tersebut bisa


dibilang hak terkuat untuk pindah ke kelas Nagumo.
Karena pada esensinya sama dengan lulus di kelas A. Mau
pindah ke kelas mana pun hak untuk pindah kelas,
bahwasanya pilihan yang diberikan itu sangat terbatas.

Penting untuk mengamati dampak apa yang muncul


dimasa depan …

Yah keputusan apakah tiket yang sama akan


disiapkan lagi atau tidak setelah melihat reaksi sekolah

Melihat dari keseimbangan secara keseluruhan yang


menyenangkan, bukankah itu merupakan hadiah yang
menarik?

“Siswa laki-laki dan perempuan yang meraih


peringkat 1 akan diminta memilih salah satunya. Sudō..,
jika kau ingin meraih peringkat teratas dalam
pertandingan individu, kau harus memikirkannya baik-
baik …”

Aku bisa melihat punggung Sudō yang menegang.

Alih-alih secara kasap mata memprioritaskan teman


sekelas dan 2 juta poin pribadi, melihat ke arah yang lebih
jauh.
Apakah kau akan memilih kelas Horikita, atau kau
berlari sendirian pindah ke kelas Sakayanagi?

Kau memiliki hak untuk menghadapi dan


mempertimbangkan masa depanmu.

“Baiklah, sekarang kita akan lanjut ke penjelasan


yang sedikit lebih rinci. Ada dua jenis acara lomba, yang
pertama dibuka untuk umum dan yang tidak dibuka untuk
umum hingga hari acara lomba diselenggarakan. Dengan
kata lain, akan ada beberapa acara lomba yang akan
ditandingkan dalam acara lomba sebenarnya di hari itu.”

Selain acara lomba dasar seperti lari 100 meter dan


lomba halang rintang, beberapa acara tidak biasa yang
terkesan menarik juga ditampilkan. PK (penalty kick),
pertandingan menembak bola basket, tenis tunggal,
ganda campuran, dll. Ada banyak kompetisi yang tak bisa
kau lihat di festival olahraga biasa.

“Batasan jumlah peserta, waktu pembukaan dan


lain-lain, tidak selalu mungkin untuk berpartisipasi dalam
semua acara lomba yang diinginkan. Bila kau secara
paksa membuat jadwal yang tidak sesuai dengan jadwal
waktu mulai, kau akan dapat dianggap abstain karena
tidak dapat berpartisipasi. Jangan lupa untuk
beranggapan tentang risiko kehilangan poin.”

Untuk siswa yang memiliki kemampuan fisik yang


sangat baik disekolah, hal ini diperlukan guna
mendapatkan poin secara efisien dalam partisipasi di
banyak acara lomba. Bila begitu itu, ada juga aspek untuk
menggunakan pengetahuanmu, entah itu keberuntungan
siapa yang mengikuti acara lomba mana atau diperlukan
kemampuan membaca situasi …

Namun, jika festival olahraga diadakan seperti itu,


yang ada para siswa nanti akan panik.

Kalau siswa langsung mengincar acara tertentu


sekaligus Di hari itu, hal itu tidak akan menjadi kompetisi
lagi.

Tentu saja, bukan berarti sekolah tidak


memahaminya.

“Untuk partisipasi dalam acara lomba umum,


reservasi akan dibuka mulai jam 10 malam hari ini
menggunakan aplikasi khusus. Berlaku untuk seluruh
Kelas tahun ajaran yang cepat, yang menang. Pembatalan
dapat diterima hingga satu Minggu sebelum festival
olahraga, tapi pembatalan hanya dapat digunakan sampai
tiga kali. Batas akhir reservasi 2 hari sebelum acara
sebenarnya dimulai, dan jika di saat itu belum
mendaftarkan minimal 5 acara lomba, maka akan secara
otomatis dialokasikan ke tempat lain yang kosong.”

Berkata begitu itu, tabel jadwal yang tampak seperti


layar aplikasi tersebut ditampilkan.

“Sebagai contoh, mari kita daftarkan partisipasi


acara lomba lari 100 meter.”

Slide pada layar berganti, [Maksimal 7 orang untuk


dapat berpartisipasi pada lomba 100 meter Kelas tahun
ajaran yang sama, berdasarkan gender. Semua 4 lomba.
Reservasi pendaftaran untuk lomba apa pun
dimungkinkan. Bila ada tempat kosong, kau dapat
berpartisipasi pada hari itu. Peserta harus tiba dan
menyelesaikan entri mereka 5 menit sebelum acara lomba
dimulai. Tidak perlu menunggu sampai acara lomba
berakhir. Jadwal start lomba pertama, dimulai pada pukul
10:15].

Untuk itu, jumlah maksimal laki-laki dan perempuan


yang dapat berpartisipasi dalam lomba lari 100 meter
adalah 56 orang. Tidak peduli acara lomba apa yang kau
ikuti, acaranya dimulai pada 10:15, jadi kau harus tiba
setidaknya 5 menit sebelumnya. Seperti yang terlihat dari
penjelasan bahwa tidak perlu menunggu acara berakhir,
bila lomba pertama setelah dalam waktu singkat, kau
dapat mulai pindah ke acara lomba berikutnya. Di sisi
lain, jika kau berpartisipasi di lomba ke-4, kau akan
tertahan untuk waktu yang lama. Bahkan dengan
kompetisi yang sama dan hadiah yang sama, beberapa
waktu akan hilang.

“Juga, hal penting lainnya untuk dicatat bahwa siswa


yang telah terdaftar pada kegiatan klub saat ini atau
pernah bergabung walau hanya sekali di sekolah tidak
dapat berpartisipasi dalam acara yang terkait. Hirata
sepak bola dan Sudō basket, mereka berdua tidak
diizinkan untuk berpartisipasi dalam acara yang terkait
klubnya.”

Siswa yang melakukan kegiatan klub memiliki


keunggulan, bukan tapi sebaliknya diberi batasan kah …
Tentu saja, ada beberapa siswa seperti Yōsuke dan
Sudō yang mampu menang pada olahraga dibidangnya,
jadi kupikir mereka bermaksud untuk menghindari
konfrontasi antara orang-orang yang memiliki
pengalaman dalam kegiatan klub. Jika Sudō bertanding
pada sepak bola dan Yōsuke basket maka siswa lain
memiliki kesempatan untuk menang.

Ada yang mengikuti kegiatan klub tersebut saat


masih SMP, tetapi begitu di SMA tidak memilihnya
sebagai kegiatan klub. Pasti ada sejumlah kecil siswa yang
seperti itu. Bila begitu mungkin ada beberapa kelebihan
dan kekurangan di titik itu.

“Tapi itu seperti memesan tempat duduk untuk


nonton film ya …”

Perkataan yang dilontarkan Sudō saat mendengarkan


penjelasan serius itu benar juga sih …

“Tentu saja sistemnya mirip. Ini dirancang untuk


mencerminkan secara real time siapa yang menempati
bingkai acara mana dan di waktu apa …”

“Itu berarti kemungkinan ada orang yang tak ingin


bertanding denganku lalu dibatalkan begitu ya …”

Mendengus dengan hidungnya, Sudō dengan bangga


menyilangkan tangannya.

“Tepat.., tetapi cepat atau lambat para siswa itu


akan menabrak tembok pembatas dengan hanya tiga kali
pembatalan.”
Karena jumlah orang yang dapat berpartisipasi dalam
setiap acara lomba dan waktunya sudah ditentukan,
disegerakan membuat jadwal untuk menahan acara lomba
yang dikuasai. Namun, jika kau menahannya lebih awal,
risiko menjadi sasaran musuh yang kuat tentu saja
meningkat. Dan, jika memutuskan untuk melarikan diri
beberapa kali dari acara lomba yang ditentukan,
selanjutnya pasti akan ragu dalam membuat reservasi. Itu
akan menjadi pertempuran saling menyelidiki.

Ini seperti memiliki pertandingan online dari pra


festival olahraga.

“Juga, bila pertandingan individu menghasilkan


siswa dengan peringkat yang sama, poin pribadi akan
dibagi rata dan tiket pindah kelas tidak bisa didapatkan
…”

Jika sejumlah besar siswa bersekongkol mengatur


peringkat yang sama secara bersamaan untuk
memperoleh tiket pindah kelas yang banyak maka sistem
itu sendiri akan runtuh. Hal ini mungkin langkah untuk
menghindarinya.

Yah meskipun tidak berniat pindah kelas, 2 juta poin


bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Bisa juga
sebagai tambahan tabungan 20 juta poin yang impi-
impikan untuk digunakan ke kelas yang sudah pasti kelas
A.

Disisi lain, siswa yang tidak percaya diri dalam


olahraga, mereka harus memfokuskan diri untuk
melakukan yang terbaik pada partisipasi wajib kelima
acara lomba.

Jika menggunakan poin berharga untuk


berpartisipasi dalam acara lomba ke-6 dan tidak
memenangkannya, maka kau kehilangan 1 poin.

Ini menciptakan kerugian besar dalam pertempuran


dengan Kelas lainnya.

Namun, itu tergantung pada bagaimana cara


bertarungmu sih …

Saat Chabashira-sensei menyelesaikan


penjelasannya dan meninggalkan tempatnya, ruang kelas
tiba-tiba mulai riuh seperti air panas yang meluap-luap.

“Yosha Suzune. Ayo langsung aja adakan meeting …”

Sudō-lah yang pertama meninggikan suaranya.


Mendengarkan aturannya membuat dia termotivasi.

Yōsuke berdiri dan mulai bergerak ke arah Horikita.

Sampai di sini semua masih sama seperti biasanya.


Tapi beberapa siswa memandang dengan tatapan dingin.
Ada keraguan apakah tidak apa-apa menyerahkannya
pada Horikita, apakah tak apa membuat Horikita menjadi
pusat kelas?

“Pertama sebelum membahas tentang festival


olahraga, ada yang ingin kusampaikan pada kalian …”

Dia membuat langkah pertama sebelum bertindak


kah … Agar memudahkan siswa lain melihatnya dia
berdiri lalu melihat ke belakang.
“Dalam ujian khusus yang berlangsung pada Minggu
lalu, aku melanggar janji kepada semua orang dengan
tidak membiarkan Kushida-san didropout. Untuk itu,
pertama-tama izinkan aku meminta maaf …”

Setelah mengatakannya, Horikita menundukkan


kepala.

Namun, ada keinginan kuat di matanya saat dia


mengangkat wajahnya lagi.

“Tapi sebagaimana hasilnya kupikir aku membuat


pilihan yang tepat. Dia adalah sosok yang bisa menjadi
kekuatan kelas.”

“Aku sih enggak berpikir begitu …”

Orang pertama yang menginterupsi perkataan


Horikita adalah Shinohara.

Dia salah satu orang yang terkena dampak kerugian


akibat rahasia Kushida terbongkar.

“Sekarang setelah tahu sifat Kushida-san seperti


itu.., tak ada lagi ada orang yang percaya padanya.
Mungkin siswa dikelas lain belum ada yang tahu, tapi itu
cuma masalah waktu aja ‘kan?”

Mengesampingkan suka atau benci Kushida,


Shinohara mengomentari poin penting dan
mempertimbangkannya.

Kenyataan Kushida akan terus ada sebagai teman


sekelas tidak dapat diubah, dan bila berbagai hal
berlanjut dengan premis itu, lebih baik saling mendukung
untuk tidak membicarakan [kebenaran] itu sebanyak
mungkin.

Dengan kata lain, berbicara dengan kelas musuh


tentang fakta sifat hitam Kushida itu sama saja seperti
memiliki ide berbahaya yang mengarah pada mencekik
diri sendiri. Ini adalah cerita sederhana bila kau tetap
diam, tapi itu sulit dilakukan.

Apalagi Shinohara yang sekarang keberatan, terluka


karena Kushida.

Tak mengherankan kalaupun meledak ingin


mengeluh, tapi sepertinya untuk saat ini dia menahannya.

Shinohara tampak tak memahami apa keuntungan.


Bila begitu, wajar saja kalau seseorang yang cakap seperti
Yōsuke mendesak untuk menghentikan obrolan tentang
topik tersebut.

Namun, meragukan apakah hal itu akan terus


berlanjut. Saat keraguan dan kecemasan tentang Kushida
mencapai batas, mereka akan meletup sekaligus.

“Horikita-san … Jawab aku … Apakah


mempertahankan Kushida adalah hal yang tepat …”

Menanggapi kata-kata Shinohara, Horikita sejenak


hanya terpaku menatapnya saja lalu menjawab seakan
seperti mati rasa.

“Jawabannya tidak bisa keluar saat ini juga. Mau itu


aku, Shinohara-san, dan teman sekelas lainnya. Kau
menunjukkan sosokmu di sisa kehidupan sekolah …”
“Apa-apaan itu … Aku ingin tahu jawabannya
sekarang. Bagaimana pun kau memikirkannya Kushida-
san cuma jadi penghalang aja …”

“Ujian khusus suara bulat mungkin memang


membuatmu terluka. Wang-san dan Hasebe-san yang
sekarang absen mungkin terluka juga. Tetapi fakta kalau
Kushida-san telah berkontribusi di kelas ini selama satu
setengah tahun tak hilang. Atau apa.., kau yakin mampu
melakukan sesuatu yang lebih baik darinya?”

Walaupun Kushida menyebabkan masalah besar,


kontribusinya di masa lalu tidak menghilang.

Dia telah membantu mengatur kelas, menenangkan


pikiran, juga kemampuan akademik dan fisiknya sedikit
atas rata-rata.

Sudah pasti Shinohara, setidaknya belum mampu


mengungguli Kushida.

“Mungkin apa yang kukatakan tak beralasan karena


aku seperti menipumu dan tidak bisa dihindari kau
bersikap memusuhiku karena menentang Kushida-san
menjadi target pendropoutan. Tetapi bila Kushida-san
didropout, apa kau bisa langsung menyebutkan itu
jawaban yang tepat? Bisakah wajahmu tetap tenang jika
rata-rata kelas turun dan kita kalah dalam ujian khusus?”

“Itu … Kalau tak dicoba ya mana tahu …”

“Iya … Jika begitu apa yang cobaku lakukan mana


mungkin tahu kalau tak dicoba ya ‘kan …”
Yah bagaimana pun, itu masih masa depan yang tak
pasti.

Tidak mudah mengalahkan Horikita dengan


kemampuan Shinohara …

“Sebentar aja, apa kah tak apa?”

Pada Horikita dan Shinohara yang sedang saling


melotot, Yōsuke mengangkat tangannya …

“Ada sesuatu yang membuatku agak terganggu. Jika


ingin memanfaatkan keterampilan Kushida sebaik-
baiknya, rahasia perlu disembunyikan di dalam kelas, jadi
aku meminta semua orang di kelas tetap diam.”

“Yah memang benar. Kalau tidak ada yang memberi


instruksi di belakang, pasti sekarang sudah ketahuan …”

Tidak ada rumor tentang Kushida meski hari Senin..,


sepertinya Horikita mencurigainya.

“Tapi Horikita-san tidak meminta untuk kami tetap


diam … Mengapa?”

“Kepada orang yang ingin menjatuhkannya, memberi


instruksi untuk tetap tutup mulut itu tidak masuk akal.
Perbedaannya cuma cepat atau lambat sekolah
mengetahuinya.”

Apa pun prosesnya, dengan ini siswa akan


memutuskan. Apakah ingin membiarkan emosi yang
mengambil alih dengan membuat sifat asli diketahui
banyak orang untuk membalas dendam pada Kushida,
atau merahasiakannya demi kelas?
“Walau Hirata-kun tidak meminta juga, aku tidak
akan membeberkannya. Kami memiliki kesempatan
untuk berkumpul di hari libur. Yah.., kami sempat
berdiskusi apakah bisa tidaknya membocorkan hal ini.
Tentu, aku bohong kalau mengatakan tak punya apa pun
dipikirkan tentang Kushida sekarang.”

Seperti yang diharapkan dari Matsushita yang


memiliki pemikiran tajam. Meskipun dia salah satu orang
yang terpengaruh terbongkarnya rahasia Kushida, dia
memahami dengan baik kerugian membocorkannya
sendiri. Bila dibongkar, yang ada dibongkar balik. Bahkan
dengan melakukannya pun yang didapat hanya rasa
pencapaian sementara.

“Aku pasti akan membawanya kembali. Jika tidak


bisa …, maka apa pun itu aku akan mengambil tanggung
jawab.”

Mengambil tanggung jawab. Pada tekad kuat


bertaring itu, siswa lainnya hanya menarik nafas sampai
mendengus.

Shinohara juga tak terkecuali …

“…. Apa benar kau akan bertanggung jawab?”

“Dengan tekad itu aku memilih untuk


mempertahankan Kushida-san. Kalau ada apa-apa kau
bisa menghukumku …”

Sosok Akitō dan Keisei yang diam memperhatikan


juga ada. Tidak sulit membayangkan bagaimana perasaan
mereka saat mendengarkan hal ini.
Yah bagaimana pun, kata-kata kuat Horikita
menyelesaikan pembicaraan ini, dan waktu luang pun
tiba.

Garis pandang Horikita bukan melihatku, tapi ke


orang tertentu. Orang itu juga melihat balik Horikita, lalu
Horikita pun meninggalkan kelas. Pada saat itu, Kōenji,
yang duduk di samping kursi kosong, berdiri pergi
meninggalkan kelas dengan cara yang sama.

Aku penasaran tentang situasinya, jadi kuputuskan


untuk membuka pintu sedikit dan memeriksanya.

“Kau bersikap seperti ingin membicarakan sesuatu


denganku.., ada apa ya?”

“Ada sesuatu yang ingin kukonfirmasi tentang


festival olahraga selanjutnya …”

“Fufu~ ‘Aku tak membutuhkan kerja sama.., tak


salah bila kuasumsikan begitu ‘kan?”

“Tentu … Hanya saja aku ingin mengkonfirmasi


pemikiranmu. Setidaknya tak apa ‘kan kau
memberitahuku tentang hal itu?”

Perlu untuk memperhatikan apakah Kōenji ikut serta


atau tidak. Strategi bisa saja berubah tergantung hal itu

Mendengarnya, Kōenji menyeringai dan meletakkan


tangannya di bahu Horikita.
Mungkin karena merasa sakit, Horikita berusaha
menyingkirkannya, tapi tangan Kōenji tak bergerak
sedikit pun.

“Kau ini sungguh gadis yang beruntung ya …”

Karena tangan Kōenji masih di bahunya, dia


menanyakan arti sebenarnya dari kata-kata itu sambil
sedikit cemberut.

“Jadi kau termotivasi untuk ikut serta ya?”

“Aku memang menghasilkan uang pasca ujian pulau


tak berpenghuni dan perburuan harta karun, tetapi
sekarang sudah waktunya untukku menghabiskan banyak
uang. Tidak ada alasan bagiku tak ikut serta …”

Kōenji yang menunjukkan kekuatan luar biasa


bahkan pada ujian pulau tak berpenghuni.., diduga tak
‘kan bergerak di masa mendatang, namun jika itu adalah
ujian khusus yang memberikan banyak uang kepada
pribadi, itu membuatnya semangat untuk ikut serta kah

Bagi Horikita itu seperti keberuntungan yang tak


terduga. Walau hanya 1 poin, jika bisa mendapat lebih
banyak poin, dia tak ‘kan mengeluh. Apalagi kalau itu
Kōenji, dia pasti mampu mendapatkan 10 atau 20 poin.

Tapi, terkait hadiah kali ini, Horikita mungkin


mencemaskannya.

Sejenak Horikita tampak ragu, tapi dia tetap


melangkah menanyainya.
“Jika kau mendapat hak untuk pindah kelas … Apa
yang ‘kan kau lakukan?”

Tak salah lagi Kōenji adalah siswa paling


bermasalah.., bukan.., paling bebas disekolah …

Kalau sudah memutuskan akan melakukannya,


Kōenji tak ‘kan ragu meninggalkan kelas saat ini. Apakah
Kōenji menguntungkan kelas di masa depan atau tidak itu
cerita berbeda, setidaknya Horikita tidak berpikir bahwa
berkurangnya jumlah siswa kelas akan menjadi nilai
tambah. Selain itu, ujian khusus seperti ujian pulau tak
berpenghuni dan festival olahraga yang menghadiahkan
banyak uang, mungkin dianggap serius olehnya. Bila hal
itu terjadi, Kōenji akan berdiri sebagai musuh yang kuat.

“Hal itu tidak jadi masalah kok … Untuk saat ini aku
tak berpikir kelas lain begitu menarik sampai harus
meninggalkan kontrak denganmu Horikita-girl …”

“Untuk saat ini ya …”

Dengan kata lain, tergantung pada kondisinya,


pindah ke kelas lain selalu memungkinkan kah …

“Mulai hari aman …”

Aku sama sekali tak berpikir perkataannya itu ada


hubungannya dengan jaminan aman, tapi yah aku sendiri
ragu tentang berapa banyak kelas yang ingin membawa
Kōenji. Memang asa kelebihannya, tapi ada juga
kekurangannya.
“Baiklah … Aku menerima tentang hal itu. Tapi
kalau kau cuma labil untuk membingungkan orang lain,
aku sendiri tak bisa mempercayaimu … Bisakah aku
memperhitungkan kau hanya akan mengincar peringkat
teratas?”

“Tak apa bila kau menganggapnya begitu. Lagi pula


aku tidak berniat bekerja sama dengan siapa pun …”

Tamaknya dia berniat mendapatkan poin hanya dari


kompetisi di mana bisa berpartisipasi secara individu.
Jika itu Kōenji, tak mengejutkan bila dia meraih
peringkat pertama di semua acara lomba. Tinggi
kemungkinan mampu mendapatkan hingga 55 poin.

“Apakah kau sungguh-sungguh tak tertarik naik ke


kelas A?”

Pada jeda itu, dia hanya menjawabnya dengan tawa,


lalu Kōenji pun kembali ke kelas.

“Menguping apakah hobimu?”

Apa dia tahu dari melihat pintu yang sedikit terbuka


atau sejak awal dia memang mengetahuinya?

Kōenji yang berhenti di belakangku bertanya …

“Bohong jika aku tak tertarik pada pergerakan yang


terjadi pada festival olahraga …”

“Baiklah ‘kan kuanggap begitu …”

“Bisakah aku bertanya padamu Kōenji?”


“Saat ini aku sedang senang dan dalam suasana hati
yang baik karena hadiah festival olahraga. Jadi ‘kan
kujawab …”

“Kau dan Horikita telah membuat perjanjian. Tapi itu


bukanlah jaminan pasti. Selayaknya Kushida yang tetap
tinggal di kelas sebagai antagonis, ada kemungkinan kau
bisa dibuang juga … Apakah kau pernah memikirkan
tentang hal itu?”

Aku bermaksud mencari tahu, apa dia dihantui


perjanjian disepakati atau tidak. Pasalnya walau di luar
Kōenji memiliki tujuan untuk mendapatkan poin pribadi,
dia berada di posisi mendukung pendropoutan dengan
sikap kuat yang sombong.

“Semua sudah dalam perhitungan. Jika keadaan


yang menunggu saat itu pada akhirnya kandidat
pendropoutan dipersempit menjadi diriku, sebelum terjadi
aku akan memilih voting ‘mentang’. Pembicaraan tentang
mempercayai Horikita-girl juga karena adanya premis
utama itu.”

“Jadi begitu ya … Bukan berarti kau selalu


mempercayai Horikita ya …”

Mana mungkin bisa menyerahkan dirimu kepada


orang lain.

“Kau juga begitu ‘kan?”

“Mungkin aja …”
Kōenji tampak tak acuh, sangat bebas dan sepertinya
juga mempunyai pemikiran yang diperhitungkan
dibaliknya.

Terlebih, meski memperhitungkan hal yang jauh, dia


tetap mampu menjaga kebebasannya.

Tidak peduli berapa banyak dicoba menganalisis satu


persatu siswa untuk sampai pada jawaban, hanya orang
ini yang tak bisa dibaca.
*1.2

“Ayanokōji-kun … Apa sekarang kau punya


waktu?”

Segera setelah istirahat makan siang, Horikita


mendekat sambil berkata begitu.

“Aku dan Kei——”

“Mau makan bareng … Kiyotaka tidak boleh


dipinjam …”

Saat Kei datang berlari, dia memotong kata-kata dan


dengan paksa menghentikan ajakan Horikita.

Lalu merentangkan tangan membuat pose tidak.

“Lagi pula mengajak laki-laki yang udah punya pacar


itu patut dipertanyakan!?”

“Begitukah … Namun yang mau meminjam dia


bukan aku tapi orang lain. Terus bukan perempuan juga
kok … Meski begitu bisakah aku mendapatkan izin?”

Karena Horikita mengarahkan ponselnya padanya,


Kei melihat layar itu lebih dulu dari pada aku.

“Yagami …. Takuya? Siapa tuh?”

“Siapa yang mengirim pesan itu tak penting. Yang


penting itu teks pesannya …”

Pesan yang dikirim Yagami pada Horikita sepertinya


telah dikirim sekitar satu jam yang lalu.
[Saat istirahat makan siang, bisakah kau memanggil
Ayanokōji-senpai ke ruang OSIS? Itu keinginan Ketua
OSIS. Jika sulit untuk mendapat respon darinya, aku yang
akan ke sana, jadi tolong hubungi aku].

Itulah yang tertulis di sana.

“Sebagai anggota OSIS, aku juga punya tugas. Jika


teman sekelasku memiliki rencana untuk dilakukan, ya
aku tidak menolak permintaan itu …”

Berarti dia memanggilku karena tak ada pilihan lain


ya …

“Ketua OSIS Nagumo sepertinya ingin bertemu


denganmu … Apa kau melakukan sesuatu lagi?”

“Aku tak melakukan apa pun …”

Yah setidaknya baru-baru ini. Tambahku dalam hati.

“Jika menolak, Yagami-kun akan datang kemarin.


Meski begitu kalau kau masih menolaknya mungkin
berikutnya Ketua OSIS Nagumo yang datang … Jadi
bagaimana aku membalas pesannya?”

Horikita hanyalah pengantar pesan. Tidak peduli


bagaimana aku menjawabnya, usahanya itu akan tetap
dilakukan.

“Maaf Kei. Mengabaikan perintah dari Ketua OSIS,


yang ada nanti malah timbul masalah …”

“Cheeh … Ketua OSIS sih yah mau gimana lagi …


Satō-san makan bareng yuk!”
Kei mengerti kalau dia hanya bisa menerima
situasinya.., lalu dia pun bergegas pergi ke tempat Satō
dan yang lainnya …

“Pacarmu cepat mudah mengertinya ya …”

Terbatuk pelan, entah apa dia merasa terkesan atau


terkejut.

“Aku akan pergi ke sana sekarang …”

“Kalau begitu aku akan melaporkannya pada


Yagami-kun …”

“Jika anggota OSIS saling bertukar kontak,


bukankah lebih cepat kalau Ketua OSIS Nagumo
menghubungimu langsung tanpa lewat Yagami?”

“Di aplikasi obrolan anggota OSIS, hanya Yagami-


kun aja yang meminta tukar kontak secara langsung
denganku.”

Begitu menerima balasannya, aku pergi


meninggalkan kelas, bersamaan dengan Horikita yang
juga keluar ke koridor.

“Aku tidak tahu apa alasannya, tapi kusarankan


untuk menahan diri tak membuatnya marah.”

Setelah memberiku saran, Horikita dan aku pun


berpisah, dengan perasaan enggan aku pergi ke ruang
OSIS.

Yah kalau dipikirkan lagi, aku bisa langsung masuk


ke ruang OSIS, itu jauh mudah dari pada didatangin sih …
Sesampainya di depan ruang OSIS, dengan pelan, aku
mengetuk pintu.

Tak lama kemudian, memastikan bisa mendengar


suara Nagumo di dalam ruangan, aku pun membuka pintu.
Seperti yang diharapkan, hanya ada Nagumo diruang
OSIS.

“Yo~ Ayanokōji … Apakah keseharianmu ada yang


berubah akhir-akhir ini?”

Pertama, pukulan jab ringan datang. (Pertanyaan)

Yang mengganggu keseharianku belakangan ini tidak


lain dari instruksi Ketua OSIS di depanku ini.

Setiap hari, tekanan pada mata dari siswa kelas 3


tidak berkurang sama sekali. Sebaliknya, siswa kelas 3
yang tidak seharusnya tak mengenaliku secara mendalam,
tak salah lagi mereka mengingatku dengan baik sampai
menganggapnya sebagai hal biasa.

Bisa dibilang adik kelas yang paling terkenal di


kalangan kakak kelas adalah aku. Rinciannya terukir
sebagai adik kelas yang mampu menyerang Nagumo
tanpa disadarinya.

“Tidak ada perubahan khusus … Itu sih yang ingin


kukatakan.., tapi aku punya sedikit kucemaskan sih …”

Sangat mudah untuk berpura-pura tidak menyadari


apa pun, tetapi jika menunjukkan sikap seperti itu,
pengawasan tentang keseharianku malah bertambah.
“Sebagai Ketua OSIS, aku bisa mendengarkan cerita
tentang kecemasanmu itu pada loh …”

“Aku mungkin cuma terlalu banyak berpikir aja kok


… Saat benar-benar dalam masalah, aku akan meminta
bantuanmu …”

Bila membuat baik perasaannya, ada kemungkinan


Nagumo akan mundur setelahnya.

… Tidak, apakah itu terlalu optimis? Nagumo hanya


menginginkan kekalahan langsung dariku. Hanya dengan
ini saja tak mungkin membuat dia puas.

Meski secara tertentu perasaan Nagumo merasa


seperti diuntungkan, pembicaraan tidak akan berakhir di
sini dan dia pun mengubah topiknya.

“Kau sudah mendengar aturan festival olahraga


‘kan? Artinya waktu untuk kita saling berhadapan secara
langsung sudah tiba Ayanokōji … Di festival olahraga ada
acara lomba yang pesertanya dari semua kelas tahun
ajaran. Jadi lawanlah aku …”

“Apa kau tidak terlalu keras melatih adik kelasmu?


Aku sudah melihat OAA Ketua OSIS Nagumo. Kecuali
acara lombanya melibatkan faktor keberuntungan yang
sangat besar, tak mungkin aku bisa menang. Hasilnya
sudah terlihat sangat jelas …”

Meskipun tidak ada pilihan selain menjawab dengan


santun, Nagumo pasti tak menerimanya.
“Aku tahu kau adalah orang yang akan menjawab
seperti itu. Apa kau pikir aku bisa menerima jawaban
santun begitu? Ah tidak, tidak ada gunanya
menyalahkanmu kah … Kau tak punya cara lain selain
menjawabnya santun ‘kan …”

Sepertinya dia bukan laki-laki yang tak mampu


membaca pemikiran dangkalku itu ya …

“Aku mengerti kau tidak antusias. Bahkan bagiku


juga hanya buang-buang waktu bila terus terpaku padamu
untuk yang lama. Karenanya di festival olahraga ini, jika
kau berhadapan denganku secara langsung dan menang
satu kali saja, maka aku akan melupakan apa yang terjadi
selama ini …”

“Satu kali saja?”

Itu jauh lebih lunak dari pada yang kubayangkan …

“Sepertinya kau berpikir ‘tak apa cuma satu kali


doang?’ … Hal itu mudah bagimu ya?”

“Tidak bukan begitu kok … Hanya saja, hal tersebut


memunculkan peluang …”

“Memenangkan semua adalah syaratnya. Itu karena


memalukan bagi Ketua OSIS memasang syarat
kemenangan lebih dari jumlah kekalahan.”

Dia tidak berpikir kebanggaannya sebagai


penghalang, sebaliknya menggunakan kebanggaannya itu
sebagai tameng untuk menarikku ke dalam
permainannya.
“Tapi syaratnya kutambahkan. Berpartisipasilah
pada kelima acara lomba yang kutunjuk terlepas menang
atau kalahnya.., jika kau satu saja melewatkannya maka
kau akan kalah secara keseluruhan …”

“Bagaimana kalau aku kalah? Bukankah yang senang


cuma Ketua OSIS aja kalau menang?”

“Yah kalau saja begitu sih bagus … Selain


kecemasanmu itu tidak hilang, kau mungkin akan terus
dipanggil olehku seperti berulang kali. Atau mungkin kau
akan merasa lebih cemas dari pada sebelumnya …”

“Ada juga tentang kebijakan kelas. Bisakah aku


meminta waktu sebentar?”

“Yah kalau seperti itu mau bagaimana lagi … Kuberi


waktu satu Minggu. Hubungi aku paling lambat Senin
depan.”

“Aku mengerti. Jika tidak ada hal lain lagi, bisakah


aku permisi pergi?”

“Enggak perlu buru-buru gitu … Atau apa kau punya


keperluan lain setelah ini? Karena dipanggil olehku, kau
tidak dengan buruk membuat janji lain ‘kan?”

“Iya begitulah … Aku tidak punya keperluan lain …”

“Mendengarnya aku jadi lega …”

Dari waktu ke waktu Nagumo berbicara denganku


sambil memeriksa sesuatu di ponselnya.

Tampaknya dia belum berniat melepaskanku.


“Permisi …”

Dibalik pintu, terdengar suara yang sudah lama tidak


kudengar.

“Eh───”

Ditangannya, Ichinose membawa ‘kantong plastik.

“… Maaf membuatmu menunggu Nagumo-senpai.”

“Maaf ya … Hari ini aku tak bisa ikut pergi


bersamamu membeli makanannya …”

“Ti-tidak apa-apa …”

“Ah.., ini kah? Belakangan ini aku dan Honami selalu


makan siang bersama tiap hari. Pekerjaan OSIS itu sangat
menyibukkan … Dan aku membuat tangan kananku sibuk
karenanya.

Kupikir peluang berpapasan dengan Ichinose dan


bertemu satu sama lain selama istirahat makan siang itu
semakin jarang, tapi ternyata begitu kah …

Jika dia ada di ruang OSIS di mana siswa biasa tak


bisa dimasuki, pantas saja tak melihatnya.

“Jika hanya berdua, aku bisa mendengarkan


berbagai hal yang khawatirkan, benar begitu ‘kan?
Honami …”

“I-iya …”

“Aku sudah bilang ada pengunjung hari ini … Kau


juga temani kami makan Ayanokōji …”
Dari kotak bento yang kuintip di dalam ‘kantong itu
ada 3.

Sepertinya walau pembicaraan denganku berakhir


pun, sejak awal dia bermaksud untuk makan di sini kah.

Sangat mudah untuk menolak undangannya. Duduk


bersamaku juga secara mental pasti menyakitkan bagi
Ichinose.

Tapi karena aku sudah terkepung dan berkata tak


ada janji lain, tak ada tempat untuk melarikan diri.

“Kau sudah bilang tak punya keperluan setelah ini


‘kan? Jika begitu duduklah …”

Di situasi yang tertutup ini, ditambah perintah dari


Ketua OSIS sama saja tak ada hak untuk menolak.

Aku pun duduk di kursi yang jauh dari Nagumo.

Sedangkan Ichinose yang mungkin sering makan


bersama Nagumo.., setelah menyerahkan ‘kantong plastik
berisi kotak bento, dia duduk di samping Nagumo. Tanpa
melihat ke arahku, Ichinose mulai menyiapkan bento
dengan wajah sedikit tertunduk.

Nagumo tidak mungkin tak menyadari keadaannya


yang tak biasa itu, dia pasti memikirkan topik
pembicaraan lainnya.

“Aturan festival olahraga benar-benar berbeda dari


yang tahun lalu ya …”
“Aku malah sampai merasa sangat berterima kasih
… Jika aturan festival olahraga sekarang sama seperti
tahun lalu, sudah dipastikan aku yang menang …”

Pada aturan festival olahraga tahun sebelumnya,


pertarungan dipisah dengan kelompok merah dan
kelompok putih.

Nagumo mengendalikan keseluruhan siswa kelas 3.


Dengan kata lain, dia bisa saja menyuruh siswa kelas 3
yang bukan kelompoknya mengalah.

Tidak peduli berapa banyak siswa kelas 1 dan kelas 2


yang berjuang.., kemungkinan menang mendekati 0.

Perbincangan yang seharusnya dilakukan oleh tiga


orang, pada akhirnya seakan menjadi rapat umum antara
Nagumo dan Ichinose.., sedangkan aku dengan tenang
hanya memakan bento ke dalam mulutku.
Di saat situasi yang keduanya bahkan belum
memakan setengah dari bentonya, aku sudah selesai
memakan makananku dan menutup kembali tutup
bentonya.
“Apa.., jadi kau sudah selesai makannya ya … Kotak
kosongnya bisa kau tinggalkan di sana aja, tidak apa-apa
kok …”

“Terima kasih banyak.”

Kujawab begitu.., tapi tatapan mata Nagumo bukan


tertuju padaku melainkan ke Ichinose.

Mungkin untuk menjauhkan kesadarannya terpaku


olehku, mata Ichinose juga menghadap Nagumo.

“Aku permisi …”

Berada di sana pun tak ada gunanya, kuputuskan


untuk pergi dari ruang OSIS.

“Strategi untuk menunjukkan superiotas kah …”

Dari perspektif orang luar mungkin terlihat


memalukan, tapi tidak akan gunanya jika serangan secara
mental seperti itu tak berarti apa-apa untukku. Bila ingin
serangannya itu sedikit berdampak padaku, seharusnya
dia menghadirkan lebih banyak anggota OSIS lainnya
untuk menjadi pengamat.

Dengan begitu mereka dapat menciptakan label


‘orang yang menyedihkan’ padaku di sekitar …
Tapi meski kubilang begitu, dari yang terlihat
Nagumo pasti akan terus melakukan kontak dengan
Ichinose.

Tergantung situasinya.., tak mengherankan kalau


hubungan antar personal bisa saja berubah secara drastis
di antara mereka.

Sambil berjalan, aku memikirkan dampaknya.

Menjadi salah satu bagian dari Nagumo, akankah


mengarah pada pertumbuhan Ichinose Honami?

Jika mampu melakukannya dengan benar, mungkin


dia bisa mendapat bantuan untuk mengambil alih posisi
Ketua OSIS.

Dari kepercayaan dirinya───, tidak.., pemikiran itu


sungguh naif. Jika obsesi Nagumo kepada Ichinose karena
aku.., ada kemungkinan pada akhirnya Ichinose akan
dibuang. Kalau dia tidak bisa menjadi ketua OSIS setelah
melakukan yang terbaik, dan Horikita yang memiliki
kontribusi lebih rendah direkomendasikan, tanpa
menunggu 1 tahun mentalnya akan hancur.

Dalam hal ini pertikaianku dengan Nagumo tak bisa


dianggap remeh.

Perlu untukku menghentikan Nagumo, namun


sekarang aku memiliki hal lain untuk dilakukan.

Seperti halnya festival olahraga yang akan datang,


setelah itu perlu untuk mempersiapkan festival budaya.
Para pencetusnya, Satō, Matsushita, dan Maezono,
telah menghentikan sementara kegiatannya dengan
mempertimbangkan situasi kelas, tapi perisapan untuk
mencari pelayan maid kafe harus terus dilakukan.

Perhitungan semula mengikutsertakan Airi telah tak


ada.., sedangkan partisipasi Haruka saat ini tidak dapat
diharapkan. Kushida yang bisa dibilang sebagai kartu
kuat juga telah menghilang.

Selain itu aku tak bisa dengan ceroboh mengandalkan


teman sekelas untuk diajari tentang bidang ini …

Ketika berbicara cerita tentang maid kafe, Di tengah


retaknya hubungan kelas, ada risiko dicela ‘apa yang kau
katakan hah … ’ oleh mereka, yang mana bisa menjadi
bocornya informasi tersebut.

“Maid Kafe kah …”

Ini adalah stan yang tak banyak yang kuketahui, tapi


dari rentang anggarannya dituntut penjualan yang besar
juga …

Selain strategi untuk menang, diperlukan meneliti


stan apa yang akan dilakukan oleh pesaingmu …
*1.3

Hari berikutnya di kelas pagi setelah aturan festival


olahraga dijelaskan.

Sama seperti kemarin, suasana kelas masih belum


ceria.

Penyebabnya ada pada 3 teman sekelas yang tak


hadir. Mereka masih melanjutkan absennya kah? Absen
dari sekolah karena sakit atau kurang enak badan bukan
sesuatu yang jarang terjadi pada setiap orang. Namun,
untuk mereka bertiga kali ini, kurasa semua orang
berpikir bahwa mereka semua absen karena faktor lain.

Jika absen terus menerus, biasanya kau harus pergi


ke rumah sakit di Keyaki Mall untuk membuat surat
keterangan sakit. Sebaliknya, bila memiliki surat
keterangan dokter tak akan menjadi masalah besar.
Dengan kata lain, walau tidak demam tapi mengeluhkan
kondisi badan memburuk, rumah sakit akan merespons
selama 2 atau 3 hari.

Namun dari cara bicara Chabashira-sensei saat kelas


pagi, mereka bertiga belum diperiksa di rumah sakit.

Selain Kushida, keduanya sepertinya menghubungi


pihak sekolah tapi entah sampai kapan mereka dibiarkan
begini. Masalahnya adalah kalai mereka bertiga akan
terus absen dari sekolah bahkan setelah besoknya.
Haruka absen karena Airi yang didropout. Wang absen
karena perasaan cintanya pada Yōsuke. Kushida absen
jelas karena sifat aslinya terbongkar. Semua tidak terkait
dengan penyakit.

Kalau begini apa yang akan terjadi bila berlanjut


hingga, 3 hari, 5 hari bahkan seminggu? Pihak sekolah
tentu saja tak berpikir absen mereka hanya sekedar
kebetulan.., tak mengherankan kalau penyelidikan akan
dilakukan.

Seperti yang dikatakan Chabashira-sensei, pada


akhirnya nanti akan berdampak besar pada poin kelas.

Ditambah, ada beberapa retakan mulai muncul


bahkan di tempat yang tidak terlihat …

Yang jadi korban akibat terbongkarnya rahasia


Kushida bukan hanya Wang saja. Kecemasan akan 2
pasangan baru yang terlibat ke dalam api, Ike dan
Shinohara. Pada faktanya, Kei, Matsushita, dan Mori,
yang telah berbicara buruk tentang Shinohara, tampak
tak saling berbicara.

Meski namanya tidak kusebutkan, tak menutup


kemungkinan Shinohara tidak berbicara juga dengan Satō
dan Maezono untuk alasan yang sama.

Walau kelompok yang biasanya berinteraksi berbeda,


hubungan mereka sebagai teman perempuan dikelas
sudah kuat sejak awal.

Tapi sekarang ini ada kesenjangan yang cukup jelas


terlihat.
Ini adalah saat di mana memutuskan pemilihan
anggota yang akan bertarung dalam pertandingan tim
untuk mendapatkan poin, namun sepertinya kelas ini
belum sampai pada tahap itu.

Jika memaksa membagi tim sebagaimana adanya,


dikhawatirkan kerenggangan bagian dalam kelas
berkembang lebih jauh. Karena tahu akan hal itu,
Horikita tak mengambil langkah.

Meski begitu, tak mungkin untuk membawa


perkembangan di mana kelas bisa saling berbaur satu
sama lain. Tidak hanya Horikita, Yōsuke juga
mengetahuinya.

Di tengah hal itu, waktu berlalu dan kelas pagi telah


usai.

Segera setelahnya, satu pesan masuk di tabletku.

“Ada sesuatu yang ingin kubicarakan. Setelah ini


ikuti aku sebentar …”

Pesan singkat itu adalah instruksi dari Chabashira-


sensei.

Tak lama setelah Chabashira-sensei meninggalkan


kelas, aku berdiri mengikuti arus pergi ke toilet.

Keunggulan duduk di kursi dekat koridor adalah tak


ada yang melihat jika kau pergi.

Di sudut koridor menuju ruang staf, aku melihat


Chabashira-sensei berdiri dengan punggung menghadap
ke dinding.
“Jarang sekali aku dipanggil dengan cara ini …
Apakah ada kebutuhan mendesak?”

Untuk sesaat kukira terkait absennya ketiga siswa


dikelas, tapi sepertinya bukan begitu.

“Ya itu benar. Ada hal yang harus kusampaikan


padamu. Ini tentang Sakura …”

“Tentang Airi?”

Sudah beberapa lewat sejak Airi meninggalkan


sekolah ini dan waktu telah berlalu.

Apa ada kata-kata untuk diucapkan padaku lagi


sekarang?

“Tentu saja, ketika dia didropout, sekolah


melakukannya dengan prosedur. Penataan barang
bawaan, pengumpulan poin pribadi. Yah.., hal-hal lain
yang diperlukan seperti itu … kau tahu semacam pasca
penanganan prosedur tersebut …”

Meskipun ekspresi wajahnya lugas, kata-katanya


agak ambigu.

Apa itu karena perasaan berkurangnya 1 siswa


dikelasnya kah?

“Pada dasarnya barang yang dibeli di fasilitas


sekolah adalah milik siswa, jadi terserah siswa tersebut
mau diapakan. Mau ditinggalkan atau dibawa itu tidak
jadi masalah. Penerimaan resmi pendropoutan dilakukan
diruang staf.., tapi sebelum itu ada satu hal yang tak
terduga terjadi …”
“Satu hal yang tak terduga?”

“Setelah ujian khusus suara bulat, kami menemukan


bukti Sakura menggunakan 5000 poin pribadinya. Yah
bisa dibilang penanganan terhadap hal itu tak dapat
diputuskan.”

“Bukankah siswa yang didropout, poin pribadinya


akan disita?”

“Benar … Tapi seperti yang tadi kubilang, hal


tersebut mungkin kalau pertama-tama penerimaan resmi
sudah selesai dilakukan. Tetapi.., pihak sekolah juga
berpikir ini adalah suatu hal yang sangat abu-abu …
Misalnya seperti dengan tidak mengakui tindakan
mentransfer poin pribadi kepada siswa tertentu …”

“Yah saat pendropoutan sudah diputuskan dan semua


poin pribadi sudah ditransfer, tentu saja akan jadi
masalah. Tapi apa Airi mentransfer 5000 poin pribadinya
pada seseorang?”

“Tidak bukan begitu … Sakura───”

Aku diberitahu cara menggunakan poin pribadi yang


tak terduga tersebut.

Ketika menerima penjelasan, di saat yang sama, aku


menyadari kasus ini bukannya tidak ada hubungannya
denganku.

“───Karenanya sebagai orang yang terlibat aku


memanggilmu … Tentu saja tidak berkewajiban untuk
menanggung masalah ini. Jika kau menolak, biar aku
yang mengurusnya …”

Tindakan Airi itu terjadi tak lama setelah


pendropoutan sudah dipastikan.

Berpegang pada jawaban berdasar firasat, aku


memutuskan apa yang harus dilakukan.

“Bukan jumlah poin yang besar juga.., biarkan saja


seperti itu …”

“Itu berarti kau yang akan membayar gantinya


begitu?”

“Tidak masalah ‘kan?”

“Ya … Karena itu poin pribadi demi


kenyamananmu.., pihak sekolah tak melihatnya sebagai
bentuk pelanggaran …”

“Aku mengerti.”

Chabashira-sensei sebagai guru mengkonfirmasi


bahwa hal tersebut tak akan menjadi masalah.

“Satu hal yang inginku tanyakan … Apa ini juga ada


hubungannya denganmu …?”

Chabashira-sensei bertanya dengan tatapan seakan


mencari tahu.

“Tidak kau salah. Di waktu yang terbatas mungkin


hanya itu pemikiran yang Airi simpulkan …”
Tentu saja, aku sendiri belum tahu detailnya, tetapi
seiring berjalannya waktu, jawabannya akan datang
dengan sendirinya.

“Yah bagaimana pun, meski tak seberapa merupakan


kabar baik untukku dengan masalah pertama bisa
diselesaikan. Mengingat situasi kelas sekarang, tak selalu
merasa senang terhadap situasinya ‘kan …”

Sosoknya sebagai wali kelas yang mengkhawatirkan


kelas benar-benar tak cocok …

“Apa-apaan matamu itu?”

“Tidak apa kok … Seperti yang Sensei bilang,


keadaan kelas sedang tidak stabil. Aku bermaksud
menstabilkan beberapa dari mereka dengan paksa.., tapi
tampaknya tak dibutuhkan …”

“Apa maksudmu?”

“Untuk sekarang tolong diawasi saja … Penampilan


setiap siswa yang tumbuh berkembang …”

Chabashira-sensei agak tak menerimanya, tapi


dengan tenang dia mengangguk.
Bab 2
Jalan Yang Tak Terhindarkan

Kuulangi lagi.., tapi sebelum menghadapi beberapa


kesulitan kelas di saat yang sama ada yang perlu digaris
bawahi …

Pemimpin tak boleh hanya menjadi pengamat di saat


keadaan kelas mulai berkarat di sana-sini …

Dia mungkin berpikir ingin menyelesaikan semuanya


sendiri. Memikirkan sesuatu yang bisa dilakukan
bukanlah perasaan yang buruk, tetapi jika itu adalah
sesuatu yang menyimpang dari kemampuanmu, itu hanya
sebuah idealisme. Tidak, walaupun memiliki kemampuan
untuk memecahkan masalah tersebut, ada saat di mana
kau tidak dapat menanganinya sendiri. Yang dibutuhkan
sekarang adalah mengandalkan temanmu. Kemudian,
saling koordinasi di saat yang sama menemukan jalan
yang tepat … Dari akhir pekan hingga hari ini, aku belum
melakukan sesuatu yang konkret untuk membantu
permasalahan kelas.

Setelah melihat-lihat berita hari ini di ponsel, aku


memutuskan untuk beranjak pergi dari kursiku sedikit
lebih lambat dari siswa yang pergi bermain sepulang
sekolah …

Laki-laki yang menunggu timing itu.., tergesa-gesa


mengejarku.
Aku sudah menduga kalau dia tidak sabaran dan tak
kunjung mendapat petunjuk untuk solusi permasalahan
kelas, maka dia akan mengontakku …

“Ano Kiyotaka-kun … Bisakah kau meluangkan


waktu malam ini? Ada sesuatu yang ingin kudiskusikan
…”

Selagi sedikit khawatir tentang lingkungan sekitar..,


dia mendekat dan berbisik berkata begitu …

“Malam ini aku ada rencana untuk bertemu dengan


Kei … Apa tidak bisa tak harus sekarang?”

Sebenarnya tidak ada rencana untuk bertemu dengan


Kei, tapi aku berbohong untuk melihat reaksinya.

“Itu …”

Tentu saja dia tidak akan bilang ‘ya’ …

Yōsuke yang melakukan kegiatan klub, tentu tidak


memiliki waktu luang segera setelah pulang sekolah.

Saat festival olahraga hampir tiba, kegiatan klub


akan dihentikan sementara, jadi dia ingin ikut serta
sebaik mungkin sekarang.

“Cuma bercanda … Aku akan bicara pada Kei.


‘Kencannya lain kali saja’ gitu …”

“Te-terima kasih …”

“Untuk berjaga-jaga kukonfirmasi sekali lagi … Ada


sesuatu yang ingin kau konsultasikan.., benar?”
Aku tahu itu, tapi aku sengaja menanyakannya lagi.
Tanpa merasa ada yang aneh, Yōsuke mengangguk.

“Un … Aku merasa perlu untuk bertindak lebih dulu


…”

“Begitukah … Yah bagaimana pun jika tak masalah


dikamarku, kapan waktu malamnya itu kusarankan
padamu …”

Mendapat balasan baik, seperti anak kecil yang


mengundurkan pipinya Yōsuke tersenyum.

“Jika memungkinkan, akan sangat membantu kalau


Karuizawa-san juga ikut hadir.., gimana?”

“Kei juga? Tentu dia akan senang kalau ikut.., tapi


bukankah nanti akan mengganggu?”

“Ada beberapa hal yang harus diselesaikan, dan aku


ingin meminta bantuannya …”

Tanpa keberadaan Kei yang memiliki jaringan


informasi tentang kelompok perempuan, itu sangat
berbeda.

Apa yang Yōsuke coba lakukan, tanpa mendengarnya


pun aku tahu.., itu tentang masalah Kushida, Shinohara
dan Haruka.

“Kalau begitu.., apa tidak apa kalau sekitar jam


19.30?”

“Tidak masalah, tanpa telat aku akan datang …”


Saat tersenyum gembira sampai matanya tertutup,
Yōsuke berjalan lebih cepat menuju tempat kegiatan
klubnya.

Jika seseorang memiliki masalah, segera hubungi


orang yang dapat membantu.

“Ini masalah nomor 2 di kelas kah..”

Tentu.., mau bagaimana lagi …

Sampai sekarang, selama aku yang dimintai bantuan


ketika Yōsuke dalam masalah, hal semacam ini tidak bisa
dihindari …

Tidak mudah untuk menghancurkan apa yang telah


dibuat, tetapi ini adalah jalan yang tak terhindarkan …

Nah … Untuk sekarang aku akan menghubungi Kei


untuk datang ke kamarku sekitar jam 19.30 kah …
*2.1

Saat itu jam setengah 6 sore ketika aku pulang dan


dengan tenang menunggu Yōsuke. Aku mendapat
notifikasi di ponselku.

“Boleh tidak aku main ke kamarmu sekarang?”

Sebuah pesan dengan stiker kucing lucu terkirim dari


pacarku Kei …

Ini cukup cepat.., mengingat janji pertemuan dengan


Yōsuke sekitar jam setengah delapan malam …

“Sekalian makan bareng yuk!”

Sebelum aku sempat membalasnya, pesan tambahan


terkirim.

Rupanya Kei punya motif lain untuk makan malam


bersama.

Menanggapi panggilan Kei yang seperti itu, aku


hanya membalas pendek.., ‘aku tak keberatan’.

“Karena sudah begini.., aku harus membuat masakan


apa ya …”

Aku bisa saja mengeluarkan makanan sisa kemarin..,


tapi membuat makanan yang cepat dan di sukai Kei itu
berarti …

Saat membuka kulkas dan menatap isinya.., bunyi bel


terdengar.
Begitu membuka pintu depan, aku melihat Kei
tersenyum cengar-cengir di wajahnya.

Meskipun sedikit terkejut, perlahan aku


mengajaknya masuk tanpa terburu-buru. Dengan
hubungan kami yang terbuka sekarang, sangat bagus
untuk tak perlu khawatir lagi saat Kei memasuki
ruanganku.

“Cukup cepat juga ya …”

Sambil melepas sepatunya, Kei masuk ke kamar


dengan gerakan yang seakan sudah terbiasa.

“Yah itu karena aku menghubungimu, tepat sebelum


naik lift …”

Tampaknya keperluan Yōsuke dianggap keperluan


nomor dua.., Kei memang berencana untuk berkunjung ke
kediamanku kah.

Aku berhenti sejenak untuk mempersiapkan


makanan, lalu duduk dilantai dekat meja bersama Kei.

“Karena akhir-akhir ini sering datang ke kamar


Kiyotaka, aku jadi terbiasa seakan ini kamarku sendiri …”

“Yah itu bagus.., tapi sebaliknya aku tak pernah


dipanggil ke kamarmu Kei …”

“E-e, eeh? Itu agak memalukan … Yah, tapi nanti


aja ya kalau perasaanku udah siap!”

Dia tidak menjawab ya dengan jujur, tapi pasti ada


berbagai keadaan ketika datang ke kamar seorang gadis.
Lebih baik tidak mempertanyakannya secara
mendalam.

“Oh ya omong-omong, apa orang-orang di sekitar Kei


mengatakan sesuatu tentang hubungan kita?”

“Gadis-gadis? Sedikit mengejutkan aku bertanya-


tanya apa mereka pada menerimanya ya … Malah bisa
dibilang.., ah lupakan saja …”

Apa yang coba dia katakan itu suatu yang ambigu.


Karena agak penasaran, jadi kuputuskan untuk bertanya

“Kenapa?”

“Tidak, kau tahu? Untuk sementara di kalangan


umum ada merek bernama Hirata Yōsuke ‘kan … Banyak
yang bilang ‘bukankah itu sia-sia’ gitu …”

Jadi begitu ya … Mereka tidak mengerti kenapa Kei


berpaling memilih pria tak bermerek sepertiku kah …

Tentu saja, tidak mengherankan kalau pertanyaan


blak-blakan seperti itu datang saat aku dan Yōsuke
dibandingkan pada obrolan mereka.

“Dalam arti tertentu, aku terkena dampak buruk


akibat hal itu. Cerita di mana aku yang seharusnya
mutusin Yōsuke-kun, berbalik seakan sebenarnya aku
yang diputusin …”

Jika laki-laki berikutnya yang dipilih adalah laki-


laki tanpa merek, tak dapat dihindari kalau muncul
pemikiran seperti itu.
“Tapi itu hanya sebagian saja kok … Evaluasi
Kiyotaka akhir-akhir ini terus meningkat seperti Anago
yang terus memanjat …”

“Itu mah Unagi kali … Apa-apaan cara pengucapan


yang salah itu?”

(Unagi itu hidangan ikan sidat air tawar, sedangkan


Anago itu hidangan ikan sidat air asin.)

Aku meragukannya bahwa itu sampai dilevel yang


disengaja.., tapi Kei hanya tertawa cengar-cengir …

“Bahkan begitu doang pun aku tahu kok …”

“Guru pribadimu pasti sangat luar biasa ya …”

“Sungguh aku selalu berterima kasih Sensei …


Berkat les privat rahasia, nilaiku jadi meningkat …”

Kei yang kemampuan akademiknya meningkat


sedikit demi sedikit, telah meningkatkan kemampuan
akademiknya menjadi C, 48 pada OAA di awal September
ini.

Itu berarti dia akhirnya telah memperoleh


pengetahuan siswa ditingkat rata-rata.

Setelah melakukan obrolan Konyol itu beberapa


menit, aku kembali berdiri melangkah menuju kulkas.

“Aku berpikir membuat omurice.., mau makan


enggak?”

Saat aku bertanya begitu.., Kei membalas dengan


luapan suara bergembira.
“Mau! Mau! Saus tomatnya tolong buat rasanya agak
kuat ya, Chef …”

Ini bukan pertama kalinya aku menyajikan masakan


buatanku untuk Kei.

Sejak kami mulai berpacaran, aku memiliki


kesempatan untuk menyajikannya makanan di kamarku
secara berkala.

Sampai saat ini, Kei belum menunjukkan sedikit


sikap untuknya memasak sendiri.., tapi itu tidak apa-apa.

Jika ingin memasak, ya tinggal masak aja.., mau


laki-laki atau perempuan tak ada perbedaan gender untuk
melakukannya.

Aku tidak membenci memasak, Kei juga dengan


senang hati memakan masakanku.

Kei yang suka berbicara, memeriahkan suasana pada


aku yang tak pandai berbicara … Dengan saling
mendukung satu sama lain begitu.., menciptakan
keseimbangan dalam hubungan kami.

Dari kulkas aku mengeluarkan telur, saus tomat,


daging ayam dan mentega. Dengan mengeluarkan salad
oil dari rak, aku siap memasak. Mengeluarkan nasi beku
lalu mulai mencairkannya dalam microwave. Sementara
itu aku menyiapkan bawang. Sebenarnya aku ingin
menambahkan wortel tapi sayangnya stok wortelku habis.
Lalu saat meletakkan bawang di talenan dan mengambil
pisau, aku merasakan kehadiran seseorang di belakang.
Kei mendekat, berhenti seketika tepat di belakang
punggungku.

“Apa yang kau lakukan?”

Karena sedikit berbahaya, aku berhenti bergerak dan


hanya bertanya padanya.

“Cuma melihat gimana keadaannya aja kok …”

Jawab Kei.., tapi karena dia menempel di


belakangku, itu bukan tempat untuk melihat keadaan di
mana aku sedang memasak.

“Kamu bisa mengabaikanku … Aku cuma diam


melihat doang …”

“Oh.., Baiklah.”

Seperti yang Kei katakan, untuk saat ini aku


melanjutkan masaknya. Di talenan aku memotong
bawang menjadi kotak dadu sekitar 5mm. Selama proses
mengerjakan hal itu, Kei tetap menempel dipunggungku
tanpa sekali pun menjauh. Kali ini aku yang menaruh
pisau untuk memecahkan telur, pada saat itu, Kei
mengarahkan tangannya ke pinggang lalu memelukku.

“Kali ini apa yang kau lakukan?”

“Hmm? … Cuma lihat keadaannya doang …”

“Tak terlihat cuma lihat keadaan doang sih? Ini


malah tindakan sabotase …”

Tak sampai buatku waspada, tapi hal ini menurunkan


efisiensiku memasak.
“Aah~ Betapa bahagianya … Apa ada hal
membahagiakan lain selain ini?”

Bergumam singkat, lengannya dengan erat


memelukku lebih kuat lagi. Kelihatannya dia terlihat
sangat senang.

“Kebahagiaanmu murah juga ya … Apa tak ada


kebahagiaan yang lebih besar lainnya? Seperti membeli
apa yang diinginkan atau menonton TV yang ingin
ditonton …”

“Itu sama sekali tak cukup untukku bahagia …”

“Yah aku ‘kan cuma mengatakannya secara spontan,


tapi sebenarnya ada yang lainnya ‘kan?”

“Un … Enggak ada. Ada pun, aku enggak butuh.


Kebahagiaan ini saja aku sudah cukup senang …”

Yah kalau dengan hal ini saja sudah membuatnya


senang, aku tak akan mengatakan apa-apa lagi.

“Bisakah aku melanjutkan memasaknya?”

Aku merasa agak tak nyaman kalau melanjutkan


masak dengan posisi ini.

“Eh~ Gimana ya~”

Saat aku menoleh padanya, dia hanya tersenyum


balik menatapku.

“Aa ah aku ingin hadiah yang bisa membuatku


tenang~”

“Di kulkas ada coklat …”


“Booo~ Bukan itu maksudnya.., tapi entah kenapa
jadi agak melenceng. Yah.., itu Kiyotaka sekali sih …
Kalau begitu aku akan menunggu dengan tenang~”

Mungkin di dalam perasaannya dia sudah merasa


senang, Kei menjauh lalu duduk menunggu di tempat
tidurku.

Baiklah.., untuk sementara waktu sepertinya aku


bisa berkonsentrasi membuat omurice.

Selagi menunggu makanan siap, Kei bermain ponsel


dan menonton TV secara bergantian, lalu setelahnya kami
berdua makan di meja dan menyelesaikan makan malam
sedikit lebih awal dari biasanya.

“Oh ya omong-omong, ini tentang Shinohara-san …”

Aku tak secara khusus membicarakannya, tapi untuk


memulai pembicaraan, Kei mengatakan itu.

“Memang aku yang salah sih.., tapi kasus


terbongkarnya rahasia itu benar-benar berefek … Dia
sampai tak mau mendengar apa yang ingin kukatakan.”

“Yah itu wajar saja …”

Rupawan tidaknya seseorang itu beda-beda


tergantung selera dan penilaian terhadap orang tersebut,
namun secara umum orang yang dianggap superior
membuat pernyataan merendahkan orang yang inferior.
Hal itu sendiri bukan suatu peristiwa yang langka,
melainkan cerita yang ada di mana-mana.
Sebaliknya, tidak ada niat jahat dibaliknya, malah
kebanyakan hanya mengatakan apa yang dipikirkannya
saja.

“Apa Kei membenci Shinohara?”

“Aku sama sekali tidak membencinya kok …


Shinohara-san itu gadis yang menarik, maksudku dia
gadis populer yang bisa memeriahkan suasana.”

“Begitu ya.., Jadi itu sebabnya secara tidak sadar dia


tertarik pada Ike …”

“Ya mungkin … Menyakitkan kalau ditanya, dia


bicara sambil tertawa gitu …”

Memiliki perasaan menyesalinya kah, Kei bergumam


sedih.

“Apa kamu membenciku karena mengatakan sesuatu


yang jahat pada orang lain?”

“Itu seperti orang lain berbicara buruk pada orang


lain. Aku sendiri tidak menyangkalnya. Meski standarnya
beda, lebih sulit menemukan orang yang tidak pernah
berbicara hal-hal buruk tentang orang lain.”

Kakak kelas di ekskulku banyak yang


mengintimidasi, aku tak suka. Aku benci guru yang
sombong. Tak masalah bila mempunyai 1 atau 2 omelan
seperti itu.

Mengatakan hal buruk tentang penampilan atau


kemampuan akademik seseorang, memang ada beberapa
aspek berlebihan tentang hal itu.., tapi yah tak
mengherankan kalau hal tersebut diucapkan oleh
manusia.

“Tapi pada dasarnya mengejek orang sampai


terdengar oleh orang yang diejek itu harus dihindari ya
…”

“Iya ya …”

“Pengecualian dalam pengecualian, kalau rahasia


yang bocor dari Kushida itu hal yang membuat shock.
Dengan membicarakannya dengan seseorang, itu berarti
ada risiko rahasia yang dibicarakan bisa bocor …”

Bocoran rahasia dari Kushida itu adalah tentang


memperolok penampilan.., tentu saja hal itu sangat
menyakiti hati Shinohara.

Tidak hanya itu. Seorang teman baik yang tak


memiliki kesan buruk terhadap Shinohara, Ike yang
merupakan pacar Shinohara, dan teman-teman Ike yang
lain, tentu saja mereka tidak menyukai Kei.

Selanjutnya, Shinohara dan teman-temannya


mungkin kali ini yang akan berbicara buruk pada Kei,
Matsushita, dan Mori dengan kata-kata yang lebih
mencolok.

Sekali saja rantai negatif mulai menjalar, perlu upaya


yang besar untuk memutusnya …

“Lalu? Kau tidak hanya merasa bersalah doang ‘kan


… Jadi ada apa?”
Aku sudah menerima penjelasan singkat dari
Matsushita, tapi aku juga perlu mendengar penjelasannya
dari Kei sendiri.

“Beberapa kali aku berusaha meluruskan


kesalahpahaman.., ah bukan itu sih, tapi aku yang benar-
benar menyakitinya.., berusaha menyelesaikan masalah
dengan saling berbicara. Sampai saat ini aku merasa
seperti dia tidak bisa didekati …”

“Tidak bisa didekati kah …”

“Ya itu.., itu.., dia sengaja ‘kan?”

Sepertinya aku salah mengira. Yah tampaknya Kei


dan yang lainnya berusaha memperbaiki hubungan yang
rusak dengan Shinohara.

“Jadi menurutmu bagaimana cara kami berbaikan?”

“Apa kau bertanya padaku?”

“Tentu saja bukan? Jika itu Kiyotaka pasti bisa


memikirkan strategi bagus …”

Tampaknya sejauh ini belum ada cara terobosan yang


terpikirkan, tapi Kei juga memiliki masalah yang sama
dengan Yōsuke.

“Aku baru mau memikirkannya sekarang. Beri aku


sedikit waktu …”

Untuk saat ini, kukatakan begitu untuk menunda


jawabannya.
“Ano.., ini topik yang berbeda … Apa boleh aku
bertanya sesuatu hal yang aneh?”

Kudengar tanpa menghentikannya, Kei mendongkak


sambil bertanya dengan rasa penasaran di wajahnya.

“Saat ujian khusus suara bulat, Kiyotaka menjadikan


OAA sebagai dasar ‘kan? Jika───”

Saat matanya bertemu mataku, Kei menghentikan


perkataannya.

“Ah enggak jadi … Bukan apa-apa …”

“Jika OAA-mu berada diperingkat paling bawah..,


apa kau penasaran apa yang akan aku lakukan?”

Suatu yang sangat mudah dimengerti itu, membuat


Kei melebarkan matanya.

“Seperti yang sudah kukatakan saat apa yang terjadi


pada Ike, jika nilanya sama, perbedaannya ada pada
dijumlah teman yang banyak. Jadi tak akan sampai
didropout …”

“Kalau begitu, bagaimana jika aku tak punya teman?


Bagaimana jika kastaku dikelas itu rendah?”

Perasaan cemas yang meluap membuatnya


melontarkan pertanyaan dengan cepat.

“Diskusi ini tak ada gunanya. Jika berbicara dengan


asumsimu itu, orang bernama Karuizawa Kei akan
menjadi orang yang sepenuhnya berbeda. Kalau begitu,
seharusnya hubungan aku dan Kei tidak berkembang
sampai sejauh ini.”
“Itu.., begitu ya … Ya mungkin benar adanya. Tapi
misal.., aku yang menjadi orang yang berbeda, dan tidak
berpacaran dengan Kiyotaka apa aku akan didropout?”

Mengerti bahwa itu adalah diskusi yang tidak ada


gunanya, namun Kei tidak bisa untuk tidak
mendengarnya.

“Jika yang dibicarakan soal kemampuan, ya maka


itu yang terjadi …”

“Uu …”

“Bukan berarti aku tak tahu kalau perasaanmu


terluka, tapi itu bukan dirimu. Itu benar-benar orang lain
yang berbeda. Karena dibully kau tersakiti, di SMA kau
membalikkannya dengan menetapkan pendirian untuk
menjadi seorang gadis yang memiliki status.
Memanfaatkan Yōsuke, lalu bertemu dan berpacaran
denganku … Itulah Karuizawa Kei ‘kan …”

Setelah kujawab sejauh ini.., Kei cemberut jelas tak


menerimanya.

“‘Bagaimana pun kau, aku akan tetap


melindungimu’, itu adalah jawaban yang benar Kiyotaka
…”

“…Begitu ya.”

Kei ingin aku mengatakan, aku tetap akan


melindunginya meskipun dia tidak lagi menjadi dirinya
sendiri.
Aku belajar kalau tentang hal tersebut penjelasan
logis tak diperlukan.

Untuk membuat suasana hatinya membaik, aku


memberi gestur pada Kei untuk berbaring di pangkuanku,
lalu mengelus-elus kepalanya.

Setelah beberapa menit meringkuk di pangkuanku


layaknya seekor kucing, Kei membuka mulutnya dengan
posisi yang sama.

“Ne Kiyotaka. Menurutku tidak apa-apa kalau kamu


mengeluarkan Sakura-san. Kiyotaka tidak melakukan
sesuatu yang salah. Tetapi keputusan Horikita-san untuk
mempertahankan Kushida-san apakah pilihan yang
tepat? Dia pasti jadi penghalang ‘kan?”

Kushida Kikyō, pelaku yang membuat retakan


dikelas. Kei merasa kerugian karena dia tidak didropout
dari sekolah itu sangat besar. Ini juga bukan suatu hal
yang tak biasa, sebuah reaksi yang wajar.

Setiap orang memiliki keraguan. Meskipun


memilikinya, mereka tidak dapat dengan mudah
berbicara ketika waktu semakin mepet. Dan pada
akhirnya berpikir, tak masalah asal diri mereka sendiri
baik-baik saja. Sekitar 2 hari setelah ujian mungkin waktu
di mana teman sekelas kehilangan antusiasnya. Beberapa
orang bertanya-tanya apakah ini pilihan yang tepat,
sementara beberapa orang lain merasa bersyukur bukan
dia yang didropout. Dan beberapa lagi ada yang takut,
mungkin saja dilain waktu dirinya sendiri yang akan
dipilih untuk didropout.
“Sesuatu yang ada pada Kushida tapi tak ada pada
Airi.., apa kau tahu?”

“Eh? Akademik dan kemampuan di bidang olahraga


‘kan? Kushida-san itu sangat hebat.., dia bisa melakukan
apa pun dengan terampil ‘kan …”

“Yah di depan yang terlihat memang begitu … Tapi


hal terpentingnya bukan di situ …”

“Apa maksudnya?”

“Kemungkinan Kushida menjadi kepingan yang akan


membangkitkan Horikita Suzune sebagai pemimpin …
Bagi Horikita sosok yang bisa dipanggil sebagai partner
bukan Yōsuke maupun Kei melainkan Kushida …”

“Kushida-san …?”

“Mungkin Horikita sendiri masih belum sepenuhnya


mengerti. Di situasi sulit di mana tak ada waktu lagi, dia
hanya percaya pada intuisinya saja.”

“Jadi itu yang ada pada Kushida-san tapi tidak ada


pada Sakura-san kah …”

“Perspektif yang hanya dipunya Kushida, pemikiran


yang hanya dipunya Kushida, pernyataan yang hanya
dikeluarkan Kushida. Ini adalah unsur-unsur yang dapat
ditunjukkan terlepas apakah itu dari orang populer atau
bukan. Dan hal tersebut akan meningkatkan kemampuan
Horikita.”
Meskipun mengerti sampai batas tertentu, tapi Kei
sendiri mungkin tidak akan jatuh ke sana untuk begitu
memahaminya.

Reaksinya normal. Itu adalah masa depan yang tak


pasti.

Hanya teori praktis dengan asumsi bahwa Horikita


yang membuat pilihan yang tepat.

“Dia pasti paham kalau dibenci oleh Haruka dan


teman-teman dekat lainnya. Namun hasilnya tidak keluar
sehari atau dua hari. Tidak ada pilihan selain
mengawasinya dengan hangat.”

“Tapi bukankah Kiyotaka dibenci oleh Hasebe-san?”

“Iya …”

Sulitnya mencapai suara bulat dalam situasi di mana


waktunya sudah mepet.

Tidak peduli berapa banyak Horikita menyebut nama


orang lain, hampir tidak mungkin voting dapat mencapai
suara bulat.

Dan berkurangnya poin kelas adalah kenyataan yang


tidak dapat diterima.

Jika hal itu terjadi, tidak ada cara yang bisa


membantu selain aku bergerak.

“Hasilnya.., kesimpulannya.., sangat mudah


menjawabnya kalau cuma ngomong doang … Tapi tidak
bisa melakukannya adalah kenyataan …”
“Horikita-san yang dimaksud?”

“Misalkan di depannya ada halang rintang dengan


ketinggian yang sangat sulit untuk bisa dilompati atau tak
bisa dilompati. Jika dia mencoba lalu gagal, mungkin
tidak dapat melompat dan hanya terjatuh begitu saja,
kakinya mungkin keseleo, atau kalau tidak beruntung,
tulangnya patah.”

Bayangkan situasi di mana kemampuanmu sendiri


terhalang rintangan di jalan yang telah dipilih.

“Menurutmu apa yang harus dilakukan untuk benar-


benar mengatasi rintangan tersebut?”

“Eh? Umm … Banyak-banyak latihan sebelum


melompat?”

“Kalau tak bisa latihan gimana?”

“Itu ya.., satu-satunya cara cuma langsung melompat


di saat itu juga ‘kan? Tak ada pilihan lain ‘kan …”

“Ya itu sama dengan situasinya sekarang. Horikita


tidak bisa berhenti berlari dan mencoba melompati
rintangan di depannya …”

“Apa itu berarti, Horikita-san akan gagal dalam


tantangan itu dan tersungkur?”

“Tidak, dia hanya melompat dan menabrak


rintangan. Seberapa parah cederanya, apakah dia akan
tersungkur? Dan apakah dia akan baik-baik saja atau
terluka parah? Hal itu belum diputuskan …”
Mudah untuk menghindari rintangan itu. Kau tidak
perlu melompat, hanya perlu mengubah trek berlarimu
saja.

Di bagian itulah yang membuatku ingin lihat pada


Horikita.

Suatu hal yang tak pernah terpikirkan olehku saat


memasuki sekolah ini.., sekali lagi membuat berpikir
anehnya diriku ini.

“Jadi begitu ya … Tapi aku masih tidak menerima


keputusan Horikita-san. Dia udah ingkar janji … Terlebih
dia juga mengatakan akan melindungi Kushida-san …”

Memang benar ada unsur pengancaman, tapi kelas


Horikita yang terlalu penurut itu benar adanya.

Dengan melemparkan pertanyaan pada masalah ini,


kau tahu kalau keselamatanmu sendiri tidak terjamin.
Tentu kepercayaan pada Horikita akan dengan kuat
menurun, tapi itu tergantung pada ujian khusus
mendatang untuk memperolehnya kembali. Dengan
syarat Kelasnya terus mendapat pencapaian dengan
tujuan mendekati Kelas A.

Selagi berbincang-bincang begitu, waktu tak terasa


sudah sekitar jam 7 malam.

Aku membereskan piring makan kami lalu pergi ke


dapur untuk mencucinya sekarang.

“Hei~ Hei~ Di sini aja.., ayo ngobrol bareng~”

“Nanti aja ya … Aku mau mencuci piring dulu …”


“Eh …? Kalau gitu nanti keburu jam setengah
delapan dong …”

Ketika Yōsuke datang, diskusi dimulai, jadi Kei


mengeluhkannya.

Mengabaikan perkataannya, aku mulai mencuci.

Setelah beberapa saat dia diam, mungkin karena tak


bisa menahannya, Kei mulai meminta tuntutannya lagi.

“Ayolah, ayolah … Kesini jangan ragu-ragu … ya..,


ya …”

Sambil berkata begitu, Kei menepuk (pompon) di


kasurku tiga, empat kali dengan telapak tangannya.

“Yaudah deh───”

Aku ingin mencuci piring sebelum Yōsuke datang..,


tapi aku menyerah.

Saat aku duduk di tempat yang ditentukannya, Kei


dengan perasaan gembira (poke-poke) menekan pipi
kananku dengan jari telunjuknya.

“Kulitmu halus.., bahkan untuk anak laki-laki lain


itu kurang ajar … Kamu pakai apa?”

“Cuma lotion wajah doang …”

Mengingat beban pada kulit remaja, kupikir


perawatan lebih lanjut pada dasarnya tidak perlukan.

“Hmmm …”
Meskipun sudah mengerti, tapi sebenarnya dia tidak
peduli.., dia hanya ingin menyentuhku dengan tak henti-
henti mencolek pipiku.

Pada dia yang seperti itu, aku meraih tangan Kei lalu
menciumnya.

Kei hanya tertawa malu.., kupikir dia akan terkejut,


tapi sebaliknya dia seperti menunggu ciuman dariku.

“Hari ini sejak datang ke kamarmu, aku sudah


menunggunya loh …”

“Ah jadi begitu ya …”

Harus kukatakan aku masih naif untuk membaca hal-


hal sekitar ini ya …

Kemudian, di situasi yang hampir sunyi, kami


berulang kali saling menempelkan bibir.

Rasa ciuman berulang yang kami lakukan adalah rasa


omurice.., itu pengalaman yang agak tidak biasa.
“Suka …”

Dengan aku yang memeluk lembut Kei yang juga


memelukku, suasana dikelilingi oleh keheningan yang
tenang.

Itu bukan waktu yang canggung, tapi waktu yang


menyenangkan.

Berapa menit lagi kami saling berpelukan ya?

Seperti memecah kesunyian, bel ruanganku berbunyi.


Kei yang secara tiba-tiba ditarik kembali ke dunia
nyata, berusaha menahan rasa malunya dan dengan panik
mengambil jarak.

Pintunya terkunci, jadi tak perlu untuk merasa panik


tapi yah … aku mengerti perasaannya.

Beberapa saat setelah Kei menenang, kami berdua


menyambut Yōsuke.

Yōsuke datang ke kamarku masih mengenakan


seragamnya.

“Setelah kegiatan klubku selesai, aku pergi dulu ke


Keyaki Mall dengan kakak kelas …”

Kata Yōsuke melaporkan tentang kami yang


memperhatikan dia yang masih mengenakan seragam.

“Selamat datang.., silakan masuk …”

Yōsuke tersenyum senang saat melihat Kei


mengundangnya masuk seakan bersikap seperti ini
kamarnya sendiri.

Karena sudah mengawasi Kei sejak awal masuk ke


sekolah ini lebih dari siapa pun, Yōsuke merasa sangat
senang setelah melihat keceriaan dan penampilan Kei
yang tulus saat ini …

“Permisi …”

Setelah menata sepatu dengan rapi, memasuki


kamarku dan saat Yōsuke duduk, aku menyajikan teh
untuknya.
“Terima kasih …”

“Jadi apa yang ingin kau konsultasikan?”

Tidak ada gunanya untuk menahan diskusi lebih


lama.., jadi aku langsung memulai untuk Yōsuke bisa
berbicara dengan mudah.

Tentu saja aku sudah tahu semua hal yang ingin dia
bicarakan.

“Un.. Ini tentang kelas. Karuizawa-san mungkin


mengetahuinya dengan baik. Kupikir memasuki festival
olahraga seperti ini bukankah keadaannya malah
mengkhawatirkan? Khususnya perempuan, akan sangat
sulit untuk mereka saling berkoordinasi …”

Menunjukkan kalau di bagian itu, Kei yang lebih


tahu.., Yōsuke menoleh padanya.

“Tadi aku sudah berbicara dengan Kiyotaka tentang


Shinohara-san. Sejujurnya masalah ini sudah dilevel
memikirkan bagaimana cara menang acara lomba lagi …”

Yah itu karena masalahnya sudah ditahap bagaimana


cara memperbaiki hubungan sebagai teman baik.

“… Aku ingin tahu apakah ada ide bagus untuk


menyelesaikan masalah ini. Jadi aku meminta bantuan
Kiyotaka …”

Kei yang meminta bantuan dengan cara yang sama


seperti sebelumnya, menoleh ke arah tatapan mataku.

Kalau begitu, tanpa sungkan mari kita bicarakan hal


ini …
“Yōsuke, sebelum berkonsultasi padaku, apa kau
pernah membahas masalah ini pada orang lain?”

“Eh? Tidak … belum pernah, ini pertama kalinya.


Aku merasa tak akan berhasil kalau sembarang berbicara
lalu orang lain tahu aku mencoba memperbaiki hubungan
kelas …”

Suatu yang menggembirakan bila ingin membantu,


tapi ada orang tersebut tahu kau ingin membantu
berbaikan, dikhawatirkan dia akan bersikap waspada.

Ada risiko kesalahpahaman kalau ada sesuatu di


balik kata-kata baik yang diucapkan.

“Kau juga kah?”

“Cukup yakin perlu instruksi darimu …”

“Kalau gitu, bila ke depannya ada masalah, aku ingin


orang pertama untuk kalian minta bantuan itu adalah
Horikita.”

“Tapi.., Horikita-san sudah sibuk berurusan dengan


masalah Kushida-san. Menurutku mendiskusikan masalah
teman sekelas itu───”

“Lalu kalau aku sibuk berurusan dengan masalah


Kushida, apa kau akan memanggil Horikita?”

“Itu.., entahlah aku ragu. Mungkin aku akan tetap


memanggil Kiyotaka-kun …”

Membayangkan hal itu terjadi, Yōsuke dengan patuh


mengakuinya.
“Horikita-san telah melakukan banyak hal, tapi
kupikir Kiyotaka-kun melihat segala sesuatu dalam
gambaran besar dan mampu membuat keputusan yang
tepat.”

“Aku juga akan melakukannya … Maksudku kalau


menyerahkan pada Kiyotaka, jawaban yang dikeluarkan
pasti sempurna …”

“Di ujian khusus sebelumnya aku sudah pernah


mengatakan hal yang hampir serupa. Kalian tidak bisa
selalu bergantung kepadaku. Bila ada sesuatu yang
dicemaskan, orang pertama untuk kalian hubungi adalah
Horikita.., itu adalah proses yang harus dilalui.”

“Tapi───”

“Itu akan menjadi beban. Tak ada jaminan solusi bisa


ditemukan. Karenanya tak bisa mengandalkan, tak bisa
diandalkan. Apa kalian pikir Horikita bisa menjadi
pemimpin yang sebenarnya? Bagaimana kalau pemimpin
kelas seperti Ryūen, Sakayanagi atau Ichinose? Bahkan di
tengah berurusan dengan kecemasan atau kekhawatiran
kelas, tidakkah kau pikir mereka orang pertama yang
memunculkan elemen tersebut?”

Yang terpenting itu bisa mengandalkan, bisa


diandalkan. Horikita, dan kelas, pertumbuhan akan
berkembang dengan mengulangi keberhasilan dan
kegagalan itu.

“Kegagalan adalah pengalaman. Semua orang


menghadapi permasalahan dari 1+1. Horikita memang
tidak pada tahap itu.., tapi dari hal pengalaman, dia
masih sangat kurang …”

Sebelum membawa sebuah solusi, mereka tidak boleh


melewatkan proses berdiskusi dalam mencari solusi ini.

“Aku ingin kalian sendiri yang membawa diskusi


tentang Horikita yang sudah sibuk dalam mengatasi
masalah Kushida setelah berbicara dengan Horikita
sendiri …”

“Begitu ya … Aku mengerti apa yang kau maksudkan


Kiyotaka-kun …”

Mengambil perkataanku dengan serius, Yōsuke


mengangguk beberapa kali dan memproses arti dari kata-
kata itu di dalam dirinya.

“Pengalaman akan kegagalan memang penting, tapi


pengalaman yang dimaksud bukan nilai dari ujian. Bukan
seperti mendapat nilai buruk, lalu membuatmu berpikir
untuk tidak berusaha yang terbaik setelahnya.
Pengalaman yang dimaksud penting ialah yang
berhubungan dengan hati para siswa. Jika hubungan yang
retak menjadi hancur karena keputusan yang tak dewasa
… itu adalah masalah yang tidak dapat diubah ‘kan …”

Sepertinya yang diharapkan dari Yōsuke, dia


memahami bagian ini dengan baik.

Sepertinya diskusi tidak membawa hanya karena


jawaban yang enteng diberikan.
“Itu keputusan yang tepat. Tapi.., deduksimu masih
terlalu naif. Retakan hubungan persahabatan dikelas
memang benar adanya. Yang tadinya teman baik
sekarang hanya saling menghindar saat berpapasan,
bertengkar dan mengejek dengan kata-kata buruk adalah
masalah yang sudah tak bisa diubah lagi itu juga benar
adanya ‘kan …”

Dari mengejek, berbuat jahil, dicuekin, lalu membully


dan akan terus meningkat sampai nantinya akan muncul
kasus terburuk.

Tapi, itu kalau masalahnya benar-benar menjadi


kasus terburuk.

“Kei … Apa pertengkaran dengan Shinohara


sebegitu berbahayanya?”

“Unn … Saat kamu mengatakannya.., yah


menurutku pertengkaran kami bisa memanjang. Karena
aku berada di posisi pelaku, sulit bagiku untuk
mengatakannya. Tapi yah tidak ada yang sampai berbuat
jahil kok … Kurasa tidak banyak siswa yang tidak
menyukai Shinohara-san.”

Menjadi terlalu serius akan memunculkan kecemasan


tambahan. Itu adalah pandanganku.

“Selain itu, kalian tidak bermaksud membiarkan


Horikita sendiri yang menyelesaikan semua masalahnya
‘kan?”

“Tentu saja … Aku akan melakukan apa pun yang


bisa kulakukan untuk membantu …”
“Ya kalau begitu tak apa. Ini adalah perhitungan
yang mana sebagian besar hal dapat di atasi dengan dua
orang juga Horikita sebagai pusatnya …”

Namun, kata ini saja tidak akan sepenuhnya


menghilangkan kecemasan.

Oleh karena itu, aku akan menambahkan sesuatu


yang penting.

“Tentu saja, seharusnya ada sesuatu yang tidak dapat


diselesaikan meskipun sudah bekerja sama dengan
Horikita. Pada saat itu, aku juga akan membantu.”

Jika backup-nya sempurna, baik Yōsuke dan Kei


dapat bertindak tanpa ragu-ragu. Keduanya tampak
yakin, namun sepertinya masih ada yang Yōsuke
cemaskan.., ekspresi wajahnya tidak sepenuhnya jelas.
Setelah itu, kami bertukar informasi sebentar dan
menekankan untuk mereka berdua pulang saat jam 8
malam sudah dekat.

“Ano jika tak keberatan. Bisa aku mengobrol berdua


saja?”

Di saat menuju pintu depan untuk pulang, karena


menurutnya tidak bisa selalu seperti ini, Yōsuke memulai.

“Oke … Kalau gitu aku pulang duluan ya …”

Kei menjawab Yōsuke, yang mengatakan dia masih


punya obrolan denganku, lalu dia pergi dengan cepat.

Setelah pintu tertutup, Yōsuke melihat ke belakang


lagi.
“Kiyotaka-kun. Aku akan berbicara tentang masalah
kelas dengan Horikita-san besok. Tapi apa saat ini tidak
ada cara yang pasti untuk menyelesaikannya?”

“Sejujurnya, untuk Haruka dan Kushida, aku tidak


punya metode yang tepat untuk bisa menyelesaikan
masalah tentang mereka. Aku malah berharap hasil
diskusi kalian yang bisa menyelesaikannya.”

“Itu berarti … Untuk masalah tentang Mii-chan kau


punya.., begitu ‘kan?”

“Kurang lebih. Membutuhkan waktu tapi ada


kesempatan. Jika bisa cepat-cepat, tak perlu untuk
menggunakan langkah yang drastis …”

“Langkah yang drastis? Menurutku kalau memang


bisa, lebih baik segera dilakukan saja …”

Padahal sedang membicarakan gadis yang sedang


jatuh cinta padanya, namun Yōsuke tetap menunjukkan
reaksi yang sama seperti bersikap kepada yang lainnya.

“Aku mengatakan langkah drastis, tapi aku sendiri


tak merekomendasikannya.”

“Metode macam apa memangnya?”

“Itu.., Yōsuke, kau harus menemui Mii-chan lalu


menerima perasaannya.”

Yōsuke kini menunjukkan reaksi yang tidak pernah


dia pikirkan.
“Jika mengatakan ‘sebenarnya aku juga menyukai
Mii-chan, berpacaranlah denganku’ padanya.., dia akan
datang ke sekolah …”

Dari dia berbicara ada sedikit perlawanan, tapi hanya


itu metode yang bisa kupikirkan sekarang.

“Kalau bukan Yōsuke, aku tidak akan mengusulkan


metode ini. Tapi, menurutku mungkin berhasil, jika itu
kau yang pernah diminta berbohong untuk pura-pura
berpacaran dengan Kei.”

Ya memang. Yōsuke berkata begitu, tapi ekspresinya


tidak ceria.

“Aku dan Karuizawa-san berpura-pura pacaran


karena tidak ada perasaan asmara di antara kami berdua.
Ini berbeda dengan berpura-pura menerima perasaan Mii-
chan untuk berpacaran dengannya. Nantinya hanya akan
membuatnya tersakiti.”

“Aku tidak merekomendasikan ide ini, tapi kau


salah. Aku tidak tahu sudah ditahap mana Mii-chan
menyukaimu, termasuk dengan siswa perempuan lain
sejak awal masuk sekolah, kau tidak bisa menyangkal
perasaan asmara mereka padamu Yōsuke. Maksudku..,
harga yang dibayarkan untuk melindungi Kei dengan
pura-pura pacaran, beberapa gadis mungkin tersakiti
karena kebohonganmu itu.., mereka merasa secara tidak
langsung ditolak olehmu …”

“Itu …”
Jika Kei dan Yōsuke benar-benar pacaran, itu alasan
yang dapat dibenarkan.

Namun, selama tidak begitu, tidak ada perbedaan


besar dalam apa yang kita lakukan, meskipun situasinya
berbeda.

“Misal Mii-chan memegangmu, menangis dan


memberitahu kalau dia tidak bisa pergi ke sekolah lagi
jika tidak berpacaran denganmu? Bisakah kau
menolaknya dengan berkata tidak?”

Yōsuke terdiam … Yōsuke mungkin tidak bisa


membuat pilihan itu.

“Jika tidak dapat menolaknya, kau hanya punya ada


2 pilihan. Kau bisa memberitahu, ‘mari kita pacaran
walau aku tak menyukaimu’.., atau berbohong dengan
berkata ‘mari pacaran, aku juga menyukaimu’ itu saja …”

Jika cinta sejati tumbuh di dalamnya, mungkin saja


untuk mengarah pada penyelesaian akhir yang terbaik.

“Yah itu …, kupikir tetap tidak harus


melakukannya.”

Meskipun dia mengerti apa yang kukatakan, tapi


sepertinya aspek perasaan masih jadi penghalang kah?

“Pada dasarnya ini hanya solusi dengan metode


paksaan. Untuk sekarang tetap membutuhkan waktu, tapi
itu baru dalam tahap menaburkan bibitnya …”
“Aku mengerti … Meski begitu, Kiyotaka-kun sangat
kuat ya … Maksudku kau sedikit pun tidak terlihat
terpengaruh pada masalah Sakura-san yang didropout.”

Tidak ada emosi seperti kesedihan atau kemarahan


yang terlihat dari Yōsuke yang berbicara pelan.

“Kalau aku … masih merasakan sensasi saat


pendropoutan itu ditanganku …”

Yōsuke menundukkan kepalanya, melihat kedua


telapak tangannya yang terbuka.

“Sensasi saat di mana menyentuh tabletku, tak bisa


kulupakan …”

Yōsuke, yang siang malam berjuang untuk teman-


teman sekelasnya, tidak menunjukkan banyak
kelemahan.

Namun Yōsuke merasa sangat menderita


memosisikan diri di posisi yang sama denganku karena
mendropout Airi.

“Aku tahu apa yang dipikirkan Yōsuke saat itu. Tidak


mungkin setuju dengan pendropoutan Airi yang pada ujian
itu sama sekali tidak membuat kesalahan apa pun.., tapi
kau bertahan …, Padahal sampai akhir bisa saja
mengatakan keberatan.., tapi kau menahan diri untuk
tidak mengatakannya.”

Yōsuke melalui situasi yang tak masuk akal. Jika dia


mengajukan keberatan di situasi itu, kelas akan
mendapatkan kembali ketenangan mereka. Lalu begitu
mendekati time out, tekanan yang lebih berat menyebar..,
sehingga mustahil untuk kami mencapai suara bulat.

“Kelas kita naik ke kelas A … itulah yang terpenting


… sudah kubilang tadi …”

Meskipun di dalam pikirannya dia paham, tapi tetap


tidak menerimanya. Mungkin begitu …

“Hasebe-san, Kushida-san, dan Mii-chan tidak


masuk ke sekolah. Sampai kapan ini akan terus berlanjut
ya? Melihat kenyataan bahwa siswa dengan nilai terendah
akan dibuang, kelas penuh dengan ketakutan. Kelas yang
cerah sampai Minggu lalu seakan itu adalah
kebohongan.., dan masih akan sunyi seperti ini, ‘kan?”

Bahkan jika terus bergerak menuju solusi


penyelesaiannya, mereka akan menderita hal yang sama
berulang-ulang dan menemukan jawabannya sendiri.

“Aku tahu kau tidak menerima pilihan yang aku dan


Horikita putuskan. Tapi, mau tak mau hanya bisa
menerimanya. Tidak ada pilihan selain memahami dan
melihat kembali seberapa kuatnya kemampuan kelas saat
ini. Itu sebabnya Horikita membutuhkan banyak
dukungan. Terkadang memilih jalan yang benar,
terkadang memilih jalan yang salah. Dan juga terkadang
memilih jalan yang tidak pasti …”

Dengan mengatakannya pun, tidak semua Yōsuke


bisa memahaminya.

“Aku─── Apa aku akan memilih time out saja ya …”


Tak tertahankan.., bahu Yōsuke gemetar seketika.

Bagi Yōsuke yang tidak ingin ada pemikiran untuk


mengorbankan seseorang.

Meski begitu.., tidak ada keraguan itu adalah


pertumbuhan tertentu darinya untuk kelas dapat
membuat keputusan dalam situasi itu.

“… Apa aku telah menjadi kuat? Atau diriku ini akan


hancur? Jika ujian yang sama terjadi lagi, aku takut tak
tahu pilihan apa yang akan kupilih nanti …”

Kepalanya tertunduk, jadi aku tak bisa melihat


wajahnya tapi.., aku melihat dia mengusap matanya.

“Yang menderita seharusnya Kiyotaka-kun, tapi


malah aku yang menunjukkan kelemahan … Maaf ya …”

“Tidak masalah kok … Selama ujian khusus, baik


aku dan Horikita selalu dibantu olehmu Yōsuke …
Diperkirakan ujian khusus selanjutnya akan lebih sulit
lagi … Aku ingin kau tetap tidak berubah untuk selalu
membantu kelas …”

Yōsuke mengangguk. Hatinya masih terluka, tapi dia


tersenyum kecil.

Saat meraih pintu depan, tangan Yōsuke berhenti.

“Terima kasih untuk hari ini …”

“Apa kau tidak membenciku karena mendropout


Airi?”
Tidak seperti siswa lain, aku tidak melihatnya di
wajah Yōsuke, tapi meski begitu itu tidak mengherankan.

“—–Jika melihat hanya pada titik itu, ya benar. Tapi


aku percaya padamu …”

Meskipun dia mengucapkan kata-kata atas


pemikirannya sendiri.., karena tak yakin juga lalu dia
menambahkan …

“Bukan … Aku ingin percaya padamu …”

Jika yang diucapkannya ini semacam delusi..,


pemikiran Yōsuke itu berbahaya. Namun dibalik matanya
itu ada kemauan kuat. Sebuah permintaan kuat.., seakan
berkata ‘aku mempercayaimu, jadi jangan berkhianat’.

“Kalau begitu.., selamat malam.”

Kali ini meski bisa menghilangkan sebagian beban


Yōsuke, tetapi sebaliknya, mungkin malah memberi
beban baru padanya. Akan lebih mudah jika bisa
mengambil kesempatan ini untuk mengeringkan nanah
pada Kelas secara menyeluruh, tapi … seberapa besar
efek yang bisa diharapkan?

Yah bagaimana pun, tetap harus mengikuti satu


persatu langkah yang diperlukan.
*2.2

Keesokan harinya juga ketiga kursi dikelas tak


berubah, masih saja kosong.

Tentunya.., kelas yang sedang dalam keadaan kacau


belum menenang.

Premis utama untuk menyelesaikan masalah ini,


pertama-tama dibutuhkan kehadiran ketiga orang itu
dikelas.

“Mau ke toilet bareng ga?”

Aku yang sedang bermain ponsel sambil menunggu


jam pelajaran dimulai, Sudō mendekat memanggilku.

Panggilan yang tak biasa. Mengajak ke toilet, tapi dia


berkata dengan wajah serius.

Ini adalah upaya untuk mengurus beberapa urusan


dan tujuannya ada di luar itu.

“Ya. Baiklah …”

Tidak ada alasan untuk menolak, jadi aku berdiri dari


kursi, dan tanpa menarik perhatian meninggalkan, kelas
kami berdua pun pergi ke toilet.

Di saat seperti ini, aku selalu terbantu oleh tempat


dudukku yang sangat berguna.

Namun, ada satu siswa lain yang segera mengikuti


kami.
“Sudō-kun aku ingin berbicara denganmu, sebentar
boleh ga?”

Dari dia yang mengincar timing kami keluar ke


koridor, tampaknya dia memiliki sesuatu untuk dikatakan
pada Sudō.

“Ada apaan Onodera?”

Melihatku berdiri di samping Sudō, Onodera mencoba


mengaburkan perkataannya.

“Ah … Kau bersama Ayanokōji-kun ya. Begitukah


kalian sedang Di tengah membicarakan sesuatu ya …”

Sekilas dari yang terlihat, kehadiranku membuatnya


tak nyaman.

Namun, aku tak punya hak untuk memilih karena


Sudō lah yang memanggilku duluan.

“Kami berdua mau ke toilet. Kelihatan terburu-buru


apa ada sesuatu?”

“Etto.., gimana ya …”

Dia seperti kebingungan, apa itu pembicaraan yang


tak boleh kudengar kah …

“Bolehkan aku menunggu di sini? Kalau bisa aku


ingin bicara denganmu secepat mungkin …”

Jika cuma ke toilet, Onodera beranggapan kami


cepat kembalinya.

Namun, setelah mendengarnya, kali ini Sudō yang


tampaknya merasa jadi tak nyaman.
Bila berkonsultasi denganku, dia berpikir mungkin
tidak cukup hanya 1 atau 2 menit.

“Kalau gitu akan kudengarkan sekarang. Aku akan


membuat Ayanokōji menunggu …”

Ketika sudah mempersiapkan diri untuk berbicara


nanti, Onodera agak kebingungan dengan respons tak
terduga dari Sudō.

Onodera yang merasakan adanya perlawanan, tapi


akhirnya mulai berbicara sambil menggaruk bagian
belakang kepalanya.

“Pada festival olahraga kali ini, penilaian hadiah


individunya dipisah berdasar gender ‘kan … Tentu Sudō-
kun mengincar hadiah juara pertama kategori laki-laki …
Pemikiranku benar ‘kan?”

“Tentu saja … Festival olahraga ini adalah


kesempatan terbesar bagiku untuk bersinar.”

Tidak perlu tanya lagi, Sudō menjawab dengan penuh


percaya diri.

Onodera mengangguk puas pada respon kuat yang


Sudō tunjukan.

“Sebenarnya difestival olahraga ini ada sesuatu yang


ingin kuraih. Yaitu meraih juara 1 untuk kategori
perempuan dan melangkah lebih dekat dengan poin kelas
A. Yah lagi pula aku tak punya banyak kesempatan
bertarung dibidang yang kukuasai ‘kan …”
Kemampuan renangnya sudah terjamin, tapi pada
festival olahraga tahun lalu, dia menunjukkan satu bagian
lain pada lari sprint.

Kemampuan fisik pada OAA tak ada kekurangan, dia


adalah siswa dengan bakat luar biasa untuk olahraga pada
umumnya.

Onodera diprediksi memiliki penyesuaian


kemampuan berbagai acara lomba dan memenangkannya.

“Kau pasti bisa meraih juara pertama. Aku


mendukungmu …”

“Terima kasih. Tapi meskipun kau menang dalam


kompetisi individu sampai batas tertentu, tidak ada
jaminan bahwa kau bisa meraih juara pertama, ‘kan?”

“Kenapa? Kalau menang juara 1 terus ‘kan───”

Gagasan Sudō yang hanya berpikir dengan meraih


peringkat pertama tidaklah salah, tetapi dalam
kenyataannya dia mungkin kalah dengan cara yang tidak
terduga.

“Itu karena poin yang didapat dadi kompetisi tim


lebih besar.., ya ‘kan?”

Ketika aku melengkapi perkataannya, Onodera


menunjukkan ekspresi kaku lagi, namun dia setuju dan
mengangguk.

Onodera sepertinya memiliki perasaan tak percaya


padaku.
Di ujian khusus suara bulat tempo hari, aku
membuang anggota grup pertemananku sendiri.

Tidak heran kalau ada beberapa siswa menunjukkan


reaksi seperti itu.

“Yah iya juga sih. Jika ada orang lain yang selalu
juara 1 dalam kompetisi tim, itu bahaya, mungkin. Tapi
meski begitu, bukannya tak mudah ya untuk membentuk
tim? Suzune juga sudah bilang, memaksa mengikat kuat-
kuat 5-6 orang.., bisa menimbulkan efek buruk … Selain
itu, yah mengatakannya jadi agak gimana.., tapi sangat
sulit jika 5-6 orang berkumpul dan bertarung dalam satu
tim.”

Jika ke semua orang itu berada di level yang sama


dengannya, Sudō sendiri mungkin menerimanya. Namun,
pada kenyataannya, beberapa orang muncul hanya akan
menghambatnya saja. Akibatnya, besar kemungkinan
mereka akan kalah dalam acara lomba tersebut. Itulah
yang namanya pertarungan tim.

“Un … Aku pun tidak memikirkan tim dengan


jumlah orang yang banyak. Tetapi─── bagaimana dengan
acara lomba dengan partisipan tim 2 orang? Terlebih ada
acara lomba yang partisipannya dapat diikuti tim
pasangan laki-laki dan perempuan.”

Dari sini Sudō juga mulai mengerti apa tujuan


Onodera berbicara dengannya.
“Aku tak terganggu dengan bekerja sama dengan
Sudō-kun. Bila ingin bekerja sama dengan seseorang aku
ingin memilih partner terbaik sih …”

Hal ini akan menjadi poin kelas, dan tidak akan


menjadi efek buruk untuk mengincar peringkat pertama
yang dipisah berdasarkan gender.

“Dan orang itu aku kah … Yah mungkin memang


benar juga sih …”

“Yup … Tentu saja itu pun jika Sudō-kun tidak


keberatan sih … Yah selain itu, kelas sedang dalam
keadaan buruk ‘kan? Sakura-san didropout, Hasebe-san
dan Wang-san absen juga sih …”

Onodera melirik ke arahku, lalu dia segera


mengalihkan pandangannya pada Sudō lagi.

“Itulah mengapa kita lah yang harus menarik kelas


…”

Sudō tidak merasa buruk dengan kemampuannya


diakui, tapi dia merasa itu hal yang bagus dari cara dia
mengucapkannya.

“Apa kemampuanku kurang?”

“Sama sekali tidak … Mana ada aku mengeluhkan


kemampuanmu Onodera?”

Walau memiliki kepercayaan mutlak pada


kemampuan fisik, tampaknya ada hal lain yang perlu
dikhawatirkan.
“Apa kau tidak mau berpasangan dengan seseorang
selain Horikita-san?”

“Eh? Ah tidak bukan begitu …”

Jadi itu benar ya Sudō. Dia menunjukkan ekspresi


canggung pada apa yang maksud Onodera.

Berpasangan dengan orang yang disukai. Tentu saja


hal itu mungkin sangat penting bagi Sudō selain
mempertimbangkan soal kemampuan. Selama tidak bisa
berpartisipasi dalam acara lomba renang, seharusnya
tidak ada perbedaan besar antara Horikita dan Onodera.

“Masih ada Kōenji ‘kan? Aku benci mengakuinya


tapi, dia lebih hebat dariku ‘kan …”

“Kalau dari kemampuannya sih memang … Tetapi


dia tidak bisa dipercaya. Terlebih aku benci dia.”

Dengan jelas Onodera menyangkalnya. Daya tarik


Onodera kepada Sudō itu benaran asli, namun bagaimana
Sudō akan menjawabnya?

“Jika aku menolak … gimana?”

“Kalaupun ada orang lain di kelas yang memiliki


kemampuan dan sepertinya bisa diandalkan … Yah cuma
Hirata-kun doang sih, tapi untuk mengajaknya
berpasangan itu agak gimana gitu. Aku tidak ingin disalah
pahami …”

Bila berbicara tentang berpasangan dengan Yōsuke,


yang sangat populer di kalangan perempuan, itu tidak
cukup satu atau dua orang yang cemburu.
“Yah karenanya, jika Sudō-kun menolak, aku
kayaknya bakalan bertarung sendirian sih mungkin?”

Bukan mengancam, hanya mengatakan apa adanya.

Meskipun meraih peringkat pertama di seluruh kelas


tahun ajaran itu meragukan, namun dia masih bisa
membayangkan dengan kuat mendapat poin untuk kelas.

Sudō sempat gelisah saat nama Horikita disebutkan,


tapi begitu melihat Onodera yang seperti itu, Sudō segera
mengencangkan ekspresi wajahnya. Dia menyadari
hampir saja menolak ajakan Onodera untuk alasan yang
konyol.

“… Oke Onodera. Ayo kita berpasangan …”

“Beneran?”

“Iya.., Dengan kemampuan kita, mari kita dukung


kelas ini …”

Mengatakan itu, Sudō merentangkan tangannya lurus


ke depan lalu meminta jabat tangan pada Onodera.

Setelah menatapnya, Onodera juga merespons balik


jabat tangan itu dengan kuat.

“Mohon bantuan ya Sudō-kun … Kita berdua pasti


akan meraih juara satu hadiah individu kategori laki-
laki/perempuan …”

Mungkin karena dia puas dengan kesimpulan atas


perjanjian ini, Onodera kembali ke kelas.
“Yah ini menjadi sesuatu hal yang tak terduga.., tapi
apakah tidak apa-apa?”

“Aku juga berpikir begitu. Yah mungkin masih ada


perasaan untukmu bisa berpasangan dengan Horikita,
tapi lebih baik kau bekerja sama dengan Onodera dan
memfokuskan diri untuk mengeluarkan 100%
kekuatanmu.., dari pada memikirkan ide buruk lainnya.”

“Ya ‘kan …”

Waktu yang tersisa sekitar 5 menit, seperti yang


direncanakan, kami pergi ke toilet.

“Jadi … Yang ingin kubicarakan … Ya itu tentang


Kanji, Shinohara dan orang-orang di sekitarnya …”

“Itu terkait dengan terbongkarnya rahasia Kushida


kah …”

“Sejujurnya, hubungan mereka berdua menjadi


canggung dan kaku, menurut itu buruk …”

“Bagimu bukankah lebih menarik kalau mereka


berdua putus.., Sudō?”

“Yah aku memang pernah mengatakannya sebagai


lelucon … Tapi beneran deh, aku ga ingin mereka putus
sungguhan …”

Aku menanyakan itu untuk mengujinya tapi dari


sepertinya dia beneran khawatir.

“Tapi yah sayangnya keterlibatanku dengan mereka


itu sedikit doang loh … Terlebih tak banyak yang bisa
kulakukan.”
“Memberikan saran aja juga tak masalah kok …”

“Masalah ini tidak bisa menyelesaikannya tanpa


adanya diskusi langsung. Kesampingkan apakah
dibutuhkan pertimbangan ucapan Kushida itu benar-
tidaknya, mungkin memang perlu untuk mereka saling
mengungkapkan isi hatinya satu sama lain.”

“Itu.., bukankah bahaya? Bisa aja malah jadi tambah


bermusuhan lebih dari sebelumnya loh …”

“Iya … Sebab itu dibutuhkan orang yang mampu


mengontrolnya di tempat itu. Orang yang ramah dan
mampu mendengarkan cerita dari kedua pihak, serta
mampu memenangkan keadaan saat alur diskusi akan
berangsur memburuk.”

“U.., untukku itu mustahil …”

“Kalau begitu.., tak ada pilihan selain meminta orang


yang bisa melakukannya …”

Untuk membiarkan Sudō berpikir, di sini aku tak


mengatakan apa jawabannya.

“Di saat-saat seperti ini.., sebenarnya ini adalah


tugasnya Kushida ya ‘kan?”

“Aaa … Tapi sekarang dia tidak digunakan. Jika dia


tidak mengandalkan Kushida, berarti ya harus siswa
lainnya …”

Jawabannya sangatlah mudah sampai-sampai tak


bisa disebut persoalan lagi …

“Hirata kah …”
Yah seperti yang diduga, Sudō terpikirkan siapa
orangnya …

Sudō tidak berteman baik dengan Yōsuke, tapi


situasinya tidak dalam dia bisa mengatakan itu.

“Yah, aku akan menundukkan kepalaku dan meminta


kerja sama darinya..”

Hubungan Sudō dan Yōsuke berada di kejauhan,


tetapi pada masalah kali ini mungkin akan membuat hal
tersebut berubah.

“Terima kasih Ayanokōji …”

“Aku tidak melakukan apa-apa … Kau


memikirkannya sendiri dan menemukan jawabannya
sendiri …”

Begitulah kelas mulai berjalan.


*2.3

Di hari yang sama. Kelas lain, tidak tapi semua kelas


tahun ajaran mulai sungguh-sungguh bergerak menuju
festival olahraga.

Seperti yang terjadi tahun lalu, beberapa acara lomba


sudah diketahui, sehingga para siswa meluangkan waktu
untuk mulai berlatih di lapangan outdoor dan gimnasium
saat istirahat makan siang.

Khususnya untuk pertandingan tim dengan dua


pemain atau lebih, kau harus mencurahkan waktu latihan
sebanyak mungkin.

Saat datang ke gimnasium untuk pengintaian, ada


banyak suara keceriaan bergema di sana-sini.

Area yang dapat digunakan secara bebas ditentukan


sampai batas tertentu dari Kelas 1 sampai Kelas 3, dan
sepertinya peralatannya juga disiapkan dengan hati-hati
untuk para siswa dapat berlatih dengan adil. Tampaknya
siswa Kelas 2 hari ini, berlatih bola voli dan tenis meja.

Hal pertama yang menarik perhatian adalah


banyaknya peserta dalam satu kelas.

Selain itu, jumlah semangat yang ada di sini sangat


tinggi. Selagi teriak meninggikan suaranya, mereka
tampak aktif saling memberi instruksi seperti, ‘lebih baik
begini, lebih baik begitu’ pada latihan acara lombanya.

“Kita bisa melihat betapa seriusnya Kelas A ya?”


“Iya …”

Hari ini aku pergi ke tempat ini bersama Yōsuke, tapi


dengan tenang kubilang padanya datang untuk mengintai
saja.

“Yah bagaimana pun kompetisi olahraga berbasis


kelas murni bukanlah spesialisasi Kelas A.”

“Un … Baik atau buruk Kelas A memiliki banyak


siswa dengan kemampuan fisik rata-rata, dan hanya ada
beberapa siswa yang dapat memenangkan hadiah
teratas.”

Karena tahu dalam hal kemampuan komprehensif


mereka tak diunggulkan, dengan saling berkoordinasi
mereka berupaya untuk meningkatkan kemampuannya
sesegera mungkin. Menggunakan latihan, menurutku
mereka bertujuan untuk acara lomba di mana mereka bisa
mendapatkan poin melalui pengalaman.

Aku tak bisa memastikan sosok tokoh utamanya, tapi


tak salah lagi itu instruksi dari Sakayanagi.

Siswa dari kelas Ichinose dan kelas Ryūen juga


hadir.., tapi hanya sekedar melihat keadaan saja. Disisi
lain, tidak ada siswa dari Kelas Horikita. Kupikir satu
atau dua orang akan datang, tapi yah meskipun datang
juga mereka cuma bisa duduk di pojokkan kah …

“Kelas kita sama sekali belum keluar dari ujian


khusus suara bulat. Tidak mudah untuk berlatih dalam
situasi seperti ini ya ‘kan …”
“Memang benar masih ada hal yang perlu
dicemaskan, tapi tidak selalu hal yang suram saja kok …”

Aku memberitahu pada Yōsuke tentang Sudō dan


Onodera yang telah bekerja sama untuk meraih peringkat
pertama hadiah individu laki-laki/perempuan.

Mendengar kabar baik, Yōsuke sedikit melemaskan


otot pipinya.

“Jika terus memenangkan acara lomba tunggal,


acara lomba ganda maupun kedua acara lomba tersebut,
mereka pasti berhasil meraih peringkat teratas.”

“Keduanya memiliki peluang tinggi untuk menang ya


…”

Ada banyak harapan, tapi walau begitu, kekuatan


dua orang saja tidak cukup untuk memenangkan
persaingan Kelas.

Meskipun banyak tambalan di mana-mana, untuk


sementara dibutuhkan tatanan yang bisa membuat kelas
saling bekerja sama sesegera mungkin.

“Oh ya, Hari ini sepulang sekolah, Sudō-kun


memintaku menemuinya sebelum kegiatan klub. Apa
mungkin Ayanokōji-kun yang bergerak di belakangnya?”

“Aku tidak melakukan apa-apa … Bukannya itu


karena Sudō memikirkannya sendiri lalu memutuskan
untuk mengandalkanmu?”

“Mungkin ini terkait tentang Shinohara-san ya


‘kan?”
“Sudō mungkin berpikir tidak bisa terus menerus
membiarkannya begitu saja bukan?”

“Tapi bagaimana dengan Mii-chan?”

“Untuk masalah dia, mungkin akan datang


menemuinya …”

“Eh Kiyotaka-kun?”

Jika aku berkata untuk meninggalkannya sendiri


atau menyerahkannya kepada orang yang lebih tepat
lainnya, Yōsuke pasti keberatan.

Alasan khusus mengapa Mii-chan begitu terpaku


pada prahara kelas karena dia merasa [ini kesalahannya
sendiri] lebih dari siswa mana pun. Tentu saja, bukan
berarti Yōsuke tak merasa begitu juga.

Saat melihat perkembangannya, kuputuskan hanya


Mii-chan yang membutuhkan bantuan.

Hal itu juga salah satu alasan kenapa aku tidak


menggunakan Yōsuke sebagai kuncinya.
Bab 3
Meski Begitu Harus Dilakukan

Ujian khusus akhir pekan lalu adalah saat di mana


aku terakhir kali melihat Kushida-san.

Seminggu setelah itu, bahkan sepulang sekolah di


hari Jumat, aku masih belum melihatnya satu kali pun.

Tidak hanya dia. Wang-san, Hasebe-san juga tidak


datang ke sekolah.

Selama 5 hari dari Senin sampai sekarang Jumat


mereka absen. Sudah 5 hari …

Sementara itu, berbagai hal yang tidak bisa


menunggu telah berlalu.

Dengan hati-hati menghadiri pertemuan untuk


festival olahraga, juga persiapannya. Perkerjaan OSIS.
Belajar seperti biasanya. Bila terus menerus menghantam
gelombang ombak yang datang secara langsung,
terkadang lututku gemetaran sampai membuatku seolah
akan ambruk.

Tapi, aku tidak ambruk di sini sekarang.

Meskipun sudah menyatakan pasti akan membawa


Kushida-san kembali masuk ke sekolah lagi, namun tidak
mencapai hasil apa pun, aku tidak berhak untuk meratapi
keluhan ini.
Beberapa kali aku mencoba menghubungi Ayanokōji-
kun, tetapi kuputuskan untuk menghentikannya.

Jika aku meminta tolong padanya, dia mungkin akan


membantu. Jika menginginkan jawabannya, dia mungkin
akan menunjukkan jawaban yang dicari …

Tetapi, pada kasus kali ini setidaknya ini.., aku harus


menyelesaikan prahara yang terjadi ini dengan
kekuatanku sendiri.

“Demikian, jam pelajaran berakhir …”

Ketika Chabashira-sensei menyelesaikan jam


pelajaran terakhir hari ini dan segera pergi meninggalkan
kelas, aku mengikutinya.

“Sensei.., bisakah aku berbicara denganmu


sebentar?”

“Tak masalah.., baik lah. Bicaranya sambil jalan saja


ya …”

Karena di jam ini banyak siswa berlalu-lalang untuk


ke toilet, berbicara di koridor menarik perhatian.

Mungkin mengetahui apa niatku, sambil berjalan aku


mulai bicara dengan Chabashira-sensei.

“Kushida-san, Hasebe-san, Wang-san sudah 5 hari


tidak masuk ke sekolah.”

“Ya … Secara umum aku menerima panggilan dari


kedua orang itu, berkata tak bisa masuk karena sakit,
tetapi aku belum menerima laporan mereka diperiksa di
rumah sakit. Untuk Hasebe, dia berkata izin beristirahat
tapi aku belum mendengar detail apa pun darinya …”

Sudah pasti itu bukan cara untuk beristirahat yang


sempurna.

Penolakan mereka masuk ke sekolah terasa seperti


hukuman bagiku.

“Apakah ini keadaan yang akan terus membuatku


menerima hukuman berat?”

Dia mungkin tidak akan dapat memberi tahuku


jawaban pasti, tetapi tetap kutanyakan padanya.

“Tidak perlu untukmu terlalu khawatir. Apa lagi


tentang Wang dan Kushida yang merupakan siswa
teladan.., pada aturannya mereka diberikan waktu
pertangguhan yang lama. Adapun Hasebe, dia bukan
siswa bermasalah jadi untuk sekarang tak akan menjadi
masalah besar. Yah jika siswa-siswa yang tidak memiliki
rekam jejak atau siswa dengan perilaku buruk.., tentu
beda cerita sih …”

“Berkat kebiasaan dalam bersikap───begitu kah …”

“Ya benar begitu. Selain itu, bila ada beberapa siswa


ceria yang dengan baik beralasan untuk bolos ke sekolah,
sementara ada juga beberapa siswa lain yang selama
seminggu tak masuk karena perasaannya tertekan.
Sangat sulit memastikannya berdasar hal tersebut. Bila
begitu, sekolah tidak punya pilihan selain menilai dari
melihat sikap dan kebiasaan sikap keseharian selama
disekolah selama ini.”
Mendengar hal ini saja membuat perasaanku menjadi
lebih ringan.

“Lagi pula sekolah tidak jahat kok … Kami tidak


berpikir untuk memaksa masuk ke sekolah di saat
siswanya sedang mengalami tekanan berat dihatinya. Yah
pokoknya, ketiga orang yang absen sekarang tidak pernah
terlambat dan bersikap teladan dikelas. Cukup untuk
mereka sepenuhnya memenuhi syarat untuk diberikan
keringanan …”

Dengan nada lembut, Chabashira-sensei memberi


tahuku.

Dia tampak seperti orang yang berbeda, sampai-


sampai membuatku berpikir ada motif lain di
belakangnya.

Ini rumor yang beredar di kalangan teman sekelasku,


tapi mungkin memang benar ada perubahan setelah ujian
khusus pekan lalu.

“Yah apa lagi.., sekolah memahaminya karena baru


saja menyelesaikan ujian khusus yang berat itu …”

Dengan hanya terjadi beberapa siswa tak masuk


sekolah itu tak mengherankan, karenanya pihak sekolah
mengizinkannya kah …

Chabashira-sensei menghentikan sekali langkahnya


setelah memeriksa apakah ada orang lain di sekitar.
“Tapi batas waktunya semakin dekat. Jika Minggu
depan mereka terus absen, 100 poin yang kelasmu
peroleh, tanpa ampun akan berkurang …”

Pesan tersembunyi dari Sensei ini berbunyi ‘cepatlah


selesaikan prahara ini sampai akhir pekan’ …

Tapi bisakah aku benar-benar bisa menjawab pesan


itu?

Meskipun hanya mendengar situasi saat ini, sedikit


demi sedikit kelemahanku mulai muncul.

“Terima kasih banyak. Itu sangat membantu …”

“Tunggu Horikita … Bukankah masih ada hal yang


ingin kau ucapkan?”

“… Tidak. Aku tidak bisa merepotkan Sensei lebih


dari ini lagi …”

“Kau tidak akan tahu apalah itu merepotkan atau


tidak jika belum mendengarnya ‘kan? Aku masih ada
sedikit waktu, bukankah akan lebih ringan kalau kau
mengatakannya pada seseorang?”

Kondisi mentalku yang bebal ini sepertinya sudah


dibaca oleh Chabashira-sensei.

Bohong kalau tak ada keraguan, di sini lebih baik


memberanikan diri untukku membicarakannya.

“Mendapatkan poin kelas dengan mendropout


Sakura-san. Apakah itu hal tepat?”

“Apa kau menyesali keputusanmu?”


“Aku berpikir keputusanku saat itu sudah tepat.
Tetapi.., sejujurnya sekarang aku menjadi tak yakin …”

“Ingin sekali aku menunjukkan jawabannya, tetapi


itu hal yang tidak bisa aku apa-apakan …”

“Aku paham. Sebagai guru, Sensei tidak


menjawabnya …”

“Tidak bukan begitu. Pada saat ini, kau hanya tidak


memiliki apa pun untuk membuktikan apa yang kau
putuskan itu benar. Mungkin memang ada beberapa siswa
yang melihat keputusanmu itu egois dan seperti diktator.
Juga orang yang menderita menilai kalau pilihan yang
kau putuskan itu salah.”

Kata-kata yang terdengar menyakitkan ditelinga.


Aku tak punya perkataan untuk membalasnya.

“Tetapi.., apakah itu menjadi hal penting? Sejak awal


tidak ada manusia yang sempurna. Salah dalam
perhitungan sederhana, terus mempelajarinya, lalu
bergerak maju. Bahkan aku pun juga bergerak maju pada
kehidupan yang penuh dengan banyak kesalahan.”

“Sensei.., juga?”

“Saat menghadapi ujian khusus yang sama seperti


kalian, juga salah satu bagian dari kesalahan dalam
hidupku. Karena tidak tepat waktu aku bahkan belum
sempat menjawab apa jawabanku itu benar atau salah.
Dalam hal ini, satu jawaban sudah diberikan. Kau
melakukannya dengan baik. Tidak ada yang berani
memilih 100 poin kelas untuk mendapatkan pengalaman.
Ditahap ujian khusus itu, kau diakui dan diberi wewenang
sebagai seorang pemimpin. Lalu membulatkan tekad
untuk melindungi Kushida dengan mendropout seseorang.
Apakah semua setuju pada jawaban yang kau putuskan itu
benar, harus dibuktikan mulai sekarang …”

Sensei mengatakan sesuatu yang seperti seorang


guru.

Aku sedikit merasa kebingungan karena sebelumnya


hal ini tak pernah terjadi.

“Pada tahap ini Kau tidak harus mencoba


mendapatkan 100 poin. Itu karena kau harus memilih
antara membuang siswa terbawah dari OAA secara
rasional atau memprioritaskan janjimu dan menerima
kesulitan dari 2 pilihan tersebut …”

“Ya itu benar …”

Aku mengetahuinya, aku memahaminya, tapi tetap


saja aku masih bimbang.

“Tetapi───mungkin aku jadi tak bisa melihat hal


yang ada sekelilingku. Jika saja aku mendengarkan
pendapat lebih banyak orang.., membuatku berpikir
mungkin saja aku bisa menemukan jawaban yang lebih
tepat lagi.”

“Ada kalanya kau tidak bisa melihat sekelilingmu.


Dan saat semangat itu pudar, kau bertanya-tanya apa
penilaianmu sudah tepat …”
Tapi, aku tak memiliki pengalaman itu. Tanpa sadar
mengepalkan tangan, aku frustrasi.

“Dinilai secara baik kau selalu menggunakan


pendekatan melalui aturan yang benar, buruknya kau
selalu membuat keputusan yang sederhana, bukan? Tentu
saja itu hal yang normal kok … Hanya saja kekhasan
sekolah memang mencari pilihan-pilihan baru yang
pertama kalinya.”

“Iya …”

Meskipun sudah menerima saran yang kuat, walau


begitu aku belum menemukan jawaban yang tepat.
Seharusnya wajahku sekarang sangat menyedihkan, tapi
Chabashira-sensei tetap memperlakukanku dengan
lembut tanpa merasa kecewa.

“Kau akan bertarung sesuai dengan aturan yang


dibuat sekolah ‘kan?”

“Tapi aku mengingkari janjiku dengan berjanji tidak


akan mendropout seseorang selain penghianat …”

“Apa kau memutuskan untuk melindungi Kushida


dari awal dengan berbohong.., membuat janji untuk hasil
voting dapat mencapai suara bulat?”

“Tidak, saat itu aku benar-benar baru membulatkan


tekad.., sungguh!”

“Kalau gitu tak ada masalah. Menepati janji memang


sangat penting. Tapi, kadang kala orang dewasa pun
membuat kesalahan dalam membuat janjinya. Kau
merubah pikiran.., itu karena kau bertindak setelah
menyadari mempertahankan Kushida adalah jawaban
yang tepat. Kau bebas menyangkal atau mengabaikan
orang yang mengejek keputusanmu itu. Ada orang yang
mengikuti langkahmu ada juga orang tidak mengikutinya.
Bahkan siswa seperti Ryūen, Sakayanagi dan Ichinose saja
kesulitan untuk mempersatukan Kelas yang terdiri dari
40 orang. Walau bila siswa lainnya di depan cuma menjadi
‘yessman’, kita tak ‘kan tahu apa yang sebenarnya
mereka pikirkan di belakang …”

Setelah mengatakannya, Chabashira-sensei


meletakkan tangannya dengan lembut di bahuku …

“Jangan takut gagal … Aku tidak mengakui


kegagalan anak-anak, aku tidak ingin menjadi orang
dewasa yang tak bisa memaafkan …”

“Sensei … Aku masih belum gagal …”

“… Yah kau benar. Tapi.., sampai akhir aku akan


mengawasi pilihan yang kau buat.”
Menunjukkan wajah yang agak tersipu malu, Sensei
menatap mataku lagi.

Pada kata-katanya yang sopan, tegas namun penuh


kasih membuatku sedikit tak bisa berkata-kata.

“Chabashira-sensei sudah berubah ya …”

Aku tak bermaksud mengatakannya, tapi kata-kata


itu malah keluar dari mulutku. Karena itu adalah hal yang
sebenarnya dari dalam hatiku.

“Aku yang selama ini memperlakukan kalian dengan


cuek, lalu sekarang bersikap selayaknya seorang guru
apakah aneh?”

“Sedikit membuatku terkejut, tapi tidak aneh kok …”

“Begitukah … kalau begitu tak apa …”

Mungkin Chabashira-sensei merasa dia sudah terlalu


banyak bicara.., berdeham sekali, dia pun mengganti
topik pembicaraan.

“Bagaimana pendapat Ayanokōji tentang masalah


Kushida? apa dia mengatakan sesuatu?”

“Ayanokōji-kun … kah? Tidak.., dia tidak


mengatakan apa-apa … Bisa dibilang malah aku merasa
dia sedang mengawasi tindakan apa yang akan aku
lakukan.”

“Begitu ya … Jadi dia berpikir lebih baik kau yang


harus menyelesaikan semuanya kah …”
“Mungkin saja dia cuma sudah muak dengan
keegoisanku saja …”

“Entalah aku ingin tahu … Tapi yang mengambil


tindakan secara drastis terhadap Kushida adalah
Ayanokōji. Jika dia tidak mempercayaimu, kurasa dia
tidak akan membiarkan masalah ini begitu saja.”

“Sensei menilai Ayanokōji-kun begitu tinggi ya …


Aku pernah ingat kalau Sensei mengatakan dia itu produk
yang paling cacat?”

“Kau ingat dengan baik pernyataanku yang sudah


dulu sekali ya …”

“Dia lebih luar biasa dari OAA …”

“Kepercayaan dan penilaianmu terhadapnya juga


meningkat ya …”

“Ada beberapa hal yang berbahaya dari


kepribadiannya, tapi untuk masalah itu bukan hanya dia
saja ‘kan … Apa maksudnya ya? Atau Sensei yang telah
salah menilainya?”

Tidak diragukan lagi dia orang yang sangat luar


biasa.., dibanding denganku dia sangat tenang dan
berkepala dingin.

Aku tak merasakan ada faktor untuk dia ejek sebagai


produk cacat.

“Kau tidak harus mengambil serius setiap pernyataan


guru … Kau ‘kan sudah berbagi waktu yang sama
bersama lebih banyak daripada aku bukan?”
“Meski begitu aku tetap ingin Sensei
memberitahukannya …”

“… Yah baiklah. Penilaianku tentang Ayanokōji tak


berubah, masih sama seperti dulu. Tidak.., menurutku
keakuratan penilaianku terhadapnya yang ada malah
meningkat.”

Dia adalah produk cacat. Perkataannya itu adalah


yang sebenarnya tetap tak berubah.

“Namun, masih terlalu cepat untukmu


mengkhawatirkan masalah itu loh … Ada masalah lain
yang perlu kau selesaikan segera ‘kan …”

“Ya itu benar.”

Aku memang penasaran.., tapi masalah Ayanokōji-


kun bisa tunda dulu. Pertama-tama aku harus membuat
mereka bertiga Kushida-san, Wang-san san Hasebe-san,
kembali masuk ke sekolah.

“Untuk Kushida sangat sulit kah?”

“Sampai saat ini masih sia-sia … Tidak peduli


berapa banyak aku mengunjungi atau menunggu, dia tidak
akan membuka pintu kamarnya …”

“Yah itu sangat sulit …”

Kesampingkan hari libur. Kushida-san bisa saja pergi


berbelanja di mini market sebanyak yang dia mau di hari
aku masuk ke sekolah.

Tak ada guna menyerangnya dititik ‘menunggu


kelaparan’.
Menghubunginya pun tidak tersambung pada
ponselnya.

“Sepertinya dia hanya merasa senang, padaku yang


bolak-balik ke sana-kesini di depan pintunya …”

“Aku tidak bisa mengatakan tidak ada kemungkinan


itu. Tetapi jika kau tidak bergerak, tak ‘kan ada
perkembangan apa pun dan situasinya secara bertahap
akan menjadi lebih buruk.”

“Ya …”

“Jika dengan kekuatanmu sendiri tidak membantu


apa-apa, sebaiknya kau meminjam kekuatan orang lain.”

“Tapi teman sekelas yang bersedia membantu


membujuk Kushida-san.., paling cuma Hirata-kun
seorang. Dia juga tidak dalam keadaan untuk bisa
membantuku membujuk Kushida-san.”

Dia sekarang sedang membantu kelas dalam prahara


Shinohara-san dan Wang-san.

“Yah memang benar kekuatan Hirata.., untuk


membantu mengatasi masalah Kushida masih meragukan.
Aku pikir tidak mudah untuk Kushida membuka pintu
yang tertutup saat kau ditemani seseorang dengan,
kesopanan, akal sehat, orang yang baik seperti Hirata.”

“Aku merasa bisa mengerti apa yang Sensei


maksudkan. Dia tidak mau jujur dengan perasaannya
sendiri …”
“Aku tidak bisa memikirkan orang lain yang tepat
untuk saat ini, tapi mungkin bukan ide yang buruk untuk
meminta pertolongan seseorang yang bukan dari teman
sekelasmu loh …”

“Tapi untuk membantu membujuk Kushida-san


berarti perlu baginya menghadapi sifat Kushida-san yang
sebenarnya. Menceritakannya kepada orang luar,
menurutku itu kerugian yang cukup besar.”

“Tak perlu berpikir untuk menimbang keuntungan


dan kerugiannya. Tapi, bukan berarti selalu tidak boleh
diberitahukan. Misalnya, beberapa dari kami para guru
mengetahui masa lalu Kushida, selebihnya guru lain tidak
boleh memilih membicarakannya pada yang orang lain.
Menurutku tak ada orang yang tak punya rahasia …”

Seseorang yang bisa menggerakkan hati Kushida-san


… …

Tidak kalaupun tidak ada orang yang dapat


menggerakkan hatinya, setidaknya ada orang yang dapat
menerobos pintu kamarnya itu …

“Sudah waktunya untukku pergi. Satu hal terakhir,


mungkin ini agak terlalu ikut campur tapi biarkan aku
mengatakannya. Yang terpenting adalah apa yang ingin
Horikita lakukan pada Kushida … Pikirkan hal itu baik-
baik …”

Apa yang ingin kulakukan pada Kushida-san … kah



“Terima kasih Sensei … Berkatmu aku sudah
membulatkan tekadku …”

Jawabannya memang belum kudapat, semangatku


untuk berjuang telah kembali.

“Tak perlu dipikirkan. Sebagai seorang guru─── itu


hal yang normal kok …”

Setelah mengatakan itu, Chabashira-sensei kembali


ke ruang staf.

Sampai punggungnya tak terlihat lagi, aku hanya


terus melihat kepergiannya dari tangga.
*3.1

Selesai berbelanja di Keyaki Mall, aku yang kembali


ke asrama, bertemu Ibuki-san yang melotot tajam di
samping pintu masuk lift.

Mengabaikannya, aku menekan tombol lift, tiba-tiba


dia marah seperti bendungan hancur.

“Jangan cuekin lah!”

Perkataan yang penuh semangat itu, menerbangkan


air liur sampai di wajahku.

Padahal aku sudah mulai membulatkan tekad untuk


menghadapi pertempuran panjang.., apa-apaan sih ini …

Walau aku menaiki lift sekarang, dia pasti akan


mengikutiku.

Tak ada pilihan lain.., aku pun menghentikan


langkah di depan pintu lift yang terbuka.

“Cuekin? Apa kau ada urusan denganku?”

“Ini! Kalimatmu ini.., apa maksudnya itu hah? Jawab


aku …”

Sambil melotot, layar ponselnya disodorkan di


depanku.

Meski cahaya menyilaukan menyinari bola mataku,


hanya cahaya putih yang bisa terlihat.
“Kau bodoh ya? Aku tak bisa melihatnya karena
terlalu dekat.., bisa menjauh dikit ga?”

“Yang benar aja.., noh udah!”

Jarak dia menjauh cuma sedikit.., tapi aku bisa


membacanya dengan baik walau melihat kalimatnya
hanya sebagian saja.

“Itu adalah kalimat yang dibuat dengan baik,


sungguh mengesankan. Tak salah lagi yang menulisnya
pasti orang cerdas.”

“Jangan puji dirimu sendiri! Lagi pula bagian mana


dari hal ini yang cerdas hah?”

“Kalau membaca dan mengatakannya, bukankah kau


juga akan mengerti?”

“Hah? [Jika kau didropout di tempat yang tak ada


hubungannya denganku, tentu saja itu berarti kau kalah
olehku. Jangan sampai sesuatu yang bodoh begitu terjadi
padamu ya] … Bagian mana yang cerdas? Ah bodo amat,
dah cepat kasih tahu apa maksudmu itu?”

“Kau sudah membacanya tapi masih tak mengerti?”

“Sama sekali enggak. Seminggu ini aku sudah


memikirkannya tapi masih tak mengerti. Jadi itu apaan?”

Fuunn.., sambil mendengus, dia menyilangkan


tangannya.

Tak disangka dia tidak bisa menerimanya sebagai


sebuah saran yang sederhana.
Tidak, sebaliknya aku lebih suka berpikir kalau
pesanku itu memiliki efek yang terpendam.

“Menanyai sekarang pun sudah tak ada gunanya.


Lagian tak ada masalah juga …”

“Hah? Apaan sih? Jelaskan dengan perkataan yang


mudah dimengerti lah …”

Dia ini benar-benar buruk dalam memahami sesuatu


ya …

Aku ingin tahu apa semua nutrisinya hanya


tersalurkan ke kemampuan motorik dan semangat
juangnya saja?

“Aku telah memberimu metode rahasia agar kau


tidak didropout. Sepertinya kau tidak disukai oleh teman
sekelasmu, kalau subjek yang berkaitan tentang
mendropout seseorang keluar, kau mungkin dalam bahaya
… Dengan memprovokasimu begitu, suka tak suka kau
jadi ingin tetap bertahan disekolah ‘kan?”

“Jangan bilang … Kau mengkhawatirkanku?”

Terkejut, bukan.., wajahnya terlihat seakan dia


melihat hal yang menjijikkan.

“Jangan menyimpulkan seenaknya sendiri. Masih


ada beberapa kerja sama yang kubutuhkan darimu. Akan
merepotkan kalau orang yang dapat kuajak kerja sama
berkurang, selain itu bila kau didropout saat ujian khusus
sebelumnya, Kelas Ryūen hanya akan mendapat 100 poin
dan kelasnya sendiri tidak menerima kerugian apa pun.
Jika memang harus, lebih baik kau didropout karena
penalti ujian khusus …”

Meskipun aku sudah menjelaskannya, dari


ekspresinya bahkan satu mili pun dia masih tak
menerimanya.

“Aku mau pulang, boleh ‘kan?”

Melihatnya ke samping, dia kelihatan marah, tapi


tetap membuka jalan, lalu tombol lift kutekan lagi.

Kemudian, saat memasuki lift, aku menyadari kalau


Ibuki-san tidak mengikutiku.

“Kau tidak ikut masuk?”

“Aku tidak ingin masuk lift bersama denganmu …”

“Dasar bocah. Beberapa kali pernah masuk bareng


secara kebetulan ‘kan?”

“Sekarang aku tidak sedang merasa ingin …”

“Oh … Kalau gitu terserahlah …”

Tekan tombol tutup lalu aku menekan tombol menuju


ke lantai tempat Kushida-san tinggal.

Dari sini, aku harus terus di depan kamarnya sampai


dia membuka pintu.

Di lift yang naik ke atas, aku memikirkan cara apa


yang dapat menerobos pintu kamarnya.
Jika aku tidak melakukan sesuatu, keadaannya tidak
akan berubah. Kalau begitu, apa yang saya coba lakukan
sekarang cuma buang-buang waktu.

Sesampainya di lantai tujuanku, pintu lift terbuka.

Tapi aku tidak bisa mengambil langkah untuk keluar


dan hanya diam di tempat.

Bagaimana caranya ya.., bagaimana cara agar aku


bisa berbicara dengan Kushida-san?

Waktu pun berlalu, pintu lift menutup.

Lift mulai bergerak sebelum aku menekan tombol


buka dan mulai bergerak ke bawah.

“Benar-benar, tak berguna ya …”

Di keadaan pemikiranku yang kacau begini, walau


bisa berhadapan dengan Kushida-san pun lebih baik tak
berpikir dia dapat dibujuk … Aku jadi merasa bersalah
karena menyia-nyiakan saran hangat dari Chabashira-
sensei.

Lift langsung kembali ke lantai pertama.

Saat pintu terbuka, Ibuki-san yang melihat


ponselnya, mengambil langkah ingin masuk tanpa
menyadari aku masih di dalamnya.

Lalu setelah menyadari keberadaan seseorang di


dalam lift, dia mengangkat wajahnya.., melihatku.., dan
berkata.

“Lah kenapa kau masih di sini?”


Tidak mengherankan kalau dia terkejut.

“Enggak masuk?”

“Dah kubilang enggak ‘kan! Sengaja mau jahil ya?”

Menggelengkan kepala, aku menekan tombol tutup


lagi.

Di sana, ketika melihat Ibuki-san yang mengalihkan


tatapannya, aku mulai teringat sesuatu.

Tepat sebelum menyentuh tombol tutup, lalu geser ke


tombol buka.., aku menatapnya.

Merasa curiga lift tidak juga menutup, Ibuki-san


menatap balik ke arahku.

Langkah terobosan itu mungkin ada di tempat yang


tak terduga.

Apa ini timing yang tepat untuk melakukan saran


dari Chabashira-sensei?

“Ada apaan?”

“Aku berpikir untuk membuatmu bekerja sama


denganku …”

“Hah?”

Ini pertaruhan besar, tapi itu bisa menjadi cara yang


bagus untuk memecahkan kebuntuan.

Terobosan yang tak terlihat, yang dapat


memecahkannya mungkin hanya seorang prajurit
penyergap.
Sambil berpikir bahwa ini tindakan yang gegabah,
tapi untuk sekarang aku tidak punya pilihan selain
mencoba apa pun.

“Masuklah …”

“Berapa kali harus kukatakan kalau aku tak mau


masuk hah?”

“Sudahlah.., cepat masuk …”

“…. Apaan sih?”

Mengkonfirmasi Ibuki-san yang kesal sudah masuk,


aku menekan tombol tutup.

“Ada sesuatu yang ingin kumintai saran darimu …”

“Haaaaaaaaah? Saranku untukmu? Tidak, tidak, aku


tak mau masuk …”

“Tapi kau sudah masuk ke dalam lift …”

“Kau ‘kan yang menarikku masuk?”

“Kalau gitu.., tidak apa ‘kan kau terima saran yang


kuminta ini?”

“Tidak, itu tidak masuk akal!”

“Hal ini juga bukan sesuatu yang buruk bagimu kok


… Langsung aja saran yang kuminta darimu itu───”

“Jangan seenaknya melanjutkan pembicaraan. Kau


yang minta saran dariku aja itu udah sesuatu buruk tau!”

Selagi berdebat begitu, kami tiba di lantai tempat


kamar Kushida-san tinggal.
Aku keluar duluan dan kembali menatap Ibuki-san
yang masih berada di dalam lift.

“Keluarlah. Untuk berjaga-jaga.., kita tak akan tahu


siapa yang melihat dan mendengarnya kalau di sini.”

“Bodo amat. Mau pulang. Maksudnya apa juga


enggak tahu …”

Dia mencoba pulang dengan menekan tombol tutup,


tapi pintu lift tak kunjung menutup.

“Sepertinya kau ingin liftnya turun ya?”

“Itu karena kau menghalangiku.., malah nekan


tombol dari luar!”

“Omong-omong, apa ada sesuatu yang kau sukai?


Atau apa ada hal yang kau anggap berharga?”

“…. Memang itu ada hubungannya?”

“Udah jawab aja …”

“───nu”

“Nu?”

“Tidak …, a … apa ya … Sama sekali tak terpikirkan,


mungkin stroberi?”

“Mengejutkan, kau ternyata punya sisi yang imut


juga ya … Ah sudahlah yang tadi lupakan aja.”

“Nanya seenaknya.., apa-apaan sih? Oh ya.., cukup


sudah hentikan nekan tombolnya!!”
Pada Ibuki-san yang semakin kesal, kuputuskan
untuk berbicara tentang masalah sebenarnya.

Menceritakan dengan cepat, lalu membuatnya sadar


bahwa lebih baik baginya juga untuk melangkahkah maju.

“Sekarang aku bermaksud untuk menemui Kushida-


san.”

“Terus? Kalau mau menemuinya.., ya temui aja dia


…”

Terus menerus menekan tombol tutup, tapi tentunya


itu tak ada gunanya.

“Masalahnya aku tak bisa menemuinya. Selama


seminggu ini, dia sama sekali tidak menampakkan wajah
bahkan masuk ke sekolah … Meski sudah kukunjungi
asramanya, tak ada tanda dia keluar. Aku ingin kau
mengeluarkan dia dari kamarnya. Apa kau mengerti?”

“Ha? Tung- Kenapa aku harus melakukannya?”

“Berbuat bajik dengan menolong orang …”

“Bodo amat. Untuk Kelasku sendiri aja tak


kulakukan, apa kau pikir aku akan mau bekerja sama
untuk Kelasmu?”

Setelah membicarakan masalah Kushida-san, aku


sudah memprediksi dari 2 balasan Ibuki-san, dia tak akan
mau menerimanya. Tapi jika ada keuntungannya
ceritanya berbeda.

Lift yang terus terbuka sepanjang waktu, mulai


berbunyi pip-pip alarm peringatan berbunyi.
“Baiklah. Kalau begitu aku akan memberikanmu
hadiah keberhasilan …”

“Enggak butuh. Bila kau pikir uang bisa


menggerakkanku.., kau salah besar!”

“Ya itu benar. Tapi hadiah keberhasilanku


seharusnya adalah sesuatu yang sangat kau inginkan …”

“… Aku tidak berpikir sesuatu itu ada sih.”

Tidak mudah untuk menggerakkan hati Ibuki-san.

Tapi jika bisa menunjukkan sesuatu itu, 180 derajat


dia akan berubah pikiran.

“Di festival olahraga kita dapat pra-pendaftaran


pada 5 acara lomba ‘kan? Entah di acara lomba mana dan
di grup mana.., kita bebas untuk berpartisipasi. Sebuah
perangkat yang dapat kita gunakan untuk menyelesaikan
acara lomba yang dibutuhkan maupun menghindari
musuh yang kuat … Namun sebaliknya sistem ini juga
bisa digunakan untuk menargetkan musuh yang ingin kita
lawan.”

Setelah menjelaskan sejauh itu, Ibuki-san yang


tadinya enggan tak bersemangat, dimatanya kini
terpancar semangat.

“Karena itu kau.., kau pasti menungguku tanpa


membuat reservasi untuk melawanku ‘kan? Yah
sayangnya aku tidak akan memutuskannya sampai di
menit-menit terakhir. Tergantung keadaan, tinggi
kemungkinan aku baru akan bergerak saat 1 limit
terakhir. Dengan kata lain, mau berapa lama pun kau
menunggu, tak ‘kan ada kesempatan untukmu bisa
bertanding denganku …”

“Jika aku mau bekerja sama, kau bersedia


bertanding denganku?”

“Ya. Kau bebas memilih acara lomba yang akan kita


pertandingkan. Demi kelasku tentu saja aku tidak akan
menahan diri, karenanya tidak ada poin yang bisa kau
dapat nantinya … Ya itu pun kalau kau tak keberatan ya
tak masalah melakukannya.”

“Heeh … Menarik juga … Tapi aku tak terima kalau


cuma 1 acara lomba. Setidaknya minimal 3. Aku akan
menerima untuk bekerja sama jika kau mau terima
pertandingan dengan 2 menang, 1 kalah.”

“3? Serakah sekali kau ya …”

Sementara suara alarm peringatan berdering, aku


menunjukkan sikap seakan sedang memikirkannya.

“Aku tak akan menyerah …”

Ya benar juga … Aku setuju sulit untuk memutuskan


hasil bila hanya dalam satu acara lomba.

Meski begitu ada kemungkinan hasil imbang di


pertandinganku yang kedua atau keempat. Dari awal
sudah kuprediksi tiga acara lomba yang menjadi
penyelesaian pertandinganku dengan Ibuki-san.., tapi
jika aku mengusulkannya di langkah pertama
dikhawatirkan dia malah meminta lima acara lomba.
Bila dia terima dengan tiga acara lomba, penurunan
syaratnya itu sesuai dengan yang aku rencanakan.

“Baiklah. Aku akan berpartisipasi 3 acara lomba


yang sama denganmu … Dengan ini tak apa ‘kan?”

“Sudah diputuskan. Enggak boleh dibatalkan loh …”

Mengatakan itu, Ibuki-san keluar dari lift.

Begitu melepaskan tombol, perlahan-lahan pintu lift


menutup.

“Tentu saja. Tapi─── bantu aku sampai kasus kali


ini selesai ya …”

“Yaudah coba katakan dengan jelas apa tujuan


pastinya?”

“Kushida-san datang ke sekolah Senin depan. Itu


saja.”

“Kedengaran mudah … Tapi emang kenapa kalau


Kushida absen? Siapa pun juga pernah sakit ‘kan …”

Tentang Kushida-san, Chabashira-sensei


mengatakan tak seharusnya ada yang memiliki rahasia.

Namun yang terpenting ialah tidak membicarakan


secara sembrono.

Mengikuti sarannya dengan patuh, aku memutuskan


untuk berbicara semuanya.

Jika Ibuki-san adalah orang yang suka menyebarkan


rumor di sekelilingnya, itu berarti aku cuma tak melihat
dia orang yang seperti apa.
Kalaupun aku menyudutkan diriku sendiri, yang
kubutuhkan sekarang adalah jalan keluar dari kebuntuan.

Topik pembicaraan yang dibicarakan tentang


Kushida-san. Tentu saja aku tidak menutup-nutupi
dengan cara yang aneh.

Ibuki-san seharusnya sudah tahu kehidupan yang di


jalani oleh Kushida-san. Namun, aku akan menjelaskan
sifat dan cara berpikir, bahkan situasi saat ini secara
rinci.

Saat aku membicarakannya, Ibuki-san terlihat tak


tertarik hanya mendengarkan sambil asal-asalan melihat
ke arah lain.

Biasanya, orang akan mengeluh dengan sikap yang


dia tunjukkan itu, namun anehnya aku merasa lega
setelah melihat Ibuki-san bersikap demikian. Setelah
mengatakan yang sebenarnya tentang mengapa Kushida-
san absen dari sekolah, Ibuki menghela nafas seolah dia
kelelahan.

“Konyolnya …”

Tanpa menunjukkan minat yang kuat pada sifat asli


Kushida-san, dia hanya memberikan kesan tentang
kenyataan tersebut.

“Kau tidak terkejut ya … Apa kau tahu sesuatu?”

“Enggak ada. Aku hanya tidak percaya ada orang


yang benar-benar baik. Mau itu Kushida, Hirata atau
Ichinose sekali pun. Aku berpikir kalau orang yang di
depan muka berkata dia orang baik, sudah pasti di
belakang mereka itu orang yang picik …”

“Heh … Pemikiran yang menarik.”

Ini tak terduga, mungkin ada bagian yang tepat


sasaran mengenainya.

“Lalu, apa penilaian di antara kalian Ryūen-kun


sangat tinggi? Dia di belakang …, ah tidak di depan pun
sama saja dia bukan orang baik ‘kan …”

“Lebih kubenci lagi. Sebagai tambahan akhir-akhir


ini aku juga sangat membenci orang seperti Ayanokōji
yang di depan terlihat sebagai orang biasa tak berbahaya
… Sialan itu benar-benar menjengkelkan …”

Kalau dia sampai berkata begitu, apa ada sosok orang


yang dapat penilaian tinggi dari Ibuki-san?

“Yah.., aku tak membenci orang yang jujur apa


adanya. Sebaliknya malah aku jadi ingin bertanya
‘gimana perasaanmu setelah berakting jadi orang baik?’
gitu …”

Bila terlalu berlebihan, aku harus segera


menghentikannya.., tapi tampak perlu untuk mengikuti
contoh paksaan seperti yang dikatakan Ibuki-san ya …

“Aku hanya perlu mengeluarkan Kushida yang


sedang mengunci diri sendiri dikamar ‘kan?”

“Ya.”

Sepertinya dia cukup percaya diri, Ibuki-san lalu


berjalan menuju depan pintu kamar Kushida-san.
“Apa kau bermaksud melakukannya sendiri?”

“Udah diam, lihat aja …”

Kalau begitu, aku akan melihatnya dengan tenang.

Ibuki-san yang berjalan di depan kamar Kushida-san,


tiba-tiba berjongkok memegang perutnya.

“Aduh., duh.., sakit.., sakit!”

Teriakan pun menggema di koridor.

Seketika aku tak mengerti apa yang dia lakukan, dan


hanya kebingungan menatapnya.

“Aaa.., tiba-tiba perutku sakit. Aah ga sempat deh


pulang kamarku …”

Jangan bilang itu cara yang terpikirkan olehmu?

Membuatnya membuka pintu dengan alasan


meminjam toiletnya?

Yah kesampingkan alasannya yang klise.., tapi


aktingnya itu sangat buruk …

Lagi pula kamar Ibuki-san bukan dilantai ini.

Kalaupun lantai kamarnya sama, dengan alasan itu


lebih cepat dia pergi ke kamarnya sendiri.

“Toilet.., pi-pinjam toiletnya dong …”

Dengan sangat cepat Ibuki-san menekan bel kamar


Kushida-san.
Walau sudah melakukan hal tersebut selama 10 detik,
tak ada tanda Kushida-san akan keluar.

Ini masalah yang bahkan tak ada hubungannya


dengan masalahku sebelumnya …

Salah dalam memilih orang yang tepat membuat


kepalaku pusing.

Puluhan detik sudah akting Ibuki-san terus berlanjut.


Tak lama setelahnya, Ibuki-san berjalan balik dan
menatap lurus ke arahku.

“Dia tidak ada di kamarnya kali?”

“Tidak salah lagi dia masih ada di dalam kamarnya


…”

“Benarkah? Sampai tak tergerak dengan aktingku


itu.., Kushida hebat juga ya …”

“I-iya ya …”

Sepertinya dia mengatakannya dengan serius.., yah


lebih baik tidak terlalu mengusiknya.

Ketika aku menyuruh Ibuki-san untuk mengikutiku


dengan tenang, aku membuka kotak berisi meteran listrik
di kamar Kushida-san.

“Dari sini kau bisa melihat piringan meteran listrik


ini ‘kan? Jika piringan ini melambat, tinggi kemungkinan
dia sedang di luar. Tapi jika dia tetap di dalam kamarnya,
penggunaan TV atau PC akan membuat putaran piringan
ini berputar lebih cepat.”
Sekarang, kecepatan putaran dari piringan ini sedikit
lebih cepat.

“Dengan ini kau tahu ‘kan kenapa dia masih di dalam


kamarnya?”

“… Kau mengetahui hal yang diketahui seorang


maling ya …”

“Seminggu ini, selagi menunggunya, aku banyak


belajar … Penyalahgunaan untuk tindak kriminal sangat
dilarang …”

‘Tidak.., aku tidak akan melakukannya’ kataku saat


dia melihatku dengan tatapan mata dingin.

“Apa ada ide lain lagi yang terpikirkan olehmu? Jika


tidak ada maka kemungkinan pemberitahuanmu tidak
berlaku sesegera itu───”

“Caraku salah …”

“Eh?”

“Ini seperti sedang bertaruh, tapi tak apa ‘kan? Aku


akan mengeluarkan Kushida dengan paksaan …”

Meskipun aku ingin dia menunjukkan dasar dari


alasannya itu, tapi begitu melihat matanya, kuputuskan
untuk menyerahkannya lagi pada Ibuki-san.

Dia mengambil jarak dariku lalu pergi ke depan pintu


lagi───
“Oi Kushida. Aku mendengar banyak hal tentangmu.
Di ujian khusus kemarin kudengar sifat aslimu kebongkar
ya?”

Saat kupikir apa yang akan dilakukan, dia malah


mulai mengecam dengan kata-kata.

Tadinya aku ingin membuat dia berhenti, tapi setelah


dipikir-pikir, tak ada gunanya lagi.

Dia pasti tak akan berhenti meski aku menyuruhnya


juga.

“Menyedihkan bukan? Sebagai peringkat 1 siswa


terpopuler, sekarang malah jatuh ke dasar, gimana
rasanya? Ah.., dari peringkat sebagai orang baik, Ichinose
yang paling tinggi kah … Gimana rasanya jatuh ke dasar
dari peringkat 2?”

Teknik dalam memanas-manasinya ternyata jauh


lebih baik dari pada akting dia yang tadi.

Aku yang menjadi sangat kesal ini.., mungkin karena


Ibuki-san yang mengatakannya …

Namun, tak ada suara balasan.

Yah tampaknya mengambil tindakan drastis tetap


tak bisa kah …

Di depan pintu Ibuki-san tidak mengubah ekspresi


wajah maupun menghentikan kata-katanya itu.

“Ayo tunjukkan wajah menyedihkanmu itu lah …”


Tendangan yang cukup kuat dari kaki kanan, dia
menghantam pintu Kushida-san.

“Karena Horikita stress menumpuk dikepalaku, yah


mau tak mau aku ingin menghilangkannya …”

Itu adalah perasaan sebenarnya dari Ibuki-san yang


sama sekali tak memikirkan untuk menyelamatkan
Kushida-san.

Dia terus mencurahkan semua pada Kushida-san


yang entah ada atau tidak dibalik pintu.

“Menendang-nendang pintu kamar seseorang


ternyata tak buruk juga ya … Aku jadi sedikit paham
gimana perasaan Ryūen.”

Perilakunya yang berulang kali menendang dan terus


menendang itu.., lebih teruntuk dirinya sendiri.

Setelah beberapa tendangan, aku mendengar suara di


balik pintu kamar.

Meski begitu, ketika Ibuki-san malah hendak


menendang lebih keras lagi, pintu kamar Kushida-san itu
tiba-tiba terbuka.

“───Karena sangat mengganggu, bisakah kau


berhenti Ibuki-san …”

Kushida-san muncul dengan pakaian kasual.

Tak kusangka Kushida-san bereaksi dengan cara


kekerasan seperti ini ….
Apa-apaan kerja kerasku selama 1 Minggu ini..,
benar-benar membuatku shock.

“Lihat.., muncul juga ‘kan? Seperti yang kuduga kau


orang yang begitu ‘kan …”

Ada beberapa bagian yang mungkin Ibuki-san


ketahui setelah memahami kepribadian Kushida-san
secara rinci kah …

“Kesalahpahamanmu itu membuatku kesal, jadi bisa


berhenti enggak?”

“Heeeh … Jadi kau merasa begitu kah … Kesanku


padamu sekarang lebih bagus dari pada saat kau pura-
pura baik dulu.”

“Aku bahkan tak sekali pun punya kesan bagus


terhadapmu. Sama dengan Horikita-san yang ada di sana
juga …”

Tetap memanggilku dengan akhiran -san, tampaknya


kondisi mental dia sudah stabil.

Karena sudah tak ada gunanya lagi bersembunyi, aku


pergi menuju ke depan kamar Kushida-san.

“Boleh aku masuk ke dalam kamarmu? Setelah


menunggu begitu lama.., aku sudah sangat lelah …”

“Yah mau coba nutup pintunya juga tak ada gunanya


…”

Ibuki-san dengan kuat mengganjal satu kaki ke celah


di pintu, membuat pintu itu tidak bisa ditutup.
Kushida-san yang melihat ke bawah ada kaki yang
mengganjal pintu.., dia injak dengan sekuat tenaga.

“Aww!!”

Walau diinjak sekuat tenaga dengan keras, Ibuki-san


tetap tidak mundur.

“Wah ternyata benar ya.., pintuku tak bisa ditutup


…”

“Cukup sudah───hentikan!!”

Saat memasuki pintu yang dibuka dengan paksa,


Kushida-san melangkah mundur dan hanya melihat kami
dengan tatapan serius.

“Silakan masuk. Ini mungkin yang pertama dan yang


terakhir, jadi senyamannya aja …”

Itu adalah perkataan dengan maksud tersembunyi,


tapi kurasa dia sudah mempersiapkan diri.

Bagi Kushida-san untuk terus mempertahankan


keadaan yang sekarang dan merepotkan Kelas itu
bukanlah suatu peningkatan yang bagus. Tak salah lagi
dia menyambut kami masuk, karena sudah memutuskan
sesuatu.

Ini mungkin─── kesempatan terakhirku.

Hanya dengan melihatnya sekilas kau akan tahu


betapa bersih dah rapi kamar Kushida-san. Dalam hal
tertata rapi bahkan lebih dari kamarku sendiri.

“Heeh.., yah ya rapi juga …”


Ibuki-san yang melihat sekeliling ruangan berkata
dengan terkejut sekaligus kagum.

Melihat reaksinya, Kushida-san berkata.

“Kamar Ibuki-san sepertinya berantakan dan


pakaian berserakan di mana-mana ya …”

“Uggh … Tanpa melihat kamarku, kok kau bisa


tahu?”

Yah dilihat bagaimana pun.., tebakan Kushida-san


sepertinya tepat sasaran.

“Duduklah. Aku tak menyuguhkan minuman atau


cemilan.., tapi enggak apa-apa ‘kan?”

“Ya tak apa …”

Saat didesak untuk duduk, kami saling memandang


sejenak dan kemudian duduk di kejauhan.

Kushida-san duduk berseberangan dengan kami, dan


situasinya pun 2 banding 1 seberang meja.

“Sepertinya kalian membuat keributan di depan


kamarku sepanjang waktu, jadi apa tujuan kalian?”

“Kau sudah tahu bukan? Seminggu sudah, kau tidak


masuk ke sekolah. Tentang hal itu …”

“Haah …”

Seolah tanpa tenaga, Kushida-san melanjutkan.

“Setelah semua yang terjadi.., apa kau pikir aku akan


masuk ke sekolah? Yah bukan berarti aku terkejut tapi
kau sudah berbicara tentangku padanya ‘kan? Ini salah
satu yang kau lakukan untuk membalas dendam bukan
…”

“Tidak, bukan begitu. Dia tidak akan sembarang


bicara tentangmu pada orang lain …”

“Heeh … Kau jadi percaya padanya ya?”

“Enggak … Aku cuma tak memiliki orang yang dekat


untuk diajak bicara doang …”

“Oii …”

Membentak atas meja, dia melotot padaku tapi


kuabaikan. Yah bagaimana pun faktanya memang begitu.

“Kalaupun benar begitu, kau tidak memikirkan


bagaimana perasaanku ya … Aa ah hatiku terluka …”

“Apa kau punya kapabilitas untuk berkata begitu?”

“Walau aku tak punya, tetap bukan alasan yang baik


untuk Horikita-san tidak memikirkan bagaimana
perasaanku ‘kan?”

Kata-kata tajam saling balas membalas.

“Mari topik pembicaraan kita lanjutkan. Aku sangat


tahu ada aspek padaku yang tak kompeten … Tapi yang
memulai permusuhan pertama kali itu adalah kau …
Benar ‘kan?”

Kushida-san hanya teman sekelas.

Namun dia selalu melihatku sebagai target yang


harus didropout dari sekolah.
“Yah aku memang tak menyangkal aspek itu. Tapi
yah mau bagaimana lagi aku tak bisa menahannya …”

“Aku harus bertindak bagaimana ya? Mundur


melihatnya lagi pun, tetap tak ada jawaban yang jelas …”

“Aku paham. Lagi pula beberapa kali aku pernah


memikirkannya hal yang sama juga. Dan aku pun
menemukan satu kesimpulan. Karena tak tahan dengan
keberadaan Horikita-san, bukankah lebih baik untuk
membuatmu dengan sukarela keluar dari sekolah?”

“Bisa enggak, kau tidak mengatakan sesuatu yang


gila? Itu mah bukan kesimpulan tapi alasan konyol.”

“Yah alasan konyol memang … Tapi hanya alasan


konyol itu yang terpikirkan olehku …”

Meskipun dia menjawab pertanyaanku, sulit untuk


mengatakan bahwa ini adalah dialog yang bersahabat.

Tetapi, hal tersebut memang dari perasaan


sebenarnya Kushida-san.

Ibuki-san yang pada awalnya sedikit mendengar


percakapan kami, kini matanya berangsur-angsur terlihat
seperti ikan mati.

“Bisa tidak kita lupakan semua berlalu dan mulai


bekerja sama?”

“Aku tahu kau akan mengatakannya, tapi jangan


buat kutertawa …”

“Kemampuan yang kau miliki itu cukup tinggi …”


“Aku tahu …”

Jawab langsung Kushida-san, tanpa menunjukkan


kerendahan hati.

“Pede banget ya …”

Kushida-san segera membalas pada omongan


spontan Ibuki-san, tanpa mengoreksi apa yang dikatakan.

“Begitu kah? Menurutku tidak kok …”

“Menurutku juga tidak … kupikir kemampuanmu


tidak begitu luar biasa. Kalau mau gimana kita coba di
sini?”

Kata Ibuki-san, sambil mengepalkan tinjunya.

“Ibuki-san ternyata lebih bodoh dari yang


kubayangkan ya … Kemampuan bukan hanya itu saja..,
tahu? Lihat aja OAA! Kemampuanku disekolah ini,
nilainya bagus ‘kan? Sedangkan selisih nilai OAA aku dan
Ibuki-san cukup jauh bukan?”

Merasa tersinggung, Ibuki-san segera mengeluarkan


ponsel lalu memeriksa OAA-nya.

Saat membandingkan nilai kemampuan


komprehensif, wajah Ibuki-san memucat.., dia pun
mengantongi ponselnya kembali dalam diam tanpa kata.

“Aku ingin kau menggunakan kemampuanmu yang


tinggi itu untuk Kelas. Jika kau terus menerus absen, tak
lama kursimu di kelas akan menghilang.”
“Sudah tidak ada ‘kan … Yah iya juga sih. Bagi
Horikita-san, kau sudah membulatkan tekad mengambil
peran antagonis demi menentang aku didropout ‘kan? Itu
sebabnya kaulah yang paling bermasalah jika kau tidak
bisa menggunakan kemampuanku. Yah aku paham betapa
putus asanya kau untuk membujukku …”

Kushida-san pasti tahu dengan baik keadaan kelas


sekarang.

“Aku sudah kalah. Tak ada lagi tempat untukku.


Tetapi kenapa aku patuh saat ujian khusus suara bulat
karena hal terakhir yang ingin aku lakukan adalah
memberikan kerugian padamu meski hanya sedikit. Jika
terus menerus absen, sekolah akan menghukum kelas
yang menyebabkan siswa tidak masuk sekolah, bukan?
Dan tanggung jawab atas hukuman itu ada padamu.”

Memang benar, jika Kushida-san terus absen, kelas


akan terkena kerugian perlahan-lahan seakan menelan
racun. Ada kemungkinan strateginya bolos ke sekolah
sampai ujian khusus berikutnya akan menemui jalan
buntu, tapi itu berarti Kushida-san berhasil membalaskan
dendamnya.

“Tak ada keuntungan yang kau dapat ‘kan …”

“Baru sekarang tahu ya … Karena tidak rugi juga,


bukankah normal untuk memikirkan jalan yang
memutar?”

“Hah? Mana ada normal. Mentang-mentang nilai


OAA-mu sedikit lebih bagus udah belagu …”
“Aku menyambutmu masuk karena kupikir kau akan
menghiburku, sepertinya pemikiranku itu tepat. Kau
orang yang menarik Ibuki-san. Jika hanya ada aku dan
Horikita-san, percakapan kami mungkin jadi
membosankan. Memang apa yang kukatakan tentang
normal tadi salah. Karena apa yang kuanggap normal itu
adalah suatu yang tidak normal.”

“Jadi kau ngaku kalau dirimu itu tak normal?”

“Selama tidak nomor 1, aku tidak akan pernah puas.


Aku juga tidak mentolerir hal-hal yang membuatku
merasa nyaman.”

“Menjijikkan …”

“Yah mau bagaimana lagi. Aku tak bisa mengubah


caraku berpikir. Dari lahir aku sudah begini …”

Tidak masalah apakah itu melampiaskan kemarahan


atau memang sudah benci.

Kushida-san yang telah menenangkan pikiran seakan


tercerahkan, lebih menakutkan dari biasanya.

Dia jauh lebih sulit dihadapi daripada saat


kelemahannya terungkap di mana suaranya menjadi keras
dan perkataannya berubah kasar.

“Sampai pihak sekolah melakukan sesuatu secara


paksa, aku akan tetap bolos ke sekolah.”

Kushida-san menyatakan akan melanjutkan


serangan seakan tak takut mati.
Dalam arti tertentu bisa dikatakan tak terkalahkan,
dia berkata apa adanya.

“Jadi gimana?”

“Ya enggak gimana-gimana.., tak ada pilihan selain


melanjutkan dialog seperti ini denganmu.”

“Kau tak punya cara lain ya … Sangat beda jauh


dengan Ayanokōji-kun …”

Saat nama Ayanokōji-kun diucapkannya, tersentak


telinga Ibuki-san bereaksi.

“Kupikir yang mengambil keunggulan terhadapnya


itu aku.., makanya aku tak merasa cemas. Sebaliknya
lebih dari itu, dia menyusun rencana dengan
memanfaatkan balik keunggulan itu. Menurutku dia
adalah orang yang tak boleh dijadikan musuh.”

“Orang itu───ya … Dia mungkin memiliki kekuatan


untuk melihat berbagai hal jauh di depan … Yah
meskipun baru belakangan ini aku menyadari akan hal itu
sih …”

“Yah kalau gitu kau sama juga denganku ya …”

“Iya …”

Setelah itu, keheningan kecil berlanjut.

“Kau orangnya cukup bodoh juga ya Horikita-san.


Padahal akan lebih mudah jika saja kau mendropoutku.”

“Yah mungkin aku memang bodoh. Intuisi yang tak


berdasar. Kepercayaan diri yang tak berdasar. Mau
bagaimana lagi kalau aku terpaku pada hal tersebut.
Namun, tak ada keraguan bahwa kau adalah siswa
berbakat. Doronganmu padaku dan Ayanokōji-kun yang
mengetahui masa lalu itu memang berbahaya.., tapi
kontribusi yang kau lakukan untuk kelas selama satu
setengah tahun tidak mengubah evaluasimu.”

Dia selalu meninggalkan hasil yang membanggakan


bahkan tak ada yang memalukan.

“Jika memang merepotkan kelas adalah prioritas


utamamu, mungkin dengan kau terus absen balas
dendammu itu berhasil … Sebaliknya, apa tak apa bagimu
seperti ini?”

“Apa maksud dari yang kau bicarakan?”

“Aku tanya apa kau bisa puas hanya dengan begitu


saja?”

“Bisa … Lebih dari itu aku tak kepingin juga. Kau


membujukku dengan perkataan apa pun tak guna, aku
tidak akan pernah mengangguk setuju.”

Membujuk. Mendengar kata itu, aku merasa seperti


ada tulang kecil tersangkut di tenggorokanku.

Aku memang ingin Kushida-san datang lagi ke


sekolah.

Itu karena agar aku bisa membuktikan keputusanku


ini tidaklah salah.

Kushida-san yang ada di depanku ini tahu benar


tentang hal itu.
Tetapi, hal itu demi diriku. Sulit mengatakan kalau
hal itu jawaban bagus demi Kushida-san.

“Aku mungkin telah salah paham.”

“Maksudnya?”

“Aku bermaksud untuk [membujuk] dirimu. Tapi


tidak begitu. Pada akhirnya hal itu demi diriku, demi
Kelas. Aku tidak memperhatikan bagaimana perasaanmu
…”

“Apa? Jadi sekarang mau merengek meminta belas


kasihan ya?”

“Aku hanya baru sadar membuatmu datang ke


sekolah yang tidak ingin kau datangi adalah kesalahan
…”

“Kalau begitu pembicaraan kali ini selesai. Bila aku


menjadi penghalang, kau juga yang terjatuh. Aku akan
senang kalau kau menderita di kehidupan sekolahmu
panjang ini.”

“Tak perlu memedulikanku. Tapi, kau juga akan


sama menderitanya.”

“Menderita.., aku? Apa-apaan itu?”

“Padahal masih punya tempat untuk kembali, tapi


tak lama kau akan kehilangan tempat itu …”

“Kau jadi berkata seenaknya saja ya … Bukankah


sudah kubilang tak ada tempat untukku lagi …”
Semakin aku memikirkan tentang Kushida-san,
semakin aku memikirkannya lagi dan lagi ada satu
perasaan yang muncul di benakku.

“Melihatmu aku jadi kesal …”

“… Haah?”

“Dibilang tak berempati pun tak apa.., kau itu anak


kecil jadi ya mau bagaimana lagi … Intinya kau salah
secara keseluruhan saat memutuskan pilihan. Hal ini
tidak akan terjadi kalau saja kau tidak berusaha untuk
mendropoutku yang tidak tahu apa-apa tentangmu apa
lagi bicara tentang rahasiamu tahu! Sama juga dengan
masalah Ayanokōji-kun!”

“Sudah kubilangkan … Aku enggak tahan!”

“Itu yang kumaksud anak kecil. Mengamuk karena


enggak bisa menahan dirimu sendiri … Sama aja kayak
anak kecil!”

Yang pertama kali bereaksi dari perkataanku itu


adalah Ibuki-san yang dari tadi hanya diam
mendengarkan.

Tanpa sadar dia mulai tertawa terbahak-bahak.

Mungkin karena tersinggung, Kushida-san


menunjukkan sikap kesal.

“Cuma begini aja kok.., setidaknya tahan dirimu. Kau


sudah SMA ‘kan? Padahal cuma jalan pergi ke kelas, tapi
itu aja enggak bisa … Jangan terus-terusan berbaring
mengamuk di tanah, cepatlah bangun dan jalan dengan
kakimu sendiri.”

“Hah───pandai juga bicaramu Horikita-san. Tapi,


aku ini gadis malang yang sedang terluka loh … Jika
pergi ke sekolah, yang ada aku nanti jadi gangguan dan
keadaan tak ‘kan sama seperti dulu … Sungguh
kejamnya, kau malah ingin membawaku ke tempat yang
sangat menyulitkan begitu … Sungguh tak ada empatinya
…”

“Aku tidak dalam posisi untuk mengatakan hal ini


padamu.., tapi kau sekarang ini sangat-sangat
menyedihkan.”

“… … … …”

“Di kelas, sifat aslimu sudah terbongkar. Tidak bisa


sudah kau menjaga sifat palsumu lagi. Karenanya cuma
bisa merepotkan saja. Penampilanmu saat menangis
dikelas seperti anak kecil.., sekarang jelas anak kecil. Ah
tidak, seperti balita malah … Aku merasa sedang
berhadapan dengan seorang balita ini mah …”

“Jangan mengejekku!!!”

Mengangkat tangan, lalu tanpa ragu


mengayunkannya ke pipiku.

Aku dengan tenang menggenggam dan menahan


kuat-kuat tangannya itu.

“Yah setelah melihat sikapmu tentu jadi kepingin


mengejek ‘kan … Merasa senang karena merepotkanku,
merepotkan Kelas, dan untuk memprioritaskan hal itu tak
lain cuma balita doang …”

“Hanya aku yang mengalami pengalaman pahit,


terus menahan diri.., dan kau ingin aku bekerja sama
dengan orang-orang di kelas?”

“Jangan seenaknya menyimpulkan … Dengar! Kau


memiliki kekuatan yang handal. Kalau gitu, gunakanlah
[untuk dirimu sendiri] bukan untuk yang lain. Tak peduli
apa yang orang lain katakan. Jika kau bertindak untuk
dirimu sendiri, dan untuk dirimu sendiri kau naik ke Kelas
A, tak diragukan lagi itu adalah [prestasi]mu sendiri.
Dengan itu kau bisa menggunakan hak istimewa lulus di
Kelas A semaumu … Dan kalau masalah seperti ini terjadi
lagi nanti, selanjutnya kau bisa pergi ke tempat yang tak
ada yang tahu tentang masa lalumu …”

Kushida-san yang melototiku, berhenti berkata-kata.

“Kehidupan sekolah hanya tersisa satu setengah


tahun lagi. Itu bukan suatu hal yang sulit ‘kan? Selama
satu setengah tahun ke belakang, kau berhasil
menunjukkan hanya wajah baikmu. Kali ini kau cuma
melakukan hal yang lebih mudah. Atau mungkin
melakukannya dengan kemampuanmu kau tak bisa?”

Aku bisa merasakan tangan Kushida-san yang


kugenggam gemetar karena marah.

Tapi, aku sudah sampai pada satu kesimpulan lain.

“Baru sekali ini aku datang ke tempatmu. Sisanya


tergantung pada apa yang kau pikirkan. Jika kau
memutuskan untuk menjadi musuh meskipun aku sudah
berbicara sebanyak ini───tak ada obat lagi yang dapat
menenangkan pikiranmu. Teruslah jadi anak kecil..”

“Selagi aku berhenti melangkah.., Horikita-san terus


bergerak maju … kah …”

Tanpa harus membicarakan semuanya lagi, Kushida-


san pasti memahaminya.

“Kau didropout. Lalu mimpiku untuk lulus di Kelas A


terwujud. Jarak selisihnya jauh bukan?”

Kushida-san yang punya harga diri tinggi


memejamkan mata membayangkan masa depanku yang
dia benci.

Kehidupan sekolah yang panjang hanya tinggal


beberapa persen.

“Benarkah …? Jika mulai kembali masuk ke sekolah,


apa menurutmu aku masih punya kesempatan?”

“Itu tergantung pada dirimu sendiri. Apa kau akan


menurunkan tinjumu atau tidak.., kau yang putuskan …”

Kekuatan tangan Kushida-san masih kuat. Meski


begitu secara bertahap kekuatannya mulai menghilang
perlahan-lahan.

“Yah setidaknya aku akan mendengarkanmu.


Beritahu aku tentang strategi Horikita-san …”

Setelah menyusuri banyak tikungan tajam yang


berkelok-kelok.., akhirnya sampai di titik Kushida-san
mau mendengarkanku.
Namun, aku tak seharusnya menjaga penampilan
hanya untuk membuat dia merasa nyaman.

Yang perlu kulakukan adalah meyakinkan tentang


rencananya untuk tetap bertahan.

Dengan beberapa jawaban tak pasti yang ada, lalu


merumuskannya sampai pada jawaban yang ideal.

“Menjalani kehidupan sekolah dengan berpura-pura


ramah itu───”

“Tak bisa. Malah enggak mungkin ‘kan? Seisi kelas


melihat sifat asliku.., dan tak ada yang bisa mengubah
fakta itu bukan?”

“Benar. Tapi bisa juga, kalau belum ada yang melihat


sifat aslimu, kau bisa tetap pura-pura ramah lagi ‘kan?”

Kushida-san menunjukkan sikap memikirkannya


sedikit, tapi dia bergumam ‘gimana ya … ’

“Jika yang tahu sifat asliku Horikita-san lalu


Ayanokōji-kun dan yang lainnya, hanya sedikit orang.
Aku mungkin tak akan ragu untuk menjaga
penampilanku, tapi sekarang yang tahu jumlahnya
sekelas? Tidak hanya siswa yang cakap saja, siswa bodoh
nan tolol kayak kotoran juga termasuk …”

Kushida benar. Tapi sebelum aku bereaksi, yang


bereaksi duluan adalah Ibuki-san.

“Wah kasar bener mulutmu …”.

Sepertinya Ibuki-san sensitif dengan kata-kata


bodoh nan tolol kayak kotoran.
“Aku tidak sedang membicarakanmu jadi enggak
masalah ‘kan?”

“Ibuki-san.., kalau tak bisa diam, kau boleh pulang


duluan kok …”

“Ah begitukah? Kalau gitu aku pulang. Kau akan


menepati janjimu itu ‘kan?”

Begitu dia berdiri, aku memberitahukan apa yang


harus dikatakan.

“Tak boleh. Jika kau pulang sekarang, aku akan


anggap kau meninggalkan Di tengah jalan, dan perjanjian
kita pun batal.”

“Haaaaah? Yang benar aja … Agh.., aku akan diam


jadi cepat selesaikan.”

“Perjanjian? Itu kata yang membuatku penasaran.”

“Agar dia mau bekerja sama denganku untuk


membawamu kembali masuk ke sekolah, aku berjanji
bertanding dengannya saat festival olahraga nanti, cuma
itu …”

Aku menyelesaikan dengan cepat penjelasan kenapa


Ibuki-san ada di tempat ini.

“Jadi begitu ya … Aku bertanya-tanya kenapa Ibuki-


san dilantai tempat kamarku, sekarang terjawab sudah
…”

“Yah berkat dia aku bisa masuk ke dalam kamar


Kushida-san, jadi ya setidaknya ada artinya …”
Dari wajah Ibuki-san.., dia memiliki banyak hal
untuk dikatakan, tetapi Ibuki-san tetap menahannya.

Walau harus menahan diri, itu semua untuk bersaing


denganku.., dan aku akan mencontoh semangatnya itu.

“Kembali lagi ke pembicaraan kita, apa tak apa kalau


dari penjelasanmu kuanggap sangat sulit untuk tetap
berakting meski sifat aslimu sudah diketahui?”

“Yah itu benar. Meski bisa berusaha berakting


dengan baik karena adanya alasan, kau tak bisa
melakukan yang terbaik dalam berakting tanpa adanya
alasan ‘kan?”

Kalau sampai sekarang aku dan Ayanokōji-kun


didropout, masuk akal bila ada alasan untuknya terus
berakting.

Namun mustahil buat Kushida-san mendropout


hampir seluruh kelas.

Di masa SMP, saat Kushida-san berada dalam situasi


yang sama, dia menghancurkan kelas dan mengakhiri
segalanya.

Oleh karena itu, mengikutiku perkembangan sejauh


ini dia melakukan hal yang sama juga kali ini.

“Jika tidak mau melakukannya, kau tidak perlu


dekat dengan teman sekelas seperti sebelumnya …”

“Heeh?”
Tampaknya tidak hanya Kushida-san yang ada di
depanku, tetapi juga untuk Ibuki-san.., mereka berdua
menunjukkan reaksi terkejut yang sama.

“Bahkan jika menyuruh kelas untuk berhenti bicara


tentangmu, tetap tidak ada jaminan mutlak. Dalam hal
ini, tidak dapat dihindari Kushida-san akan dicurigai oleh
kelas lain, yang berasumsi kalau Kushida-san adalah
siswa yang bermasalah yang memiliki muka dua.”

Tapi jika begitu, efektivitas dari senjata yang


Kushida-san punya akan hilang setengahnya.

Meskipun Kushida-san cukup pandai di bidang


akademik dan olahraga, kemampuannya itu bukan yang
terbaik.

Bahkan dikatakan kemampuannya lebih unggul dari


Sakura-san, tapi dia tidak punya daya tarik di bidang lain
lagi.

“Aku tidak lagi dipercaya oleh siapa pun. Kau tidak


berpikir semuanya bisa di yakinkan olehku. Benar begitu
‘kan?”

“Tentu tidak akan sama seperti sebelumnya, tapi apa


iya kredibilitasmu sepenuhnya langsung hilang begitu
saja. Bagaimana menurutmu? Ibuki-san …”

“… … … …”

“Jawab Ibuki-san …”

“Kau ‘kan yang menyuruhku diam …”

“Kuizinkan kau bicara …”


“Yang benar aja … Tadi nyuruh diam, sekarang
bicara.., aku ini bukan adik atau bawahanmu tahu!”

“Jadi kau tidak mau bertanding melawanku? Kalau


gitu ngomong dong───”

“Ah elah!”

Kata Ibuki-san, sambil memegang kepalanya.

“Kau cuma kebanyakan akting sebagai orang baik


doang ‘kan … Sejak awal aku tak percaya ada orang yang
sepenuhnya baik, malahan kau yang dulu itu yang
mencurigakan. Jika ditanya mana yang harus dipercaya,
kau yang dulu atau kau yang sekarang, aku mungkin lebih
percaya kau yang sekarang.”

Ibuki-san mengatakan apa yang dipikirkannya


dengan cepat. Mungkin perkataan Ibuki-san terdengar
tak basa-basi atau tanpa ada akal-akalan murahan oleh
Kushida-san.

“Hahaha … Jawaban yang menarik ya … Tapi tidak


semua orang tak normal layaknya Ibuki-san. Sebaliknya,
orang normal tak memiliki prasangka ‘kan?”

“Yah dia memang tidak normal …”

“Oii!”

“Tapi bukankah kebanyakan orang memiliki 2 sisi


pada sifat mereka? Ibuki-san menghargai bagian dari sisi
sebenarnya darimu yang berakting untuk dirimu sendiri
lebih dari apa pun. Itu karena sifat dan perasaanmu yang
sebenarnya tidak akan pernah berubah.”
Sejak awal mengubah sifat asli Kushida-san itu
adalah kesalahan.

“Selain itu, Jika kau tidak mengubah cara dan nada


bicara pada orang luar, sulit membayangkan sifat aslimu
yang sebenarnya jika tidak melihatnya. Tidak peduli
berapa banyak kata jelaskan pun, orang tidak dapat
paham kecuali mereka sekali mengalaminya langsung.”

“Maksudnya?”

“Yah misanya Ichinose-san. Dia dikenal orang baik


lebih dari Kushida-san. Tapi bagaimana jika nyatanya, dia
sangat kejam, mulutnya kasar, dan menjadikan kesalahan
orang lain sebagai kesukaannya lebih dari apa pun,
apakah kau langsung percaya?”

“… … Sangat sulit memang. Dia sepertinya memang


orang baik beneran …”

“Kalau aku meragukannya sih …”

“Yang kau maksud bukan Ichinose-san ‘kan,


melainkan keberadaan orang baik itu sendiri?”

“Yah … Kau tidak akan tahu kalau tidak melihatnya


secara langsung. Bahkan mendengar tentang Kushida dari
Horikita saja sudah tidak ada waktu.”

“Iya benarkan? Setidaknya selama satu setengah


tahun terakhir, Ichinose-san adalah orang baik. Kalaupun
ada orang yang tiba-tiba membongkar hal buruk
tentangnya, aku tak percaya. Yah meski begitu, jika
semua teman sekelasnya berkata Ichinose-san memang
orang yang seperti itu.., tentu kita pasti akan
mencurigainya. Tapi, bukankah tidak sepenuhnya image
tentang dia terbayangkan?”

Ichinose-san yang dengan kejam menggunakan


kekerasan, Ichinose-san yang bermulut kasar. Tidak
peduli siapa yang bicara, tak akan ada yang percaya.

Walau sudah mewaspadainya, tetap tidak ada yang


percaya jika tak melihat sisi lain itu secara langsung.

“Kecuali mengalaminya.., mungkin memang benar


tidak ada yang paham. Bahkan dalam seni bela diri, meski
sudah dibilang teknik itu berbahaya, tetap tidak masuk ke
kepala. Tapi jika benar-benar melakukannya, kau bisa
paham betapa hebatnya teknik tersebut.”

“Menyamakan dengan seni bela diri itu kau sekali ya


Ibuki-san …”

“Namun selama ada keraguan, tidak sepenuhnya


dapat dipercaya.”

“Yah kalau itu tergantung seberapa cakap


kemampuanmu. Mulai sekarang kau harus melakukan
dengan cara yang lebih terampil. Setidaknya
kemampuanmu dalam mengontrol jarak dan caramu
berkomunikasi lebih tinggi dari orang lain itu fakta.”

Pada tahap ini tidak diketahui apakah kepercayaan


tentangnya dapat diperoleh atau tidak di masa
mendatang.
“Kalaupun tak ada masalah dengan Kelas lain,
bagaimana dengan kelas kita? Shinohara-san, Wang-san,
terutama Hasebe-san yang sepertinya menyimpan
dendam padaku … Apa mungkin dengan ini kelas kita
bisa bersatu?”

“Tidak mungkin kalau semua. Tapi, hasil memuaskan


akan muncul hanya dengan bagaimana kau menjawabnya
menggunakan kemampuanmu.

Sekali pun hasilnya lebih tinggi dari rata-rata, siswa


yang hanya bisa mendapatkan nilai di bawah Kushida-san
tidak bisa dengan mudah mengeluh.

“Jika ketidakpercayaan muncul keluar, aku akan


bekerja sama.”

“…. Apa kau pikir aku percaya pada perkataan naif


itu? Bukannya nanti kau akan berkhianat …”

“Diragukan pun ga masalah. Saat aku berkhianat,


aku akan mendengarkan pengaduan dendammu itu …”

Lagi pula, di saat ini bagi Kushida-san yang usahanya


berakhir sekali, seharusnya tak ada lagi hal untuk
ditakutkan. Kushida memejamkan mata.., membuat
keheningan terpanjang Di hari ini. Lalu dia
menggumamkan sesuatu yang tak bisa aku dengar. Dan
akhirnya setelah tampak sudah sampai pada suatu
kesimpulan, Kushida-san membuka mata.

“Aku mengerti. Demi diriku sendiri, aku akan


berkontribusi pada Kelas selama satu setengah tahun.
Aku tidak akan bertarung demi Horikita-san ataupun
demi teman kelasku. Dengan begini tidak masalah ‘kan?”

“Sama sekali tak ada keluhan. Yang harus dilakukan


hanya menjawabnya dengan hasil …”

Pada Kushida-san yang berdiri.., kali ini dari pada


melayangkan tinju, dia mengulurkan tangan kirinya.

“Pada saat itu kebalikannya ‘kan …”

Waktu itu uluran tanganku tidak Kushida-san


tanggapi.

(Waktu yang dimaksud saat vol 6, 1st year.)

“Berjabat tangan dengan tangan kiri itu yang seperti


dilakukan pada orang yang saling bermusuhan tahu!”

“… Begitukah? Dulu tangan mana yang kuulurkan


padamu ya?”

“Kiri …”

Mengingat dengan jelas, jawab Kushida-san dengan


cepat.

Itu berarti dia memang mengulurkan tangan kiri


setelah memahami hal itu kah.

Aku pun berdiri juga, lalu mengulurkan tangan kiri


dan berjabat tangan dengannya.

“Ini seperti memperingati kita akan bermusuhan.”

“Tidakkah menurutmu hal ini seperti kita banget?”

“Yah kau mungkin benar …”


Pada genggaman tangan yang kuat itu, kubalas balik
juga.

“Oh ya … Ada sesuatu yang ingin kulakukan padamu


Horikita-san. Tidak apa-apa ‘kan?”

“Permintaan? Apa memangnya?”

“Itu───”

Dengan wajah tersenyum, dia secara perlahan


mengulurkan tangannya ke arahku.

Tengan yang dia ulurkan itu melewati ketinggian


badan dan lalu menggapai wajahku.

Begitu kukira dia bermaksud mengusap pipiku


dengan lembut … tiba-tiba layaknya sengatan listrik
mengalir bersamaan dari kedua sisi pipiku.

Segera setelah itu, baru kusadari bahwa itu adalah


rasa sakit di mana pipiku dicubit.

“Apa yang au ukan …!?” (Apa yang kau lakukan …!?)

“Aku sangat membencimu Horikita-san.”

Mengatakan itu, Kushida-san mencubit pipi lebih


keras lagi.

“Sejak bertemu denganmu hari ini aku sudah kesal..,


bahkan kita yang sekarang membangun hubungan kerja
sama pun masih membuatku sangat kesal. Memikirkan
kalau hal ini terus berlanjut sampai Senin, bahaya kalau
sampai stress … Tak masalah ‘kan, kalau aku
melupakannya sebentar seperti ini …”
Dilihat dari kekuatan yang ditambahkan pada
cubitannya itu, tampaknya dia tak akan berhenti.

“Sudah cukup ‘kan?”

“Belum.., segini aja tak cukup …”

Aku berniat membiarkannya untuk sementara waktu,


tapi Kushida-san yang sedang dalam suasana hati yang
bagus, tidak berhenti mencubit pipiku.

Jika dia tidak berniat melepaskan pipiku, aku juga


punya ide sendiri.

Dengan cara yang sama, mengulurkan kedua tangan


lalu mencubit pipi Kushida-san.

“Hah?”

“Tsudah aatnya ntukmu elepaskannya ukan?” (Sudah


saatnya untukmu melepaskannya bukan?)

Dia pasti berhenti kalau tahu sakit, itu yang kukira


….

“Afafa.., nndanya ukup di wajah jelekmu aja …”


(Hahaha, Bercandanya cukup di wajah jelekmu aja …)

Tak menyerah, kekuatan ditambahkan pada ujung


jari dengan semangat membalas cubitanku.

Walau begitu, Kushida-san tidak mengambil langkah


dalam mencubit dengan kekuatan yang sepertinya
melebihi batas.
Kalau sudah begini, ini adalah persaingan antara
yang saling keras kepala.

“Kalian berdua lakuin aja sampe robek ya …


Keliatan bego banget jadi aku pulang …”

Ibuki-san yang satu-satunya berpikir tenang, pergi


ke pintu depan setelah berkata begitu.

Persaingan kami berlanjut selama 2.., 3 menit, tepat


saat rasa sakit berubah jadi mati rasa.

Menyadari apa yang dilakukan ini benar-benar


membuat kami berdua terlihat bodoh, kami pun saling
menghentikan cubitannya.

Melihat wajah Kushida-san yang menjadi merah, aku


mengira pasti wajahku juga sama merahnya dengan dia.

“…. Senin nanti, datanglah ke sekolah.”

“Keras kepala banget. Udah cepat pulang aja sana


…”

Seolah-oleh punggungku didorong, aku melangkah


keluar dari kamarnya ke koridor.

“Huuh yang benar saja …”

Saat melihat ke depan lift selagi mengusap-usap


kedua sisi pipiku, aku melihat Ibuki-san masuk ke dalam.

“Apa mungkin kau menungguku?”

Begitu aku mulai berjalan ke sana, Ibuki-san


menekan tombol lift dengan lidahnya yang menjulur
keluar.
“… Dia mungkin memiliki bakat untuk membuat
orang marah …”

Tapi yah.., berkat dia aku bisa bertemu dengan


Kushida-san.

Sesuai keinginannya.., di festival olahraga nanti aku


harus membuat hasil persaingan kami jelas di atas hitam
dan putih.
*3.2

Mengangkat kepalaku yang berat dari tempat tidur,


aku keluar dari tempat itu seperti seakan jatuh terguling.

Aku tidak sedang demam, tapi aku merasa agak


pusing.

Penyebabnya sudah jelas, itu karena rasa bersalahku


yang tak masuk ke sekolah selama 5 hari.

Kecuali sedang sakit, selama ini aku tak pernah


absen dari sekolah.

Tersiksa oleh rasa bersalah, aku mencoba


memikirkan hal lain untuk menghilangkannya dari
perasaanku., tapi sayangnya aku gagal menyingkirkannya
dikepalaku.

Jika yang ingin dihilangkan bisa disingkirkan, aku


mungkin tidak akan absen selama 5 hari.

Mari lakukan sesuatu untuk mengubah suasana hati


Dengan ide itu aku meraih ponselku.

Mengabaikan notifikasi pesan masuk yang belum


terbaca, aku membuka folder foto dan mengakses data
album paling awal.

Aku terus meng-scroll, melihat-lihat pada foto yang


membuatku merasa nostalgia.
Yang pertama membuat tanganku berhenti meng-
scroll adalah saat melihat foto temanku.., yang pada saat
baru masuk ke sekolah ini belum bisa kupanggil sebagai
teman.

Itu adalah foto pertama dan satu-satunya kuambil, di


sana terpotret aku yang belum bisa tertawa dengan baik
bersama Hirata-kun juga sedang tersenyum lembut di
sebelahku.

Sampai sekarang aku masih tak begitu bagus dalam


tertawa, tapi dibandingkan dulu, kini jauh sudah lebih
baik.

“Ini membuatku nostalgia …”

Kehidupan sekolah di Jepang di mana aku tak kenal


atau tahu apa pun …

Dan Hirata-kun adalah orang pertama yang


menenangkan kegugupanku itu.

Di waktu itu aku bahkan tak menyadari perasaan


sukaku padanya.

Aku hanya berpikir dia keren dan baik.., pokoknya


orang yang hebat.

Di Cina, di mana rasa persaingan masih kuat dan


tingkat studinya masih tinggi, tidak ada waktu untuk
jatuh cinta.., oleh karena itu aku tidak menyadarinya …
Tak tahu sejak kapan aku menyadari cinta itu.., tetapi
kupikir Di hari aku akan menyadarinya, aku mungkin
tidak akan mengungkapkan cintaku itu.
Hirata-kun adalah laki-laki populer.., dia bukan
seseorang yang bisa kugapai.

Meski aku mengungkapkan perasaanku yang salah


ini, yang ada hanya akan merepotkannya saja.

Aku sudah cukup senang bisa berada di sampingnya,


karenanya aku hanya bisa memendam perasaan ini di
hatiku …

“Tapi meski begitu───”

Dengan mengingatnya saja, sudah membuatku


malu.., takut, sampai air mataku mengalir.

“Apa ya.., yang harus kulakukan …”

Semua orang dikelas, kini sudah tahu aku menyukai


Hirata-kun.

Bahkan saat pergantian tempat duduk, mereka


mungkin sadar juga kalau aku ingin kursi yang dekat
dengan Hirata-kun …

Aku tak tahu harus menunjukkan wajah seperti apa


saat datang ke sekolah …

Begitu memikirkannya, aku dikejutkan oleh perasaan


bersalah lainnya.

Setelah didropout dari sekolah, Sakura-san


menunjukkan kebaikan juga ketegasan pada Hasebe-san.
Dibandingkan aku, perasaan Sakura-san lah yang
seharusnya lebih terluka. Namun, aku malah terpaku
dengan diriku sendiri yang hanya memikirkan menekan
tombol pendropoutan, berharap ujian akan berakhir lebih
cepat …

“Jahat banget ya aku …”

Aku sangat benci, benci diriku yang jahat ini, sangat


menyakitkan, sungguh menyakitkan.

Masalahku padahal cuma masalah kecil ….

Ketika aku mencoba mematikan layar ponsel karena


tidak ingin melihat diriku yang sedang tertawa canggung,
aku ingat email yang kuterima dari Ayanokōji-kun pada
Senin malam lalu.

Apa yang dirasakan oleh Ayanokōji-kun sekarang ya?


Aku bertanya-tanya apa dia masih bisa pergi ke sekolah
seperti biasa setelah mendropout teman baiknya dengan
tangannya sendiri.

Kalau tetap bisa pergi ke sekolah.., lalu bagaimana


caranya dia bisa?

Aku ingin bertemu dan bertanya padanya secara


langsung …

Pada aku yang merasa seperti itu, tiba-tiba sebuah


pesan masuk terlihat mataku.

[Aku ingin bertemu dan bicara denganmu secara


langsung].

“Aaa …”

Pesan masuk dari Ayanokōji-kun seakan menjadikan


perasaanku sekarang menjadi pesan tertulis.
Untuk jaga-jaga, nomor telepon dan nomor kamarnya
dilampirkan juga.

Bisa tidak ya dia memberikanku saran?

Selain Ayanokōji-kun, ada orang lain yang


mengkhawatirkan aku juga …

‘Apa kamu baik-baik saja?’ ‘Mau ngobrol enggak?’


‘Tidak perlu untukmu memaksakan diri ya!’

Meskipun aku sangat berterima kasih terhadap kata-


kata mereka, tak satu pun dari kata-kata itu menjadi
jawaban dalam menyelesaikan masalahku.

Tapi kalau Ayanokōji-kun dia bilang …

‘Ada sesuatu ingin kubicarakan.., ada sesuatu yang


perlu kau dengar … ’

“…. Akan coba deh …”

Lagi pula sekarang masih jam setengah enam sore.


Waktu yang terlalu cepat untuknya makan.

Tidak sopan juga untuk langsung datang ke


tempatnya.

Di kamar aku bolak-balik ke sana-kemari cemas


akan hal itu untuk sementara.., dan waktu pun mengalir
berlalu begitu saja.

Aku pun memutuskan untuk pergi ke tempat


Ayanokōji-kun.

Selagi masih gugup kugenggam telepon, aku


menelpon dia.
5, 6 deringan … begitu deringan ke 10 terdengar, di
saat aku bingung apa harus menutup telepon …

Ayanokōji-kun mengangkat panggilanku, karena


diangkat, aku buru-buru mengeluarkan suara, bicara
dengannya …

“Ano.., Ini Wang! Apa di sana Ayanokōji-kun?”

“Jadi kau menghubungiku ya …”

Suara Ayanokōji-kun yang agak bergema juga suara


shower terdengar di telingaku.
“… Iya. Aku cemas, takutnya aku tidak bisa lagi
keluar dari kamarku … Kalau sekarang aku merasa bisa
pergi keluar … Jadi ya ada sedikit yang ingin kubicarakan
dengan Ayanokōji-kun, apa bisa?”

“Sekarang kah?”

“Sedang tidak bisa ya …? Maafkan aku tiba-tiba


menelpon … Buruknya aku …”

Waktunya tidak tepat, mungkin apa pun yang


kulakukan tak ada gunanya.

“Tidak.., bukan begitu tapi bisakah kau


memberikanku sedikit waktu? Aku akan bersiap-siap
sekitar 30, ah tidak 20 menit …”

Mungkin tahu betapa tertekannya aku, Ayanokōji-


kun berkata begitu padaku.

“Te-terima kasih banyak! Aku akan berkunjung 20


menit lagi! Permisi!”
Aku tergugup dengan aneh.., telepon segera tutup
karena tidak bisa menahannya.

“Fuuuh … Jantungku berdegup sangat kencang …”

Mungkin karena pengaruh ini pertama kalinya


setelah seminggu aku berbicara dengan seseorang ….

Sambil menunggu aku bersiap-siap, dan setelah


sekitar 20 menit, persiapan selesai aku meninggalkan
kamar.

Begitu membuka pintu depan yang terasa lebih berat


dari biasanya …

“Ah …, lagi kah …”

Ada ‘kantong plastik tercantol di pegangan pintuku.

“Hari ini dia datang juga ya …”

Di dalamnya ada jelly, teh, sandwich, dan lain-lain.

Hal ini dimulai pada Senin malam ketika aku diam-


diam keluar dari kamarku untuk pergi ke mini market.

Pada awalnya, aku berpikir seseorang salah tempat..,


tetapi di dalam ‘kantong plastik itu berisi secarik kertas
kecil tertulis nomor kamarku di atasnya.

Namun tidak ada nama pengirim, jadi aku tidak tahu


siapa dia.

“Aa.., kali ini ada salad … Tapi … Itu bukan


makanan yang aku suka …”
Makanan dengan banyak protein, salad daging ayam
tenderloin.

Meski begitu, bervariasinya makanan yang diberikan


tiap harinya, membuatku merasakan kebaikannya.

“Siapa dia ya?”

Di dalam ‘kantong plastik tidak ada lagi sesuatu yang


bisa menjadi petunjuk, tanda terima pun juga tidak ada.

Selagi merasa sangat berterima kasih kepada Tanpa


Nama-san, aku berjalan menuju tangga untuk pergi ke
tempat Ayanokōji-kun di lantai 4.

Lantai tempat laki-laki tinggal, sangat membuatku


gugup.

Selagi berpikir begitu.., Begitu membuka pintu dan


memasuki koridor, aku melihat pintu kamar baru saja
terbuka.

Dan pintu yang terbuka itu adalah kamarnya


Ayanokōji-kun.

Dengan pemikiran itu, setelah aku keluar memasuki


koridor, pintu kamar baru saja terbuka. Dan pintu yang
terbuka itu, tepat kamar Ayanokōji-kun.

Tapi orang yang keluar itu——

Sekilas kupikir siapa tapi dia Karuizawa-san.

Bukan rambut kucir kuda menawan seperti biasa,


melainkan rambut lurus mulus yang halus.
Berdua bersama Ayanokōji-kun yang pakaiannya
agak acak-acakan.

Apa mungkin mereka sedang tengah kencan


dikamar?

Bila begitu, bukankah panggilan teleponku jadi


sangat mengganggu mereka …

Aku hampir merasa tertekan lagi, tapi karena sudah


datang ke sini, aku tak bisa pergi melarikan diri.

Saat Karuizawa-san melihat-lihat ke sekitar, tatapan


matanya bertemu denganku.

“Yah kau tahu hati-hati kalau ada rumor gitu …


Sampai jumpa Kiyotaka!”

Ketika aku tergugup menarik napas dalam-dalam,


Karuizawa-san juga menarik napas dalam-dalam sekitar
dua kali.

Dia mungkin diberitahu sesuatu tentang Hirata-kun.

“Bye-bye!”
“Ee.., eh?”

Aku sudah bersiap.., tapi dia hanya mengucapkan


selamat tinggal dan berjalan melewatiku tanpa melihat ke
arahku.

Begitu dia mulai berjalan dengan cepat, aku


menghentikannya.

“Ano.., Karuizawa-san!”

“Aaaa.., ada apa?”

“… … Maaf ‘kan aku.., karena sudah menelepon


Ayanokōji-kun tiba-tiba. Aku mengganggu kalian ‘kan
…”

“Itu tidak benar kok … Enggak sama sekali …


Beneran …”

“Tapi …”

“Ada yang ingin kau konsultasikan bukan? Kiyotaka


sudah bilang kok … Kalau tidak sekarang, kau mungkin
akan membutuhkan keberanian lagi untuk keluar dari
kamar …”

Begitu ya.., sepertinya perasaanku sudah


tersampaikan ditelepon tadi …

Saat Karuizawa-san menghentikan langkah kakinya,


dia berbalik menuju ke arahku dan tersenyum ramah.

“Menurutku tidak apa-apa.., tidak perlu untukmu


sungkan berkonsultasi dengannya … Dia mungkin pandai
bicara dan juga ada bagian dari dirinya yang buruk dalam
berkata-kata, tapi dia pasti akan memberikan jawaban
padamu …”

“Baik …”

Karena sudah datang sampai sejauh ini. Aku harus


menceritakan semua yang aku pikir dan rasakan
sekarang.

Mungkin berkat Karuizawa-san, aku merasa mampu


membuat perasaan seperti itu.

“Yaudah.., Senin depan nanti, aku menunggumu …”

Setelah memberi dukungan kepadaku, Karuizawa-


san pergi menuju lift lalu menekan tombol naik-turun
terus menerus. Namun, begitu dia sadar lift tak kunjung
segera tiba, dia kembali pergi lewat tangga darurat.

“Terima kasih banyak Karuizawa-san …”

Setidaknya dia tidak terlihat punya keluhan


terhadapku.

Aku memiliki kesan kuat padanya yang aku takut


akan membuatnya marah terus …, tetapi Karuizawa-san
hari ini terasa sangat ramah dan baik …

Yah tapi sekarang bukan saatnya memikirkan hal


lain.., aku pun bergegas ke kamar Ayanokōji-kun.

Begitu menekan bel, tak lama sekitar 30 detik pintu


terbuka.

Ayanokōji-kun yang menyambutku terdiam,


membuat aku jadi cemas lagi.
“A, ano … Tadi aku menghubungimu … Ada sedikit..,
yang ingin kubicarakan …”
*3.3

Tepat di waktu yang sudah dijadwalkan, Mii-chan


datang ke kamarku.

Sebenarnya aku ingin Kei pulang ke kamarnya


sendiri lebih cepat.., tapi begini saja sudah buru-buru …

Aku tahu, kami masih membutuhkan sedikit waktu


lagi.., tapi agar Mii-chan tidak berubah pikiran, tak ada
pilihan lain.

“Jangan sungkan, masuk aja …”

“Permisi.., maaf mengganggu!”

Mii-chan tidak bisa menyembunyikan


kegugupannya.., tak terlihat akan mencoba berbalik pergi

Aku cuma melihatnya sebentar, tapi aku bisa


mengerti dia berusaha keras untuk bangkit dengan
usahanya sendiri. Tidak seperti Kushida dan Haruka, dia
tidak ingin berhenti di tempat.

“Mau minum apa?”

“Tidak, tidak apa-apa. Terima kasih atas


perhatiannya.”

Dengan sopan menolaknya, Mii-chan malu-malu


duduk dikarpet.

Aku juga duduk di seberangnya dan bersiap untuk


berbicara.
“Kau datang kesini mengenai rahasia yang Kushida
bongkar dan keterkaitannya dengan Yōsuke bukan?”

Mendengar nama itu, Mii-chan tersentak kaget lalu


mengangguk pelan.

“Aku juga ingin tahu keadaan kelas seperti apa …


Bagaimana dengan Shinohara-san, Matsushita-san dan
Hasebe-san. Setidaknya mereka yang lebih terluka dari
pada aku. Juga Ayanokōji-kun …”

Aku tidak mengira namaku akan disebutkan.., tapi


bukan sesuatu yang tak biasa kah.

Dilihat dari perspektif orang luar, karena keputusan


yang sulit salah satu anggota grup yang terdiri dari teman
baik telah dibuat keluar dari sekolah.

“Bukankah sudah banyak orang yang


menghubungimu?”

“…. Terima kasih kepada mereka, banyak yang


mencemaskan orang sepertiku … Tapi.., bagaimana pun
aku tidak bisa melihatnya. Kalau mereka tahu aku
melihat pesannya, aku tidak bisa tidak membalasnya …”

Pesan dibaca tapi tidak membalas pesan itu. Mii-


chan berkata dia tidak melakukannya.

Dalam hal ini, satu-satunya hal yang dapat dilakukan


adalah tidak membuat pesan masuk sebagai pesan yang
telah dibaca.
“Yah.., baiklah … Tak perlu berurut juga tak apa-
apa.., tetapi jika kau memiliki sesuatu yang ingin
ditanyakan padaku, jangan ragu untuk bertanya …”

Dengan ini, dua orang yang jarang berbicara mulai


melakukan pembicaraan. Tak perlu bicara dengan lancar
juga, tapi kalau dia sungkan, meski terselesaikan, tak
tidak akan menyelesaikan semua. Lebih baik memilih
cara dengan saling membuka hati satu sama lain.

“Yah kalau begitu.., tanpa sungkan … Aah, sebelum


itu.., apakah orang yang menaruh berbagai makanan di
tempatku itu adalah Ayanokōji-kun?”

Aku yang bereaksi tak mengerti apa yang


dimaksudkan, Mii-chan segera memberi penjelasan
tambahan untuk melengkapinya. Sepertinya ada
seseorang yang mengantarkan makanan kepada Mii-chan
sehari sekali setelah absen dari sekolah.

Tertulis nomor kamar Mii-chan pada secara kertas di


dalam ‘kantong plastik tersebut, tapi tidak ada tulisan
lain yang dapat mengidentifikasikan siapa pengirimnya.

Sekilas aku berpikir orang itu Yōsuke, namun aku


tidak mendengar apa pun tentang hal ini saat dia bicara
padaku tentang masalah Kushida dan Haruka. Kepada
Hirata yang memperlakukan teman sekelasnya dengan
setara, jika dia memberikan sesuatu untuk Mii-chan maka
dia pasti melakukan hal yang sama untuk siswa lainnya..,
dan dia pun akan memberitahuku setelah beberapa kali
kami bertemu.
“Maaf saja, itu bukan aku dan aku juga tidak tahu
siapa dia …”

“Begitu ya … Aku sangat terbantu oleh orang itu …


Jika saja aku bisa membalas kebaikannya …”

“Siapa pun itu.., ada siswa lain yang peduli saat Mii-
chan absen dari sekolah.”

Mereka yang mengirim pesan, mereka yang


menelpon, mereka yang memberikan makanan.

Atau mungkin yang tidak menghubunginya.., ada


banyak siswa yang khawatir di sekelilingnya.

Setelah mengangguk agak senang, Mii-chan


mengajukan pertanyaan.

“Ayanokōji-kun datang ke sekolah ‘kan … ya?”

Kalau memang belum menghubungi pihak luar, tidak


heran dia tidak tahu kehadiranku disekolah. Yah tentu dia
tidak akan berpikir orang yang berusaha dimintai saran
malah mengunci dirinya sendiri, tiduran dikamar.

“Tentu saja selama seminggu ini aku tetap datang ke


sekolah seperti biasa.”

“…. Apa itu tidak menyakitkanmu? Ah.., tidak,


sudah jelas pasti menyakitkan.., maksudku apa kau tidak
berpikir merasa untuk tidak datang ke sekolah?”

“Kau bertanya secara keseluruhannya ‘kan? Di mana


selama ini aku tidak pernah melakukan inisiatif
menggerakkan kelas.., dan keterkejutan semua orang di
kelas tentang aku yang menekan Kushida juga
mendropout teman baikku sendiri …”

“… Iya. Ayanokōji-kun sekarang sangat berbeda dari


Ayanokōji-kun yang aku tahu … Itu agak..,
menakutkan.”

Dia sangat jujur dan berterus terang menyatakan apa


yang dirasakannya.

Membicarakan tentang keunggulan dan kekurangan


teman baik, teman sekelas, mana yang diprioritaskan dan
mana yang tidak adalah sesuatu yang tak terhindarkan.

Aku sudah menjelaskannya saat ujian khusus masih


berlangsung, tidak perlu diulangi lagi.

“Dengan bersikap sok kuat, aku cuma menipu diri


yang sendirinya adalah seorang pengecut. Sejak awal aku
tidak pandai mengekspresikan emosiku, jadi hanya tidak
ada yang menyadarinya aja … Kurasa alasan kenapa aku
tidak absen dan tetap datang ke sekolah, karena kupikir
itu adalah hal yang buruk.”

“Itu aku sedikit memikirkannya juga. Aku absen dari


sekolah, merasa apa yang dikatakan Kushida-san itu
benar, membuatku terluka dan tak ingin orang di
sekelilingku tahu … Bahkan di Senin pagi lalu, aku
sempat berganti seragam sekolah dan pergi ke pintu
depan. Tapi aku tidak bisa melangkah satu langkah pun.
Karena satu hari absen dari sekolah, semakin lama
semakin berat aku melangkah untuk membuka pintu …,
yah itu semua salahku.., sih …”
Lalu seakan mengingat sesuatu, Mii-chan
menundukkan kepalanya.

“Cuma karena hal ini aku absen selama seminggu …,


maafkan aku …”

“Aku tidak berpikir begitu kok … Untuk datang


kesini pasti membutuhkan keberanian yang besar. Selain
itu kau tidak menyerah untuk pergi ke sekolah ‘kan?”

“Tentu saja! Sebenarnya secepat mungkin aku ingin


datang ke sekolah … Aku sadar diriku ini benar-benar
tak bisa diharapkan. Tetapi …. Itu memalukan.., dan
menyedihkan …”

Perasaan yang dipendam. Terlepas dari berapa


banyak siswa yang telah menyadarinya, tak
mengherankan kalau hal yang dianggap rahasia
dibongkar di tempat umum seperti itu, akan sangat
meninggalkan luka di hati yang dalam.

“Aku tidak bisa bilang aku mengerti posisimu atau


bisa melakukannya untukmu, tapi setidaknya teman
sekelas kita mengkhawatirkan Mii-chan.”

“Ya …”

“Dan merupakan kenyataan, kau telah merepotkan


kelas sekarang.”

Secara tiba-tiba kata-kata tajamku mengenai


tenggorokannya dan dia menjadi kaku, lalu menarik
napas.
‘Jangan khawatir.’ ‘Kapan pun pasti kami tunggu
kok … ’ Sangat mudah untuk menyusun kata-kata yang
enak didengar, tetapi itu hanya berefek mengulur-ulurkan
kesimpulan.

Dari perspektif orang luar mungkin ini terlihat


seperti tindakan kasar, tetapi hal itu akan masuk ke
dalam hatinya.

“Tapi yah untungnya Kushida dan Haruka juga tak


masuk ke sekolah, jadi di permukaan tidak terlalu
kelihatan. Tapi tak tahu Minggu depan gimana …
Mungkin saja mereka berdua datang ke sekolah dan hanya
Mii-chan yang tidak datang … Kau mengerti ‘kan?”

Bahkan anak SD pun dapat membayangkan situasi


buruk mereka sendiri.

Mungkin karena ketakutannya meningkat,


tangannya sedikit gemetar, dia mengangguk.

Aku bermaksud menyesuaikan bila doronganku


terlalu kuat.., mengejutkan tak ada indikasi yang
berbahaya.

Meskipun dia memiliki tubuh relatif kecil dan


sifatnya yang pemalu.., aku menilai bahwa dia memiliki
hati yang kuat dan tidak dapat dengan mudah
dipatahkan.

“Tidak apa-apa untukmu datang ke sekolah dengan


wajah tanpa merasa bersalah. Kau tidak perlu
memberitahu sesuatu yang penting pada Yōsuke juga …”
“Tapi … Aku.., itu.., tempat dudukku dan Hirata-kun
…, berdekatan …”

“Oh iya saat perpindahan tempat duduk Mii-chan


mengamankan kursi tengah yang tidak mencolok lebih
awal dari siapa pun. Apa itu karena kau mengira Yōsuke
akan duduk di belakangnya?”

“Uu ….”

Dari sikapnya yang terbuka, aku tahu jawabannya


benar tanpa harus dia berbicara langsung.

“Hebat juga ya … Kau mengamati dan memahami


Yōsuke dengan baik …”

“Uu … Memalukan …”

Dia memegang lutut lalu memendamkan wajah di


lututnya. Sepertinya rasa malu adalah masalah yang lebih
besar.

“Hi.., Hirata-kun … Apakah dia mengatakan


sesuatu.., tentangku?”

Dia akhirnya melangkah sendiri ke bagian yang


sudah lama dikhawatirkan.

Yah karena wajahnya tersembunyi di balik lutut, aku


tetap tidak bisa melihatnya sih.

“Tentu saja dia mengkhawatirkanmu lebih dari


Kushida dan Haruka …”

“… Itu pasti karena aku merepotkannya ya?”


Karena Yōsuke terkait pada masalah ini, wajar saja
bila dia khawatir lebih dari masalah lainnya.

“Tidak, dia tidak merasa direpotkan. Sebaliknya dia


merasa bersalah karena telah membuat alasan Mii-chan
enggan untuk pergi ke sekolah …”

“Itu … Hirata-kun.., padahal tidak salah apa-apa


…”

“Aku tahu. Tapi Mii-chan pasti tahu kalau dia


memang laki-laki yang seperti itu. Jauh lebih tahu dariku
…”

Menganggap kegembiraan orang lain sebagai


kegembiraannya sendiri.

Sebaiknya, menganggap kemalangan orang lain


sebagai kemalangannya sendiri.

Begitulah kepribadian yang dimiliki Yōsuke.

Mii-chan menutup dirinya sendiri, membuat Yōsuke


sangat terluka.

Memahami hal ini adalah cara yang paling efektif


dan penting untuk melewati situasi saat ini.

Mata Mii-chan perlahan mengangkat wajahnya yang


sedikit merah, lalu menurunkan lulutnya, namun dia
masih tidak menunjukkan air mata.

“Bukannya aku tidak memikirkannya. Hirata-kun


mungkin terluka karena aku. Tapi kurasa dia tidak
melihatku sebagai yang diprioritaskan …”
Sepertinya tak perlu mengajarinya dari pertama..,
hanya dengan memberikan dorongan saja sudah cukup
kah …

Jika dilihat sebagai siswa kelas dua SMA, bisa


dibilang siswa bernama Mii-chan hampir selesai.

“Ekspresimu sekarang berbeda dari yang sebelumnya


…”

“Terima kasih banyak. Membicarakan berbagai hal


jadi membuatku lega … Ini berkat Ayanokōji-kun …”

“Aku tidak melakukan apa pun. Cuma kebetulan aku


ada di saat kau sudah bangkit kembali …”

“Tidak begitu kok … Aku berpikir jika bertemu


dengan Ayanokōji-kun, aku bisa menyelesaikan
masalahku.”

Dengan tegas dia mengatakannya, lalu membungkuk


padaku dalam-dalam.

“Aku─── Senin depan pasti akan datang ke


sekolah.”

“Aku mengerti. Tapi jika tidak enak badan tolong


absen aja ya …”

“Tidak … Meskipun harus merangkak, Senin depan


aku pasti datang …”

Kupikir upayanya itu terlalu berlebihan, tapi


antusiasnya sudah cukup bagus.
“Selain itu, yang membuatku cemas tentang orang
yang mengirimiku makanan. Selama 5 hari ini, dia pasti
sudah mengeluarkan uang cukup banyak … Kupikir
jumlahnya hampir 10.000 poin pribadi.”

Bila dilakukan seorang diri, yah mungkin cukup


banyak uang yang dikeluarkan.

Begitu waktu Mii-chan kembali pulang tiba, dia


mengucapkan terima kasih lagi dan lagi, jadi aku
memintanya untuk cepat pulang.

“Didikan orang tuanya sungguh bagus sekali. Yah


kupikir ada bagian sedikit agak berlebihan sih …”

Dia bersikap terlalu sopan kepada teman sekelasnya.


Yah hal itu merupakan bagian dari kekuatan Mii-chan
juga.

Satu masalah sudah terselesaikan, haruskah aku


membereskan kamarku tidak bisa kusentuh ya …

Karena orang yang datang berkunjung ke kamarku


bertambah, aku tidak boleh sampai lengah.

Horikita, Yōsuke dan siswa lainnya bisa berkunjung


kapan saja.

Tak lama setelah aku dengan cekatan membereskan


kamarku, bunyi bel pintu berdering …

Aku segera melihat ponsel.., rupanya baik Kei dan


temanku yang lain tidak menghubungiku akan datang
berkunjung.

Tamu yang tak diundang kah …


Benar-benar di timing yang buruk.

Untuk sementara waktu aku akan berdiam diri.

Tergantung situasi, bisa saja aku tidak perlu memilih


keluar untuk menyambutnya ….

Namun, setelah sekitar 30 detik.., sekali lagi bel


pintuku berbunyi.

Menjelang malam, aku mematikan lampu di kamar


lalu membuka tutup lubang intip, melihat dari sana sambil
menghilangkan kehadiranku.

Sekarang, orang yang paling tak ingin kutemui dalam


arti tertentu berdiri di sana. Siswa Kelas 1, Amasawa
Ichika.

Yah dipikir-pikir.., sesuatu seperti ini pernah terjadi


sebelumnya ya …

Aku ingat hari itu hari yang buruk, di mana dia


datang berkunjung saat aku tak ingin dia yang datang.

Dia memakai seragam sekolah padahal sekarang hari


Sabtu, aku bertanya-tanya apa dia sehabis dari sekolah?
Haruskah kuanggap kunjungan kali ini cuma sekedar
mampir atau memang disengaja?

Mempertimbangkan tindakan dia sebelumnya, aku


tak bisa tidak ragu kalau tindakan kali ini disengaja juga.

Jelas dia datang berkunjung setelah tahu aku ada di


dalam kamar.
Di saat aku melamun memikirkannya, suara bel
berbunyi tiga kali …

“Halo Senpai … Aku datang untuk bermain …”

Amasawa menyapaku dengan suara yang manis


padaku yang hanya diam melihat.

“Maaf aku sedang sibuk sekarang, mainnya besok aja


bisa enggak?”

“Wah tak bisa gitu … Aku mendengar Senpai


membawa seorang gadis dan melakukan sesuatu yang
tidak-tidak.., jadi aku datang untuk menyelidikinya. Kau
akan terkena masalah jika tidak membuka pintunya loh
…”

Suaranya bergema di koridor, memaksa agar aku


pintu membuka pintu.

Jika ucapan seenaknya ini dibiarkan tak terkendali..,


bisa-bisa hal ini akan mengundang keributan dengan
tetanggaku.

Aku tidak punya pilihan selain membuka pintu dan


menghadapi Amasawa.

“Dari mana kau mendengar aku membawa seorang


gadis?”

“Informan itu adalah aku …”

“Benar-benar informan yang tak bisa diandalkan …”


“Itu tidak benar kok … Hari ini Senpai membawa
masuk Karuizawa-senpai dan Wang-senpai ke dalam
kamar ‘kan?”

Dia tidak hanya mengandalkan firasat aja. Amasawa


mengatakan kedua nama itu tanpa ragu-ragu. Bisa saja
asal menebak menyebutkan nama Kei tapi tidak dengan
Mii-chan. Sangat jelas dia paham betul bagaimana aku
bertindak.

“Aa.., cuma ingin meluruskan, aku tak memasang


alat penyadap atau semacamnya dikamarmu kok …
Sekolah sepertinya juga sangat selektif dalam
memasukkan barang masuk ke lingkungannya …”

Memang benar, tidak mungkin barang berbahaya


seperti itu bisa dibeli dengan melakukan pembelian online
dan masuk ke area lingkungan sekolah.

Namun terbatas untuk Amasawa, ada cara untuk dia


bisa mendapatkannya.

“Aku tidak akan terkejut jika kau punya satu atau


dua barang itu karena koneksi dengan Tsukishiro …”

Pada titik yang kusampaikan itu, Amasawa hanya


cengar-cengir tersenyum riang.

“Untuk sekarang, bisakah aku masuk? Permisi~”

Sebelum aku memberikan izin, Amasawa segera


melepas sepatu dan dengan antusias masuk ke dalam
kamarku.
Dan tanpa ada keraguan dia melihat-lihat ke
sekeliling ruangan.

“Apa yang kau lakukan?”

“Eh? Ayolah aku cuma sedang memeriksa kamarmu


doang …”

Aku ingin dia menjawab kenapa kamarku perlu untuk


diperiksa …

Amasawa, yang tak ragu-ragu terus mencari


sesuatu.., mengalihkan pandangannya ke tempat tidur
dan mendekatinya.

“Kau pasti penasaran kenapa aku bisa menebak


tentang Wang-senpai ‘kan? Apakah aku melihatnya
masuk dan keluar secara kebetulan, atau aku
mengetahuinya dengan beberapa cara?”

“Apa kau menyelinap masuk ke kamarku untuk


membanggakan diri pada jaringan informasi yang
punya?”

Segera mengiyakan, dia tidak menyangkal.., lalu


Amasawa menyentuh tempat tidurku.

Sambil memperbaiki kerutan pada seprai, dia


mencari sesuatu di setiap sudut dengan ujung jarinya.

Aku hanya duduk di atas karpet, mengamati


Amasawa yang sedang mencari sesuatu sampai dia puas.

“Rambut pacar Senpai panjang bukan? Itu berarti


Senpai suka sama gadis yang rambutnya panjang ‘kan?
Sebab itu.., aku sekarang lagi memanjang ‘kan rambutku
loh …”

Dia terus menggerakkan tangan dan terus melihat


mencari ke mana-mana, meskipun dia berbicara tentang
keadaan rambutnya yang belum pernah kudengar.

Karena tak ada gunanya menghentikan dia memakai


cara paksa, mau tak mau aku hanya diam mengawasi
saja.., tapi di saat itu tiba-tiba Amasawa berhenti
bergerak.

Kemudian, di kasur sekitar bantal.., dia mengapit


sesuatu dengan jari telunjuk dan ibu jari.., lalu
mengangkatnya …

“Ini dia …”

Dia mengangkat sehelai rambut panjang berwarna


emas seolah-olah sedang mengangkat kepala iblis sebagai
tanda kemenangan.

“Pasti punya Kei … Belakangan ini dia sering datang


main ke kamarku …”

“Ya itu benar …, tapi rambut dia ada di dekat


bantal.., maksudnya apa ini?”

“Menurutku ada berbagai kasus bisa terjadi.., tapi


apakah aku harus menjelaskannya satu per satu?”

“Enggak, enggak. Tidak perlu sampai harus


dijelaskan kok~”

Kemudian, ketika dia berlutut di lantai dan mulai


bergerak merangkak.., dia mengalihkan pandangan ke
lantai dan mulai mencari sesuatu seakan ahli forensik dari
kepolisian.

Aku tidak tahu apa yang dia cari.., tapi dia tidak akan
menemukan apa yang dicarinya …

“Di Whiteroom.., apa kau belajar cara mencari


sesuatu di kamar seseorang?”

Begitu aku membawa pertanyaan yang berkaitan


dengan Whiteroom.., di sana Amasawa berhenti bergerak.

“Apa Senpai tidak merasakan suatu keraguan? Kami


dikirim ke sekolah ini untuk membuatmu didropout.., tapi
sudah 2 semester berlalu, kami berbaur dengan kehidupan
sekolah tanpa mengambil gerakan apa pun pada Senpai
…”

“Setidaknya kau dinyatakan gagal oleh pihak


Whiteroom.., dan sepertinya kau di cap sebagai orang
yang tak dibutuhkan …”

“Aku tidak menyangkalnya.., tapi bagaimana dengan


anak yang lain?”

“Aku tidak tertarik …”

“Benar juga sih … Kalau Senpai tetap mengambil


sikap waspada, Senpai tidak akan bertindak sembarangan
…”

“Aku merekomendasikan untuk kalian menikmati


kehidupan sekolah tanpa perlu peduli terhadapku …”

“Itu, aku setuju … Aku juga berpikir untuk


melakukannya …”
Setelah beberapa saat, Amasawa kembali memeriksa
kamarku lagi. Dengan membelakangiku dan menjulurkan
bokongnya, aku bisa melihat sedikit celana dalam dari rok
pendek seragamnya itu.

Tidak mungkin dia tidak sadar, tapi Amasawa tetap


melanjutkan pencarian seakan tak merasa celana
dalamnya kelihatan.

Saat Amasawa mencondongkan wajahnya di bawah


tempat tidur, pakaian dalamnya terlihat semakin jelas.

“Terpaku pada pakaian dalamku.., kau mesum ya


Senpai~”

“Maaf saja, daripada melihat pakaian dalammu..,


aku lebih waspada tentang apa yang kau lakukan …”

Saat aku tak melepaskan pandanganku pada


Amasawa, dari kasur dia berbalik melihat ke belakang.
Amasawa merangkak mendekatiku dengan aura dewasa
yang tak tampak seperti seorang siswa kelas 1 SMA.

“Dia berpikir aku mulai bertindak di luar kendali.


Merasa keliru tentang maksud dan tujuanku … Dia
memiliki kesadaran kuat untuk mendropoutmu dari
sekolah, lebih dari pada kembali ke Whiteroom …”

Amasawa mengatakan hal itu padaku dengan jarak


antara bibirku dan bibirnya yang hanya beberapa
sentimeter. Aroma manis masuk ke rongga hidungku.

“Sungguh hal yang merepotkan …”


“Bagi Senpai sih memang benar. Jadi belakangan
aku memikirkan hal ini … Bagaimana jika aku
mengatakan identitasnya pada Senpai dan
memberikannya kata-kata terakhir?”

“Yah nanti itu kalau aku memutuskan untuk


memberikannya kata-kata terakhir …”

“Hahaha lucu~”

Enggak lucu sama sekali …

“Gimana? Mau dengar namanya───dariku enggak?”

Saat mendekatkan jarak sekitar 1 senti, Amasawa


menunggu balasanku.

“Aku berterima kasih atas usulanmu. Tapi aku


menolak …”

“Apa kau tidak yakin bisa menang begitu mendengar


namanya?”

“Jika identitasnya diketahui di tempat yang tak


terduga, Amasawa kau lah orang pertama yang akan
dicurigai. Lalu sebagai akibatnya apa yang terjadi?”

“Itu ya tentu saja.., dia akan mengarahkan


serangannya padaku …”

Tak ada ampun bila Amasawa berdiri sebagai


musuh.., selama ini Amasawa belum menunjukkan sikap
itu.

“Kau sangat baik ya … Senpai.”

Selain itu, terlalu percaya juga sebuah masalah.


Jika bertindak dengan beberapa strategi, tidak dapat
disangkal ada kemungkinan ucapan Amasawa mungkin
merupakan jebakan.

“Karena sudah ditolak, aku akan pulang …”

“Apakah kau datang jauh-jauh ke kamarku hanya


untuk mengatakan itu? Atau menjelajahi dan mencari-
cari sesuatu adalah yang utama?”

“Entahlah yang mana ya?”

Tertawa seperti iblis kecil, Amasawa segera pergi ke


pintu depan, lalu dia melihat ‘kantong sampah mudah
terbakar yang di dalamnya tidak banyak berisi apa-apa di
dapur.

“Beberapa kali aku sudah berkunjung ke kamar


Senpai, hari ini tumben membuang sampah cuma sedikit?
Aku pikir Senpai adalah tipe orang yang memasukkan
semua sampah ke dalam ‘kantong, kemudian
membuangnya …”

“Ada banyak sampah sisa sayuran dan ikan, jadi aku


hanya tidak ingin meninggalkannya sampai Minggu
depan.”

“Kalau begitu.., sekalian pulang, mau aku buang juga


enggak?”

“Maaf saja, tapi membuang sampah sebelum jam 8


malam itu dilarang …”

“Kau taat sekali mematuhi peraturan ya …”


Kunjungan Amasawa tidak kuharapkan, tetapi satu
misteri berhasil terpecahkan.

“Aku mengerti sedikit kenapa kau datang ke


tempatku hari ini. Kau datang karena ingin mengajukan
usulanmu itu ‘kan? Kau mencari, melihat ke setiap sudut
ruangan, karena waspada apa ada orang lain yang akan
mendengarkan …”

Menjelajahi kamar dan mencoba mencari sesuatu hal


yang pribadi bagiku, semua bagian dari kewaspadaannya.
Amasawa mewaspadai siswa Whiteroom telah
menyiapkan alat penyadap.

“Senpai … Aku pikir Senpai mungkin akan baik-baik


saja.., meski begitu jika aku didropout.., tolong dipikirkan
bahwa ada sesuatu yang tidak terduga sedang terjadi
padamu Senpai …”

Saat mau pulang, Amasawa pergi dari kamarku dan


meninggalkan kata-kata seperti itu.

Saat memeriksa ponsel untuk memastikan apa ada


yang perubahan.., muncul pesan dari Akitō.

[Senin depan Haruka akan kembali datang ke


sekolah].

Kabar baik untuk saat ini. Sebagai anggota grup,


Akitō mungkin berhasil membujuk Haruka. Yang jadi
masalah adalah pesan ini tidak terhubung dengan
chatroom Ayanokōji grup. Aku yang hanya melihat layar
sebentar, tiba-tiba pesan baru kembali masuk.
[Untuk sementara bisakah kau mengawasi Haruka
diam-diam saja?]

Teks kalimat pada pesannya sendiri sederhana, tapi


dia menekankan pada bagian kata ‘diam-diam’.

Haruka akan datang ke sekolah, tapi dia tidak ingin


bicara denganku.

Sebab itu jika aku dengan sembarang berbicara,


Haruka mungkin tidak akan datang lagi ke sekolah.

Jadi begitu kah … Alasan yang mudah dimengerti.


Kalau Haruka bisa bangkit kembali, tak ada keluhan.

“Dimengerti. Aku akan berhati-hati …”

[Terima kasih itu sangat membantu. Aku berharap


kita kumpul sama-sama lagi seperti sebelumnya …]

Setelahnya.., aku menerima pesan dengan kalimat


yang dekat seperti menghibur dari Akitō, lalu mengakhiri
pesan pada waktu yang tepat.

“Satu masalah terselesaikan kah?”

Tapi, penyelesaian kali ini tidak menyelesaikan


masalah yang sebenarnya.

Untuk sementara lebih baik beranggapan Haruka


telah mampu bangkit kembali.

Setelah beberapa jam yang menyibukkan, aku merasa


lelah dari pada biasanya.

“Hari ini lebih baik tidur lebih cepat …”


Tapi, aku tidak boleh sampai lupa membuang sampah

*3.4

Hari Senin kembali datang. Sabtu kemarin adalah


satu hari yang penuh kejadian besar.., dengan Mii-chan
yang dengan keinginannya sendiri menghubungiku, Akitō
yang secara tidak langsung mengatakan Haruka mulai
memiliki niat kembali bersekolah.

Meski begitu, tidak ada jaminan bahwa pasti


merekan akan datang ke sekolah.., selebihnya tergantung
kuatnya kemampuan mereka sendiri.

Pagi ini aku belum mendapat kabar dari Horikita


apakah Kushida akan masuk sekolah atau tidak …

Yah misalkan dia masuk sekolah, aku tidak bisa


membaca bagaimana respon keduanya baik Kushida dan
teman sekelasku.

Aku pergi ke sekolah di waktu yang sama seperti


biasa, dan duduk dengan tenang menunggu mereka tiba
hadir datang ke sekolah.

Tak begitu lama saat seperempat siswa hadir dikelas,


seseorang gadis yang mengejutkan memberi salam dengan
senyuman. Mii-chan dengan malu-malu masuk ke kelas.

“Se—, Selamat pagi …”

Mii-chan datang ke sekolah dengan kesiapan hati


akan disalahkan, mengangkat wajahnya walau dia merasa
takut.
Situasi itu tidak perlu untuk Mii-chan cemaskan,
para gadis menghampirinya menyambut dia tanpa
membahas masalah absensi.

“Selamat pagi Mii-chan …”

“Se-, selamat pagi Hirata-kun …”

Dan pria ini pun menyambut kembalinya Mii-chan


dengan senyuman yang sama sekali tidak berubah.

Pada tahap ini aku tidak tahu apa jalan romansa Mii-
chan terbuka atau tidak.

Tapi, karena belum dimulai, sudah pasti juga belum


berakhir …

Di masa kehidupan sekolah mendatang, ada


kemungkinan titik balik peristiwa besar akan datang pada
mereka satu sama lain.

Setelah itu, para gadis yang tidak pernah


meninggalkan Mii-chan yang masih gugup, mulai muncul
tawa bahagia saat membicarakan kejadian yang terjadi di
sekolah Minggu lalu.

Ketika sebagian besar siswa sudah hadir di kelas, kali


ini giliran Haruka muncul. Di dekatnya ada Akitō.., dilihat
dari keadaannya ini seperti Haruka bisa kapan saja
melarikan diri dan Akitō mengikuti dia untuk mencegah
hal itu terjadi. Keisei sempat terlihat ragu-ragu, tapi pada
akhirnya dia memutuskan tidak menyambut Haruka lebih
dulu. Aku tidak menyangka datang hari di mana senang
bahwa kursi mereka bertiga tidak berdekatan.
Sekilas Haruka menatapku, tapi dia segera
mengalihkan tatapannya ke ponselnya.

Setelah melihat situasi dan mengobrol ringan, Akitō


dan Keisei kembali ke tempat duduk masing-masing.

Mii-chan dan Haruka sudah datang ke sekolah.


Keduanya memiliki teman yang dapat mendukung di saat-
saat mereka terluka. Banyak perempuan yang mendukung
Mii-chan. Sedangkan Haruka ada Akitō dan Keisei. Tidak
seberapa, tapi mereka adalah anggota yang bisa disebut
sahabat.

Untuk sementara, pemikiran mendapat minus poin


yang besar dari sekolah bisa di hilangkan.

Namun, bagaimana dengan Kushida?

Sekitar kurang dari 3 menit kelas pagi dimulai,


Horikita datang ke sekolah sendirian dengan ekspresi
kaku di wajahnya.

Melirik ke kursi Kushida, dia duduk di kursi nya lalu


menatap lurus ke papan tulis.

Aku sudah mengharapkannya karena dia tidak


berada di lobi pagi ini, jadi tetap tidak bisa kah …

Shinohara dan beberapa siswa lainnya juga


memikirkan hal yang sama saat melihat punggung
Horikita.

Pada akhirnya bel berbunyi dan pelajaran pagi akan


dimulai.
Chabashira-sensei tiba di kelas dengan semua kursi
sudah terisi kecuali kursi Kushida.

“Kondisi kalian berdua terlihat lebih baik …


Sepertinya kalian terkena flu musim panas yang cukup
lama.., di masa mendatang, harus lebih berhati-hati
untuk menjaga kondisi tubuh ya …”

Dia memberikan peringatan dengan ramah, dan


mengkonfirmasi absensi tanpa menyalahkan mereka.

“Hari ini yang absen hanya Kushida kah … Aku juga


belum mendapat kabar darinya───”

Saat itu, aku mendengar suara pintu kelas terbuka


dari belakangku.

Sedikit kehabisan nafas, tapi dia segera mengatur


kembali pernapasannya.

“Maaf aku terlambat.”

Dengan suara yang tenang, Kushida muncul di kelas.

“Ini pertama kalinya kau terlambat ya Kushida. Kau


juga absen untuk waktu yang lama, apa kondisi tubuhmu
baik-baik saja?”

“Iya … Lain kali aku akan lebih berhati-hati.”

Tidak panik, Kushida menjawab dengan jelas lalu


duduk di kursinya. Pandangannya tetap lurus ke depan,
tanpa berbicara dengan siapa pun.
Meskipun kelas langsung dipenuhi dengan suasana
tegang, keheningan berlanjut pada situasi di mana tidak
dapat berbicara dengan sembarangan.

“Aku pikir berbagai hal telah terjadi, tapi untuk


pertama kalinya dalam seminggu, semua orang akhirnya
berkumpul lagi.”

Chabashira-sensei mengangguk puas, walau situasi


kelas masih tidak stabil.

“Tidak lama lagi festival olahraga. Aku menantikan


lompatan dan pencapaian besar kalian …”

Begitu jam belajar usai, tiba-tiba kelas menjadi


bising.

Tentu saja, tak perlu dikatakan lagi itu adalah


dampak karena kehadiran Kushida di sekolah.

Para siswa menatap Kushida dengan kemarahan yang


mendidih.

Apakah kau akan tetap berdiam diri, atau kau hanya


akan tersenyum seperti biasa? Atau mungkin sekali lagi
kau mengangkat taringmu lagi?

Aku diam-diam menarik kursi, keluar dari kelas dan


menuju koridor.

Lalu membuka dan menutup pintu dengan cepat. Aku


tidak ingin kelas lain tahu rahasia kelas kami.

Itulah yang kupikirkan tapi───


[Jangan khawatir, aku yang akan mengawasi sekitar
…]

Pesan seperti itu terkirim pada ponselku.


Chabashira-sensei mengangguk sekali begitu melihatku
di koridor. Setelah mengkonfirmasi hal itu, aku
memutuskan menutup pintu tanpa diketahui orang lain.
Dia bilang dia akan membantu kelas sebatas seorang guru
bisa lakukan. Hal ini mungkin bantuan yang dia maksud
itu.

Di situasi di mana apa pun bisa terjadi.., tidak ada


yang mengambil gerakan.

Saat Horikita terlihat mencoba menarik kursi,


Kushida lebih dulu berdiri.

Pada satu tindakan itu, Kushida seakan


mengisyaratkan untuk Horikita tidak melakukan sesuatu
yang tidak perlu.

Kushida yang mulai bergerak.., terlebih dulu menuju


ke depan Mii-chan di mana tempat duduknya yang paling
dekat juga.

Mii-chan yang akhirnya kembali ke kelas, menjadi


kaku seperti katak yang dipelototi ular.

“Aku dengar dari Horikita-san, katanya kau


kemarin-kemarin absen ya?”

“Aa.., ee.., itu …”

“Apa kau membenciku?”

“Itu, tidak───”
“Kau tidak perlu menyukaiku Wang-san. Aku yang
membongkar rahasiamu itu fakta yang tak bisa diubah..,
aku juga tidak bermaksud untuk mengakrabkan diri lagi.
Eh ya hal ini tak perlu dikatakan lagi sih …”

Tidak bermaksud untuk mengakrabkan diri lagi.

Nadanya lemah lembut, tapi kata-kata sangat kuat


membuat tubuh Mii-chan lebih kaku lagi.

Banyak mata yang melihat Kushida dengan tak puas,


cemas dan curiga.

Biasanya hal itu sangat menyesakkan, tapi sama


sekali tidak terpengaruh pada Kushida.

“Aku tidak akan mengatakan untukmu memahami


perasaan saat itu, tapi hanya hal itu saja yang bisa
kulakukan. Aku minta maaf membuat Wang-san menjadi
salah satu targetku …”

Setelah mengatakannya, Kushida membungkuk


dalam-dalam. Permintaan maaf ini memberikan kesan
apatis daripada permintaan maaf dari lubuk hati, tapi yah
setidaknya aku tidak merasakan adanya niat jahat.

“Aku juga minta maaf padamu Shinohara-san,


Matsushita-san. Sepertinya kalian sudah berbaikan ya?”

Sekarang dia menyebutkannya, jarak grup Shinohara


dan Matsushita sangat dekat.

Di hari libur kemarin sepertinya Yōsuke dan Sudō


mengambil gerakan untuk memperbaiki hubungan
pertemanan mereka kembali.
“Dengan meminta maaf, kau pikir akan selesai?”

Seketika tanpa jeda, Shinohara membalas Kushida


dengan kata-kata kasar.

“Tidak selesai memang, tapi tanpa permintaan maaf


tidak ada yang dimulai juga bukan?”

“Itu … Apa itu sikap yang benar untuk meminta


maaf?”

“Entahlah … Tapi ini adalah diriku yang sebenarnya


…”

Topeng palsu yang selama ini dia pakai. Kushida si


malaikat sudah tidak ada lagi.

Hanya ini yang perlu disampaikan pada semua orang


dikelas yang penuh dengan suasana tegang.

Untuk saat ini, aku bermaksud untuk tetap


mempertahankan penampilan, sikap dan sifat sampai
tingkat tertentu seperti sebelumnya pada keseharianku
mendatang. Oleh karena itu, tergantung situasi aku bisa
mengumpulkan informasi dari kelas lain. Tapi bila ada
orang di kelas ini mencoba menghalangiku, aku tidak
keberatan.”

Tidak peduli sebaik apa Kushida dalam


mempertahankan penampilannya di luar kelas, hubungan
tidak dapat dibangun bila dihalangi oleh orang dari
internal.

“Mau menggunakan senjataku atau tidak..,


keputusan kuserahkan pada kalian semua.”
Jika Kushida berkepribadian yang menghargai
pertemanan dan takut kesepian, mengisolasinya adalah
bentuk dari pembalasan. Namun, Kushida menunjukkan
sikap yang tidak pasif melainkan sikap agresif.

“Dan aku juga tidak akan mengampuni orang yang


mengarahkan permusuhan kepadaku … Rahasia yang
kubongkar saat ujian khusus kemarin itu cuma sebagian
doang. Aku yakin ada kenyataan yang ingin kalian
sembunyikan ya ‘kan?”

Dia mengatakan hal yang jelas untuk mengancam..,


tapi ancamannya tidak merujuk pada seseorang tertentu,
melainkan pada semua orang di kelas.

“Aku bisa menjanjikan satu hal … Asal tidak ada


yang menyudutkanku, aku tidak akan membongkar
rahasia kalian. Ini bukan demi kelas, melainkan demi
diriku sendiri. Demi aku bisa lulus di kelas A. Tindak
pertahanan terakhir agar aku tidak kehilangan nilaiku
sendiri.”

Karena kebencian, keluhan, dan ketidakpercayaan


teman sekelas, tergantung pada situasinya, keadaan bisa
berubah menjadi dia yang dibuang. Jadi untuk mencegah
hal itu terjadi, dia tidak akan mengungkapkan rahasia
siapa pun lagi. Akan tetapi, jika dikhianati dari belakang,
dia tidak akan memberikan ampunan.

Dia tahu bagaimana cara melindungi dirinya sendiri


dan juga berjanji berkontribusi pada Kelas.
Kemampuan komprehensif Kushida Kikyō, termasuk
dalam jajaran siswa yang luar biasa.

Setidaknya dalam hal kemampuan akademik dan


fisik, Kushida tidak akan menjadi penghalang.

“Kau juga tidak keberatan ‘kan? Hasebe-san


…”

Kushida berbicara pada Haruka yang sama sekali


tidak bergerak dari tempat duduknya bahkan juga tidak
melihat ke arah Kushida.., tapi Haruka tidak menjawab
apa-apa dan membiarkan matanya melihat ke arah luar
jendela.
*3.5

Sejak Minggu lalu kehidupan sehari-hari kumulai


berubah secara signifikan.

Di hari ketika Haruka datang ke sekolah, grup


Ayanokōji tidak pernah saling bertemu, tidak ada
perubahan, bukan tapi tidak pernah kembali lagi.

Karena kebiasaan kami yang selama ini nongkrong


bareng sekarang sudah hilang, caraku menghabiskan
waktu di sekolah kini benar-benar berbeda.

Sebagian besar 10 menit jam istirahat kuhabiskan


sendirian atau mengobrol dengan Kei. Terkadang aku juga
mengobrol dengan Sudō dan Matsushita tapi sangat
terlihat jelas kesempatan untuk mengobrol dengan Akitō
dan Keisei telah berkurang.

Pada awalnya ada perasaan tak nyaman namun lama


kelamaan tubuhku mulai terbiasa dengan rutinitas yang
baru.

Istirahat makan siangku memiliki siklus yang sama..,


tapi bila Kei memutuskan pergi makan siang bersama
temannya, aku akan pergi ke perpustakaan. Ini adalah
jam istirahat yang sama hanya untukku.

Namun, sedikit agak mengecewakan belakangan ini


Hiyori tidak datang ke perpustakaan sehingga aku tidak
dapat berdiskusi tentang buku dengannya.
Dan rangkaian arus dari rutinitasku tidak berubah
bahkan setelah pulang dari sekolah.

Hari ini secara khusus aku tak punya keperluan apa


pun.., sebelumnya Kei menghubungiku kalau dia akan
bermain bersama temannya dan pulang.

Jika aku dengan buruk tetap di sini, mungkin hanya


akan membebani mental Haruka, jadi kuputuskan untuk
sesegera mungkin pulang ke asrama. Tetapi, melihat
pergerakanku itu.., ada perkembangan tak terduga
terjadi.

“Kiyopon, ada waktu luang tidak?”

Haruka yang kupikir tidak akan menghampiriku lagi,


kini berbicara padaku yang ingin pulang di koridor.

Mengatakan padaku dengan suara yang tak


terlukiskan.

Mungkin tujuan masuk ke sekolah setelah seminggu


absen dari sekolah untuk melakukan kontak denganku di
depan umum.

Tanpa menoleh ke belakang untuk melihat ekspresi


wajahnya, aku menjawab apa adanya.

“Kalau memang perlu, akan kuluangkan …”

Kucoba untuk melihat bagaimana respon yang


diberikan, aku bicara seakan ada keperluan lain.

“Yaudah.., luangin kalau gitu … Tidak masalah


‘kan?”
Haruka tampak tak ragu-ragu menjawab
perkataanku dengan nada kuat yang tak terlukiskan.

“Horikita-san juga sudah kupanggil. Aku tunggu di


kafe Keyaki Mall …”

Mengatakan itu, Haruka pergi meninggalkan ruang


kelas.

Segera setelahnya, Akitō yang mengikuti Haruka di


belakang, datang ke arahku.

“Apa dia datang ke sekolah karena ingin berbicara


denganku?”

“Entahlah … Aku juga baru dengar. Jadi aku sama


sekali tidak tahu apa yang ingin dia bicarakan. Tapi
dilihat dari keadaannya, aku mungkin tidak berada
pihakmu …”

Akitō meminta maaf merasa dia bersalah, sebaliknya


kalau akan jadi masalah kalau dia tidak berpihak pada
Haruka.

“Itu bagus …”

Setelah mengakhiri percakapan singkat dengan sikap


yang tidak mencurigakan, Akitō dan Keisei juga
meninggalkan kelas.

Tampaknya semua anggota grup Ayanokōji telah


kembali berkumpul, terlebih Horikita juga panggil ke sana
juga.

Tentu sudah jelas pembicaraan ini terkait didropout-


nya Airi.
Begitu ketiganya pergi, Horikita mendekatiku.

“Aku sudah bilang padanya untuk aku saja yang


pergi.., tapi dia tidak mau mendengarku dan bilang kau
sangat dibutuhkan untuk hadir juga …”

Sepertinya Horikita berusaha peduli padaku dengan


menyelesaikan masalah ini seorang diri tapi situasinya
adalah situasinya tak bisa di apa-apakan.

Kami berdua meninggalkan ruang kelas dan pergi


menuju kafe.

Sebelum bergegas pada pembicaraan berat, aku


memutuskan untuk mengkonfirmasi apa yang membuatku
penasaran.

“Kau sepertinya berhasil membawa Kushida kembali


masuk sekolah ya … Aku sungguh terkesan …”

“Untuk saat ini secara formal dia sudah bangkit


kembali sih … Tapi masih banyak ketidakpastian …
Keadaan sudah tak sama seperti dulu.”

“Meski begitu, kau tidak berharap perkembangan


yang lebih dari itu ‘kan?”

Cara bersikap dan nada bicara Kushida telah banyak


berubah, tetapi dapat dikatakan bahwa dia kembali
dengan jawaban yang hampir terbaik untuk
memperlancar kelas di masa depan. Pasti ada saran dari
Horikita sampai Kushida mampu mencapai kesimpulan
itu.
Yah untungnya, kebocoran informasi ke kelas lain
dapat diminimalkan. Kalaupun diketahui, mungkin saja
dalam beberapa waktu masalah ini berlalu dan lapuk di
makan waktu.

“Bagaimana caramu membujuknya? Aku tidak


berpikir dia akan terima begitu saja walau dengan usulan
bagus sekali pun.”

Bahkan jika usulan kesepakatan berhasil dilakukan


hari ini, pasti ada lika-liku untuk bisa mencapainya.

Boleh dibilang aku lebih tertarik pada lika-liku yang


dilalui.., tapi tiba-tiba Horikita menunjukkan ekspresi
yang kompleks.

“Aku melakukan sesuatu yang kekanak-kanakan tak


sesuai dengan umurku. Sampai aku tidak ingin
membicarakannya.”

Melihat Horikita menghindari detail peristiwa


tersebut, dia mungkin memang melakukan sesuatu yang
sebenarnya tidak ingin dibicarakan.

Bahkan jika mengejar lebih dalam, kurasa dia tetap


tidak menjawab, yah mau tak mau aku menyerah.

“Tapi, mengingat Kushida, ini mungkin pilihan yang


tepat …”

Jawab Horikita yang sepertinya mulai mengingat


detail peristiwa itu, sambil mengusap-usap kedua sisi
pipinya.
“Yah meskipun butuh satu Minggu, kelas akhirnya
berkumpul lagi …”

“Oh ya omong-omong, para gadis dikelas sudah tidak


berseteru ya …”

Aku yang menyuruh Yōsuke untuk mengandalkan


Horikita, jadi sudah pasti Horikita terlibat.

“Di hari Minggu, Shinohara-san dan teman-


temannya yang dipimpin Hirata-kun berkumpul di Keyaki
Mall …”

“Apa kau juga hadir Horikita?”

Dengan wajah seakan tidak tahu apa-apa, dia


menjawab hal yang tak terbayangkan.

“Iya. Selain itu mereka setuju untuk melupakan


perihal ejek mengejek. Shinohara-san sempat protes
keras tapi berkat Ike-kun, dia bisa ditenangkan …”

Dari perkataan Horikita, rupanya Ike memenuhi


perannya sebagai pacar Shinohara.

“Tanpa disadari, berbagai siswa tumbuh berkembang


ya …”

“Kau tidak terlihat senang …”

“Aku senang kok … Tapi itulah mengapa aku jadi


terlihat menyedihkan. Apa aku sudah berkembang atau
tidak.., itu membuat cemas.”

Menilai orang lain itu sangat mudah, tetapi sulit


untuk menilai diri sendiri.
Jika kau menilai dirimu naif, maka seterusnya akan
naif. Jika kau menilai dirimu itu keras kepala, maka
seterusnya akan keras kepala.

“Aku yakin nanti ada pihak ketiga yang akan


memberikan jawaban itu untukmu Horikita.”

“… Iya.”

Pertama, fokus pada membangun kembali kelas.

Mengevaluasi diri bisa datang setelah itu.

“Yang membantu Wang-san saat aku tak bisa


menghubunginya itu kau ‘kan … Terima kasih.”

“Aku hanya memberikan dia sedikit saran. Meski aku


tidak melakukan apa-apa, pada akhirnya ada yang akan
menyelamatkan dia.”

“Terima kasih berkat dirimu dalam membuat siswa


kelas kita kembali pulih lebih cepat bahkan satu hari. Kali
ini aku telah dibantu oleh banyak. Sekali lagi aku merasa
seperti dihadapkan dengan sesuatu yang tidak bisa
kulakukan dengan kekuatan sendiri …”

Seharusnya hal itu membuat tertekan, tapi bisa


dibilang kini dia berbicara dengan nada yang ceria.

“Oh ya … Aku ingin kau mengirimkan pesan pada


Ketua OSIS Nagumo …”

“Aku? Peranku jadi perantara terus … Yaudah lah


enggak masalah. Lalu pesan apa yang harus
kusampaikan?”
“Bila saja … ‘Aku terima usulanmu’ …

“… Terima usulan?”

“Jika kau mengatakanya, dia akan mengerti …”

“Baiklah … Nanti aku akan ke ruang OSIS, dan


memberitahu sesuai apa yang kau ucapkan.”

Pada Festival Olahraga kali ini. Aku belum


memutuskan akan berpartisipasi atau tidak.

Tapi batas waktu satu Minggu sudah tiba, jadi aku


tak punya pilihan selain menjawabnya.

Entah bagaimana aku harus bertanding dengannya,


atau Nagumo tidak akan pernah puas.

“Sisanya masalah Hasebe-san. Sejujurnya aku tidak


bisa menebak apa yang ingin dia bicarakan.”

“Selama melihat situasi hari ini, apa pun kata-kata


yang keluar, kau tidak akan terkejut …”

“Sepertinya lebih baik untuk tidak berpikiran naif


…”

Mii-chan dan Kushida datang ke sekolah karena


telah berhasil mengatasi tantangan mereka. Namun,
Haruka berbeda.

Besar kemungkinan dia akan berdiri sebagai


penghalang.

“Selagi aku menunggu untuk bertemu Kushida-san,


aku beberapa kali mencoba memeriksa perasaan Miyake-
kun dan Yukimura-kun.”
Tidak hanya Shinohara dan yang lainnya, dia juga
memperhatikan grup Ayanokōji kah …

“Yang paling terluka dalam ujian khusus itu adalah


Hasebe-san. Memberinya dukungan adalah hal yang tak
bisa dihindari …”

Meski begitu, ekspresi Horikita yang berjalan di


samping masih terlihat tidak begitu ceria, mungkin
karena dia sama sekali tidak mendapatkan hasil apa-apa.

“Dia menemuiku di pintu depan kamarnya tapi dia


tidak memberitahuku apa pun. Miyake-kun menyuruhku
untuk meninggalkan dia sendirian dan memutuskan untuk
melihat keadaan selama seminggu itu.”

Jadi itu hari ini kah … Pasti hal yang tak terduga
bagi Horikita bahwa Haruka datang ke sekolah.

“Hasilnya Akitō berhasil membujuk Haruka dan dia


datang kembali ke sekolah. Dan akhirnya pun bahagia.”

“Jika saja begitu … Tapi, tidak berakhir begitu


‘kan?”

Karena kami berdua dipanggil dengan cara ini, hal


yang normal untuk berpikir ada sesuatu.

Dia tidak mungkin berkata───’Mulai sekarang aku


akan berusaha sekuat tenaga lagi, mohon bantuannya’.

“Yang merekomendasikan dan menyudutkan Airi


didropout adalah aku. Tidak apa-apa kalau kau hanya
mendengarkan pembicaraan.”
“Tidak bisa begitu. Aku juga menyetujui, jadi sama-
sama bertanggung jawab. Bukan, ini karena aku yang
melanggar janji. Aku harus menerima semuanya.”

Sepertinya kelapangan hati dia lebih lapang daripada


saat itu.., tetapi dia terlalu khawatir …

“Haruka memang sangat penting, tapi perlu juga


untuk mengalihkan pikiran pada festival olahraga.”

Waktu satu Minggu digunakan untuk menyelesaikan


masalah kelas. Sementara itu kelas lain fokus untuk
mengalahkan Kelas A telah melakukan upaya dan
inisiatif, kita tidak bisa melewatkannya lagi …

“Kau benar. Tentu saja aku sedang memikirkan


bagaimana kelas kita akan bertarung. Sampai batas
tertentu kurasa aku bisa melihatnya …”

Saat mendukung Kushida dan Shinohara, rupanya


bagian itu tidak diabaikan.

“Kalau gitu aku akan tanya.., apa tujuan dari festival


olahraga ini?”

Aku bertanya pada Horikita apa tujuan yang ingin


dicapainya.

“Tak perlu ditanya, aku mengincar juara 1 … Bukan


tapi harus juara 1.”

Melihat Horikita di samping, matanya penuh dengan


rasa kepercayaan diri.

“Menetapkan tujuan yang tinggi bukan lah hal yang


buruk. Lagi pula kelas kita tidak kalah dalam hal orang
berbakat juga … Terus apa kau sudah terpikirkan strategi
apa yang akan digunakan? Ini adalah pertempuran
termasuk semua kelas tahun ajaran, tetapi pada dasarnya
fokus pertempuran tetap pada keseluruhan poin di kelas
tahun ajaran yang sama. Sakayanagi dan Ryūen mungkin
datang dengan strategi yang tidak terduga …”

“Aturannya jika kau menyelesaikan kurang dari 5


acara lomba, semua poin akan hangus semua. Kalau itu
Ryūen, tidak heran jika melakukan tindakan seperti pura-
pura terjadi ada kecelakaan selama kompetisi dan
melukai diri sendiri dengan tujuan untuk membuat
pesaing mereka meninggalkan acara lomba.”

Bukan hal yang mengherankan jika Ryūen memilih


cara yang disebut cara pengecut.., seperti yang
dilakukannya saat menargetkan Horikita tahun lalu.

Kalau Sakayanagi akan melihat siapa peserta acara


lomba lalu membimbing teman-teman sekelasnya untuk
penempatan mereka pada kemenangan yang optimal.

“Pada semua kemungkinan yang akan terjadi, cara


apa yang kau gunakan?”

“Pada dasarnya aku bermaksud menyerang secara


frontal. Aku meminta Sudō dan Onodera untuk
mendapatkan banyak poin sedangkan siswa sepertiku dan
Kushida mengamankan poin secara solid. Cuma
melakukan yang diperlukan untuk menang.., itu saja.”

“Yah.., kalau saja bisa menang cuma dengan hal itu,


pasti tak ‘kan mengalami kesulitan. Ada juga rintangan
lain tentang jumlah siswa kelas kita yang kini sisa 38
orang.”

Horikita langsung mengangguk pada perkataanku.


Tampaknya dia sudah menduga aku akan
mengatakannya.

“Oleh karena itu aku memutuskan untuk mengambil


satu risiko. Aku sedang mempersiapkan hal itu
sekarang.”

“Risiko?”

“Untuk pembicaraan secara detailnya, besok


sepulang sekolah bisakah kau menemaniku?”

“Apa itu berarti ada sesuatu yang aku bantu?”

“Tidak. Kau hanya perlu menemani dan


mendengarkan bersamaku. Lalu.., setelah berakhir aku
hanya ingin kau melihat menjawab secara objektif apakah
yang kulakukan itu sepadan dengan risikonya.”

“Benar tidak apa cuma itu aja?”

“Seperti yang kasus yang terakhir kali, aku tidak bisa


selalu mengandalkanmu …”

Dia tampak sudah memiliki beberapa pemikiran, jadi


tidak memerlukan nasihat atau saran.

Kalau begitu, mari kita nantikan strategi Horikita


untuk festival olahraga ini.
“Baiklah aku mengerti. Besok sepulang sekolah
biarkan aku mendengar detail pembicaraan tentang hal
ini …”

Setibanya di kafe, tiga anggota grup Ayanokōji


sedang menunggu di kursi mereka.

Terlihat ada tiga minuman kosong di meja,


sepertinya mereka tidak saling mengobrol.

Satu minuman diperlukan selama menggunakan


fasilitas kafe. Setelah memilih minuman satu per satu,
pergi tempat duduk kami.

“Duduklah.”

Setibanya di sana, Haruka berkata begitu dan


mendesak kami untuk duduk di dua kursi kosong.

“Selama absen dari sekolah seperti kau ingin


berbicara denganku.., jadi aku datang untuk
mendengarkan hal itu …”

Kata Haruka seakan tak tertarik, mulai berbicara


tanpa melihatku maupun Horikita.

Dia bertanya seakan pada kami berdua, tapi sekarang


jelas Horikita yang utama untuk ditanya …

“Jadi ada apa?”

“Dalam arti tertentu masalahnya sudah selesai. Itu


karena selama berhari-hari kau tidak masuk ke sekolah.”

“Jadi kau khawatir ya … Itu karena peringkat kelas


akan turun ‘kan …”
“Tentu saja tidak hanya itu. Absen selama seminggu,
itu berarti ada alasan yang tepat. Benar ‘kan?”

“Tidak enak badan. Aku sudah memberitahu sekolah,


jadi tak ada masalah. Miyachi bilang akan ada penalti
kalau tidak masuk sekolah lebih dari seminggu, karena itu
aku masuk ke sekolah hari ini …”

Apa ada masalah?

Haruka menjawabnya tanpa menunjukkan emosi.

“Memang benar. Tapi alasanmu absen bukan karena


sedang tidak enak badan …”

“Kenapa kau bisa bilang begitu? Mungkin saja aku


memang tidak enak badan …”

Tanpa menyangkal kata-katanya, Horikita


menyeruput minuman di cangkirnya.

Apa beneran absen karena tidak enak badan atau


tidak? Itu baru awal dari masalahnya.

Tidak peduli bagaimana Horikita menjawab, Haruka


tidak akan puas.

“Kau sepertinya tidak percaya padaku.., tapi aku


yang tidak enak badan itu benar adanya. Namun bukan
penyakit atau luka fisik. Melainkan aku sangat berat
untuk pulih secara mental.., sampai tidak bisa tidur dan
tak bisa datang ke sekolah.”

Akitō dan Keisei tampak mendengarkan dengan


tenang, tapi bukan itu masalahnya …
Mereka mengerti, walau sama-sama menderita..,
derita yang dirasakan sangat jauh dari yang dirasakan
Haruka.

Sebab itu mereka hanya bisa diam.

“Bisa tidak berhenti bermain dengan kata-kata dan


langsung saja mengatakan apa yang ingin dikatakan?”

Dari pada bersikap santun, Horikita menunjukkan


sikap yang kuat.

Sikap Horikita ini normalnya malah akan berefek


sebaliknya, tapi Haruka sama sekali tidak merasa
terganggu.

Seolah-olah dia telah menahan emosi di lubuk


hatinya yang paling dalam. Itu kesan yang dapatkan dari
Haruka sekarang.

Horikita di sampingku merasakan hal yang sama, aku


jadi bertanya-tanya apa dia terlalu berlebihan dalam
berekspresi?

“Apa kau puas mendapat poin kelas dari ujian khusus


itu?”

“Tidak, aku tidak merasa puas. Masih ada selisih


lebih 500 poin dari Kelas A. Jika bisa ke Kelas A tanpa
kehilangan apa pun adalah pandangan yang ideal. Tapi
tak ada gunanya membicarakan hal ini lagi …”

Tidak ada yang mau menetapkan siapa yang harus


didropout.
Dalam situasi itu, kami bertarung dan hanya
menominasikan Airi untuk alasan yang tidak bisa
dihindari.

Verifikasi untuk hal itu bahkan sudah selesai.

“Sahabatku menjadi korban dari keputusanmu yang


egois Horikita-san, apa kau sadar?”

Untuk pertama kalinya hari ini, kata-kata yang


Haruka ingin ucapkan akhirnya dia katakannya.

“Iya.”

Selama lebih dari seminggu setelah ujian khusus


selesai, Horikita telah berjuang melawan keputusannya
sendiri.

Kau dapat memahaminya hanya dengan melihatnya


setiap hari tanpa bertemu secara langsung.

Namun, hal seperti itu tidak ada hubungannya


dengan Haruka.

Dengan berusaha keras, bukan berarti dimaafkan.


Dengan menunjukkan hasil juga bukan berarti dimaafkan.

“Kau pemimpin yang hebat ya … Asalkan Kelas bisa


menang, kau tidak peduli cara apa pun yang digunakan
…”

“Jalanku masih panjang …”

“Kau tahu aku berkata satire ‘kan?”

“Tentu saja aku tahu.”


“Sejak awal bilang hanya mendropout siswa
penghianat yang terus menurus memvoting ‘setuju’..,
sekarang di mana janjimu itu?”

“Sehubungan dengan hal itu, aku gagal dalam


memprediksinya. Tapi karena tidak bisa menganggap
ujian khusus kemarin tak pernah ada, tidak ada pilihan
lain selain merelakannya.”

“Bahkan ada kesalahan yang tak bisa dimaafkan …”

“Aku tak menyangkalnya. Seperti yang kau bilang.”

“Apa mempertahankan Kyō-cha.., Kushida-san


adalah keputusan yang benar?”

“Aku memutuskan bahwa itu adalah jawaban yang


benar.., dengan kesiapan mempertahankan dia meski
mendapat banyak penolakan … Sepertinya ini menjadi
pembicaraan berulang ya …”

“Oh …”

Haruka memperkuat lagi perkataannya pada Horikita


yang tidak menunjukkan kerendahan hati.

“Aku tidak memintamu maafkan aku. Tidak peduli


pembicaraan tentang hal ini diulang-ulang lagi, aku
mempertahankan Kushida dan mengubah pendapatku
adalah kenyataan. Wajar saja bagimu untuk mendendam
padaku, bahkan sampai membalas dengan perbuatan
yang lebih menyakitkan suatu hari nanti. Namun, aku
memutuskan Kushida-san adalah orang yang bisa menjadi
kekuatan untuk kelas. Sedikit demi sedikit hal ini berubah
menjadi keyakinan.”
“Walau Kushida-san orang yang kompeten, masih
ada orang lain tidak kompeten. Tidak harus dia …”

Ada orang lain yang seharusnya dibuang.

Di depan Horikita, yang tidak mencapai kesimpulan


itu, Haruka melanjutkan.

“Aku tidak akan mengakuimu. Tidak peduli sebanyak


apa orang yang mengakui Horikita-san, aku tidak akan
pernah mengakuimu …”

Haruka yang sebanyak mungkin menahan emosinya,


tampak tidak mencoba untuk memaafkan Horikita.

“Aku tak punya pilihan selain bekerja keras untuk


diakui ya …”

“Aku bilang tidak mengakuimu ‘kan?”

“Tanggung jawab atas Sakura-san didropout ada


padaku. Ya.., aku tidak menyangkalnya. Tapi apa yang
harus kulakukan? Apa kau ingin aku didropout?”

Melakukan hal itu pun tidak akan membuat Airi


kembali. 100 poin kelas yang didapat dengan susah payah
akan menghilang bagai gelembung.

“Atau kau ingin aku berlutut meminta maaf? Apa itu


membuat hatimu puas?”

Sok kuat. Tak mau kalah. Tampak seperti itu tapi


tidak begitu.

Horikita menderita. Meski menderita, dia


menghadapi Haruka dengan sepenuh hati.
Duduk di sampingnya, aku bisa melihat yang
sebenarnya arti dari tatapannya yang terguncang.

“Kembalikan Airi …”

“… Bahkan jika kau meminta melakukan sesuatu


yang tidak bisa kulakukan, aku tidak menjawabnya.”

Menggenggam beberapa helai rambut dia sendiri, lalu


dengan sekuat tenaga ditarik.

“Keputusan pada saat itu adalah keputusan yang


salah …”

“Jika kau punya keluhan, seharusnya kau ikut


bertarung …”

Segera setelah kata-kata yang dekat dengan


provokasi dilontarkan, Horikita membuat dorongan lebih
lanjut.

“Tapi yah itu hal yang sia-sia ‘kan … Meskipun


bertarung juga kau tidak memiliki cara apa pun untuk
menentangnya.”

“Iya benar. Kurasa aku memang tidak bisa berbuat


apa-apa … Tanpa ampun Kiyopon menggunakan
perasaan Airi untuk menyudutkan dia. Orang biasa tidak
mungkin bisa melakukan perbuatan itu.”

Di sini, untuk pertama kalinya, dia melihatku dengan


tatapan menghina.

Namun, tampak tidak ingin berbicara denganku,


tatapan dia kembali ke Horikita lagi.
“Apa Kushida-san akan benar-benar bertindak untuk
kelas mulai sekarang? Bisa saja dia berkhianat ‘kan?”

“Aku pasti menyesal bila di masa mendatang


Kushida-san menjadi penghalang untuk Kelas.”

Memang tidak ada jaminan Kushida akan berguna


bagi Kelas.

Jika di masa datang Kushida mengkhianati Horikita,


mungkin akan tiba saatnya dia menyesali pilihannya
untuk mendropout Airi.

“Tetapi, bila aku kembali ke masa lalu dengan tetap


pada ingatanku yang sekarang, apa yang kulakukan tidak
berubah banyak. Mengulangi keputusan yang sama untuk
memilih mempertahankan Kushida-san dan mendropout
Sakura-san. Satu-satu perbedaan adalah aku tidak akan
menjanjikan sesuatu yang bodoh …”

Horikita menegaskan kesimpulan yang didapatnya


tidak berubah.

“Kenapa …. Mengapa harus Airi …”

Jika aku diam, Horikita pasti tetap akan


menjawabnya.., tetapi di sini aku putuskan untuk
menyatakan pemikiranku.

“Ini masalah cara berpikir. Kasus ini menjadi


dorongan yang kuat bagi para siswa yang berada di
jajaran bawah OAA. Jika terus menerus berapa
diperingkat bawah, selanjutnya mungkin dirinya sendiri
yang akan didropout. Aku pikir itu merupakan nilai plus
hanya dengan memiliki perasaan terpojok yang begitu
kuat.”

Dan itu adalah tugasku untuk menyebut nama Airi.

“Ini seperti Kelas Ryūen ya … Apa kau ingin


membuang siswa yang tidak berguna?”

“Iya … Aku tidak tahu kebijakan apa yang diambil


Ryūen sekarang, tapi juga benar ini dekat dengan
semacam tunduk dengan ketakutan. Sejauh ini, kebijakan
kelas tidak jelas dan terlalu lemah …”

“Ini mengingatkanku saat-saat baru masuk ke


sekolah. Tidak ada kesatuan dan persatuan, sama aja
egois yang lebih mementingkan diri sendiri.”

Kalau dibilang serupa ya memang serupa, tapi hanya


serupa tidak sama.

“Situasinya berbeda dari yang waktu itu. Melakukan


sesuatu untuk mencegah kerugian adalah hal tak bisa
dihindari.., tapi ini kasus di mana harus melakukan
sesuatu untuk meminimalkan kerugian.”

“Tapi───!”

Di sini untuk pertama kalinya, Haruka berteriak.

“Horikita merasa pencapaian yang Kushida peroleh


saat dia menjadi sekutu jauh lebih besar daripada Airi..,
oleh karena itu dia sampai pada kesimpulan itu … Lalu
karena aku juga melihat akan masa depan itu, aku
menghormati pendapat Horikita dan memutuskan untuk
membantu dia …”
Pada dasarnya, tidak ada masa depan yang pasti. Kau
hanya bisa membayangkan dan bertindak untuk
menggapai masa depan yang kau lihat itu.

“Kepergian Airi lama kelamaan tanpa disadari


rutinitas kelas kembali seperti biasa.”

“Aku tahu betapa tidak puasnya dirimu, tapi apakah


kau memikirkan hal yang saat kasus Yamauchi-kun?”

“Itu salah dia sendiri. Kasus Airi berbeda …”

“Sama saja. Kau hanya marah karena temanmu yang


menjadi korban …”

“Apa yang salah dengan hal itu?”

Tidak ada tujuan yang jelas dalam perdebatan ini.

Sebenarnya tidak ada petunjuk untuk membuat


Haruka menyerah.

“Aku tidak bisa menerima kenyataan itu. Aku tak


bisa menerimanya …”

Dan ketika Haruka tidak menyerah, masalah besar


menanti di depan.

“Kushida-san mungkin telah menjadi ancaman.


Mungkin dia sekarang hanya pura-pura bertindak demi
kelas. Tapi apakah kau pikir aku hanya akan melihatnya
dan bekerja sama dengan serius?”

“Yaah … Di saat kau seminggu tidak masuk sekolah,


aku merasa menyelesaikan masalahmu akan berlangsung
lebih lama dari orang lain.”
Diperlukan mengambil tindakan segera untuk
masalah Kushida, tetapi Horikita mengatakan dia siap
untuk pertempuran jangka panjang pada masalah Haruka.

Haruka yang telah kehilangan Airi dalam ujian


khusus itu, sekarang tidak takut pada apa pun.

“Tapi kau datang ke sekolah. Bila hanya ingin


berbicara dengan kami, kau bisa melakukannya walau kau
tidak datang ke sekolah. Benarkan?”

Harapan semu, alangkah baik jika Haruka datang ke


sekolah untuk melampiaskan amarahnya.

Tetapi.., dunia ini tidak begitu naif …

“Karena belum mendapat jawaban, makanya aku


datang …”

“Jawaban?”

“Aku datang ke sekolah mencari jawaban yang tidak


bisa kutemukan meskipun aku mengurung diri dikamar
…”

Mendengar kata-kata itu, Akitō mengalihkan


pandangannya ke bawah.

“Aku sedang mencari jawaban.., bagaimana cara


agar bisa membalaskan dendam kepada Horikita-san dan
Kiyopon …”

Itu perkataan yang paling dingin yang Haruka


ucapkan sejauh ini.
Kata-kata yang keluar dari bibirnya yang sedikit
kering, punya indikasi yang berbeda dari ancaman dan
gertakan.

“…. Kau serius.., ya?”

Horikita juga mengerti bobot dari perkataan Haruka.

“Hari ini aku cuma mau mengatakan hal itu. Aku


pasti akan membuatmu menyesal karena membiarkan
Airi didropout …”

Tanpa menyentuh minumannya sendiri, Haruka


berdiri.

Lalu seolah mengejarnya, Akitō mengikuti Haruka


dari belakang.

Horikita bukan satu-satunya orang yang terpaku


melihat kepergiannya. Keisei juga sama.

“Aku.., menurutku apa yang dikatakan Horikita dan


Haruka tidak salah. Kata yang tidak adil memang, tapi itu
pemikiranku yang sebenarnya. Pada akhirnya, dasar
pemikiranku selama diriku sendiri baik-baik saja apa pun
tidak masalah.”

Seolah Keisei malu pada dirinya sendiri, dia tetap


mengatakan pemikiran yang sebenarnya tanpa
menyembunyikannya.

“Siapa pun juga begitu … Berpikir bila dirinya


sendiri baik-baik saja itu bukan hal yang aneh kok …”

“Itulah kenapa sekarang aku tidak bisa memahami


perasaan Haruka. Tapi aku tidak berpikir aku punya hak
untuk menghentikan dia. Bahkan meski itu akan
merepotkan Kelas …

Begitu dia memukul meja dengan kepalan tangan


tanpa kekuatan, Keisei juga berdiri.

“Grup sudah setengah hancur. Meski begitu aku akan


tetap berusaha bisa berguna untuk kelas. Karena tidak
berperan aktif selama festival olahraga, aku akan lebih
banyak belajar lagi untuk berkontribusi pada kelas. Jika
tidak begitu.., kemungkinan aku dibuang tidak akan
menjadi 0.”

Walau Keisei kemampuan akademiknya sangat baik,


perihal fisik dan kontribusi sosial dia menjadi
penghambat.

Bila bicara perbandingan dalam hal jumlah teman..,


terpaksa dia masuk ke dalam pertempuran yang jelas
sangat tidak diunggulkan.
Bab 4
Kesepakatan

Untuk mendengarkan kelanjutan yang kemarin, aku


datang ke tempat karaoke di Keyaki Mall.

Kecuali asrama, tentu saja ini adalah salah satu


tempat terbaik untuk mengamankan ruang paling pribadi.

Di ruangan tempat kami menginjakkan kaki, tidak


ada kehadiran lain selain aku dan Horikita.

“Kalau cuma ingin berbicara, tidak harus repot-repot


ke tempat karaoke ‘kan ya?”

Karena dimasa lalu kami sudah memasuki kamar


masing-masing, tidak ada masalah bila berdiskusi di
kamarku maupun Horikita …

Dengan kata lain memilih tempat ini itu karena ada


orang lain yang akan datang.

Aku tidak menanyainya terlalu dalam.., membiarkan


Horikita bergerak atas kehendaknya sendiri.

“Masih ada sedikit waktu sampai waktu yang diatur.


Kau mau nyanyi tidak?”

Horikita mengambil mikrofon yang ada di atas meja


dan menyodorkannya padaku.
“Tidak, terima kasih. Bagaimana kalau kau saja yang
nyanyi? Setidaknya aku akan memberikan tepuk tangan
untuk memasukkanmu dalam tangga lagu …”

“Enggak mau …”

Langsung ditolak. Apa kau akan menyarankan


sesuatu yang tidak kau sukai pada orang lain …

“Karena aku sedang belajar …”

Mengatakan itu, dengan tenang dia mengeluarkan


buku catatan dan buku referensi miliknya sendiri lalu
mulai belajar.

Di sekolah, banyak pelajaran mulai menggunakan


peralatan seperti tablet, tetapi mungkin lebih mudah
untuk belajar secara mandiri dengan membuka buku
pelajaran dan buku catatan secara langsung.

Karena tidak ada lagu yang diputar, ruangan ini


begitu sunyi. Meskipun terselimuti suasana aneh karena
percakapan aneh kami tadi.., aku memutuskan untuk
duduk diam di sofa dan menunggu waktu yang akan
datang.

Kemudian jam pun menunjukkan waktu pukul 17.10


sore. Selang beberapa menit dari jam 5 sore, Horikita
selalu memeriksa jam di ponselnya, mengangkat wajah
lalu menghela nafas.

“Maaf. Ini mungkin akan jadi pertemuan yang lebih


lama dari yang kukira …”
Aku belum bertanya siapa orang yang datang ke
pertemuan ini, tapi waktu pertemuan jam 5 sore, bisa
dipastikan orang itu terlambat kah. Dilihat tidak adanya
kontak, apakah ada keadaan tidak bisa dihindari terjadi?
Apa dia orang yang renggang? Atau mungkin dia tipe
orang yang suka sengaja terlambat?

Aku memikirkan berbagai siswa, ulangi lagi dan


hapus, lalu dari sana sekitar 15 menit menunggu.

Pintu ruangan yang tidak bergerak sedikit pun,


perlahan terbuka dari luar oleh tangan seseorang.

Orang yang muncul di sana itu … Seseorang yang


tidak masuk dalam asumsiku.

Dia adalah Katsuragi Kōhei dari Kelas 2-D.

Mungkin tampak berisik soal ketepatan waktu, tapi


ini hal yang tak terduga.

“Maaf karena terlambat.”

“Tidak, tak perlu khawatirkan. Kau juga mengalami


masalah berat ‘kan? Katsuragi-kun …”

“… Yah sampai batas tertentu …”

Bergumam begitu, Katsuragi mendesak orang yang


ada di belakangnya untuk memasuki ruangan.

Satu orang lagi muncul.

“Suzune.., tidak masalah bila kau ingin berkencan


denganku.., tapi banyak juga orang lain yang ikut ya …”
Dia adalah orang yang menarik Katsuragi mantan
pemimpin Kelas A ke Kelasnya sendiri.., Ryūen Kakeru.

“Kalaupun hanya berduaan denganmu, sangat sulit


untuk melakukan pembicaraan yang konstruktif …”

Meski tertawa berani, Ryūen tampak tidak


melonggarkan pengamatan tajam terhadap Horikita.

Dengan menyelesaikan kasus Kushida dan


menghilangkan pemikiran yang mengganggu, Horikita
telah mendapatkan kembali ketenangan pikiran yang
biasanya. Sejak naik kelas 2 hampir tidak ada komunikasi
secara langsung, jadi tidak heran bila pada tahap ini bisa
merasakan perubahan Horikita.

“Apa kau sengaja terlambat untuk mengambil


keunggulan secara mental?”

“Entahlah …”

Sebelum diskusi, pemeriksaan dan pertempuran


untuk saling menyelidiki niat masing-masing telah
dimulai.

Seperti aku bisa berasumsi kalau pihak Ryūen juga


belum diberitahu alasan mengapa mereka dipanggil kesini

“Katanya ada yang mau kau bicarakan dengan kami


… Bisakah kau katakan rinciannya?”

“Bisakah kau duduk? Jika pembicaraan selesai hanya


dengan 1 atau 2 menit, aku tidak perlu repot-repot
memanggilmu …”
Meski Ryūen sekilas melirikku, dia tanpa malu-malu
duduk di sofa, mengambil tablet yang dalam pengisian
daya, lalu mulai mengoperasikannya.., setelah selesai
memesan pesanannya, dia melemparkan dengan kacau …
Melihat hal itu, Horikita meraih tablet lalu
mengambilnya.

“Bagaimana denganmu Katsuragi-kun?”

“Aku teh oolong.”

Setelah mendengarkan keinginannya dan


menyelesaikan pesanan di tablet, Horikita
mengembalikan tablet itu dengan hati-hati ke posisi
pengisian daya lagi.

“Aku akan memberitahu mengapa aku memanggil


kalian ke sini───”

Horikita yang ingin langsung ke topik utama


diskusi.., momentum itu dirusak dan Ryūen
mengendalikan pembicaraan.

“Sebelum itu aku ingin bertanya padamu …


Bagaimana rasanya setelah mendapat kelas poin dengan
membuang penghambat di kelasmu? Tentu luar biasa ya?”

Dengan tenang dia menanyakan sesuatu yang


mungkin menyebabkan kerugian pada kami.

Di situasi di mana masih tak tahu harus berkata apa,


ini juga merupakan cara untuk berdiri di atas lawan
bicaramu.
Tak ada keraguan Ryūen menggunakan teman-
temannya untuk menyelidiki hal ini.

Menginjak jebakan guna melihat apakah


permasalahan internal kelas tidak terselesaikan dari
Ryūen ini adalah hal yang bisa dimaklumi, tapi Horikita
di sampingku tidak bergeming.

“Tentu saja bukan karena permasalahannya tidak


mencuat keluar. Tapi sayang sekali ya.., hal ini tidak
menjadi perkembangan yang kau harapkan. Sebagian
besar masalah kami hampir terselesaikan …”

Bohong. Setidaknya perihal masalah Haruka masih


tidak tersentuh, tidak jelas kapan bom itu akan meledak.

“Untuk sebuah kebohongan, kau bicara terbuka


sekali ya …”

Aku menyimpulkan Ryūen juga berbohong dalam arti


hal mengajukan pertanyaan jebakan, tapi Horikita tidak
berhenti.

“Kalau kau pikir itu bohong, ya sudah terserah kau


saja. Lagi pula tidak peduli apa pun yang kukatakan juga
kau bukan orang yang mudah percaya benarkan?”

“Entahlah … Tanpa diduga aku mungkin percaya …”

“Mau benar-benar percaya atau hanya bercanda itu


tidak menarik ya ‘kan …”

Provokasinya dihindari.

Melihat Horikita yang seperti itu, Katsuragi


menyilangkan tangan seolah sedang menganalisisnya.
“Bagaimana denganmu sendiri? Kupikir ada yang
didropout dari kelasmu.”

“Apa kau cemas karena tak punya teman? Mungkin


kau satu-satunya yang telah salah dalam memilih pilihan
itu?”

3 dari 4 Kelas memilih untuk melindungi teman


sekelas mereka.

Kejam.., Ryūen membuat kesan seakan hanya


Horikita yang melakukan kesalahan.

“Sayang sekali hanya kami saja yang memilih pilihan


yang benar. Kalian bahkan tidak mengambil satu langkah
dalam pertarungan ke kelas A …”

“Untuk sekarang cukup sampai di situ.”

Saat Katsuragi menahan mereka, pintu ruangan di


ketuk pelan. Pelayan yang muncul itu membawakan teh
oolong yang dipesan Katsuragi dan jus jeruk …”

Minuman yang tidak terlihat cocok dengan Ryūen itu


diletakkan di depannya. Baik Horikita dan Katsuragi
terpaku melihat kombinasi yang tak terduga ini.

Oh ya omong-omong aku memesan minuman yang


sama … Seperti Ryūen, jus jeruk … Bukan berarti tidak
cocok juga sih.

“Yah karena semua sudah mendapat minumannya,


kita langsung bicara ke topik utama saja …”

Selagi semua berkomentar tentang pesanan Ryūen di


dalam hati, Katsuragi mendesak Horikita untuk bicara.
Horikita mengangguk, dan sekali lagi menatap Ryūen
dan Katsuragi lalu dia mulai bicara.

“Untuk mengalahkan Kelas Sakayanagi di festival


olahraga nanti, aku ingin mengusulkan hubungan kerja
sama …”

Katsuragi sedikit bereaksi pada bahunya,


menunjukkan keterkejutan. Segera setelah itu, dia
kembali ke keadaannya yang biasa dan sekali lagi
menanyakan pertanyaan yang sama.

“… Apa yang kau maksud dengan hubungan kerja


sama?”

Bahkan jika mengatakan kerja sama dalam sekali


pengucapan, jumlah penyesuaian untuk melakukan
sesuatu sangat berbeda tergantung bagaimana kau
memahaminya.

Wajar bila ingin menanyakan detail tentang hal itu,


tapi di pikirannya dia tampak tidak menolaknya.

Di sisi lain, Ryūen tidak terkejut maupun terkesan


pada usulan ini.

Bisa dikatakan dia hanya mengamati sambil


tersenyum aja.

“Pada ujian khusus kali ini, memiliki kedua aspek di


mana persaingan meliputi seluruh tahun ajaran dan kelas
tahun ajaran.
“Aku ingin memaksimalkan sistem di mana
mendapatkan poin yang sama dengan memenangkan
kompetisi tim yang mana banyak pemain ikut serta …”

“Kenapa harus dengan kelas kami? Bolehkan aku


menanyakan alasannya?”

Ryūen, si pemimpin kelas hanya diam


mendengarkan.

“Pertama, tidak perlu dikatakan Kelas A itu mustahil


… Memberikan poin pada Kelas yang seharusnya kau
kejar itu tidak masuk akal. Pilihan kini hanya tersisa 2
kelas, Kelas Ichinose-san atau Kelas Ryūen-kun dan
Katsuragi-kun. Ini berdasarkan analisisku, walau
Ichinose-san unggul dalam hal orang yang dapat
dipercaya.., sulit untuk dikatakan kelas mereka memiliki
banyak siswa dengan kemampuan fisik yang tinggi …”

“Jadi kau memilih kami dengan proses eliminasi kah


…”

“Kalau hanya sekedar proses eliminasi yang


sederhana, sejak awal aku tidak akan mengusulkan untuk
bekerja sama dengan kelas mana pun. Pemimpinmu itu..,
Ryūen-kun adalah orang yang paling tidak bisa dipercaya
lebih dari Kelas Sakayanagi-san …”

Jelas memang bukan hal mudah untuk menjalin kerja


sama dengannya.

Seakan ikut bersimpati, Katsuragi mengangguk


dalam-dalam.
“Yah memang benar sih … Aku yang partnernya saja
juga berpikir begitu.., tidak ada orang lain selain dia yang
membuatku takut untuk mempercayakan punggungku.
Tapi kalau begitu kenapa kau mengusulkan hubungan
kerja sama dengan bahaya yang begitu besar?”

“Tentu saja untuk menang … Kau tidak akan bisa


menang tanpa menghentikan laju Kelas A.”

“Namun jika keinginan itu terkhianati maka tidak


ada artinya ‘kan? Dia orang yang memakai cara apa pun,
begitulah pria ini … Aku tahu dengan baik karena pernah
mengalami hal pahit tersebut. Aku tidak
merekomendasikannya …”

Katsuragi memberikan pendapat pahit kepada


partnernya sendiri sampai-sampai tidak terpikirkan dia
adalah seorang penasihat dari pihak Ryūen.

Bila dengan ceroboh bekerja sama dengannya,


jangankan untuk mengalahkan Kelas A, yang ada malah
tertelan oleh Kelas Ryūen.

Ini adalah peringatan bahaya.

“Pada pembicaraan kali ini, aku tidak bermaksud


langsung bicara ke topik utama. Lagi pula aku tidak sering
bicara dengan Ryūen-kun seperti ini dan orang yang biasa
terlambat seperti dia tidak bisa dipercaya. Tapi melihat
Katsuragi-kun meminta maaf setelah datang, aku
merubah pikiranku. Setidaknya kau bisa dipercaya …”

“Cukup sederhana juga ya … Apa kau tidak berpikir


kalau sikapku ini bagian dari strategi Ryūen?”
“Jika aku tidak bisa mengetahui mana yang bisa
dipercaya mana yang tidak.., cepat atau lambat aku pasti
akan tertelan …”

Hal ini mungkin menjadi pertaruhan untuk Horikita.

Jika menempatkan Ryūen dan Katsuragi


berdampingan, Katsuragi akan terlihat seperti orang baik
dengan akal sehat.

Tapi jika memiliki kesiapan dan bisa menunjukkan


sikap itu, bahkan Katsuragi tidak ada pilihan selain
menerimanya.

“Kau berbeda dari sebelumnya ya.., Horikita. Kau


berkembang juga kah …”

Katsuragi merasakan perubahan pada Horikita, dan


itu adalah perkembangannya, lalu sekali lagi
menunjukkan sikap mengambil tempat dalam diskusi lagi.

“Aku mengerti situasi di pihakmu. Dari sini, aku


ingin memberikan pendapat pribadiku sendiri …”

Sebagai bentuk peringatan, Katsuragi berani


menambahkan bahwa yang dia nyatakan itu bersifat
pribadi, dengan asumsi kalau maksud dan pemikiran
Ryūen tidak dipertimbangkan sama sekali.

“Kali ini aku juga sedang membayangkan rencana


untuk mengalahkan Kelas A dengan bekerja sama
bersama Kelas Horikita.”

“Kau juga …?”


“Iya … Kelasmu memiliki orang-orang berbakat
yang melampaui tingkat kelas di tahun ajaran yang sama
seperti Sudō dan Kōenji. Di antara keempat Kelas 2,
kemampuan fisik dan pengalaman sebagai atlet sport
berada diperingkat pertama. Sebagai sekutu tidak ada
yang perlu di khawatirkan ada yang menjadi penghambat
… Kelasmu bukan kelas yang bisa dipercaya begitu saja
tanpa syarat, tapi bukan juga Kelas yang mudah
berkhianat adalah aspek yang tak buruk …”

Di sebelah, pada Katsuragi yang berbicara seperti itu,


mata Ryūen tertuju padaku.

Tapi, dia tetap menutup mulutnya.

Sampai saat ini, tidak ada orang lain di kelas Ryūen


yang bisa bernegosiasi, dan selalu Ryūen yang berinisiatif
dalam berdialog. Namun, dengan bergabungnya
Katsuragi.., kebutuhan akan hal itu berkurang, dan
pilihan untuk menunggu juga melihat situasi pun tercipta.
Bisa dibilang ini adalah faktor tambahan yang sangat
besar.

Tidak tahu apa yang Ryūen pikirkan dan kapan dia


akan melontarkan usulannya itu hal yang menakutkan.

Horikita mungkin mulai menyadari ketakutan akan


hal seperti itu, meskipun mudah untuk berbicara dengan
Katsuragi.

Namun, ini adalah jalan yang tidak dapat dihindari


jika dia ingin secara teratur mengadakan dialog dengan
mereka selama satu setengah tahun ke depan.
“Tetapi sebenarnya, aku masih 50:50 mengusulkan
kerja sama atau tidak pada Ryūen …”

Sudah lebih dari seminggu sejak rincian festival


olahraga diumumkan. Jika Katsuragi bergerak atas dasar
menjalin hubungan kerja sama, tidak heran kalau
pembicaraan seperti itu didengar oleh Horikita. Dengan
kata lain prioritas yang Katsuragi pikirkan adalah
setengah lainnya di mana tidak menjalin hubungan kerja
sama.

“Jika kita memiliki hubungan kerja sama, sudah


pasti peringkat 1 dan 2 diamankan oleh Kelas kita. Saat
hal itu terjadi, tak terhindarkan bila hasil akhir
ditentukan dengan kemampuan komprehensif kelas.
Berbicara tentang perhitungan sederhana, Kelas Horikita
yang akan berada diperingkat pertama, dan kami harus
puas dengan kemungkinan berada di peringkat kedua.”

Dengan bekerja sama tidak hanya kelas kami bisa


mengantisipasi Kelas Sakayanagi dan Ichinose.., tapi juga
dapat membuat skema kelas Horikita bertanding
melawan kelas Ryūen.

Mungkin karena Katsuragi melihat kesimpulan ini,


dia menjawab 50:50 …

Meskipun Katsuragi memahami metode ini.., tidak


serta merta setuju menjalin hubungan kerja sama hanya
dengan 2 balasan saja.

Negosiasi dengan Ryūen tidak akan dimulai kecuali


dapat mengatasi rintangan yang ada di depan.
Jadi apa yang akan kau lakukan Horikita?

“Dimata kalian Kelas kami terlihat sebagai ancaman


kah …”

“Tentu saja. Keadaannya sangat berbeda dari satu


tahun yang lalu … Beda dengan saat di mana kalian
diejek sebagai kumpulan produk cacat.., kelas kalian
sekarang berada di Kelas B. Bahkan pernah sekali
menghabiskan poin kelas sampai 0. Baru-baru ini, selain
kemenangan solo Kōenji dalam ujian pulau tak
berpenghuni, di ujian khusus suara bulat kelas kalian
membuat pilihan berat untuk mendropout teman
sekelasmu sendiri demi mendapatkan 100 poin kelas.
Jelas tidak perlu diragukan lagi kalau kelas kalian adalah
musuh yang kuat …”

“Itu bukan pencapaianku.., tapi aku merasa tidak


buruk menerima penilaian seperti itu. Tapi.., bila festival
olahraga di jalankan sendiri-sendiri tanpa bekerja sama,
kupikir kasus terburuk di mana Kelas Sakayanagi-san
yang akan memenangkan peringkat pertama itu
memungkinkan. Yang terpenting adalah mengalahkan
Kelas Sakayanagi-san. Apa aku salah?”

“Yah memang sih … Itu juga kebenarannya. Ryūen,


menurutmu gimana?”

Untuk pertama kalinya, Katsuragi meminta pendapat


Ryūen.

“Jika kau ingin kami membantumu, ada imbalan


yang sesuai ‘kan?”
“Sepertinya kau salah paham. Memang benar aku
yang mengajukan usulan, tapi bukan berarti aku yang
harus berkompromi. Sebaliknya, kau harus paham kau
berada di posisi untuk membentuk hubungan kerja sama
dengan kelas calon peringkat pertama …”

“Jangan membuatku tertawa. Kami di posisi bisa


menang tanpa harus bekerja sama, jika kau meminta
dengan sungguh-sungguh aku tak keberatan
membantumu. Kalau enggak suka, aku bisa langsung
pulang …”

“Apa kau tahu jalan pulang? Dari pintu belok kiri,


dengan begitu kau keluar …”

Tanpa mempertimbangkan kompromi apa pun,


Horikita mendesak Ryūen dan Katsuragi kembali pulang.

Sikap ini adalah esensi dari negosiasi, juga pada saat


yang sama, ada suasana Horikita tidak mempertaruhkan
segalanya pada strategi ini. Dengan kata lain, negosiasi
gagal saat Ryūen meninggalkan meja. Usulan untuk
mengalahkan Sakayanagi bersama-sama akan hilang.

Setelah itu, jika Ryūen mengatakan tidak apa-apa


untuk bekerja sama lagi, posisinya akan berbalik.

“Kau jadi semakin berani menggertak ya …”

“Apa yang kau katakan … Seperti yang Katsuragi-


kun katakan, kelas kami adalah kelas yang memiliki
tingkat kemampuan paling memadai di festival olahraga.
Jika bertanding dengan adil, apa bisa kau meraih
peringkat yang tersisa di atas Sudō-kun dan Kōenji-kun?”
“Mungkin kalau menghadapi mereka langsung secara
adil. Tapi ada banyak cara untuk melakukan sesuatu. Kau
tidak lupa dengan apa yang terjadi tahun lalu bukan?”

Kegelisahan yang sama, merekayasa kecelakaan


adalah perangkap dari Ryūen.

Jelas itu adalah pernyataan yang sengaja diberitahu


sebagai isyarat.

“Tahun ini sepertinya ada tamu yang datang, lalu


dari aturan festival olahraga dan dari sifatnya,
pengawasan kali ini pasti sangat ketat … Aku bertanya-
tanya bagaimana kau menjalankan strategi hinamu itu
…”

“Titik buta ada banyak … Kau tidak seharusnya


berpikir hanya ada Di tengah acara lomba aja …”

Dan itu adalah tempat-tempat yang tidak terlihat


oleh pengawasan seperti ruang ganti dan toilet.

“Kau masih sama ya … Memang benar pemikiranmu


itu sebuah ancaman … Yah seperti cuma sampai di sini
…”

Tanpa terlihat kecewa, Horikita menutup buku


catatannya.

“Ayanokōji-kun … Terima kasih sudah menemaniku.


Tampaknya tidak perlu sampai meminta dirimu membuat
penilaian.., kasus kali ini sangat berisiko. Aku bermaksud
untuk berpisah dari sini.”
“Jika kau merasa tidak apa-apa, aku juga tak
masalah dengan hal itu …”

Karena sudah begitu, Horikita mulai merapikan buku


catatan yang masih tersisa.

Ryūen yang sedang melihatnya, tidak menjawab apa-


apa, tapi Katsuragi bergerak …

“Ryūen … Tampaknya Horikita sangat jauh berbeda


dari yang kita bayangkan. Bila tidak mencapai meja
negosiasi dengan benar, kita yang akan dikritik …”

Katsuragi yang dengan tenang menganalisis


situasinya.., mengalihkan pandangan ke Horikita lagi.

“Bukankah kau berbicara denganku karena


memprioritaskan kerugian dari saling kerja sama?”

“Di sini aku tidak yang mengajukan usulan. Tapi,


keadaannya berubah bila pembicaraan datang dari
Horikita. Juga aku merasa hal itu melebihi asumsiku …”

Dengan memperbarui data yang dimiliki, evaluasi


kelas Horikita sedikit meningkat.

Yang mana berarti dinilai sebagai Kelas yang cocok


untuk diajak bekerja sama.

“Kau terlihat berani menggertak, tapi bagiku semua


itu cuma bohongan … Mencoba melakukan sesuatu yang
diinginkan dalam situasi yang menguntungkan adalah hal
yang wajar. Meski sudah mulai pandai bicara, tapi tampak
berhasil dengan efektif karena ada Ayanokōji di
sampingmu …”
Begitu mengatakan hal itu, Ryūen mengambil segelas
jus jeruk di depannya lalu menyiramkan semua isi gelas
tersebut ke arahku tanpa ragu-ragu. Aku langsung
berpindah posisi dari tempat dudukku dan menghindari
serangannya. Seketika noda kuning dan aroma jeruk
menyebar di tempatku duduk sebelumnya.

“Apa kau sudah sadar ketidaknormalan pria ini? Apa


kau bisa menghindari seranganku barusan?”

“…. Tidak itu mustahil.”

“Benar. Jika orang biasa, dia pasti sudah kebasahan


tanpa bereaksi. Seranganku memang tidak bisa dihindari
oleh orang biasa, tapi dia menghindarinya dengan wajah
seperti bukan apa-apa …”

“Refleksnya memang tidak masuk akal …. Tapi


hubungannya apa dengan pembicaraan kali ini?”

“Kau masih tidak mengerti? Bisa dibilang Ayanokōji


adalah senjata mematikan yang dipunya Suzune. Kalau
berbicara sambil menodongkan pistol pada orang lain
yang tidak bersenjata.., tak heran kalau dia cuma omong
besar …”

“Jadi untuk mengujinya, kau repot-repot memesan


jus jeruk kah? … Yang benar aja!”

Kupikir Ryūen yang memesan jus jeruk itu memang


aneh.., seperti biasa pemikiran dia benar-benar tidak
masuk akal.
Apa dia meminum minuman yang tidak cocok
dengannya? Yah bagaimana pun tetap menjaga
kewaspadaanku adalah hal yang tepat.

“Kenapa kau menghindar? Jika kau menerima


siramannya itu, kepergian mereka pasti terhalang …”

“Jangan mengatakan sesuatu yang gila. Aku tidak


ingin seluruh tubuhku terkena jus jeruk …”

Baunya menyengat.., lengket dan susah hilangnya …

Rintangan yang dihadapi terlalu tinggi untuk bisa


menyiksaku tanpa syarat.

Kalau yang disiram itu teh oolong, aku mungkin


masih bisa tahan.

Tapi jus jeruk adalah salah satu minuman terbaik


untuk mengerjai seseorang.

“Jika kau ingin bernegosiasi dengan benar,


singkirkan dulu Ayanokōji dari tempat ini. Dialog baru
dimulai setelah itu …”

Untuk melanjutkan negosiasi, Ryūen menambahkan


syarat dengan mengeluarkanku dari tempat ini.

“Itu seperti kau banget ya … Tapi aku menolak. Dia


adalah teman sekelasku. Dia memiliki hak untuk hadir di
tempat ini dan aku memiliki hak untuk meminta dia hadir.
Aku sama sekali tidak tahu kenapa bernegosiasi bersama
senjata milikmu sendiri itu adalah hal yang salah …”

Dia benar-benar punya keberanian ya … Terlebih


lagi banyak pemikiran dan ide-ide baru keluar darinya.
Dan satu hal lain yang terpikirkan.., tanpa kuketahui
Horikita telah mendapatkan informasi perihal
keterlibatanku dengan Ryūen. Dan Ryūen juga menyadari
hal tersebut.

Aku tidak tahu cara dia mengetahuinya, tapi bukan


hal yang aneh kalau Horikita tahu kasus di atap yang
melibatkan Kei.

Dari awal Horikita memberitahuku tidak perlu


membantunya, kehadiranku saja itu sudah cukup.
Menggunakan janji tersebut untuk ditepati, aku tidak bisa
mengeluh.

“Kelasku yang berada dalam situasi unggul,


mengusulkan untuk membentuk hubungan kerja sama.
Jika kau tidak mau menerimanya, aku tidak keberatan
kesepakatan ini gagal …”

Ryūen bekerja sama dengan Sakayanagi itu tidak


mungkin. Bahkan jika dia mengajukan permintaan kerja
sama pada Ichinose, tidak jelas berapa banyak kekuatan
berguna yang akan tersedia.

Bila dia membuat kesalahan di sini, tidak dapat


dihindari Kelas Ryūen akan terpengaruh dimasa
mendatang.

Walau kemungkinannya kecil, tidak menampik


aliansi Horikita-Sakayanagi akan muncul.

Bukan hasil yang buruk bila Kelas Horikita juara 1


dan Kelas Sakayanagi juara 2.
Namun jika hal ini terjadi, akan lebih sulit untuk
mengejar Kelas Sakayanagi.

“Tergantung pada pembicaraan kita, aku tidak


keberatan bekerja sama dengan Kelasmu. Jadi mau
diterima atau tidak.., bisakah kau beritahu aku
tanggapanmu?”

Bukan Katsuragi kini tanggapan dipercayakan pada


pemimpinnya, Ryūen.

Setelah hening beberapa detik, Ryūen membuat


keputusan.

“Oke.., aku terima usulanmu …”

Dia menjawab begitu.., tapi perkataan Ryūen tidak


berhenti.

“Tapi ada syaratnya. Untuk membentuk hubungan


kerja sama, hubungan tersebut harus kuat dan setara.
Jika kelasmu atau kelasku meraih peringkat pertama dan
kedua akan ada perbedaan 100 poin kelas. Untuk
menutup kesenjangan itu, kelas yang menempati posisi
pertama akan membayarkan ganti poin pribadi tiap bulan
sampai Maret saat sebelum kelulusan. Tambahkan janji
ini …”

Pada ujian khusus pulau tak berpenghuni tahun lalu,


Ryūen pernah melakukan hal yang sama dengan
menandatangani kontrak bersama Katsuragi.

Jika pihak lain mendapat banyak poin kelas, tutup


selisihnya dengan poin pribadi.
Ryūen seharusnya tahu dia tidak berada di posisi
yang menguntungkan. Mengetahuinya, tapi dia tetap
mencoba untuk mendapatkan plus alpha, tapi Horikita
juga sadar akan hal ini.

“Memang benar syaratnya sendiri itu setara. Tapi


aku menolak. Ini adalah pertandingan yang serius untuk
memutuskan mana yang akan meraih pertama atau
kedua. Di mana pertandingan yang adil dilakukan, hanya
itu.”

Jika tanpa syarat atau menambahkan syarat berada


di posisi yang setara, maka selama dinilai peluang untuk
menang tinggi, tidak seharusnya menambahkan
persyaratan.

“Kuku … Tidak mudah untuk menghasilkan uang


kah … Tapi, usulanmu tidak begitu menggiurkan …”

“Tidak mudah untuk mendapatkan kompromi dengan


Horikita. Kupikir sebaiknya kita terima hubungan kerja
sama ini …”

Katsuragi menunjukkan sikap fleksibel terhadap


Ryūen, yang belum secara resmi menandatangani
kontrak.

“Mana cukup … Kalau mau meminta kerja sama


dariku, dia harus lebih menunjukkan itikad baiknya dong
…”

“Itikad baik? Sama denganku, itu juga berlaku


untukmu tahu … Jika strategi ini berjalan dengan baik,
Kelas Sakayanagi akan berada diperingkat terbawah,
dengan minus 150 poin kelas. Ada banyak ruang untuk
mempertimbangkan strategi menjalin kerja sama. Aku
juga mengambil risiko yang sama …”

Setelah memberi sanggahan, Horikita melanjutkan.

“Semua kecurigaan bercampur aduk di pikiranku.


Apakah kau bisa dipercaya atau tidak … Kalau kita
memusatkan upaya utama pada kompetisi tim dengan
membentuk tim, tidak dapat dihindari bahwa kompetisi
individu akan terabaikan.”

Ryūen bisa memerintahkan siswa dikelasnya untuk


berkhianat dengan pura-pura mengalah atau mungkin
tidak hadir pada acara lomba yang disepakati sejak awal.
Karena pemimpin seperti Horikita akan ikut
berpartisipasi pada acara lomba, sangat diragukan semua
acara lomba akan diawasi dengan ketat.

Karena tidak boleh membawa ponsel, kerja sama


tidak bisa dilakukan lebih jauh.

“Percaya pada dirimu yang tidak bisa dipercaya …


Mengambil risiko itu adalah bentuk kompromi juga kerja
sama maksimum yang bisa kami buat …”

Bahkan bagi Ryūen, ini adalah perkataan yang


menyakitkan.

Walaupun kelas kami memiliki kekuatan yang


menarik.., tidak mempercayai Ryūen merupakan premis
utama.
‘Karena Horikita menerima hal ini, jadi terima
sajalah tanpa syarat-syaratan’.

“Argumen yang masuk akal. Metodemu tidak dapat


dipercaya. Tak ada pilihan selain menerimanya.”

“Dari awal aku juga tidak berharap dipercaya …”

Meski sambil tertawa lepas, tetap saja Ryūen masih


bersikap santai.., apakah dia merasa yakin dengan kata-
kata Horikita …

“Apa benar kau bisa percaya padaku?”

“Musuh dari musuhmu adalah sekutu. Aku akan


percaya pada kata-kata praktis yang dibuat oleh leluhur
…”

Bahkan jika hubungan kerja sama dapat dibentuk


dengan kecurigaan, sulit untuk menunjukkan potensi yang
sebenarnya.

Dalam beberapa kasus, malah akan mengalihkan


fokus ke sekutumu daripada bertarung dengan musuhmu

“Aku tidak menerima semua kata-katamu itu.., tapi


ada satu hal yang pasti, bukan ide baik untuk membiarkan
Kelas Sakayanagi terus memimpin …”

Horikita dan Katsuragi mengangguk tanpa ragu,


setuju dengan tanggapan Ryūen.

Untuk Kelas A menang. Adalah tindakan yang tidak


diperbolehkan lagi apa pun terjadi …
“Meskipun pada ujian khusus akhir tahun Kelas kami
akan menghadapi Kelas Sakayanagi, aku tidak bermaksud
untuk menyerahkan satu poin kelas pun pada mereka …”

Sampai saat itu Ryūen ingin mereka ada di jarak


jangkauan kah … Pada pemikirannya itu, tampaknya bisa
dipercaya …”

“Kau dari tadi hanya diam mendengarkan, tapi ini


saatnya kau memberitahu apa pendapatmu.., Ayanokōji-
kun.”

Ide yang dipikirkan Horikita, juga risikonya.

Menerima atau tidak menerima strategi ini, secara


objektif.

“Bekerja sama dalam lingkup kepentingan kedua


belah pihak bukan hal yang buruk. Mungkin ada beberapa
ketidaksepakatan, tapi semua mengerti bahwa tujuannya
adalah mengalahkan Sakayanagi. Yōsuke dan Kei pasti
membantumu …”

Sekali lagi, Horikita yakin dengan rencananya.


Namun, lagi-lagi Ryūen menghentikannya.

“Aku masih ingin melakukan kontrak, tapi masih


belum …”

“Masih belum? Kau pikir kau bisa menarik lebih


banyak kompromi lagi?”

“Biarkan aku mengkonfirmasi satu hal lagi. Yang


mengajukan usulan ini.., apa itu kau Suzune? Atau
Ayanokōji yang sedari tadi cuma mengamati dengan
wajah polos? Yang mana?”

Bertarung bersama dengan Kelas Ryūen.

Dia dengan kuat mendesak untuk mengkonfirmasi


siapa yang mengusulkan strategi ini.

“Jika yang mengusulkan ide ini bukan dari


Ayanokōji-kun, apa kau tidak akan menerimanya?
Sepertinya di antara kau dan Ayanokōji-kun ada
hubungan baik yang tidak bisa diceritakan orang lain ya
…”

Kata Horikita yang memasukkan makna tersembunyi


pada perkataannya.

“Aku merasa kalian musuh yang mengakui


kemampuan masing-masing. Yah bisa aja aku salah sih
…”

“Satu kata pun apa aku mengatakan hal itu? Aku


hanya bertanya yang mana di antara kalian …”

Ryūen yang sedikit kesal, mendesak Horikita dengan


tatapan melotot.

“Itu aku. Kali ini aku hanya meminta Ayanokōji-kun


untuk hadir menemaniku aja.., dan aku juga tidak
memberitahu apa pun tentang melakukan pembicaraan
dengan kalian.”

Jika tahu usulan ini inisiatif dari Horikita, ada


kemungkinan Ryūen akan menolak.
Tapi ketika Horikita tetap berkata jujur, Ryūen
tertawa …

“Jadi begitu ya … Dengarnya aku jadi lega. Baiklah


aku akan menerima usulanmu …”

Karena itu adalah aspek penentu, secara resmi Ryūen


menerima hubungan kerja sama ini.

“…. Kenapa?”

“Kenapa kau bilang? Entahlah … Pikirkan aja sendiri


alasannya apa …”

Kata Ryūen menghindari pertanyaan Horikita.

“Untuk jaga-jaga lebih baik bagi kita masing-masing


memiliki surat kontrak yang tepat. Bukan aku, untukmu
terutama …”

“Tentu saja aku melakukannya. Ini hanya sementara,


aku bermaksud untuk melibatkan Chabashira-sensei dan
Sakagami-sensei …”

Kontrak yang melibatkan pihak guru. Tentu saja, itu


juga akan mencakup pelanggaran kontrak. Tidak peduli
meski itu Ryūen sekali pun, jika diikat oleh aturan yang
tidak bisa dilanggar, dia tidak dapat melakukan apa pun.

“Kalau begitu, aku akan menyerahkan pembuatan


surat kontrak itu padamu Horikita. Tidak apa-apa ‘kan?”

“Iya … Bisa aku menyesuaikannya beberapa kali


denganmu, Katsuragi-kun …”
Saat Katsuragi menatap Ryūen untuk meminta
persetujuan.., ‘lakukan sesukamu’, tanggapan seperti itu
diberikannya.

Keberadaan Katsuragi sangat besar untuk kelas


Ryūen yang tidak bisa dipercaya …

Selain cerdas, Katsuragi dapat dipercaya, dia juga


mampu mengungkapkan pendapatnya pada Ryūen tanpa
ragu-ragu.

Dengan banyak hal yang Ryūen bisa percayakan pada


Katsuragi, bisa dikatakan kemampuannya dalam menilai
seseorang sangatlah luar biasa.

Tak salah bila Ryūen mengeluarkan banyak uang


untuk Katsuragi.

“Baiklah … Setelah secara resmi kontrak dibuat,


mari kita hadapi bersama festival olahraga ini …”

Dengan ini, Kelas Horikita dan Kelas Ryūen berjuang


bersama di festival olahraga telah diputuskan.

Prioritas utama tetap mengincar kemenangan kelas,


dan bertujuan untuk bekerja sama di dalamnya …

Tapi dialog ini baru tahap pertama, Katsuragi pun


lalu mengubah topik.

“Tidak apa-apa jika pembicaraan sudah diselesaikan


ke arah kerja sama, tetapi selanjutnya ada sesuatu lagi
untuk dipikirkan. Jika Sakayanagi dan Ichinose bekerja
sama juga bagaimana cara kita mengatasi hal tersebut?”
Aliansi melawan aliansi lain, suatu perkembangan
yang memungkinkan.

“Tak ada masalah. Bahkan jika Ichinose bekerja


sama dengan Sakayanagi di festival olahraga kali ini,
tetap kita yang akan menempati peringkat teratas. Selain
itu, bahkan Sakayanagi akan melepaskan peringkat
ketiga. Sama seperti kau yang khawatir tentang
menempati peringkat kedua saat bekerja sama dengan
Suzune, Ichinose akan memiliki keuntungan jika mereka
juga membentuk hubungan kerja sama. Didropoutnya
Totsuka dan Katsuragi yang pindah kelas, kini Kelas
Sakayanagi hanya berjumlah 38 orang. Dengan dipastikan
Sakayanagi tidak dapat berpartisipasi, kelas mereka
tersisa 37 orang. Sedangkan Kelas Ichinose berjumlah 40
orang. Perbedaan ketiganya sangat besar.”

Penilaian terhadap kemampuan atletik kelas mereka


sebagian besar hampir setara.

Dalam hal ini, kemenangan atau kekalahan


ditentukan oleh perbedaan pada jumlah tiga teman
sekelas.

“Tapi seperti yang diketahui tentang Sakayanagi, dia


pasti akan menjalankan strategi untuk menutupi
kekurangan jumlah orang tersebut …”

“Apa kau tidak melihat aturannya hah? Siswa yang


tidak berpartisipasi dalam festival olahraga akan
beristirahat di asrama … Selama tidak bisa menggunakan
ponsel, kepala kelas A tidak akan berfungsi sama sekali.”
“Kau sendiri apa paham dengan aturannya hah?
Memang benar Sakayanagi tidak bisa berolahraga dengan
fisiknya itu. Tetapi dia masih bisa ikut serta secara
formal.., 5 poin dari awal partisipan festival olahraga dan
5 poin lagi dari hadiah partisipasi acara lomba, total dia
mendapat 10 poin. Jika memenuhi persyaratan minimum,
dia tetap berada di luar dan mengirim instruksi.”

“Sakayanagi yang punya harga diri tinggi tidak


mungkin menunjukkan sosok menyedihkannya yang tidak
bisa melakukan apa-apa …”

Selama dia tidak bisa memadai untuk bersaing


dengan acara lomba mana pun.., tak terhindarkan kalau
hanya Sakayanagi yang mencolok.

“Kita tidak boleh merasa di atas angin dengan


keadaan tersebut. Mengundurkan diri dari acara lomba
adalah sebuah hak istimewa. Jika dia secara formal
berpartisipasi lalu mengundurkan diri, tidak perlu baginya
untuk merasa malu …”

“Bagaimana dengan memenuhi persyaratan yang tak


bisa dihindari? Jika dia berpartisipasi setelah memahami
kondisi fisiknya sendiri, perlu legitimasi untuk
membenarkan tindakan itu ‘kan? Dia harus memakai
tongkat dan menyelesaikan lari 100 meter saat semua
orang telah selesai berlari. Mana mungkin dia mau
mempertontonkan dirinya seperti itu hah?”

“Ya bisa aja sih, dia tidak ikut berpartisipasi karena


kepribadiannya. Tapi bila dia mengetahui aliansi kita,
Sakayanagi pasti juga memikirkan risiko kekalahan. Yang
kumaksud akan jadi masalah bila kau langsung
menganggap mutlak dia tidak berpartisipasi. Dengan
enteng kau mengatakannya.., tapi sebenarnya berapa
persen peluang dia tidak berpartisipasi? Jawab dengan
serius …”

“90%, enteng itu …”

“Dari pemikiran asal-asalan tanpa ada dasar itu 90%


kah … kalau begitu, penilaian yang masuk akal harusnya
lebih rendah. Paling bagus sekitar 70% sampai 80% …”

“Yaudah puasin ajalah dengan angka itu …”

“Enggak bisa. Kalau mau aku tidak mengeluh,


tingkatkan persentasenya sampai 95% …”

Mengabaikan kami, Ryūen dan Katsuragi saling


beradu argumen.

“Omong kosong … Tapi, ada cara untuk membuatnya


lebih pasti. Sebelum festival olahraga aku akan menyeret
Sakayanagi ke pengadilan kanguru. Jika dia ikut
berpartisipasi, aku akan mempermalukannya di hadapan
seluruh kelas Di tengah acara lomba. Dengan begitu 95%
yang kau bilang itu akan tercapai …”

(Ostilah pengadilan kanguru itu adalah pengadilan


yang mengabaikan standar-standar hukum atau
keadilan.)

Ryūen berkata.., dengan mengancam menginjak-


injak harga diri Sakayanagi akan menyerah.
“Itu adalah cara yang tidak dapat diterima dari sudut
pandang etika.”

“Setuju. Pihak sekolah mungkin tidak akan tinggal


diam.”

Baik Horikita dan Katsuragi menyangkal, dia tidak


akan menerima tindakan tersebut.

“Yah kalau Sakayanagi tetap berpartisipasi, saat itu


aku akan menghancurkannya.”

“Jangan lupa.., karena bukan hal yang mudah,


makanya kita ada dikelas bawah …”

Jika Sakayanagi mampu menjalankan fungsinya


sebagai menara komando, memang sulit untuk membaca
tindakan apa yang akan diambil.

Apakah dia berpartisipasi atau tidak, hal itu akan


sangat mempengaruhi hasil festival olahraga kali ini.

Jika Sakayanagi benar-benar absen.., sebaliknya


kemenangan sudah dekat di depan mata.

“Horikita. Apa kau memasukkan kontribusiku dalam


kemenangan kelas kita?”

“Pada dasarnya aku mencoba untuk tidak


memikirkannya. Hanya kau yang tetap berada di posisi
khusus.”

“Itu suatu yang menguntungkan, pas sekali … Jika


ada atau tidaknya partisipasi Sakayanagi membayangi
hubungan kerja sama ini, aku mungkin bisa membantu
…”
“Apa maksudmu?”

Katsuragi yang menunjukkan minat, berhenti


berbicara dengan Ryūen lalu menengok ke arahku.

“Jika kau menyerahkan semua padaku, aku bisa


membuat Sakayanagi tidak berpartisipasi dalam festival
olahraga.”

“Eh …?”

“Hoo?”

Horikita yang terkejut dan Ryūen yang terkesan.


Sedangkan Katsuragi hanya mendengarkan dalam diam.

“Tapi sebagai ganti aku membuat Sakayanagi tidak


berpartisipasi, aku tidak ingin kau berharap satu poin pun
padaku. Tidak hanya Horikita, kau juga Ryūen …”

“Sejak awal aku tidak memasukkan bajingan


sepertimu dalam perhitunganku kok … Jika benar kau
mampu menghadang Sakayanagi, itu hanya akan
menghemat waktuku aja …”

“Aku tidak bisa membayangkan cara seperti apa


yang akan kau gunakan, tapi kalau Ryūen dan Horikita
percaya pada ucapan Ayanokōji, aku tidak akan
mengatakan apa-apa lagi tentang hal ini. Jika Sakayanagi
tidak berpartisipasi, tidak sulit untuk menenggelamkan
kelas A ke peringkat terakhir.”

“Tapi apa benar kau mampu melakukannya?”

“Iya … Tanpa aku melakukan apa pun, tinggi


kemungkinan Sakayanagi tetap tidak berpartisipasi, tapi
kau bisa menyerahkannya padaku. Selain itu, setelah
mendengar pembicaraan kalian, aku terpikirkan sesuatu,
bukankah sangat jarang ada kesempatan untuk Horikita
dan Ryūen berkumpul dan bekerja sama satu sama lain …
Ada masalah lain yang ingin kubicarakan.., tidak apa
‘kan?”

Selama pembicaraan ini berlangsung, aku


memikirkan sesuatu yang sedikit berbeda dari ketiganya.

“Apa itu?”

Saat aku berbicara tentang ide yang kuusulkan,


Horikita dan Katsuragi melihat satu sama lain, dan Ryūen
hanya diam mendengarkan.

Di saat yang sama ketika aku menyelesaikan


penjelasanku, es di gelas Katsuragi meleleh perlahan lalu
terdengar bunyi dengingan.

“Itu memang ide yang menarik, tapi …”

Tapi tidak tahu apakah usulanku ini diterima atau


tidak.., Horikita yang kebingungan menatap Ryūen.

“Menurut aturan memang bukan sesuatu yang tidak


mungkin. Tapi───”

“Apa kau tak suka dengan usulanku?”

Bahkan jika ini adalah kesepakatan hanya di festival


olahraga, ada kemungkinan dia menolak kalau itu usulan
dariku.

Cara bicaranya mengindikasikan seperti itu.


“Iya … Enggak suka … Di tolak …”

Segera Katsuragi menghentikan perkataan Ryūen


yang mencoba menolaknya.

“Perasaan pribadimu itu nanti aja … Jujur saja ini


bukan usulan yang buruk. Rincian dan aturannya mungkin
harus dikonfirmasi ulang.., ah tidak perlu, mengingat
yang mengusulkan ide ini Ayanokōji. Dia pasti sudah
mengkonfirmasinya dengan hati-hati …”

“Tidak ada masalah dengan aturan … Daripada


hanya kelas kami yang melakukannya, mungkin dengan
meminta siswa dari kelas Ryūen bekerja sama,
perkembangan yang lebih efektif lagi bisa terealisasi.
Benar ‘kan?”

“I-iya … Memang benar sih …”

Horikita sendiri sangat menyadari bahwa kelas kita


sedang mengalami masalah sekarang.

Jika mendapat bantuan dari tempat lain untuk


menutupi kekurangan.., hal ini juga bisa untuk
mengurangi kecemasan.

“Terima saja Ryūen. Untuk konfrontasi langsung


dengan Sakayanagi yang akan datang, kira harus
menyiapkannya dari sekarang.”

“Dengar Ayanokōji. Setelah aku menghancurkan


Sakayanagi.., berikutnya kau …”

“Jika kau berhasil naik.., tentu saja hal itu akan


terjadi …”
Menjadikan perkataanku sebagai aspek penentu,
Ryūen menerima ide yang kuusulkan.

“Katsuragi.., kau kumpulkan mereka.”

“Baiklah ‘kan kulakukan.”

“Kelas A benar-benar terkepung … ya …”

“Tapi pertama-tama memastikan Sakayanagi tidak


berpartisipasi dalam festival olahraga adalah prioritas
utama. Kerja sama festival olahraga, juga ide yang
Ayanokōji usulkan, tidak akan bisa dimulai tanpa
menyelesaikan tahap sebelumnya.”

“Aku tahu … Tentang masalah itu kau bisa serahkan


padaku.”

Aku punya strategi untuk menyegel Sakayanagi yang


tidak bisa dilakukan oleh Ryūen, Katsuragi, atau Horikita.
*4.1

Sebelum jam 7 malam. Yang sedang berkumpul di


kafe Keyaki Mall adalah siswa Kelas 2-A, Sakayanagi,
Kamuro dan Hashimoto, 3 orang.

“Karena selalu dipanggil tiba-tiba, aku tidak kaget..,


tapi hari ini ada apa Hime-san?”

“Ini tentang festival olahraga nanti, tentang apa


yang harus kita lakukan …”

“Bukankah kebijakan kelas sudah diputuskan?”

“Situasi selalu bisa berubah sewaktu-waktu. Lalu


hari ini terjadi perubahan situasi …”

Berkata begitu, Sakayanagi melanjutkan.

“Kelas Ryūen-kun dan Kelas Horikita-san telah


melakukan kontak.”

Mata Hashimoto berubah begitu mendengar hal itu

“Siapa duluan yang melakukan pendekatan ke siapa?


Apa Ryūen duluan kah?”

“Tidak diketahui. Tapi bagaimana pun juga, tidak


salah lagi kelas mereka berdua saling terhubung.”

“Tunggu sebentar. Aku pikir semua tidak berjalan


begitu mudah. Aku juga tidak berpikir Horikita dengan
mudah mempercayai Ryūen. Tidak mungkin dia mampu
berkolusi ‘kan?”
“Musuh dari musuhmu adalah sekutu, ya ‘kan? Kita
berada di posisi yang kuat jauh di depan. Sekali pun tidak
ada hubungan saling percaya, kerja sama tetap akan
berhasil selama mereka memiliki tujuan yang sama.”

Betapa merepotkannya 2 kelas saling bekerja sama,


adalah hal yang sangat mudah untuk ditebak oleh
keduanya.

Karena ini bukan laporan yang menyenangkan,


ekspresi mereka berdua berubah menjadi kaku.

“Jika tetap seperti begini, ini akan menjadi situasi


yang berbahaya …”

“Bertanding hanya dengan kita saja apa akan


kalah?”

“Kita akan Kalah … Dengan asumsi ketiga kelas


bertarung secara terpisah, ada kemungkinan untuk kita
mengambil peringkat mana pun, tetapi sayangnya mereka
terhubung dari tempat yang tidak terduga …”

Sakayanagi yang menatap Hashimoto, memberikan


pernyataan yang jelas.

“Kalau aku sih enggak mau bekerja sama dengan


Ryūen. Tak tahu kapan dia akan menjerat leher kita …”

“Sebaliknya lebih menguntungkan kalau lehernya


terikat. Kelas Ryūen-kun menempati peringkat pertama,
lalu Kelas Horikita-san di peringkat kedua. Akan
disambut baik jika hasilnya mudah dipahami begini..,
lebih merepotkan kalau yang terjadi malah sebaliknya.”
Dari pada Kelas Ryūen, Sakayanagi lebih berhati-hati
pada Kelas Horikita.

Pada pernyataan Sakayanagi yang menganggap hal


seperti itu terjadi, membuat senyum Hashimoto
menghilang.

“Tidak ada keraguan bahwa mereka sedang


mendapatkan momentum sekarang. Aku pikir tidak
mungkin ada kelas selain kelas Ryūen yang mampu
membuang orang tak berguna demi 100 poin. Apakah
Horikita yang tumbuh berkembang … Atau Ayanokōji lah
yang melakukan manuver rahasia di belakang layar?”

Ayanokōji.., menekankan namanya dan mengalihkan


pandangan ke Sakayanagi. Seakan sedang memastikan
sesuatu.

Tidak mungkin pencarian informasi seperti itu dapat


berhasil.., lalu Sakayanagi dengan polos bertanya.

“Belakangan ini popularitas dia cukup naik tinggi ya


… Apa terjadi sesuatu?”

“… Tidak, tak apa. Aku pikir dia menyembunyikan


kemampuan lebih dari OAA-nya. Yah.., siswa seperti itu
tidak hanya Ayanokōji doang sih …”

Karena tidak dalam posisi menguntungkan untuk


saling menyelidiki sampai ke dasar, Hashimoto segera
menarik diri.

Hashimoto memutuskan bukan ide yang bagus


untuknya ketahuan dengan buruk memberi dorongan.
“Jadi apa yang harus dilakukan? Kau bilang kita
akan kalah tanpamu, tapi kau akan absen ‘kan?”

Dengan kata lain, apakah Sakayanagi meninggalkan


pertarungan? Kamuro bertanya.

Hashimoto yang tadinya tersenyum, mulai berubah


menjadi kaku lagi cemas akan hal itu. Cuma 150 poin.
Walau di festival olahraga Kelas A tenggelam ke dasar,
hal itu tidak akan menyebabkan banyak kerugian.

Tetapi, selama ini selalu terus bertarung dalam


situasi yang telah dibangun dengan solid, tidak
seharusnya menerima kekalahan.

“Jawabannya hanya ada satu …”

Sakayanagi tertawa, lalu melanjutkan perkataannya


seperti ini.

“Aku akan berpartisipasi pada festival olahraga.


Bahkan jika benar bekerja sama, biar mereka berasumsi
bisa menang dengan ketidakpartisipanku … Lalu mari
kita buat mereka tahu ilusi ini …”

“Serius? Apa tidak apa-apa?”

“Bersemangat itu bagus saja───benar tidak apa?”

Sakayanagi mengumumkan akan berpartisipasi


membuat mereka berdua resah.

“Apa yang kalian maksud tentang menjadi tontonan?


Aku akan mengakali hal itu kok …”
“Yah kau pasti bisa mengakalinya dengan baik.
Tidak ada masalah selama kau bisa hadir …”

“Tetapi, hal tersebut tidak akan meningkatkan


kemampuan fisik kelas kita secara keseluruhan. Ini
kemungkinan hanya untuk mencegah kalian dikalahkan
dengan cara yang terduga dan membuat kalian
berpartisipasi dalam acara lomba saja … Dengan kata
lain, menempati peringkat pertama akan menjadi
pertarungan yang sulit sekali pun aku ikut
berpartisipasi.”

“Aku pikir tidak menempati peringkat terbawah itu


sudah cukup …”

“Horikita-san dan Ryūen-kun, bukanlah hal yang


sulit untuk memecahkan hubungan yang seperti kaca itu
… Pada harinya nanti mari kita lakukan pendekatan
menyamping, di tempat mereka dengan putus asa
berusaha untuk bekerja sama.”

Hashimoto dan Kamuro mempercayai Sakayanagi


yang menunjukkan kepercayaan diri mutlak.

Sebelumnya berkali-kali Sakayanagi selalu meraih


hasil yang tinggi.

“Untuk saat ini melegakan kah. Tetapi hebatnya kau


bisa mendapatkan informasi begitu cepat.., Hime-san.
Kau tidak mendapatkannya dengan kakimu itu ‘kan?”

Biasanya Hashimoto dan Kamuro sering digunakan


untuk mengumpulkan informasi.
Namun, karena ini informasi yang baru bagi mereka
berdua, Hashimoto bertanya secara misterius.

“Begini-begini aku masih perwakilan dari Kelas A.


Jumlah siswa Kelas 1 yang kenal bertambah …”

Tanpa panik, Sakayanagi tersenyum lembut seolah


sedang menikmati situasi genting.
*4.2

Memasuki bulan Oktober, Keyaki Mall sepulang


sekolah di hari festival olahraga yang semakin dekat.

Aku melangkahkan kaki dengan tujuan untuk


berkencan bersama Kei.

Tatapan mata dari siswa Kelas 3 yang memberikan


perasaan tertekan masihlah sama.., tapi meski begitu Kei
terlibat, dia sepertinya tidak peduli.

Tampaknya dia tidak hanya belaga omong doang saat


mengatakan [Aku sudah terbiasa].

Hari ini sepertinya ada beberapa toko yang ingin Kei


datangi.., dan yang pertama kawasan toko elektronik.

“Kau mau beli apa?”

“Eh? Tidak ada sesuatu yang kuinginkan sih … Ah


tidak.., bukan berarti tidak ada inginkan kok.., tapi hari
ini aku tidak datang untuk diriku sendiri.”

Tidak datang untuk dirinya sendiri, itu adalah


kebalikannya. Yang artinya dia datang demi seseorang.

“Ulang tahun Kiyotaka sebentar lagi ‘kan? Aku


sempat memikirkan untuk memberimu kejutan, tapi
menurutku lebih baik memberikan apa yang kamu suka
…”

Oh iya ulang tahunku sebentar lagi kah.


“Aku berpikir untuk melihat-lihat mencari sesuatu
yang Kiyotaka inginkan …”

“Ah jadi begitu …”

Baru-baru ini, aku ingat Kei berulang kali


menanyakan apa yang kusuka dan apa yang ingin kubeli.

Berterus terang dan mengatakan sesuatu tanpa pikir


panjang, dia sepertinya berpikir untuk menemukan apa
yang kuinginkan dan memberikannya sebagai hadiah.

“Ini akan jadi pengeluaran poin pribadi loh …”

Apa lagi Kei tidak secara khusus menghemat banyak


uang.

“Aku tahu apa yang ingin kau coba katakan.., tapi


untuk hari ulang tahunmu tidak apa-apa ‘kan … Jangan
sungkan bilang padaku …”

Dia sepertinya sangat bersemangat untuk


membelikanku apa pun.., tapi tidak begitu.

Namun, dalam situasi ini, aku mengerti bahwa


menjawab bahwa tidak membutuhkan apa pun adalah
jawaban yang salah, dan jelas bahwa dia tidak akan
menerimanya bahkan jika aku bilang ingin yang sesuatu
sangat murah.

Memilih sesuatu yang baik untuk keuangan Kei.


Artinya perkembangan seperti itu yang dibutuhkan.

“Aku tahu apa yang kau pikirkan sekarang loh …”


Dari jarak yang sangat dekat dia menatapku, lalu
dengan paksa Kei menggandengkan tangannya denganku.

“Beli yang Kiyotaka inginkan … Oke?”

“…. Baiklah.”

Setidaknya untuk mengurangi bebannya aku tidak


bisa membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan.

Ketika kami mulai berjalan bergandengan tangan,


Kei menempelkan pipinya ke lenganku.

“Ehehehe … Sungguh membahagiakan …”

Mengatakan itu, dia memperkuat genggaman


tangannya, menggenggamku dengan erat.

“Tidak ada apa pun yang kusembunyikan dari


Kiyotaka. Semua-muanya diketahui Kiyotaka … Aku
tidak membayangkan bisa menjadi sosok yang lebih
penting dari Ayah dan Ibu.”

Tersipu malu, Kei tersenyum bahagia.

“Kiyotaka juga tidak boleh ada rahasia-rahasiaan


dariku loh …”

“Iya …”

Rahasia. Itu merujuk tentang hal yang mana ya?

Tentang keluargaku kah? Tentang Whiteroom? Apa


yang ingin kucoba lakukan di sekolah ini?

Atau tentang hubungan pertemanan dan hubungan


asmaraku?
Jika yang dimaksud itu salah satu dari hal ini.., maka
hal tersebut tidak lain dan tidak bukan memang rahasia.
Bisa dibilang, aku tidak mengatakan apa pun yang
sebenarnya pada Kei.

“Ah───”

‘Saat Kei melihat-lihat toko sambil berbicara tentang


barang ‘yang ini tidak yang itu juga tidak’, kami bertemu
dengan Satō yang datang sendiri ke salah satu toko.

Setelah tatapannya menatap kami, mata Satō lalu


tertuju pada lenganku yang digenggam oleh Kei.

“Me-mesra sekali ya kalian.., maaf mengganggu~”

“Aa, Tunggu!?”

Kei mencoba untuk menghentikannya, tapi Satō lari


dari tempat itu dalam sekejap.

“… Waduh …”

‘Oh tidak!’, Kei menepuk dahinya.

“Apa masih perlu menjaga sikap di depan Satō?”

“Bukan begitu … cuma tidak enak aja menunjukkan


suasana menyenangkan seperti ini depannya ‘kan …”

“Kalau begitu, tidak ada pilihan selain kau harus


menahan diri untuk tidak menggenggam tanganku di
luar.”

“Enggak mau …”
Meski merasa tidak enakan kepada teman baiknya,
tapi Kei tidak berniat untuk berkompromi dengan hal itu.

“Loh? Yo Ayanokōji!”

Saat berjalan di toko yang menjual rice cooker dan


kettle pots, kami bertemu Ishizaki dan Albert.
Sekejap pada saat itu Kei yang menggenggam
lenganku.., aku merasa dia menambahkan sedikit
kekuatan lagi dalam cengkeramannya.

“Sedang berkencan dengan Karuizawa kah … Apa


lagi lenganmu digenggamnya … Riaju sekali kau ya …”

(Riaju itu seorang yang populer dan puas dengan


kehidupannya.)

Walau Ishizaki menatapku dengan iri, aku


mengalihkan pandangan pada Albert yang berdiri di
sebelahnya.

Dia memegang panci besar bermerek ternama.

Karena Albert memiliki badan besar, anehnya hal itu


tidak terlihat begitu besar.

“Ah.., ini kah? Ini adalah hadiah ulang tahun


Ryūen.., pada tanggal 20 di bulan ini. Yah baru saja kami
memilihkannya sih …”

“Eh? Tanggal 20 … Sama dong ulang tahunnya …”

Kei yang terkejut, melihat ke arahku dengan tetap


tidak menurunkan kewaspadaannya.

“Aku juga baru tahu pertama kali …”


“Apa ada yang ulang tahunnya sama?”

Saat Ishizaki mengalihkan pandangannya ke arah


Karuizawa.., Kei melototinya lalu bersembunyi sedikit di
belakangku.

“Ada apa, kasih tahu dong───”

Pada saat itu, Albert dengan ringan meletakkan


tangannya di bahu Ishizaki.

Lalu akhirnya dia mengetahui alasan mengapa


Karuizawa mewaspadainya.

“… Ah, begitu, ya …”

‘Oh tidak!’. Gumaman kecil seperti itu terdengar.

Meskipun hal itu instruksi dari Ryūen, Ishizaki


memanggil Kei ke atap dan mengambil bagian dalam
tindakan yang disebut bullying …

Wajar jika Kei dengan kuat merasa sangat tidak


menyukai Ishizaki.

Dia marah pada diri sendiri karena tidak peka ya?


Setelah menampar bibirnya, dia kemudian memukul
ringan kepalanya sendiri.

“Maaf … aku, aku seharusnya menghentikannya. Di


atap───”

“Jangan membicarakan hal itu di tempat seperti ini


…”

Ishizaki mencoba meminta maaf, tapi memang benar


dia masih kurang dalam kepekaan.
Tempat ini Keyaki Mall. Bukan bal aneh bila seorang
kenalan yang tidak tahu kapan akan muncul.

Kei pasti tidak akan senang mendengar kasus di atap


dibicarakan pada saat ini.

Masalah bisa selesai hanya dengan memisahkan


mereka berdua, tapi selama hubungan antara aku dan Kei
berlanjut di masa mendatang, dengan cara ini akan ada
beberapa peluang untuk terlibat dengan Ishizaki.

“Mari kita ubah tempatnya …”

Bahkan di tempat orang datang dan pergi seperti


Keyaki Mall, ada banyak tempat yang menjadi titik buta.

Meski tidak puas, Kei mengikutiku dengan tangan


tetap menggandengku tanpa berkata apa pun.

Albert juga mengembalikan panci besar itu ke rak


lalu pergi mengikuti kami bersama Ishizaki.

Karena merasa penyesalan yang kuat dari dalam diri


mereka sendiri, mereka juga membawa perasaan kuat
untuk meminta maaf.

Jika pergi ke sisi pintu keluar darurat, segera begitu


menjauh dari toko, hanya siswa yang bisa melihat kami,
tetapi tidak bisa mendengar pembicaraan kami.

Bahkan jika seorang yang dikenal muncul,


pembicaraan bisa segera dihentikan, jadi tidak akan ada
masalah.

“Aku benar-benar minta maaf! Sepanjang waktu


bahkan tanpa meminta maaf.., sungguh!”
“… Tidak juga. Aku tidak butuh maafmu. Malah
kalau kau minta maaf itu membuatku marah …”

“Eh …?”

“Kalian telah kalah dipukuli Kiyotaka. Karena kalah,


makanya kau meminta maaf …”

“Ti, tidak itu───”

“Jika Kiyotaka tidak menyelamatkanku di atap


waktu itu.., atau kalah dari Ryūen, kau pasti tidak akan
meminta maaf seperti ini sekarang. Apa aku salah? Itu
menggangguku …”

Kei ada benarnya saat dia mengatakan hal itu adalah


hal yang mengerikan dan menyebalkan untuk dilakukan.

Keterlibatanku dengan Ishizaki dan Albert juga


disebabkan oleh semua masalah yang ada di atap. Tidak
heran bila IF yang dikatakan Kei itu benar adanya.

“Tak bisa dihindari kalau kau menyalahkan kami,


tapi meski begitu …”

“Aku tidak menyalahkan kalian. Orang kuat yang


berkuasa itu hal biasa. Aku bahkan juga tidak ingin
berada kasta bawah, lalu entah bagaimana berhasil naik
ke kasta atas dan mengambil sikap angkuh terhadap
orang-orang yang berada di bawah. Benar ‘kan?”

Meski derajatnya berbeda, Kei dan Ishizaki memiliki


esensi yang sama.

Memiliki rasa nilai seperti, ‘Jika kau tidak bisa


mengalahkannya, maka bergabunglah bersamanya’.
“Aku tahu apa yang ingin kau coba katakan. Tapi,
ketika aku dan Ishizaki menjadi dekat, ada sesuatu yang
kutahu meski sedikit. Tidak salah lagi, dia tumbuh
berkembang ke arah yang lebih baik dari dia yang saat
itu.”

“Ke arah yang lebih baik gimana? Bagiku dia terlihat


sama saja, tidak ada yang berubah …”

“Ini hanya menurut perasaanku aja, tapi jika dia


perintahkan untuk melakukan hal yang sama seperti
Ryūen lakukan pada Kei, aku tidak berpikir Ishizaki
dengan mudah akan mematuhinya lagi.”

“Benarkah? Dia tidak terlihat bisa memberontak


melawan Ryūen …”

Yah di titik itu kupikir Kei benar. Ishizaki tersedak


oleh kata-katanya sendiri.

Tidak bisa membalas perkataannya, Ishizaki


memukul pahanya dengan keras saat perasaan menyesal
membanjiri dirinya.

Kei menghela nafas yang melihat sosok Ishizaki yang


seperti itu.

“Sudah cukup. Kau sekarang berteman dengan


Kiyotaka ‘kan? Aku tidak memaafkanmu, tapi
menyalahkanmu sudah selesai.”

“Be-benar tidak apa?”

“Kan sudah kubilang … Sudah selesai ngerti?”

“I.., iya …”
Ishizaki mengangkat wajahnya dengan gembira.

“Emm …, itu … Jadi tadi siapa yang ulang tahunnya


sama?”

Sekali lagi Ishizaki bertanya pada Kei. Walau dia


masih tetap tidak percaya pada Ishizaki, Kei
menunjukkan jari telunjuknya ke arahku.

“Eh? Serius? Ayanokōji juga 20 Oktober!?”

Seakan mendengar sesuatu yang tidak bisa


dipercaya, Ishizaki terkejut.

“Bukankah ini sebuah takdir?”

“Apanya yang takdir? Ada lebih dari 400 orang di


sekolah ini, jadi kalau ada yang lahir di tanggal dan bulan
yang sama bukan hal yang aneh ‘kan?”

“Tapi ini Ayanokōji dan Ryūen-san bukankah itu


hebat?”

Dia senang karena hal kebetulan. Seperti yang


dikatakan Kei, lahir di tanggal dan bulan yang bukan hal
yang aneh, tapi entah kenapa Albert juga sedikit merasa
senang.

“Kami bisa pergi kembali ke toko ‘kan?”

“Ah! Benar juga! Tolong tunggu sebentar!”

Mungkin suara keras Ishizaki itu berisik, Kei dengan


kesal menutup telinganya.

“Aku punya usulan. Jika tidak keberatan, pada


tanggal 20 nanti, bagaimana kalau kita merayakan
bareng ulang tahun mereka berdua? Pesta double ultah
Ryūen-san dan Ayanokōji.., bukankah itu sangat luar
biasa?”

Tidak.., seketika begitu mendengar usulannya, aku


tidak berpikir itu hal yang luar biasa …

Sekali pun mencoba untuk membayangkannya..,


tetap sangat sulit untuk dibayangkan.

“Boleh aja kalau dia meminta maaf …”

“Eh?”

“Aku bilang boleh aja kalau Ryūen membungkuk


meminta maaf padaku …”

Itu tanggapan yang bagus untuk mengatakan tidak


sebagai alasan.

Ishizaki yang membuka mulutnya lebar-lebar,


kebingungan menyadari betapa sulitnya hal itu dan
tanggapannya pun berubah.

“Itu …”

“Ryūen tidak mau meminta maaf padaku ‘kan?”

“Eh? Ah.., iya sih … hal itu tidak mungkin …”

Bahkan tidak mungkin untuk Ishizaki menyarankan


Ryūen untuk meminta maaf.

Ishizaki menjadi kaku, tetapi seolah mengikat


mulutnya kembali dengan simpul yang kuat, dia bertekad
untuk melakukannya.
“Jika kalian berdua tidak masalah, aku akan
memberitahu usulan itu kepadanya …”

“Kenapa enggak berhenti aja?”

Bila dia melakukan hal itu, yang menanti Ishizaki


mungkin adalah pukulan … Karena berasal dari
seseorang di kelas yang sama yang mengenal Ryūen
dengan baik, gambaran ini muncul.

“Aku akan mencoba melakukan sesuatu! Jika aku


mendapatkan permintaan maaf itu, nanti merayakan
pesta ulang tahun bareng loh!”

“Yah … Kalau beneran terjadi, aku akan


memikirkannya …”

Meski Ishizaki dipenuhi dengan antusiasme, tapi bila


berjanji tanpa pertimbangan yang matang bisa
menyebabkan dia menghancurkan dirinya sendiri.

Aku harus menolak pembicaraan ini dengan jelas.

Memang, Ishizaki baru-baru ini mulai menunjukkan


keinginan diri yang lebih kuat. Juga, sama saat ujian
khusus suara bulat kelas mereka tidak memutuskan untuk
mendropout seseorang, sudah pasti ada semacam
perubahan pemikiran mulai muncul dalam benak Ryūen.

Namun, hal ini tidak bisa diartikan sebagai insting,


atau jati diri.

Seseorang tidak mudah untuk berubah, walau


menginginkan dirinya berubah.
Ryūen tidak berubah, tapi dia tumbuh berkembang
dengan sendirinya.

Seorang pria yang sejauh ini hanya bertarung dengan


kejahatan sebagai senjata.., kini dia cuma baru mulai
menggunakan kebaikan.

Dia mulai bisa mengontrol bagian depan dan


belakang koin dengan bebas.

Jika Ishizaki salah mengira hal ini───

“Udah berenti aja …”

Kei mencoba menghentikannya, tapi tekad Ishizaki


tak tergoyahkan.

“Kalau Ryūen-san mau meminta minta maaf, tidak


masalah ‘kan?”

“Tapi ‘kan───”

“Aku mengerti! Plus, izinkan aku meminta maaf


padamu lagi. Aku akan menyiapkan sesuatu yang lebih
meriah dari hadiah Ryūen-san!”

Kei berkata ‘baiklah!’, dengan enggan mengakui dia


dikalahkan oleh Ishizaki, yang memiliki antusiasme yang
tinggi …

“Oke sudah diputuskan! Kalau begitu ayo kita


kembali mencari hadiah ulang tahun untuk Ryūen-san …”

Albert mengangguk, lalu Ishizaki dan dia pergi ke


tempat kawasan toko elektronik yang sebelumnya.
Tentu saja dia mengerti tidak bisa pergi bersama
kami berdua.

“Kenapa menerima usulan Ishizaki? Kukira kau akan


menolaknya …”

Meskipun dia mendengar ketulusan Ishizaki dan


menerima permintaan maafnya, jujur saja aku tak
mengira dia akan memilih untuk menghadapi Ishizaki dan
yang lainnya di hari ulang tahunku.

“Yah aku sih maunya merayakan ulang tahun


Kiyotaka berduaan … Tapi …”

“Apa kau bertarung pada kemungkinan Ryūen akan


meminta maaf?”

“Mustahil ‘kan itu … Bukan begitu …”

Berbalik, di belakang Kei melihat Ishizaki yang


dengan gembira berbicara dengan Albert.

“Aku bisa merasakan Ishizaki-kun suka menjadi


temanmu. Lagi pula Kiyotaka juga membutuhkan teman
‘kan …”

Segera aku tahu bahwa itu merujuk pada runtuhnya


grup Ayanokōji.

Kei yang menyadari aku telah menduga hal ini,


wajahnya memerah lalu mengalihkan pandangannya.

“Selain itu, Ishizaki-kun bilang dia mau meminta


maaf padaku lagi. Aku hanya berpikir tidak apa-apa
untuk menerimanya.”
Fakta dia tidak mau jujur, benar-benar Kei sekali …

Tetapi.., hal itu mungkin tidak akan terjadi.

Ada baiknya menganggap setengah saja usulan


Ishizaki.

Dengan ini, hari-hari menjelang festival olahraga pun


berlalu.
*4.3

Satō yang berlari keluar dari kawasan toko


elektronik, mengambil nafas panjang di depan toilet
wanita.

“Aah~ kenapa harus kabur ya.., aku?”

Teman baiknya berpacaran dengan orang yang


dicintainya … Itu bukan sesuatu hal yang salah.

Meskipun tahu itu, saat melihat tangannya


digenggam, Satō merasa seakan diserang oleh dorongan
yang tak terlukiskan.

Jika tetap begitu di sana, dia tidak tahu sikap seperti


apa yang akan ambil.

Memikirkan dia yang tiba-tiba pergi melarikan diri,


kini perasaannya dipenuhi rasa bersalah …

Duduk di tempat, lalu memegangi lutut.

“Lain kali aku harus mencoba untuk tidak panik …”

‘Karena sudah begini.., di kelas Kei-chan pasti akan


menahan diri untuk bersama Ayanokōji-kun … Padahal
aku ingin mereka berdua lebih sering menempel bersama
…’

Saat Satō berpikir seperti itu sambil kembali berdiri,


bayangan seseorang datang menghampiri.

“Maaf tiba-tiba … Satō Maya-senpai ‘kan?”


Satō merasa kebingungan sebentar ketika seorang
siswa tak dikenal memanggil dirinya.

“Iya.., benar. Hmm siapa ya? Anak kelas 1 ‘kan?”

“Kupikir bukan masalah siapa aku sekarang …


Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan pada
Satō-senpai secepatnya. Jika boleh apa bisa aku meminta
waktumu?”

“E, eh? Apa maksudmu?”

Seorang adik kelas, yang tidak dikenal, mengatakan


dia ingin berbicara dengannya, membuat Satō
kebingungan.

Dia gelisah karena masih tidak bisa menghilangkan


bayangan Ayanokōji dan Karuizawa dari pikirannya.

“Ini informasi tentang Ayanokōji-senpai …”

Namun, menganggapi kata-kata itu, Satō berhenti


bergerak.

“…. Ayanokōji-kun?”

“Iya. Ini tentang dia dan pacarnya Karuizawa Kei-


senpai.”

Tanpa sadar Satō juga menatap orang itu ketika dia


menyebutkan nama dua orang yang sekarang menguasai
99% pikirannya.

Satō yang dengan gelisah mendekat, sedikit gugup.


“Setelah ini, bisa tidak meluangkan waktu untuk
pergi ke suatu tempat kita dapat berdua membicarakan
tentang hal ini lebih dalam?”

“Itu …”

Siswa kelas 1 itu memanfaatkan kemampuan fisiknya


yang ringan untuk mendekat.., cukup dekat hingga
jaraknya bisa menyentuh telinga dan bibir Satō.

“Jika Karuizawa-senpai didropout───Bukankah


Satō-senpai jadi memiliki kesempatan juga?”

Sekarang, teman baik Satō yang paling dekat


Karuizawa dan orang yang dicintainya Ayanokōji.

Ini adalah kesempatan untuk mengubah hubungan


antara keduanya, juga posisi mereka.
Berbagai macam emosi meluap keluar.

“A-apa yang kau bicarakan?”

“Mau didengarkan atau tidak, keputusan kuserahkan


kepada Satō-senpai. Tapi, bila tidak mau mendengarkan
yang ingin kubicarakan, kau mungkin akan terus
menyesalinya. Jika tidak ingin ada orang yang melihat,
tidak masalah bila datang ke kamarku diasrama …”

Merasa puas setelah dia memberitahukan nomor


kamarnya, siswa kelas 1 itu berbalik dan pergi
meninggalkan Satō.

Satō yang ditinggalkan di sana, kebingungan, tidak


dapat memahami situasinya.

Tetapi, ada satu hal yang tetap dia ingat.

[Jadi memiliki kesempatan juga].

Sebuah perkataan yang menunjukkan kemungkinan


dia bisa berpacaran dengan Ayanokōji.

Dadanya merasa sesak, dan pada saat yang sama,


perasaan yang tidak ingin dia ketahui merayap keluar dari
lubuk hati Satō.

“Aku───”
*4.4

Sementara beberapa masalah tetap ada, Kelas telah


membuat persiapan matang untuk festival olahraga.

Ada siswa yang keberatan untuk bekerja sama


dengan Ryūen, tapi ketika mulai berlatih bersama, tidak
ada perselisihan besar dan latihan untuk acara lomba tim
berjalan lancar.

Teman sekelas, yang awalnya menolak, mulai


bersedia bekerja sama dengan tim untuk menang, dan
berlatih siang malam.

Akhirnya, malam sebelum festival olahraga tiba.

Sekitar jam 09.30 malam aku menelepon Horikita.

“Sudah sangat larut untuk kau meneleponku … Aku


baru saja mau tidur.”

Suara pengering rambut terdengar di telingaku.

“Ini pembicaraan penting tentang festival olahraga.”

“Pembicaraan penting darimu? Kurasa aku harus


menganggap ini sedikit lebih serius.”

Berkata begitu, dia memutuskan sakelar pengering


rambut lalu keadaan di telingaku menjadi sunyi.

“Ah, aku punya sesuatu untuk dikatakan lebih dulu.


Sakayanagi-san, masih berniat berpartisipasi dalam
festival olahraga besok seperti biasa? Bukannya kau
bilang bisa dihentikan?”
“Yang ingin kubicarakan juga terkait tentang itu.
Festival olahraga besok, aku berpikir untuk absen.”

“… Absen? Tunggu sebentar, maksudmu apa?”

Pada laporan yang begitu tiba-tiba ini, aku tahu di


balik telepon Horikita sedang kebingungan.

Gashan, terdengar jeritan kecil seperti itu.

“Apa kau tidak apa-apa?”

“Maaf.., tadi aku menjatuhkan pengering rambutku


…”

Aku mendengar suara ponsel diletakkan di suatu


tempat. Tampaknya dia mengambil pengering rambut
dengan tergesa-gesa.

“Jadi, maksudnya kau absen itu apa? Bukan karena


kau sedang sakit.., ya ‘kan?”

Bisa dipahami Horikita bingung oleh suaraku yang


tampak baik-baik saja.

“Ya.., tidak ada masalah dengan kesehatanku.


Sebaliknya, aku merasa lebih baik dari biasanya.”

“Terus kenapa? Jika kau absen, maka 10 poin akan


hilang. Walau aku tidak memperhitungkan poinmu,
kehilangan 10 tetaplah menyakitkan.”

Jumlah orang di kelas kini hanya 38, aku mengerti


perasaan Horikita yang ingin mengeluh.

“Aku tidak bilang 10 poin itu sedikit. Tapi ini adalah


strategi yang kuperlukan.”
“… Strategimu?”

Tentu saja, aku tidak bisa bilang kalau orang suruhan


Ayahku akan datang sebagai tamu undangan.

Aku menyebutkan di sini mengapa diam sampai


sekarang.

“Untuk membuat Kelas A berada diperingkat


terbawah, hal ini mengarah pada petunjuk kekalahan
Sakayanagi yang tak terhindarkan.”

“Kekalahan Sakayanagi-san?”

“Sudah kubilangkan. Aku punya cara agar


Sakayanagi tidak berpartisipasi pada festival olahraga.”

“Aku tidak tahu mengapa absennya dirimu ada


hubungannya dengan kekalahan Sakayanagi …”

Horikita mencoba bertanya mengapa.., tapi dia


langsung berhenti.

“Aku yang sekarang tidak mungkin memahami apa


yang kau pikirkan. Selain itu, meskipun aku
membujukmu, ide untuk absen di festival olahraga tetap
tidak berubah ‘kan?”

“Ya. Besok pagi aku akan menghubungi sekolah


kalau aku sedang sakit.”

“Kalau begitu tampaknya tidak ada pilihan selain


mempercayaimu …”

Meski mengejutkannya, Horikita tetap setuju dengan


rencanaku.
“Kurang lebih, aku bencana untuk mendapatkan
setidaknya tiga kali menempati peringkat pertama
sebagai tujuan pribadi, tetapi sekarang aku harus
menambahkan 10 poin lagi!”

“Terima kasih.”

Setelah menyelesaikan panggilan, aku


menghubungkan ponsel ke kabel isi daya.

Horikita yang baru saja ingin tidur, mungkin tidak


bisa tidur untuk sementara waktu karena menghitung
ulang poin di pikirannya.

Aku melakukan sesuatu yang tidak adil padanya, tapi


jadikan hal ini sebagai harga yang dibutuhkan.

Dan ada satu orang lagi perlu aku hubungi.

Jika memberitahukan informasi yang diperlukan,


semua persiapan selesai.
Bab 5
Festival Olahraga ke-2

Pagi hari. Aku dari sisi OSIS melihat semua siswa


berkumpul di lapangan. Di atas panggung yang telah
disiapkan, di mana Ketua OSIS Nagumo memberikan
sambutan pembukaan. Para tamu yang undang datang
melihat kami para siswa. Jumlah tamu tidak begitu
banyak, hanya ada puluhan orang. Meski begitu, para
siswa tampak merasa tidak nyaman dengan orang luar
yang tidak dikenalnya. Tampak dengan gelisah mencoba
masuk ke dalam panggung festival olahraga.

OSIS telah memberi tahu sebelumnya jika ada tamu


yang diundang, tetapi jumlah orang yang hadir itu
membuat pikiran terbebani lebih daripada yang
dibayangkan. Tamu yang hadir ini adalah orang-orang
dari dunia politik yang terlibat dalam pendirian sekolah
ini. Tidak ada politikus yang kulihat di TV, tapi tak ada
keraguan mereka orang-orang yang tidak jauh dari hal
itu. Ke semuanya mengenakan jas dan melihat kami
dengan ekspresi tegas. Seolah-olah mereka sedang
mengawasi seorang tahanan. Bahkan dalam situasi
seperti itu, tanpa terlihat gelisah, Ketua OSIS Nagumo
tetap mengucapkan kata-kata yang bermartabat. Dia
memenuhi tugasnya dengan penampilan luar biasa
sebanding seperti yang Nii-san perlihatkan di depan para
siswa. Setelah Ketua OSIS Nagumo selesai berpidato, dan
tepukan tangan dari para siswa bergema, tongkat estafet
dipindahkan ke para guru untuk memberitahukan
peringatan, tindakkan yang dilarang dan hal-hal yang
harus dilakukan selama festival olahraga. Dengan ini
waktu pembukaan tiba.

Dari sini para siswa diperbolehkan bertindak bebas.


Selama mengikuti aturan, tidak masalah bila
berpartisipasi acara lomba yang sudah didaftarkan..,
juga.., meski dibutuhkan 2 poin, diperbolehkan untuk
abstain begitu menilai bahwa musuh yang akan dilawan
tidak menguntungkanmu lalu pergi ke acara lomba lain.
Dan sesuai aturan, perlu diingat siswa yang telah
menyelesaikan semua acara lomba dan tidak berencana
untuk berpartisipasi lagi.., wajib untuk memberikan
dukungan pada peserta lain di area yang ditentukan. Jika
ketahuan mengobrol, beristirahat atau bermalas-malasan
di area yang tidak terkait, kau akan didiskualifikasi dari
partisipan acara lomba dan poinmu akan disita.

Selain itu Kelas kami yang bekerja sama dengan


Kelas Ryūen, telah melakukan pengaturan untuk
sebanyak mungkin menghindari konfrontasi di kompetisi
individu, sedangkan di kompetisi tim, kami menyeleksi
siswa tanpa keraguan akan menang dari masing-masing
kelas kami.., menyamakan jumlah siswa di mana sistem
ini dirancang untuk mendistribusikan jumlah poin yang
sama ke kedua kelas terlepas mereka menang atau kalah.

Dan tidak peduli seberapa terampilnya siswa


tersebut, telah diputuskan jumlah maksimum kompetisi
tim yang bisa diikuti.
Hal ini dilakukan untuk menghindari hanya
bergantung kepada talenta terbaik, seperti Sudō dan
Yamada Albert di jangka waktu yang lama, juga ini adalah
kontrak untuk membatasi 1 orang berpartisipasi dalam 3
acara kompetisi tim. Pengaturan di atas termasuk dalam
kontrak untuk membatasi jumlah [acara lomba yang
dapat melakukan pra-pendaftaran].

Di hari festival atletik, adalah omong kosong untuk


berdebat harus bekerja sama begini dan harus bekerja
sama begitu …

Selain itu, tidak ada batasan yang kuat seperti tidak


membentuk kerja sama dengan siswa dari kelas Ichinose-
san atau Sakayanagi-san.

Jika ada acara lomba yang dapat manfaatkan dengan


baik.., kami mengizinkan mereka untuk bekerja sama
sesuai dengan situasinya.

Karena aku sudah berkali-kali melakukan


penyesuaian dan konfirmasi dengan Katsuragi-kun..,
tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Meski begitu ada sedikit kekhawatiran tentang


banyaknya peserta yang berpartisipasi pada acara lomba
di pembukaan festival olahraga.., tidak lupa untuk
bertemu dengan teman sekelasku setiap satu jam untuk
memeriksa masalah dan melakukan penyesuaiannya yang
baik.

Acara lomba pertama yang aku ikuti adalah lari 100


meter.
Karena start dimulai 15 menit setelah pembukaan,
tidak perlu untuk terburu-buru, tapi aku datang lebih awal
untuk memeriksa peserta yang ikut lomba denganku───.

“Ayo, Horikita! Lawan aku!!”

Yang datang kepadaku dengan kecepatan penuh


tepat setelah kami masing-masing bubar, bebas untuk
pergi adalah Ibuki-san.

Dia melototiku dengan nafas terengah-engah.

“Kau bodoh ya?”

“Ha!? Ada apaan tiba-tiba? Kau takut kalah dariku


ya? begitu ‘kan?”

“Enggak.”

Kusangkal dalam satu detik.

“Acara lomba yang kau ikuti nanti itu apa? Jawab


setelah kau mengatur pernapasanmu …”

“… Hah? Itu lomba lari 100 meter ‘kan … Karena


kau yang memutuskannya, aku tidak lupa …”

“Ya, lari 100 meter. Dan masuk di balapan pertama.


Itu kesepakatannya. Berarti kita akan segera berlari
setelah ini. Lalu apa yang akan kau lakukan, malah lari
menghampiriku secepat mungkin sebelum lomba? Karena
sudah tahu kita akan bertanding, kenapa tidak menunggu
di tempat yang ditentukan aja? Tak perlu dijelaskan lagi
…”
Begitu memahami keadaannya setelah kuberitahu,
Ibuki-san berkata ‘ah, sial’.

“Po, pokoknya lawanku!”

“Tenang saja. Tanpa dibilang pun aku akan


melawanmu!”

Ibuki-san bukanlah lawan yang mudah. Lomba lari


100 meter tahun lalu aku menang tipis. Sebenarnya aku
ingin menghindari melawan dia, tapi aku sangat
berterima kasih padanya.

Tanpa bantuan dari Ibuki-san, mungkin Kushida-san


masih belum datang ke sekolah. Meski begitu aku tidak
boleh kalah. Dia pasti juga tidak menginginkannya, jadi
aku akan menang secara adil dan jujur. Ibuki-san yang
tidak suka berjalan berdampingan denganku, pergi agak
jauh dan menuju entri acara lomba pertama bersama.
Perasaan menegangkan yang menyenangkan mulai
meningkat.

Pertama-tama, pertandingan hanya untuk Kelas 2


kategori perempuan.

Tidak banyak yang berubah dari pra-pendaftaran


sebelumnya.., satu-satunya pesaing potensial cuma Ibuki-
san. Tetapi terlalu bodoh untuk melihatnya sebagai
keberuntungan. Memiliki pertandingan yang mudah
berarti ada orang yang akan melawan lawan yang kuat di
acara lomba yang berbeda.
*5.1

Tak lama setelah upacara pembukaan, lomba lari


100 meter dilakukan. Pertandingan melawan Ibuki-san.
Kemenangan tipis untukku. Anehnya, kemenangan ini
hampir sama seperti tahun lalu. Di garis finis Ibuki-san
dengan kesal menendang tanah dan beralasan itu karena
dia berlari sekuat tenaga sebelum lomba dimulai.

Pertandingan selanjutnya dengan dia adalah lompat


jauh di acara ke-4. Sementara itu, di acara lomba ke-2
memasuki kompetisi individu.

Acara ke-2, juara pertama lomba halang rintang,


acara ke-3 juara ketiga lomba tarik tambang kategori
kompetisi tim.

Poin yang kukumpulkan sejauh ini adalah 5 poin


start, 10 poin 2x juara pertama kompetisi individu, 3 poin
juara ketiga tarik tambang kategori kompetisi tim, 3 poin
hadiah partisipasi, total 21 poin. Harusku katakan ini
permulaan yang bagus.

Kemudian, sekitar jam 10 pagi, babak kedua


pertandingan dengan Ibuki-san, lomba lompat jauh,
dimulai.

Saat ini, aku baru saja menyelesaikan lompatan


pertama.

Rekor yang kucetak adalah 5 meter, 79 sentimeter.


Tidak buruk. Aku rasa aku hampir dapat membuat
rekor pribadi terbaik dalam situasi di mana tidak ada
ruang untuk kegagalan. Ibuki-san, yang tiga putaran di
belakang, mengatur pernapasannya sambil menatap rekor
yang sudah tercatat. Tersisa 3 orang untuk melompat.
Dengan menempati peringkat pertama sementara, dia
sekarang lebih dekat untuk mencetak poin di acara lomba
ini.

“Ketemu juga! Suzune!”

Saat sedang menonton pelompat berikutnya, dari


belakang aku mendengar suara memanggilku.

Melihat ke belakang, Sudō-kun dan Onodera-san


bergegas datang menghampiriku.

Mereka adalah pasangan dengan ekspektasi tinggi


sebagai pengambil poin di festival olahraga ini.

“Tampaknya kau dalam kondisi yang bagus ya …”

“Sudō-kun telah menang juara pertama 3x berturut-


turut. Terlebih lagi, dia menang mudah, hebat sekali.”

“Ya begitulah. Tapi Onodera juga menang juara


pertama 2x di dua acara lomba yang kau ikuti ‘kan …”

“Tapi, pada lombaku, aku agak sedikit beruntung sih


…”

Onodera yang memiliki keunggulan pada renang tapi


tidak bisa mengikuti lomba renang juga menunjukkan
bakatnya di bidang atletik.
Saat pertama kali memasuki sekolah, aku tidak
mendapatkan kesan kalau kau cepat dalam berlari … Di
mana kau mengembangkannya?”

Ini membuatku penasaran karena di sepanjang waktu


jam pelajaran olahraga aku selalu melihat dia.

“Aku tidak terlalu suka berlari dan aku tidak tertarik


pada apa pun selain berenang, jadi kupikir aku
melakukannya begitu saja …”

“Oh ya kau juga bilang tidak ingin lomba lari jarak


jauh ‘kan …”

“Sangat melelahkan.., lagi pula aku tidak bisa berlari


secepat itu, jadi itu bukan hal yang baik juga lagian.”

Sejak memutuskan untuk berpasangan, mereka telah


berlatih bersama setiap hari, dan sepertinya itu menjadi
pasangan yang jauh lebih kompak daripada yang
kubayangkan.

“Tapi yah sebenarnya … Jika memungkinkan aku


ingin melawan Kōenji … 3x berpartisipasi dalam acara
lomba, dia menang di peringkat pertama semua, dan
sepertinya dia masih akan terus menang berturut-turut.”

“Tidak boleh. Bukan hal yang bagus untuk sesama


teman sekelas saling menjatuhkan. Kau tahu ‘kan?”

Baik Sudō-kun maupun Kōenji-kun memiliki potensi


untuk menempati peringkat pertama.

Aku mengerti keinginan Sudō untuk bersaing dalam


lomba yang sama, tetapi kelas tetap yang diutamakan.
“A-aku paham, cuma bercanda kok …”

“Tenang saja. Untuk itu aku akan mengawasinya.”

“Ya itu benar. Dengan menyerahkannya pada


Onodera-san, aku tak perlu khawatir lagi.”

“Aku itu tidak dipercaya ya …?”

Dia tampak tidak terima, tetapi ketika aku melihat


langsung ke arahnya, dia membuang muka merasa tidak
enak.

Ini adalah bukti Sudō merenungkan bagaimana dia


telah berperilaku di masa lalu.

“Mulai saat ini Sudō-kun dan yang lainnya


dijadwalkan untuk berpartisipasi dalam serangkaian
kompetisi tim, ‘kan? Semoga berhasil.”

“Ya … Aku akan terus mencatatkan rekor


kemenangan berturut-turutku …”

Itu kata yang bisa diandalkan. Lalu, tak lama dari sini
pelompat terakhir berdiri di garis start.

Aku berhenti bicara dan mengalihkan pandanganku


pada Ibuki-san.

“Ini seperti kita mengganggunya … Ayo pergi


mengintai acara lomba berikutnya.”

“Baiklah. Sampai jumpa Horikita-san.”

“Ya …”
Melihat kepergian mereka dengan ringan, aku mulai
memandang Ibuki-san lagi yang mulai berlari.

Aku sepenuhnya mengerti kemampuan dia tidak jauh


beda denganku.

Dengan kata lain, Ibuki-san bisa saja melampaui


rekor milikku.

Perasaan ingin dia gagal dan perasaan ingin


memainkan pertandingan yang bagus dengan kekuatan
penuhnya membuatku bimbang.

Dia yang seharusnya berada di bawah tekanan kuat,


bergerak dengan lincah dan anggun.

Dia melompat, menginjak tanah dan jatuh ke depan.

Meski wajahnya kotor terkena pasir, tatapannya


langsung tertuju pada petugas yang mencatatkan rekor. 5
meter, 81 sentimeter. Hanya 2 sentimeter, tetapi tidak
aku tidak bisa mencapai 2 sentimeter itu dan kekalahanku
terkonfirmasi.

“Aku berhasil──!”

Melakukan pose kemenangan, Ibuki-san seperti anak


kecil dengan suasana hati gembira.

Di situasi di mana 1 kekalahan lagi pertandingan


pribadi kami berakhir, dia melakukan lompatan yang luar
biasa.

“Lihat!? Aku menang! Kau kalah!”


Aku tahu dia sangat senang.., tapi itu agak
menjengkelkan.

“Sepertinya karena hambatan udara yang rendah


membuatmu di posisi yang menguntungkan …”

Karena tidak ada perbedaan besar antara


kemampuanku dan Ibuki-san, hanya ini kemungkinannya

“Hah? Hambatan udara?”

“Bukan apa-apa …”

“Jangan jadi pecundang, akui saja kekalahanmu …”

“Jangan belaga sombong dulu. Dengan ini, jadi 1-1.”

Meskipun aku memperingatkan dia tidak terbawa


suasana, Ibuki-san selalu menyeringai di wajahnya.

Aku menyesal karena telah melewatkan juara


pertama, tetapi yah mau bagaimana lagi untuk senang
tentang hal itu …

“Aku menang! Aku menang! Aku menang!”

… Kurasa tidak begitu.

Sebaliknya stress secara mental meningkat sekaligus.

Dengan ini skorku 1 menang, 1 kalah.

Aku ingin segera melakukan lomba ke-3


melawannya, tapi selanjutnya ada beberapa acara lomba
kategori kompetisi tim dengan poin tinggi, aku
menyelesaikan pertandingan dengan acara lomba balok
keseimbangan di sore hari.
*5.2

Dimulainya festival olahraga tanpa kehadiran


Ayanokōji-kun.

Dengan tersedianya papan bulletin elektrik di


lapangan, semua dapat memeriksa Kelas apa diperingkat
mana.

Meskipun start dimulai dengan kelas Ryūen


diperingkat pertama, tak lama kami, Kelas B, yang
menempati peringkat pertama dan terus
mempertahankan posisi itu.

Kelas-D diperingkat kedua, Kelas-C diperingkat


ketiga dan Kelas A diperingkat keempat, merupakan
peringkat yang ideal.

Akan lebih baik tetap seperti ini sampai akhir tanpa


gangguan apa pun.

Untuk sementara masih ada waktu sampai acara


lomba berikutnya, jadi aku pergi ke kursi pendukung
untuk menghabiskan waktu.

“Terima kasih atas kerja kerasmu, Horikita-senpai.”

Yang menyapaku adalah Yagami dari Kelas 1-B.

“Kelas Yagami-kun tampaknya bertarung dengan


cukup baik ya … Sekarang kelasmu selisih tipis
diperingkat kedua.”
“Senpai sendiri, kelasnya diperingkat satu ‘kan …
Tidak terlihat kelas yang tahun lalu start di Kelas D.”

“Apa itu pujian? Atau sindiran?”

“Mana mungkin. Aku tulus menghormatimu kok …


Tapi yah tidak sehebat Ketua OSIS Nagumo.”

Dari sudut matanya, itu adalah saat ketika Ketua


OSIS Nagumo menerobos pita garis finis.

“Tadi aku mengobrol dengan siswa kelas 3,


sepertinya ini sudah 5x menang berturut-turut.”

Saat para gadis bersorak, para tamu mengalihkan


perhatian mereka pada Ketua OSIS.

Tapi Ketua OSIS Nagumo meninggalkan tempat itu


dengan ekspresi kosong di wajahnya, dan memberi tahu
gadis-gadis yang mendekatinya kalau dia ingin sendirian
lalu menjauhkan diri dari mereka.

“Aku yakin dia akan memberikan lip service, tapi


wajahnya sama sekali tidak terlihat senang.”

“Mau menang atau kalah dia dipastikan akan lulus di


Kelas A, mungkin karena itu dia tidak terlalu semangat?”

Bagi ketua OSIS yang berada di posisi yang tak


tergoyahkan, memang peringkat kelas di festival olahraga
tidak berarti apa-apa.

Dia yang mengincar juara pertama apa karena


merasa tidak bisa menahan diri di depan para siswa dan
tamu saat ini?
“Aku akan pergi untuk berbicara sedikit dengan
Ketua OSIS dulu …”

“Begitu kah … Aku ada lomba setelah ini, jadi aku


permisi …”

Setelah mengobrol dengan Yagami-kun, aku


memutuskan untuk mendekati ketua OSIS.

Di sebelah Ketua OSIS, seorang gadis kelas 3 datang


memanggilnya.

Dia Kiryūin-senpai dari Kelas 3-B. Terkadang, saat


bercengkerama dengan siswa kelas 3, aku mendengar
rumor tentangnya. Selain itu, aku juga tahu penilaian
OAA dia sangatlah luar biasa.

Tidak ingin mengganggu pembicaraan mereka, jadi


kuputuskan untuk memberi waktu dan menunggu.

“Selamat atas kemenangan 5x berturut-turutmu …”

“Untuk apa kau datang kemari?”

“Jangan bersikap dingin begitu … Kau menang, tapi


tidak terlihat senang itu membuatku cemas. Sepertinya
orang yang bersorak mendukungmu tidak hanya satu atau
dua orang …”

“Jangan membuatku tertawa. Bermain di


pertandingan seperti itu apa bisa dibilang menang?”

“Kau bisa saja mengumpulkan orang-orang lemah


dan bertanding melawan mereka, tapi aku tidak berpikir
peserta yang kau lawan tadi kumpulan orang-orang lemah
…”
Kiryūin-senpai berkata Nagumo-senpai tidak sedang
menahan diri.

“Dari desas-desus yang kudengar, Ayanokōji absen


dari festival olahraga ini. Apa itu sebab kau depresi?”

Ayanokōji. Lagi, nama dia terdengar lagi di


pembicaraan seperti ini.

Tanpa sekali pun melihat ke arah Kiryūin-senpai,


Nagumo-senpai menghela nafas panjang.

“Kupikir dia dapat memuaskan dahagaku ini, tapi


sepertinya aku salah.”

“Kasihan … Kalau begitu gimana jika aku yang akan


jadi lawanmu?”

Pada provokasi sederhana itu, Nagumo-senpai


menoleh ke arah Kiryūin-senpai untuk pertama kalinya.

Tetapi begitu melihat wajahnya tersenyum kecut, dia


mengalihkan wajahnya lagi.

“Itu kebohongan yang murahan. Bahkan jika aku


mau, aku tidak berpikir kau akan bertanding. Ya ‘kan?”

“Fufufu … Ketahuan ya …”

Mengangkat bahu, Kiryūin-senpai yang mendekati


Ketua OSIS Nagumo mengakuinya.

“Tersisa satu lomba lagi, aku akan memenuhi


kewajiban minimumku. Setelah itu aku hanya akan
menonton festival ini dengan santai.”

“Yah kupikir juga begitu.”


“Kau seharusnya tidak perlu lagi ikut campur dengan
adik kelasmu. Setidaknya kau sekarang udah menguasai
sekolah dan sudah dipastikan lulus di kelas A. Lalu
prestasimu sebagai Ketua OSIS. Itu sudah cukup bukan?
Aku menyarankanmu untuk lulus dengan tenang …”

Memberikan saran.., Kiryūin-senpai menasihatinya.

“Kau memberiku saran kah. Apa yang membuatmu


berubah pikiran? Semenjak terlibat dengan Ayanokōji,
apa kau akan banyak bicara selama 6 bulan setelahnya
dari pada 2 tahun terakhir?”

“Yah kau mungkin benar …”

“Tenang saja Kiryūin. Tak perlu kau katakan lagi,


bermain dengan Ayanokōji sudah berakhir. Dia memilih
untuk tidak melawanku. Mengejarnya terus menerus juga
tidak ada artinya …”
“Jika kalah dalam pertarungan langsung dengan
Ketua OSIS, Ayanokōji tidak bisa pura-pura tidak peduli
seperti sebelumnya. Pertimbangan perasaan dia yang
ingin melarikan diri. Kupikir dia memiliki sisi yang imut
…”

Ayanokōji-kun? Bertarung melawan Ketua OSIS


Nagumo? Apa mungkin panggilan dia ke ruang OSIS
sebelumnya terkait hal itu?

Pesan yang disampaikan Ayanokōji-kun juga sesuai.

Kiryūin-senpai dengan ringan mengalihkan


tatapannya ke arahku, tetapi dia terus berjalan pergi
tanpa berkata apa pun.

“Maaf membuatmu menunggu Suzune … Apa kau


butuh sesuatu dariku?”

“Tidak, aku cuma ingin menanyakan hal sama


seperti yang Kiryūin-senpai tanyakan. Aku melihat Ketua
Nagumo menempati peringkat pertama, tapi Ketua sama
sekali tidak terlihat senang. Dan … Sepertinya ada janji
untuk bertanding dengan Ayanokōji-kun di festival
olahraga ya …”

“Yah pada akhirnya tidak terjadi. Dia absen. Dengan


ini berakhir.”

Ayanokōji-kun bilang dia absen bukan karena


kondisi fisiknya memburuk, tapi itu merupakan strategi
dia untuk membuat Sakayanagi-san tidak berpartisipasi
dalam festival olahraga.
Tampaknya Ketua OSIS Nagumo tidak mengetahui
kebenaran ini.., tapi lebih baik aku tidak dengan ceroboh
memberitahukan hal ini padanya.

“Saat istirahat makan siang temani aku sebentar.


Tempat pertemuannya───”

Karena tidak bisa menolak permintaan itu, aku setuju


untuk nanti pergi ke tempat yang disebutkannya.

Beberapa waktu kemudian, saat istirahat makan


siang, aku melihat kotak makan siang disediakan di
lapangan. Kami para siswa dapat memilih apa yang
disuka dari berbagai makanan ini. Line up makanan yang
di sediakan ada sandwich, Katsudon dan makanan yang
dapat menambah stamina juga kekuatan fisik.

Aku terkesan sekaligus terkejut dengan persiapan


dan ketelitian sekolah ini.

Selain itu, asalkan bisa memakannya, kami


diperbolehkan membawa lebih dari satu makanan.

Kebanyakan siswa hanya memilih satu, tetapi dari


yang kuamati, ada beberapa siswa laki-laki yang
membawa makanan lebih dari satu. Di antaranya ada
siswa angkuh yang tampak sangat senang bisa mengambil
tiga atau empat makanan. Dia siswa Kelas 1 yang pernah
kulihat, tapi … Jika dia memakan semua itu dan kembali
lomba pada sore harinya.., apa dia masih meremehkan
sekolah ini atau dia orang yang memiliki kemampuan …

“Maaf membuatmu menunggu …”


Saat meraih makanan ringan, Ketua OSIS Nagumo
mendekatiku.

“Ada apa ya? Aku ada pertemuan, jadi kalau bisa


dipersingkat, itu sangat membantu …”

“Ya. Aku ingin tahu tentang Ayanokōji. Dia absen


karena sakit tapi apa memang benar dia tidak enak
badan?”

Meskipun sebelumnya dia tidak menunjukkannya,


Ketua OSIS Nagumo tampak curiga.

“Benar. Tadi pagi aku mendapat panggilan dan dia


meminta maaf harus absen. Karena ada satu siswa yang
absen, kami kehilangan 10 poin. Tapi jika merasa tidak
enak badan, kami tidak dapat memaksa untuk melakukan
apa pun.”

Aku satu-satunya yang tahu Ayanokōji-kun absen


karena alasan lain. Tentu saja aku akan menjawabnya
seperti itu.

“Yah kalau dia benar tidak enak badan sih tidak


masalah …”

“Apa maksudnya?”

Aku tidak berpikir sikapku ini mencurigakan.

Aku hanya ingin tahu apakah ketua OSIS punya


alasan untuk berpikir begitu.

“Kau mendengar pembicaraanku dengan Kiryūin


‘kan? Dia mungkin memutuskan untuk mundur karena
tidak mau merasa malu …”
“Iya bisa saja. Aku tidak berpikir hal itu tidak
mungkin.”

Agar tidak memberikan dorongan lain, aku memberi


tanggapan singkat.

“Hal ini mungkin akan merepotkan Kelas


angkatanmu …”

“Itu maksudnya apa ya?”

“Ganti rugi karena sudah melarikan diri, harus


dibayarkan kepada orang lainnya. Benarkan?”

Dia tidak menjawab pertanyaanku, tetapi hanya


bergumam pada dirinya sendiri. Kemudian dengan ringan
Ketua OSIS Nagumo mengangkat tangannya memberi
isyarat padaku bahwa dia akan pergi dan mulai berjalan
pergi tanpa membawa makan siang.

“Ganti rugi …? Merepotkan kelas angkatan kami?


Apa-apaan itu ya? Tapi meski begitu───”

Di mana pun, penilaian tentang Ayanokōji-kun


sangat tinggi. Sekali lagi di festival olahraga kali ini, aku
terkesan dengannya. Saat dia bilang akan absen, aku
begitu cemas tentang apa yang akan terjadi, Ternyata
Sakayanagi-san juga absen di hari acara festival olahraga.

Tidak diragukan lagi, Ayanokōji-kun telah


melakukan sesuatu untuk menyegel Sakayanagi-san.

Dan hasilnya terbukti dilihat dari poin dan peringkat


Kelas A saat ini.
Jika komandan tiba-tiba tidak bisa hadir di tempat
kejadian, tidak mengherankan mereka tidak dapat
bekerja sama dengan baik.

Ini agak menyedihkan, tetapi ini juga merupakan


pertandingan yang serius.

Ketika dipastikan akan menang, aku akan


mengumpulkan kemenangan itu.
*5.3

Setelah istirahat siang, festival olahraga berlanjut ke


paruh kedua. Lebih dari setengah siswa telah
menyelesaikan jumlah minimum lima acara lomba wajib,
sedangkan siswa yang memiliki kepercayaan diri dalam
kemampuan atletik tetap melanjutkan ke acara lomba
keenam dan ketujuh. Tanpa kehadiran pemimpin, Matoba
dan Shimizu dari Kelas A terus berjuang melawan Horikita
dan Ichinose juga yang lainnya di mana mereka dapat
memastikan status partisipan dan siapa saja anggota
acara lomba dari menit ke menit.

“Selanjutnya tenis meja ganda di gimnasium. Tadi


Satonaka melaporkan tidak ada saingan yang tampak
kuat. Hanya 2 kursi tersisa. Ada kemungkinan cukup
tepat waktu.”

“Kita harus mengumpulkan kemenangan, setidaknya


agar kelas kita tidak diperingkat terbawah …”

Tidak berpartisipasinya Sakayanagi memberikan


bayangan gelap pada kelas 2-A.., ada banyak siswa yang
tak bersemangat.., tetapi, tidak sedikit juga yang
termotivasi.

Karena penutupan partisipan tenis meja ganda hanya


tinggal 10 menit lagi, mereka bergegas pergi
mengabaikan partisipasi acara lomba PK (Penalty Kick)
yang tadinya niat diikuti.
Ishizaki, yang baru saja berjalan dari arah yang
mereka berdua tuju, sedikit menoleh tak melihat ke
depan. Shimizu bergerak ke kanan untuk menghindari
Ishizaki yang mendekat, tapi Ishizaki juga bergerak ke
kiri pada waktu yang hampir bersamaan.

Shimizu yang mencoba menghindarinya secepat


mungkin, tetapi dia tidak dapat menghindar lalu bahu pun
mereka bertabrakan.

Dampaknya dua kali lebih besar dari yang diduga,


dan hal itu tidak mungkin terjadi secara kebetulan.

Shimizu, yang merasa bahunya tabrak dengan keras,


mencoba memprotesnya, tapi───

“Sakit …! Oy.., lihat jalan enggak sih?”

Sebelum Shimizu melakukannya, Ishizaki lebih dulu


berteriak protes.

“Kau sendiri.., jalan lihat ke depan enggak sih? Aku


hampir aja terluka …”

Kelas A Shimizu dan Kelas D Ishizaki saling melotot.

“Yang tidak melihat ke depan itu kau ‘kan … !”

“Hah? Kenapa kau berlagak jadi korbannya … Kau


sengaja menabrakku bukan?”

“Tidak, hah? Di lihat gimana pun kaulah yang


sengaja menabrakku! Ya ‘kan?”

Shimizu yang membutuhkan pertolongan, meminta


bantuan kepada Matoba.
“Ya … Kau tadi tidak melihat ke depan dengan benar
‘kan Ishizaki …”

“Aku tidak memalingkan pandanganku kok …


Kalian berdua cari-cari alasan ya … Curang bener …”

“Apanya yang curang hah … Yang salah itu kau …”

“Haaa? Aku? Bukannya kalian yang terlalu sibuk


mengobrol sampai enggak lihat jalan?”

Saling menyalahkan terus berlanjut, dan waktu


berlalu tanpa ada tanda-tanda Ishizaki akan meminta
maaf. Merasa yakin bahwa mereka benar, Matoba yang
sedang terburu-buru mendesak Shimizu untuk tenang.

“Biarin aja lah … Buat apa juga ngurusin orang


seperti dia.”

“Tidak bisa kuterima sih …”

“Aku mengerti perasaanmu. Bahkan aku juga sama,


tapi sekarang ada sesuatu yang harus kita prioritaskan
bukan?”

“… Iya yah …”

Walau memahami perasaan Shimizu, dia tetap


mengingatkan untuk tidak lupa berpartisipasi dalam
acara lomba dan memenangkannya.

Dengan enggan, Shimizu mengangguk.., melotot pada


Ishizaki lalu mulai berjalan.

“Lain kali hati-hati …”

“… Aw sakit …”
“Hah?”

Saat mereka hendak melewatinya, Ishizaki tiba-tiba


memegang bahu kiri dan bergumam.

“Aku sangat bersemangat bahkan sampai tidak


menyadarinya …Mungkin karena peristiwa tadi aku
terluka.”

Mereka berdua tidak mengerti apa yang Ishizaki


katakan untuk sesaat, tetapi tak lama mereka menyadari
semuanya.

Seperti yang diduga ini adalah jebakan murahan yang


dibuat Ishizaki.

Keduanya saling memandang dan tertawa keras.


Namun, situasinya seketika berubah.

“Berisik sekali kalian … Ada apa Ishizaki?”

“Ryūen-san! Dengarkan aku Ryūen-san! Mereka ini


membuat bahuku terluka …”

Saat perselisihan terjadi, secara kebetulan Ryūen


datang.

“Ryūen … Seorang bajingan ikut-ikutan terlibat …


Tak kusangka kau menggunakan cara yang mudah
terbaca begini …”

“Hah? Bicara apa kau ini? Aku kemari karena


mendengar keributan di sini …”

“Berhenti bercanda. Kau punya catatan buruk


sebelumnya ‘kan?”
(Mengacu pada kasus Sudō di vol 2 dan Suzune di vol
5 1st year.)

“Catatan buruk kah … Mungkin saja kami memang


memiliki catatan buruk itu …”

“Jadi kau paham ya …”

“Tapi yah … Meskipun ada atau tidak catatan buruk,


kami tidak ada hubungannya untuk yang kali ini. Jadi
masalah besar kalau bawahanku yang manis kalah
bahkan terluka oleh cara curang Kelas A.”

“Apanya bawahan yang manis … Yang memulai ‘kan


kalian. Aku panggil guru loh … !”

“Kuku … Bila dalam masalah, kau harus


mengandalkan guru. Pas banget … Yang jadi korban
pihak kami. Benarkan Ishizaki?”

“Benar. Aku adalah korban.”

“Apanya yang korban. Kalian orang-orang yang


tidak serius berlomba di festival olahraga … Tidak apa-
apa ‘kan kupanggil guru?”

Matoba memutuskan hal itu tidak dapat dihindari..,


membisikkan sesuatu pada Shimizu, lalu Shimizu berlari
ke suatu tempat.

Segera setelah itu, Shimizu, yang pergi untuk


memanggil guru, kembali dengan ekspresi bimbang di
wajahnya.

“Kenapa? Gurunya mana?”


“Tidak itu───”

Shimizu tidak memanggil guru melainkan memanggil


Hashimoto Masayoshi, siswa di kelas yang sama
dengannya.

“Aku melihat Shimizu berlari dengan ekspresi


mencurigakan, lalu aku bertanya padanya ada apa. Bila
dengan ceroboh memanggil guru, yang ada nanti malah
tambah kacau. Dan jika harus diputuskan hitam di atas
putih, ada kemungkinan kami tidak dapat berpartisipasi
dalam lomba …”

“Tapi!”

“Aku paham. Tapi membuat kekacauan lebih besar


itu adalah tujuan Ryūen. Jangan sampai terhasut …”

Hashimoto meletakkan tangannya di bahu Shimizu,


menyuruhnya untuk tenang.

“Biar aku yang bicara dengannya.”

“… Baiklah. Tolong ya …”

Matoba yang tidak punya pilihan selain menyerahkan


situasi kepada Hashimoto, melihat mereka dengan sedikit
menjaga jarak.

“Selesaikan dengan damai aja lah Ryūen.”

Di tengah keributan, Hashimoto yang mendengar


masalahnya mendekat dengan langkah tenang.

“Ha? Kau mulai duluan ‘kan kalian … Kami hanya


menanggapi perkelahian yang kalian lakukan.”
“… Aku mengerti. Jika kalian tidak menarik diri,
kami yang berada masalah. Penghasil poin terbesar,
kekuatan andalan kami di festival olahraga ini malah
tertahan di sini. Maaf untuk mengatakannya, tapi Ishizaki
tidak begitu bisa mencapai hasil yang bagus. Benarkan?”

Tidak peduli siapa pun yang melihatnya, jelas bahwa


hal itu sebabkan oleh pihak Ryūen.

Hashimoto memanfaatkan titik ini, mencoba sekuat


tenaga untuk dapat menahan laju Ryūen.

“Jangan mengatakan sesuatu yang meremehkannya.


Ishizaki telah berusaha sangat keras sampai berdarah-
darah demi hari ini. Yah untuk menunjukkannya dia
mungkin dapat bertarung dengan setara melawan
pengambil poin terbesarmu itu … Benar ‘kan?”

“Benar …”

Hashimoto yang sering kali melihat Ishizaki


bermain-main seperti biasa, mau tidak mau terkejut
mendengar hal ini.

“Haduh … Kau tidak berubah selalu menyerang di


saat-saat mepet ya …”

Hashimoto tahu dia tidak bisa bersaing dengan benar


dalam debat, namun dia tidak bisa menahan diri untuk
tidak menggaruk-garukan kepala.

“Dengan ini jelas semua. Di festival olahraga, kau


benar-benar serius untuk menghancurkan kami ya …
Membuat siswa terbaik Kelas 1 terus melekat dengan
menyeramkannya pada kami itu usulanmu bukan?”

Pada tahap awal Hashimoto menyadari


perkembangan, di mana siswa Kelas 1 dengan kemampuan
fisik yang sangat bagus mengikuti acara lomba yang sama
dengan siswa berkemampuan fisik terbaik di Kelas 2-A.
Tapi meski menyadarinya dia tidak dapat menghentikan
partisipasi masuk, dan sejauh ini hasil yang dicapai lebih
rendah dari yang di harapkan.

“Karena Hime-san tidak hadir, kami sudah cukup


putus asa menghindar untuk tidak diperingkat terbawah
… Kalau kau menjadi musuh, tak ada lagi kesempatan
kami menang. Mari kita damai anggap hal ini berakhir
imbang …”

“Berakhir imbang?”

Sikap Ryūen yang selama ini relatif ramah, berubah


secara drastis, dan senyum wajahnya menghilang.

“Aku tidak tahu menau keadaan Kelas A. Kami Kelas


D. Untuk ke atas kami melakukan yang terbaik
merangkak dari bawah. Jika kau berpikir kami bisa
dengan mudah menyabotase demi mencapai kesepakatan
dengan kalian, kau salah besar.”

Menyerang balik di titik rentan, membuat seringai


Hashimoto membeku sesaat.

“Kalau gitu───harus gimana? Apa kami harus minta


maaf sepihak?”
“Nah itu kau tahu … Bagaimana pun kami tidak
sedang berusaha mendapatkan uang dari kalian. Kami
hanya ingin permintaan maaf tulus aja. Benarkan Ishizaki
…”

“Benar. Rasa sakit di lenganku sudah sedikit mereda,


jadi permintaan maafnya sudah cukup baik.”

Yang paling menyakitkan adalah kehilangan lebih


banyak waktu. Setelah memastikan tidak ada uang atau
hal khusus lain yang diminta mereka, Hashimoto
memutuskan untuk menerima usulan tersebut.

“Aku akan membujuk mereka dulu, beri aku waktu


sebentar …”

“Cepetan ya … Kami juga mau pergi ke acara lomba


selanjutnya.”

Lebih dari lima menit telah berlalu sejak keributan


dimulai.

Meminta maaf sekarang, lalu pergi berlari ke


gimnasium pun tidak tahu apakah bisa tepat waktu atau
tidak.

“Kalian sudah dengar ‘kan? Aku tahu kalian tidak


menerimanya, tapi lebih baik minta maaf saja …”

“Jangan bercanda. Kau bilang kau akan


mengurusnya, jadi aku tutup mulut dan mendengarkan.
Tapi sekarang malah meminta maaf sepihak pada
mereka? Mana mungkin aku mau …”
“Jadi, tidak apa kalau tidak menang? Dengan
menjadi keras kepala kau mungkin bisa melindungi harga
diri dan membela diri. Tapi jika kelas kita kalah dengan
selisih 5 atau 10 poin apa kau bisa menerimanya?”

“I-itu …”

“Yang terpenting sekarang adalah Kelas kita bisa


menang … Benarkan? Yah anggap saja kau merasa marah
karena kebetulan menginjak kotoran anjing … Cuma itu
…”

Jika mau meminta maaf, mereka bisa segera pergi ke


tempat acara lomba. Hashimoto mencoba mendorong
mereka melakukannya.

“Sialan … Kenapa aku …”

Shimizu sangat kesal, tetapi kemudian dia menjadi


tenang dan dengan enggan setuju.

Dia maju ke depan untuk meminta maaf kepada


Ishizaki.

“Tunggu Shimizu. Matoba juga sama bersalahnya.


Dia seenaknya menuduhku tidak melihat ke depan ‘kan?”

“… Matoba.”

“… Aku tahu.”

Tidak ada pilihan selain berbaris berdampingan dan


sedikit membungkuk pada Ishizaki.

“Kami salah … Dengan ini tak masalah ‘kan?”


Dengan cepat mengangkat kepala mereka yang
tertunduk dan hendak pergi, tapi Ishizaki dengan cepat
menghentikan mereka.

“Ryūen … Permintaan maaf mereka tidak terdengar


dengan benar.., apa-apaan ya ini?”

“Yah tentu saja. Dengan enggan mereka sedikit


menundukkan kepala, tapi dalam hati mereka
meludahkan kata-kata buruk padamu. Kau tidak merasa
telah menerima permintaan maafkan? Ketulusan kalian
kurang …”

“Apa kau waras Ryūen. Kami pun tidak bisa


berkompromi lebih dari ini.”

Sebelum menahan Matoba dan Shimizu, Hashimoto


juga menilai bahwa ini sudah di luar batas.

Memutuskan tidak ada cara lain selain guru ikut


campur tangan, Hashimoto berlari ke guru.

Dan dalam waktu sekitar 1 menit, dia akan kembali


ke tempat ini dengan seorang guru.

“Sebenarnya apa yang terjadi?”

“Sebenarnya───”

“Aku terima permintaan maaf kalian.”

Hashimoto hendak memberitahunya apa yang


terjadi, tetapi tepat sebelum dia melakukannya, Ishizaki
berkata demikian.
“Maafkan aku Ryūen-san. Padahal kau sudah
memberi banyak nasihat untuk orang sepertiku, tetapi
aku malah tidak bersikap dewasa karena bahuku sedikit
tabrak … Itu sebabnya aku berpikir untuk menerima
permintaan maaf keduanya. Apa boleh?”

“Yah bukankah itu bagus? Kalau kau terima dan


tidak mempermasalahkan, aku yang orang tidak ada
kaitannya tidak berhak untuk menghentikanmu.”

Guru itu memahami situasi Ryūen dan Ishizaki yang


mencoba mengakhiri masalah ini.

Hashimoto yang membawa seorang guru bersamanya


karena dia tidak menyelesaikan masalah tanpa campur
tangan pihak guru, juga bingung karena dia tidak bisa
mengikuti alurnya.

Melihat situasi ini, guru tersebut mengambil


kesimpulan.

“Kalian berdua menabrak Ishizaki lalu meminta


maaf. Lalu dia menerimanya. Jadi begitukan situasinya?”

“Itu!”

Shimizu mencoba berbicara di mana seolah-olah alur


masalahnya telah terselesaikan, tetapi Hashimoto
menghentikannya.

“Sepertinya begitu. Masalahnya sudah bisa di atasi.”

“Kalau begitu tidak apa-apa. Bagaimana pun, ada


baiknya untuk kalian menghindari masalah selama
festival olahraga.”
Hashimoto membawa mereka berdua yang
tampaknya akan meledak karena amarah menjauh dari
tempat ini.

“Selagi ada guru yang melihat, cepat pergi, ya?”

Mereka berdua beberapa kali berbalik menatap tajam


Ishizaki dan Ryūen, tetapi pada akhirnya mereka
menghilang ke kerumunan menuju gimnasium. Dan di
waktu yang sama Ryūen dan Ishizaki juga pergi dari
tempat itu.

Di saat sudah tidak ada siapa pun, Hashimoto


mengeluh dalam-dalam.

“Dia melakukannya Di tengah banyak mata publik


melihat kah … Yang benar saja, karena itulah aku tak
ingin mengubahnya musuh …”

Hashimoto merinding sampai ke tulang, tetapi meski


dia mengatakan ini, dia tersenyum gembira sendirian.
*5.4

Sore, jam 3. Kurang dari satu jam lagi, festival


olahraga akhirnya akan segera berakhir.

Memasuki paruh terakhir, kami berhasil


mempertahankan peringkat pertama. Perbedaan poin
dengan Kelas 2-D yang menempati peringkat kedua
sebesar 17 poin. Lebih baik untuk menganggap strategi
tak terlihat yang di jalankan Ryūen-kun berhasil lebih
dari yang kuharapkan. Tetap, tidak ada masalah di antara
kami siswa Kelas 2, terlebih aliansi dengan Kelas Ryūen
juga berfungsi dengan baik.

Tetapi jika kami tidak mengumpulkan lebih banyak


poin dalam satu jam berikutnya, ada kecemasan untuk
kami bisa kalah …

Berdiri di sudut gimnasium, aku melihat acara lomba


yang tersisa, beserta aturan dan jadwalnya.

Di sana, Ibuki-san yang tidak berusaha


menyembunyikan kekesalannya, berjalan mendekatiku.

“Tanding ayo.., ayo kita bertanding!”

“Kau mengatakan sesuatu yang aneh ya … Hasilnya


sudah selesai dengan 2-1 kemenanganku ya ‘kan?”

“Aku ‘kan tidak ikut berpartisipasi …”

“Mana kutahu … Kau yang salah karena tidak


datang tepat waktu ke tempat lomba ‘kan?”
“Uh … ! Aku cuma salah mengira waktunya doang
…”

Ya. Di jam 1 lewat 20 menit, acara lomba balok


keseimbangan adalah lomba di mana menjadi penentuan
nasib pertandingan kami.

Ibuki-san tidak dapat berpartisipasi dalam lomba


karena dia tidak berhasil tiba tepat waktu.

Tentu saja, aku tidak menahan diri.., selain itu


meskipun tidak menang juara pertama, aku bisa finis
juara kedua dan mendapatkan 3 poin.

“Walau kau tidak mau mengakuinya, khalayak


melihat hal tersebut sebagai walkover.”

“Skornya 1-1, pertandingan kita masih belum


selesai!”

Ibuki-san terus berteriak di telingaku, dan dia tidak


punya niatan untuk mundur.

“Aku sudah mengikuti 9 acara lomba. Hanya tersisa


1 lagi lomba yang bisa kuikuti tapi …”

“Itu, itu, ya itu! Kasih tahu kau berpartisipasi di


acara lomba apa?”

“Jika kau sebegitu ingin bertanding.., seharusnya


kau memohon dengan sikap yang benar ‘kan?”

“Ugh …!”

“Mau bertandang tidak? Apa kau tidak mau?”


“T.., tolong.., ber.., tandinglah denganku.., ku..,
mohon … !!”

Ibuki-san memintaku untuk bertanding dengannya


dengan gemetar karena marah seolah dia akan
menyemburkan api dari mulutnya.

“Kau puas?”

“Ya … Itu membuatku merasa sedikit lebih baik.”

Situasi berubah dari menit ke menit dan limit acara


lomba pun akan terpenuhi.

Haruskah pergi dengan rencana awal atau


mengumpulkan poin yang lebih banyak lagi?

“Sekarang jawab, kau akan berpartisipasi dengan


lomba apa?”

“Bisa tidak kau diam sebentar?”

“Enggak!”

Tanggapan langsung, lalu dia menekuk jari-jari


tangannya berulang kali memprovokasiku.

Aku tidak ingin berurusan dengan Ibuki-san, tetapi


jika aku mengabaikannya, dia hanya akan menjadi lebih
berisik lagi.

“Aku berencana berpartisipasi di lomba shuttle run.”

“Shuttle run.., apa yang kau maksud lomba lari


bolak-balik tanpa henti sampai pemindahan balok
selesai?”
“Benar. Ini juga disebut lari ketahanan lari bolak-
balik.”

“Sepertinya aku ingat pernah melakukannya di SMP


… Oke, Ini adalah lomba yang sempurna untuk menjadi
pertandingan terakhir kita.”

Mengangguk puas, Ibuki-san mencoba mendaftar di


tempat masuk peserta.

“Apa yang kau lakukan?”

“Jika kau ingin berpartisipasi silakan …”

“Tidak, kau juga ikut berpartisipasi ‘kan? Kalau tidak


di grup yang sama ya tidak ada artinya lah …”

“Aku cuma baru mempertimbangkannya aja. Bukan


berarti sudah kuputuskan.”

“Hah?”

“Sejujurnya, voli adalah hal terakhir yang ingin


kuikuti saat ini.”

“Voli? Jumlah partisipasi peserta voli ‘kan 6 orang …


Dari kelihatannya, kau tidak memikirkan hal itu ya..,
mengumpulkan dan membentuk tim sekarang itu tidak
mungkin ‘kan?”

Salah satu lomba yang diumumkan pada hari


pelaksanaan festival olahraga, adalah lomba terpisah
untuk putra dan putri dengan partisipasi dari semua kelas.
Tapi karena membutuhkan 6 orang dengan kemampuan
atletik yang baik aku menilai hal itu sebagai penghalang,
dan sepertinya kelas lain juga berpikir sama, tim yang
berpartisipasi dalam lomba voli memiliki kesan yang agak
lemah.

“Dengan 10 menit tersisa untuk mendaftar


partisipasi, saat ini kosong tiga tim. Di lihat dari tim yang
berpartisipasi, hanya sedikit lawan yang kuat. Jika bisa
menang itu adalah kompetisi yang layak untuk
meninggalkan lomba shuttle run. Di kompetisi tim, di
mana tidak ada pilihan untuk berimprovisasi, banyak hal
tergantung pada siswa yang memiliki kemampuan luar
biasa. Jika satu atau dua siswa yang percaya diri dengan
kemampuannya datang, peluang untuk menang pun
terlihat.”

“Terus gimana dengan permohonan putus asaku


barusan?”

“Sayang sekali tapi maaf kau harus menyerah …”

Ibuki-san tercengang. Kupikir dia akan marah lagi,


tetapi dia hanya kecewa dan pasrah.

Semuanya dimulai karena kesalahpahaman dia


sendiri tentang jam masuk acara lomba.

“… Ah begitu kah. Jadi pertandingan kita selesai


sampai sini ya …”

“Apa kau tidak mau ikut lomba voli?”

“Pass. Perlu 5 orang untuk bisa melawanmu … Tidak


mungkin aku bisa mengumpulkan orang sebanyak itu.”

“Tak punya teman kah …”

“Kau juga sama denganku ‘kan …”


“Setidaknya ada teman sekelas yang mau bekerja
sama bila kupanggil mereka …”

“Meragukan … Yah bagaimana pun aku hanya ingin


menyelesaikan pertandingan denganmu, tetapi lain kali
aja deh …”

Asal tahu saja, tercatat yang menang aku sih …, tapi


yah terserah lah.

“Kau tidak berpartisipasi lomba shuttle run?”

“Aku cuma tertarik menyelesaikan pertandingan


denganmu. Aku tidak mau repot-repot berkontribusi
untuk Ryūen.”

“Itu menguntungkan sekali. Semakin sedikit poin


yang kau kumpulkan, semakin dekat kemenangan
kelasku.”

Lebih baik membiarkan hal ini terus berlanjut tanpa


memprovokasinya.

Itu yang kupikirkan tapi entah kenapa Ibuki-san


tetap tidak meninggalkan tempat ini.

“Apa masih ada urusan lagi?”

“Kalau jumlah timmu tidak cukup untuk


berpartisipasi di kompetisi bola voli, kau akan
berpartisipasi shuttle run ‘kan?”

Batas waktu pendaftaran lomba voli jam 2 lewat 20


menit. Batas waktu shuttle run jam 2 lewat 25 menit.

Ibuki-san menyadari bagian yang tidak kusebutkan.


“Kurasa aku sudah terlalu berlebihan. Aku tidak
sadar ternyata kau memiliki sesuatu untuk dipikirkan juga
ya …”

“Berisik … Pokoknya aku akan menemanimu


sebentar.”

Skenario terburuk, jika jumlah orang untuk


berpartisipasi dalam lomba voli tidak mencukupi, shuttle
run dengan Ibuki adalah cara untuk menyelesaikan
pertandingan.

Yah mungkin itu tidak buruk juga.

Aku mencoba melihat gadis-gadis di kelasku yang


berada di bangku penonton untuk mencari siswa berbakat
yang ada. Namun siswa yang menguntungkan seperti itu
tidak dapat ditemukan dengan cepat, dan waktu pun terus
berlalu.

Tiba-tiba tanpa kusadari Ibuki-san yang ada di


sampingku sedang duduk dan menguap di sana.

‘Cepat menyerah dan ayo kita bertanding di lomba


shuttle run’. Tatapan mata Ibuki-san mengisyaratkan hal
seperti itu kepadaku.

“Eh …? Bukankah ini Horikita-senpai dan Ibuki-


senpai? Terima kasih atas kerja keras kalian …”

Sambil menunggu siswa calon anggota yang mungkin


kuajak.., siswa Kelas 1, Amasawa-san berbicara pada
kami.
Pada saat itu, Ibuki-san yang tadi sedang duduk
seketika langsung berdiri dan melototinya.

“Ah. Tidak. Wajahmu menakutkan banget … Apa


mungkin lagi datang bulan ya?”

Kata Amasawa-san mengejeknya. Tapi sepertinya


setengah maksud dari perkataan tersebut tidak
tersampaikan pada Ibuki-san.

“Jika kau masih ada kuota untukmu berlomba,


bagaimana kalau bertanding denganku?”

“Oh iya hari ini kita tidak saling melawan di


perlombaan ya? Yah mau bagaimana lagi, sangat sulit
untuk bertanding kalau dengan siswa beda kelas tahun
ajaran. Lebih baik hentikan niat untuk bertanding
melawanku … Nanti kalah loh …”

“Jangan meremehkanku … Berterima kasih lah kita


tidak saling melawan di perlombaan …”

“Masih sok kuat seperti biasa ya … Ngomong-


ngomong, apa yang kalian berdua lakukan di sini? Jika
tidak berpartisipasi di acara lomba, bukankah akan gawat
kalau tidak memberikan dukungan kepada peserta lain?”

“Kau ikut juga lomba shuttle run Amasawa. Dengan


begitu kita bisa bertanding …”

“Kalian Senpai berencana ikut lomba shuttle run ya?


Kalau aku───”

“Akhirnya ketemu juga …”


Saat kami sedang berbicara, Kushida-san muncul.
Kupikir dia sedang mencariku.., tapi Kushida-san tidak
melihat ke arahku melainkan melihat Amasawa-san.

“Kupikir seseorang mengejarku, tapi itu Kushida-


senpai kah … Ada apa ya? Jika tidak masalah ada
Horikita-senpai dan yang lainnya, aku tidak keberatan
mendengarkan apa yang ingin Kushida-senpai
bicarakan.”

“Horikita───san? …. Jadi kau ada di sini ya …”

Dia sepertinya begitu fokus pada Amasawa-san


sampai tidak menyadari kehadiran kami.

“Ah, maaf, Kushida-senpai. Sepertinya teman-


temanku semua ada di sini, jadi aku harus pergi …”

Di arah yang dia tunjuk, ada siswa sesama Kelas 1,


Nanase-san, dan 4 gadis yang tidak kukenal.

“Aku datang ke gimnasium untuk berpartisipasi di


kompetisi voli. Ini pertama kalinya aku bermain voli~”

Tampaknya Amasawa-san berencana ikut kompetisi


voli.

Seperti yang diduga, siswa Kelas 1 bergerak begitu


melihat keadaan di mana rendahnya tim yang ikut
berpartisipasi.

“Sampai jumpa … Lakukan yang terbaik di shuttle


run ya~”
Setelah datang seenaknya dan berbicara semaunya,
Amasawa bergabung dengan grupnya.
“Dia ikut kompetisi voli.”

Kata Ibuki-san selagi melototi punggung Amasawa-


san.

“Iya …”

“Kalau gitu aku juga ikut. Lagi pula sulit bagimu


mengumpulkan 5 anggota ‘kan …”

“Eh …?”

“Aku bilang aku akan ikut berpartisipasi …


Menjengkelkan memang bekerja sama denganmu.., tapi
ini adalah kesempatan untuk mengalahkan siswa Kelas 1
yang kurang ajar itu …”

Jika Ibuki-san mau bekerja sama, tidak ada keluhan


pada kemampuannya untuk bertanding.

Tapi …

“Jangan putuskan seenaknya sendiri. Aku belum


bilang kau akan kutarik dalam timku.”

“Hah? Padahal satu orang aja belum ke kumpul?”

“Kompetisi tim akan mendapat poin yang sama.


Bukankah wajar jika ingin mengisi kekurangannya
dengan kelas sendiri daripada diisi dari siswa kelas lain?”

Meski aku susah payah mengumpulkan poin dengan


baik, Kelas Ibuki-san berada diperingkat kedua.

Dengan kata lain, selisih poin kelas kita sama sekali


tidak menjauh.
“Bodo amat masalah itu. Selama bisa melihat wajah
frustrasi Amasawa, aku enggak keberatan …”

“Pokoknya tergantung anggota tim. Rasio kelasku


yang ikut harus lebih banyak adalah syarat mutlak.”

“Kalau begitu, apa boleh aku ikut berpartisipasi?”

Kushida-san yang juga melihat punggung Amasawa-


san, mengucapkan hal ini tanpa mengubah tatapannya.

“Apa maksudmu itu Kushida-san? Pada titik ini aku


tidak berpikir kau berubah pikiran dan sekarang bersedia
untuk bekerja sama …”

Begitu aku terus terang mengungkapkan apa yang


kupikirkan, Kushida-san tidak menyangkalnya.

Namun, aku penasaran dengan tatapan matanya


yang dengan kuat tertuju pada Amasawa-san.., bukan
padaku.

“Aku punya hutang pada siswa Kelas 1 Amasawa-san


…”

“Pada Amasawa-san …?”

“Kau juga?”

“Aku tidak akan memberi tahu apa alasannya, tetapi


aku bisa membantumu untuk membayar hutang itu.”

“Jika itu masalahnya, kau sangat diterima. Sebagai


teman sekelas dan kemampuan tempur, tidak ada keluhan
sama sekali.”
Kata-kata musuhmu adalah musuhku sering
diucapkan. Menjadi sekutu dengan cara yang tak terduga.

“Tapi tak salah lagi dia akan menjadi musuh yang


kuat …”

“Ya itu pasti …”

Ibuki-san mulai melakukan pemanasan dan sangat


bersemangat …

Melihat situasi seperti ini dari kejauhan, Amasawa-


san tertawa seakan ada yang lucu.

Aku dan Ibuki-san telah menghadapi secara langsung


betapa hebatnya Amasawa-san, namun rincian tentang
orang-orang di timnya tidak diketahui. Dari yang kuingat
pada nilai yang ada di OAA, kemampuan fisik Nanase
relatif tinggi, tapi untuk yang lainnya aku tidak memiliki
kesan terhadap mereka. Aku yakin dapat mengingat
nama-nama siswa yang memiliki nilai OAA mendekati A,
meskipun menganggap mereka memiliki kemampuan,
paling tidak B atau kurang dari itu …

Yang lebih penting, masalah terbesarnya adalah kami


masih kekurangan 3 orang.

Menganalisis kemampuan lawan selagi tidak


memenuhi persyaratan jumlah orang untuk partisipasi itu
sama saja seperti menghitung kulit rakun yang belum
tertangkap.

“Syarat 3 orang sisanya? Kau ingin menghindari


siswa dari kelas Ryūen-kun, itu saja ‘kan?”
Kushida-san bertanya tentang pemilihan calon
anggota tim.

“Ya … Tentu saja kalau bisa aku ingin untuk


anggotanya dari kelas kita. Namun, prioritaskan
pertandingan, kemenangan yang jadi utama.

“Aku mengerti. Tolong tunggu sebentar …”

Mengatakan itu, Kushida-san mulai berjalan pergi


menjauhi kami.

“Apa yang dia mengerti? Memangnya mau


melakukan apa dia? Tidak mungkin ada yang mau
membantu kita dengan mudah ‘kan …”

Saat aku mengikuti Ibuki-san yang penasaran dengan


apa yang dilakukan Kushida-san, dia pergi berbicara
dengan Rotsukaku-san.., seorang siswa dari Kelas
Sakayanagi-san. Setelah berbicara sebentar, mereka
berdua pun pergi menemui Fukuyama-san yang berada di
Kelas Sakayanagi-san. Lalu terakhir Kushida-san
berbicara dengan para siswa yang hadir di gimnasium
untuk mendukung peserta lain.

“Dia kalau tidak salah Himeno-san dari Kelas


Ichinose-san.”

2 siswa dari Kelas A, 1 siswa dari Kelas C,


membutuhkan beberapa puluh detik untuk ke 4 orang itu
saling berbicara.

Kushida-san pun kembali dengan membawa ketiga


orang itu.
“Mereka bilang bisa ikut di kompetisi voli. Himeno-
san tidak begitu baik bermain bola voli tapi dengan
bantuan dari kami berlima dia setuju. Kompetisi ini
serahkan saja pada kami …”

Dia tidak merujuk padaku, Kushida-san berbicara


pada Himeno-san dengan mode normal yang biasa.

Terlebih bersedianya 2 siswa dari Kelas A bekerja


sama dengan kami membuatku sangat terkejut.

“Kami sudah resah akan kalah, walau paling


buruknya tidak bisa menang, kami ingin meninggalkan
catatan berkontribusi. Ya ‘kan?”

Keduanya saling memandang, dan mengangguk.

Karena Kelas A tenggelam diperingkat bawah,


makanya mereka ingin mendapat pencapaian kah …

Menyadari mentalitas seperti ini, Kushida-san bisa


langsung mengetahui siswa berbakat.

Bahkan jika tidak ingat nilai OAA Fukuyama-san dan


temannya Rotsukaku-san, aku tahu tentang seberapa baik
kemampuan fisik yang mereka.

“Itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa kau


lakukan, Ibuki-san.”

“Berisik. Kau sendiri tidak bisa menemukan satu


orang pun juga …”

“Ada lima atau enam orang di gimnasium yang masih


bisa dihubungi … kupikir mungkin ini anggota tim terbaik
yang bisa kita buat saat ini.”
Bagaimana pun ada 6 anggota yang cemas untuk
berpartisipasi kompetisi voli sudah berkumpul.

Perbedaan jumlah siswa dari kelas Ryūen hanya satu.


Namun, daripada bertanding di lomba shuttle run yang
hanya mendapatkan 2 atau 3 poin, lebih baik
memenangkan 10 poin di kompetisi voli.

Perbedaan poin tidak terkejar meskipun kalah


merupakan keuntungan kelasku.

Aku dan Ibuki-san menjadi 2 teratas, Kushida-san,


Rotsukaku-san, Fukuyama-san siswa yang dapat
mengambil tindakan.

Ada beberapa kekurangan pada Himeno-san yang


hanya untuk memenuhi jumlah anggota, tapi
kemampuannya cukup untuk memberi perubahan.
*5.5

Kami memenangkan ronde pertama tanpa masalah


dan sedang menonton tim Amasawa-san. Yang memimpin
pertandingan adalah Nanase-san. Baik secara ofensif
maupun defensif, dia membuat lawannya kewalahan
dengan gerakan yang sangat mengesankan.

“Aku tidak tahu tentang Nanase.., tapi bukankah


Amasawa tidak lebih hebat dari yang dikira?”

“Kemampuannya memang tidak begitu baik sampai


harus diwaspadai. Kupikir dia yang bilang baru pertama
kali bermain voli itu hanya bercanda tapi …”

Bisa saja dia menahan diri, tapi sejauh yang terlihat


suasananya tidak begitu.

Pergerakan dia masih lebih baik dari pada orang yang


tidak melakukan gerakan menyerang atau bertahan.

Namun, situasinya secara perlahan berubah saat


memasuki pertengahan pertandingan.

Mata Ibuki-san yang tadinya kehilangan


ketertarikan, mulai berubah serius.

Dalam waktu kurang dari 10 menit waktu permainan,


keterampilan Amasawa-san terlihat meningkat.

Kemampuan adaptasi dan pemahaman luar biasa


yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan memiliki
kemampuan fisik yang tinggi. Saat Amasawa-san mulai
menunjukkan bagian ini, Nanase-san melakukan spike
untuk mengakhiri pertandingan.

“Tim dia bertanding melawan kita masih di ronde-


ronde selanjutnya. Saat itu keterampilan dia pasti akan
lebih baik lagi.”

“Yah meski begitu, enggak ada tuh namanya


pengalaman atau apalah cuma tanding beberapa match
doang … Bisa menang, bisa menang.”

Terlalu optimis itu berbahaya, tapi pada


kenyataannya, dengan Nanase di belakangnya, Amasawa
memenangkan pertandingan tanpa terlalu banyak
menyentuh bola.

Kami pun terus menang berturut-turut, dan final


dimulai jam 3 lewat 40 menit.

Di festival olahraga ini, ada banyak perbedaan dari


aturan normal pada kompetisi biasanya. Tidak terkecuali
aturan kompetisi bola voli. Tidak ada pergantian servis..,
siapa pun dapat melakukan servis, dan tim dengan 10 poin
pertama atau tim dengan poin terbanyak dalam 10
menitlah yang menang. Jika saat waktu berakhir skor
seri, maka tim yang mengejar poin berhak melakukan
servis dan permainan dilanjutkan ke perpanjangan waktu
dengan keunggulan satu poin, dan seterusnya.

“Kurasa sudah waktunya bagiku melihat wajah


kekalahanmu.”

“Apa puas hanya menang-kalah di pertandingan bola


voli? Ibuki-senpai …”
“Pertama mengalahkanmu di bola voli. Kemudian,
aku akan mengalahkanmu dalam perkelahian.”

“Hahaha … Cara berpikirmu itu aku tidak


membencinya.”

Selagi menunggu sinyal untuk memulai pertandingan,


mereka tidak saling memberikan semangat untuk
memainkan pertandingan yang bagus, melainkan saling
memprovokasi satu sama lain.

Sosok Amasawa-san memang sangat menyeramkan,


namun yang harus diwaspadai adalah Nanase-san.

“Sama seperti di match sebelumnya, aku akan


menjadi penyerang. Aku akan men-smash semua ke
sana.”

Mengatakan itu, Ibuki-san lebih antusias lebih dari


sebelumnya.

Walau kesulitan dalam mengontrol spikes-nya, aku


tidak meragukan daya kuat spikes yang layangkan Ibuki-
san. Saat pertandingan final dimulai, Ibuki melayangkan
servis, dan satu poin pun didapatkannya.

Kupikir kami bisa mendapatkan momentum, tetapi


spike Nanase-san segera membawa satu poin itu kembali.
Saat aku merasa ini akan menjadi pertandingan yang
ketat, tetapi ternyata sedikit unggul dan mengakhiri
paruh pertama pertandingan dengan keunggulan tipis 4-
2. Seperti yang terlihat, Nanase-san setara denganku dan
Ibuki-san, tapi selain itu, kami tampaknya memiliki
sedikit keuntungan.

Tapi situasi di pertengahan pertandingan berubah. Di


mana waktu tersisa kurang 5 menit lagi.

Setelah tiga langkah, Ibuki-san melompat dan


melayangkan spikes. Lalu dari balik net, Amasawa-san
muncul mem-block spikes yang sebelumnya telah
mencetak banyak poin.

Tidak, dia tetap mempertahankan momentum dan


memukul kencang bola tersebut.

Satu poin diberikan kepada tim siswa Kelas 1, begitu


bola jatuh di bidang lapangan kami.

“Sayang sekali ya~ Ibuki-senpai … Yang tadi itu


namanya apa ya Nanase-chan?”

“Dike, mungkin? Bukan berarti aku tahu dengan rinci


juga sih …”

“Yah … Aku sudah mengetahui pola serangan


Senpai, jadi mulai sekarang serangan itu tidak dapat
bekerja lagi …”

“Huh! Selanjutnya pasti akan masuk!”

“Tenanglah. Cuma kebetulan satu kali seranganmu


dihentikan.”

“Berisik. Nanti bolanya oper padaku …”

Lalu saat skor 5-3, tim kami melakukan servis.

Kalau servis ini masuk akan jadi lebih mudah, tapi ….


Menurut aturan, bila bola out satu poin diberikan
kepada lawan.., membuat server tidak boleh membidik ke
arah sembarangan.

Jika memukul ke arah yang pasti, tentu saja bola


pasti akan block dan dikembalikan.

Tapi, di sini lebih baik memperkuat pertahanan dan


menyerahkan bola pada Ibuki-san.

“Kali ini───tenggelamlah!!”

Dia mengubah ritmenya, melambung tinggi setelah


dua langkah, dan memberikan lompatan terbaiknya Di
hari ini. 2 siswa Kelas 1 melompat untuk mem-block,
namun mereka tidak bisa menyentuhnya dan bola jatuh
dalam garis lurus lantai lapangan. Tapi yang menghalangi
hal itu adalah Amasawa-san. Seolah-olah tahu bola akan
datang ke tempat itu, dengan receive yang indah dia
menghancurkan momentum dan bola pun melayang di
bidang lapangan musuh kami.

Rambut emas melambai, Nanase-san melompat


tinggi menembakkan spikes yang mengarah kepada
Himeno-san. Kushida-san segera secara paksa masuk ke
depan Himeno-san yang terpaku, tidak bergerak,
bermaksud mencoba melakukan receive, tapi dia mampu
mengontrol kekuatan bola tersebut.

Pertandingan melawan tim Kelas 1 yang sedikit demi


sedikit mulai mengejar, akhirnya menjelang match
berakhir skor sama.
Dengan skor 6-6. Di waktu yang hanya tersisa 2
menit, bila tempo pertandingan tetap seperti ini ada
kemungkinan pertandingan final di akhir dengan time
out.
“Selanjutnya aku juga akan melakukannya!”

Ibuki-san yang serangannya telah dua kali diblock


oleh Amasawa-san, bertekad selanjutnya akan
memasukkan bola.

Aku juga menginstruksikan rekan satu timku untuk


memberikan bola dan pertandingan pun dilanjutkan.

Begitu bertukar receive, untuk pertama kalinya


Amasawa-san melakukan set-up untuk menembakkan
spikes.
“Memangnya kau saja yang bisa melakukannya
(dike)?”

Ibuki-san melompat untuk mem-block spike-nya.


Tapi tepat setelah itu, sosok Nanase-san muncul di
belakang Amasawa-san.

“Sayang sekali~”

Amasawa tersenyum sebagai fake (pengalihan).

Sejak awal yang menembakkan spike adalah Nanase-


san.

Lengah karena terkejut, Ibuki-san mengulurkan


tangannya tetapi tetap tidak bisa menyentuh bola.
Pada bola yang diarahkan ke lantai lapangan dengan
sudut tajam───Kushida-san meluncur masuk untuk
melakukan receive.

“Ibuki-san!”

Perhatian semua orang beralih ke Ibuki-san, dan


siswa Kelas 1 bergegas ke posisi bertahan.

Sedangkan Amasawa-san menunggu serangan dari


Ibuki-san dengan ekspresi santai di wajahnya.

“Yang benar aja───!?”

Meskipun dia bertujuan untuk melakukan spike


bahkan dalam situasi yang sulit, tetapi Ibuki-san tidak
dapat menemukan arah yang tepat.

Ibuki-san masih yang memukul bola, sambil


menggertakkan gigi menahan emosi baralih memberikan
passing.
Menerima tekad Ibuki-san, aku melepaskan
kekuatan fisik yang telah kusimpan selama ini.

Setelah bola melewati blocking Amasawa-san, spike


yang kutembakkan langsung melesat ke arah Nanase-san
yang sudah menunggu. Karena mulai lelah, Nanase-san
tidak bisa menahan bola dengan baik, membuat bola itu
out dari lapangan. Jika dia dalam kondisi sempurna,
Nanase-san mungkin bisa melakukan voli dengan indah.

Bagaimana pun, skor kami 7-6, keunggulan satu poin


di waktu yang semakin sedikit.
Suka tidak suka, servis kami ini akan mengakhiri
pertandingan dalam waktu sekitar satu menit.

“Baiklah, waktunya untuk serius …”

Seakan selama ini tidak bermain dengan serius,


Amasawa-san mengatakan itu.

Nanase-san dengan cerdas menindaklanjuti servis


Ibuki dan menghalaunya.

Bola kehilangan kekuatannya dan melayang tinggi ke


udara, dan kami menatap bola itu di satu titik.

“Yang di incar───!”

Bola voli yang dilayangkan itu mengincarku berputar


dengan kecepatan tinggi.

Terlepas dari aku yang memfokuskan diri untuk


bereaksi dengan cepat, tetap saja reaksi terlambat.., saat
berusaha menjangkaunya, bola yang terbuka itu tidak
dapat kujangkau.

Bunyi bola yang menyentuh lantai dengan keras


menggema.

“Out!”

Sebuah hal yang beruntung Di tengah kemalangan, di


mana reaksiku terlambat untuk menyentuh bola.
Setengah garis putih pada bola berada di luar lapangan.

“Aduh … Maaf Nanase-san, aku meleset.


Mengontrol dengan sempurna itu sulit juga ya …”
“Untung saja … Tapi, potensi kemampuan dia tidak
bisa dianggap remeh …”

Meski memberi pujian pada kemampuan tidak


terduga dan kepekaan Amasawa-san, bagi kami itu
adalah pelarian sempit dari bahaya. Selisih yang tadinya
satu poin kini menjadi 2 poin. Tak lama kemudian mereka
mendapat satu poin, tapi setelah itu suara peluit
menggema.., Nanase-san, yang mengangkat lemparan
itu, membuat wajah terengah-engah. Dan Amasawa-san,
yang hendak melayangkan bola ke arah kami, tanpa
mengayunkan tangannya, bolanya pun jatuh ke lantai.

“Yah time out … Padahal baru aja lagi seru-serunya


…”

Amasawa-san sama sekali tidak terlihat frustrasi..,


dia hanya bermain voli dan mengucapkan pujian atas
pertandingan yang bagus.

Setelah berbicara santai dengan Nanase-san dia


meninggal lapangan.

Meski kalah mereka tetap mendapatkan poin karena


meraih peringkat kedua di kompetisi voli.

Dan kami, tentu saja, berhasil mendapatkan poin


tinggi sebagai tim yang meraih peringkat pertama.

“Entah kenapa aku tidak terima … Rasanya seperti


enggak menang …”

“Di akhir mereka terdesak oleh waktu. Memikirkan


jika tidak time out membuatku mengigil …”
Kami seharusnya menang dengan pikiran jernih,
tetapi kami dibiarkan dengan perasaan karut marut
setengah hati.

Namun kemenangan ini sangat besar, dan itu adalah


pertarungan sengit yang merupakan akhir yang tepat
untuk festival olahraga.

Saat kusadari, meski tersebar ada beberapa penonton


memberikan tepuk tangan.
*5.6

Festival olahraga semakin menuju akhir. Gimnasium


dipenuhi dengan kegembiraan yang tak biasa karena final
kompetisi tim telah dimulai di sana-sini.

“Sebentar lagi pertandingan ya Sudō-kun. Apa kau


sudah bersiap?”

Di festival olahraga ini, Sudō dan Onodera yang telah


bekerja sama untuk berpartisipasi dalam banyak
kompetisi berpasangan, kini telah mencapai final tenis
ganda campuran sebagai acara ke-10.

“… Ya.”

Walau merasa agak tidak nyaman dengan tanggapan


tanpa semangat itu, Onodera melanjutkan.

“Meski begitu, tidakkah kau berpikir kita ternyata


duo yang hebat? Sejauh ini kita meraih 4 kemenangan di
4 kompetisi tim. Pasti di semua orang di kelas terkejut ya
…”

Dalam dua pertandingan hingga saat ini, ada satu


pertandingan dengan pasangan sesama kelas 2 dan satu
pertandingan dengan siswa kelas 3, tetapi pasangan
Sudō-Onodera menang tanpa mengalami kesulitan, dan
mereka sekarang telah memenangkan lima pertandingan
tim berturut-turut.
Selain itu Sudō telah meraih 9 kemenangan termasuk
kompetisi individu. Dia juga sedang mengusahakan
meraih 10 kemenangan secara berturut-turut.

Disisi lain, walau tidak finis di tempat pertama pada


9 lomba, Onodera juga tetap terus menerus menang.

Sementara perkataan Onodera sendiri hanya lip


service.., Sudō tidak menanggapi dan pandangannya
tertuju pada sesuatu yang lain.

“Apa kau tertarik dengan siswa Kelas 1 itu?


Sepanjang waktu kau terus melihatnya …”

“Eh?”

“Dia … Hōsen ‘kan? Ukuran tubuhnya tidak seperti


siswa Kelas 1.., dan dia memiliki aura yang luar biasa ya
… Tapi bagaimana mengatakannya ya.., Sudō-kun
memperhatikan dia bukan hanya itu saja ‘kan? Apa
terjadi sesuatu?”

“Tidak terjadi apa-apa kok … Jangan dikhawatirkan


…”

Pasangan duo Hōsen yang memainkan pertandingan


di depan kami menang telak.., lawan mereka di final pun
sudah diputuskan. Sudō yang menatap Hōsen selagi
berbicara pada Onodera dengan ketidakpedulian.., dan
Onodera sedang melihat sosok Sudō yang seperti itu.

Sudō yang sampai saat ini menghadapi kompetisi


tanpa memikirkan apa pun, tetapi kini jelas pikirannya
buyar.
Tidak hanya hari ini, tetapi Onodera yang sudah
bekerja sama bersama dengan Sudō untuk sebagian besar
waktu dalam persiapan festival olahraga. Dari latihan,
makan siang sampai berangkat pagi ke sekolah bareng
juga menghadiri berbagai pertemuan untuk latihan.

Karena itulah.., Onodera kini memiliki kemampuan


untuk mengetahui perubahan Sudō melalui ekspresinya.

Walau keterampilan motoriknya luar biasa, Sudō


memiliki beberapa kelemahan.

Dia memiliki kepribadian yang kasar dan mudah


terbawa suasana. Dan kepribadian dia yang mudah
kehilangan kesabaran.

Hal ini terkadang menjadi penghambat saat Onodera


bertindak bersama dengannya.

“Pertandingan final akan segera dimulai. Dimohon


untuk bersiap-siap!”

Ketika sedang duduk untuk mengistirahatkan tubuh,


salah satu anggota staf mendekati kami.

“Baiklah, Ayo keluarkan semua kekuatan kita dan


raih kemenangan dengan cepat!”

Onodera, mengosongkan pikirannya saat Sudō yang


berpura-pura tenang mengatakan hal itu padanya.

‘Jika ada sesuatu yang terjadi dengan Hōsen, asalkan


bukan hal yang merepotkan, itu tak masalah.’

“Oke …”
Sudō dan Onodera yang bicara dalam hati untuk
dirinya sendiri, mengambil raket.

Satu per satu, teman sekelas mulai muncul di


gimnasium untuk menyemangati Sudō dan Onodera.

Mungkin karena orang dewasa juga memiliki minat


yang kuat pada pertandingan final, orang-orang
menghentikan langkah kaki mereka.

“Suasana seperti di turnamen besar ya …”

“Ya … Ini ketegangan dan kegembiraan yang


membangkitkan semangat.”

Termasuk kompetisi klub, tak ada kekhawatiran bagi


keduanya yang kuat di turnamen besar.

Tetapi …

“Aku tidak pernah berpikir akan bertanding


melawanmu di final … Sudō-paisen …”

(Paisen adalah bentuk lain dari senpai untuk sebutan


panggilan senior dalam bentuk informal.)

“Hōsen …”

Suasana berubah ketika Hōsen berbicara kepada


Sudō di seberang net.

“Kau tidak berpikir bisa mengalahkanku dalam tenis


‘kan? Aku akan menghancurkanmu, jadi nantikan itu ya
…”

Pertandingan double dimulai dengan waktu terbatas.


4 poin di game 1, game 2, game 3, game match. Hak
untuk melakukan servis memakai aturan khusus
pertandingan jangka pendek di mana pihak yang
mendapat poin akan melakukan servis, bukan beralih saat
pertandingan set selesai. Selain itu, tim tidak harus
mengubah servis, dan setiap anggota tim dapat
mengulangi servis.

(Perihal tenis: match terdiri dari 3 set dan 1 set terdiri


dari 4 pertandingan lalu 1 pertandingan untuk mendapat
1 (15) poin.)

Hōsen memulai pertandingan dengan serangan


tajam. Servis kuat dilepaskan dari Hōsen yang bertubuh
bongsor dengan mudah mengenai lapangan. Di sisi lain
servis Sudō sangat lemah, saat bola dikembalikan satu
demi satu dan melakukan inside-in, dalam waktu kurang
1 menit, skor 3 poin (40) – 0 poin (love).

(Di tenis love sama dengan 0 poin.)

“Bohong … Cepet banget … dia orang yang punya


pengalaman dibidang ini ya?”

Tidak heran Onodera kebingungan, bola yang Hōsen


layangkan menghantam lapangan dengan kecepatan yang
membuatnya merasa takut.

“Ada apa Sudō? Kau bukan tandinganku kalau seperti


itu …”

“Sial!”
Saat tangannya mencengkeram raket dengan kuat,
Sudō mengangkatnya dan mencoba membanting raket itu
ke tanah.

“Sudō-kun jangan!”

“Ugh …”

“Apa kau tidak tahu, kau selalu gagal saat marah


seperti itu?”

“Ta-tapi … !”

Sudō tiba-tiba merasa sangat stress karena dia tidak


lagi memiliki target untuk melampiaskan kekesalannya.
Hōsen yang melihat hal itu di seberang net, tertawa
mencibir.

“Aku tidak akan berkata sesuatu yang angkuh, tapi


jelas gerakanmu sangat buruk dari pada pertandingan
sebelumnya loh …”

Onodera menunjukkan poin di mana Sudō terlalu


terpaku dengan Hōsen yang ada di depan, sampai
membuat gerakannya melambat.

“Aku tidak menyerahkan servis kepada Sudō-kun


yang sekarang …”

Dengan bola di tangan, Onodera menginstruksikan


Sudō mengambil posisi bertahan, lalu melepaskan servis.

Onodera memukul bola dengan tajam yang tidak


seperti seorang gadis tanpa pengalaman tenis, tetapi
seketika Hōsen dengan cepat menutup jarak, menangani
raket seperti jari-jarinya sendiri, menunjukkan teknik
yang indah.

Sudō mengulurkan tangannya, tapi meski sudah


berusaha sangat keras dia hanya bisa menggapai bola di
tepi raket, membuat tim Kelas 1 mengambil pertandingan
pertama tanpa membiarkan tim Kelas 2 mendapat satu
poin pun.

“Seperti yang kuduga, kau bukan apa-apa Sudō.


Menjadi anjing pecundang memang cocok untukmu …”

Dibandingkan dengan Hōsen yang benar-benar


menikmati pertandingan, gadis pasangannya tidak dapat
menyembunyikan ekspresi ketakutan. Adapun, Hōsen
menangani hampir semua pertandingan sendiri, dan itu
praktis membuat pertarungan seakan dua lawan satu.

Di pertandingan kedua, diperkirakan serangan


sepihak Hōsen akan berlanjut, namun suatu
perkembangan yang mengejutkan terjadi.

Bola yang layangkan Hōsen kini tidak memiliki


kekuatan.., Onodera beradaptasi dan memukulnya
kembali di depannya.

Onodera bertanya-tanya, ‘apa dia mulai lelah … ’

Seketika lengan Hōsen terayun dengan lebar.

Pukulan secepat dan sekuat peluru di tembakkan.


Bola meluncur lurus ke arah Onodera, yang melindungi
bagian depan seolah mengincarnya. Ekspresi Onodera
terlihat kesakitan, saat bola menyerempet pipinya.
Karena terkejut dan takut, Onodera tanpa sadar
menjatuhkan raket ke lapangan.

“Kau … itu sengaja ‘kan!”

“Hah? Mengincar di dekat tubuh lawan adalah hal


yang wajar ‘kan? Jika memukul bola terlalu jauh, yang
ada malah dikembalikan. Ini saja kau tidak tahu? Baru 1
drive udah protes aja …”
“Sial!!”

Hōsen dengan percaya diri menegaskan


keabsahannya. Lalu Onodera dengan buru-buru
mengambil raket.

“Tidak perlu khawatir … Cuma keserempet dikit


doang kok … Lagi pula, seperti yang dia katakan,
bukankah tenis tentang mengincar dekat dengan lawan
dan mengembalikan bola?”

“Itu sesuatu yang biasa di katakan oleh pemain tenis.


Ini adalah festival olahraga, kau tahu?”

Kesampingkan pemain tenis biasanya, Sudō dengan


kesal dan frustrasi memprotesnya.

Servis diteruskan ke Sudō lagi, tetapi servis pertama


gagal.

Di servis kedua, dia berhasil dan mencoba melakukan


inside-in, namun dengan mudah dikembalikan oleh
Hōsen.

Bola yang dipukulnya tidak terlalu kuat, Onodera


mengejar dan memukul bola kembali dengan raketnya.
2-3 reli kemudian, Onodera bergerak ke depan dan
melakukan serangan balik.

Hōsen dengan cepat memperpendek jarak dan


mengayunkan lengannya ke bawah untuk memantulkan
bola kembali.

“Kyah … !?”

Teringat akan ketakutan pukulan bola cepat


sebelumnya, membuat Onodera bahkan tidak bisa
mengayunkan raket. Bola itu melewatinya, dan Sudō
melangkah masuk, mengembalikannya ke area lawan,
namun dari sana dropshot voli Hōsen mengarah di area
Onodera. Hōsen sepertinya hanya bermain-main dengan
kompetisi ini.

Kemudian, pertandingan set dengan tim Sudō 3 (40)


poin, tim Hōsen 2 (30) poin.

Onodera mencoba melakukan sesuatu tentang itu,


tapi bola yang mengarah ke wajahnya.., membuat dia
memutar kaki kiri dan terjatuh di tempat.

“Onodera!”

Sudō melangkah masuk lagi untuk mengover Onodera


yang tidak bisa berdiri.., dan mengembalikan bola ke
Hōsen.

Tembakan Sudō jatuh di area lapangan lawan.., tim


Sudō pun merebut set kedua.

Tapi itu tidak membuatnya senang, yang ada Sudō


menjadi lebih marah.
“Cukup hentikan! Apa kau bahkan tidak bisa
bermain adil?”

“Berapa kali harus kubilang? Salah pasangan


perempuanmu yang bermain sangat buruk … Dasar tak
berguna …”

“Jangan Sudō-kun. Yang ada nanti berulang-ulang


lagi …”

Onodera yang tidak bisa bangun, menenangkan Sudō


saat dia jatuh tersungkur di tempat.

“Aku tahu itu tapi … ! Apa hal seperti ini


diperbolehkan!”

“Wasit memang mencurigainya. Tapi pernyataan


kuat Sudō juga menjadi penghalang, kau tahu itu ‘kan?”

Segera setelah pertandingan tenis selesai, daripada


mengincar kemenangan, jelas Hōsen mengubah arah
untuk membuat Sudō menderita.

Tujuannya adalah untuk menanamkan rasa takut,


bahkan membuat Onodera cedera dengan satu kesalahan.

“Pokoknya tenanglah dulu Sudō-kun …”

Selagi menderita rasa sakit, Onodera menegur


dengan kata-kata lembut namun tegas.

Tetap tidak dapat menahan amarah, Sudō melototi


Hōsen, tapi begitu melihat Onodera yang kesakitan, dia
ingat apa yang harus prioritaskan.
Dengan cepat, Onodera dirawat karena cedera
pergelangan kaki terkilir.

“Sayang sekali. Kalah di pertandingan tadi. Tapi


kalian punya satu pertandingan lagi untuk dilanjutkan. Di
pertandingan itu nanti mungkin akan jadi Neraka?”

Hōsen menguap dan memandang sekilas mereka


berdua, lalu memanggil rekan tim sesama siswa kelas 1.

“Bajingan itu … Dia sengaja kalah, untuk mengejek


kita di menit-menit akhir …”

Sudō melihat ke kaki kiri Onodera, berseru dengan


cemas.

“Apa kau tidak apa-apa?”

“Yah begitulah … Tapi menyedihkannya diriku.


Akibat menghindar karena takut pada bola, aku jadi
terjatuh menyakiti kakiku.”

Dia tertawa pada dirinya sendiri dan dengan ringan


mengetuk kakinya yang di-tapping.

“Yah tidak bisa dihindarkan. Dia sangat


menjengkelkan, tapi kemampuan motoriknya luar biasa.”

Sudō merasakan ketakutan dengan dropshot volley


yang ditembakkan dengan kekuatan tinggi dengan tubuh
yang luar biasa bagus. Kecuali jika pemain tenis atau
anggota klub olahraga yang berpengalaman, rasa takut
tidak akan bisa langsung dihilangkan.

“Kau tahu aku … Dulu sejak baru pertama kali masuk


ke sekolah sudah mengevaluasi tentangmu Sudō-kun …”
“Hah? Ada apa tiba-tiba … Sudahlah kau harus
patuh berhenti dan menerima perawatan.”

“Tidak masalah ‘kan. Menerima luka karena


kebetulan. Artinya punya waktu untuk menenangkan diri
…”

“Kau bernyali sekali ya … Tapi eh, kau dulu


mengevaluasi diriku ya?”

“Un … Sebagai orang nomor 1 yang tidak ingin


terlibat denganmu. Lagi pula kau sangat kasar sih …”

“Ugh …”

“Orang-orang menghinamu karena perilaku buruk


dan ketidakmampuanmu untuk belajar, tapi kau adalah
pendukung terbesar untuk orang-orang yang bekerja
keras saat ekskul. Sudō-kun memiliki keterampilan dan
melakukan banyak usaha ‘kan?”

“Kau.., jadi kau tahu ya …”

“Aku tahu. Saat pulang ekskul sampai larut, aku


kadang-kadang datang ke gimnasium. Melihat-lihat
sambil berpikir bahwa tidak ada yang tersisa.., ada Sudō-
kun selalu menyendiri sampai akhir untuk terus berlatih.
Membersihkan lapangan dengan benar, dan latihan
dengan serius.”

“Ke-kenapa kau melihat hal seperti itu … Jadi malu


…”
“Tapi───Bagaimana pun, Jika tetap seperti ini,
Sudō-kun tidak akan pernah benar-benar dihargai dengan
baik.”

“…. Hah?”

“Kau marah demi diriku. Bukannya aku tidak suka,


tapi kepribadianmu yang mudah marah itu tidak berubah
sama sekali. Kalau tetap seperti itu, suatu saat kau akan
mendapat masalah lebih dari sebelumnya …”

“… Itu …”

“Kebiasaan cepat marahmu, sudah seharusnya kau


hilangkan …”

“A.., aku tahu tapi …”

“Bahkan dalam sport, merasa kesal dan frustrasi bisa


membuat miss-play bukan?”

“Yah … Benar sih. Tingkat keberhasilan shoot


mungkin menurun drastis.”

“Aku juga sama. Saat kesal karena berusaha mati-


matian untuk menambah waktu renangku, tetapi entah
bagaimana malah berakhir lebih lambat dari biasanya..,
tidak banyak hal baik terjadi.”

“Jadi kau juga sama ya Onodera.”

“Ketikan aku kalah di pertandingan penting, aku


sangat kesal dan frustrasi sampai lupa mengganti
pakaianku, mengamuk di loker … dan melukai tanganku.
Pokoknya berat sekali setelah itu.”
Onodera menjulurkan sedikit lidah, seolah
bernostalgia dan malu dengan dirinya yang dulu.

“Yah, dengan marah-marah tak ada hal baik terjadi,


saat aku tahu itu aku kembali pada diriku sendiri lagi.”

“Bagaimana caramu mengatasi agar tidak marah?”

“Itu aku beri mantra oleh Senpai ku …”

“Ma-mantra?”

“Un … Aku juga akan memberitahu Sudō-kun.


Mantra yang dapat menahan amarah …”

“Gi, gimana?”

“Puncak amarah sebenarnya sangat singkat, cuma


beberapa detik doang. Jadi saat kau ingin teriak..,
berteriak lah dengan keras dalam hati, lalu ambil nafas
panjang dan mulai berhitung 1 sampai 10.”

“Dengan kata lain … Timing untuk bisa marah hanya


10 detik? Itu saja?”

“Iya … Aku rasa hal itu saja akan membuat


perbedaan. Kau harus mencobanya.”

“…. Begitu ya.”

Meski hanya setengah percaya, Sudō mengingatnya


dan mengukir hal ini di benaknya.

“Aku bekerja sama denganmu karena aku


mengevaluasi baik dirimu Sudō-kun. Jangan kecewakan
ekspektasiku itu ya …”
“Onodera …”

Setelah lukanya di beri perawatan, Onodera


memeriksa kondisinya, dia berdiri.

“Tidak apa-apa … Mau menangis atau tertawa pun


pertandingan akan diputuskan di 1 pertandingan ini. Jika
menyerah, kita kalah, tapi kalau berhasil mengambil
sikap dengan benar, kita menang.”

“───Ya.”

Set ke-3 dimulai. Hōsen tanpa henti terus mengincar


Onodera yang gerakannya terhambat karena cedera di
kaki kirinya.

Bahkan, meski bergerak dan menembakkan bola


terlalu jauh sampai dengan sendirinya melepaskan poin,
tidak ada gerakan untuk dia berhenti sama sekali.

Tim Sudō memimpin 3 (40) poin, berbanding 1 (15)


poin.

Sekali saja gagal, ini akan mengakhiri pertandingan


untuk Hōsen, tapi dia tetap kembali menembakkan bola
cepat lurus pada Onodera.

Kali ini, dia tidak bisa menghindar dan bola langsung


mengenai lengan kanan atasnya. Onodera pun meringkuk
kesakitan di tempat.

“Ini mah bukan pertandingan … Sialan───!”

Di saat kemarahannya memuncak, Sudō mengingat


mantra ajaib yang diajarkan Onodera sebelumnya. Sudō
memelototi Hōsen yang berulang kali memprovokasinya,
di dalam hati dia meneriakkan amarah itu.

10 detik untuk dia marah. Menahan hanya 10 detik.

Menghitung angka 1, 2, 3 dan menarik napas panjang


untuk menenangkan emosi.

8, 9, 10 … Cacian yang seharusnya ditujukan pada


Hōsen ditelan ke dalam tenggorokannya.

Rasa frustrasi memang belum hilang semua, namun


dia berhasil melihat situasi dengan tenang dan objektif.
Tatapan mata wasit yang mencurigainya. Pandangan
Onodera. Pertandingan yang harus dimenangkan. Waktu
yang tersisa. Jika Sudō menekan Hōsen lagi di sini, tentu
saja akan dihentikan.

“Onodera.., kau percaya dengan kekuatanku ‘kan?”

“… Tentu saja. Karena percaya.., aku bertanding


bersamamu ‘kan …”

Setelah mengatur pernapasan, Sudō melemparkan


bola ke udara dan melakukan servis terbaiknya hari itu.

Hōsen yang tidak punya waktu untuk dibuang-buang


lagi, melakukan return pada bola yang ditembakkan, dan
dari sanalah reli antara Sudō dan Hōsen dimulai.

Meski tidak mengambil 1 langkah pun, mereka


berdua terus membalas pukulan dengan keras.., lalu Sudō
yang tidak mengabaikan return memanjakan dadi
Hōsen.., melakukan smash ke area lapangan lawan.

“Oryaaaaaaaa …”
Menggenggam raketnya kuat-kuat, teriakan Sudō
menggema di seluruh gimnasium.

“Yay berhasil, berhasil!”

Terlepas dari keunggulan yang luar biasa, Hōsen


kalah meremehkan lawannya.., membuat dia sangat kesal
dan membanting raketnya sampai patah jadi dua.

“Kita menang Onodera! Ini berkatmu … !”

Sudō dengan penuh semangat bergegas menghampiri


Onodera, lalu merangkulnya untuk membagikan
kegembiraan.

“Aa.., aa, apa, aa!?”

Untuk sesaat, Onodera panik tak mengerti apa yang


terjadi.

“Tungg-, sakit, sakit Sudō-kun!”

Dirangkul dengan lengan yang kuat, Onodera


bersuara kesakitan, setelah mendengar hal itu Sudō
mendapatkan kembali ketenangannya.

“Ma-.., maaf, maaf!”

Selain meraih kemenangan, mungkin merasa sangat


gembira karena mampu menahan amarah, Sudō membuat
senyuman terlebar hari ini.

“Selamat atas memenangkan semua pertandingan,


Sudō-kun …”

“Ouu … Terima kasih Onodera, tanpa kekuatanmu..,


pertandingan ini pasti kalah …”
“Itu tidak benar. Malah aku jadi penghalang untukmu
…”

“Bukan tentang cederamu, tapi saat kau terluka dan


aku kehilangan kesabaranku, aku pikir aku kalah sekali.
Dan yang menyadarkanku itu kau …”

“Aku mengerti … Kalau begitu kita ini pasangan


yang bagus dong …”

“Ouu … Sangat kompak dan bisa diandalkan. Benar-


benar luar biasa Onodera … Ah.., Kuharap Suzune
melihat kemenanganku barusan …”

Karena ada lebih banyak tamu dan siswa, Sudō tidak


dapat segera menemukan Horikita.

“Suzune … kah …”

“Hah? Di mana? Di mana dia?”

“Ah.., tidak, maaf salah orang …”

“Sial … Yah mungkin dia ada di luar lapangan …”


“Nanti pulang ekskul, kita makan bareng yuk!”

“Eh? Aah, aku tidak keberatan. Tapi yang terpenting


tolong bantu aku mencari Suzune … Di mana ya Suzune
…”

“Hahaha …, enggak mau …”

“Oi Sudō. Jangan besar kepala cuma menang di


permainan macam ini ya … Kau pasti kalah kalau aku
serius, kau mengerti itu ‘kan?”

Terlepas dari kenyataan bahwa pertandingan telah


berakhir, Hōsen mendekat dengan ekspresi tidak
menerima hal tersebut di wajahnya.

“Setelah ini aku akan bermain denganmu di


belakang, ayo sini …”

“Tunggu, kau───”

Sudō dengan tenang menghentikan Onodera yang


mencoba menghadapi Hōsen.

“Aku pernah ada masalah dengan orang ini


sebelumnya. Yah., bagaimana pun terlibat dengannya
adalah suatu yang tak terhindarkan.”

“Ta-tapi!”

Sudō tertawa pada Onodera yang mencoba


melindunginya dari masalah.

Lalu dia menoleh ke Hōsen.

“Maaf saja, aku sedang tidak ingin menanggapi


provokasimu …”
“Hah? Ingin kek, tidak ingin kek, mana ada kayak
gitu. Mulai sekarang kau akan jadi karung tinjuku …”

“Karena itu aku tidak akan melakukannya …”

Saat Sudō hendak menolak pergi, di situasi tidak


sempat melihat ke belakang, Hōsen menekan bahu ke
arahnya dan menghantamkan kepalan tangan kanan ke
perutnya, Sudō pun jatuh berlutut karena pukulan kuat
Hōsen.

“Sudō-kun!”

Tetapi, Sudō perlahan-lahan berdiri dan menahan


Onodera dengan tangannya.

Guru bergegas menghampiri dia, tetapi Sudō


menjawab Hōsen tidak melakukan apa-apa, membuat
guru itu mundur.

“Aww, menyakitkan banget … Aku sudah tahu kau


sangat kuat dalam berkelahi … Saat itu aku yang salah
jadi aku tidak akan mengeluhkannya. Tapi.., kalau kau
mau berkelahi lagi lebih dari ini, aku akan membuat guru
terlibat!”

“Menyedihkan sekali ya haaah? Kau yang


sebelumnya suka menerjang bahkan masih lebih baik …”

“Yah mungkin … Ayo kita pergi, Onodera.”

“I.., iya.”

“Sungguh orang membosankan. Jangan pernah


terlibat lagi denganku …”
Sudō malah merasa lega setelah mendengar kata
‘jangan pernah terlibat lagi’.

Jika dia tidak asal menerjang, masalah tidak akan


melebar lebih jauh.

Dengan tidak membiarkan amarah


mengendalikannya, Sudō belajar keadaan akan berubah
jauh lebih baik.

“Aku harus berterima kasih pada Hōsen. Melihat dia


terbawa emosi melakukan hal itu, membuatku sadar
betapa menyedihkannya aku ini … Tak bisa kukatakan
dengan baik tapi … Saat melakukan cara yang kau
ajarkan, seperti ada sesuatu yang jatuh menimpaku.
Berpikir, ‘selama ini, apa sih yang membuatku marah’.
Apa roh jahat sudah hilang dalam diriku kah …”

Sudō sangat bersyukur atas meraih 10 kemenangan


berturut-turut.., dan rasa syukurnya itu sama besarnya
dengan rasa terima kasih kepada Onodera di festival
olahraga ini.
Bab 6
Tamu

Sekitar jam 11 siang, dari jendela yang tertutup, aku


samar-samar mendengar sorak-sorai di luar … Festival
olahraga sepertinya sangat meriah.

Tidak semua berjalan lancar, tapi kelas tetap


mengusahakan untuk meraih kemenangan.

Mereka bisa berkompetisi melawan seluruh Kelas


lain di sekolah.

Karena dapat memutuskan begitu, aku memilih


untuk absen dari festival olahraga.

Semua pengaturan sudah diatur, sisanya tinggal


menyerahkan semua pada Ketua Dewan Sakayanagi.

Aku tidak selalu memberinya kepercayaan penuh


hanya karena dia Ketua Dewan.

Jika Ketua Dewan berkhianat, mustahil untuk tetap


tinggal di sekolah ini, jadi akan mudah untuk membagi
keputusan yang jelas.

Yang tersisa hanya bagaimana pertandingan dan


hasil seperti apa yang akan didapat siswa Kelas 2 di
festival olahraga.

Di tengah hal itu, apa yang terjadi dengan


ketidakhadiran Sakayanagi yang sangat mempengaruhi
hasil?
Aku melihat pintu depan sekali.

Memang aku bergerak menggunakan strategi


mengunci diri ….Tapi jika begitu hasilnya akan lama
untuk terlihat.

Ada berbagai hal yang ingin kuketahui, termasuk


situasi festival olahraga tapi kurasa tak ada pilihan selain
menunggu.

Baiklah, sudah saatnya aku mempersiapkan makan


siang. Di saat aku berpikir begitu, bel kamarku akhirnya
berbunyi.

Jadi.., apa pengunjung ini adalah keberadaan yang


harus disambut dengan baik atau tidak?

Khusus untuk ini tidak akan tahu bila tidak


menanggapi pengunjung tersebut.

“Selamat siang, Ayanokōji-kun.”

Mungkin dia mengantisipasi kewaspadaanku.., aku


mendengar suara seperti itu saat menjaga jarak dan
melihat situasi dari pintu depan.

Kewaspadaan kukendurkan, lalu aku membuka pintu


depan.

Aku mencoba membayangkan berbagai situasi, tapi


begitu orang suruhan Ayahku memasuki asrama, di saat
itu aku seperti sudah kalah.

Satu-satunya orang dibalik pintu adalah Sakayanagi


dengan pakaian kasual.., sambil tersenyum dia
menatapku.
“Jika tidak keberatan, apa boleh aku datang
berkunjung? Meskipun meninggalkan asrama itu
dilarang.., agak bermasalah datang ke kamar laki-laki
selama festival olahraga …”

“Lebih bermasalah lagi kalau kau masuk ke dalam


…”

Berkata begitu, aku memutuskan untuk menyambut


Sakayanagi tanpa mengusirnya pergi.

“Permisi …”

Sakayanagi yang difabel melepas sepatu dengan


gerakan lambat lalu berjalan masuk ke dalam ruangan.

“Oh ya, ini pertama kalinya Sakayanagi datang


berkunjung ke kamarku ‘kan …”

“Yah aku tidak bilang untuk datang berkunjung


seperti biasa ‘kan … Apa kau sudah makan siang?”

“Aku sedang mau mempersiapkannya …”

“Begitukah … Itu bagus. Ini, ada bingkisan.”

Mengatakan itu, dia menyerahkan ‘kantong plastik


kecil padaku.

“Aku membelinya di mini market pagi ini.


Tampaknya ini produk baru, jadi aku ingin memakannya
bersamamu.”

Saat mengintip ke dalam ‘kantong plastik dari atas,


aku melihat dua Mont Blanc cake kecil.
Untuk menemani Mont Blanc, sepertinya bagus bila
menyeduh kopi.

“Duduk di tempat tidur lebih baik daripada di lantai


‘kan? Silakan duduk sesukamu.”

“Terima kasih atas perhatianmu …”

Setelah Sakayanagi duduk di tempat tidur, aku


melangkah ke dapur, memutar keran dan mulai
menuangkan air ke dalam teko.

“Kelihatannya kau tidak datang berkunjung dengan


tiba-tiba ya …”

Aku mengatakan hal ini dengan ekspresi tak peduli


di wajahku, tapi di belakang Sakayanagi tertawa kecil
seakan ada yang lucu.

“Di keadaan biasa, tidak ada yang tahu siapa yang


ada di dalam kamar asrama. Tidak ada yang menduga aku
pemimpin Kelas A mengunjungi kamar Ayanokōji-kun
sendirian ‘kan …”

Entah siapa pun itu.., dia pasti akan terkejut melihat


Sakayanagi.

Itu sebabnya di keadaan biasa, Sakayanagi tidak


melakukan kontak denganku di asrama.

Tidak, sampai hari ini.

“Sungguh Ayanokōji-kun orang yang jahat ya … Ini


merupakan strategi Ayanokōji-kun bukan?”

“Strategi? Apa maksudmu?”


“Fufu. Tidak perlu melakukan drama begitu.
Ayanokōji-kun hampir 100% percaya aku akan datang
kemari hari ini … Tidak, maaf aku ralat. Kau 100%
percaya ‘kan?”

Bagi Sakayanagi, tanpa perlu memikirkannya,


sepertinya dia tahu kalau ini adalah jebakan.

“Di festival olahraga, kami Kelas A yang jumlah


siswanya sedikit, memiliki kelemahan di garis start.
Terlebih.., meski ada siswa yang bisa diandalkan seperti
Kitō-kun dan Hashimoto-kun, tetap tidak bisa mencapai
rata-rata Kelas Horikita-san. Bila begitu, untuk menang,
perlu untuk menentukan siapa yang akan mengikuti di
acara lomba mana, mengidentifikasi siapa lawan kuat
yang berpartisipasi dan mengatur semua jadwal dalam
hitungan detik.”

Saat teko dinyalakan, kupanaskan air perlahan-


lahan.

Kemudian keluarkan toples berisi bubuk kopi dalam


lemari, lalu aku menyiapkan cangkir dan saringan.

“Tanpa berpartisipasinya aku, entah bagaimana


situasi mereka akan runtuh.”

“Sama seperti biasa kau mengevaluasi tinggi dirimu


ya …”

“Agar Kelas lain dapat menang melawan Kelas A..,


membuatku tidak berpartisipasi dalam festival olahraga
adalah yang terbaik.”
Festival olahraga harus berjalan sesuai dengan jadwal
yang benar. Dengan adanya Sakayanagi, mengatur dan
menempatkan siswa di posisi yang tepat dapat dilakukan
di dalam pikirannya.

Selain itu, ada poin kuat lain di mana mereka


menyesuaikan peserta kompetisi dengan siswa dari kelas
tahun ajaran lain.

“Semalam aku diberitahu Ayah perihal Ayanokōji-


kun yang meminta absen. Dia mengatakan akan
menempatkan bodyguard di area sekitar asrama untuk
mencegah kontak dengan siapa pun dari Whiteroom yang
menyamar sebagai tamu.”

“Aku memang meminta Ketua Dewan Sakayanagi


untuk membuatku tidak berpartisipasi pada festival
olahraga, tapi aku tidak mengira dia akan
memberitahukan hal itu kepada putrinya …”

“Kau bercanda. Yang menginstruksikan untuk


memberitahu hal tersebut padaku adalah Ayanokōji-kun
‘kan?”

Strategiku tentu saja di sadari olehnya kah …

Tidak peduli meski dia adalah Ayah dari putrinya


sendiri, Ketua Dewan Sakayanagi tidak akan pernah
melakukan hal seperti mencampurkan urusan umum dan
kehidupan pribadinya.

Oleh karena itu, aku meminta Ketua Dewan


Sakayanagi untuk dia beritahu sendiri situasiku
sebenarnya.
Meminta untuk sekali menjelaskan kepada
Sakayanagi yang mungkin akan absen di festival olahraga
karena alasan fisik.., jangan sampai dia terseret masalah
aku dengan orang dari Whiteroom.

Sakayanagi mungkin memiliki keinginan untuk


berpartisipasi sebagai pemimpin Kelas A, namun aku
tidak berpikir Ketua Dewan tahu akan hal itu.

Namun, ada bagian yang tidak sepenuhnya dipahami


oleh Ketua Dewan Sakayanagi.

Yaitu insting dan rasa ingin tahu Sakayanagi yang


tidak mudah ditekan.

Selain itu, bila aku absen, tak mengherankan kalau


dia akan menganggap hal ini sebagai kesempatan yang
bagus untuk berbicara perlahan denganku tanpa ada
gangguan.

Bahkan pada kenyataannya, dia muncul di


kamarku.., ke tempat paling berbahaya tanpa rasa takut.

“Memilih datang di siang hari, itu untuk membuatku


merasa gelisah kah?”

“Aku sedikit ingin jahil saja. Membuatmu berpikir


kalau aku mengabaikan strategimu dan sedang
berpartisipasi dalam festival olahraga.”

“Jadi begitu kah …”

“Omong-omong, semua orang kecuali aku dan


Ayanokōji-kun, hadir hari ini.”
Dengan jaringan informasi yang dimiliki Sakayanagi,
tampaknya seseorang telah memeriksa para peserta di
setiap kelas dan melaporkan detailnya melalui ponsel
sebelum festival olahraga resmi dimulai. Sepertinya dia
tidak lalai dengan bagian itu juga.

“Aku sedikit jahil padamu, tapi sebenarnya aku


berencana datang berkunjung sedikit lebih cepat.”

Kata Sakayanagi. Lalu tepat setelah itu, suara


dengingan terdengar menandakan air di teko baru saja
mendidih.

“Baru saja aku turun ke lobi memeriksa situasi di


luar.”

Di depan umum aku diperlakukan sebagai orang sakit


yang tidak boleh keluar kamar.

Di sisi lain, Sakayanagi tidak bisa pergi


meninggalkan asrama, namun dia tidak absen karena
sakit.

Jika mendapat peringatan tidak boleh keluar, itu


tidak bertentangan dengan alasan mengapa dia absen.

“Jadi bagaimana keadaan di lantai 1?”

“Ada 3 orang yang terlihat seperti bodyguard. Hal ini


bukan sesuatu yang aneh karena bodyguard tidak hanya
di tempatkan pada asrama ini, namun di seluruh area
sekolah.”
Sementara tujuannya termasuk untuk melindungiku,
bodyguard ada hanya untuk melindungi pejabat
pemerintah.

“Yang menjadi MVP di festival olahraga ini bukan


Horikita-san yang mengusulkan untuk bekerja sama
dengan Ryūen-kun, atau Ryūen-kun yang menerima
usulannya. Melainkan Ayanokōji-kun yang memiliki
otoritas untuk membuatku absen dengan metode pasti.
Hanya dengan itu.., pemenang dan pecundang
diputuskan. Sungguh hebat …”

“Masih tidak di ketahui bagaimana hal ini akan


berakhir ‘kan?”

“Benar memang, mungkin hasil yang tak terduga bisa


terjadi, namun aku tidak mengharapkan hal itu terjadi.
Sekarang, Kelas A sedang bertarung secara langsung
dengan kelas Horikita-san, juga melawan kelas Ryūen
yang memainkan setiap trik yang bisa dipikirkannya.
Bahkan jika memiliki anggota badan yang sangat baik,
selama tidak ada kepala.., tetap tidak akan bisa
melakukan apa pun. Itulah kelas yang kubangun.”

Aku bisa mengatakan hal yang sama.., akan ada


masalah di beberapa bagian bila Ketua nya terlalu kuat.

Semua masalah diselesaikan oleh pemimpin.., yang


mana itu berarti sama saja masalah tidak dapat
diselesaikan tanpa adanya pemimpin.
“Yah tidak apa-apa … Dengan membayar 150 poin
kelas, aku bisa menikmati waktuku bersama Ayanokōji-
kun.”

Dia.., seakan tidak peduli dengan kerugian yang


menimpa Kelas A.

“Kau sepertinya tidak khawatir kehilangan poin


kelas ya …”

“Sistem sekolah ini cuma perpanjangan dari


permainanku aja. Selama status Kelas A dapat
dipertahankan sampai tingkat tertentu, tak akan ada
masalah.”

Karena ini adalah kesempatan yang bagus, aku


mengeluarkan Mont Blanc dari bungkusnya,
memindahkannya ke piring, lalu meletakkan keduanya di
atas meja. Kemudian, dari teko air panas kutuangkan ke
saringan dengan bubuk kopi.

“Kau sudah terbiasa ya …”

“Cuma begini aja. Bukan suatu hal yang besar.”

“Apa bagi Ayanokōji-kun mempersiapkan semua ini


satu persatu itu hal yang menyenangkan ya?”

Sakayanagi tahu ini adalah sesuatu yang tidak akan


pernah kulakukan di Whiteroom.

“Sama dengan yang kulakukan disekolah juga. Aku


hanya ingin melakukan sesuatu yang biasa-biasa saja.”

Meski begitu, aku tertarik dengan perkataan


Sakayanagi barusan.
“Jadi kau masih punya niatan untuk bertahan di
Kelas A ya … Apakah itu kebanggaanmu Sakayanagi?”

Bertanya tentang hal itu sambil meletakkan susu dan


gula di atas meja.

“Pada awalnya aku tidak terpaku dengan kelas A.


Namun saat tahu Ayanokōji-kun ada disekolah ini, niatku
berubah. Saat Ayanokōji-kun memimpin Kelas dan naik
ke Kelas B, aku mungkin bisa bertarung dengan serius.”

Secara sederhana, dia menunggu di atas takhtanya


kah …

“Di Kelas 1 semester 1, Kelas D menghabiskan semua


poin kelas. Tetapi, pada titik tertentu mereka mulai
meningkatkan poin kelas sampai akhirnya ke Kelas B.
Alasan untuk itu tentu saja, karena keberadaan
Ayanokōji-kun yang bergerak di belakang layar.”

Dia berbicara begitu antusias dan bergembira seolah-


olah dia sedang membanggakan tentang dirinya sendiri.

Mengambil piring di meja, Sakayanagi menempatkan


Mont Blanc di pangkuannya.
“Mari kita makan bareng Ayanokōji-kun.”

Dia mendesakku untuk duduk di sampingnya.., aku


pun duduk di tempat tidur tanpa menolak ajakan tersebut.

Kemudian, tanpa tahu apa yang dipikirkan, dia


menusukkan garpu ke Mont Blanc cake dan
menyodorkannya padaku.

“Silakan …”
“… Maksudnya silakan?”

“Apa kau tidak paham dengan melihatnya? Ayo di


makan …”

“Tidak.., melihatnya pun aku masih tidak paham …”

“Tidak masalah bukan? Saat ini hanya ada aku dan


Ayanokōji-kun, tidak ada orang lain yang akan
mengganggu kita.”

Aku berpikir apakah ada sesuatu di baliknya, tetapi


tampak bukan itu masalahnya.

Ketika dia memasukkan garpu ke dalam mulutku,


aroma manis menyebar.

Yang mengejutkan ini adalah pertama kalinya aku


makan Mont Blanc.

“Apa enak?”

Jujur saja, aku tidak terlalu suka rasanya.

Secara pribadi, kupikir shortcake biasa terasa lebih


enak.

Tapi aku tidak ingin bersikap semena-mena terhadap


makanan pemberian seseorang.

“Ya …”

Saat kubilang bahwa rasanya enak, Sakayanagi


tersenyum lembut.

“Kalau begitu aku akan memakannya juga.”


Sakayanagi melahap kue bagiannya itu tanpa peduli
garpu yang dipakai adalah bekas garpu yang kupakai
makan sebelumnya.

“Memang tidak sebagus yang ada kafe, tapi lumayan


untuk ukuran kue yang ada di minimarket.”

Dia mengangguk puas lalu menyodorkan garpunya


lagi padaku.

Karena dua orang makan satu kue bersama, Mont


Blanc pertama di piring habis dengan mudah.
“Lain kali aku akan membawakanmu kue lagi …”

“Eh?”

“Sebab rasa kuenya tidak terlalu cocok dengan mulut


Ayanokōji-kun.”

“… Kupikir aku menanggapi kalau kue itu enak.”

“Begini-begini aku sangat bangga dengan


pengamatanku yang tajam. Apalagi kalau itu tentang
Ayanokōji-kun.”

Tak kusangka dia mampu mengetahui aku tidak


terlalu suka rasa kue itu.

“Padahal kau tidak pernah menunjukkan celah


ketika beradu pikiran, tetapi secara mengejutkan sulit
untukmu menyembunyikan hal-hal tentang kehidupan
pribadi seperti ini ya …”

“Yah mungkin karena aku tidak terbiasa …”


“Fufu … Hal semacam itu memberimu kesan populer
loh …”

Setelah membuat tanggapan yang aku tidak tahu


apakah dia serius atau bercanda, Sakayanagi
melanjutkan.

“Tolong biarkan aku membalasnya. Bila menemukan


kue yang enak, aku akan membawanya.”

“Yah kuharap ada lagi saat di mana kita bisa


menghindari mata publik seperti ini.”

Terlepas dari hari biasa dan hari libur, hampir tidak


mungkin tersebut terjadi kecuali semua orang pergi keluar
dari asrama.

Bisa saja di waktu pagi atau tengah malam, tapi itu


juga akan menimbulkan masalah.

“Tetapi yang aneh adalah tentang Ayanokōji-kun


yang berubah pikiran. Tidak hanya terkadang membantu
mereka Di tengah kehidupan sekolah yang sudah kau
nanti-nanti.., mengapa kau kini mengincar ke Kelas A
dengan serius?”

“Ternyata ada sesuatu yang kau tahu ya …”

“Aku ini bukan Dewa … Selain itu, karena


mengetahui situasi Ayanokōji-kun, ada bagian dari
pemikiran Ayanokōji-kun yang tidak kumengerti dan
pahami. Bisakah kau memberitahuku?”
Seorang jenius yang didorong oleh semangat mencari
tahu sesuatu yang tidak diketahui.., menginginkan
jawaban.

Alasan utama mengapa Sakayanagi tidak tertarik


dengan klasifikasi Kelas A dan D adalah karena dia tidak
akan mendapat keuntungan apa-apa dari hal itu setelah
lulus.

Selain memiliki bakat akademis, Sakayanagi yang


juga merupakan putri Ketua Dewan Sekolah.., dapat
menggapai hampir semua hal.

Karena tidak membutuhkan hak istimewa Kelas A,


dia tidak terobsesi dengannya.

Hal yang sama juga bisa dikatakan untukku yang


sudah pasti kembali ke Whiteroom setelah lulus.

Meski arah yang ditempuh berbeda, dia tahu betul


bahwa hak istimewa Kelas A tidak berarti apa-apa.

“Ini mungkin terlihat aneh …”

“Bukan karena ingin bersenang-senang dengan


menghabiskan banyak poin pribadi seperti Kōenji-kun
‘kan?”

“Yah dia memang berada di posisi yang sama dengan


kita sih …”

Dia tipe pria yang memanfaatkan kekuatan orang tua


dan bakatnya sendiri.
Kōenji yang semacam itu, atas kemauannya sesekali
dia berkontribusi pada kelas untuk mendapatkan poin
kelas.

“Karena masuk ke dalam jebakan yang terlihat jelas


ini … Setidaknya Sakayanagi memiliki hak mendengar
alasan tentang mengapa aku berkontribusi untuk
Kelasku.”

Jika menerima risiko kehilangan 150 poin dan tidak


mendapatkan apa-apa, tidak ada jalan mengarah pada
apa pun di masa depan. Tetapi, dengan memberi umpan
di sini.., akan meninggalkan kemungkinan strategi yang
sama bisa digunakan kembali.

“Jika kau menjawab pertanyaanku, saat hal yang


sama terjadi lagi, aku akan datang kembali ke sini.”

“Jangan mengatakan apa yang ada di pikiranku


sekarang …”

“Fufufu …”

“Pada dasarnya sama dengan apa yang kau lakukan


Sakayanagi … Seperti kau yang mencoba menjawab arti
jenius dengan mengalahkanku. Aku mencoba
membuktikan dengan caraku sendiri bahwa pendidikan di
Whiteroom tidaklah sempurna.”
Rasa terkejut.., aku tidak merasakan emosi itu dari
Sakayanagi. Ini adalah bukti dia telah mengasumsikan hal
itu, meskipun dia tidak memiliki bukti.
“Ayanokōji-kun mencoba membuat kelas terkuat
dengan tangannya sendiri.., begitukan maksudnya?”

Mengangguk mengiyakan, Sakayanagi meletakkan


jari telunjuk di bibir, memikirkan maksud sebenarnya.

“Bukan aku tidak pernah memikirkannya … Tapi


hanya saja tetap menyisakan pertanyakan …”

“Yah mungkin …”

“Di festival olahraga kali ini. Terlepas dari


situasinya, Ayanokōji-kun dapat memaksa untuk
berpartisipasi. Dengan memberikan instruksi secara
langsung di lapangan dapat membuat tingkat
kemenangan kelasmu menjadi lebih tinggi dan solid lagi?
Ayanokōji-kun juga tidak mencemaskan keikutsertaan
diriku bukan?”

“Aku menjalani festival olahraga ini dengan fondasi


satu tema.”

“Ini pembicaraan yang sangat menarik. Apa temanya


ya?”

“Temanya [Menunggu]. Tanpa ada campur tanganku


di festival olahraga, aku memutuskan ini adalah
kesempatan bagus untuk melihat seberapa baik siswa
selain aku bisa bertarung di festival olahraga. Absennya
dirimu adalah konsekuensi dari hal tersebut.”

“Dengan menunggu, aku hanya datang menemui


Ayanokōji-kun, tanpa melakukan apa pun secara
langsung terhadap festival olahraga kah … Aku mengerti
…”

Begitu kuberitahukan, Sakayanagi sampai pada


kesimpulan selangkah di depan.

“Dengan kata lain───”

Dari depannya, aku dengan lembut mendorong


Sakayanagi yang mencoba mengatakannya.

Tidak.., mendorongnya bukan sesuatu hal yang harus


dilebih-lebihkan.

Aku dengan perlahan meraih kedua bahu dia dan


mendorongnya ke belakang, lalu Sakayanagi yang tidak
berdaya jatuh ke belakang tanpa bisa menahannya.

Suara denyitan besi dari tempat tidurku sedikit


terdengar.

Bahkan Sakayanagi yang bangga akan


kejeniusannya, tidak akan memikirkan tindakan ini sama
sekali.

Aku memandang rendah Sakayanagi sebelum


pemahamannya mencapaiku.

“A.., ano …”

Sakayanagi yang selalu bersikap kuat dan tenang


belum mampu mengikuti perubahan situasi ini.

“Aku menjalani kehidupan sekolah di bawah


rencanaku sendiri. Kau yang datang kesini sekarang..,
kau yang menunjukkan ketertarikan pada rencanaku dan
sampai pada jawaban.., juga adanya rute itu …”

Sakayanagi yang tidak pernah dipandang rendah oleh


laki-laki, menelan ludah untuk menahan resah dan
kegugupannya.

(Kata dipandang rendah di sini ada 2 arti secara


harfiah sesuai dengan Ilustrasi dan yang lainnya cuma
istilah. Kebetulan kata tersebut dipakai di kondisi yang
sama.)

“Jika kau memberitahu pembicaraan ini kepada


orang lain.., rencanaku bisa gagal.”

“Kau pikir … Aku akan mengungkapkan


pembicaraan barusan kah?”

“Untuk sekarang kemungkinannya tidaklah 0 bukan?


Jika diancam untuk bertanding denganmu agar tidak
disebar, aku tidak punya pilihan selain menerimanya …”
“Jadi begitu … Yah.., itu memang benar. Tetapi..,
bila pembicaraan semacam melakukan pemerasan untuk
bertanding denganmu itu ada … Bukankah lebih baik
sekalian saja menyebarluaskan informasi tentang
Whiteroom?”
“Tidak, tidak efektif. Bahkan jika keberadaan
institusi semacam itu diketahui oleh umum, itu bukanlah
sesuatu yang bisa dipahami orang lain. Dan secara pribadi
aku tidak ingin mengambil risiko.”

Ayanokōji tumbuh besar di sebuah institusi


pendidikan bernama Whiteroom.

Kebanyakan orang hanya memiringkan kepala saat


mendengar sesuatu seperti itu. Mencari Whiteroom di
internet pun, tak akan mendapat apa-apa …

Gugatan Sakayanagi mungkin menyebabkan sedikit


kekacauan, tapi tentu saja aku tidak akan melakukan apa
pun.

“Namun rencana yang ingin kucoba lakukan ini,


belum sampai tahap diketahui secara umum. Dan hal itu
sudah cukup untuk memerasku.”

Saat sedikit lebih mendekat ke Sakayanagi,


kombinasi pantulan cahaya langit-langit menciptakan
bayangan pekat.

“Jadi itu berarti aku mengetahuinya secara


kebetulan ya … Terus bagaimana?”
“Rahasia dengan rahasia. Ancaman dengan
ancaman. Saat ini hanya kau dan aku yang ada di asrama
ini. Yang mana berarti bila sesuatu terjadi di sini, tidak
akan ada orang yang menolongmu. Kau berteriak keras
pun, suara hanya mencapai koridor saja …”

“Jangan bilang kau akan melakukan tindak kriminal


demi melindungi rencanamu itu?”

“Tindakan kriminal? Aku dan kau hanya melakukan


kesepakatan untuk berbagi rahasia bersama.”

Kuambil ponsel, lalu mengoperasikan kamera.

“Satu-satunya cara untukmu bisa menolaknya adalah


keluar dari sini sendiri.”

Dia difabel … Tidak, meskipun tidak ada masalah


dengan kedua kakinya, tetap tidak ‘kan ada jalan keluar
bagi Sakayanagi.

Lalu bagaimana dirimu menanggapi situasi putus asa


ini.

“───Melawanku, apa kau pikir bisa menang?”

“Menang?”

“Maksudku … Dengan asumsi semuanya berjalan


seperti yang diharapkan Ayanokōji-kun.., bisakah kau
benar-benar mendapat keunggulan?”

“Maaf saja.., tapi kau tidak punya kesempatan.”

“Perbedaan kecil dalam pengalaman, dapat di susul


dengan satu metode pembelajaran. Sebaliknya yang ada
malah kau akan tahu kalau caramu belajar itu yang buruk
…”

Bahkan dalam situasi yang sulit, Sakayanagi terus


berpikir setenang mungkin.

Aku yakin dia pasti sedang gelisah.., tapi tetap saja,


sangat mengesankan dia mampu mengendalikannya
dengan baik.

Melemparkan ponsel ke tempat tidur, dengan


perlahan aku menggerakkan tanganku mendekat pada
Sakayanagi.

Bahunya kuraih, lalu bergerak sampai ke area


belakang lehernya.

Walau begitu, Sakayanagi hanya membuang muka.

“Mari kita mulai bimbingan kelas khususnya …”

Sakayanagi tersenyum kecut, perlahan-lahan


menutup mata tanpa perlawanan.
*6.1

“Kau sungguh orang yang jahat ya Ayanokōji-kun


…”

“Mungkin …”

Sekitar satu jam telah berlalu sejak Sakayanagi


datang ke kamarku.

“Dengan ini ada rahasia antara aku dan Ayanokōji-


kun yang tidak bisa kukatakan pada siapa pun.”

“Itu pernyataan yang akan membuat orang salah


paham …”

“Yang duluan memulai buat orang salah paham ‘kan


Ayanokōji-kun?”

“Iya sih …”

“Yah meski begitu, ini pertama kalinya aku berada di


tempat tidur laki-laki!”

“Karena cuma 10 detik, jadi seperti tidak dihitung


‘kan?”

“Kau sepertinya menganggap remeh sesuatu yang


akan di kenang seorang gadis ya …”

Selagi menunjukkan layar ponselku pada Sakayanagi,


aku memilih-milih yang perlu dihapus.

Di tengah melakukan hal itu, mungkin karena


menggeser slide-nya terlalu jauh.., muncul foto Kei.
Itu adalah foto 2 orang yang diambil di Keyaki Mall

“Tampaknya hubunganmu dengan Karuizawa Kei-


san berjalan dengan baik ya …”

“Ya.., begitulah.”

Melihat foto Kei yang tersenyum bahagia,


Sakayanagi melanjutkan.

“Aku sempat berpikir Ayanokōji-kun terpesona


dengan penampilan, suara atau kepribadiannya …
Normalnya memang akan berpikir begitu.., tapi ada
beberapa hal yang tidak masuk akal.”

Setelah itu Sakayanagi menatapku dengan tatapan


tajam, seperti seakan dia sedang bertarung melawanku.

(Tatapan tajam yang dimaksud Kiyo itu tatapan


Sakayanagi di ujian khusus kenaikan Kelas di vol 11 1st
year.)

“Aku menyelidiki tentang dia sebanyak yang kubisa.


Dari caranya menghabiskan waktu sepulang sekolah
sampai di hari liburnya. Dan sekarang dia berada di
situasi dapat dengan mudah mengikuti Ayanokōji-kun.”

Yah karena tahu selama 3 tahun akan diawasi, tak


perlu untuk pusing-pusing memikirkannya.

Sulit untuk membedakan yang mana mata-mata


Sakayanagi dan mana yang bukan.
Bahkan Hashimoto yang sebelumnya pernah
membuntutiku.., atau siapa pun dalam hal ini, tidak dapat
diidentifikasi.

“Aku tidak tahu kebenaran tentang mengapa


Ayanokōji-kun milih berpacaran dengan dia.., tapi ada
sesuatu yang kutahu … Tindakan di mana dia
mengarahkan kepercayaan dan cinta-nya yang kuat itu..,
bisa dibilang sebuah delusi. Aku menyimpulkan tak jauh-
jauh, kau menggunakan dia untuk ber-eksperimen atau
mencoba untuk menyelamatkannya.”

Aku tidak ingat memberikan dia informasi


tambahan. Dan kurasa dia juga tidak memiliki banyak
informasi tentang Kei sebanyak Ryūen … Dalam hal ini,
dia hebat bisa membuat kesimpulan yang mendekati
kebenaran.

“Ini ada kaitannya dengan bimbingan kelas khusus


yang kau berikan padaku bukan?”

“Aku mulai lelah memberikanmu pujian.., jadi ya itu


benar.”

Di bagian yang berbeda dengan Kei, aku dan


Sakayanagi dapat saling memahami tanpa harus bertukar
kata-kata.

Pinnponn~ Terdengar suara bel pintu yang terasa


seakan tak ada keraguan saat membunyikannya.

Sekitar jam 12 lewat 30 menit adalah jam para siswa


selesai makan siang.
Seorang pengunjung tiba-tiba muncul di asrama di
mana seharusnya tidak ada seorang pun.

Aku dan Sakayanagi saling bertatapan.., lalu kami


menatap pintu depan secara bersamaan.

Seharusnya ada tiga bodyguard yang sedang berjaga


di lobi.., tapi ini berarti dia menerobos masuk dengan
paksa kah …

Tidak.., bahkan meski dia memiliki keterampilan


bertarung yang sangat hebat sampai mampu menghadapi
kumpulan bodyguard bersenjata.., masalah tidak akan
berhenti di sana.

Setidaknya kami tahu dia telah menerobos masuk


area asrama tanpa menyembunyikan bel sekali pun.

Sekali lagi bel berbunyi.

Dengan anggapan aku absen dan sedang berada di


kamar, ini akan menjadi hal yang mencurigakan bila tetap
mengabaikannya lebih lama lagi.

Kemungkinannya kecil, tapi bisa jadi dia adalah


orang dari pihak sekolah.

“Siapa ya?”

Aku tidak bergerak dari posisiku di tempat tidur dan


memanggil si pengunjung itu dari sana.

“Tetap di sana, dengarkan saja …”

Kata pria itu, dari balik pintu yang tahu aku tidak
beranjak dari posisiku sekarang.
Suaranya terdengar masih muda. Bukan orang
dewasa, tapi seumuran.

“Suaramu tidak asing …”

Tapi, sosoknya tidak muncul dalam pikiranku.

Aku tidak tahu suara siapa itu, kurasa dia bukan


seorang siswa sekolah ini, namun aku ingat suaranya
dengan jelas.

Tentu saja, dengan menjalani hari-hari disekolah ini,


ada kalanya aku mendengar suara yang tidak kukenali
siapa.

Namun tak lama.., aku segera mengetahui pemilik


suara tersebut.

“Kau pernah menelponku sekali ‘kan?”

Begitu aku bertanya lagi, sesaat dia terdiam.

“Luar biasa … Kau mengingat suaraku walau cuma


sekali mendengarkannya.”

Hal itu terjadi tak lama setelah Ayahku datang ke


sekolah ini.., jadi kesan yang kuterima juga sangat kuat.

“Saat itu kau tidak mengatakan apa-apa tentang


urusanmu yang seperti ada urusan denganku itu ‘kan …”

“Aku senang bisa menelponmu.., tapi sesuatu yang


tak diinginkan terjadi setelahnya. Sejak saat itu aku
belum menghubungimu lagi … … Yah kau mungkin
penasaran ada apa yang terjadi tapi hal tersebut tidak ada
hubungannya denganmu. Itu karena aku bukanlah musuh,
maupun sekutumu …”

“Kalau begitu untuk apa kau kemari?”

“Kau mungkin berpikir akan mendapatkan


kedamaianmu kembali setelah berhasil menyingkirkan
Tsukishiro dan siswa dari Whiteroom. Jadi agar kau tidak
salah memahami hal itu, aku datang kemari untuk
memberimu peringatan …”

“Fufu … Sungguh pembicaraan yang menarik. Apa


boleh aku ikut bergabung?”

“Sakayanagi Arisu, kah …”

Pria di balik pintu tidak menunjukkan tanda-tanda


terganggu oleh tanggapan tak terduga dari Sakayanagi.

Sebaliknya dia langsung mengetahui siapa yang


berbicara begitu mendengar suaranya.

Apa dia tahu dengan memprediksi siapa-siapa saja


siswa yang absen, atau dia memang sudah tahu siapa
pemilik suara tersebut?

“Yah bagaimana pun, bila kau melanjutkan


kehidupan sekolahmu sampai lulus.., kau harus tetap
waspada.”

“Untuk orang yang tidak berpihak, kau memberi


bantuan ya …”

“Keberadaanmu membawa pengaruh buruk. Aku


hanya ingin mencegahnya saja …”
Nada suara pria itu semakin jauh saat dia berkata
begitu.

Tampaknya dia tidak berniat berlama-lama.., jadi


tidak masalah bila menganggapnya sudah pergi.

“Suara itu … Entah di mana …”

“Tentang suara pria itu, apa kau tahu sesuatu?”

“Kau tahu persis suara siapa itu?”

“Aku tidak bisa menjawab sejelas Ayanokōji-kun..,


tapi entah bagaimana aku merasa seolah-olah mengingat
nada suara dia yang berbicara dibalik pintu.”

Dengan kata lain, itu adalah sesuatu yang berbeda


dari apa yang kuingat dari suaranya kah …

“Bukan sesuatu yang terjadi belakangan ini. Mungkin


sekitar 5 tahun.., atau 10 tahun yang lalu … Yah pokoknya
itu adalah ingatan yang cukup lama.”

“Jika benar, kecil kemungkinan dia adalah siswa dari


Whiteroom.”
“Iya …, kalau aku pernah bertemu dengannya
sewaktu kecil, maka itu benar.”

Reaksi saat dia mengetahui keberadaan Sakayanagi


agak bisa dimengerti.

Selain tidak terkejut, dia bereaksi seperti dilakukan


pada seseorang yang dikenal.

Tapi baik Amasawa atau pria itu.., itu bukan sesuatu


yang harus kupedulikan.
Untuk saat ini, aku merasa tidak ingin melakukan
apa pun, selama tidak ada bahaya yang nyata terjadi
padaku.
*6.2

Di mana aku mengambil absen.., festival olahraga


berakhir dengan cara yang hampir ideal.

Hasil akhirnya yang tidak terpikirkan dalam satu


setengah tahun terakhir membuat Kelas juga
menantikannya.

Memperpendek selisih dengan Kelas A, tak


diragukan lagi kelas Horikita telah menambah poin kelas
yang sangat besar saat ujian khusus pulau tak
berpenghuni, ujian khusus suara bulat, dan juga festival
olahraga.

Beberapa hari berlalu sejak saat itu, dan waktu kini


pertengahan Oktober.

Peringkat Kelas festival olahraga adalah, juara ke-1


Kelas Horikita, juara ke-2 Kelas Ryūen, juara ke-3 Kelas
Ichinose, juara ke-4 kelas Sakayanagi. Tentu saja,
penyebabnya bukan karena tidak berpartisipasinya
seorang pemimpin, tapi karena seluruh kemauan dan
kekuatan penghuni kelas tersebut.

Terlebih di kompetisi individu, pasangan Sudō dan


Onodera masing-masing telah meraih juara pertama.

Kōenji juga telah meraih juara pertama, tapi berakhir


di peringkat kedua karena yang dia hanya mengikuti
acara lomba kompetisi individu.
Bagi dirinya sendiri tampaknya itu sudah cukup, dan
tak ada masalah yang terjadi.

Lalu Sudō dan Onodera yang diberikan hak istimewa


untuk pindah kelas, tanpa ragu memilih poin pribadi
sebagai gantinya.

Meskipun menunjukkan ada tanda-tanda


ketidakstabilan, tetapi yang jelas kelas menaiki tangga ke
Kelas A.

Kei yang sepertinya ada janji dengan temannya


memutuskan untuk pergi ke Keyaki Mall hari ini.

Saat hendak ingin pulang, Horikita memanggilku.

“Ada sesuatu yang ingin kubicarakan, tidak apa-apa


‘kan?”

“Aku tak keberatan kalau bicaranya sambil pulang.”

“Ya itu sudah cukup …”

Yah karena timing pemanggilanku tepat sepulang


sekolah, ini adalah pembicaraan di mana orang lain tidak
boleh mendengarnya.

“Di ujian khusus suara bulat, aku telah belajar


sesuatu yang sangat istimewa.”

“Baiklah akan kudengarkan.”

Festival olahraga berakhir, beberapa kelas ada


masalah yang perlu dicemaskan, Sepertinya Horikita
masih khawatir dan belajar.
“Aku tidak salah. Bukan milih meninggalkan
keputusan Kushida-san adalah pilihan yang tak salah.”

Sementara hasil Kushida diperlukan, sebagai orang


yang berkontribusi pada festival olahraga dengan
membuat Kelas menerima jumlah sejumlah.

Dalam kehidupan sekolah sehari-hari, aku kembali


menjadi siswa teladan yang serius, dan meskipun
kontribusi sosialku di OAA menurun pada awal Oktober,
mungkin hanya masalah waktu sebelum aku bisa
mendapatkannya kembali.

Jika tanpa ada rasa belas kasih, teman sekelas yang


lain lebih berkontribusi dari pada Airi.

Tentu saja tidak selalu mendapat keuntungan.

“Aku tahu. Masih ada beberapa faktor yang perlu


dicemaskan. Aku tidak tahu apa-apa tentang bagaimana
permasalahan Hasebe-san di selesaikan. Tapi jika muncul
ujian khusus lagi, aku mungkin bisa menemukan 1
jawaban tentangnya.”

“Apa dasarmu mengatakan hal itu?”

“Di ujian itu, aku telah membuat janji dengan


sembarang untuk dapat mencapai suara bulat. Selagi
mengingkari janji di mana seharusnya siswa penghianat
saja yang didropout, aku mengabaikannya. Itu adalah
jalan pintas yang mudah untuk mencapai suara bulat,
tetapi juga tidak mengerti seberapa besar risikonya. Aku
tahu Kushida-san adalah penghianat. Lalu, bahwa aku
membuat keputusan untuk mengeluarkannya dari
sekolah. Itu adalah sebuah kesalahan.”

“Jika ada kemungkinan untuk mempertahankan dia,


memang membuat janji padanya sama dengan seperti
mencekik diri sendiri.”

Sebuah tindakan di bawah tekanan dengan waktu


yang hampir habis, jika pada tahap itu Airi dan orang
dengan kemampuan yang hampir sama mencapai suara
bulat, mungkin benar bahwa efek sampingnya tidak
separah sekarang.

Apa yang harus dibuang dan apa yang akan didapat.

“Poin kelas didapat, tapi yang hilang sedikit. Ujian


khusus itu telah mengajari Aku banyak hal. Aku melihat
kedua sisi keberhasilan dan kegagalan.”

“Namun, lebih baik untuk tidak gagal ka …”

Horikita menutup matanya, menghembuskan napas,


lalu membuka matanya.

“Aku kelas 2 SMA. Masih anak – anak. Tidak


masalah jika aku gagal.”

“kau sudah mulai berpikir terbuka ya …”

“Menjadi ragu-ragu sepeti bukan diriku.


Aku───akan melangkah pergi dengan caraku sendiri.
Mungkin tidak sebaik pemimpin Kelas lainnya. Tapi
dengan adanya Hirata-kun, Karuizawa-san, Sudō-kun,
Onodera-san, Kushida-san dan Kōenji-kun. Dengan
dukungan mereka, kelas bergerak maju. Yang menanti
depan adalah Kelas A, itu kupikirkan.”

“Begitukah …”

“Tentu saja, kau juga termasuk salah satu dari


mereka. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, dan
terkadang sering tidak kooperatif … Tapi kau adalah
keberadaan yang diperlukan untukku dan Kelas.”

Keberadaanku seperti roda bantu di atas sepeda.

Bahkan jika itu sangat diperlukan pada awalnya, hal


itu terlepas.., jatuh.., terguncang berulang kali, dan
akhirnya menjadi mudah untuk dikendarai.

Ada lebih dari satu orang yang akan mendukungmu


saat kau mengayuh sepeda.

Persis seperti yang didukung oleh teman sekelas.

Setelah melihatmu tumbuh sedikit lagi─── Aku akan


meninggalkan Kelasmu.

Aku tidak mengatakannya sekarang, tapi pada


akhirnya Horikita akan mengetahui alasannya.

Lalu───

Dia pasti mengerti.

Ada saatnya kau akan menghadapi kenyataan bahwa


kau tetap tidak bisa menang walau dengan Kelas yang kau
merasa yakin bisa menang.

Aku akan mengajarkanmu hal itu.


Bukan untuk orang lain, tapi untuk diriku sendiri.

Aku, selama yang aku menang, itu yang terpenting.

Dengan memutuskan untuk menjadi musuh dan


mengalahkan Horikita, itu hal yang sudah pasti.

Tapi.., karena ingin dikalahkan, aku menjauh.

Ada masa depan yang aku harap tidak pasti.

Aku tahu jawabannya pasti akan keluar, tetapi aku


ingin hal itu salah.
Epilog
Kedatangan Musim Gugur

“Maaf membuatmu menunggu …”


Hasebe, yang sedang menunggu Miyake di pintu
masuk, menepuk bahunya dengan ringan.

“Tidak, aku tidak menunggu lama. Lagi pula aku


bosan.”

Hasebe tidak masuk sekolah selama seminggu, tetapi


setelah itu datang ke sekolah setiap hari.

“Apa benar kau baik-baik berhenti dari klub


panahan?”

“Sejak awal memaksakan kebiasaan itu masalah …”

“Itu salahku ‘kan?”

“Tidak. Aku berhenti karena aku ingin berhenti itu


saja. Yang lebih penting apa tidak apa-apa kau datang ke
sekolah?”

Berpartisipasi hanya dalam minimal 5 acara lomba di


festival olahraga.

Meskipun tidak meninggalkan prestasi apa-apa,


setidaknya mereka berdua berkontribusi pada kelas.

Namun, dia jarang berbicara dengan orang lain selain


Miyake, dan agak terasingkan dari Yukimura, yang setuju
untuk mengeluarkan Sakura dari sekolah.
Miyake tidak mengatakan apa-apa dan terus berdiri
di sisinya, dengan berpikir bahwa hal ini tidak dapat
dihindari.

“Awalnya kupikir aku akan menghancurkan


semuanya. Bukan hanya Kiyopon, tapi semua teman
sekelas yang meninggalkan Airi harus diberi pembalasan.
Aku ini orang yang jahat ya …”

“Tidak, aku mengerti perasaanmu …”

“Saat itu seseorang harus didropout. Tapi,


seharusnya Kushida-san lah yang harus dropout, dan itu
adalah hal yang tepat. Karena pada awalnya itu adalah
janjinya.., ya ‘kan?”

“… Ya.”

“Aku tidak akan memaafkan Kiyopon. Tak akan


kumaafkan teman sekelasku. Tapi.., kupikir ini berbeda
dari akan terus dan membuat mereka menderita.”

Semua perasaannya, ditumpahkan pada Miyake yang


dijawabnya dalam diam.

“Miyachi. Mau tidak kau───membantuku balas


dendam sekali saja?”

Dari matanya, dia tidak tersenyum, dan Miyake tidak


memiliki keberanian untuk bertanya apa dia serius.

“Haruka …”

“Ah.., bercanda, bercanda …”


Haruka tersenyum, menipu dirinya sendiri, dan mulai
berjalan pergi.

“Balas dendamnya akan kulakukan sendiri.”

“Aku───”
Mencoba mengulurkan tangan Hasebe, kemudian dia
tarik kembali.

Membalikkan punggung, dia berjalan pergi.

Meskipun terlihat ragu-ragu, Miyake dalam diam


mulai berjalan mengikutinya di belakang.
Yōkoso Jitsuryoku Shijō Shugi no Kyōshitsu e
2-Nensei-hen 6
Kinugasa Syougo
Diterbitkan 25 Februari 2022
©SyougoKinugasa2022
eBook ini dibuat berdasarkan hal-hal berikut:
MF Bunko J [Yōkoso Jitsuryoku Shijō Shugi no
Kyōshitsu
e 2-nensei-hen 6]
Edisi pertama diterbitkan pada 25 Februari 2022
Penerbit: Aoyagi Masayuki
Diterbitkan oleh KADOKAWA Corporation
Moderator:
Anna Kushina
Penerjemah:
Ar
Proofread & Layout:
Purwandi
Sponsor:
Ebook YouZitsu ini disponsori oleh para donatur
komunitas grup Youkoso Jitsuryoku Shijou Shugi no
Kyoushitsu e Indonesia, diharap untuk tidak
disebarluaskan dan/atau diperjualkan, agar para donatur
masih bersedia donasi serta penerjemah masih bersedia
menerjemahkan untuk volume selanjutnya.
Join grup Facebook Youkoso Jitsuryoku Shijo Shugi no
Kyoshitsu e Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam
donasi volume selanjutnya dengan syarat dan ketentuan
yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai