Anda di halaman 1dari 2

Toksisitas

Toksisitas merupakan potensi zat kimia yang dapat menimbulkan kerusakan pada saat
mengenai bagian tubuh pada organisme target (Fita, 2008). Toksikologi merupakan
pemahaman mengenai pengaruh bahan kimia yang merugikan terhadap organisme hidup.
Dalam toksikologi terdapat agen yang merupakan bahan kimia yang berpengaruh atau dapat
menghasilkan respon, organisme yang dapat bekerja sama dengan agen untuk menghasilkan
respon, dan respon yang dapat menjadi perusak organisme (Mansyur, 2004). Uji toksisitas
merupakan metode yang dapat digunakan untuk menilai potensial senyawa sebagai racun,
dan mengenali kondisi munculnya efek toksik. Selain itu uji toksisitas merupakan cara
potensial untuk mengevaluasi toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau
kronis, kerusakan genetik, pertumbuhan tumor, dan kejadian cacat waktu lahir (Elin, 2004).
Secara umum uji toksisitas terdiri dari akut, subakut, dan kronik. Sedangkan uji toksisitas
khusus meliputi uji teratogenik, mutagenik, dan karsinogenitas.
1. Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk menilai efek toksik yang terjadi
dalam waktu singkat setelah pemberian dalam dosis tertentu(Utomo, 2008). Terdapat dua
prinsip utama yan mendasari uji toksisitas pada hewan. Pertama, dalam pengujian toksisitas
akut terhadap hewan coba, bila memenuhi syarat yang benar dapat diaplikasikan pada
manusia. Kedua, paparan hewan uji terhadap bahan kimia dosis tinggi merupakan metode
yang dibutuhkan dan valid untuk menentukan bahaya pada manusia (Casarret, 2008).
Pengamatan uji toksisitas akut meliputi pengamatan secara fisik terhadap gejala toksik,
perubahan berat badan dan jumlah hewan coba yang mati. Uji toksisitas akut dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang gejalan keracunan, penyebab kematian, urutan proses
kematian, dan rentang dosis yang mematikan hewan uji (lethal dose atau disingkat LD50).
Pengujian toksisitas akut berupa pemberian beberapa dosis tunggal yang meningkat
secara teratur pada kelompok hewan dari jenis yang sama. Pengamatan dalam waktu 24 jam
digunakan untuk menghitung LD50, dan hewan dipelihara selama 14 hari. Idealnya uji
toksisitas dilakukan pada sekurang-kurangnya jenis hewan pengerat dan hewan bukan
pengerat, namun dengan berbagai pertimbangan, uji toksisitas akut sudah memadai jika
dilakukan pada satu jenis hewan (Keputusan Menteri, 1992).
2. Toksisitas Sub Akut
Uji toksisitas subakut dibuat berdasarkan hasi uji toksisitas akut. Tujuan dilakukan uji
toksisitas subakut adalah untuk memberikan gambaran toksisitas zat kimia pada penggunaan
berulang dalam jangka waktu yang relatif lama. Pengujian toksisitas subakut idealnya
menggunakan satu jenis hewan coba dengan minimal 3 dosis yang ekivalen dengan yang
akan digunakan pada manusia, dengan rute pemberian sama dengan yang akan diberikan
pada manusia. Jangka waktu pemberian zat kimia pada toksisitas subakut adalah 3 bulan. Jika
pada uji toksisitas akut didapatkan gejala toksis pada organ hati dan atau ginjal maka perlu
dilengkapi parameter biokimia hati dan ginjal (Keputusan Menteri, 1992).
3. Toksisitas Kronik
Uji toksisitas kronik digunakan pada zat kimia yang penggunaannya berulang dan berlanjut
dalam jangka waktu lama (lebih dari 6 bulan). Dengan uji toksisitas kronik dapat diketahui
gambaran keamanan dan toksisitas zat kimia pada penggunaan dosis yang lazim dalam
jangka waktu lama. Rancangan uji toksisitas kronik dibuat berdasarkan hasiuji toksisitas sub
akut, dengan menggunakan jumlah hewan coba minimal 20 ekor per dosis (Keputusan
Menteri, 1992).
4. Toksisitas Khusus

Uji toksisitas khusus meliputi uji karsinogenitas, uji mutagenitas, uji toksisitas terhadap janin
(teratogenitas), uji terhadap fungsi reproduksi. Perlu atau tidaknya uji toksisitas
khususdilakukan tergantung pada kemungkinan terjadinya efek toksik tersebut yang
berhubungan dengan pemakaiannya pada manusia. Sebagai contoh uji teratogenitas dilakukan
apabila pemakaian zat kimia diberikan pada masa kehamilan (Keputusan Menteri, 1992).

Anda mungkin juga menyukai