Anda di halaman 1dari 4

Ma’syiral muslimin rahimakumullah.

Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena hanya dengan rahmat dari Allah dan
ketaqwaan, kita bisa hidup berbahagia di dunia dan di Akhirat.

“…Ceritakanlah kisah-kisah agar mereka berpikir!”. Demikian pesan Allah yang terabadikan dalam al-
Quran (QS. al-A’raf ayat 176). Sebaik-baik kisah ada dalam al-Quran (QS. Yusuf ayat 3), karena kisah itu
benar adanya (QS. al-An’am ayat 57) dan bisa dijadikan pelajaran untuk semua orang (QS. Yusuf ayat
111).

Al-Quran memuat banyak kisah. Tidak kurang 41 dari 114 surah dinamai berdasaran kisah yang ada di
dalamnya. Bahkan surah ke-28 bernama al-Qashash yang artinya kisah-kisah. Ayat-ayat yang memuat
kisah jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan ayat-ayat tentang akidah dan hukum. Nampaknya, al-
Quran ingin menyatakan bahwa bercerita merupakan cara yang efektif untuk menyampaikan ajaran dan
peraturan. Kebanyakan kisah tersebut disampaikan berulang di beberapa surah, yang memberikan
kesan bahwa ajaran agama harus terus menerus dan berulang kali disampaikan agar manusia selalu
mengingatnya.

Dari sekian banyak kisah, hanya satu yang diuraikan secara utuh dan urut dalam satu surah, yaitu kisah
Nabi Yusuf. “Sungguh pada kisah Yusuf dan saudara-saudaranya ada ayat (tanda kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang bertanya” (QS. Yusuf ayat 7).

Ma’syiral muslimin rahimakumullah.

Pada ayat 4 hingga 42 pada surah Yusuf dikisahkan masa kecil Nabi Yusuf. Beliau diuji dengan saudara-
saudara yang iri terhadap dirinya dan sempat berupaya untuk membunuhnya. Di usia yang sangat muda,
Nabi Yusuf sudah dipisahkan dari keluarganya. Di saat anak-anak seusianya sedang bermanja dengan
ayah dan bundanya, Nabi Yusuf sudah mandiri dan berdikari dengan bekerja dan menjadi hamba sahaya.

Ketampanan Nabi Yusuf membuat jatuh hati banyak perempuan. Di banyak kesempatan, Yusuf dirayu
dan digoda. Puncaknya, beliau dipaksa berzina oleh majikan perempuannya. Sebagai laki-laki normal,
beliau memiliki hasrat kepada majikannya yang cantik itu (hammat bihi wa hamma biha), namun Allah
mengingatkannya bahwa zina merupakan perbuatan yang buruk. Dengan sadar, nabi Yusuf berlari
menghindar dari majikan itu.

Kejadian ini diketahui oleh majikan laki-laki. Singkat kata, setelah dilakukan investigasi Nabi Yusuf
dinyatakan tidak bersalah. Namun demikian, beliau yang harus menerima hukuman penjara demi
menjaga nama baik majikannya. Dalam literatur sejarah kita dapati bahwa orang besar selalu ditempa
dengan ujian dan cobaan yang besar. Kemuliaan memang selalu menyertai orang yang menjaga
kehormatan dan kebaikan dirinya. Sejarah mencatat bahwa “tradisi” hukum tumpul ke atas tajam ke
bawah sudah ada semenjak dahulu kala.

Ma’syiral muslimin rahimakumullah.

Penjara justru meningkatkan kualitas dan kompetensi diri Nabi Yusuf. Jasad boleh saja dibatasi oleh
dinding dan pagar penjara, namun visi dan misi kebaikan harus tetap tumbuh dan berkembang
melanglang buana. Ujian tidak membuatnya galau, justru ibadah dan ilmu pengetahuannya semakin
meningkat. Penjara menjadi kawah candradimuka untuk menyiapkan diri menjadi pemimpin umat
manusia.

Keahliannya menafsirkan mimpi yang diasah selama di penjara menjadi kunci baginya untuk keluar dari
penjara. Diawali dengan keberhasilannya menafsirkan mimpi dua rekannya di dalam penjara, Nabi Yusuf
diminta menafsirkan mimpi raja yang oleh para pembantunya dianggap hanya sekedar bunga mimpi
(adhghats ahlam) yang tidak bermakna,

“Raja berkata: Sungguh aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi
yang kurus, serta tujuh batang (gandum) yang hijau dan tujuh batang yang kering” (QS. Yusuf ayat 43).

Ketika seluruh pakar di istana gagal memberikan penjelasan, Nabi Yusuf mampu memberikan penjelasan
yang valid dan dapat dimengerti oleh semua orang,

“(Yusuf) Berkata: Hendaknya kalian menanam selama tujuh tahun sebagaimana biasanya. Apa yang
kalian tuai (panen), hendaknya dibiarkan tetap pada batangnya, kecuali sedikit saja untuk kalian makan.
Karena setelah itu akan datang tujuh tahun (paceklik) yang amat menyulitkan, yang akan menghabiskan
apa-apa yang sebelumnya kalian simpan. Sisakan sedikit simpanan (berupa bibit). Setelah itu akan
datang tahun yang padanya manusia diberi curahan hujan dan di masa itu mereka akan memeras
anggur” (QS. Yusuf ayat 47-49).

Tidak perlu menjadi sarjana pertanian atau ahli tata boga untuk mengetahui bahwa nasi akan rusak
(menjadi basi) jika dibiarkan selama dua hari. Beras akan apek jika disimpan selama sebulan, sementara
gabah bisa bertahan beberapa bulan. Ketika hasil panen disimpan masih dalam batangnya, maka
kualitasnya akan terjaga selama tahunan.

Ma’syiral muslimin rahimakumullah.

Dalam konteks tafsir maqashidi, penjelasan Nabi Yusuf bisa kita aktualisasikan dan kontekstualisasikan.
Ada saat di mana rezeki yang kita terima melimpah, melebihi kebutuhan kita. Sebagian dari kita memiliki
kesadaran untuk menabung dan berinvestasi, sementara yang lain sibuk menghabiskannya dalam
kemewahan gaya hidup (life style).

Banyak kita dapati orang yang meningkat pendapatannya namun rekening tabungannya tidak
bertambah secara signifikan, ia justru sibuk membuat list destinasi wisata yang akan dikunjungi dan
gadget mewah yang akan dibeli. Tidak jarang orang yang sangat berkelimpahan harta di masa mudanya,
namun di usia tua ia hidup berkekurangan dan meninggal dunia dalam kemiskinan.

Seseorang memiliki pendapatan satu juta dalam sebulan, ia bisa memenuhi kebutuhannya. Setahun
kemudian pendapatannya meningkat menjadi tiga juta, maka seharusnya ia bisa menabung. Bukankah
hari ini porsi makan kita satu piring, sebagaimana kemarin, dan esok hari juga masih satu piring? Saat
pendapatannya lima juta ia sudah memiliki tas, dan saat pendapatannya naik dua kali lipat ia membeli
tas bermerek yang harganya sangat mahal padahal tas lamanya belum rusak. Dulu uang satu juta
cukupuntuk biaya hidup sehari-hari, namun saat pendapatannya melimpah uang sebesar itu bahkan
tidakcukup untuk membeli sepasang sepatu untuknya.

Ma’syiral muslimin rahimakumullah.

Realita yang menyedihkan, ketika pendapatan bertambah maka biaya untuk gaya hidup juga bertambah.
Terkadang peningkatan pendapatan terjadi sangat cepat, dan percepatan peningkatan gaya hidup juga
akseleratif. Berapa lama peningkatan pendapatan itu bertahan? Saat biaya untuk gaya hidup sudah
tinggi tiba-tiba terjadi penurunan pendapatan, maka yang terjadi adalah pasak yang lebih besar dari
pada tiang.

Defisit keuangan seringkali tidak dibarengi dengan kesadaran untuk melakukan penyesuaian
(adjusment) pengeluaran, sehingga mengakibatkan kerusakan ekonomi. Sebagaimana kita semua tahu,
masalah ekonomi akan memicu keretakan keluarga. Dalam konteks bernegara, inflasi yang tidak
terkendali dan neraca keuangan yang defisit akan memicu kerawanan sosial.

Saat musim hujan berlangsung, persediaan air melimpah. Perilaku berhemat air seringkali diabaikan.
Padahal musim hujan berlangsung selama setengah tahun, dan setengah tahun lainnya merupakan
musim kemarau. Berapa banyak keluarga yang menyediakan lobang biopori di halaman rumahnya untuk
menampung curahan air hujan? Berapa banyak rumah yang tidak menutup pekarangannya dengan
adukan semen dan pavin dengan pertimbangan bahwa air hujan harusnya diserap tanah,bukan dialirkan
ke parit yang akhirnya terbuang ke laut?

Dalam konteks tafsir maqashidi, Nabi Yusuf mengajarkan kita manajemen keuangan yang baik. Ada saat
rezeki melimpah (yabsuth al-rizq) dan menyempit (yaqdir). Perubahan pendapatan bisa terjadi sangat
cepat. Kita harus bisa menabung dan berinvestasi saat pendapatan melimpah, dengan keteguhan hati
(determinasi) untuk menahan diri dari sikap boros (israf dan tabdzir) mengikuti hawa nafsu. Sehingga
saat pendapatan menurun, kita tetap bisa menjalani hidup dengan layak dan berkecukupan.

Jangan lupa, tabungan dan investasi terbaik adalah apa yang kita nikmati dalam jangka panjang.
Manusia hidup di dunia selama 60 hingga 70 tahun. Setelah itu ada Akhirat yang tidak akan terputus
waktunya. Itu artinya saat pendapatan meningkat, kita harus memperbanyak tabungan dan juga
sedekah. Karena sedekah adalah investasi yang hakiki yang akan kita ambil manfaatnya di akhirat nanti.

Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan kita dan keluarga kita hamba-Nya yang membawa kebaikan
dan kemanfaatan kepada orang lain. Amin.

Anda mungkin juga menyukai