Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Tidak
terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa
lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang
Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika
sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar
berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok
terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan beberapa prasasti dalam
Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama;
catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah
ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan bhiksu peziarah I Ching sangat
penting, terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia mengunjungi
kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan prasasti siddhayatra abad
ke-7 yang ditemukan di Palembang dan Pulau Bangka juga merupakan sumber
sejarah primer yang penting.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun
671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga
berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut
dikarenakan beberapa peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa
Teguh dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari
Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali
kerajaan Dharmasraya.Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi
Sriwijaya baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George
Cœdès dari École française d’Extrême-Orient
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan
Sriwijaya?
3. Kapankah masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Bagaimana penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya


2. Untuk mengetahui kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan
Sriwijaya?
3. Untuk mengetahui masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Untuk mengetahui penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara bahari, namun
kerajaan ini tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia
Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh
3.300 mil di barat. Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang menjadi
pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa
memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap
diperintah secara langsung oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya
diperintah oleh datu setempat.

1. Perjalanan Siddhayatra
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing.
Dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah
kepemimpinan Dapunta Hyang. Bahwa beliau berangkat dalam perjalanan suci
siddhayatra untuk “mengalap berkah”, dan memimpin 20.000 tentara dan 312 orang
di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju Jambi dan
Palembang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua yang ditulis
dalam bahasa Melayu. Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini mengadaptasi
ortografi India untuk menulis prasasti ini. Pada abad ke-7 ini, orang Tionghoa
mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian
kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di
pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau
Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri
Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang
tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya
Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang
kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud dengan
Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan
jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut
Jawa, dan Selat Karimata.
4

2. Penaklukan Kawasan
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan
Sriwijaya mengendalikan simpul jalur perdagangan utama di Asia Tenggara.
Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan
Kamboja. Pada abad ke-7, pelabuhan Champa di sebelah timur Indochina mulai
mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut,
Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di
Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah
kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja
Khmer Jayawarman II, pendiri kemaharajaan Khmer, memutuskan hubungan dengan
Sriwijaya pada abad yang sama.
Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan
Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula
wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa di sana. Pada abad ini
pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Pada masa
berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka,
juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Setelah Dharmasetu, Samaratungga
menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti
Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer,
tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa
kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai
pada tahun 825.

B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, Politik Kerajaan Sriwijaya


1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari raja-raja yang
memerintah, wilayah kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar negeri. Setelah
berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindahkan dari Muara
Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat
menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Pulau Bangka yang terletak di
pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak di tepi Sungai
Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M,
Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang
penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.
5

Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu
menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra.
Pendudukan pada daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk
menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan pada daerah
Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara
Cina dan India. Hubungan dengan luar negeri. Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan
baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-
kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja
Nalanda, Dewapala Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama bagi
pelajar dari nusantara yang ingin menjadi ‘dharma’ yang dibiayai oleh
Balaputradewa.

2. Kehidupan Sosial
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di
samping itu juga berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi
perdagangan di Asia Tenggara, menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai
perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka
mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim,
sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum,
perbekalan makanan dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat
perdagangan akan mendapatkan keuntungan yang besar dan akan berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat yang hidup dari pelayaran dan perdagangan.
3. Kehidupan Ekonomi
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara
India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda.
Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur
barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat
raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah
memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia
Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia
Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar
China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola
jejaring perdagangan bahari dan menguasai urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan
India.
6

Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya


dengan selalu mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara
jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong
Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing
di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar
Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda
di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di
semenanjung Melaya adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap
kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya.
Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan laut
yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja.
Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena
saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini
merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia
Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah
berjaya dalam hal perdagangan sedari tahun 670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan
Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari lautan
Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan
dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu
bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah yang membawa bangsa Austronesia
berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra Hindia. Kapal layar
bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur mungkin adalah jenis kapal yang
digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya,
kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan pada kurun abad ke-7 hingga ke-13
Masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga
menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri
Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari
Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji
(budak wanita berkulit hitam), dan kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-
li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-‘o-pa-mo (Sri Indrawarman) pada tahun 724
mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts’engchi (bermaksud sama dengan
Zanji dalam bahasa Arab).
7

Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya
dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan
Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi
Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada masa inilah
diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka (Citrullus lanatus
(Thunb.) Matsum. & Nakai), yang masuk melalui perdagangan mereka.

4. Kehidupan Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak
peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I
Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di
Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing melaporkan bahwa
Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran
agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang dibawakan oleh I Tsing,
dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada
Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta
mempraktikkan Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari semua
topik ajaran sebagaimana yang ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka tidaklah
berbeda sama sekali [dengan yang ada di India]. Apabila seseorang pandita Tiongkok
akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk mendengar dan mempelajari
naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya dalam kurun
waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan
tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya
Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam agama Budha
dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor,
Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan
penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut
serta mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.
8

C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya


Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama
Sribuza. Pada tahun 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana) sekaligus
sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan itu,
digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya, dengan tentara
yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang tercepat dalam waktu dua tahun pun
tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi Sriwijaya
adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan
beberapa hasil bumi lainya.
Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini
disimpulkan dari seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan yang
mendapat keterangan dari Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis
bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -sebutan Sriwijaya oleh bangsa Arab pada
masa itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaan yang luas hingga ke seberang
lautan.

1. Hubungan dengan Wangsa Sailendra


Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah
melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain:
Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina.
Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai
pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan bea
dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya dari
jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.

2. Sriwijaya Berkuasa di Jawa


Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi Maharaja Sriwijaya berikutnya.
Dia memerintah sebagai penguasa pada kurun 792-835. Berbeda dari Dharmasetu
yang ekpansionis, Samaratungga tidak terjun dalam kancah ekspansi militer,
melainkan lebih suka untuk memperkuat pemerintahan dan pengaruh Sriwijaya atas
Jawa. Dia secara pribadi mengawasi pembangunan candi agung Borobudur; sebuah
mandala besar dari batu yang selesai pada 825, di masa pemerintahannya. Menurut
George Coedes, “pada paruh kedua abad kesembilan, Jawa dan Sumatra bersatu di
bawah kekuasaan wangsa Sailendra yang memerintah di Jawa.
9

Dengan pusat perdagangan di Palembang.” Samaratungga seperti Rakai


Warak, tampaknya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha Mahayana yang
cinta damai. Beliau berusaha untuk menjadi seorang penguasa yang welas asih.
Penggantinya adalah Putri Pramodhawardhani yang bertunangan dengan Rakai
Pikatan yang menganut aliran Siwa. Dia adalah putra Rakai Patapan, seorang rakai
(penguasa daerah) yang cukup berpengaruh di Jawa Tengah. Langkah politik ini
tampaknya sebagai upaya untuk mengamankan perdamaian dan kekuasaan Sailendra
di Jawa, dengan cara mendamaikan hubungan antara golongan Buddha aliran
Mahayana dengan penganut Hindu aliran Siwa.

D. Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya


Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa
hal berikut.
1. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa di
Sriwijaya ialah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak
berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya.
2. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja
Rajendracoladewapada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke
semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga
dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan olehWirarajendra,
cucu Rajendracoladewa.
3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292,
yang diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa,
semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang mengambil
alih posisi Sriwijaya.
5. Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah
Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1377 yang mengakibatkan Sriwijaya
menjadi taklukan Majapahit. Pendudukan yang dilakukan Kerajaan Majapahit
atas seluruh wilayah Sriwijaya pada tahun 1377. Pendudukan tersebut dalam
upaya mewujudkan kesatuan Nusantara.
6. Letak Kota Palembang semakin jauh dari laut. Akibat pengendapan lumpur
yang dibawa oleh Sungai Musi dan sungai lainya, akhirnya Kota Palembang
semakin jauh dari laut.
10

7. Berkurangnya kapal dagang yang singgah. Akibat semakin jauhnya Kota


Palembang dari laut menyebabkab daerah tersebut tidak strategis lagi. Kapal-
kapal dagang lebih memilih singgah di tempat lain. Hal tersebut menyebabkan
kegiatan perdagangan berkunrang dan pendapatan kerajaan dari pajak
menurun.
8. Banyak daerah yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Akibat semakin
melemahnya perekonomian Kerajaan Sriwijaya maka penguasa kerajaan tidak
mampu lagi mengontrol daerah kekuasaanya. Daerah kekuasaan Kerajaan
Sriwijaya yang telah melepaskan diri adalah Jawa Tengah dan Melayu.
11

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau
Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan
berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung
Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah. Dalam bahasa
Sanskerta, sri berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan wijaya berarti “kemenangan”
atau “kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermakna “kemenangan yang gilang-
gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang
pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan
tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga
berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut
dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I
dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali
kerajaan Dharmasraya.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan
berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
12

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html
http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-
letak-penyebab-runtuhnya
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-
terbesar.html
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-sriwijaya/

Anda mungkin juga menyukai