OLEH
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dankarunia-Nya kepada
saya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat berdasarkan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Gender dan PUG saya menyadari masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi para pembaca dan bermanfaat bagi
para pembaca.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................iii
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. TUJUAN.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. PENGERTIAN GENDER.......................................................................................3
B. KETIDAKADILAN DAN DISKRIMINASI GENDER..................................................4
C. FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB KESENJANGAN GENDER.....................................9
BAB III PENUTUP...........................................................................................................11
A. KESIMPULAN.....................................................................................................11
B. SARAN...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara menjamin persamaan hak dan kedudukan setiap warga negara, laki-laki dan
perempuan. Dalam konstitusi dasar negara UUD 1945, misalnya, dikemukakan jaminan
negara atas persamaan hak bagi setiap warga dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27
ayat 1), pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27, ayat 2), usaha bela negara (Pasal
30) dan dalam memperoleh pendidikan (Pasal 31). Secara lebih operasional, GBHN 1999
mengamanatkan perlu adanya lembaga yang mampu mengembangkan kebijakan nasional
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Di samping itu, pemerintah Indonesia
juga telah meratifikasi berbagai konvensi dunia dan menandatangani sejumlah deklarasi
internasional berkaitan dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan,
1
B. Tujuan
1. Menjelaskan konsep gender dan jenis kelamin
2. Menjelaskan ketidaksetaraan gender
3. Menjelaskan faktor penyebab kesenjangan gender
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender
Peran yang menyampaikan pesan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim atau
maskulin . Dan, ketika konstruksi sosial itu dihayati sebagai sesuatu yang tidak boleh diubah
karena dianggap kodrati dan alamiah, menjadilah itu ideologi gender. Gender adalah
“konstruksi sosial tentang peran lelaki dan perempuan sebagaimana dituntut oleh
masyarakat dan diperankan oleh masing-masing mereka” . Gender berkaitan dengan
pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan
oleh masyarakat berdasarkan sifat yang dianggap pantas bagi laki-laki dan perempuan
menurut norma, adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat . Seperti halnya kostum dan
topeng di teater, gender adalah seperangkat
Dalam praktiknya, dikotomi peran ini kemudian ternyata memunculkan berbagai bentuk
ketidakadilan gender, seperti adanya marginalisasi, subordinasi atau anggapan tidak penting
dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan
(violence), beban kerja yang lebih panjang dan lebih banyak (burden) dan sosialisasi
ideologi nilai peran gender.
Cara pikir stereotipe tentang peran gender sangat mendalam merasuki pikiran mayoritas
orang. Sebagai contoh, perempuan dianggap lemah, tidak kompeten, tergantung, irrasional,
3
emosional, dan penakut, sementara laki-laki dianggap kuat, mandiri, rasional, logis, dan
berani Selanjutnya ciri-ciri stereotipe ini dijadikan dasar untuk mengalokasikan peran untuk
lelaki dan perempuan .
Keadilan gender adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki, untuk menjamin
agar proses itu adil bagi perempuan dan laki-laki perlu tindakantindakan untuk
menghentikan hal-hal yang secara sosial dan menurut sejarah menghambat perempuan dan
laki-laki untuk berperan dan menikmati hasil dan peran yang dimainkannya. Keadilan gender
mengantarkan perempuan dan laki-laki menuju kesetaraan gender
Proses marjinalisasi atau pemiskinan yang merupakan proses, sikap, perilaku masyarakat
maupun kebijakan negara yang berakibat pada penyisihan/ pemiskinan bagi perempuan
atau laki-laki.
Contoh-contoh marjinalisasi:
a) Banyak pekerja perempuan kurang dipromosikan menjadi kepala cabang atau kepala
bagian dalam posisi birokrat. Begitu pula politisi perempuan kurang mendapat porsi
dan pengkuan yang sama dibandingkan dengan politisi laki-laki.
b) peluang untuk menjadi pimpinan dilingkungan TNI (jenderal) lebih banyak diberikan
kepada laki-laki daripada perempuan.
4
c) Sebaaliknya banyak lapangan pekerjaan yang menutup pintu bagi laki-laki seperti
industri garmen dan industri rokok karena anggapan bahwa mereka kurang teliti
melakukan pekerjaan yang memerlukan kecermatan dan kesabaran.
2. Subordinasi
Proses sub-ordinasi adalah suatu keyakinan bahwa satu jenis kelamin dianggap lebih penting
atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya, sehingga ada jenis kelamin yang
merasa dinomorduakan atau kurang didengarkan suaranya, bahkan cenderung dieksploitasi
tenaganya.
sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran permepuan
lebih rendah daripada laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsir keagamaan maupun dalam
aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan pada tatanan sub-ordinat.
Contoh-contoh sub-ordinasi
a) Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan seperti “guru taman
kanak-kanak’.’sekretaris”, atau “perawat’, yang dinilai lebih rendah dibanding
dengan pekerjaan laki-laki seperti direktur, dosen diperguruan tinggi, dokter, dan
tentara. Hal tersebut berpengaruh pada pembedaan gaji yang diterima oleh
perempuan.
b) Perempuan dipinggirkan dari beberapa jenis kegiatan baik dibanding pertanian dan
industri serta bidang tenaga kerja yang lebih banyak dimiliki oleh laki-laki.
c) Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan
secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang pada umumnya
dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
3. Pandangan Stereotipe
Stereotipe adalah suatu pelabelan yang sering kali bersifat negatif secara umum terhadap
salah satu jenis kelamin tertentu.Stereotipe selalu melahirkan ketidakadilan dan diskriminasi
yang bersumber dari pandangan gender.
5
Contoh-contoh Stereotipe
a) Tugas dan fungsi serta peran perempuan hanya melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan kerumahtanggaan atau tugas domestik.
b) Label kaum perempuan sebagai” ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka jika
hendak aktif dalam kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis maupun
birokrasi.
c) Apabila laki-laki marah, maka dianggap tegas tetapi apabila perempuan marah atau
tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar penilaian
terhadap perempuan dan laki-laki berbeda namun standar nilai tersebut lebih
banyak merugikan perempuan.
4. Kekerasan
Pelaku kekerasaan yang bersumber karena gender ini bermacam-macam. Ada yang bersifat
individual seperti di dalam rumah tangga sendiri maupun ditempat umum dan juga di
dalam masyarakat dan negara.
Berbagai kekerasan terhadap perempuan terjadi sebagai akibat dari perbedaan peran
gender yang tidak seimbang.
6
d) Istri tidak boleh mengikuti segala macam pelatihan dan kesempatan –kesempatan
meningkatkan SDMnya.
e) Istri tidak boleh mengikuti kegiatan sosial diluar rumah.
f) Suami membatasi uang belanja dan memonitor pengeluarannya secara ketat.
g) Orang tua memukul dan mengahajar anaknya.
Beban ganda adalah peran dan tanggung jawab seseorang dalam melakukan berbagai jenis
kegiatan sehari-hari.Beban kerja ganda yang sangat memberatkan seseorang adalah suatu
bentu diskriminasi dan ketidakadilan gender. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya,
beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa yang lain dilakukan oleh
perempuan.Beban ganda ini seringkali dipandang dari sudut budaya sebagai bentuk
pengabdian dan pengorbanan yang mulia yang nanti di akherat mendapatkan balasan yang
setimpal. Namun demikian harus ada suatu batas dari pengorbanan ini, karena
pengorbanan yang tanpa batas berarti menjurus kepada ketidakadilan.
7
perbedaan gender dan jenis kelamin adalah sebagai berikut:
8
sosial.
Faktor-Faktor Ketidaksetaraan Gender dalam Pendidikan Bias gender ini tidak hanya
berlangsung dan disosialisasikan melalui proses serta sistem pembelajaran di sekolah, tetapi
juga melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga. Stereotip gender yang berkembang di
masyarakat telah mengkotak-kotakkan peran apa yang pantas bagi perempuan dan lakilaki.
Hal ini disebabkan oleh nilai dan sikap yang dipengaruhi faktor-faktor sosial budaya
masyarakat yang secara melembaga telah memisahkan gender ke dalam peran-peran sosial
yang berlainan. Faktor yang menjadi alasan pokok yang penyebab ketidaksetaraan gender
menurut Suleeman (1995) yaitu: 1). Semakin tinggi tingkat pendidikan formal semakin
terbatas jumlah sekolah yang tersedia, 2). Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mahal
biaya untuk bersekolah, 3). Investasi dalam pendidikan juga seringkali tidak dapat mereka
rasakan karena anak perempuan menjadi anggota keluarga suami setelah mereka menikah.
9
mengenai tugas dan peranan wanita dan lelaki dalam kehidupan bermasyarakat,
khususnya dalam keluarga. Laki-laki sebagai pemimpin atau kepala keluarga memiliki
otoritas yang meliputi kontrol terhadap sumber daya ekonomi, dan suatu pembagian
kerja secara seksual dalam keluarga. Hal ini menyebabkan wanita memiliki akses yang
lebih sedikit di sektor publik dibandingkan lelaki.Tidak hanya dalam hal pembagian kerja,
budaya patriarki juga telah memberikan efek negatif terhadap
keadilan penggunaan kontrasepsi .
2. Faktor Tradisi
tradisi yang dalam bahasa latin disebut tradere atau kebiasaan, dalam pengertian
yang paling sederhana dapat diartikan sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari
suatu kelompok, wilayah, kebudayaan, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar
dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik
tertulis maupun yang cenderung lisan.
Pada mulanya istilah trader/tradition digunakan dalam hukum Roma (Roman Law) yang
mengacu pada hukum warisan. tradisi merupakan sesuatu yang bersifat ritual dan
dilakukan berulang-ulang. Tradisi adalah asset kelompok masyarakat yang mencirikan
suatu kebudayaan dan tata perilaku yang berlaku dalam masyarakat.
bahwa sejarah dan tradisi adalah sesuatu yang sengaja dibuat oleh lingkungan Emperor
yang berkuasa untuk melegitimasi role atau otoritas yang mereka buat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
Gender merupakan suatu strategi yang bertujuan untuk menjamin tercapainya
kesetaraan dan keadilan gender, yaitu memastikan apakah perempuan dan laki-laki
memperoleh akses kepada, berpartisipasi dalam, mempunyai kontrol atas, dan memperoleh
manfaat yang sama dari berbagai kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan.
Keadilan dan kesetaraan gender sebagai salah satu cita-cita dan arah dalam
pembangunan nasional hanya dapat terwujud jika masyarakat, khususnya aparat negara,
memiliki kesadaran, kepekaan, dan respons serta motivasi yang kuat dalam mendukung
terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender tersebut.
B. Saran
Perlu dilakukan sosialisasi secara holistik dan kontinyu tentang gender , karena faktor
lingkungan juga bisa mengakibatkan ketidakadilan gender.Bila memungkinkan agar
dirumuskan pendidikan usia dini yang berwawasan gender. Hal ini dimaksudkan untuk
menghilangkan penerapan idieologi gender pada usia dini, yang berakibat kepada
kesalahpahaman dalam memahami kodrat maupun peran gender. Disamping pula
diharapkan untuk menghilangkan stereotif negatif yang dilabelkan pada perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
11
Sosiologi kesehatan dan penyakit.
Jakarta:Raja Grafindo Persada
2. Sanderson, Stephen K. 2011.
Makrososiologi. Jakarta:Raja Grafindo
Persada
3. Yulaelawati, E. (2014). Pendidikan masyarakat untuk pemberdayaan.
Jakarta: Ditjen. PNFI Depdiknas.
12