Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP GENDER & PUG


“KONSEP GENDER & JENIS KELAMIN SERTA IMPLIKASI KETIDAKSETARAAN GENDER”
DOSEN PENGAMPUH : MARIANA NGUNDJU AWANG, S.Si.T.M.Kes

OLEH

NAMA : RISTHA AMANDA MALEHERE


TINGKAT : III C
NIM : PO 530324018279

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES KUPANG
JURUSAN KEBIDANAN
ANGKATAN XX
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dankarunia-Nya kepada
saya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat berdasarkan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Gender dan PUG saya menyadari masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi para pembaca dan bermanfaat bagi
para pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................iii
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. TUJUAN.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. PENGERTIAN GENDER.......................................................................................3
B. KETIDAKADILAN DAN DISKRIMINASI GENDER..................................................4
C. FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB KESENJANGAN GENDER.....................................9
BAB III PENUTUP...........................................................................................................11
A. KESIMPULAN.....................................................................................................11
B. SARAN...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara menjamin persamaan hak dan kedudukan setiap warga negara, laki-laki dan
perempuan. Dalam konstitusi dasar negara UUD 1945, misalnya, dikemukakan jaminan
negara atas persamaan hak bagi setiap warga dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27
ayat 1), pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27, ayat 2), usaha bela negara (Pasal
30) dan dalam memperoleh pendidikan (Pasal 31). Secara lebih operasional, GBHN 1999
mengamanatkan perlu adanya lembaga yang mampu mengembangkan kebijakan nasional
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Di samping itu, pemerintah Indonesia
juga telah meratifikasi berbagai konvensi dunia dan menandatangani sejumlah deklarasi
internasional berkaitan dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan,

Kesenjangan gender tampak terjadi di berbagai bidang pembangunan. Dalam bidang


pendidikan, Untuk memperkecil kesenjangan gender yang terjadi pada berbagai sektor
kehidupan, maka kebijakan dan program pembangunan yang dikembangkan saat ini dan di
masa mendatang harus mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan
permasalahan  perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi, pada seluruh kebijakan dan program pembangunan nasional. Guna menjamin
penyelenggaraan pembangunan seperti ini, pemerintah menerbitkan Inpres No. 9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan yang mewajibkan seluruh
departemen maupun lembaga pemerintah non departemen di pusat dan di daerah untuk
melakukan pengarusutamaan gender dalam kebijakan dan program yang berada di bawah
tugas dan tanggung jawab masing-masing.

1
B. Tujuan
1. Menjelaskan konsep gender dan jenis kelamin
2. Menjelaskan ketidaksetaraan gender
3. Menjelaskan faktor penyebab kesenjangan gender

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender

Peran yang menyampaikan pesan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim atau
maskulin . Dan, ketika konstruksi sosial itu dihayati sebagai sesuatu yang tidak boleh diubah
karena dianggap kodrati dan alamiah, menjadilah itu ideologi gender. Gender adalah
“konstruksi sosial tentang peran lelaki dan perempuan sebagaimana dituntut oleh
masyarakat dan diperankan oleh masing-masing mereka” . Gender berkaitan dengan
pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan
oleh masyarakat berdasarkan sifat yang dianggap pantas bagi laki-laki dan perempuan
menurut norma, adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat . Seperti halnya kostum dan
topeng di teater, gender adalah seperangkat

Berdasakan ideologi gender yang dianut, masyarakat kemudian menciptakan pembagian


peran antara laki-laki dan perempuan yang bersifat operasional Dalam pembagian peran
gender ini, laki-laki diposisikan pada peran produktif, publik, maskulin, dan pencari nafkah
utama; sementara perempuan diposisikan pada peran reproduktif, domestik, feminim, dan
pencari nafkah tambahan), penelitian-penelitian kross-kultural mengindikasikan bahwa
peran seks itu merupakan salah satu hal yang dipelajari pertama kali oleh individu dan
bahwa seluruh  kelompok masyarakat memperlakukan laki-laki dengan cara yang berbeda
dengan perempuan.

Dalam praktiknya, dikotomi peran ini kemudian ternyata memunculkan berbagai bentuk
ketidakadilan gender, seperti adanya marginalisasi, subordinasi atau anggapan tidak penting
dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan
(violence), beban kerja yang lebih panjang  dan lebih banyak (burden) dan sosialisasi
ideologi nilai peran gender.

Cara pikir stereotipe tentang peran gender sangat mendalam merasuki pikiran mayoritas
orang.  Sebagai contoh, perempuan dianggap lemah, tidak kompeten, tergantung, irrasional,

3
emosional, dan penakut, sementara laki-laki dianggap kuat, mandiri, rasional, logis, dan
berani Selanjutnya ciri-ciri  stereotipe ini dijadikan dasar untuk mengalokasikan peran untuk
lelaki dan perempuan .

Keadilan gender adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki, untuk menjamin
agar proses itu adil bagi perempuan dan laki-laki perlu tindakantindakan untuk
menghentikan hal-hal yang secara sosial dan menurut sejarah menghambat perempuan dan
laki-laki untuk berperan dan menikmati hasil dan peran yang dimainkannya. Keadilan gender
mengantarkan perempuan dan laki-laki menuju kesetaraan gender

B. Ketidakadilan dan Diskriminasi Gender

Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi kesenjangan dan ketimpangan


atau tidak adil akibat dari sistem struktur sosial dimana baik perempuan dan laki-laki
menjadi korban dari sistem tersebut.  Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan
dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradapan manusia dalam berbagai bentuk
yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki-laki. Meskipun
secara keseluruhan ketidakadilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami
oleh kaum perempuan, namun ketidakadilan gender itu berdampak pula terhadap laki-laki.

Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan gender akibat diskriminasi gender itu mencakup:

1. Marjinalisasi atau Peminggiran

Proses marjinalisasi atau pemiskinan yang merupakan proses, sikap, perilaku masyarakat
maupun kebijakan negara yang berakibat pada penyisihan/ pemiskinan bagi perempuan
atau laki-laki.

Contoh-contoh marjinalisasi:

a) Banyak pekerja perempuan kurang dipromosikan menjadi kepala cabang atau kepala
bagian dalam posisi birokrat. Begitu pula politisi perempuan kurang mendapat porsi
dan pengkuan yang sama dibandingkan dengan politisi laki-laki.
b) peluang untuk menjadi pimpinan dilingkungan TNI (jenderal) lebih banyak diberikan
kepada laki-laki daripada perempuan.

4
c) Sebaaliknya banyak lapangan pekerjaan yang menutup pintu bagi laki-laki seperti
industri garmen dan industri rokok karena anggapan bahwa mereka kurang teliti
melakukan pekerjaan yang memerlukan kecermatan dan kesabaran.

2. Subordinasi

Proses sub-ordinasi adalah suatu keyakinan bahwa satu jenis kelamin dianggap lebih penting
atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya, sehingga ada jenis kelamin yang
merasa dinomorduakan atau kurang didengarkan suaranya, bahkan cenderung dieksploitasi
tenaganya.

sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran permepuan
lebih rendah daripada laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsir keagamaan maupun dalam
aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan pada tatanan sub-ordinat.

Contoh-contoh sub-ordinasi

a) Banyak  pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan seperti “guru taman
kanak-kanak’.’sekretaris”, atau “perawat’,  yang dinilai lebih rendah dibanding
dengan pekerjaan laki-laki seperti direktur, dosen diperguruan tinggi, dokter, dan
tentara. Hal tersebut berpengaruh pada pembedaan gaji yang diterima oleh
perempuan.
b) Perempuan dipinggirkan dari beberapa jenis kegiatan baik dibanding pertanian dan
industri serta bidang tenaga kerja yang lebih banyak dimiliki oleh laki-laki.
c) Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan
secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang pada umumnya
dikerjakan oleh tenaga laki-laki.

3. Pandangan Stereotipe

Stereotipe adalah suatu pelabelan yang sering kali bersifat negatif secara umum terhadap
salah satu jenis kelamin tertentu.Stereotipe selalu melahirkan ketidakadilan dan diskriminasi
yang bersumber dari pandangan gender.

5
Contoh-contoh Stereotipe

a) Tugas dan fungsi serta  peran perempuan hanya melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan kerumahtanggaan atau tugas domestik.
b) Label kaum perempuan  sebagai” ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka jika
hendak aktif dalam kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis maupun
birokrasi.
c) Apabila laki-laki marah, maka dianggap tegas tetapi apabila perempuan marah atau
tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar penilaian
terhadap perempuan dan laki-laki berbeda namun standar nilai tersebut lebih
banyak merugikan perempuan.

4. Kekerasan

Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi


seseorang. Oleh kaena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti
perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan, tetepi juga yang bersifat non fisik seperti pelecehan
seksual, ancaman dan paksaan sehingga secara emosional perempuan atau laki-laki yang
mengalaminya akan merasa terusik batinnya.

Pelaku kekerasaan yang bersumber karena gender ini bermacam-macam. Ada yang bersifat
individual seperti di dalam rumah tangga sendiri maupun ditempat umum  dan juga di
dalam masyarakat dan negara.

Berbagai kekerasan terhadap perempuan terjadi sebagai akibat  dari perbedaan peran
gender yang tidak seimbang.

Contoh-contoh kekerasan(fisik  maupun mental psikologis)

a) Istri menghina / mencela kemampuan seksual atau kegagalan karier suami.


b) Perempuan dan anak-anak dijadikan sandera dalam suatu konflik sosial /ethnis atau
antar negara.
c) Istri tidak boleh bekerja oleh suami setelah menikah.

6
d) Istri tidak boleh mengikuti segala macam pelatihan dan kesempatan –kesempatan
meningkatkan SDMnya.
e) Istri tidak boleh mengikuti kegiatan sosial diluar rumah.
f) Suami membatasi uang belanja dan memonitor pengeluarannya secara ketat.
g) Orang tua  memukul dan mengahajar anaknya.

5. Beban Ganda Bagi Perempuan

Beban ganda adalah peran dan tanggung jawab seseorang dalam melakukan berbagai jenis
kegiatan sehari-hari.Beban kerja ganda yang sangat memberatkan seseorang adalah suatu
bentu diskriminasi dan ketidakadilan gender. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya,
beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa yang lain dilakukan oleh
perempuan.Beban ganda ini seringkali dipandang dari sudut budaya sebagai bentuk
pengabdian dan pengorbanan yang mulia yang nanti di akherat mendapatkan balasan yang
setimpal. Namun demikian harus ada suatu batas dari pengorbanan ini, karena
pengorbanan yang tanpa batas berarti menjurus kepada ketidakadilan.

Contoh-contoh beban kerja

a) Berbagai observasi menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari


pekerjaan dalam rumah tangga, sehingga bagi mereka yang bekerja dilura rumah,
selain bekerja diwilayah publik mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan
domestik. Dengan demikian perempuan melakukan beban ganda yang memberatkan
(double burden).
b) Seorang ibu dan anak perempuannya mempunyai tugas untuk menyiapkan makanan
dan menyediakannya diatas meja, kemudian merapikan kembali  sampai mencuci
piring-piring yang kotor.
c) Seorang bapak dan anak laki-laki setelah selesai makan, mereka akan meninggalkan
meja makan tanpa merasa berkewajiban untuk mengangkat piring kotor yang
mereka pakai. Apabila yang mencuci isteri, walaupun ia bekerja mencari nafkah
keluarga ia tetap menjalankan tugas pelayanan yang dianggap sebagai kewajibannya.

7
perbedaan gender dan jenis kelamin adalah sebagai berikut:

Gender Jenis Kelamin

Menyangkut pembedaan peran, fungsi, dan Menyangkut perbedaan organ


tanggungjawab laki-laki dan perempuan biologis laki-laki dan
sebagai hasil kesepakatan atau hasil perempuan, khususnya pada
bentukan masyarakat bagian-bagian alat reproduksi.

Peran reproduksi tidak dapat


berubah:Sekali menjadi
Peran sosial dapat berubah:Peran istri perempuan dan mempunyai
sebagai ibu rumah tangga dapat berubah rahim, maka selamanya akan
menjadi pencari nafkah, disamping menjadi menjadi perempuan dan
istri juga sebaliknya.

Peran sosial dapat dipertukarkan:Untuk


saat-saat tertentu, bisa saja suami tidak
memiliki pekerjaan sehingga tinggal di Peran reproduksi tidak dapat
rumah mengurus rumah tangga, sementara dipertukarkan: tidak mungkin
istri bertukar peran untuk bekerja mencari laki-laki melahirkan dan
nafkah bahkan sampai ke luar negeri. perempuan membuahi.

Peran sosial bergantung pada masa dan Peran reproduksi kesehatan


keadaan berlaku sepanjang masa

Peran sosial bergantung pada budaya Peran reproduksi kesehatan


masyarakat tertentu. berlaku di mana saja.

Peran sosial berbeda antara satu Peran reproduksi kesehatan


kelas/strata sosial dengan strata lainnya. berlaku bagi semua kelas/strata

8
sosial.

Peran Gender adalah peran-peran yang dilaksanakan oleh perempuan dan laki-laki


menyangkut hak-hak dan kewajiban mereka seperti pengasuhan anak dan mencari nafkah
bagi keluarga.Secara sosial peran gender ini dilekatkan pada jenis kelamin tertentu seperti
peran pencari nafkah selalu dilekatkan pada laki-laki karena sifatnya yang
dianggap maskulin sedangkan Perempuan lebih identik dengan pekerjaan rumah
tangga.Peran gender sendiri adalah sebuah konstruksi sosial, di mana masyarakat memiliki
peran menciptakan perspektif dalam peran gender dan bukan secara biologis.

C. Faktor- Faktor Penyebab Kesenjangan Gender

Faktor-Faktor Ketidaksetaraan Gender dalam Pendidikan Bias gender ini tidak hanya
berlangsung dan disosialisasikan melalui proses serta sistem pembelajaran di sekolah, tetapi
juga melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga. Stereotip gender yang berkembang di
masyarakat telah mengkotak-kotakkan peran apa yang pantas bagi perempuan dan lakilaki.
Hal ini disebabkan oleh nilai dan sikap yang dipengaruhi faktor-faktor sosial budaya
masyarakat yang secara melembaga telah memisahkan gender ke dalam peran-peran sosial
yang berlainan. Faktor yang menjadi alasan pokok yang penyebab ketidaksetaraan gender
menurut Suleeman (1995) yaitu: 1). Semakin tinggi tingkat pendidikan formal semakin
terbatas jumlah sekolah yang tersedia, 2). Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mahal
biaya untuk bersekolah, 3). Investasi dalam pendidikan juga seringkali tidak dapat mereka
rasakan karena anak perempuan menjadi anggota keluarga suami setelah mereka menikah.

1. Faktor Budaya Patriarki


Patriarki adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan sistem sosial dimana
kaum laki-laki sebagai suatu kelompok mengendalikan kekuasaan atas kaum
perempuan. Budaya patriarki merupakan budaya dimana lelaki mempunyai kedudukan
lebih tinggi dari wanita. Dalam budaya ini, ada perbedaan yang jelas

9
mengenai tugas dan peranan wanita dan lelaki dalam kehidupan bermasyarakat,
khususnya dalam keluarga. Laki-laki sebagai pemimpin atau kepala keluarga memiliki
otoritas yang meliputi kontrol terhadap sumber daya ekonomi, dan suatu pembagian
kerja secara seksual dalam keluarga. Hal ini menyebabkan wanita memiliki akses yang
lebih sedikit di sektor publik dibandingkan lelaki.Tidak hanya dalam hal pembagian kerja,
budaya patriarki juga telah memberikan efek negatif terhadap
keadilan penggunaan kontrasepsi .

2. Faktor Tradisi
tradisi yang dalam bahasa latin disebut tradere atau kebiasaan, dalam pengertian
yang paling sederhana dapat diartikan sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari
suatu kelompok, wilayah, kebudayaan, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar
dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik
tertulis maupun yang cenderung lisan.
Pada mulanya istilah trader/tradition digunakan dalam hukum Roma (Roman Law) yang
mengacu pada hukum warisan. tradisi merupakan sesuatu yang bersifat ritual dan
dilakukan berulang-ulang. Tradisi adalah asset kelompok masyarakat yang mencirikan
suatu kebudayaan dan tata perilaku yang berlaku dalam masyarakat.
bahwa sejarah dan tradisi adalah sesuatu yang sengaja dibuat oleh lingkungan Emperor
yang berkuasa untuk melegitimasi role atau otoritas yang mereka buat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

10
Gender merupakan suatu strategi yang bertujuan untuk menjamin tercapainya
kesetaraan dan keadilan gender, yaitu memastikan apakah perempuan dan laki-laki
memperoleh akses kepada, berpartisipasi dalam, mempunyai kontrol atas, dan memperoleh
manfaat yang sama dari berbagai kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan.

Keadilan dan kesetaraan gender sebagai salah satu cita-cita dan arah dalam
pembangunan nasional hanya dapat terwujud jika masyarakat, khususnya aparat negara,
memiliki kesadaran, kepekaan, dan respons serta motivasi yang kuat dalam mendukung
terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender tersebut.

B. Saran

Perlu dilakukan sosialisasi secara holistik dan kontinyu tentang gender , karena faktor
lingkungan juga bisa mengakibatkan ketidakadilan gender.Bila memungkinkan agar
dirumuskan pendidikan usia dini yang berwawasan gender. Hal ini dimaksudkan untuk
menghilangkan penerapan idieologi gender pada usia dini, yang berakibat kepada
kesalahpahaman dalam memahami kodrat maupun peran gender. Disamping pula
diharapkan untuk menghilangkan stereotif negatif yang dilabelkan pada perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. White,Kevin. 2012. Pengantar

11
Sosiologi kesehatan dan penyakit.
Jakarta:Raja Grafindo Persada
2. Sanderson, Stephen K. 2011.
Makrososiologi. Jakarta:Raja Grafindo
Persada
3. Yulaelawati, E. (2014). Pendidikan masyarakat untuk pemberdayaan.
Jakarta: Ditjen. PNFI Depdiknas.

12

Anda mungkin juga menyukai