Patogenesa = Patofisiologi malnutrisi berkaitan dengan seluruh organ dalam tubuh. Protein
sebagai sumber asam amino diperlukan untuk berbagai proses sintesis di dalam tubuh. Untuk
menjalankan fungsi tubuh, energi diperlukan dalam seluruh proses biokimia. Selain
makronutrien, berbagai komponen mikronutrien juga diperlukan sebagai kofaktor dalam
proses enzimatik di dalam tubuh.
Etiologi =
Ditinjau dari segi klinis, Saunders et al [7] berpendapat bahwa penyakit malnutrisi pada
dasarnya dapat terjadi akibat keempat faktor risiko berikut:
1. Penurunan Asupan Nutrisi
Kurangnya asupan nutrisi sering kali terjadi akibat diet yang tidak seimbang. Selain itu,
kurangnya asupan nutrisi juga dapat terjadi pada penyakit kronik. Hal ini terjadi melalui
penurunan nafsu makan akibat proses inflamasi yang terjadi.
2. Penurunan Absorpsi Makronutrien maupun Mikronutrien
Pada pasien yang mengalami gangguan pencernaan maupun pasien pasca pembedahan regio
abdomen, malabsorpsi dapat terjadi dan menjadi faktor risiko utama untuk penurunan berat
badan dan malnutrisi.
3. Peningkatan Kehilangan (Loss) Nutrisi atau Kebutuhan Nutrisi
Pada kondisi tertentu seperti pasien luka bakar, pasien dengan fistula enterokutan, diare
kronis akibat buruknya sanitasi, malnutrisi sangat rentan terjadi akibat hilangnya
makronutrien maupun mikronutrien tertentu.
4. Peningkatan Total Energy Expenditure (TEE)
Total energy expenditure merupakan jumlah kalori yang dibakar dalam sehari. Hal ini dapat
meningkat pada kondisi penyakit tertentu, misalnya pada pasien luka bakar atau trauma berat.
Penyebab Lain Malnutrisi
Selain akibat asupan nutrisi yang inadekuat, malnutrisi juga dapat disebabkan oleh penyakit
kronik maupun iatrogenik, yaitu malnutrisi yang berkaitan dengan tindakan pengobatan,
misalnya radiasi, kemoterapi, maupun pemberian antibiotik jangka panjang. Gangguan
makan seperti anorexia nervosa atau orthorexia nervosa juga dapat menyebabkan terjadinya
malnutrisi.
Penatalaksanaan
Tata Laksana Malnutrisi Akut Berat pada Anak
Pada kondisi yang malnutrisi akut berat, perawatan di rumah sakit bisa jadi diperlukan oleh
pasien anak yang memerlukan intervensi medis. Penatalaksanaan malnutrisi akut berat atau
gizi buruk dilakukan melalui dua tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi. Terdapat 10
langkah penatalaksanaan anak dengan gizi buruk yang diterapkan di Indonesia, yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
5. Atasi/cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
7. Memulai pemberian makan
8. Mengupayakan tumbuh-kejar
9. Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut pascaperbaikan[3]
Prinsip penatalaksanaan penyakit malnutrisi adalah dilakukan secara bertahap agar tidak
terjadi refeeding syndrome.
Edukasi dan promosi kesehatan mengenai malnutrisi saat ini gencar dilakukan di dunia oleh
WHO. Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan turut meningkatkan usaha promosi
kesehatan mengenai malnutrisi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
pentingnya pola diet yang seimbang.
Edukasi Pasien
Penyebab malnutrisi yang berasal dari berbagai aspek yaitu aspek medis dan sosial-ekonomi
menyebabkan edukasi yang diberikan pada pasien harus bersifat komprehensif dan holistik.
Informasi mengenai pola diet yang seimbang, anjuran untuk menemui ahli nutrisi bila pada
penapisan status gizi didapatkan masalah, serta konsekuensi yang dapat terjadi bila terjadi
malnutrisi penting diberikan pada pasien. Promosi kesehatan dapat dimulai pada wanita
dengan usia reproduktif agar menjaga asupan nutrisi yang adekuat. Pentingnya asupan nutrisi
prenatal dan pemeriksaan antenatal, pemberian ASI eksklusif, dan makanan pendamping ASI
yang bernutrisi harus disampaikan di berbagai pusat pelayanan kesehatan
.