Catatan Kuliah PPBW M-2, 2022
Catatan Kuliah PPBW M-2, 2022
Sejarah (1)
Sejarah Penentuan Batas Di Darat dengan garis Mason-
Dixon Calvert vs. Penn
• Pada 1632, Raja Charles I dari Inggris memberikan Lord Baltimore-I (George Calvert), koloni
Maryland.
• Lima puluh tahun kemudian (1682), Raja Charles II memberi William Penn wilayah di utara,
yang kemudian menjadi menjadi Pennsylvania.
• Setahun kemudian, Charles II memberi Penn tanah di Semenanjung Delmarva (semenanjung
yang mencakup bagian timur Maryland modern dan seluruh Delaware).
• Uraian tentang batas-batas dalam hibah untuk George Calvert (Calvert) dan William Penn
(Penn) tidak cocok dan ada banyak kebingungan tentang di mana letak batas (seharusnya
sepanjang 40 derajat utara).
• Keluarga Calvert dan Penn membawa masalah ini ke pengadilan Inggris dan hakim agung
Inggris menyatakan pada tahun 1750 bahwa batas antara Pennsylvania selatan dan Maryland
utara harus terletak 15 mil di selatan Philadelphia.
• Satu dekade kemudian, kedua keluarga tersebut menyetujui kompromi dan menetapkan
http://www.thomaslegion.net/themasondixon batas baru untuk disurvei. Sayangnya, surveyor kolonial bukanlah tandingan untuk pekerjaan
linehistory.html
yang sulit dan dua ahli dari Inggris (Charles Mason dan Jeremiah Dixon) harus direkrut.
(https://www.greelane.com/id/sastra/geografi/mason-dixon-line-1435423/)
Sejarah (2) Sejarah (3)
Para Ahli: Charles Mason dan Jeremiah Dixon Survei di Barat
• Charles Mason dan Jeremiah Dixon tiba di Philadelphia pada November 1763. • Perjalanan dan survei di "barat" yang berbatu itu sulit dan lambat.
• Mason adalah seorang astronom yang pernah bekerja di Royal Observatory di • Para surveyor harus menghadapi banyak bahaya yang berbeda, salah satu
Greenwich dan Dixon adalah seorang surveyor terkenal. Keduanya telah bekerja yang paling berbahaya bagi para pria adalah penduduk asli Amerika yang
bersama sebagai satu tim sebelum penugasan mereka ke koloni.
tinggal di wilayah tersebut.
• Setelah tiba di Philadelphia, tugas pertama mereka adalah menentukan lokasi
absolut yang tepat dari Philadelphia. • Duo surveyor tsb memang memiliki pemandu asli Amerika, meskipun
• Dari sana, mereka mulai mengamati garis utara-selatan yang membagi Semenanjung
begitu tim survei mencapai titik 36 mil di timur titik akhir batas, pemandu
Delmarva menjadi properti Calvert dan Penn. Hanya setelah bagian Delmarva dari mereka menyuruh mereka untuk tidak bepergian lebih jauh.
jalur tersebut selesai, keduanya bergerak untuk menandai jalur timur-barat antara • Penduduk yang bermusuhan mencegah survei mencapai tujuan akhirnya.
Pennsylvania dan Maryland.
• Jadi, pada 9 Oktober 1767, hampir empat tahun setelah mereka memulai
• Mereka secara tepat menetapkan titik lima belas mil selatan Philadelphia dan survei, garis Mason-Dixon sepanjang 233 mil telah (hampir) disurvei
karena awal garis berada di barat Philadelphia, mereka harus memulai pengukuran ke
seluruhnya.
timur dari awal garis. Mereka mendirikan patokan batu kapur di titik asalnya.
(https://www.greelane.com/id/sastra/geografi/mason-dixon-line-1435423/) (https://www.greelane.com/id/sastra/geografi/mason-dixon-line-1435423/)
garis utara
garis busur
paralel 39°43′ N
https://www.greelane.com/id/sastra/geografi/mas
Tugas yang paling sulit adalah memperbaiki garis singgung, karena mereka harus memastikan keakuratan titik on-dixon-line-1435423/
tengah garis transpeninsular dan lingkaran 12 mil, menentukan titik singgung di sepanjang lingkaran, dan
kemudian benar-benar mengamati dan menandai perbatasan.
Perkembangan teori boundary making (1) Perkembangan teori boundary making (2)
Sejarah batas wilayah internasional bermula dari zaman kolonial, ketika bangsa Eropa seperti
Menurut Srebro dan Shoshany (2013), teori boundary making modern yang digunakan dalam
Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda dan Perancis pada abad ke 16 mulai melakukan alokasi dan
kesepakatan terhadap pembagian wilayah secara umum untuk menguasai wilayah yang diduduki. praktek batas internasional pada awalnya dibangun oleh Curzon (1907) yang bukunya
Pada tahap alokasi ini dihasilkan suatu garis yang disebut sebagai garis alokasi (allocation lines) dipublikasikan pada tahun 1896, kemudian oleh Holdich (1916), Fawcett (1918) dan McMahon
yang menentukan lingkaran pengaruh atau ‘spheres of influence’ terhadap wilayah yang dikuasainya
(Jones, 1945). (1935). Penulis tersebut adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam berbagai kasus
Alokasi menghasilkan overlapping area sehingga antar negara kolonial harus melakukan boundary making batas internasional dan kemudian mempublikasikannya.
kesepakatan untuk melakukan delimitasi garis batas dan hasil delimitasi garis batas tersebut
dituangkan dalam perjanjian (treaty). Penulis tersebut telah mengenalkan perbedaan istilah yang sangat penting dalam tahapan
Pada kemudian hari setelah negara-negara yang dijajah merdeka, garis hasil delimitasi dalam treaty boundary making yaitu perbedaan antara delimitasi dan demarkasi.
ditetapkan menjadi batas wilayah negara yang merdeka.
Delimitasi merupakan kerja persiapan untuk mendefinisikan garis batas di dalam perjanjian dalam
Hal ini sesuai dengan prinsip hukum internasional “uti possidetis juris” bahwa wilayah untuk negara
yang baru merdeka adalah mewarisi wilayah negara penjajah yang berkuasa sebelumnya atas satu bentuk narasidengan kalimat atau dalam bentuk gambar di peta,
wilayah tertentu.
Demarkasi merupakan kegiatan meletakan garis batas di lapangan setelah perjanjian
Batas wilayah negara yang sekarang ada di dunia pada dasarnya merupakan warisan garis batas dari
zaman kolonial (Caflisch, 2006). ditandatangani.
(Sumaryo, 2015) (Sumaryo, 2015)
Proses Boundary Making
Alokasi
Keputusan politik untuk mengalokasi wilayah territorial (proses politik untuk menentukan
Menurut Stephen B. Jones (1945) : pembagian wilayah territorial: negara, daerah).
Proses peninjauan cakupan wilayah suatu negara
Peran Engineer …?
“The identification of the extent of influence of a resource center that
either distributes a resource/service to, or receives a resource/service
• Proses Politis
Delimitasi • Penegasan
Manajemen from, a limited surrounding zone” (Anonymus, 1991)
• Tinjauan • Penentuan batas • Pemasangan • Administrasi
cakupan wilayah tanda batas pasti Menurut Public International Law (1997) :
sesuai • Dokumentasi
kesepakatan • Bordering Self Determination
• Pengelolaan
• diplomasi batas Uti Possidetis
Alokasi Demarkasi Territorial Agreement
Follow-up: Delimitation
Acceptanc
Applicant Authority
e
Delimitasi Demarkasi
Delimitasi: merupakan tahap memilih dan • Tindak lanjut dari proses Allocation
mendefinisikan garis batas wilayah di dalam • Identifikasi area yang overlapping dengan wilayah
perjanjian (mendefinisikan batas suatu tetangga Demarkasi : proses mengaplikasikan/
wilayah dengan narasi, gambar/peta). • Diplomasi acceptance/agreement dalam suatu mempertegas di lapangan definisi
Kegiatan yang dominan adalah menyangkut Treaty
aspek hukum. • Pedoman proses Demarcation.
tekstual yang terkandung dalam sebuah
perjanjian, kesepakatan, atau putusan
Tahap Delimitasi (Sumaryo dkk, 2010) : arbitrase pada saat proses Delimitasi.
Kartometrik
Demarkasi (demarcation) adalah
Konikablo, Ghana
memasang tanda batas di lapangan
Negosiasi yang menyangkut aspek teknis survei
pemetaan (menentukan titik dan garis
batas yang sesungguhnya di
Persetujuan lapangan);
African Union Border Programme
The Jakarta Post, 2019
Perkembangan teori boundary making (5)
Administrasi & Manajemen Pada era pasca tahun 1989 muncul fenomena negara-negara baru di luar konteks dekolonisasi, yaitu
negara baru hasil dari pembubaran negara federasi Uni Soviet dan Republik Federasi Sosialis
Administrasi adalah mengadministrasikan batas wilayah (pendokumentasian Yugoslavia (SFRY).
dan pengarsipan untuk berbagai keperluan).
Akibat pembubaran negara tersebut maka batas wilayah administarsi pada negara federasi berubah
• Pengelolaan batas secara efektif merupakan kelanjutan dari demarkasi. menjadi batas internasional melalui perjanjian (treaty) atau kesepakatan (Kolossov, 1992).
Tujuan: menjaga batas terlihat pada lapangan → melalui kegiatan
seperti rekonstruksi (tanda batas fisik maupun batas secara literal)
Penerapan prinsip uti possidetis juris dalam konteks kolonial dalam situasi non-kolonial masih
atau maintenance untuk menjaga tanda fisik di lapangan tetap terlihat menjadi kontroversi, yakni melakukan "upgrade" status bekas batas administrasi internal negara asal
jelas. menjadi batas internasional. Hal ini terjadi dalam kasus di SFRY dan Uni Soviet, dan hal ini
• Boundary Making harus ditafsirkan sebagai proses yang berkelanjutan. kenyataannya diterima oleh PBB.
Dalam konteks batas internasional negara baru hasil pembubaran negara federasi tersebut, secara
Dapat mengintegrasi solusi atas isu-isu yang terkait dengan perbatasan fisik. praktek teori boundary making Jones tetap digunakan sebagai acuan dalam melakukan delimitasi dan
Misal; kontrol lingkungan lintas batas, kebijakan penggunaan air tanah,
perlindungan satwa liar; serta isu-isu lanskap perbatasan manusia seperti: demarkasi batas negara-negara baru bekas federasi. Hal ini menunjukkan bahwa delimitasi dan
sekuritisasi perbatasan, perdagangan lintas batas dan migrasi. demarkasi sesuai teorinya Jones tetap digunakan dalam melakukan "upgrade" status bekas batas
Dalam tahap manajemen perbatasan yang dikelola berbagai bidang: (a) manajemen administrasi internal suatu negara menjadi batas internasional (Vadmir, 2010).
akses, (b) manajemen keamanan, (c)manajemen lingkungan, (d) manajemen
sumberdaya dan ( e ) manajemen infrastruktur, (Pratt, 2011). (Sumaryo, 2015)
Relevansi teori boundary making (1) Relevansi teori boundary making (2)
Dalam perkembangan aplikasi teori boundary making (teori Jones, 1945) yakni istilah “delimitasi 2. Sebagai suatu kerangka kerja yang sistematik, Jones (1945) memberikan catatan penting,
dan demarkasi” telah memiliki pengaruh yang kuat dalam praktek maupun dalam hukum yaitu: “karena boundary making adalah suatu proses yang berkesinambungan, mulai dari
internasional.
tahap awal alokasi sampai tahapan akhir administrasi, maka kesalahan di suatu tahapan
Hal ini ditandai dengan banyaknya keputusan-keputusan oleh Mahkamah Internasional dan berpengaruh pada tahapan berikutnya. Oleh sebab itu informasi yang benar tentang daerah
Resolusi PBB mengenai batas wilayah menggunakan kosa kata “delimitasi dan demarkasi”.
perbatasan harus diketahui seawal mungkin di dalam proses boundary making”.
Hasil analisis relevansi teori Jones (1945) pada abad 21 yang dapat dirangkum sebagai berikut
(Donaldson dan Williams, 2008) : 3. Pengertian demarkasi menurut Jones tidak sesederhana hanya mencari lokasi untuk
1. Tahapan delimitasi dan demarkasi merupakan tahapan yang mendasar di dalam boundary making memasang pilar seperti yang tertulis dalam perjanjian atau tergambar di peta, namun adalah
dan secara praktis masih digunakan sebagai pedoman dalam penentuan batas dan penyelesaian suatu proses adaptasi dari batas yang sudah didelimitasi dalam perjanjian ke dalam kondisi
sengketa batas di berbagai belahan dunia. lokal di area perbatasan. Karena itu para demarkator sebenarnya adalah sebagai penyesuai
Dalam proses delimitasi, batas harus didefinisikan secara tertulis dalam perjanjian bilateral sehingga akhir (the final adjusment) garis batas hasil delimitasi ke kondisi realitas lapangan. Dalam
delimitasi memiliki aspek legal. Jones dengan tegas menyatakan bahwa delimitasi merupakan proses proses demarkasi diperlukan ahli-ahli teknis seperti kartografer, surveyor dan geografer yang
dua tahap (two-stage process) yaitu memilih garis batas dan mendefinisikan garis batas. Dalam sering disebut demarkator. Teori boundary making (Jones) merupakan tonggak sejarah
pemilihan dan pendefinisan garis batas harus sedapat mungkin mengurangi friksi sehingga
menghasilkan suatu batas yang memberi peluang terbaik untuk dimulainya hubungan yang harmonis penting dalam mendekatkan aspek-aspek teknis (demarkasi) ke aspek legal (delimitasi).
antara negara yang berbatasan. (Sumaryo, 2015) (Sumaryo, 2015)
Relevansi teori boundary making (3) Relevansi teori boundary making (4)
Karakteristik boundary making pada dasarnya merupakan suatu proses yang terkait dengan aspek poltik, hukum dan
4. Proses boundary making Jones (1945) pada dasarnya merupakan kegiatan yang memiliki konsep yang teknis (geospasial). Perbandingan 3 aspek antara batas internasional dan batas daerah sbb: (Sumaryo, 2015).
bersifat kontraktual, artinya bahwa antara dua negara harus sepakat terhadap suatu garis batas dan
tetap mempertahankan posisinya setelah terjadi kesepakatan. Aspek Batas wilayah internasional Batas wilayah administrasi
5. Pada abad 21 telah terjadi perkembangan teknologi geospasial yang sangat pesat dibanding saat teori Politik Politik internasional, hubunganantar negara, Politik nasional dalam rangkadesentralisasi,
Jones ditulis tahun 1945. Perkembangan tersebut adalah penentuan posisi dengan teknologi satelit pemisah kedaulatan hubungan antardaerah, pemisah kewenangan
(GNSS), citra (image) resolusi tinggi dan teknologi komputer yang membawa pada era teknologi pengelolaan administrasi wilayah
dijital. Perubahan tersebut dapat mengubah baik peralatan maupun metode yang digunakan dalam Rezim hukum internasional: uti possidetis juris, Rezim hukum nasional: UUD-1945, UU
Hukum
proses delimitasi, demarkasi maupun administrasi batas wilayah. UNCLOS 1982,perjanjian antar negara N0.22 th 1999, UU
6. Di bagian akhir kesimpualn menyampaikan bahwa tahap delimitasi dan demarkasi sesuai teori Jones No. 32 th. 2004 kemudian diganti dengan UU
(1945) tetap merupakan panduan yang ideal dalam boundary making di masa depan dan merupakan No.23 th. 2014, UU No.6 tahun 2014 ttg
Desa, Peraturan Pemerintah dan Permendagri
kerangka yang sangat baik untuk melakukan analisis terhadap sengketa batas wilayah yang
tentang batasdaerah dan desa.
diakibatkan kesalahan dan kekurangan informasi perbatasan.
Meskipun abad 21 merupakan era globalisasi khususnya dalam perdagangan dan arus informasi yang Teknis Geospasial: Geospasial:
/geospasial (jarak, azimuth, sudut, peta, GPS/GNSS, (jarak, azimuth, sudut, peta, GPS/GNSS,
memunculkan pandangan borderless, namun keberadaan batas negara tetap penting untuk menandai remote sensing,SIG) remote sensing,SIG)
batas kedaulatan dan hukum suatu negara dengan negara lain.
(Sumaryo, 2015)
Referensi:
1. Adler, R. K. (2001). Geographical information in delimitation, demarcation, and
management of international land boundaries. IBRU.
2. Arifin, S. (2009). Pelaksanaan Asas Uti Possidetis Dalam Penentuan Titik Patok
Perbatasan Darat Indonesia dengan Malaysia. Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM, 16(2), 183-204.
3. John W. Donaldson & Alison J. Williams (2008): Delimitation and Demarcation:
Analysing the Legacy of Stephen B. Jones's Boundary-Making. Geopolitics,
13:4, 676-700.
4. Stephen B. Jones (1945) Boundary-Making: A Handbook for. Statesmen, Treaty
Editors and Boundary Commissioners
5. Sumaryo, 2015, Asesmen Peran Informasi Geospasial dalam Proses Boundary
Making dan Sengketa Batas Daerah pada Era Otonomi Daerah di Indonesia,
Disertasi, Universitas Gadjah Mada.
1. Geospasial dalam konteks batas wilayah (1)
Boundary making pada hakekatnya merupakan proses partisi atau membagi-bagi permukaan
bumi. Permukaan bumi tersebut bisa mulai dari persil (bidang tanah) sampai wilayah
Catatan kuliah PPBW M-3, 2022 administrasi seperti desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi, bahkan sampai wilayah
kedaulatan negara. Secara praktis, proses membagi-bagi permukaan bumi dapat dilakukan
secara langsung di lapangan dengan cara pengukuran dan dengan metode tidak langsung
yang dilakukan pada media peta (O’Leary, 2006).
3. Aspek Geospasial dalam boundary making batas di darat
Kegiatan partisi permukaan bumi masuk kedalam lingkup ilmu geodesi praktis melalui
Dirangkum dari berbagai sumber dan digunakan terbatas, tidak untuk dipublikasikan. kegiatan survei dan pemetaan (surveying) dan adjudikasi. Oleh sebab itu peran ilmu geodesi
dalam bentuk kegiatan survei pemetaan dan adjudikasi sangat penting dalam boundary
making (Rais, 2002).
Kesepakatan batas wilayah internasional biasanya diwujudkan dalam suatu dokumen
“traktat” atau perjanjian. Secara formal dan legal, kesepakatan batas wilayah dinyatakan
dalam daftar koordinat titik-titik batas dan digambarkan dalam dokumen yang berujud peta
yang terdapat pada traktat atau perjanjian (Blake, 1995). Karena posisi titik-titik batas
merupakan hasil suatu kesepakatan antar negara, maka kesepakatan tersebut seharusnya
mencakup sistem koordinat dan datum geodetik yang digunakan.
(Sumber: Sumaryo, 2015)
1. Geospasial dalam konteks batas wilayah (2) 1. Geospasial dalam konteks batas wilayah (3)
Ketidakjelasan datum geodetik batas wilayah pada saat delimitasi membawa
Dalam banyak kasus, terutama hasil perjanjian yang dilakukan di masa lalu, implikasi dalam kegiatan demarkasi dan manajemen perbatasan.
koordinat titik-titik batas yang dicantumkan dalam dokumen perjanjian tidak Permasalahan yang muncul akibat ketidakjelasan dan perbedaan datum geodetik
menyebutkan secara eksplisit datum geodetik yang digunakan dalam menentukan adalah pergeseran koordinat titik batas akibat adanya datum shift, perbedaan jarak
koordinat titik-titik batas. antar titik batas, efek terhadap segmen garis batas, dan efek pada kegiatan demarkasi
Penelitian Lathrop (1997), dari 147 dokumen perjanjian batas internasional yang dan manajemen batas, (Sumaryo, 2015).
tersimpan di the American Society of International Law’s Study International Contoh: dokumen perjanjian antara Indonesia dan Singapura untuk 6 titik batas laut
Maritime Boundaries, ditemukan tidak kurang dari 55 % yang tidak menyebutkan teritorial tidak secara jelas mencantumkan datum geodetik yang digunakan (Abidin,
datum geodetik yang digunakan sebagai referensi koordinat titik-titik batas. dkk, 2005). Dalam kasus ketidakjelasan datum geodetik pada 6 titik tersebut dengan
cara melakukan perhitungan posisi 6 koordinat titik batas pada beberapa alternatif
Namun, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (2007) sebagian besar
datum yaitu: Kertau 48, Kertau 68, Genuk dan South Asia terhadap posisinya
perjanjian batas maritim yang telah ditandatangani telah menyebutkan secara dalam datum WGS84.
spesifik datum geodetiknya, kecuali perjanjian yang dilakukan oleh Indonesia dan
Vietnam pada tahun 2003 di laut Natuna (Pratt, 2006). Hasil perhitungan menggunakan alternatif 4 datum tersebut menunjukkan adanya
pergeseran posisi bervariasi antara 25,98 m sampai 214,7 m.
(Sumber: Sumaryo, 2015) (Sumber: Sumaryo, 2015)
1. Geospasial dalam konteks batas wilayah (4)
Pergeseran posisi koordinat akibat datum geodetik menyebabkan kesalahan dalam kegiatan
delimitasi garis batas di atas peta dan kesalahan dalam demarkasi titik batas di lapangan.
Kesalahan ini tentunya bisa berakibat menguntungkan atau merugikan masing-masing pihak.
Pergeseran koordinat geografis “satu detik” bisa menyebakan pergeseran di lapangan sekitar
30 m.
Pada daerah yang terletak pada lintang sekitar 550 utara pergeserannya sekitar 15 m. Untuk
daerah laut terbuka pergeseran tersebut mungkin dapat diabaikan, namun pada area yang
prospektif untuk SDA seperti minyak, gas dan mineral, sebaiknya ketelitian koordinat
disarankan 0,1 detik sehingga pergeseran titik di lapangan hanya sekitar 1,5 m (Pratt, 2006).
(Baca Paper: Abdin, dkk, 2005:
https://www.researchgate.net/publication Selain peta dasar, IG lain yang digunakan dalam boundary making dalam 25 tahun terakhir
/255648877: “Datum Geodetik Batas adalah foto udara dan citra satelit.
Maritim Indonesia-Singapura Status dan
Permasalahannya” Keunggulan foto udara dan citra satelit (resolusi tinggi) dibanding peta adalah dapat
membawa para negosiator seolah-olah berada pada kondisi nyata di lapangan dalam
bernegosiasi di meja perundingan.
(Sumber: Sumaryo, 2015)
1. Geospasial dalam konteks batas wilayah (5) 2. Aspek geospasial yang perlu diperhatikan (1)
Penggunaan SIG untuk negosiasi konflik batas yang sangat menonjol adalah ketika dilakukan
perundingan antara Serbia Bosnia dengan Kroasia/Harzegovina di Dayton yang difasilitasi Amerika Informasi geospasial: Peta
Serikat dan PBB. Aspek geometri peta : datum geodetik, proyeksi peta, sistem koordinat,
Selama perjanjian perdamaian, para negosiator menggunakan peta-peta dijital dan SIG yang disiapkan orientasi dan skala.
oleh the US Army Topographic Engineering Center dan the US Defense Mapping Agency.
Sistem koordinat geodetik/geografis.
Dalam proses perundingan digunakan lebih 100.000 lembar peta yang secara cepat didijitasi di tempat
menjadi peta dijital yang kemudian bersama data citra satelit dan Digital Elevation Model (DEM) Koordinat proyeksi proyeksi peta (peta ideal, bila: (1) luas benar, (2)
digunakan dalam manipulasi real time untuk melakukan buffer di segmen batas yang kritis agar segera bentuk benar, (3) arah benar dan (4) jarak benar).
dapat dirundingkan dan mendapat persetujuan.
Toponim (nama tiap unsur rupabumi ):
Sengketa batas wilayah internasional pada dasarnya merupakan manifestasi tidak tuntasnya
perjanjian atau terjadi ketidaksepakatan akibat tumpang tindih klaim secara kartometrik atau adanya Toponimi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul (sejarah) nama tempat tinggalatau
ketegangan militer didaerah perbatasan. nama bukan tempat tinggal manusia dan nama kenampakan geografis di suatu daerah atau negara
(Aurousseau,1957, dalam Sumaryo, 2015).
Salah satunya adalah kegagalan peran IG hasil delimitasi, hal ini pernah terjadi dalam kasus sengketa
batas antara negara Eritrea dan negara Ethiopia di Afrika yang berlangsung sejak tahun 1998 sampai Bagimana karakteristik peta batas wilayah negara, terkait dengan: (a)
tahun 2000. Untuk penyelesaian yang menyeluruh akhirnya kedua negara sepakat membentuk Komisi datum geodetik, (b) sistem proyeksi peta, © sistem koordinat, dan (d)
Perbatasan (Eritrea-Ethiopia Boundary Commission atau EEBC) yang ditugaskan untuk melakukan
delimitasi ulang atas dasar perjanjian tahun 1900, 1902 dan 1908. (Wood, 2000).
skala, yang digunakan.
(Sumber: Sumaryo, 2015)
2. Aspek geospasial yang perlu diperhatikan (2) 3. Peran IG dalam boundary making (1)
1. Peta pada tahap alokasi.
Kartometrik adalah pengukuran dan perhitungan nilai-nilai numerik dari peta Tahap alokasi biasanya dilakukan oleh negarawan dan diplomat yang mewakili
(ICA, 1973, Maling, 1989 dalam Sumaryo, 2015). negara/pemerintah masing-masing pihak.
Ada empat jenis pengukuran dasar dalam kartometrik yaitu: Pada tahap ini dominasi kegiatan lebih pada kegiatan politik dan diplomatik, lobi-lobi dan
negosiasi antara negara yang berkepentingan.
(1) pengukuran jarak,
Keperluan peta biasanya sebatas untuk bahan negosiasi dan biasanya tidak terlalu
(2) pengukuran luas, dipersoalan masalah ketelitian, skala, datum, sistem koordiant dan aspek kartografis
(3) pengukuran arah, dan lainnya.
(4) penghitungan jumlah obyek yang tergambar di peta. Peta yang diperlukan adalah peta skala menengah atau kecil untuk mengetahui posisi
relatif daerah yang dirundingkan terhadap daerah disekitarnya dalam kaitannya dengan
Dalam pelaksanaan kartometrik ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) aspek geopolitik (Jones, 1945).
obyek yang diukur di peta harus diidentifikasi dengan cermat dan benar, (2) Walaupun demikian tersedianya peta tetap sangat penting sebagai sumber informasi bagi
pengukuran dilakukan dengan metode yang benar dan menggunakan alat yang para negarawan dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk bernegosiasi. Data lain selain
sesuai dan memadai sesuai tujuannya, (3) data yang diperoleh harus dinyatakan peta: foto udara/peta foto dan citra satelit.
dalam data numerik. Untuk itu para politisi dan diplomat perlu mendapat masukan (advis) dari ahli dalam bidang
(Sumber: Sumaryo, 2015)
geodesi, kartografi atau geografi (Blake, 1995). (Sumber: Sumaryo, 2015)
3. Peran IG dalam boundary making (2) 3. Peran IG dalam boundary making (3)
2. Peta pada tahap delimitasi Hasil akhir dari tahap delimitasi adalah
dokumen perjanjian (treaty).
Memilih letak batas dan mendefinisikan titik-titik batas pada tahap delimitasi, diperlukan
Peta kesepakatan batas wilayah biasanya
peta sebagai infrastruktur untuk dapat melakukan dua kegiatan tersebut. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Pemilihan letak memerlukan pertimbangan geografis selain politis (Jones, 1945). perjanjian. Bila peta menjadi bagian dari teks
perjanjian, maka peta tersebut merupakan
Dalam pertimbangan geografis tentunya peta yang diperlukan adalah peta yang bagian dari delimitasi, bila tidak maka peta
menggambarkan feature permukaan bumi secara lengkap baik feature alamiah seperti tersebut hanya sebagai suatu ilustrasi dari teks
perjanjian.
sungai, danau dan watersheed maupun feature buatan manusia (tersdia pada peta dasar).
Peta, secara sendirian tidak dapat digunakan
Pada peta dasar ini digambarkan posisi planimetris yang akurat dan bentuk medan sebagai produk yang bersifat legal (hukum).
(topografi) serta pola drainase digambarkan dengan garis-garis kontur. Skala dan kualitas Kekuatan legal dari peta hanya dapat diperoleh
peta dasar sangat penting pada tahap ini. Peta dasar yang digunakan harus produk resmi bila peta tersebut merupakan bagian yang tidak
yang dibuat oleh pemerintah di negara yang bersangkutan. terpisahkan dari perjanjian atau keputusan
pengadilan dan kekuatannya sebagai alat
Pemilihan skala peta yang mencukupi juga sangat penting karena menentukan tingkat pembuktian sesuai kualitas teknis peta yang
kerincian informasi peta dasar yang digunakan. bersangkutan (Adler, 2000, dalam Sumaryo, 2015)
Referensi:
Konflik adalah salah satu bentuk perilaku persaingan antar individu atau
Catatan kuliah PPBW M-4, 2022 antar kelompok orang.
Potensi terjadinya konflik ada, jika dua atau lebih aktor bersaing secara
4. Permasalahan dalam Boundary Making Batas Darat dengan berlebihan atau tidak adanya kesesuaian tujuan dalam kondisi
sumberdaya yang terbatas (Forbes, 2001).
negara tetangga
Konflik berpotensi terjadi jika masyarakat memiliki perspektif (pandangan)
yang berbeda tentang situasi kehidupan sosial, politik, ekonomi dan
masalah-masalahnya serta perbedaan pandangan dalam hal tujuan dan
cara mencapai tujuan tersebut. (Fisher, dkk., 2001).
Selain istilah “konflik” dalam konteks batas wilayah terdapat istilah yang
memiliki pengertian yang hampir sama yaitu sengketa (disputes).
Dirangkum dari berbagai sumber dan digunakan terbatas, tidak untuk dipublikasikan.
I. Pengertian konflik dan sengketa (2) I. Pengertian konflik dan sengketa (3)
Sengketa didefinisikan sebagai suatu ketidaksepahaman (disagreement) Mengelola konflik atau sengketa
yang spesifik. yang paling efektif adalah
Sengketa biasanya disebabkan oleh adanya suatu regulasi atau dilakukan dengan dua langkah,
kebijakan, dimana klaim atau tuntutan suatu kelompok ditolak oleh yaitu: HUBUNGAN
yaitu: 1. Sengketa teritorial yaitu sengketa yang terjadi bila ada suatu wilayah belum
(1) persoalan hubungan antara orang dialokasi sehingga pada proses alokasi terjadi sengketa pada level
atau kelompok, politisi/negara,
(2) persoalan dengan data, 2. Sengketa posisional yaitu sengketa yang terjadi setelah alokasi batas wilayah
(3) tidak diperhatikannya atau tidak baik sebelum delimitasi atau sering muncul setelah delimitasi pada saat
ada kesesuaian nilai (value), kegiatan demarkasi,
(4) kekuatan terstruktur dari luar 3. Ssengketa fungsional yaitu sengketa yang terjadi pada tahap manajemen
yang menekan para aktor dalam perbatasan seperti pengelolaan sumberdaya yang bernilai ekonomi dan
sengketa, pengelolaan lalu lintas orang dan barang (cross-border).
(5) persoalan kepentingan yaitu tidak
diperhatikannya atau tidak ada Dalam konteks boundary making batas administrasi di Indonesia, sengketa batas terjadi pada saat
tahapan penetapan dan penegasan batas wilayah, sehingga termasuk dalam jenis sengketa
kesesuaian dalam hal keinginan posisional. Sengketa ini terjadi karena mempermasalahkan atau adanya ketidaksepahaman dalam
(Forbes, 2001; Furlong, 2005). masalah ketepatan posisi garis batas (Subowo, 2009).
Asas Uti Possidetis Juris berlaku. Batas wilayah internasional negara RI dengan Republik Demokrasi Timor
Leste (RDTL), merupakan warisan batas wilayah kolonial Belanda dan
Batas antara Indonesia-Malaysia Portugis di Pulau Timor.
ditinjau dari aspek historis merujuk
pada Anglo-Dutch Treaty of 1824 Perjanjian delimitasi batas antara Belanda dan Portugis dilakukan pertama kali
(Treaty of London). tahun 1854, selanjutnya melalui serangkaian perundingan akhirnya delimitasi
“...officially demarcated two final disetujui pada tahun 1904 (Deeley, 2001).
territories: Malaya, which was ruled Setelah Timor Leste merdeka melalui referendum pada tahun 1999, RI- RDTL
by the United Kingdom, and the
sepakat melakukan penegasan batas wilayah dengan dasar perjanjian tahun
Dutch East Indies, which was ruled
by the Netherlands...”
1904 dan the 1914 Arbitral Award of the Permanent Court of Arbitration
(Deeley, 2001). Penegasan batas wilayah negara RI dengan RDTL, diawali
dengan pertemuan ke-1 Technical Sub Committee on Border Demarcation and
Regulation (TSC-BDR) RI dan United Nations Transitional Adminstration for
East Timor (UNTAET) tahun 2001.
IV. Permasalahan batas wilayah (5) IV. Permasalahan batas wilayah (6)
Batas wilayah negara RI-Papua Nugini (PNG) adalah warisan batas wilayah
Secara umum dapat dicapai kesepahaman dan kesepakatan bersama kolonial Belanda dan Inggris di pulau Irian sesuai konvensi tahun 1895, saat
terhadap aspek legal dokumen perjanjian, namun ada beberapa segmen ini boleh dikatakan sudah well-demarcated.
yang masih merupakan area yang ambiguity (Sutisna dan Handoyo, 2004).
Adanya perbedaan posisi titik dan garis batas disebabkan karena perbedaan
Delimitasi tahun 1904 yang menggunakan batas alam seperti sungai, penggunaan teknologi penentuan posisi yang digunakan. Demarkasi yang
pengertian thalweg dan beberapa istilah dalam perjanjian seperti “climbing”, pernah dilakukan oleh Belanda dan Inggris di awal abad 20 menggunakan
“descending”, “through thesummits”, “passing” dan“passing through” yang metode astronomi dan di awal abad 21 penegasan untuk perapatan titik- titik
kemudian digunakan untuk demarkasi satu abad kemudian, berpotensi batas yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan PNG menggunakan
menimbulkan ambigu, beda interpretasi dan sengketa, karena telah terjadi teknologi satelit GPS.
perubahan bentang alam.
Di samping itu potensi sengketa batas antara RI dengan PNG ke depan
Di samping itu ditemukan juga permasalahan ketidaksesuaian batas wilayah
adalah masalah perbedaan datum geodesi (Sutisna dan Kusumo, 2008).
antara yang dituliskan di dalam treaty dengan yang digambar di peta,
Sengketa batas yang terjadi pada umumnya terkait dengan manajemen
sebagai contoh di treaty tertulis bahwa batas wilayah mengikuti thalweg Noel
perbatasan kedua negara yang merupakan sengketa fungsional (Prescott,1987).
Besi tetapi di peta digambar mengikuti Nano Tuinan (Deeley, 2001; Sutisna dan Handoyo,
2004).
Proses Alokasi dan Penetapan Batas Wilayah Proses Alokasi dan Penetapan Batas Wilayah
(Batas Daerah) (2). (Batas Daerah) (3).
• DOB (pemekaran daerah) sesuai Psl. 33 UU No. 23/2014 tentang Pemerintah • Aspek non teknis, misalnya proses dilakukan dengan tidak mengikuti prosedur
Daerah: Pemecahan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota untuk menjadi secara administrasi, sehingga setelah UU DOB disepakati permasalahan mulai
dua atau lebih daerah dan penggabungan bagian daerah dari daerah yang bermuculan yang dapat menimbulkan sengketa perbatasan. Sengketa batas bisa
bersanding dalam 1 (satu) daerah provinsi menjadi satu daerah baru, penetapan berujung kepada konflik horisontal dan akan mengganggu proses
pemekaran suatu daerah harus ditetapkan dengan Undang-Undang. pembangunan.
• Cakupan wilayah baik untuk pemekaran provinsi maupun kabupaten kota, harus • Ketidakjelasan garis batas juga akan berdampak secara ekonomi, politik, hukum,
digambarkan di atas peta wilayah masing-masing. dan ketersendatan dalam pembangunan infrastruktur dan pelayanan kepada
• Peta wilayah: harus memenuhi persyaratan kaidah teknis pemetaan dan masyarakat.
difasilitasi oleh lembaga yang memiliki tugas pokok dalam bidang pemetaan dan • Sesuai peraturan bahwa setiap kabupaten/kota dan provinsi, setelah
dikoordinasikan dengan Menteri. peranan peta menjadi sangat penting diterbitkannya UU-DOB, diharuskan melakukan penegasan batas wilayah
kedudukannya sebagai dasar dalam pembagian/pemekaran wilayah, karena di administrasi (batas daerah) sesuai dengan suatu nilai-nilai koordinat batas yang
atas peta bisa dilakukan penarikan garis batas berdasarkan kesepakatan kedua telah disepakati. Sebagaimana amanat UU 23/2014 Psl. 35, bahawa batas
belah pihak. wilayah harus dibuktikan dengan titik koordinat pada peta dasar.
• Permasalahan pada saat dilakukan pemekaran, diantaranya yang masalah teknis • Penegasan batas daerah bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi
terkait dengan penggunaan peta yang dijadikan sebagai dasar/referensi dalam pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas
melakukan plotting penarikan garis batas daerah. wilayah suatu daerah.
Contoh: Tata Cara Pembentukan Daerah Kabupaten/Kota
menurut PP No. 78/2007 (psl. 16-17, 18-21) alokasi DOB
Referensi:
1. Endang, 2018, Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Daerah
dalam Perspektif Hukum dan Informasi Geospasia, Seminar
Nasional Geomatika: Penggunaan dan Pengembangan Produk
Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional, BIG.
2. Sumaryo, 2015, Asesmen Peran Informasi Geospasial dalam
Proses Boundary Making dan Sengketa Batas Daerah pada Era
Otonomi Daerah di Indonesia, Disertasi, Universitas Gadjah Mada.
3. Tri Patmasari, 2017, Penatapan dan Penegasan Batas Desa sesuai
Permendagri 45 / 2016, Pelatihan Pemetaan Peta Desa, PPIDS
UGM.
4. Peraturan Perundang-undangan terkait.