DISERTASI
Oleh
iii
dari Sesar Palukoro) terdapat pergeseran sungai yang jelas yang menunjukkan
gerak sinistral dengan kecepatan geser sesar ini adalah kurang dari 58 mm/th. Di
lokasi ini pernah terjadi gempa bumi tahun 2012 yang mirip dengan kejadian
gempa bumi tahun 1907 yang mempunyai arah jalur sesar tegak lurus dengan
sesar utama Palukoro. Hasil uji paritan memperlihatkan jejak retakan gempa bumi
tahun 1909, tahun 1468 dan tahun 1338. Data ini mengindikasikan perulangan
gempa bumi pada Segmen Saluki adalah 130 tahun.
Lokasi studi ketiga adalah Sesar Lembang di Jawa Barat. Hasil studi
menunjukkan bahwa Sesar Lembang mempunyai gerakan geser sinistral. Sesar ini
terbagi menjadi enam seksi. Hasil analisis pergeseran sungai dan stratigrafinya
menunjukkan bahwa sesar lembang bergerak dengan kecepatan 3-5.5 mm/th
(panjang keseluruhan 29 km). Sesar ini mampu menghasilkan gempa bumi
dengan kekuatan magnitudo 6.5-7. Hasil uji paritan menunjukkan bukti kejadian
gempa bumi pada abad 15 (tahun 1450-1460).
Kata kunci: Paleoseismologi, Gempa bumi, Sesar Aktif, Sesar Palukoro, Sesar
Matano, Sesar Lembang, Segmen Sumani, Segmen Sianok, Segment Suliti, Sesar
Sumatra, Tropis.
iv
ABSTRACT
The first study location is the Sianok-Sumani-Suliti segment, part of the Sumatran
Fault. The Mw 6 doublets earthquake in 2007 provided an opportunity to identify
the morphology and distribution of surface ruptures. Post-earthquake fieldwork
study has been able to map the location of the surface ruptures and the offsets.
The 2007 doublets earthquake only ruptured part of the entire length of the
segment. The ruptured part of the Segment Sianok is 22.5 km length from the total
length of 90 km and 22.5 km Suliti segment ruptured from the total of 60 km
length. Historical earthquake events showed that all events were always a doublet
with similar large earthquake magnitude starting from the south and then the
north, and with a time lag of several hours. Indication of earthquake cycle in these
segments is around 81 years.
v
yr. The 2012 earthquake event is similar with to the 1907 earthquake event which
releases energy in perpendicular direction to the Palukoro main fault.
Paleoseismology trenching showed three earthquake events: 1909, 1468 and 1338.
These indicate that the earthquake cycle is around 130 years.
The third site is the Lembang Fault in West Java. This study shows that the fault
has sinistral movement. The Fault is divided into six sections. The river offset and
the fault activity analyses show that the fault has slip rate of 3-5.5 mm/yr and total
length of 29 km. Paleoseismolgy trenching shows the evidence of an earthquake
event occurring in 15th century (1450-1460).
vi
PALEOSEISMOLOGI TROPIS INDONESIA
(DENGAN STUDI KASUS DI SESAR SUMATRA, SESAR
PALUKORO-MATANO, DAN SESAR LEMBANG)
Oleh
NIM : 32411004
Menyetujui,
Tim Pembimbing
Ketua
Anggota
vii
viii
Didedikasikan untuk Guru Semesta Alam (Rabbil 'Alamin)
yang memiliki Nurwiyanti,
Raisa Madania Daryono (Pemimpin Madani),
Mutia Saladina Daryono (Jendral Muslim(ah)),
Azazia Rahman Daryono (Hak Dasar (pemberian) Tuhan(Sifat Pengasih)),
diri saya dan hidup ini......................
ix
x
PEDOMAN PENGGUNAAN DISERTASI
Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa
hak cipta ada pada penulis dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut
Sitasi hasil penelitian Disertasi ini dapat di tulis dalam bahasa Indonesia sebagai
berikut :
xi
xii
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji syukur kepada Allah yang telah memberikan kesempatan, bantuan,
dukungan, bimbingan, dan kemudahan sehingga desertasi ini dapat selesai dengan
baik. Terimakasih untuk Danny Hilman Natawidjaja, Ph.D dan Benyamin Sapiie,
Ph.D atas bimbingan, arahan, koreksi, diskusi, dan philosofi akademis selama
program S3 ini. Terimakasih untuk Prof. Kerry Edward Sieh (Direktur Earth
Reduction (AIFDR) yang telah memberikan beasiswa penuh baik SPP, biaya
hidup, dan biaya riset selama lima tahun untuk program S3 ini. Terimakasih untuk
Prof. Phil Cummins, Dr. Jonnathan Griffin, dan Dr. Nick Horspool. Kepada Puslit
instansi ini: DR. Haryadi Permana, Prof. Hery Harjono, Dr. Eko Yulianto,
Supriatna, Agusmen, ST., Sukoco, Purna S Putra, MT., Dudi Paryudi, Dwi Sarah,
MSc. Kepada Prof. Ramon Arrowsmith dan Gayatri (Arizona State University)
atas kursus ilmu paleoseismologi di LIPI selama 14 hari. Kepada Kyle Bradley,
Ph.D (Earth Observatory of Singapore) atas diskusi dan saran tentang tatanan
Gde Hanjoyo Tutuko, ST. dan Setyo Wibowo, ST. Kepada Badan Geologi data
xiii
spasial atas kesempatan dan kepercayaan untuk dapat mengakses data Sulawesi.
Kepada Ipranta, MSc., Asdani Suhaemi, MT. dan Sonny Mawardi. Kepada
BMKG Palu dan museum Palu. Kepada Sofyan dan Ikhsan. Kepada Pusat
Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) atas bantuan uji paritan di
Sesar Lembang. Kepada Dr. Sri Hidayati, Dr. Supartoyo, dan Dr. Ahmad Solikin.
Kepada Yasuo Awata (Advance Industrial Science and Technology - Japan) dan
JICA (Japan Indonesia Consultancy Association) atas uji paritan di Solok. Kepada
Taman Nasional Lore Lindu, yaitu Megi, Samsi, dan Hani. Kepada Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah 16 Palu, yaitu Ir. Heryadi ,MM dan Adhi.
Sumatra Barat, dan Desa Batu Lonceng di Lembang. Kepada kolega Sain
Kebumian ITB dan GREAT-ITB, yaitu Dr. Irwan Meilano, Dr. Dina Sarsito, Dr.
Jessica Chandra, Didik Angga Widjaja, Peya, Iktri, Bayu Pranata, Riantini
Dan untuk kedua orangtuaku Drs. Muhammad Daryono & Harsini, kedua
saudaraku Annas Masruri Daryono, ST., dan Lutfian Rusdi Daryono, ST., spesial
untuk istriku dan tiga orang putriku: Nurwiyanti, Raisa Madania Daryono, Mutia
Saladina Daryono, dan Azazia Rahman Daryono. Serta kawan kolega penting
lainnya yang tidak tersebut diatas. Terimakasih atas bantuan ikhlas nya, moga
kerjasama baik ini bisa menjadi alasan kita untuk dapat masuk ke dalam surga
xiv
DAFTAR ISI
xv
II.3.6 Sebaran Pergeseran Horisontal dan Vertikal di Jalur Sesar ...... 27
II.3.7 Menghitung Besar Pergeseran dan Laju Pergeseran ................. 28
II.3.8 Segmentasi dan Seksi Sesar ...................................................... 28
II.4 Survei Geofisika Bawah Permukaan Dangkal .................................... 29
II.4.1 Survei Ground Penetrating Radar (GPR) ................................ 30
II.4.2 Survei Geolistrik ....................................................................... 31
II.5 Studi Stratigrafi Gempa bumi ............................................................. 31
II.5.1 Metoda Pemboran Tangan ........................................................ 32
II.5.2 Metoda Paritan .......................................................................... 32
II.5.3 Deskripsi Lapisan ...................................................................... 33
II.5.4 Deskripsi Pergeseran Setiap Kejadian Gempa Bumi ................ 34
II.5.5 Pemilihan Sampel dan Pentarikhkan Umur .............................. 37
BAB III STUDI KASUS I: SEGMENT SIANOK, SUMANI DAN SULITI,
SESAR SUMATRA .............................................................................................. 39
III.1 Latar Belakang ................................................................................ 39
III.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 41
III.3 Pemetaan Retakan Permukaan (Surface rupture) .............................. 41
III.3.1 Segmen Sianok ...................................................................... 44
III.3.2 Segmen Sumani ..................................................................... 58
III.4 Survei GPR untuk Retakan Permukaan Gempa bumi 2007 .............. 68
III.5 Metoda Paritan di Retakan Permukaan Gempa bumi 2007 ............... 75
III.6 Ringkasan dan Diskusi ...................................................................... 77
III.6.1 Retakan Permukaan Gempa Bumi 2007 ............................... 77
III.6.2 Karakteristik gempa bumi di Segmen Sianok, Sumani dan
Suliti, Sesar Sumatra ........................................................................ 79
III.6.3 Survei Geolistrik dan GPR di Retakan Permukaan Segmen
Sianok dan Sumani, Sesar Sumatra .................................................. 81
Bab IV STUDI KASUS II: SESAR PALUKORO-MATANO, SULAWESI
BAGIAN TENGAH .............................................................................................. 83
IV. 1. Tatanan Tektonik Sulawesi ............................................................ 83
IV. 2. Permasalah dan Tujuan Studi .......................................................... 84
IV.2.1 Perbedaan Laju Pergeseran Sesar Matano dan Sesar Palukoro85
IV.2.2 Model Geodesi Tidak Mempertimbangkan Struktur Sesar di
Sekitarnya (Sulawesi bagian tengah) ............................................... 86
IV.2.3 Tidak diketahui Karakteristik Sesar Palukoro dan Sesar
Matano .............................................................................................. 88
IV. 3. Metode dan Sumber Data ................................................................ 88
xvi
IV. 4. Kegempaan/Seismologi ...................................................................89
IV. 5. Hasil Pemetaan Sesar Aktif - Geometri dan Segmentasi Sesar .......94
IV.5.1. Sesar Palintuma (119.644oE,0.988oS - 119.877oE,1.352oS)94
IV.5.2. Sesar Parigi (120.106oE,0.77oS - 120.474oE,1.067oS)........95
IV.5.3. Sesar Tokararu (120.396oE,0.966oS - 120.552oE,1.576oS) 95
IV.5.4. Sesar Sausu (119.88oE,1.026oS - 120.553oE,1.277oS)........96
IV.5.5. Graben Palolo (119.926oE,1.043oS - 120.391oE,1.455oS) ..97
IV.5.6. Sesar Naik Malei (120.427oE,1.237oS -
120.409oE,2.473oS) ..........................................................98
IV.5.7. Sesar Poso (120.89oE,1.414oS - 120.772oE,2.177oS) .........99
IV.5.8. Sesar Weluki (121.143oE,1.41oS - 121.083oE,2.36oS) .......99
IV.5.9. Zona Sesar Lore Lindu .....................................................100
IV.5.10. Sesar Poso Barat (120.542oE,1.586oS -
120.819oE,2.317oS) ........................................................100
IV.5.11. Zona Sesar Salo ..............................................................101
IV.5.12. Sesar Loa (120.676oE,1.645oS - 121.244oE,2.423oS) .....101
IV.5.13. Zona Sesar Budong-budong............................................102
IV.5.14. Sesar Salulore (119.801oE,2.288oS - 120.178oE,2.09oS) 102
IV.5.15. Sesar Bungadidi (120.431oE,2.493oS - 120.721oE,2.528oS)103
IV.5.16. Zona Sesar Towuti Matano Lontoa ................................103
IV.5.17. Sesar Lawanopo (121.094oE,2.547oS - 121.201oE,2.765oS)104
IV.5.18. Sesar Towuti (120.989oE,2.433oS - 121.769oE,2.864oS)105
IV.5.19. Sesar Palukoro ................................................................105
IV.5.19.1. Segmen Palu (119.742oE,0.644oS - 119.899oE,
1.229oS) ..............................................................107
IV.5.19.2. Segmen Gumbassa (119.932oE,1.071oS -
119.958oE, 1.23oS) .............................................108
IV.5.19.3. Segmen Saluki (119.938oE,1.224oS -
120.043oE,1.614oS) ............................................108
IV.5.19.4. Segmen Moa (120.05oE,1.664oS -
120.192oE,2.04oS) ..............................................109
IV.5.19.5. Segmen Graben Meloi (120.211oE,2.049oS -
120.35oE,2.158oS) ..............................................110
IV.5.20. Sesar Matano...................................................................110
IV.5.20.1. Segmen Kuleana (120.394oE,2.163oS -
120.597oE,2.209oS) ............................................112
IV.5.20.2. Segmen Pewusai (120.62oE,2.214oS -
121.017oE,2.432oS) ............................................112
xvii
IV.5.20.3. Segmen Matano (121.034oE,2.439oS -
121.349oE,2.498oS) ......................................... 114
IV.5.20.4. Segmen Pamsoa (121.278oE,2.441oS -
121.6oE,2.575oS) ............................................. 114
IV.5.20.5. Segmen Lontoa (121.744oE,2.634oS -
121.674oE,2.742oS) ......................................... 116
IV.5.20.6. Segmen Ballawai (121.654oE,2.596oS -
121.872oE,2.681oS) ......................................... 116
IV.5.20.7. Segmen Geresa (121.897oE,2.687oS -
122.017oE,2.672oS) ......................................... 116
IV. 6. Analisis Kinematika Tektonik Sulawesi bagian tengah ................ 117
IV. 7. Sejarah kejadian gempa bumi ........................................................ 118
IV.7.1 Laporan Abendanon(1917) kejadian gempa bumi tahun 1905,
1907 dan 1909. ................................................................... 119
IV.7.2 Gempa bumi 1905 .............................................................. 120
IV.7.3 Gempa bumi 1907 ............................................................. 120
IV.7.4 Gempa bumi 1909 .............................................................. 120
IV.7.5. Gempa bumi Lindu 2012 dan Kesaksian kejadian gempa
bumi 1937 ........................................................................ 121
IV.7.5.1 Instensitas Gempa bumi ....................................... 123
IV.7.5.2 Rumah Panggung Loncat ..................................... 124
IV.7.6 Gempa bumi Tahun 1937 - Kesaksian Papa Sinco ............. 126
IV.8 Studi Paleoseismologi di Segmen Saluki ....................................... 126
IV.8.1 Pemetaan topografi rinci ..................................................... 127
IV.8.2 Uji Paritan ........................................................................... 128
IV.8.2.1 Paritan 1 ................................................................ 129
IV.8.2.2 Paritan 2 ............................................................... 129
IV.8.3 Umur Teras.......................................................................... 134
IV.9 Rangkuman, Diskusi dan Kesimpulan............................................. 137
Bab V STUDI KASUS III: SESAR LEMBANG, JAWA BARAT ................. 141
V.1. Latar Belakang .............................................................................. 141
V.2. Sesar Lembang .............................................................................. 142
V.3. Geologi Sesar Lembang................................................................... 145
V.4. Tujuan Studi .............................................................................. 147
V.5. Data yang Digunakan ...................................................................... 148
V.6. Geometri dan Penampang Geolistrik Sesar Aktif Lembang ........... 148
V.6.1 Seksi Cimeta ......................................................................... 149
xviii
V.6.2 Seksi Cipogor ........................................................................151
V.6.3 Seksi Cihideung ....................................................................154
V.6.4 Seksi Gunung Batu ...............................................................156
V.6.5 Seksi Cikapundung ...............................................................158
V.6.6 Seksi Batu Lonceng ..............................................................159
V.7. Analisis Pergeseran Sungai oleh Sesar Lembang ............................161
V.7. 1. Morfologi Awal Sebelum Gempa bumi (Pre-Earthquake) 162
V.7. 2. Pengukuran Pergeseran Sungai ...........................................164
V.7. 3. Statistik Pergeseran Sungai .................................................169
V.8. Laju pergeseran geologi Sesar Lembang ........................................172
V.9. Uji Paritan ..............................................................................173
V.10. Ringkasan dan Pembahasan/Diskusi ..............................................176
V.10.1. Kinematika dan Karakteristik Sesar Lembang...................177
V.10.2. Catatan Kejadian Gempa bumi ..........................................178
V.10.3. Umur Sesar Lembang dan Gempa bumi Berikutnya .........180
V.10.4. Mitigasi Gempa bumi Sesar Lembang ...............................182
V.10.5. Pekerjaan Berikutnya .........................................................182
Bab VI PALEOSEISMOLOGI DI WILAYAH TROPIS INDONESIA............185
VI.1. Penerapan Metode ..........................................................................185
VI.2. Permasalahan Penerapan Metoda ...................................................188
VI.2.1 Tahapan Pemetaan Sesar Aktif dan Penentuan Lokasi Paritan188
VI.2.2 Tahapan Penggalian Parit ....................................................190
VI.2.3 Tahapan Deskripsi Uji Paritan .............................................191
VI.2.4 Tahapan Pemilihan dan Pengambilan Sampel Pentarikhan
Umur ...............................................................................................192
VI.2.5 Tahapan Informasi Catatan Kejadian Gempa Bumi ............193
VI.2.6 Diagram Alir ........................................................................193
Bab VII KESIMPULAN ......................................................................................197
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................201
xix
xx
DAFTAR GAMBAR
xxi
Gambar III-6. Lokasi KG4, terdapat retakan permukaan di jalan beton. ............. 46
Gambar III-7. Retakan permukaan di lantai rumah yang menyebabkan pergeseran
menganan 18 dan 21 cm , di KG3.................................................. 46
Gambar III-8. Foto lokasi KG1 di bangunan sekolah (a), dan di masjid (b). ........ 47
Gambar III-9 Survei total station lokasi KG2. ...................................................... 48
Gambar III-10. Komponen vertikal KG2 line 1(a) dan line 2(b). ......................... 49
Gambar III-11. Lokasi KG1. terdapat 13 pergeseran di deretan pematang tanaman
yang bergeser berarah N330oE menganan 25 - 95 cm. .................. 50
Gambar III-12. Penampang ketinggian line1 sampai dengan line13 lokasi KG-1B
yang menunjukkan penurunan 5 - 15 cm (sisi barat turun) ........... 53
Gambar III-13. Retakan permukaan di Pandai Sikek (PS). ................................... 54
Gambar III-14. Hasil survei total station (a) dan foto retakan permukaan di
konblok halaman depan toko suvenir Sayuthi Melik (b). .............. 55
Gambar III-15. Diagram komponen vertikal retakan permukaan lokasi PS1. ...... 56
Gambar III-16. Survei total station di tangga beton PS2. ...................................... 57
Gambar III-17. Lokasi retakan permukaan di BA3. .............................................. 57
Gambar III-18. Lokasi retakan permukaan di BA2. .............................................. 58
Gambar III-19. Lokasi retakan permukaan di BA1. .............................................. 58
Gambar III-20. Hasil survei total station di lokasi SR. ......................................... 59
Gambar III-21. Komponen vertikal retakan permukaan di lokasi SR. .................. 59
Gambar III-22. Retakan memotong dinding pasangan batu kali di SU................. 60
Gambar III-23. Retakan memotong jalan aspal di SU........................................... 60
Gambar III-24. Retakan permukaan di lokasi KA. (a) Retakan permukaan
memotong jalan aspal dan (b) retakan pemukaan memotong batas
kolam.............................................................................................. 61
Gambar III-25. Survei total station retakan permukaan di lokasi KA. .................. 62
Gambar III-26. Komponen vertikal retakan permukaan di KA............................. 62
Gambar III-27. Lokasi retakan permukaan di BT. ................................................ 64
Gambar III-28. Hasil survei total station di BT. Lokasi ini merekam pergeseran
gempa bumi tahun 2007, 1943 dan 1926. ...................................... 65
Gambar III-29. Pergeseran vertikal retakan permukaan 16cm (sisi barat turun) di
BT. ................................................................................................. 66
xxii
Gambar III-30. Hasil survei total station di TB. ....................................................66
Gambar III-31. Hasil survei total station di LU. ....................................................67
Gambar III-32. Foto retakan permukaan di PA. ....................................................67
Gambar III-33. Hasil survei total station di PA. ....................................................68
Gambar III-34. Modifikasi menggunakan alas pipa PVC untuk mengurangi
gangguan akibat perubahan ketinggian jalan kaki. .........................69
Gambar III-35(a, b) Survei GPR di Baringin Tanam (BT) dilakukan disepanjang
jalan aspal sepanjang 560 m dengan arah dari Timur ke Barat. .....71
Gambar III-36 (a,b) Survei GPR di Sumani (SU). Survei ini dilakukan sepanjang
280 m dengan arah Timur ke Barat. Retakan permukaan gempa
bumi 2007 terlihat jelas pada gambar GPR dan (c) geolistrik........72
Gambar III-37 Survei GPR di loaski PS. ...............................................................73
Gambar III-38 Survei GPR dan geolistrik di lokasi KG. .......................................74
Gambar III-39. Uji paritan di Segmen Sumani di Desa Sumani. ...........................75
Gambar III-40. Peta situasi lokasi penggalian uji paritan dan retakan permukaan
akibat gempa bumi ganda tahun 2007. ...........................................76
Gambar III-41. Penampang perlapisan uji paritan di Sumani. ...............................76
Gambar III-42. Distribusi pergeseran lateral dan vertikal gempa bumi kembar
M6+ Solok 2007. ............................................................................79
Gambar III-43. Karakteristik gempa bumi dan retakan permukaan Segmen Sianok,
Sumani dan Suliti. ..........................................................................80
Gambar IV-1. Struktur geologi regional di Pulau Sulawesi dan lokasi studi
penelitian. .......................................................................................85
Gambar IV-2. Segmentasi Sesar Palu - Koro (Bellier dkk., 2001). .......................87
Gambar IV-3. Data-data yang digunakan, indeks lokasi gambar-gambar
selanjutnya dan morfologi menggunakan Data SRTM 30 m(USGS,
2015). ..............................................................................................90
Gambar IV-4. Sebaran sumber gempa bumi dan sumber sesar penghasil gempa
bumi tersebut. .................................................................................91
Gambar IV-5. Nama, nomor dan lokasi sesar di Sulawesi bagian tengah. ............92
Gambar IV-6. Jalur sesar dan sebaran mataair panas. ...........................................93
Gambar IV-7. Sesar Bungadidi dicirikan pergeseran sungai mengiri 675±80 m.104
xxiii
Gambar IV-8. Sesar Palukoro yang terdiri atas Segmen Palu, Segmen Gumbassa,
Segmen Saluki, Segmen Moa dan Segmen Graben Meloi.. ........ 106
Gambar IV-9. Pergeseran Sungai Saluki. ............................................................ 109
Gambar IV-10. Segmentasi Sesar Matano. ......................................................... 111
Gambar IV-11. Segmen Pewusai dan proses rekonstruksi analisis aliran sungai
yang menunjukkan pergeseran pemendekan/shortening 584±50 m.113
Gambar IV-12. Citra LiDAR (berwarna) dan citra IFSAR (abu-abu di sisi kanan)
Segmen Pamsoa dan pergeseran sinistral sungai Pamsoa 475±70 m.115
Gambar IV-13. Kinematik Sulawesi bagian tengah meliputi informasi area blok,
sesar-sesar, pergeseran sungai, dan gerak GPS.. ......................... 119
Gambar IV-14. Foto gempa bumi 1909 di Kulawi dari laporan Abendanon. ..... 121
Gambar IV-15. Getaran susulan (after shocks) kejadian gempa bumi 2012 di
Kulawi (data dari BMKG Palu). .................................................. 123
Gambar IV-16. Kompilasi data survey MMI, rumah loncat, longsor dan arah
gerak gelombang kejadian gempa bumi 2012 di Kulawi............. 125
Gambar IV-17. Foto contoh rumah panggung yang meloncat serta rincian data
yang diukur. ................................................................................. 126
Gambar IV-18. Lokasi situasi survey paleoseismologi di Omu. ......................... 127
Gambar IV-19. Hasil survei topografi rinci lokasi sesar di Omu. ....................... 128
Gambar IV-20. Foto lokasi uji trenching 1. ........................................................ 129
Gambar IV-21. Lokasi uji trenching 2 di Omu. .................................................. 131
Gambar IV-22. Dinding uji trenching 2. ............................................................. 133
Gambar IV-23. Hasil uji pentarikhan umur karbon pada tiga sampel terpilih di
Face3. ........................................................................................... 134
Gambar IV-24. a) Uji bor auger, b) Uji handbor. ................................................ 136
Gambar IV-25. Profile stratigrafi uji handbore (a) dan bor auger (b). ................ 136
Gambar IV-26. Hasil uji pentarikhan umur karbon C14. .................................... 137
Gambar V-1. Sesar Lembang di Jawa Barat. ...................................................... 142
Gambar V-2. Seismisitas dan sebaran MMI gempa bumi Ujung Berung Mw 3
tanggal 22 Juli 2011 dan gempa bumi Muril Mw 3 tanggal 28
Agustus 2011. .............................................................................. 144
xxiv
Gambar V-3. (a) Letusan gunung api menutupi area barat Sesar Lembang pada
waktu 50.000-35.000 tyl dan (b) Aktivitas Sesar Lembang Barat.146
Gambar V-4. Peta sebaran endapan Kuarter Piroklastik Tangkuban Perahu. ......146
Gambar V-5. Lokasi penelitian dan kotak rincian analisis Box1 hingga Box5. ..147
Gambar V-6. Jenis data IFSAR5m dan LiDAR0.9m serta area cakupannya dalam
penelitian Sesar Lembang ini. ......................................................148
Gambar V-7. Morfologi rinci di Box1 yang meliputi Km 0 hingga Km 5.5 . .....150
Gambar V-8. Penampang bawah permukaan geolistrik lokasi Km 0,7. ..............150
Gambar V-9. Penampang bawah permukaan geolistrik Km 5,5. Garis merah
diduga adalah jalur Sesar Lembang. .............................................151
Gambar V-10. Morfologi rinci Box2 yang meliputi Km 5 hingga Km 11 Sesar
Lembang. Garis hijau adalah lokasi uji geolistrik. .......................153
Gambar V-11. Morfologi antiklin memanjang garis 11 dengan morfologi Wind
Gap-WG) di Km 9. ......................................................................154
Gambar V-12. Penampang permukaan geolistrik Km 9,7. Garis merah diduga
adalah jalur Sesar Lembang..........................................................154
Gambar V-13. Morfologi rinci Box3 yang meliputi Km 11 hingga Km 16 Sesar
Lembang. ......................................................................................155
Gambar V-14. Penampang permukaan geolistrik Km 11,4. ................................156
Gambar V-15. Morfologi rinci Box4 yang meliputi Km 16 hingga Km 21 Sesar
Lembang. ......................................................................................157
Gambar V-16. Penampang permukaan geolistrik Km 16,3. ................................158
Gambar V-17. Penampang permukaan geolistrik Km 17,7. ................................158
Gambar V-18. Morfologi rinci Box5 yang meliputi Km 21 hingga Km 25 Sesar
Lembang. ......................................................................................159
Gambar V-19. Morfologi rinci Box6 yang meliputi Km 24.5 hingga Km 29 Sesar
Lembang. ......................................................................................160
Gambar V-20. Penampang permukaan geolistrik Km 26,2. ................................161
Gambar V-21. Pencocokan marker pergeseran sungai besar Sesar Lembang. ....166
Gambar V-22. Skema pergeseran sungai. ............................................................164
Gambar V-23. Pencocokan marker pergeseran kecil Sesar Lembang di Km 21
hingga Km 29. ..............................................................................168
xxv
Gambar V-24. Grafik sebaran pergeseran sungai dan lokasinya di Sesar Lembang.171
Gambar V-25. Sebaran data pergeseran sungai terkecil dengan orde pergeseran
dibawah 15 m. .............................................................................. 172
Gambar V-26. Pergeseran Sungai Cimeta di Km 5. ............................................ 172
Gambar V-27. Lokasi uji paritan di Km 26. ........................................................ 174
Gambar V-28. Foto lokasi uji Paritan 1 (a; kiri) dan Paritan 2 (b; kanan). ......... 174
Gambar V-29. Penampang uji paritan. (a) Paritan 1 sisi timur, (b) Paritan 2 sisi
timur, dan (c) Paritan 1 sisi barat. ................................................ 175
Gambar V-30. Hasil uji pentarikhan umur karbon menunjukkan sampel P1-2. . 176
Gambar V-31. Kinematika Sesar Lembang dan pembagiannya.......................... 178
Gambar V-32. Nama lokasi dalam legenda Sangkuriang, vector data GPS, dan
Sesar Lembang. ........................................................................... 181
Gambar VI-1. Diagram alir metode Paleoseismologi Tropis Indonesia. ............ 195
xxvi
DAFTAR TABEL
xxvii
xxviii
DAFTAR ISTILAH
Bukit sesar : shutter ridge Sesar: fault
xxix
xxx
Bab I PENDAHULUAN
Data sesar aktif di Indonesia masih sangat langka (Irsyam dkk., 2010). Penelitian
secara luas baru Sesar Sumatra (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Hal ini ironi
merupakan lokasi dengan intensitas gempa tinggi. Sehingga studi sesar aktif
sangat penting baik untuk membuat peta-peta bahaya gempa dan juga memahami
Mitigasi bencana gempa bumi adalah hal yang mutlak di wilayah Indonesia.
Mitigasi gempa bumi ini meliputi bahaya getarannya, deformasi tanah karena
likuifaksi, longsor, dan tsunami. Seluruh bencana gempa bumi tersebut bersumber
dari pergerakan sesar aktif. Konsekuensi inilah menjadi alasan penting untuk
mengetahui data detil dari lokasi dan karakteristik gempa bumi yang
dihasilkannya.
Data detil dan karakteristik gempa bumi adalah manifestasi pergerakan tektonik
saat ini. Data tektonik aktif ini memberikan informasi banyak tentang sistem
kinematika tektonik regional dan data ini bersifat pasti. Hal lainnya data ini relatif
lebih mudah didapat dengan bantuan teknologi yang berkembang saat ini seperti
1
tektonik yang sekarang masih terjadi ini adalah salah satu kunci untuk lebih
memahami tatanan tektonik di masa lalu. Rekonstruksi tektonik di masa lalu akan
Studi sesar aktif atau tektonik aktif adalah studi multidisiplin meliputi bidang:
paleoseismologi meliputi dua hal, yaitu : (1) pemetaan rinci jalur sesar aktif
bentukan geologi dipermukaan akibat pergerakan sesar aktif, dan (2) uji paritan.
Uji paritan ini adalah untuk mempelajari rekaman kejadian gempa bumi masalalu
Uji paritan paleoseismologi ini adalah metoda yang relatif baru dalam penelitian
gempa bumi dan saat ini berkembang cepat. Metoda ini mulai populer setelah
itu uji paritan berkembang pesat di USA, kemudian diikuti oleh Jepang dan Eropa.
Lokasi tempat uji paritan yang berhasil baik adalah di daerah gurun dan daerah
karena siklus gempa besar umumnya ratusan bahkan mencapai ribuan tahun
padahal ketersediaan alat dan sejarah gempa sangat terbatas atau pendek. Sejarah
2
gempa di Indonesia umumnya sampai 100 tahun kebelakang saja. Data gempa
yang tercatat oleh peralatan seismik juga hanya sampai tahun 1900-an, namun
yang sudah cukup baik kualitas datanya (sudah mulai digital) baru sejak tahun
1960-an. Data geodesi GPS umumnya baru ada (terpasang jaringannya) sejak 10-
oleh Bellier (1997b) dan di Sesar Palukoro (Bellier dkk., 1997a; Bellier dkk.,
2001). Namun studi paleoseismologi ini tidak sukses karena pembuatan paritan di
lokasi yang kurang tepat. Kegagalan penelitian ini disebabkan oleh kegagalan
penentuan lokasi retakan permukaan gempa bumi yang benar mengingat besaran
deformasi permukaan dalam ukuran kurang dari 2 m (Mw 7 dalam rumus empiris
gempa bumi (Wells dan Coppersmith, 1994)). Kegagalan penentuan lokasi ini
dapat terjadi karena (1) jenis data citra yang digunakan adalah beresolusi rendah
sehingga masih kasar/tidak jelas, atau (2) lokasi tersebut tidak merekam kejadian
gempa bumi karena kecepatan erosi lebih besar dari laju pergeseran sesar, atau (3)
lokasi yang memiliki lapisan koluvium yang terlalu tebal dan homogennya, atau
(4) kondisi alam Indonesia yang bersifat tropis basah sehingga mengerosi semua
rekaman geologi.
sesar aktif di tiga pulau besar di Indonesia yang dimaksudkan mewakili wilayah
topis Indonesia, yaitu Pulau Sumatra, Sulawesi dan Jawa (Gambar I-1). Tiga sesar
3
aktif tersebut adalah Segmen Sianok-Sumani-Suliti di Sesar Sumatra, Sesar
Disamping itu tiga lokasi tersebut memiliki laju pergeseran, kondisi geologi dan
kejadian gempa bumi, geofisika dangkal, survey topografi rinci, dan analisis
pergeseran sungai. Tujuan metoda ini adalah untuk mempelajari (1) geometri dan
(2) kinematika sesar aktif dan (3) menganalisis karakteristik potensi bahaya
gempa buminya. Disamping itu, penelitian ini juga memberikan manfaat praktis
4
bagi sains dan rekayasa kegempaan di Indonesia yang akan dihasilkan pada tiap
lokasi studi.
Tiga lokasi studi sesar aktif yang terpilih mempunyai karakteristik dan
memiliki pemahaman sesar aktif yang baik dengan adanya publikasi yang telah
membahasnya (Bellier dan Sebrier, 1994; Bellier dkk., 1997b; Genrich dkk.,
2000; Katili dan Hehuwat, 1967; McCaffrey, 1991; McCarthy, 1997; Natawidjaja,
2003; Natawidjaja dan Triyoso, 2007; Prawirodirdjo dkk., 2000; Sieh dan
Suliti Sesar Sumatra ini adalah untuk mempelajari fenomena kejadian gempa
tropis, karakteristik gempa bumi meliputi besar magnitudo, periode ulang dengan
menerapkan uji survey geofisika dangkal. (2) Sesar Palukoro-Matano. Lokasi ini
memiliki laju pergeseran geodetik sekitar 40 mm/th (Bellier dkk., 2001) adalah
paling cepat dibandingkan Sesar Sumatra sekitar 20 mm/th (Sieh dan Natawidjaja,
2000) dan Sesar Lembang sekitar 5 mm/th (Abidin dkk., 2008; Abidin dkk.,
2009). Meski memiliki laju pergeseran cepat, penjelasan kinematika gerak sesar
aktif di Sesar Palukoro hingga Sesar Matano (dan sekitarnya) secara utuh tidak
ada (Bellier dkk., 2001; Sarsito, 2010; Socquet dkk., 2006; Vigny dkk., 2002;
5
Walpersdorf dkk., 1998). Penelitian di lokasi ini bertujuan untuk dapat
gempa bumi, laju pergeseran dan karakteristik gempa bumi yang dihasilkannya.
(3) Sesar Lembang. Lokasi ini memiliki laju pergeseran sesar kecil yang
memberikan jumlah kejadian gempa bumi yang lebih sedikit dibandingkan Sesar
dengan laju pergeseran yang bervariasi. Tujuan khusus penelitian dilokasi ini
adalah untuk dapat menjawab lokasi jalur rinci, geometri, kinematika sesar aktif
ini, kejadian gempa bumi terakhir, dan karakteristik gempa bumi yang dihasilkan.
I.3 Hipotesa
batasan waktu, sesar aktif adalah sesar yang terbukti bergerak dan menghasilkan
gempa bumi dalam kurun waktu holosen atau sekitar 11.500 tyl (California,
geologi. Rekaman geologi (di tiga lokasi studi) ini dapat memberikan informasi
karakteristik gempa bumi yang terjadi, yaitu besar magnitudo, waktu kejadian,
kinematika gerak, kecepatan geser, dan periode ulang gempa bumi. Tiga lokasi
(khususnya Indonesia).
6
I.4 Asumsi
1) Bahwa gempa bumi adalah hasil siklus deformasi elastik pada sesar aktif
aftershocks.
2) Bahwa bentukan tektonik (sesar dan lipatan) yang terlihat adalah hasil
lainnya yang umumnya dapat terlihat apabila laju deformasi lebih besar dari
laju erosi dan sedimentasi. Kasus lain, bentukan morfotektonik dapat juga
terlihat pada batuan yang keras sehingga walaupun laju deformasi tidak
sampel pada lapisan yang diperkirakan mempunyai umur yang sama dengan
jutaan tahun).
7
I.5 Kebaharuan / Novelti
metoda paleoseismologi yang telah ada yang sesuai untuk daerah tropis
Indonesia.
8
f) Penelitian ini yang pertama membagi blok area tektonik berdasarkan
di Segmen Saluki.
Segmen Sianok.
Pelaksanaan penelitian ini tiga lokasi studi dikerjakan secara bersamaan dengan
(Gambar I-2). Lokasi studi Sesar Sumatra diawali dengan menyusun data yang
telah dikumpulkan. Data tersebut kemudian dianalisis besar pergeseran pada tiap
lokasi rinci. Lokasi retakan permukaan gempa bumi 2007 di Sesar Sumatra ini
adalah lokasi ideal untuk menerapkan uji survey geofisika dangkal Ground
Sulawesi dan Sesar Lembang di Jawa belum diketahui jelas geometri sesar-
9
sesarnya. Tahap awal yang harus dilakukan di dua lokasi ini adalah memetakan
jalur sesar aktifnya. Tahap selanjutnya adalah mencari lokasi jalur sesar aktif
menggunakan data citra resolusi tinggi, catatan sejarah, dan survey geofisika
tiga lokasi tersebut. Hasil akhir ini juga untuk dapat memperbaiki dan menemukan
Segmen Sumani
Sesar Sumatra Sesar PaluKoro-
(Studi retakan Sesar Lembang
Matano
permukan
gempabumi
kembar 2007) Jalur dan Jalur dan
Segmentasi Sesar Segmentasi Sesar
Aktif Aktif
Analisis pergeseran
dan distribusi
retakan permukaan Sebaran Pergeseran
ge Sebaran Pergeseran
Sesar Aktif (Offset Sesar Aktif (Offset
Distribution) Distribution)
Survei GPR dan
Geolistrik
Uji Paritan
Uji Bor Tangan Uji Paritan
dan Paritan
Analisis Analisis
Analisis Paleoseismologi Paleoseismologi
Paleoseismologi
10
I.7 Sistematika Disertasi
Dalan penulisan disertasi ini dibagi dalam beberapa bab yang akan membahas tiap
pokok permasalahan.
sistematika penulisan.
Bab III merupakan kegiatan penelitian dilokasi studi kasus Segmen Sianok,
Sumani dan Suliti, Sesar Sumatra. Bab ini berisi tentang pemetaan
retakan permukaan gempa bumi ganda tahun 2007. Lokasi ini menjadi
uji coba survey geofisika GPR, geolistrik, dan uji paritan. Kemudian
Palukoro – Matano. Bab ini berisi tentang uji paritan, sejarah gempa
bumi, kejadian gempa bumi tahun 2012, dan periode ulang Segmen
Jawa Barat. Bab ini membahas geometri secara rinci dengan notasi
11
kilometer, analisis pergeseran sungai, dan kinematika gerak. Bab ini
12
Bab II DATA DAN METODOLOGI
PALEOSEISMOLOGI
Paleoseismologi adalah bagian dari ilmu geologi gempa bumi yang mempelajari
sejarah gempa bumi terutama mengenai lokasi, waktu kejadian dan ukurannya
bumi berdasarkan bukti-bukti geologi dari proses dan kejadian gempa bumi yang
merekam kronologi besaran dan waktu kejadian gempa bumi. Secara umum.
pergerakan sesar – sebagai contoh gawir sesar, pergeseran sungai, bukit sesar
(shutter ridge), kolam sesar (sag pond), lipatan yang berada di sepanjang sesar,
yang dapat dibuka melalui uji paritan. Bukti paleoseismologi sekunder adalah
tersebut antara lain mataair pasir (sand blows), longsoran, perubahan muka air
13
Bukti-bukti paleoseismologi primer merupakan fokus utama penelitian desertasi
ini. Bukti ini biasanya tidak muncul karena beberapa hal (Gambar II-1), yaitu (1)
Kekuatan gempa bumi yang terlalu lemah, yang disebabkan karena gempa bumi
dangkal dengan momen magnitudo kurang dari 5 atau gempa bumi dalam, (2)
seperti longsor, (3) Bukti yang ada dengan cepat tererosi dan rusak oleh proses-
langsung akibat pergerakan sesar, sebaran bukti ini berkaitan langsung dengan
magnitudo gempa bumi (Wells dan Coppersmith, 1994). Bukti primer lain yang
14
Tahapan penelitian metoda paleoseismologi dijelaskan pada Gambar II-2
aktifitas gempa bumi (seismogenic), bukan karena aktifitas buatan manusia atau
non tektonik lainnya, misalnya longsor, subsiden, erosi, teras sungai, dan lainnya.
Tahap selanjutnya adalah penentuan lokasi uji paritan. Tahap ini dibantu dengan
Informasi geologi yang menunjukkan aktifitas di satuan batuan Kuarter; atau informasi
catatan kejadian gempa bumi; atau informasi studi GPS; atau analysis deformasi bumi dari
citra satelit
Gawir sesar yang memotong satuan batuan Kuarter atau bentang alam Kuarter.
Geofisika
Interpretasi hasil
15
II.1 Retakan Permukaan (Surface Rupture) Gempa Bumi
permukaan bumi akibat retakan besar dibawah permukaan bumi oleh pergerakan
sesar aktif ketika menghasilkan gempa bumi (Ziony, 1985)seperti dijelaskan pada
bumi Kobe di Jepang (Ota dkk., 1997) (Gambar II-3b ) dan pengangkatan dataran
setinggi 4-6 meter setelah gempa bumi Chi-chi di Taiwan (Chen dkk.,
pergeseran akibat sesar aktif.. Metoda ini telah digunakan di Sesar Sumatra
tersebut adalah USGS, Engdahl, NEIC, focal mechanism CMT dan BMKG. Data-
data tersebut dimasukkan lokasinya secara spasial 2D. Data-data gempa bumi
untuk data BMKG dapat disaring lebih teliti karena BMKG memiliki empat
stasiun gempa bumi di sekitar Palu yang juga merekam gempa bumi magnitudo
16
kecil (Mw<5). Sebaran data-data gempa bumi ini diperlukan untuk mengarahkan
(a)
(b (c)
)
Gambar I I-3. (a) Model kartun retakan permukaan terhadap bidang sesar dan
retakan/robekan sesar akibat pergerakan gempa bumi (Ziony, 1985).
(b) Retakan permukaan sesar geser gempa bumi Kobe tahun 1995 di
Jepang (panah putih)(Ota dkk, 1997). Lokasi ini sekarang dijadikan
museum gempa bumi Kobe. (c) Retakan permukaan sesar naik
gempa bumi Chi chi di Taiwan (panah putih)(Chen dkk, 2001).
Retakan ini terjadi di lapangan atletik yang menyebabkan kenaikan
tanah hingga 4 meter.
Pemetaan sesar aktif adalah bagian yang penting dalam penelitian metoda
adalah proses erosi yang intensif dan juga tutupan vegetasi yang dominan. Jenis
17
data menjadi penentu keberhasilan pemetaan ini. Jenis data yang mampu
aktif.
Pemetaan sesar aktif ini mengikuti di beberapa publikasi di dunia yaitu Sesar
Sumatra – Indonesia (Sieh dan Natawidjaja, 2000), Turkey (Saroglu dkk., 1992),
Taiwan (Shyu dkk., 2005) and Myanmar (Wang dkk., 2014). Prinsipnya pemetaan
ini adalah memetakan jalur sesar berdasarkan bentukan morfologi yang berkaitan
dengan geometri dan pergerakan pada sesar dan interaksinya dengan proses erosi
pembentukan morfologi gempa bumi (konstruktif) akan semakin lebih tinggi dari
atau kecepatan erosi dan sedimentasinya lebih tinggi maka jejak dari geometri dan
bentukannya musnah oleh erosi atau tertutup oleh sedimentasi. Jadi metoda
mempunyai keterbatasan. Salah satu upaya yang dilakukan dalam penelitian ini
untuk mencari jejak sesar dimana jejak morfologi gempa buminya tidak terlihat
Melakukan pengukuran laju pergeseran geologi pada sesar artinya harus mencari
18
atau punggungan di sepanjang jalur sesarnya. Tidak semua pergeseran yang
terlihat adalah karena pergerakan sesar tapi bisa juga karena faktor lain seperti
pembelokan sungai karena faktor litologi, erosi sungai, atau longsoran. Oleh
pergeseran yang dimaksud hal lain yang diperlukan adalah kita harus dapat
menentukan umur dari unsur yang tergeserkan. Hal inipun seringkali tidak mudah.
Misalnya apabila yang tergeserkan adalah sebuah aliran sungai, maka kita harus
dapat menemukan lapisan sedimen yang umurnya kira-kira sama dengan umur
sungai tersebut. Apabila sungai tersebut mengalir di atas sedimen endapan hasil
letusan gunung api yang homogen, misalnya seperti sungai-sungai yang mengikis
endapan tebal tufa letusan Toba di Sumatra Utara, maka menentukan umur sungai
umur endapan tufa tersebut, dengan asumsi bahwa sungai tersebut mulai mengikis
tufa tidak lama setelah tufa tersebut diendapkan. Lain halnya dengan aliran
Geometri dan pergeseran yang besarnya puluhan-ratusan meter sampai lebih dari
satu kilometer terbentuk oleh banyak kejadian gempa bumi dalam kurun waktu
yang sangat lama. Dengan kata lain, satu kejadian sesar gempa bumi bisa
19
studi paleoseismologi sangat ditentukan oleh berhasil tidaknya menemukan lokasi
yang tepat dan cocok. Syaratnya, (1) Harus di lokasi yang dilalui oleh struktur
sesar utama yang menjadi targetnya, (2) Lokasi tersebut harus mempunyai
stratigrafi yang berumur sesuai target interval waktunya dan mempunyai lapisan-
lapisan sedimen yang bisa diuji pentarikhkan umurnya. Dengan dipenuhi dua
syarat itu maka diharapkan kita bisa menemukan bukti-bukti geologi dari
kejadian-kejadian gempa bumi di masa lalu, yaitu dengan melihat struktur sesar
yang memotong lapisan geologi yang berumur tertentu. Besarnya gempa bumi
yang terjadi setara dengan besar pergeserannya. Dari satu singkapan/paritan kita
dapat melihat lebih dari satu kali kejadian gempa bumi yaitu dengan menerapkan
Hal pertama yang harus dilakukan dalam penelitian geologi gempa bumi adalah
melakukan pemetaan secara teliti bentukan morfologi gempa bumi dan endapan
dan mengukur besar pergeserannya, parameter gempa bumi dapat dihitung yaitu :
(1) Kecepatan pergeseran sesar, (2) Pergeseran atau ungkit setiap kejadian gempa
bumi, (3) Umur setiap kejadian gempa bumi. Pemetaan ini mengindikasikan
dimana sesar terjadi dalam satu kejadian gempa bumi atau merupakan gabungan
beberapa kejadian gempa bumi berdasarkan ukuran dan umur gempa bumi.
20
Urutan ideal investigasi morfologi gempa bumi harus dimulai skala regional, ke
skala lokal (pemetaan morfologi gempa bumi), ke skala teknik (strip map, uji
besar dari 5 m. Bentukan morfologi yang dicari antara lain: gawir sesar, bukit
sesar (shutter ridge), bukit tertekan (pressure ridge), kolam sesar (sag pond),
Gambar I I-4. Bentuk morfologi yang berhubungan dengan sesar aktif. Bentuk-
bentuk tersebut diberi simbol berdasarkan morfologi yang muncul
(McCalpin, 1996b).
Tujuan utama analisis morfologi ini adalah untuk menghitung pergeseran setiap
individu kejadian gempa bumi. Nilai inilah yang digunakan untuk mengestimasi
besar magnitudo gempa bumi. Pergeseran pada sesar geser umumnya dapat
diketahui dengan adanya pergeseran teras, sungai dan endapan kipas alluvial
(alluvial fan).
21
Jenis data yang dipergunakan dan kecermatan sangat menentukan hasil pemetaan
menggunakan foto udara dengan skala 1:24000; Stone dan Arrowsmith (1998)
menggunakan foto udara skala 1:10000; dan Arrowsmith dan Zielke (2009)
Elevation Modul (DEM) Lidar dengan ketelitian 0.5 hingga 1 meter. Hasil
Gambar I I-5. Perbandingan hasil pemetaan sesar aktif Segmen Cholame – Sesar
San Andreas. (Atas) Vedder dan Wallace (1970) melakukan
pemetaan menggunakan foto udara dengan skala 1:24000. (Tengah)
Stone dan Arrowsmith (1998) menggunakan foto udara skala
1:10000. (Bawah) Arrowsmith dan Zielke (2009) memetakan
seluruhnya berlandaskan GIS menggunakan citra survey DEM Lidar
dengan ketelitian 0.5 hingga 1 meter.
22
II.3.2 Penggunaan Data-Data Digital Topografi dan Sistem
Data-data yang dipergunakan pada penelitian ini merupakan kompilasi data yang
telah ada di Indonesia, data public domain, dan beberapa data pembelian baru.
Proses analisis ini akan menggunakan perangkat lunak ArcGIS versi 10 dan akan
diolah semuanya secara digital. Data-data yang dipergunakan tersebut terinci pada
Tabel 1 berikut.
23
II.3.3 Analisis Data Digital
Analisis data digital ini secara prinsip adalah memunculkan dan menguatkan
ini sangat bergantung pada resolusi data digital yang dipergunakan. Sebagai
gambar morfologi jauh lebih rinci dibandingkan dengan data digital IFSAR 5m,
ASTER 30m, ataupun SRTM 90m (Gambar II-6). Di dalam penelitian ini objek
target morfologi gempa bumi memiliki dimensi beberapa meter hingga ratusan
meter. Hal ini menyebabkan resolusi DEM kasar tidak dapat memperlihatkan
morfologi gempa bumi yang hanya beberapa meter tersebut tetapi dapat
mengenali bentuk dimensi berukuran ratusan meter. Jadi besar resolusi data yang
aktif.
(a) 500 m
(b)
(c) (d)
Gambar I I-6. Perbandingan resolusi data digital di lokasi yang sama yaitu Muril -
Lembang SRTM 90m (a), ASTER 30m (b), IFSAR 5m (c), dan
LiDAR 0,9m (d).
24
II.3.3.1 Garis Kontur
Garis kontur adalah cara yang umum untuk menganalisis morfologi gempa bumi.
analyst. Ketelitian garis kontur ini sangat bergantung terhadap resolusi data DEM
m. Sedangkan ASTER dan SRTM dengan ketelitan lebih kecil dari 30m
batas ketinggian yang diinginkan. Batas ketinggian ini dapat diubah-ubah untuk
menguatkan gambar morfologi gempa bumi. Cara ini efektif untuk mengetahui
Cara ini adalah membuat efek bayangan matahari. Efek bayangan ini dapat diatur
Pengaturan lokasi matahari ini disesuaikan dengan lokasi dan tinggi perbukitan
25
Team, 2010). Perangkat lunak ini mampu membuat efek bayangan dengan
lunak ini adalah mampu menggambarkan citra secara lengkap di wilayah lembah
morfologi gempa bumi. Profil ini membantu untuk menemukan titik deformasi
sesar aktif seperti tekuk lereng, bentuk antiklin, dan lainnya. Ketelitian
penampang ini bergantung pada resolusi data DEM sama halnya seperti garis
elevasi.
bumi secara bersamaan. Cara ini juga dapat membandingkannya berbagai data
digital sehingga gambar morfologi gempa terlihat jelas. Cara ini adalah
atas sehingga gambar morfologi gempa bumi terlihat jelas. Cara ini dapat
26
II.3.4 Pemetaan Rinci Morfologi Gempa Bumi (Active Fault Stip
Map)
peta rinci ini adalah untuk mendapatkan situasi rinci morfologi gempa bumi.
Setelah diketahui jenis kinematika pergerakan sebuah sesar aktif, maka dapat
seperti aliran sungai, kelurusan lereng, dan kelurusan punggungan bukit. Data
27
pergeseran ini kemudian dibuat dalam grafik berdasarkan lokasinya di jalur sesar
tersebut (berdasarkan notasi kilometer dari awal jalur sesar atau posisi koordinat).
Grafik ini memperlihatkan pola retakan yang dihasilkan oleh retakan sesar aktif
tertentu tersebut.
Untuk menghitung laju pergeseran, ahli geologi gempa bumi harus mampu
manusia yang selanjutnya disebut marker. Marker ini antara lain adalah kelurusan
sungai, lembah, bukit, pagar, dinding, pematang sawah, jalan, irigasi, dan
sebagainya. Marker ini mengalami terpotong dan tergeserkan oleh sesar aktif.
akumulasi pergeseran akibat beberapa kejadian gempa bumi ataupun dapat juga
merupakan pergeseran akibat satu kejadian gempa bumi yang baru terjadi.
Jika diketahui pergeseran marker, D, yang memotong sesar selama kurun waktu
pergeseran sesar, V.
Segmentasi sesar adalah batas sesar yang membagi sesar menjadi beberapa bagian
yang merupakan batas retakan permukaan oleh kejadian gempa bumi (Slemmons,
28
1995). Batas segmentasi adalah batas berakhirnya dan awalan sebuah retakan
struktur sesar. Batas segmen ini dikenali oleh tiga hal, yaitu (1) perubahan arah
dari uji paritan paleoseismologi (Allen, 1968), dan (4) hasil analisis deformasi
preseismik dan postseismik oleh citra radar satelit. Segmentasi dapat terjadi akibat
perpindahan (step-over) sesar. Umumnya jarak segmentasi ini harus lebih lebar
oleh satu kejadian gempa bumi. Pada sesar geser, panjang segmen minimum
(Klinger, 2010).
Seksi adalah bagian dari segmentasi yang terbagi oleh perubahan arah strike
dan/atau perubahan kinematik gerak sesar. Pembagian seksi dicirikan oleh bentuk
morfologi sesar. Seksi bukan merupakan batas retakan yang bisa menghasilkan
gempa bumi. Terminologi seksi ini dibedakan mengingat dalam istilah geologi
menggunakan alat survei Ground Penetrating Radar (GPR) dan survey geolistrik.
29
Kedua alat ini tersedia di beberapa laboratorium geofisika di Indonesia, antara lain
Survei GPR akan menghasilkan gambaran bawah permukaan lapisan. GPR untuk
dengan spesifikasi impuls radar 80-300 MHz yang dapat menembus dengan
kedalaman efektif 10m. Ferry et al. (2004) telah berhasil mempelajari jalur sesar
aktif menggunakan GPR di Sesar Anatolian (Gambar II-7). Penelitian ini akan
menggunakan GPR produksi GSSI dan produksi Zond dengan tipe antena
Gambar I I-7. Penampang GPR di jalur retakan permukaan gempa bumi Izmit-
Turkey Mw7.4 1999 (Ferry dkk., 2004). Dari hasil uji paritan
diketahui adanya dua kejadian gempa bumi lampau yang belum
diketahui waktu kejadiannya.
30
II.4.2 Survei Geolistrik
Survei geolistrik merupakan bagian dari uji geofisika untuk mengetahui sebaran
lateral dan vertikal batuan berdasarkan sifat fisik konduktivitas listriknya. Survei
ini efektif untuk lokasi dengan jenis batuan yang memiliki nilai konduktifitas
listrik yang kontras, seperti perlapisan batupasir dan lempung. Penggunaan alat ini
sangat baik. Penelitian ini akan menggunakan alat geolistrik Supersting Multy
Channel IP8 dengan 112 elektroda. Pengolahan data akan menggunakan software
spasi elektroda yang digunakan. Umumnya resolusi data adalah setengah dari
(tergantung juga dengan kondisi geologi). Pada penelitian ini menggunakan spasi
2,5 m atau 5 m yang berarti resolusi data yang dihasilkan adalah 1,25 m atau 2,5
Ekspresi stratigrafi gempa bumi dihasilkan oleh aktifitas gempa bumi yang
terlihat pada pergeseran lapisan sedimen. Pergeseran sesar ini akan memotong
lapisan sedimen dan membentuk ketidakselarasan yang akan tertutupi oleh lapisan
yang lebih muda. Karena studi gempa bumi ini meneliti gerakan saat ini,
umumnya tipe batuan sedimennya adalah tipe batuan muda yang tak
31
II.5.1 Metoda Pemboran Tangan
sedimen. Pemboran ini memiliki kelebihan yaitu murah, ringkas, dan hasilnya
berupa inti bor yang menerus. Disamping itu sifat alat yang ringkas memudahkan
berkisar 3 sampai 4 meter dan tidak dapat menembus lapisan sedimen yang keras.
Kekurangan lainnya adalah hasil pemboran tangan ini hanya memberikan sebaran
Ketelitian beda tinggi dan kedalaman pemboran merupakan kunci pengujian ini
menyingkap stratigrafi gempa bumi secara lengkap baik stratigrafi dan struktur
sesarnya. Uji paritan ini telah berhasil digunakan untuk mengetahui gempa bumi
Teknik paritan adalah dengan melakukan penggalian berlapis dengan arah paritan
memotong tegak lurus sesar. Arah ini untuk mendapatkan data pergeseran utama
sesar. Umumnya seorang ahli geologi akan mudah mengenali struktur sesar di
32
batuan, tetapi akan sulit mengenali struktur sesar di sesar aktif (McCalpin, 1996b).
Hal ini terjadi karena sebagian besar sesar aktif terlihat di batuan yang masih
muda dan belum terkonsolidasi. Contoh hasil stratigrafi ini adalah pekerjaan
penelitian di hasil uji paritan Sesar Anatolian, Turkey (Gambar II-8). Analisis
stratigrafi menunjukkan adanya retakan akibat gempa bumi tahun 1912 dan 1766
Teknik ini juga menghancurkan rekaman sedimen bagian yang digali. Sehingga
teknik ini harus selalu mempertimbangkan untuk penelitian yang akan datang.
Gambar I I-8. Hasil uji paritan Sesar Anatolian, Turkey. Analisis stratigrafi
menunjukkan adanya retakan akibat gempa bumi tahun 1912 dan
1766 (Rockwell dkk., 2009). Nama lapisan adalah berdasarkan
urutan dengan notasi angka puluhan, yaitu lapisan 10, lapisan 20,
dst.
Diskripsi ini umum digunakan dalam pekerjaan geologi lapangan. Deskripsi ini
33
yang akan digunakan untuk mengetahui kronologi terjadinya gempa bumi.
Besar pergeseran pada sebuah kejadian gempa bumi dapat digunakan untuk
menghitung besar magnitudo gempa bumi dan interval waktu sebelum antar
kejadian gempa bumi. Sebaran pergeseran merupakan batas segmentasi sesar dan
Untuk mengukur pergeseran tiap kejadian gempa bumi adalah dengan mengenali
jumlah kejadian gempa bumi dan kemudian menemukan bentuk kelurusan yang
sama yang telah tergeser dan kemudian mengukurnya. Pengukuran ini harus
Hasil akhir pengamatan lapisan adalah untuk mengenali dan menghitung jumlah
34
perlapisan yang ditunjukkan oleh Gambar II-9 notasi 1 hingga 10 sebagai berikut
(Lettis dan Kelson, 2000) : (1) Batuan atau lapisan sedimen yang tersesarkan, (2)
akibat deformasi batuan atau sedimen, (4) Pergeseran batuan, (5) Perbedaan
ketebalan lapisan, (6) Baji koluvial (colluvium wedge), (7) Material yang
terpindahkan, (8) Penebalan lapisan pada bagian yang turun, (9) Material yang
yang diberi notasi alfabet. Sebagai contoh adalah deskripsi Sesar San Andreas
yang kejadian gempa buminya diberi notasi kejadian A hingga F (Gambar II-10)
(Grant dan Sieh, 1994). Kejadian gempa bumi A merupakan UFT yang terjadi
sebelum umur lapisan 30 dan lapisan 40. Gempa bumi B pada saat umur lapisan
50. Gempa bumi D terjadi pada umur lapisan 100. Gempa bumi E tidak diketahui
dengan jelas posisi UFTnya. Gempa bumi F terjadi pada umur lapisan 200 dan
200a.
35
Gambar I I-9. Diagram yang menunjukkan kriteria yang digunakan dalam
mendeskripsi gempa bumi lampau di singkapan dekat permukaan
(Lettis dan Kelson, 2000). (1) Batuan atau lapisan sedimen yang
tersesarkan, (2) Upward fault termination (UFT) pada
ketidakselarasan, (3) Ketidakselarasan akibat deformasi batuan
atau sedimen, (4) Pergeseran batuan, (5) Perbedaan ketebalan
lapisan, (6) Baji koluvial (colluvium wedge), (7) Material yang
terpindahkan, (8) Penebalan lapisan pada bagian yang turun, (9)
Material yang menerobos, (10) Bidang sesar yang muncul
kepermukaan.
36
Gambar I I-10. Sketsa paritan Sesar San Andreas. Huruf abjad (A,B,C,D,E,F)
menunjukkan bukti kejadian gempa bumi (Grant dan Sieh, 1994).
sedimentasi yang tergeser akibat aktifitas gempa bumi. Pemahaman data deskripsi
umurnya. Tanpa umur, kita tidak bisa menghitung laju pergeseran sesar dan umur
kejadian.
bumi. Sampel terbaik adalah sampel vegetasi yang mati tertimbun saat terjadi
gempa bumi. Ciri khas sampel ini adalah posisi vegetasi yang mati pada posisi
tumbuhnya. Tetapi tidak setiap lokasi dijumpai sampel ini. Umumnya sampel
37
fragmen arang yang sering ditemui. Jenis sampel arang ini mengindikasikan umur
Pentarikhkan umur lapisan yang akan digunakan adalah uji karbon. Berdasarkan
peluruhan C14 yang dikandung didalam material organik sebelum dan sesudah
matinya akan dapat diketahui umur material organic tersebut. Uji karbon umum
digunakan untuk menentukan umur lapisan karena uji ini efektif untuk lapisan
memiliki umur kurang dari 50 ribu tahun (Stuiver dkk., 1979). Uji ini juga dapat
menghasilkan batas kesalahan hingga 10 tahun (Yeats dkk., 1997b). Penelitian ini
Amerika. Proses AMS ini menghitung rasio C12 dan C14 dengan teliti dan hanya
memerlukan sampel karbon murni kurang dari satu gram. Hal ini sesuai dengan
kondisi paritan yang umumnya sampel karbon berukuran butiran pasir yaitu
sekitar 2 -5 mm.
38
BAB III STUDI KASUS I: SEGMENT SIANOK,
SUMANI DAN SULITI, SESAR SUMATRA
Pulau Sumatra berada di batas lempeng yang bergerak miring terhadap batas
zona penunjaman dan sistem sesar geser di Pulau Sumatra (Fitch, 1972;
57 mm/th dengan arah miring (Prawirodirdjo dkk., 1997). Laju pergerseran ini
Struktur Sesar Sumatra telah banyak diteliti (Bellier dkk., 1997b; Katili dan
Hehuwat, 1967; Natawidjaja dan Kumoro, 1995; Untung dkk., 1985), termasuk
dipetakan secara rinci oleh Sieh dan Natawidjaja (Sieh dan Natawidjaja, 2000).
Sistem Sesar Sumatra ini memiliki panjang 1500 km yang membentang dari Selat
Sunda hingga Aceh dan terbagi atas 20 segmen aktif (Bellier dkk., 1997b) atau 21
pergeseran geodesi juga sudah dilakukan (Genrich dkk., 2000; Prawirodirdjo dkk.,
2000).
Sesar Sumatra aktif menghasilkan gempa bumi. Sejak tahun 1890 tercatat telah
ada 21 gempa bumi besar yang terjadi (Natawidjaja dkk., 2007). Meskipun
39
produktif menghasilkan gempa bumi, hingga saat ini belum ada penelitian retakan
Pada tanggal 6 Maret 2007 terjadi dua gempa bumi dengan magnitudo yang sama
Mw 6 di Sumatra Barat. Dua gempa bumi yang terjadi dari sumber retakan sesar
yang berbeda, besar magnitudo yang hampir sama, berada dilokasi yang
berdekatan, dan dengan jeda waktu yang singkat didefinisikan sebagai gempa
bumi ganda (doublet) (Kagan dan Jackson, 1999). Gempa bumi doublet ini
memiliki focal mechanism sesar geser berdasarkan katalog USGS dan BMKG.
Bab III ini telah dipublikasikan di dalam jurnal internasional Bulletin of the
the March 2007 M>6 Earthquake Doublet on the Sumatran Fault (Daryono dkk.,
2012).
Gambar III-1. Sebaran pusat gempa bumi berdasarkan katalog relokasi Engdahl (2009)
di sekitar daratan dan lepas pantai Sumatra Barat. Lempeng Indo-
Australia menunjam ke Lempeng Asia dengan kecepatan 57 mm/th
dengan arah miring yang menyebabkan munculnya Sesar Sumatra dengan
kecepatan sinistral 23 mm/th di wilayah Sumatra Barat ini. Kotak hitam
adalah lokasi gempa bumi 6 Maret 2007 yang akan diperjelas pada
gambar berikutnya.
40
III.2 Tujuan Penelitian
Gempa bumi ganda (doublet) Mw 6,2 dan 6,4 tanggal 6 Maret 2007 memberi
permukaan, serta mencoba menerapkan uji paritan, geolistrik dan GPR. Hasilnya
adalah metoda terbaik yang dapat diterapkan di lokasi sesar aktif lainnya
(khususnya uji GPR dan geolistrik). Tujuan lainnya adalah untuk dapat
memahami karakteristik gempa bumi yang dihasilkan dan akan dihasilkan dimasa
depan oleh segmen sesar aktif Sianok, Sumani dan Suliti ini.
6 Maret 2007 terjadi dua gempa bumi Mw 6 di Sumatra Barat. Gempa bumi
pertama terjadi pada pukul 10:50 pagi, dan kedua terjadi pukul 12:45 siang
(Natawidjaja dkk., 2007). Gempa bumi ini menghasilkan retakan permukaan yang
telah dipublikasikan oleh Daryono dkk (2012) dan akan dijelaskan pada bab
berikutnya. Lokasi retakan permukaan ini tiga lokasi berada di Segmen Sianok
(Koto Gadang, KG; Pandai Sikek, PS; dan Batipuh, BA) dan tujuh lokasi di
Segmen Sumani (Sumpur, SR; Sumani, SU; Kasiak, KA; Baringin Tanam, BT;
Tanjung Bingkung, TB; Lukuak, LU; dan Padung, PA) (Gambar III-2). Penjelasan
rinci tiap lokasi akan disajikan pada bab berikut secara sistematis dari baratlaut ke
tenggara.
41
tepi jalan, dinding tembok, pondasi, batas pertanian, jembatan, batas sawah,
saluran air, dan lainnya. Survei rinci ini adalah melakukan pengukuran di lokasi
dan pengukuran manual menggunakan pita ukur. Survei ini dilakukan pada tahun
42
Padang
Gambar III-2. Lokasi sumber gempa bumi ganda 6 Maret 2007 Mw 6 di Sumatra Barat. Lokasi ini berada di Sumatra Barat (dijelaskan pada
kotak hitam gambar sebelumnya). Bintang 1 dan 2 adalah kejadian gempa bumi yang pertama dan kedua berdasarkan USGS
(hijau) dan BMKG (kuning). Garis merah adalah Segmen Sianok dan Segmen Sumani (bagian dari Sesar Sumatra). Titik lokasi
retakan permukaan (surface rupture) ditunjukkan dengan titik oranye dilokasi Koto Gadang (KG), Pandai Sikek (PS), Batipuah
(BA), Sumpur (SR), Sumani (SU), Baringin Tanam (BT), Tanjung Bingkung (TB), Lukuak (LU), dan Padung (PA).
43
III.3.1 Segmen Sianok
Lokasi paling atas (baratlaut) adalah KG. Di daerah lebih atas setelah lokasi KG
rinci yaitu KG1 – KG6 yang membentuk kelurusan gawir, retakan dan pergeseran
kerusakan berat akibat besarnya goncangan dan adanya pergeseran. Lokasi KG1-
KG6 ini di jelaskan (Gambar III-3) di dalam peta rinci yang menggunakan
Utara
Gambar I II-3 Peta Nagari Koto Gadang dan sebaran lokasi retakan permukaan KG1-
KG6. Bangunan-bangunan disepanjang jalur ini mengalami kerusakan
berat akibat besarnya goncangan dan adanya pergeseran. Enam lokasi
rinci ini membentuk garis lurus berarah N326oE (Daryono dkk., 2012).
44
Di KG5, retakan memotong tanggul pembatas sawah (Gambar III-4a). Hasil
b)
a)
Gambar I II-4 Lokasi pergeseran di KG5 yang (a) memotong pematang sawah dan
(b) hasil pengukuran pergeseran menggunakan total station.
III-5).
19 cm
20 cm
a) b)
Gambar I II-5. (a) Lokasi retakan permukaan di KG6 memotong bangunan rumah.
(b) Di dalam bangunan terlihat pergeseran menganan 19 dan 20 cm
yang jelas di struktur lantai
45
Di KG4, terdapat retakan permukaan di jalan beton. Retakan permukaan ini
Gambar I II-6. Lokasi KG4, terdapat retakan permukaan di jalan beton. Retakan
permukaan ini menyebabkan jalan beton bergeser menganan 40 cm
dan 9 cm.
Lokasi KG3, retakan permukaan memotong bangunan rumah. Retakan ini terlihat
pada lantai rumah dengan besar pergeseran menganan 18 dan 21 cm (Gambar III-
46
Lokasi KG2, retakan permukaan memotong bangunan sekolah, mesjid, kolam
pancuran dan jalan aspal (Gambar III-8). Pergeseran di lantai sekolah adalah
III-9 dan III-10). Retakan permukaan ini menerus ke bangunan masjid dengan
a) b)
Gambar III-8. Foto lokasi KG1 (a) di bangunan sekolah, dan (b) di masjid.
47
Gambar I II-9 Survei total station lokasi KG2. Retakan permukaan ini menerus ke
bangunan masjid dengan menggeser bangunan menganan 45 cm.
Retakan permukaan terus menerus membentuk garis lurus hingga di
lokasi KG1.
48
0.85
West Koto Gadang, KG-2B,
0.8
line-1 East
11.8 0.75
Cm 0.7
0.65
0.6
(m)
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
(m)
0.55
(m) West Koto Gadang, KG-2B, line-2 East
0.5
0.45 7.8 Cm
0.4
0.35
0.3
0 2 4 6 (m) 8 10 12 14 16
Gambar III-10. Penampang ketinggian komponen vertikal KG2 line 1(a) dan line 2(b).
49
Gambar I II-11. Lokasi KG1. terdapat 13 pergeseran di deretan pematang tanaman yang
bergeser berarah N330oE menganan 25 - 95 cm.
50
(m)1
0.98 West Koto Gadang, KG-1B, line-2 East
0.96
0.94
0.92 9.27 Cm
0.9
0.88
0.86
0.84
0 2 4 6 8 10 12
(m)
1
West Koto Gadang, KG-1B, line-3
East 0.95
9.01 Cm 0.9
0.85
0.8
(m)
0.75
0.7
14 12 10 8 (m) 6 4 2 0
1
(m)
0.95 West Koto Gadang, KG-1B, line-4 East
0.9
9.39 Cm
0.85
0.8
0 2 4 6 (m) 8 10 12 14
1
Koto Gadang, KG-1B, line-5 0.98
West 0.96
East 0.94
5.25 Cm
0.92
0.9
0.88
0.86
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 (m)
(m)
1.05
0.9
0.85
6 5 4 3 2 1 0
(m)
1.05
West East
Koto Gadang, KG-1B, line-8
(m)
1
6.15 Cm
0.95
0.9
0.85
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
(m)
0.6
West Koto Gadang, KG-1B, line-9 East
(m)0.55
0.5
8.94 Cm
0.45
0.4
10 9 8 7 6 (m) 5 4 3 2 1 0
0.5
Koto Gadang, KG-1B, line-10
0.45
West
13.6 Cm East (m)0.4
0.35
0.3
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
(m)
0.5
Koto Gadang, KG-1B, line-11 East
West
0.45
9.6 Cm (m)0.4
0.35
0.3
12 10 8 6 (m) 4 2 0
8.86 Cm (m)0.4
0.35
0.3
12 10 8 6 (m) 4 2 0
0.5
West Koto Gadang, KG-1B, line-13 East
(m)
0.45
12.87 Cm
0.4
0.35
12 10 8 (m) 6 4 2 0
1.5
(m) West Koto Gadang, KG-1B, line-1 East
1.4
1.3 6.53 Cm
1.2
1.1
1
0 2 4 (m) 6 8 10 12
Gambar I II-12. Penampang ketinggian line1 sampai dengan line13 lokasi KG-1B
yang menunjukkan penurunan 5 - 15 cm (sisi barat turun)
Sembilan kilometer kearah tenggara dari lokasi KG, terdapat retakan permukaan
toko suvenir Sayuthi Melik. Retakan permukaan ini memanjang dan memotong
jalan raya utama Padang – Bukit Tinggi dengan arah sejajar. Retakan permukaan
di jalan raya utama ini tidak terlihat jelas, tetapi di dekatnya terdapat jalan cabang
53
yang terdapat retakan permukaan yang jelas dimana arah jalan tegak lurus dengan
arah sesar (Gambar III-13). Pergeseran di lokasi PS terdiri atas dua lokasi rinci
yaitu PS1 dan PS2. Pergeseran PS1 adalah menganan dengan besar 10, 13 dan 18
cm dan komponen vertikal 8 dan 17 cm (sisi timur turun)(Gambar III-14 dan III-
15). Retakan ini menerus memotong tangga beton di PS2. Tangga beton
(a)
Main road
(b)
Main road
Branch road
Gambar I II-13. Retakan permukaan di Pandai Sikek (PS). (a) Retakan permukaan ini
memanjang dan memotong jalan raya utama Padang – Bukit Tinggi
dengan arah sejajar (main road) dan (b) jalan cabang (branch road) yang
terdapat retakan permukaan yang jelas (arah jalan tegak lurus dengan arah
sesar).
54
(a)
(b)
Gambar I II-14. (a) Hasil survei total station dan (b) foto retakan permukaan di
konblok halaman depan toko suvenir Sayuthi Melik.
55
1.2
West Pandai Sikek, PS-1, line-1
(m)
1 East
0.8
0.6
15.07 Cm
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
(m)
0.7
0.6
Pandai Sikek, PS-1, line-2
0.5
(m)
West East
0.4
11.96 Cm
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
(m)
0.5
West Pandai Sikek, PS-1, line-3 East
(m)
0.4
0.3
8.48 Cm
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
(m)
0.4
0.35 West Pandai Sikek, PS-1, line-4 East
(m)
0.3
0.25
0.2 16.8 Cm
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 (m) 2 2.5 3 3.5 4
1
(m) West Pandai Sikek, PS-1, line-6 East
0.8
0.6
0.4 17.01 Cm
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
(m)
Gambar I II-15. Penampang ketinggian komponen vertikal retakan permukaan
lokasi PS1.
56
Gambar III-16. Survei total station di tangga beton PS2.
Duabelas kilometer arah tenggara dari lokasi PS, terdapat retakan permukaan di
Batipuah (BA). Di lokasi sini retakan permukaan yang memotong di tiga lokasi
jalan aspal. Retakan permukaan di BA3 menggeser jalan aspal menganan 29 dan
adalah BA1 (Gambar III-19). Hasil pengukuran menunjukkan jalan aspal bergeser
57
Gambar III-18. Lokasi retakan permukaan di BA2.
Terdapat tujuh lokasi retakan permukaan di Segmen Sumani. Dari arah paling
baratlaut ke tenggara adalah SR, SU, KA, BT, TB, LU dan PA (Gambar III-20).
Di SR, retakan permukaan memotong bangunan rumah menjadi dua bagian dan
58
memperlihatkan pergeseran menganan 25 dan 12 cm dengan komponen vertikal
1.2 West
(m) Sumpur, SU-1, line-1
East
1.1
27.16
1 Cm
0.9
0.8
0 2 4 6 8(m) 10 12 14
1.2
Sumpur, SU-1, line-2
(m) West East
1.1
1
19.3 Cm
0.9
0.8
0 2 4 6 8 10 12
(m)
59
Duabelas kilometer kearah tenggara dari lokasi SR terdapat retakan permukaan di
lokasi Sumani (SU). Di lokasi ini retakan permukaan memotong dan menggeser
jalan aspal dan dinding pasangan batu kali menganan 31 cm, 36 cm dan 56 cm.
60
Di lokasi KA terdapat retakan permukaan yang jelas dengan arah retakan
mengalami rusak berat (Gambar III-24). Delapan pengukuran rinci total station
pergeseran vertikal di line 3 dan 4 adalah 18 dan 23 cm dengan sisi timur naik
(a)
(b)
61
Gambar III-25. Survei total station retakan permukaan dilokasi KA.
West Kasiak-Sumani, KA-1, line-3 1.1
East 1
22.5 Cm
0.9
0.8
(m) 0.7
0.6
12 10 8 6 4 2 0 (m)
1.1
Kasiak-Sumani, KA-1, line-4 East
West 1
17.8 Cm 0.9
0.8
0.7
0.6
14 12 10 8 6 4 2 0(m)
(m)
62
Lokasi BT adalah lokasi paling menarik karena dilokasi ini merekam pergeseran
gempa bumi 2007 dan kejadian gempa bumi sebelumnya. Di lokasi ini terdapat
gempa bumi 2007 dan jalan aspal tua dan pematang sawah yang menunjukkan
menganan 23, 42 dan 26 cm, dengan komponen vertikal 16cm sisi barat turun
(Gambar III-28 dan III-29). Jalan aspal di BT ini sudah ada sejak tahun 1899
(berdasarkan peta Belanda). Pergeseran jalan aspal dilokasi ini adalah menganan
1.7 m (line1) dan 1.5 m (line2). Di pematang sawah (80 meter dari jalan aspal)
terdapat retakan permukaan menggeser menganan 0.8 dan 1.3 m (line 7-9).
Berdasarkan informasi Bapak Hasan yang lahir tahun 1919 dan tinggal di daerah
Baringin Tanam ini menjelaskan bahwa retakan permukaan juga terlihat dilokasi
63
(a)
(b)
Gambar I II-27. Lokasi retakan permukaan di BT. (a) Foto mengarah ke barat dengan
lingkaran merah adalah kelurusan retakan permukaan gempa bumi tahun 2007
dan (b) mengarah ke timur yang memperlihatkan pergeseran jalan sejak tahun
1899 yang berarti merupakan komulasi pergeseran gempa bumi tahun 1926
dan 1943.
64
Gambar I II-28. Hasil survei total station di BT. memperlihatkan pergeseran
menganan 23, 42 dan 26 cm, dengan komponen vertikal 16cm sisi barat
turun, pergeseran menganan 1.7 m (line1) dan 1.5 m (line2), dan di
pematang sawah (80 meter dari jalan aspal) menggeser menganan 0.8
dan 1.3 m (line 7-9). Lokasi ini merekam pergeseran gempa bumi tahun
2007, 1943 dan 1926.
65
3.5
West Baringin Tanam, BT-1A, East
3
2.5
line-1
16.25 Cm
2
1.5
1 (m)
0.5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
3.5
West Baringin Tanam, BT-1A, East 3 (m)
line-2
15.97 Cm 2.5
2
1.5
(m) 1
0.5
0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Satu koma dua kilo meter ke arah tenggara dari lokasi BT, terdapat retakan
jalan aspal menganan dengan panjang 8, 35 dan 29 cm, komponen vertikal nol
(Gambar III-30).
66
Ke arah tenggara terdapat retakan permukaan di lokasi Lukuak (LU). Dilokasi ini
III-31). Danaruslan (tetua adat dan kepala desa) memberitahu bahwa retakan yang
sama terjadi ketika kejadian gempa bumi tahun 1926 dan 1943.
Lokasi paling tenggara adalah PA. Lokasi ini retakan permukaan memotong jalan
67
Gambar III-33. Hasil survei total station di PA.
kesempatan mengetahui lokasi pasti sumber gempa bumi. GPR dan geolistrik
Alat GPR yang digunakan adalah Zond GPR dengan kombinasi antenna 150
akibat cara berjalan dengan membuat landasan pipa PVC seperti pada Gambar III-
Pengolahan yang diterapkan adalah penentuan titik nol, panjang survei, dan
68
Gambar I II-34. Modifikasi menggunakan alas pipa PVC untuk mengurangi
gangguan akibat perubahan ketinggian jalan kaki.
Dilokasi BT, survei GPR dilakukan disepanjang jalan aspal sepanjang 560m
dengan arah dari Timur ke Barat. Muka air tanah di interpretasikan di kedalaman
2,6 m (Gambar III-35). Retakan permukaan gempa bumi 2007 jelas terlihat hingga
kedalaman 7,5 m. Disamping itu terlihat pula bentuk retakan lainnya yang berada
didekat retakan permukaan gempa bumi 2007. Hasil ini juga konsisten dengan
hasil geolistrik. Retakan permukaan gempa bumi 2007 juga terlihat dengan
Lokasi SU, survei dilakukan sepanjang 280 m dengan arah Timur ke Barat. Muka
Lokasi PS, survei dilakukan di dua lokasi. Lokasi pertama (PS1) adalah sejajar
jalan raya Padang-Bukit Tinggi (Gambar III-37). Retakan permukaan gempa bumi
2007 tidak terlihat dilokasi ini tetapi hasil GPR menunjukkan bawah permukaan
jalan ini jelas terlihat adanya retakan. Retakan ini teridentifikasi hingga
kedalaman 12,5 m. Lokasi kedua – PS2 adalah tegak lurus jalan raya tempat
69
ditemukan retakan permukaan gempa bumi 2007. Lokasi ini terlihat jelas retakan
Lokasi KG, survei dilakukan dari arah Timur ke Barat. Panjang survei adalah 300
m. Retakan permukaan gempa bumi 2007 terlihat pada gambar hasil uji GPR dan
70
0
(m) a.
5
10
0
(m)
5 b.
10
c.
Gambar III-35(a, b) Survei GPR di Baringin Tanam (BT) dilakukan disepanjang jalan aspal sepanjang 560m dengan arah dari Timur
ke Barat. Retakan permukaan gempa bumi 2007 jelas terlihat hingga kedalaman 7,5 m. (c) Hasil ini juga konsisten
dengan hasil geolistrik. Retakan permukaan gempa bumi 2007 juga terlihat dengan ketidak selarasan lapisan penutup.
71
0
a.
5
10
(m)
0 jarak (m) 50 100 150 200
0
b.
5
10
(m)
0 jarak (m) 50 100 150 200
c.
Gambar I II-36 (a,b) Survei GPR di Sumani (SU). Survei ini dilakukan sepanjang 280 m dengan arah Timur ke Barat. Retakan
permukaan gempa bumi 2007 terlihat jelas pada gambar GPR dan (c) geolistrik.
72
0
(m) (b)
5
10
0 jarak (m) 10 20 30 40 50 60
(c) 400
(a)
(d)
(e)
traces traces
Gambar I II-37 (a) Lokasi PS, survei dilakukan di dua lokasi. (b,c) Lokasi pertama (PS1) adalah sejajar jalan raya Padang-Bukit
Tinggi. Retakan permukaan gempa bumi 2007 tidak terlihat dilokasi ini tetapi hasil GPR menunjukkan bawah
permukaan jalan ini jelas terlihat adanya retakan. Retakan ini teridentifikasi hingga kedalaman 12,5 m. (d,e) Lokasi
kedua – PS2 adalah tegak lurus jalan raya tempat ditemukan retakan permukaan gempa bumi 2007.
73
0
(m)
(a)
a.
5
10
(b)
(c)
Gambar III-38 Lokasi KG, survei dilakukan dari arah Timur ke Barat. Panjang survei adalah 300 m. Retakan permukaan gempa bumi
2007 terlihat pada gambar hasil uji GPR (a,b) dan geolistrik (c).
74
III.5 Uji Paritan di Retakan Permukaan Gempa bumi 2007
Lokasi paritan dilakukan di Desa Sumani, Kabupaten Solok. Lokasi paritan ini
ganda tahun 2007.(Gambar III-39 dan Gambar III-40). Dimensi parit adalah
panjang 4 m, lebar 1.5 m dan dalam 1 m. Hasil uji paritan menunjukkan empat
lapisan (Gambar III-41) yaitu lapisan tanah padi (atau lapisan 10), lapisan tanah
padi (atau lapisan 20), lapisan lanau (atau lapisan 30), dan lapisan lanau pasiran
(lapisan 40). Garis retakan permukaan terlihat jelas memotong lapisan tanah
sebagai ketidakselaran akibat pergeseran gempa bumi tahun 2007. Hasil uji
(AD). Umur lapisan ini jauh lebih tua dari perkiraan yaitu kejadian gempa bumi
tahun 1936 dan/atau 1943. Kemungkinan rekaman kejadian gempa bumi 1936
dan/atau 1943 terekam pada lapisan 20. Pada lokasi paritan ini lapisan 20 ini tipis
dan dangkal. Besar kemungkinan lapisan 20 ini terombak oleh kegiatan pertanian
sawah.
(a)
(b)
Gambar I II-39. (a) Lokasi uji paritan di lokasi Segmen Sumani di Desa Sumani.
(b) Tahap penggalian.
75
Gambar I II-40. Peta situasi lokasi penggalian uji paritan dan retakan permukaan
akibat gempa bumi ganda tahun 2007.
76
III.6 Ringkasan dan Diskusi
Ringkasan dan diskusi hasil penelitian di Sesar Sumatra ini disajikan dalam tiga
subbab selanjutnya. Tiga subbab ini berisi tentang hasil survey retakan permukaan
selatan dari 90km Segmen Sianok) dan 22 km (bagian utara dari 60km Segment
Segmen Sumani. Nilai rata-rata ini dihitung berdasarkan luas area pada Gambar
77
Tabel 2. Retakan permukaan gempa bumi tahun 2007.
Dextral Offset Vertical Offset
Site Name ID Lines Offset Average Average Description
Strike Up Side Offset (cm)
(cm) (cm) (cm)
o
Sumpur (SR) SR 1 S26 W 25 ± 2 18 ± 2 W 27 ± 1 23 ± 1 all are in a concrete house
78
Gambar I II-42. Distribusi pergeseran lateral dan vertikal gempa bumi kembar M6+
Solok 2007. Retakan permukaan gempa bumi kembar M6+ 2007
memiliki panjang 22.5 km (bagian selatan dari 90km Segmen Sianok),
22 km (bagian utara dari 60km Segment Sumani), pergeseran
menganan dengan rata-rata 51 cm di Segmen Sianok, dan 36 cm di
Segmen Sumani.
Dalam rekamanan sejarah kejadian gempa bumi di daerah ini, tercatat telah terjadi
empat kali gempa bumi yaitu tahun 1822, 1926, 1943 dan 2007. Kecuali gempa
bumi tahun 1822, catatan gempa bumi tersebut menunjukkan bahwa gempa bumi
terjadi dua kali dengan jeda waktu yang berbeda-beda yaitu 3 jam, 7 jam dan
kejadian terakhir 2 jam. Gempa bumi pertama selalu terjadi di bagian selatan dan
79
Kompilasi lokasi kerusakan, sebaran MMI dan lokasi retakan permukaan di
tunjukkan pada Gambar III-43 (Natawidjaja dan Kumoro, 1995; Untung dkk.,
1985). Gempa bumi tahun 2007 kelihatannya mirip dan berada di retakan
permukaan yang dengan gempa bumi tahun 1926 tetapi jelas berbeda dengan
gempa bumi tahun 1943. Magnitudo gempa bumi 1996 diperkirakan hampir atau
sama dengan gempa bumi tahun 2007, tetapi gempa bumi tahun 1943 jelas jauh
lebih besar. Gempa tahun 1822 masih belum diketahui karena tidak ada catatan
Padang
80
III.6.3 Survei Geolistrik dan GPR di Retakan Permukaan Segmen
Hasil ujicoba survey di lokasi retakan permukaan yang sudah diketahui (retakan
permukaan gempa bumi tahun 2007) menunjukkan perlapisan yang terpotong oleh
ketidakselarasan lapisan ini sesuai dengan posisi lokasi retakan permukaan yang
berkorelasi juga dengan retakan permukaan gempa bumi tahun 2007. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa penggunaan alat geofisika dangkal geolistrik dan GPR dapat
diketahui.
81
82
Bab IV STUDI KASUS II: SESAR PALUKORO-
MATANO, SULAWESI BAGIAN TENGAH
Pulau Sulawesi tersusun oleh tatanan tektonik yang rumit dan tidak mudah
dijelaskan (Hall dkk., 2011). Hingga saat ini masih aktif bergerak dan rutin
menghasilkan gempa bumi. Pulau Sulawesi ini tersusun atas tatanan struktur
geologi yang aktif bergerak dengan kecepatan pergeseran yang berbeda-beda yang
ditunjukkan pada Gambar IV-1. Disebelah utara Pulau Sulawesi terdapat North
11 mm/yr di Sesar Gorontalo (Rangin dkk., 1999). Dari arah timur bergerak
dkk., 1999). Di bagian tengah Pulau Sulawesi adalah Sesar Palukoro yang aktif
bergerak (Bellier dkk., 2001; Katili, 1970; Rangin dkk., 1999; Socquet dkk.,
2006) dengan besar pergeseran geodetic 41-45 mm/th (Socquet dkk., 2006), 34
mm/yr (Sarsito, 2010) dan pergeseran geologi 29 mm/th (Bellier dkk., 2001).
adalah Sesar Matano dengan besar pergeseran sekitar 2 cm/th (Socquet dkk.,
Engdahl (2007). Di bagian tengah pulau Sulawesi, sebaran gempa bumi dangkal
bersifat acak.
83
Kinematika pergeseran Sesar Palukoro ini seharusnya meneruskan pergeserannya
ke Sesar Matano sehingga besar pergeseran harusnya hampir sama atau lebih kecil
dari besar pergeseran Sesar Matano. Hal lainnya adalah produksi gempa bumi di
Sulawesi ini yang jarang jika dibandingkan dengan kecepatan pergeseran yang
Permasalahan struktur sesar ini juga diperparah dengan belum adanya tatanama
yang lengkap. Bahkan terdapat penamaan ganda untuk satu garis sesar.
Permasalah lain adalah batas sesar juga batas segmentasi sesar yang tidak jelas.
Sesar Palukoro dan Sesar Matano yang hingga saat ini masih belum diketahui
Permasalahan dan tujuan studi terbagi dijelaskan pada tiga subbab selanjutnya.
Tiga subbab ini menjelaskan tentang permasalahan laju pergeseran, model geodesi
84
Gambar I V-1. Struktur geologi regional di Pulau Sulawesi dan lokasi studi
penelitian yang ditunjukkan oleh kotak hitam. Kompilasi hasil
penelitian geodesi deformasi di Sulawesi. Sumber peta adalah
gambar SRTM 90m dan ETOPO1.
Hasil pengukuran laju pergeseran survei geodesi yang menyimpulkan bahwa laju
pergeseran di Sesar Matano adalah sekitar 2 cm/tahun (Sarsito, 2010) dan di Sesar
Palukoro mencapai 4 cm/tahun (Socquet dkk., 2006) masih sukar diterangkan oleh
dari Sesar Matano maka laju pergeserannya seharusnya sama atau lebih kecil dari
Sesar Matano. Apabila diasumsikan bahwa hasil pengukuran laju pergeseran ini
tidak hanya diakomodasi oleh pergerakan lateral yang rigid tapi juga deformasi
internal dari kerak buminya. Dalam hal ini, kemungkinan defisit 2cm/tahun di
85
Sesar Matano diakomodasi oleh shortening atau zona sesar naik di utara Sesar
Matano. Oleh karena itu untuk mengetahui hal ini penelitian laju pergeseran yang
didapat dari pengukuran geodesi perlu diuji kembali oleh pengukuran independen
dari long-term geological slip rates dari kedua sistem Sesar Palukoro dan Sesar
Matano tersebut.
Palukoro dan Sesar Matano karena belum ada peta detil yang membahasnya.
Struktur di antara Sesar Palukoro dan Sesar Matano ini diperlukan juga untuk
memahami struktur sutura kolisi dan sesar naik keterkaitannya dengan struktur
Publikasi pemetaan rinci hanya ada di Sesar Palukoro saja dan itupun ditampilkan
dalam peta dengan resolusi yang rendah. Publikasi tersebut membagi Sesar
Palukoro menjadi 7 segmen sesar aktif (Bellier dkk., 2001)(Gambar IV-2). Studi
ini menggunakan citra satelit SPOT-5 resolusi 5 m tahun 1988. Pemetaan ini
yang diperlihatkan dengan simbor S0 hingga S6. Panjang segmen Sesar Palukoro
S6:~12km (di darat). Segmen bagian utara mempunyai karakter panjang lebih
pendek dari bagian selatan. Bagian selatan dibatasi oleh pembelokan Leboni.
Segmen bagian selatan, S1 dan S2, mempunyai ciri segmen berupa garis lurus dan
86
panjang. Sedangkan segmen bagian utara mempunyai ciri bentuk en-echelon. Ini
menjadi lebih komplek dengan cabang-cabang segmen sesar aktif (Bellier dkk.,
2001). Sayangnya publikasi ini tidak menjelaskan rinci segmentasi Sesar Palukoro
dengan publikasi terbaru. Segmen S2 over estimate dan under estimate pada S6,
Gambar I V-2. Segmentasi Sesar Palu - Koro. Terdapat tujuh segmen (S0 hingga
S6) (Bellier dkk., 2001).
87
IV.2.3 Tidak diketahui Karakteristik Sesar Palukoro dan Sesar
Matano
Ketiadaan peta rinci struktur sesar dan ketidak jelasan lokasi parameter gempa
diperlukan adalah sejarah kejadian, segmentasi, lokasi tepat, laju pergeseran, besar
pergeseran tiap kejadian gempa, periode ulang, dan karakter perulangan gempa
bumi. Parameter tersebut akan dicari melalui studi paleoseismologi yang belum
pernah dilakukan di Sesar Palukoro dan Sesar Matano. Parameter tersebut juga
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terbagi dalam beberapa wilayah
yang ditunjukkan pada Gambar IV-3. Data dasar menggunakan data Shuttle Radar
meter (wilayah dengan kotak kecil) dan Lidar 0.9 meter melingkupi wilayah
pinggir pantai Teluk Palu yang diperoleh dari Australia-Indonesia Facility for
Disaster Reduction (AIFDR). Data Light Detection and Ranging (LiDAR) terfilter
2.5 meter sekitar Danau Matano – Towuti – Lontoa dari PT. Vale. Data citra
IFSAR 5 m hampir seluruh Sulawesi bagian tengah dari Badan Geologi – ESDM.
Pada tahap awal adalah mengumpulkan hasil penelitian dan publikasi peta geologi
di daerah Sulawesi ini (Ratman dan Atmawinata, 1993; Rusmana dkk., 1993;
Sidarto dan Bachri, 2013; Simandjuntak dkk., 1993; Simandjuntak dkk., 1991;
Simandjuntak dkk., 1997; Sukamto dkk., 1973; Sukido dkk., 1993; Surono, 2013).
88
Informasi geografis tatanama sungai menggunakan data Peta Departemen
IV. 4. Kegempaan/Seismologi
katalog relokasi Engdahl yang merekam kejadian gempa bumi tahun 1964 – 2009
(Engdahl dkk., 2007). Katalog gempa bumi Engdahl memiliki lokasi sumber yang
akurasi tetapi tidak memiliki data focal mechanism-nya. Sumber data seismisitas
lainnya adalah katalog Global Centroid Moment Tensor (CMT) yang memiliki
data focal mechanism tetapi kesalahan sumber lokasi lebih besar dibandingkan
Engdahl.
sesar aktif menunjukkan korelasi sumber sesar, jenis sesar dan fokal mekasnism
89
119°30’0"E 120°0’0"E 120°30’0"E 121°0’0"E 121°30’0"E 122°0’0"E
Kilometers
0 15 30 60 1°30’0"S
Palu
LiDAR0.6M
G
1°0’0"S Poso
am
Ga
ba
mb
rI
2°0’0"S
V- G
ar I
18 am
V-1
Morowali
5
ba
rI M30
M
V- SRT
9
Ga
mb
ar
1°30’0"S )
R 5M I FD R
I
A
V-
M (
IFSA R5
8
IFSA 2°30’0"S
M
M30
Soroako
SRT Gambar IV-10 Filtered
Budong budong 122°0’0"E
2°0’0"S LiDAR2.5M
119°0’0"E
3°0’0"S
119°0’0"E 119°30’0"E 120°0’0"E 2°30’0"S
7 120°30’0"E 121°0’0"E 121°30’0"E
IV-
Gambar I V-3. Data-data yang digunakan, indeks lokasi gambar-gambarr selanjutnya dan morfologi menggunakan Data SRTM 30
ba
m(USGS, 2015). Data dasar menggunakan data Shuttle am Radar Topography Mission (SRTM) 30 m (USGS, 2015).
Kemudian data IFSAR 5 meter (wilayah dengan kotakG kecil) dan Lidar 0.9 meter melingkupi wilayah pinggir pantai
yang diperoleh dari Australia-Indonesia for Disaster Reduction (AIFDR). Data Light Detection and Ranging (LiDAR)
terfilter 2.5 meter sekitar Danau Matano – Towuti – Lontoa dari PT. Vale. Data citra IFSAR 5 m hampir seluruh
Sulawesi bagian tengah dari Badan Geologi – ESDM.
90
119° 30'0"E 120° 0'0"E 120° 30'0"E 121° 0'0"E 121° 30'0"E 122° 0'0"E
±
Kilometers
0 15 30 60 1° 30'0"S
1995
Magnitude
3.5 - 5
2014 5 - 6.5
2005
6.5 - 8
1977&2005
2 00
20
5
1° 0'0"S 8-9
01 2009
20
1907& Depth
05 2° 0'0"S
2012
0 - 30Km
30 - 60Km
2002
19 61 - 100Km
09 2009
100 - 300Km
19 7 7
>300Km
2002
1° 30'0"S
1905
19
68
1979 2° 30'0"S
1968 1995
19 19
77 82
&1 1984&2011
99
85
8
19
2000 1980
122° 0'0"E
1985
2° 0'0"S 85
19
119° 0'0"E 85
19
3° 0'0"S
119° 0'0"E 119° 30'0"E 120° 0'0"E 2° 30'0"S 120° 30'0"E 121° 0'0"E 121° 30'0"E
Gambar I V-4. Sebaran sumber gempa bumi dan sumber sesar penghasil gempa bumi tersebut. Peta ini menyajikan data focal
mechanism katalog CMT dengan titik lokasi berdasarkan katalog relokasi Engdahl (2007).
91
119° 30'0"E 120° 0'0"E 120° 30'0"E 121° 0'0"E 121° 30'0"E 122° 0'0"E
±
Parigi Basin Kilometers
0 15 30 60 1° 30'0"S
2 3
Palu Basin
a Sausu Basin
Samalera Basin
4
1 Mapane Basin 8
Palolo Basin
1° 0'0"S 7
Timbowa Basin
19
Banggaiba Basin
Tiu Basin
c Poso Basin
1° 30'0"S Lingkobu Basin
Gimpu Basin
Tomuikarya Basin Menaowe Basin
Besoa Basin Manea 10 2° 30'0"S
Basin
e
Salo Fractures Zon
12
Bada Basin d
a 11 Matano Basin
13
c d f g
b Mahalona Basin
Meloi Kangkelo Basin
Basin Pansu Basin 16 e
14 Toletole Basin Towuti-Matano-Lontoa Fractures Zone
Towuti Basin Lontoa Basin 122° 0'0"E
Geresa Basin
2° 0'0"S Bone Basin Leduledu Basin 18
Eno Basin
119° 0'0"E Budong budong Basin Liasa Basin
15 17
3° 0'0"S
119° 0'0"E 119° 30'0"E 120° 0'0"E 2° 30'0"S 120° 30'0"E 121° 0'0"E 121° 30'0"E
Gambar I V-5. Nama, nomor dan lokasi sesar. Penelitian ini mendiskripsikan 20 sesar secara sistimatis dari atas kiri berurutan ke
kanan dan secara rinci 4 segment di Sesar Palukoro dan 6 segment di Sesar Matano.
92
119°30’0"E 120°0’0"E 120°30’0"E 121°0’0"E 121°30’0"E 122°0’0"E
Kilometers
0 15 30 60 Active Fault 1°30’0"S
Inactive Fault
Fractures
Hot Spring
1°0’0"S
2°0’0"S
1°30’0"S
2°30’0"S
122°0’0"E
2°0’0"S
119°0’0"E
3°0’0"S
119°0’0"E 119°30’0"E 120°0’0"E 2°30’0"S 120°30’0"E 121°0’0"E 121°30’0"E
Gambar IV-6. Jalur sesar dan sebaran mataair panas. Garis hitam adalah sesar tidak aktif. Garis merah adalah sesar aktif.
93
IV. 5. Hasil Pemetaan Sesar Aktif - Geometri dan Segmentasi
Sesar
Pulau Sulawesi memiliki tatanan sesar yang rumit yang terdiri atas sesar yang
masih aktif bergerak dan yang tidak lagi bergerak. Penelitian ini mendiskripsikan
20 sesar secara sistimatis dari atas kiri berurutan ke kanan. Diskripsi jalur sesar
akan diperjelas juga dengan pemberian titik koordinat awal dan titik koordinat
akhir. Pada lokasi tertentu adalah merupakan kumpulan retakan (fractures) yang
membentuk zona.
Pada bagian akhir akan dijelaskan secara rinci 4 segment di Sesar Palukoro dan 6
segment di Sesar Matano. Penjabaran ini dijelaskan pada Gambar IV-5 yang berisi
nama dan lokasi sesar serta Gambar IV-6 yang berisi jalur sesar dan sebaran
mataair panas.
Jalur Sesar Palintuma ini ditunjukkan nomor 1 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini
ketinggian, dan tekuk lereng yang memanjang. Jalur sesar ini memiliki panjang 48
Dua kejadian gempa bumi sesar normal pernah terekam berasal dari lokasi ini
yaitu pada tahun 2001 Mw 5.2 kedalaman 47 km dan tahun 2005 Mw 6.3
kedalaman 12 km (Gambar IV-4). Jalur sesar ini telah dikenali dan dipetakan oleh
Sidarto and Bachri (2013) dan Sukido (1993) tetapi masih tak bernama. Penelitian
94
ini memberikan nama Sesar Palintuma berdasarkan nama sungai Palintuma yang
terpotong jalur sesar. Sesar Palintuma ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif.
Jalur Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 2 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini
ditandai dengan gawir sesar dan triangular facet yang memanjang dan membentuk
IV-3 dan Gambar IV-6). Morfologi sesar ini sudah mengalami erosi lanjut dan
tidak terlihat ekspresi sesar aktif yang memotong sediment kuarter. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sesar ini tidak aktif. Batas utara jalur sesar ini berbatasan
dengan laut, sedangkan sebelah selatan bertemu dan terpotong oleh Sesar
Tokararu. Sesar ini bernama Sesar Parigi (Sidarto dan Bachri, 2013).
Gempa bumi normal tahun 1995 yang terjadi di ujung timur dekat perpotongan
dengan Sesa Tokararu. Sumber gempa bumi ini kemungkinan kuat dihasilkan oleh
Sesar Sausu yang berada 7 km didekatnya. Sesar Sausu dijabarkan pada salah satu
bab selanjutnya.
Jalur sesar ini ditunjukkan oleh nomor 3 pada Gambar 4. Garis sesar ini
oleh lembah sungai sempit, mataair panas, gawir dengan beda tinggi yang jelas
dan triangular facet (Gambar IV-5 dan Gambar IV-8). Ujung utara jalur sesar ini
menerus kearah laut dicirikan oleh antiklin dan tekuk lereng yang jelas. Batas
95
sebelah selatan adalah 8 km step over kanan dengan Sesar Boncea. Gawir sesar ini
terlihat jelas lembah sungai Kuala Wungingkay, Kuala Malahena, Kuala Puna,
Sesar ini berdasarkan ekspresi morfologi dibedakan menjadi dua, yaitu bagian
utara yang telah mengalami erosi lanjut dan tidak memotong sedimen muda;
sedangkan bagian selatan memiliki ekspresi morfologi yang segar dan memotong
sedimen muda.
Sukamto (1975) telah mengenali sesar ini tapi masih tak bernama. Sidarto (2013)
menyebutnya dengan dua nama yaitu Sesar Normal Poso Barat dan Sesar Sausu.
Didalam publikasi ini diberikan nama Sesar Tokararu berdasarkan lokasi sungai
Kuala Tokararu yang memiliki ekspresi sesar paling jelas. Alasan pemberian
nama baru ini karena jalur sesar ini berada jauh dari Danau Poso dan juga kota
Poso; disamping itu ada jalur sesar lainnya yang lebih tepat menggunakan nama
Sesar Poso.
Gempa bumi pernah terjadi di jalur ini pada 1996 Mw 4.3 kedalaman 49.7 km dan
tahun 2009 Mw 5.1 kedalaman 35 km (Gambar IV-4). Sesar ini masuk klasifikasi
sesar aktif.
Jalur sesar ini ditunjukkan oleh nomor 4 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini
dicirikan dengan lembah sungai sempit, mataair panas dan triangular facet yang
96
memanjang hingga 81 km dengan orientasi N295oE (Gambar IV-3 dan Gambar
IV-6).
Ekspresi gawir sesar terlihat jelas di lembah sungai Kuala Sausu. Seismisitas
pernah terekam adanya dua kejadian gempa bumi normal yaitu Mw 4.5
kedalaman 55.4 km 1983 dan Mw 4.8 kedalaman 42.9 km 2005 (Gambar IV-4).
Jalur sesar ini telah dipetakan dalam publikasi Simandjuntak (1997) tetapi masih
tak bernama. Penelitian ini menamakan jalur sesar ini sebagai Sesar Sausu sesuai
dengan nama sungai tempat ekpresi morfologi yang kentara. Sesar ini masuk
Graben Palolo ditunjukkan oleh nomor 5 di Gambar IV-5. Sesar ini dicirikan
adanya triangular facet, mataair panas dan gawir sesar yang memanjang 70 km
dengan arah N315oE (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Sesar ini membentuk
lembah Palolo dan lembah Sopu dibagian tengahnya. Batas kiri/baratlaut adalah
Dua kejadian terekam di sesar ini yaitu pada tahun 1977 Mw 5.1 kedalaman 50
km dan gempa bumi sesar normal tahun 2005 Mw 5.3 kedalaman 35 km (Gambar
IV-4). Simandjuntak (1997) telah mengenali struktur ini. Sesar ini masuk
97
IV.5.6. Sesar Naik Malei (120.427oE,1.237oS - 120.409oE,2.473oS)
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 6 pada Gambar IV-5. Sesar ini terlihat degan
adanya ekpresi morfologi lembah sungai sempit dan gawir sesar dengan panjang
137 km dan orientasi relatif N10oE (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Jalur sesar
ini membentuk lekuk sinusoidal dengan 3 buah panjang gelombang. Jejak sesar ke
utara dibatasi dengan hilangnya bentuk gawir didekat pertemuan dengan Sesar
Sausu. Jejak sebelah selatan hilang dan berdekatan dengan Sesar Bungadidi. Di
Lembah Napu, terdapat ekspresi sesar yang memotong sedimen quarter yang
Sesar ini disebut sebagai Sesar Poso oleh Simandjuntak (1997) dan sudah dikenali
didalam peta geologi yang dipublikasikan oleh Sukamto (1975). Nama lain sesar
ini adalah Sesar Naik Poso (Sidarto dan Bachri, 2013). Penelitan ini menggunakan
nama Sesar Naik Malei karena jalur sesar ini terlihat jelas morfologi sesarnya di
Sungai Owei Malei. Alasan pemberian nama baru ini karena jalur sesar ini berada
jauh dari Danau Poso dan juga kota Poso; disamping itu ada jalur sesar lainnya
Dua kali seismisitas tercatat di tahun 2001 yaitu Mw 4.8 kedalaman 7.9 km dan
Mw 4.9 kedalaman 22.6 km yang terjadi didekat Lembah Napu (Gambar IV-4).
98
IV.5.7. Sesar Poso (120.89oE,1.414oS - 120.772oE,2.177oS)
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 7 pada Gambar IV-5. Sesar ini telah dipetakan
dan dipublikasi oleh Simandjuntak (1997) dan Sukamto (Sukamto, 1975). Jalur
sesar ini dicirikan dengan gawir sesar, tekuk lereng, lembah Poso dan triangular
facet yang memanjang 94 km (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Bagian utara
memiliki dua lajur sesar dengan arah N34oE yang kemudian membelok
membentuk garis kurva dengan arah N10oE. Jalur sesar ini memiliki ekspresi
morfologi yang jelas tetapi tidak ada yang memperlihatkan aktifitas yang
memotong sedimen muda. Jalur ini disebut sebagai Sesar Normal Poso Timur
(Sidarto dan Bachri, 2013). Disamping itu tidak ada rekaman seismologi dan juga
catatan sejarah kejadian gempa bumi di jalur ini. Jalur sesar ini masuk
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 8 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini ditunjukkan
oleh gawir sesar, tekuk lereng, lembah dan beda tinggi yang memanjang hingga
109 km (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Bentuk morfologi berkelok-kelok dan
melingkar yang merupakan khas sesar naik. Sepanjang jalur ini juga terdapat
Lembah Tiu dan Lembah Bau yang dibatasi jalur sesar ini. Sisi utara jalur sesar ini
terdiri atas satu jalur menerus ke dasar laut. Kemenerusannya kearah selatan
menjadi bercabang menjadi beberapa jalur sesar dan melebar yang kemudian jejak
jalur sesar ini menghilang. Sesar ini di sebut Sesar Naik Weluki (Sidarto dan
Bachri, 2013; Simandjuntak dkk., 1997). Ekpresi jalur sesar ini tidak ada yang
99
memotong satuan sedimen muda dan juga tidak ada rekaman seismisitas dan
catatan kejadian gempa bumi. Sesar ini masuk klasifikasi sesar tidak aktif.
Zona sesar ini terletak diantara Sesar Malei, Graben Palolo dan Sesar Palukoro
(Gambar IV-5). Di zona ini terdapat banyak garis-garis sesar dengan arah yang
tidak ada keseragaman. Sesar-sesar ini ditunjukkan oleh lembah sungai yang
memanjang. Didalam zona ini terdapat Lembah Napu, Lembah Bada, Lembah
Beberapa jalur sesar ini menunjukkan keaktifannya seperti di dekat Lembah Lindu
yang menghasilkan gempa bumi 2012, Lembah Napu dengan gempa bumi tahun
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 10 pada Gambar IV-5. Jalur ini dicirikan oleh
tekuk lereng, beda tinggi kontras, dan lembah Poso yang memanjang 90 km
dengan orientasi N320oE (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Batas utara jalur sesar
ini adalah right step over 8 km dengan Sesar Takararu. Batas selatan sesar ini
Sesar ini di sebut Sesar Normal Poso Barat (Sidarto dan Bachri, 2013). Jalur sesar
100
IV.5.11. Zona Sesar Salo
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 20 pada Gambar IV-5. Sesar-sesar di zona ini
orientasi yang berbeda-beda (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Sesar-sesar ini
berada di zona yang dibatasi oleh Sesar Loa, Sesar Matano, dan Sesar Poso.
Sukamto (1975) sudah mencantumkan sesar-sesar ini tetapi masih tak bernama.
Penelitian ini memberi nama Sesar Salo sesuai dengan nama sungai Salo dimana
jalur sesar ini berada. Data seismisitas pernah merekam gempa bumi tahun 1982
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 12 pada Gambar IV-5. Sesar ini ditunjukkan
oleh tekuk lereng dan lembah sungai yang memanjang 107 km dengan arah
N320oE (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Batas utara sesar ini berpotongan
dengan Sesar Poso, sedangkan batas selatan adalah berpotongan dengan Sesar
Matano di Danau Matano. Sesar ini telah dipetakan oleh Sukamto (1975) tetapi
masih belum bernama. Penelitian ini menggunakan nama Sesar Loa sesuai dengan
nama sungai Koro Loa yang dilewati jalur sesar ini. Rekaman seismisitas adanya
gempa bumi tahun 1995 Mw 5.3 kedalaman 52.7 km di dekat Danau Matano
(Gambar IV-4). Sesar ini bagian ujung selatan masuk dalam sesar aktif sedangkan
bagian ke arah utara masuk kategori sesar tidak aktif karena expresi morfologinya
101
IV.5.13. Zona Sesar Budong-budong
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 13 pada Gambar IV-5. Ciri morfologi yang
kentara adalah gawir sesar, lembah sungai sempit dan tekuk lereng yang
memanjang (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Terdapat beberapa jalur sesar
merekam banyak kejadian (Gambar IV-4). Tahun 1985 terjadi gempa bumi lima
kali dengan mekanisme focal sesar geser. Zona sesar ini masuk dalam klasifikasi
sesar aktif. Sesar ini telah dipetakan dalam peta geologi (Sukamto, 1975) dan
(Ratman dan Atmawinata, 1993) tetapi dengan rinci jalur yang berbeda dan belum
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 14 pada Gambar IV-5. Sesar ini memiliki
di Sungai Salulore (asal nama sesar ini) dan Sungai Uwa Toboru (Gambar IV-3
dan Gambar IV-6). Jalur sesar ini juga memotong sedimen muda di Lembah Eno.
Batas barat sesar ini menghilang, sedangkan batas timur adalah lokasi pertemuan
Sesar Matano, Sesar Palukoro dan Sesar Salulore ini. Seismisitas menunjukkan
kejadian gempa bumi sesar normal pada tahun 1997 Mw 4.5 kedalaman 15 km
dan tahun 1994 Mw 5.4 (Gambar IV-4). Sesar ini masuk dalam klasifikasi sesar
aktif.
102
IV.5.15. Sesar Bungadidi (120.431oE,2.493oS - 120.721oE,2.528oS)
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 15 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini dicirikan
dengan triangular facet, gawir sesar, tekuk lereng dan antiklin yang memanjang 37
km dan membentuk seperempat lingkaran (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Batas
barat adalah perpotongan dengan Sesar Malei dan batas timur adalah pertemuan
dengan Sesar Matano – Segment Kuleana. Data seismisitas tidak memiliki sumber
gempa bumi dilokasi ini. Terdapat pergeseran mengiri 675±80 m sungai yang
jelas kentara di Sungai Bungadidi (Gambar IV-7). Di bagian barat sesar ini
terdapat struktur antiklin dan bagian timur terdapat struktur sesar normal yang
memotong sedimen muda. Sesar ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif.
Zona sesar ini ditunjukkan oleh nomor 16 pada Gambar IV-5. Zona sesar ini
dicirikan oleh tekuk lereng, gawir sungai, beda tinggi kontras dan lembah sungai
6). Zona ini dibatasi oleh Sesar Matano dan Sesar Towuti. Zona ini masih aktif
bergerak dengan bukti adanya retakan permukaan gempa bumi yang terlihat di
citra LiDAR 2.5 m yang diperoleh dari PT. Vale. Zona sesar ini masuk klasifikasi
sesar aktif.
103
a
.
Palu
Poso
Sorowako
Gambar I V-7. a) Jalur Sesar Bungadidi dicirikan dengan triangular facet, gawir
sesar, tekuk lereng dan antiklin yang memanjang 37 km dan
membentuk seperempat lingkaran, dan b) Analisis pergeseran
mengiri 675±80 m sungai yang jelas kentara di Sungai Bungadidi
(lingkaran garis biru putus-putus).
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 17 di Gambar IV-5. Sesar ini dicirikan oleh
bentuk triangular facet, lembah sungai sempit dan gawir sesar yang memanjang
paling tidak 27 km (karena menerus hingga diluar batas lokasi penelitian) dan
104
berarah N335oE (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Sesar ini terlihat sudah
mengalami tingkat erosi tua dan tidak ada ciri pernah bergerak.
Sesar ini teridentifikasi juga pada peta geologi (Sidarto dan Bachri, 2013;
Sukamto, 1975) dan diberi nama sebagai Sesar Lasolo oleh Rusmana (1993).
Sesar ini masuk klasifikasi sesar tidak aktif (Natawidjaja dan Daryono, 2015).
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 18 pada Gambar IV-5. Sesar ini memiliki ciri
morfologi lembah sungai sempit yang memanjang melewati Danau Towuti hingga
97 km dan berarah N290oE (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Batas timur sesar
ini adalah berhenti di Lembah Liasa dan batas barat terpotong oleh Sesar
Sesar Palukoro ini telah banyak dipublikasikan (Bellier dkk., 2001; Hamilton,
1978; Katili, 1970; Sidarto dan Bachri, 2013; Sukamto, 1975; Sukamto dkk.,
1973). Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 19 pada Gambar IV-5. Sesar ini memiliki
beberapa Segmen yang berubah arah dari utara N350oE, N345oE dan N337oE
yang akan dijabarkan rinci mulai dari sisi utara ke selatan secara berurut pada bab
105
Palu
Poso
Sorowako
Gambar IV-8. Sesar Palukoro yang terdiri atas Segmen Palu, Segmen Gumbassa, Segmen Saluki, Segmen Moa dan Segmen Graben Meloi.
106
IV.5.19.1. Segmen Palu (119.742oE,0.644oS - 119.899oE,1.229oS)
Segmen ini diperlihatkan pada nomor 19-a pada Gambar IV-5 dan rincinya pada
Gambar IV-8. Segmen ini dicirikan morfologi triangular facet, tekuk lereng,
mataair panas dan gawir sesar yang memanjang lebih dari 66 km dengan arah
N350oE (Gambar IV-8). Secara rinci jejak sesar aktif terlihat di lembah Palu dan
memotong sedimen muda yang ditunjukkan oleh garis merah. Di tekuk lereng
terdapat gawir sesar yang tampak menerus tetapi tidak ada aktifitas terlihat dengan
tidak adanya jejak retakan pada endapan muda yang menutupinya. Hal ini yang
memasukkan dalam klasifikasi tidak aktif yang ditandai oleh garis warna hitam.
Bagian kiri/utara Gambar IV-8, Bellier (2001) mendefinikan sebagai “S4” dan
“S5”. Citra IFSAR 5m memperlihatkan bahwa “S4” dan “S5” tidak memotong di
sedimen kuarter – sedimen Lembah Palu sebagai sesar tidak aktif. Expresi
morfologi segar terlihat menerus di tengah teluk Palu. Kemudian jalur sesar ini
kearah kiri/selatan menyatu dengan ekpresi sesar normal yang jelas memotong
sedimen muda Lembah Palu yang kemudian ekpresi itu menghilang/tidak jelas.
Hal lainnya adalah ekpresi sesar normal di teluk Palu sebelah atas/timur. Ekpresi
sesar normal ini memotong sedimen Lembah Palu dengan jelas. Ujung Segmen
kanan/selatan ini adalah Segmen Saluki 4.7 km left step over dan ujung kiri/utara
segmen ini tertutup dibawah permukaan laut. Rekaman seismisitas pernah terjadi
gempa bumi sesar normal pada tahun 2009 Mw 5.9 kedalaman 10 km berarah
107
IV.5.19.2. Segmen Gumbassa (119.932oE,1.071oS - 119.958oE,1.23oS)
Segmen ini dijelaskan oleh garis nomor 19-b pada Gambar IV-5 dan rinci pada
Gambar IV-8. Segmen ini dicirikan oleh mataair panas dan ekpresi morfologi
triangular facet yang memanjang 20 km dan berarah N350oE. Oleh Bellier (2001),
jalur sesar ini disebut sebagai “S3”. Ekpresi Segmen ini memperlihatkan tidak
berhenti. Pembelokan ini yang menjadi pembatas antara Segmen ini dengan
Segmen selanjutnya. Segmen ini diberi nama Segmen Gumbasa sesuai dengan
sungai yang memotong Segmen ini yaitu Sungai Gumbasa. Kejadian gempa bumi
sesar normal pernah terjadi dekat dengan Segmen Gumbasa ini yaitu pada tahun
2005 Mw 5.9 kedalaman 20 km dengan arah NS-arah tren Graben Palolo. Gempa
bumi lebih sesuai berasal dari Segmen Palu. Segmen Gumbassa diklasifikasikan
Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 19-c pada Gambar IV-5 dan rinci pada
Gambar IV-9. Segmen sesar ini dicirikan oleh morfologi gawir sesar, tekuk
lereng, lembah sungai sempit, struktur antiklin dan pergeseran sungai yang
108
Bellier (2001) menamakan segmen ini dengan notasi “S2”. Pada penelitian ini
segmen ini bernama Segmen Saluki sesuai dengan morfologi terjelas sepanjang
segmen ini. Tidak ada data seismisitas disegmen ini, tetapi ada catatan sejarah
pernah terjadi gempa bumi besar pada tahun 1909 yang akan dibahas rinci pada
Palu
Poso
Sorowako
Segmen sesar ini ditunjukkan oleh nomor 19-d pada Gambar IV-5 dan rincinya
pada Gambar IV-8. Segmen sesar ini dicirikan oleh mataair panas dan lembah
sungai sempit yang menerus dengan panjang 47 km dan berarah N337oE. Bagian
kiri/utara dibatasi oleh Segmen Saluki yang berubah orientasi 8 derajat dan ujung
109
derajat anticlockwise/ke atas/barat.Bellier menotasi Segmen ini sebagai “S1”
(Bellier dkk., 2001). Penelitian ini memberi nama segmen ini Segmen Moa
dimana Sungai Uwai Moa adalah sungai yang menjadi bukti keberadaan sesar ini.
Seismisitas pernah mencatat kejadian gempa bumi pada tahun 1968 Mw 5.9
Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 19-e pada Gambar IV-5 dan rincinya pada
Gambar IV-8. Segmen ini ditunjukkan oleh tekuk lereng, lembah, dan triangular
Lembah Meloi yang dibatasi oleh bentuk morfologi dua sesar normal. Ujung
kiri/utara adalah Segmen Moa dan ujung kanan/selatan dibatasi oleh Sesar Malei.
Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 20 pada Gambar IV-5. Sesar Matano terbagi
atas 7 Segmen yang diberi notasi a hingga g. Segmetasi sesar ini membentuk garis
Garis sesar ini membentuk seperti struktur en-echelon. Secara sistematis akan
dijabarkan mulai dari arah kiri/barat kearah kanan/timur dengan arah umum
N295oE. Sesar ini telah dimuat dalam berbagai penelitian tetapi dengan rinci jalur
110
Palu
Poso
Gambar I V-10. Sesar Matano. Segmentasi sesar ini membentuk bentuk geolombang sinusoidal dengan bentuk tiga gelombang
lengkap seperti struktur en-echelon. Sesar Matano terdiri atas Segmen Kuleana, Segmen Pewusai, Segmen Matano,
Segmen Pamsoa, Segmen Lontoa, Segmen Ballawai dan Segmen Geresa.
111
IV.5.20.1. Segmen Kuleana (120.394oE,2.163oS - 120.597oE,2.209oS)
Segmen ini ditunjukkan oleh garis nomor 20-a pada Gambar IV-5 dan rincinya
pada Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan oleh lembah sungai sempit, triangular
facet dan gawir sesar yang memanjang hingga 24 km dan berarah umumnya N280
o
E. Segmen ini membentuk garis lengkung dan terputus-putus. Ekpresi sesar di
Segmen ini terlihat berbeda diantara jalur sesar sisi barat – Segmen Meloi dan sisi
dimana tidak menunjukkan pergeseran dan deformasi tektonik yang jelas. Ujung
kiri/barat dibatasi oleh Sesar Malei. Jalur ini tidak memotong Sesar Malei. Ujung
kanan/timur dibatasi oleh Segmen Pewusai. Segmen ini tidak memiliki rekaman
berdasarkan nama jalur sungai yaitu Sungai Kangkelo dan Sungai Kuleana.
Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 20-b Gambar IV-5 dan pada rincinya di
Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan oleh gawir sesar, lembah sungai sempit dan
arah umum N300oE. Jalur sesar ini menunjukkan khas bentuk sesar naik. Ujung
kiri/barat dibatasi oleh oleh Segmen Kangkelo dengan jeda jarak 6 km dan ujung
kanan/timur dibatasi oleh Segmen Matano dengan arah dan pola sesar yang
berbeda.
112
Terdapat pergeseran sungai pemendekan/shortening di anak Sungai Kuleana.
Proses pemendekan ini terlihat oleh dua sungai bercabang yang terpotong oleh
jalur Segmen ini. Dua sungai yang bercabang ini dapat direkonstruksi asal mula
(Gambar IV-11). Seismisitas gempa bumi pernah tercatat pada tahun 1977 Mw
Palu
Poso
Gambar I V-11. Segmen Pewusai dan proses rekonstruksi analisis aliran sungai
yang menunjukkan pergeseran pemendekan/shortening anak Sungai
Kuleana. Proses pemendekan ini terlihat oleh dua sungai bercabang
yang terpotong oleh jalur Segmen ini. Dua sungai yang bercabang
ini dapat direkonstruksi asal mula aliran sungai dan dapat diketahui
besar pemendekannya adalah 584±50 m.
113
IV.5.20.3. Segmen Matano (121.034oE,2.439oS - 121.349oE,2.498oS)
Segmen ini ditunjukkan oleh nomer 20-c Gambar IV-5 dan rinciannya pada
Gambar IV-10. Segmen ini berada di Lembah Pansu hingga ke Danau Matano
yang dicirikan oleh gawir sesar, tekuk lereng, beda tinggi dan lembah sungai
ini memotong sedimen Lembah Pansu dan dengan ekspresi sesar geser. Ujung
kiri/barat segmen ini adalah Segmen Pewusai dan ujung kanan/timur adalah
Segmeng Pamsoa yang berubah arah sesar 21 derajat. Segmen ini tidak informasi
Segmen ini ditujukkan oleh nomor 20-d Gambar IV-5 dan rinci di Gambar IV-10.
Segmen ini dicirikan dengan adanya antiklin, pergeseran sungai, lembah sungai
sempit dan gawir sesar yang memanjang 38 km dengan arah umum N295oE.
Analisis data LiDAR pada Gambar IV-12 terlihat jelas pergeseran sinistral sungai
Pamsoa 475±70 m. Jalur ini juga terlihat jelas memotong sedimen Lembah
Seismisitas menunjukkan pernah terjadi gempa bumi sesar geser dengan arah
nodal utama searah dengan arah Segmen ini pada tahun 1984 Mw 4.8 kedalaman
114
Palu
Poso
Sorowako
Gambar I V-12. Citra LiDAR (berwarna) dan citra IFSAR (abu-abu di sisi kanan) Segmen Pamsoa. Segmen ini dicirikan dengan adanya
antiklin, pergeseran sungai, lembah sungai sempit dan gawir sesar yang memanjang 38 km dengan arah umum N295oE. Analisis
data LiDAR pada terlihat jelas pergeseran sinistral sungai Pamsoa 475±70 m.
115
IV.5.20.5. Segmen Lontoa (121.744oE,2.634oS - 121.674oE,2.742oS)
Segmen ini ditujukkan oleh nomor 20-e pada Gambar IV-5 dan rincinya pada
Gambar IV-10. Beruntung penelitian ini mendapatkan citra LiDAR terfilter 2.5 m.
Morfologi sesar ini terlihat jelas sebagai tekuk lereng, kontras ketinggian, gawir
sesar yang memanjang 97 km dan membentuk lengkung khas sesar naik dengan
arah umum N290oE. Segmen ini unik dengan membentuk sesar naik dan
membentuk lembah berbentuk ‘V’ yang terisi Danau lontoa. Jalur Segmen ini
terlihat memotong sedimen Lembah Lontoa yang menunjukkan bahwa sesar ini
aktif bergerak.
Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 20-e pada Gambar IV-5 dan rinci pada
Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan oleh gawir sesar, tekuk lereng dan lembah
pernah oblik terjadi gempa bumi pada tahun 2000 Mw 5.2 kedalaman 38 km
(Gambar IV-4).
Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 20-g pada Gambar IV-5 dan rincinya pada
Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan oleh bentuk triangular facet, beda tinggi, dan
Seismisitas mencatat pernah terjadi gempa bumi oblik pada tahun 1980 Mw 6.1
kedalaman 15 km (Gambar IV-4). Nama Geresa adalah nama desa yang terdekat
116
IV. 6. Analisis Kinematika Tektonik Sulawesi bagian tengah
Gambar IV-13 menjelaskan kinematika di Sulawesi bagian tengah dan data gerak
GPS dengan acuan blok Sunda (Socquet dkk., 2006). Dari informasi sebaran
sesar-sesar, seismisitas, arah vector dapat disimpulkan terdapat empat blok. Blok
hijau yang dibatasi oleh Sesar Palukoro, Sesar Bungadidi, sebagian Sesar Malei
dan Sesar Matano . Blok hijau ini bergerak berotasi berlawanan arah jarum jam.
Blok abu-abu yang dibatasi oleh Sesar Matano dan Sesar Poso. Blok abu-abu ini
bergerak kearah barat. Blok ungu yang dibatasi Sesar Palukoro dan Sesar Malei.
Blok ungu ini bergerak berotasi searah jarum jam. Dan terakhir Blok orange yaitu
blok yang ditengah yang dibatasi oleh Sesar Malei, Sesar Poso dan Sesar
Bungadidi. Blok ini terjepit dan bergerak dengan tiga arah vector.
Jika dibandingkan dengan studi pemodelan GPS, maka dapat diketahui bahwa
Blok Hijau adalah Blok Makasar, Blok Ungu adalah blok North Sula (Socquet
dkk., 2006) atau Blok Toli-toli (Sarsito, 2010), blok abu-abu adalah Blok East
Sula (Socquet dkk., 2006)atau Blok Batui (Sarsito, 2010), dan blok oranye adalah
blok baru yang didalam penelitian ini disebut sebagai Blok Poso. Hal baru dari
analisis kinematika adalah adanya blok oranye yang disebut sebagai Blok Poso.
Sesar Palukoro bergerak sinistral dengan arah N345oE dengan offset 510±20 m di
potong oleh Sesar Naik Malei dengan relative utara-selatan yang membentuk
oleh Sesar Bungadidi dengan bentuk struktur unik, sesar dengan pola seperempat
117
Matano di Segmen Pewusai mekanisme sesar naik dengan offset
Jika dianggap besar offset yang diketahui adalah memiliki umur yang sama dan
besar pergeseran sebagai besaran vector, dan arah vector adalah berdasarkan
kenampakan sesar (sesar geser=arah vector sejajar, sesar naik=arah vector tegak
lurus). Maka dapat dihitung gerak vector relative. Dilokasi utara Sesar Matano,
vector kompresi warna biru dan vector sinistral warna abu-abu dapat diketahui
arah relative blok atas tersebut berarah baratdaya dengan besaran yang hampir
sama (ditunjukkan garis putus-putus). Vektor ini yang sama juga terjadi di blok
sinistral dan juga adanya Palolo graben dengan mekanisme extensi tetapi tidak
Katili, 1970) adalah bersumber utama dari catatan Abendanon (1917). Rincian
kejadian laporan gempa bumi ini penting karena memberikan informasi rinci
tentang kejadian gempa bumi dan persamaannya dengan kejadian gempa bumi
118
Gambar I V-13. Kinematik Sulawesi bagian tengah meliputi informasi area blok,
sesar-sesar, pergeseran sungai, dan gerak GPS dengan acuan blok
Sunda Land (Socquet dkk., 2006). Berdasarkan sebaran sesar-sesar,
seismisitas, arah vector dapat disimpulkan terdapat empat blok. Blok
hijau yang dibatasi oleh Sesar Palukoro, Sesar Bungadidi, sebagian
Sesar Malei dan Sesar Matano . Blok hijau ini bergerak berotasi
berlawanan arah jarum jam. Blok abu-abu yang dibatasi oleh Sesar
Matano dan Sesar Poso. Blok abu-abu ini bergerak kearah barat.
Blok ungu yang dibatasi Sesar Palukoro dan Sesar Malei. Blok ungu
ini bergerak berotasi searah jarum jam. Dan terakhir Blok orange
yaitu blok yang ditengah yang dibatasi oleh Sesar Malei, Sesar Poso
dan Sesar Bungadidi. Blok ini terjepit dan bergerak dengan tiga arah
vector.
1905, 1907 dan 1909. Secara rinci informasi ini akan dijelaskan pada subbab
berikut ini.
119
IV.7.2 Gempa bumi 1905
Tidak banyak informasi tentang kejadian gempa bumi tahun 1905. Didalam
laporan ini hanya tertulis bahwa kejadian gempa bumi 1905 terjadi di Lembah
Bada.
bumi adalah berasal dari antara Kulawi dan Lindu. 164 rumah dan 49 gudang padi
Barat Laut (terjemah asli dari cote de l'ouest) Lama goncangan 1.5 detik. Hingga
tanggal 20 September 1907 goncangan masih terasa tapi dengan jeda waktu yang
lebih lama.
Goncangan paling kuat terjadi pada bulan Februari 1909. Goncangan di bulan Juli
gempa bumi kuat antara Kulawi hingga Gimpu. Gempa bumi 1909 terasa lebih
bumi 1907. Setiap orang yang berdiri terjatuh ketika gempa bumi besar terjadi.
Buah kelapa muda dan daun-daunnya jatuh ke tanah. Gempa bumi ini
memunculkan banyak mataair panas baru dan menghilangkan mataair panah yang
120
Terdapat banyak retakan ditanah dan satu paling jelas dan besar adalah berarah
yang juga menyebabkan permukaan tanah naik hingga 1 meter. Empat orang
meninggal. Desa Lemo hingga Bolapapoe hamper seluruh rumah roboh ketanah
Desa-desa yang ditinggalkan itu mati dan hilang perlahan-lahan tertutupi oleh
arkeologi Museum Palu) mengatakan bahwa desa-desa tua itu berada diantara
Desa Omu dan Tufa. Kesaksian Iksan ini juga didukung dengan informasi
ladang-ladang mereka.
Gambar IV-14. Foto gempa bumi 1909 di Kulawi dari laporan Abendanon.
IV.7.5. Gempa bumi Lindu 2012 dan Kesaksian kejadian gempa bumi 1937
Gempa bumi ini terjadi pada tanggal 18 Agustus 2012 M6.2 di antara Kulawi dan
Danau Lindu. Gempa bumi ini menyebabkan 5 korban meninggal dan 694 luka-
luka (BNPB, 2014). Sumber lokasi gempa bumi terdapat dua versi, yaitu versi
121
Berdasarkan data focal mechanism terdapat dua bidang yaitu bidang N338oE yang
searah dengan Sesar Palukoro dan bidang N72oE yang tegak lurus dengan arah
Sesar Palukoro. Data sebaran goncangan susulan (after shocks) BMKG Palu
menyebar sekitar Danau Lindu dan berarah Barat-Timur seperti terlihat pada
Gambar IV-15.
Satu bulan setelah kejadian gempa bumi ini, tim GREAT-ITB (penulis, Astyka
informasi data lapangan selama 11 hari. Salah satu tujuan penting adalah
tetapi tidak ada yang meyakinkan sebagai retakan permukaan, retakan tersebut
adalah retakan gerakan tanah permukaan akibat gravitasi. Tidak adanya retakan
permukaan ini disebabkan oleh : magnitudo gempa bumi yang kecil, jenis batuan
koluvium yang sangat tebal, dan/atau ketinggaian elevasi lokasi yang diatas 1000
mdpl.
Data lain yang berhasil dikumpulkan adalah data intensitas gempa bumi
berdasarkan wawancara saksimata, arah gelombang datang, arah rumah loncat dan
informasi gempa bumi sebelumnya. Data informasi tersebut dijelaskan pada bab
berikut ini.
122
Palu
Poso
Sorowako
Gambar I V-15. Getaran susulan (after shocks) kejadian gempa bumi 2012 di
Kulawi (data dari BMKG Palu). Sebaran ini menunjukkan arah
relatif NE yang menunjukkan bahwa bidang sesar yang bergerak
adalah bidang dengan arah tegak lurus dengan Sesar Palukoro.
Modified Mercalli Intensity (MMI) (USGS, 2012). Gambar IV-16 adalah hasil
kompilasi survey MMI ini. Data ini dikumpulkan mengelilingi daerah Danau
Lindu. MMI VIII adalah terkuat yang dicatat di Desa Salutui (Warna merah). Di
desa ini bangunan rumah adalah rumah kayu panggung dan seluruhnya roboh ke
tanah dengan arah yang acak/tidak berpola. Berungtungnya ketika kejadian gempa
123
bumi berlangsung, tidak ada seorangpun tinggal di desa tersebut karena pada hari
Desa Anca, Tomado, Lumbo dan Langko yang berada di sebelah baratdaya Danau
Lindu memiliki MMI skala 7. Banyak rumah panggung yang roboh. Orang yang
berdiri ketika kejadian gempa bumi jatuh ke tanah dan perabot rumah roboh. MMI
VI terjadi di tenggara Danau Lindu. Ibu Hadidi, saksi mata yang tinggal di Desa
Kabutia, bercerita bahwa ketika gempa bumi terjadi dia masih bisa berdiri. Rumah
panggung juga masih berdiri. Perabot didalam rumah juga masih berdiri
MMI VI. Desa Rahmat, disebelah utara Danau Lindu, menunjukkan skala MMI
V.
panggung kayu dengan tinggi berkisar 1.5 meter. Jenis bangunan ini memiliki
pondasi tapak yang menumpang diatas batu. Rata-rata ukuran bangunan rumah
seragam berbentuk persegi dengan panjang sekitar 6-8 meter. Ketika kejadian
gempa bumi bangunan rumah ini terangkat dan terlepas dari pondasi batu.
Beberapa rumah panggung hanya terlepas, beberapa rumah panggung ada yang
terlempar kuat sehingga kaki panggung rumah patah dan roboh. Kami mengukur
arah loncatan rumah dan panjang jarak antara tapak pondasi batu ke lokasi
124
Hasilnya dikompilasi pada Gambar IV-16 yang memperlihatkan bahwa umumnya
arah loncat adalah kearah NE. Informasi ini menguatkan bahwa bidang sesar yang
bergerak adalah bidang dengan arah tegak lurus dengan Sesar Palukoro.
Palu
Poso
Sorowako
Gambar I V-16. Kompilasi data survey MMI, rumah loncat, longsor dan arah
gerak gelombang kejadian gempa bumi 2012 di Kulawi. Arah umum
rumah loncat adalah timurlaut. Informasi ini menguatkan bahwa
bidang sesar yang bergerak adalah bidang dengan arah tegak lurus
dengan Sesar Palukoro.
125
a
b
Gambar I V-17. (a) Foto contoh rumah panggung yang meloncat dan (b) rincian
data yang diukur.
yang lahir pada tahun 1926 dan menetap didesa ini. Dia menceritakan kejadian
gempa bumi besar tahun 1937. Gempa bumi ini terasa goncangan kuatnya selama
tujuh hari tujuh malam. Hewan ternak kuda tidak mau makan. Petak sawah retak-
retak. Tapi tidak satupun rumah panggung yang roboh. Dia beranggapan gempa
Pada bulan Oktober 2013 tim paleoseismologi melakukan survey selama 15 hari
di Desa Omu – Segmen Saluki yang terdiri dari peneliti DR. Danny Hilman
bahwa lokasi Omu ini memiliki lapisan, kontras batuan, dan jejak retakan
126
Selama di lapangan kegiatan ini dibantu oleh masyarakat setempat yaitu Bapak
Agus, Bapak Anshar (Kepala Dusun II), Bapak Kardi dan lainnya. Kegiatan ini
meliputi pemetaan topografi rinci, uji trenching dan penentuan umur teras seperti
Sorowako
Gambar IV-18. Lokasi situasi survey paleoseismologi di Omu. Bagian kiri adalah
lokasi uji paritan dan area survei topografi rinci menggunakan alat
total station. TR1 dan TR2 adalah lokasi bor auger. HB1 adalah
lokasi handbore untuk mendapatkan umur teras yang tergeser oleh
Segmen Saluki.
Pemetaan topografi rinci ini dilakukan menggunakan alat survey Total Station.
Pemetaan ini dikhususkan di lokasi uji paritan yang telah diketahui sebelumnya
dari survey GPR. Pada Gambar IV-19 kontur rinci tersebut terlihat gawir sesar
yang membentuk lembah memanjang dan memotong teras sungai dengan jelas.
Hasil pemetaan rinci ini pula yang mengarahkan tim untuk melakukan uji paritan
di lokasi yang terpotong ini. Hasil analisis pergeseran sungai adalah 5.5±1.5 m
sinistral.
127
Gambar I V-19. Hasil survei topografi rinci lokasi sesar di Omu. Interval kontur
adalah 50 cm. a) kondisi asli dan b) setelah rekonstruksi pergeseran
sungai menunjukkan pergeseran sinistral 5.5±1.5 m.
Uji paritan dalam survey kali ini membuat di dua lokasi. Pembuatan paritan
menggunakan tenaga manusia dengan rincian dua hari proses penggalian dan satu
hari pembersihan parit. Mengikuti prosedur uji paritan yang telah dijelaskan pada
128
IV.8.2.1 Paritan 1
Paritan 1 terdiri atas satu lubang galian (Gambar IV-20a). Kedalaman lubang 1
meter. Terdapat dua lapisan yang kentara, yaitu lapisan pasir kasar berfragment
dan lapisan boulder. Di singkapan ini terlihat ada indikasi sesar (garis putus-putus
merah) yang ditunjukkan dengan warna yang ternyata perbedaan ini disebabkan
(a)
(b)
Gambar IV-20. (a) Foto lokasi uji trenching 1 dan (b) foto dindingnya.
IV.8.2.2 Paritan 2
Paritan 2 terdiri atas dua lubang gali yang memperlihatkan empat dinding dengan
jelas. Kondisi permukaan trenching 2 terdiri atas dua lubang dengan panjang 5
meter, lebar 1 meter dan kedalaman tak seragam berkisar 2 meter. Lubang
trenching ini tegak lurus memotong sesar dengan arah barat-timur seperti terlihat
pada permukaan Gambar IV-21a dan mesh model 3D pada Gambar IV-21b.
129
Dinding yang diteliti diberi nama Face1 hingga 4 berurutan kearah utara.
abu (warna gambar diskripsi abu-abu), kemudian pasir kasar coklat (warna
gambar diskripsi kuning), gravel paling bawah (warna gambar diskripsi oranye),
gravel (warna gambar diskripsi oranye) dan gravel paling atas (warna gambar
aktifitas serangga rayap. Garis sesar terlihat jelas dan diberi notasi A hingga G.
Pada Face1 garis sesar A terlihat jelas dengan terpotongnya lapisan gravel dengan
pasir kasar, sesar B terlihat dengan terpotongnya lapisan gravel dengan pasir kasar
dimana lapisan pasir kasar menerus hingga ke dasar, sesar C dicirikan dengan
isiang lapisan gravel diantara lapisan pasir kasar, sesar D dicirikan dengan isian
sisipan pasir di lapisan gravel, dan sesar E dan F tidak terlihat (Gambar IV-
22a&b). Pada Face2 sesar A,B,C dan G terlihat jelas; sesar D tidak terlihat; sesar
E terlihat jelas dengan ciri bidang sesar miring kearah barat; dan sesar F terlihat
dengan terpotongnya lapisan gravel oleh lapisan pasir kasar (Gambar IV-22c&d).
Face 3 sesar yang terlihat adalah sesar D,E dan G. Pada Face ini terlihat jelas
batas lapisan permukaan berwarna abu-abu dengan lapisan pasir kasar coklat dan
juga banyak sekali lubang-lubang bekas rayap (Gambar IV-22e&f). Face 4 sesar
130
Hasil uji pentarikhan umur karbon pada tiga sampel terpilih di Face3 (Gambar IV-
23) menunjukkan bahwa: Umur lapisan abu-abu (sampel ST13) adalah berumur
102pMC (satuan umur karbon yang tekontaminasi oleh ledakan nuklir, satuan ini
berkisar 102 tyl yang mengindikasikan akibat gempa bumi 1909). Lapisan kuning
(sampel ST23) adalah berumur tahun 1415-1460. Lapisan oranye (sampel ST17)
adalah berumur tahun 1285-1390. Hal ini menjelaskan garis sesar D, E, dan A
adalah garis retakan permukaan akibat gempa bumi tahun 1909. Garis sesar B, C,
dan F merupakan garis retakan permukaan akibat gempa bumi berumur 1415-
1460 (nilai tengah tahun 1468 / Abad ke15). Garis G menunjukkan kejadian
gempa bumi pada tahun 1285-1390 (nilai tengah tahun 1338 / Abad14).
(a) (b Face4
Face3
Face2
Face1
Gambar IV-21. (a) Lokasi uji trenching 2 di Omu, dan (b) model 3Dnya.
131
(a)
FACE1
ST-7
S T-2 4
T2-5
TOP ST-26 CARBON
L2-4
ST-26
T2-6
ST-33
50CM ST-30
ST-29
ST-28
ST-31 ST-25
T2 -1 8
ST-32
ST-8
G
F
EAST
A C B D E
(b)
FACE2
T2-7
ST-44
T2-3
ST-45
ST-4
ST-42
ST-46
ST-34
ST-10
ST-43
FACE1
ST-1
ST-35
50CM
ST-41
ST-36
ST-9
ST-40 T2-1 ST-39
ST-7
ST-5 ST-37
S T -2 4
T2-5
TOP ST-26 CARBON
L2-4
ST-26
T2-6
EAST
50CM ST-30
ST-38 ST-33
ST-6
ST-29
ST-28
G G
ST-32
ST-8
F
A B C
E F
EAST D
(c) A C B D E
FACE2
T2-7
ST-44
T2-3
ST-45
ST-4
ST-42
ST-46
ST-34
ST-10
ST-43
ST-1
ST-35
50CM
ST-41
ST-36
ST-9
ST-40 T2-1 ST-39
ST-5 ST-37
EAST ST-38
ST-6
T2-19
F G
A B C
(d) D
E
Gambar IV-22.Bersambung…
132
(e)
ST-11
ST-15
T2-16
ST-17
AD1285-1390
ST-12
T2-17
ST-13
50CM ST-20
ST-23
T2-14
ST-14
T2-15
T2-13
ST-21 UP
ST-18
ST-21 DOWN
EAST ST-19
ST-22 UP
G
ST-22 DOWN
ST-16
F AD1415-1460
A C
(f) B D E
FACE4
ST-11
ST-15
AD1285-1390
T2-12
T2-10 T2-11 T2-16
ST-17
ST-12
T2-17
ST-13
50CM ST-20
ST-23
50CM ST-14
T2-9 T2-14
T2-15 CARBON ST-24
T2-8
T2-13
ST-21 UP
ST-18
ST-21 DOWN
EAST ST-19
ST-22 UP
G
ST-22 DOWN
EAST ST-16
A
A C
F F G AD1415-1460
E
(g) B D D
E
B C
FACE4
T2-12
T2-10 T2-11
50CM T2-9
CARBON ST-24
T2-8
EAST
A F G
E
(h) D
B C
Gambar I V-22. Dinding uji trenching 2. (a&b) Singkapan dan diskripsi Face1,
(c&d) Face2, (e&f) Face3, dan (g&h) Face4. Garis sesar D, E, dan A
adalah garis retakan permukaan akibat gempa bumi tahun 1909.
Garis sesar B, C, dan F merupakan garis retakan permukaan akibat
gempa bumi berumur 1415-1460 (nilai tengah tahun 1468 / Abad
ke15). Garis G menunjukkan kejadian gempa bumi pada tahun
1285-1390 (nilai tengah tahun 1338 / Abad14).
133
Gambar I V-23. Hasil uji pentarikhan umur karbon pada tiga sampel terpilih di
Face3. Sampel ST13 adalah berumur 102pMC (satuan umur karbon
yang tekontaminasi oleh ledakan nuklir, satuan ini berkisar 102 tyl
yang mengindikasikan akibat gempa bumi 1909). Sampel ST23
adalah berumur tahun 1415-1460. Sampel ST17 adalah berumur
tahun 1285-1390.
Usaha untuk mengetahui umur teras dilakukan uji pemboran auger di dua lokasi
yaitu TR1 dan TR2 (Gambar IV-24). Di TR1, lapisan tanah permukaan ditemui
tiap 15 cm. Kemudian didapatkan lapisan pasir kasar berwarna coklat hingga
134
kedalaman 100 cm. Kemudian kedalaman 105, bor auger tidak dapat menembus
lapisan pasir kasar coklat hingga kedalaman 130 cm yang kemudian alat bor auger
Lokasi ini terdapat rawa-rawa diatas bukit. Rawa-rawa ini terbentuk oleh proses
kedalaman 13cm. Kemudian lapisan pasir kasar hingga kedalaman 30 cm. Lapisan
adalah lapisan pasir kasar dan lanau abu-abu hingga kedalaman 192 cm. Lebih
dalam ditemukan lagi lapisan gambut didalaman 243cm (Gambar IV-25). Pada
lapisan gambut diambil sampel (HB1-2 hingga HB1-6). Lebih dalam lagi
ditemukan lapisan pasir kasar dan berfragmen gravel. Di lapisan ini berhenti
Hasil uji pentarikhan umur karbon C14 (Gambar IV-26) menunjukkan sampel
HB1-4 tahun 7780 – 7770 (BC) atau 8730±30 (BP). Sampel HB1-6 menunjukkan
135
a
(a)
(b)
Gambar IV-25. (a) Profile stratigrafi uji handbore dan (b) bor auger.
136
Gambar I V-26. Hasil uji pentarikhan umur karbon C14 menunjukkan sampel
HB1-4 tahun 7780 – 7770 (BC) atau 8730±30 (BP). Sampel HB1-6
menunjukkan umur sampel tahun 7790 – 7605 (BC) atau 8790±30
(BP).
Kinematika Sulawesi bagian tengah ini tersusun atas empat blok. Jika
dibandingkan dengan studi pemodelan GPS, maka dapat diketahui bahwa Blok
Hijau adalah Blok Makasar, Blok Ungu adalah blok North Sula (Socquet dkk.,
2006) atau Blok Toli-toli (Sarsito, 2010), blok abu-abu adalah Blok East Sula
(Socquet dkk., 2006) atau Blok Batui (Sarsito, 2010), dan blok oranye adalah blok
baru yang didalam penelitian ini disebut sebagai Blok Poso. Hal baru dari analisis
kinematika adalah adanya blok oranye yang disebut sebagai Blok Poso. Blok-blok
ini dipisahkan oleh Sesar Palukoro, Sesar Malei, Sesar Bungadidi, Sesar Poso, dan
Sesar Matano. Palukoro bergerak sinistral di potong oleh Sesar Naik Malei
jalur ini diteruskan dengan mekanisme sinistral Sesar Bungadidi yang berbentuk
137
seperempat lingkaran sempurna dengan pergeseran 675±80 m. Kemudian menerus
oleh Sesar Matano di Segmen Pewusai mekanisme sesar naik dengan offset
struktur lingkaran juga terdapat di Souther Alaska Microplate (Plafker dkk., 1994)
bahwa sesar Palukoro ini aktif. Hasil penelusuran kejadian gempa bumi pernah
terjadi gempa bumi tahun 1907, 1909, 1937 dan 2012. Gempa bumi 1907
bumi 1907. Yang menarik dalam laporan Abendanon pada tahun 1909, dua tahun
setelah 1907, terjadi gempa bumi lebih besar yang menyebabkan rumah-rumah
yang selamat pada gempa bumi 1907 roboh. Laporan Abendanon juga
adanya pergeseran sinistral 1.5 m dan perubahan vertical setinggi 1.5 m. Hasil uji
paritan juga menyakinkan bahwa sesar ini memotong lapisan muda yang
Jika dihitung dengan asumsi kasar kecepatan pergeseran Sesar Palukoro adalah 4
cm/th dan kejadian gempa bumi terakhir adalah pada tahun 1909, sehingga saat ini
adalah 103 tahun jeda yang berarti sesar ini telah menyimpan akumulasi
pergeseran sebesar 412 cm atau ~4 m. Besaran ini berarti sama dengan besaran
138
offset dari hasil total station minimal yaitu 4 m yang sebanding menghasilkan
gempa bumi Mw 7 (Wells dan Coppersmith, 1994). Hasil analisis uji paritan
menunjukkan dua kejadian gempa bumi yang berhasil diketahui yaitu tahun 1468
dan 1338. Kedua gempa bumi tua ini saling berdekatan dan memiliki jeda waktu
130 tahun. Besar waktu 130 tahun ini mengindikasikan jarak siklus gempa bumi
terjadi. Meskipun angka ini masih kasar mengingat hanya dua kejadian gempa
bumi dan masih belum ditemukan bukti kejadian gempa bumi antara tahun 1468
hingga 1909 (ini memerlukan uji pentarikhan umur karbon lebih banyak). Dengan
kata lain bahwa saat ini adalah waktu dimasa-masa mendekati akan terjadinya
pergeseran di Segmen Saluki ini cara menghitung umur teras yang terpotong.
informasi umur teras dari uji bor auger dan hand bore. Hasil uji umur sampel
HB1-4 menunjukkan umur lapisan 7780 – 7770 (BC) atau 8730±30 (BP). Sampel
HB1-6 menunjukkan umur sampel tahun 7790 – 7605 (BC) atau 8790±30 (BP).
Umur lapisan teras ini adalah umur setelah proses pembentukan antiform antiklin
atau dengan kata lain adalah batas umur minimum pergeseran sebenarnya. Jika
dihitung, maka dapat diketahui besaran slip rate adalah 58 mm/th. Nilai ini adalah
menunjukkan batas atas kecepatan slip rate Sesar Palukoro adalah dibawah 58
mm/th. Hal ini juga menunjukkan bahwa besar laju pergeseran Sesar Palukoro
kemungkinan sama dengan hasil penelitian GPS yaitu 40 mm/th (Bellier dkk.,
2001).
139
140
Bab V STUDI KASUS III: SESAR LEMBANG,
JAWA BARAT
Sesar Lembang di Jawa Barat terletak di tengah pulau Jawa dan bersambungan
dengan Sesar Cimandiri di sisi bagian barat dan Sesar Baribis di sisi timur.
gempa bumi tahun 1699, 1834 dan 1900 di utara Sesar Cimandiri; dan gempa
bumi tahun 1842, 1847 dan 1875 di sekitar Sesar Baribis. Sebaran pusat gempa
Jawa bagian barat bersifat acak/tidak ada pola (Engdahl dkk., 2007). Studi
mm/th (Abidin dkk., 2008; Abidin dkk., 2009) dan 6 mm/th (Meilano dkk., 2012).
Secara regional dataran tinggi di Jawa bagian barat ini mengalami pengangkatan
sebesar 1 mm/th (Hanifa dkk., 2014). Meski sudah jelas keaktifan struktur di Jawa
bagian barat ini, parameter sesar aktif hingga saat ini masih merupakan
pendekatan dan asumsi para ahli (Irsyam dkk., 2010). Untuk mempelajari tatanan
sesar aktif di Jawa bagian barat ini paling mudah adalah dimulai dari sesar yang
memiliki ekpresi yang paling jelas. Sesar tersebut adalah Sesar Lembang yang
141
Gambar V
-1. Sesar Lembang di Jawa Barat. Sesar ini terletak di tengah pulau
Jawa dan bersambungan dengan Sesar Cimandiri di sisi bagian barat
dan Sesar Baribis di sisi timur. Berdasarkan catatan sejarah (Visser,
1922; Wichmann, 1918), pernah terjadi gempa bumi tahun 1699,
1834 dan 1900 di utara Sesar Cimandiri; dan gempa bumi tahun
1842, 1847 dan 1875 di sekitar Sesar Baribis. Sebaran pusat gempa
bumi dengan kedalaman 0 – 60 Km (bulatan warna merah dan
oranye) di daratan Jawa bagian barat bersifat acak/tidak ada pola
(Engdahl dkk., 2007). Studi geodesi memperlihatkan laju
pergeseran sinistral 3-14 mm/th di Sesar Lembang.
Sesar ini terlihat jelas dengan bentuk morfologi yang memanjang barat-timur
(Marjiyono dkk., 2008; Silitonga, 1973; Tjia, 1968; Van Bemmelen, 1949).
Meskipun jelas bentuk bentang alam sesar-nya tetapi sesar ini belum diteliti detil.
Publikasi yang cukup luas baru oleh Van Bemmelen (1949) dan Tjia HD (1968).
Dam (1994) menyingggung sedikit masalah Sesar Lembang tapi tidak mendalam
142
Kinematika dan tipe Sesar Lembang masih diperdebatkan (Hidayat dkk., 2008;
Tjia, 1968; Van Bemmelen, 1949), apakah sesar geser (sinistral atau dekstral?),
sesar normal, atau sesar naik? Di Sesar Lembang juga belum ada publikasi detil
Sesar Lembang.
Meski dengan ketelitian rendah, pengukuran laju pergeseran GPS sudah ada
(Abidin dkk., 2008). Hal ini berbeda dengan pengukuran laju pergeseran geologi
yang belum ada. Usaha mencari laju pergeseran geologi dengan melakukan studi
ini karena belum menemukan lokasi baik dimana terdapat perlapisan geologi yang
tersesarkan pada waktu terjadi gempa di masa silam. Paritan paleoseismologi yang
2008). Dalam hal ini subsidence yang terjadi diinterpretasikan karena adanya
Engdahl (2007) dan USGS, tidak ada rekaman seismograf kejadian gempa bumi
dilokasi Sesar Lembang. Rekaman seismologi yang ada adalah katalog BMKG
dan Badan Geologi yang merekam kejadian gempa bumi magnitudo kecil, yaitu
pada tanggal 22 Juli 2011 dan 28 Agustus 2011. Gempa bumi 22 Juli 2011 pukul
(Sulaeman dan Hidayati, 2011). Gempa bumi ini memiliki sebaran intensitas
gempa bumi MMI III (ditunjukkan garis putus-putus) dan MMI I (ditunjukkan
143
garis titik-titik). Hasil rekaman gempa bumi 28 Agustus 2011 adalah memiliki
dengan hasil relokasi seismisitas gempa bumi mikro yang ditunjukkan oleh dua
bintang merah yang berada di Sesar Lembang (Madrinovella dkk., 2012). Analisis
gempa bumi mikro ini menunjukkan bahwa mekanisme fokal sesar geser sinistal
Gambar V
-2. Seismisitas dan sebaran MMI gempa bumi Ujung Berung Mw 3
tanggal 22 Juli 2011 dan gempa bumi Muril Mw 3 tanggal 28
Agustus 2011.
Permasalah lain adalah sejarah gempa tidak ada. Hingga saat ini catatan sejarah
informasi karakteristik sesar dan gempa Sesar Lembang akan sangat berbahaya
144
mengingat sesar ini berada di wilayah dengan populasi dan infrastruktur padat
Kota Lembang dan Kota Bandung. Sesar Lembang ini berada di tengah Jawa
Barat yang berada 10 km dari pusat Kota Bandung yang dihuni oleh 8,6 juta jiwa
(Barat, 2011). Hingga saat ini parameter sesar aktif Lembang belum diketahui.
Sesar Lembang ini berdasarkan kronologis waktu dibedakan yaitu Sesar Lembang
Timur berumur 125.000 tyl dan Sesar Lembang Barat berumur 50.000-35.000 tyl
(Dam dkk., 1996). Setelah letusan besar Gunung Tangkuban Perahu menutupi
sebagian Sesar Lembang Timur pada 50.000-35.000 tyl (Gambar V-3a), Sesar
Lembang Barat mulai aktif bergerak pada kurun umur 35.000-20.000 tyl (Gambar
V-3b) (Dam dkk., 1996). Material batuan yang terpotong oleh Sesar Lembang
Satuan ini menyusun, menutupi, dan terpotong hampir diseluruh bagian Sesar
Lembang seperti yang terlihat pada Gambar V-4. Satuan ini tersusun atas material
piroklastik yaitu tefra, scoria, pumis, pasir, bersifat lepas-lepas, dan berwarna
coklat kuning. Studi rinci stratigrafi tefra lapisan ini dikelompokkan menjadi
22.000 tyl dan kelompok Tangkuban Parahu Muda (Young Tangkuban Parahu)
145
Gambar V
-3. (a) Letusan gunung api menutupi area barat Sesar Lembang pada waktu 50.000-35.000 tyl dan (b) Aktivitas Sesar
Lembang Barat (nomor 7) berumur 35.000-20.000 tyl (Dam dkk., 1996).
146
V.4. Tujuan Studi
aktif menggunakan data resolusi tinggi. Lokasi penelitian ini fokus di sepanjang
Sesar Lembang yang ditunjukkan pada Gambar V-5. Secara rinci penjelasan ini
sungai untuk mengetahui kinemetika gerak dan laju kecepatan pergeseran Sesar
Lembang. Tahap terakhir adalah melakukan uji paritan untuk mengetahui kejadian
Gambar V-5. Lokasi penelitian dan kotak rincian analisis Box1 hingga Box5.
147
geolistrik untuk mengetahui kondisi bawah permukaan. Metoda tersebut telah
Penelitian ini menggunakan data citra Light Detection and Ranging (LiDAR)
resolusi 4 m yang ditunjukkan pada Gambar V-6. Kedua citra tersebut dalam
bentuk Digital Terrain Models (DTM) dan Digital Surface Models (DSM). IFSAR
Intermap dan LiDAR ini adalah hasil dari survey pesawat udara yang dipesan oleh
Gambar V-6. Jenis data IFSAR5m dan LiDAR0.9m serta area cakupannya dalam
penelitian Sesar Lembang ini.
Sesar Lembang ini terlihat jelas dengan bukti adanya lereng memanjang (Linear
Valley-LV), gawir sesar (FS-Fault Scarp), bukit shutter ridge (SR), pergeseran
sungai (River Offset-RO), wind gap (WG), dan sungai terpancung (beheaded
river-BR) yang memanjang 29 km. Batas kedua ujung sesar ini ditandai oleh
terbagi menjadi lima seksi, yaitu Seksi Cimeta, Seksi Cipogor, Seksi Cihideung,
Seksi Gunung Batu, dan Seksi Cikapundung. Lima seksi tersebut dijabarkan
148
secara rinci lokasi jalur sesar berdasarkan notasi kilometer lokasi yang terbagi
5.5 . Lokasi ini adalah batas/ujung barat Sesar Lembang yang berada di dekat
Secara umum terdapat ekpresi sesar yang lurus dan menerus dari Km 0 hingga
0.9 terdapat tekuk lereng memanjang (LV), gawir sesar (FS), bukit shutter ridge
(SR) yang terlihat jelas melewati jembatan jalan tol Sungai Cimeta menerus ke
lembah sungai, melewati rel kereta api, melewati lembah sungai memanjang, dan
jelas bentuk morfologi gawir sesar (FS), sungai terpancung (BR) dan pergeseran
sungai (RO) di Km 4 – Km 6. Jalur sesar ini terlihat jelas pada citra LiDAR 0.9 m.
simetris memanjang yang ditunjukkan oleh garis 2. Bukit simetris memanjang ini
adalah bentuk struktur antiklin bersumbu N80oE dan memotong jalan Pasirhalang.
Jalur sesar Km 1 hingga Km 5.5 ini masuk dalam wilayah Desa Pasirlangu, Desa
149
Hasil uji geolistrik di Km 0,7 menunjukkan garis sesar menerus ke kedalaman
hingga kedalaman 120 m (Gambar V-8). Ini ditunjukkan dengan beda sifat
resistivitas yang kontras yaitu warna biru (resistansi sekitar 10 ohm) dan hijau
(resistansi sekitar 100 ohm). Gambaran permukaan menunjukkan juga adanya dua
garis sesar. Hasil uji di Km 5,5 menunjukkan garis sesar yang sama dengan
ekpresi permukaan (Gambar V-9 a dan b). Dua garis sesar yang terlihat
Gambar V-9 b dimana ekpresi sesar tidak terlihat jelas, hasil geolistrik ini
b a
Gambar V-7. Morfologi rinci di Box1 yang meliputi Km 0 hingga Km 5.5 . Garis
hijau adalah garis uji geolistrik.
150
Gambar V
-9. Penampang bawah permukaan geolistrik Km 5,5. Garis merah
diduga adalah jalur Sesar Lembang.
struktur geologi yang kompleks yang merupakan lokasi tempat pembelokan jalur
Jalur sesar garis 1 dalam Box1 menerus hingga Km 6. Jalur sesar ini terlihat jelas
pergeseran sungai (RO) di sungai Sungai Cimeta dan anak sungainya. Ekspresi
sesar garis 1 ini menghilang kemudian muncul gawir sesar sesar normal dan
3). Ujung atas garis 3 ini terdapat pergeseran sungai di Sungai Cimeta. Kelompok
bentuk jalur sesar ini ditunjukkan oleh garis 3 dan terdapat di Desa Tugumukti.
Km 6.7 sampai dengan Km 9 terdapat gawir sesar (FS) dengan beda ketinggian
kontras yang memanjang dan melengkung melewati Sungai Cipogor (garis 4).
151
Gawir sesar dilereng ini menerus hingga memotong Sungai Cimahi di Km 10.5 di
wilayah Desa Jambudipa. Sejajar sesar garis 4 terdapat ekspresi bukit simetris
Cimahi. Lokasi Km 9.8 dan Km 10 terdapat sungai terpancung (BR). Jalur garis 4
garis 6 ini memiliki sisi bawah/selatan relatif turun. Jalur sesar garis 5 dan 6 ini
Cipanas, dan Cibongkok; dan juga memotong Jalan Pakuhaji dan Jalan
Cileuweung-Mekarwangi.
memanjang yang merupakan struktur antiklin (garis 8). Lokasi ini berada di
wilayah Desa Pasirhalang dan Desa Paku Haji yang memotong Jalan Pasir Halang
152
Lokasi Km 6.8 sampai dengan Km 8.2 terdapat bukit simetris memanjang yang
muncul kepermukaan (garis 10). Bukit memanjang ini adalah struktur antriklin. Di
utara sumbu antiklin terdapat gawir sesar di tekuk lereng yang memanjang dan
sejajar dengan garis 10. Tekuk lereng ini diperkirakan sebagai sesar naik.
Kemudian 350 m kearah timur garis 10 terdapat bukit simetris memanjang dari
Km 8.5 hingga Km 10.2 (garis 11). Bukit memanjang garis 11 ini adalah struktur
Gambar V
-10. Morfologi rinci Box2 yang meliputi Km 5 hingga Km 11 Sesar
Lembang. Garis hijau adalah lokasi uji geolistrik.
ditunjukkan oleh beda nilai resistivitas antara hijau ( resistansi sekitar 63 ohm)
dan biru (resistansi sekitar 30 ohm) (Gambar V-12). Bentuk sebaran perlapisan ini
sesar geser. Pada bagian sesar utama (garis 4) terlihat struktur graben.
153
Gambar V
-11. Morfologi antiklin memanjang garis 11 dengan morfologi Wind
Gap-WG) di Km 9.
Gambar V
-12. Penampang permukaan geolistrik Km 9,7. Garis merah diduga
adalah jalur Sesar Lembang.
ditunjukkan pada Gambar V-13. Terdapat ekpresi gawir sesar memanjang yang
Jalur sesar garis 4 ini berarah N100oE dengan sisi bagian atas/utara lebih turun
Beberapa masih menjadi danau. Kelima cekungan ini adalah Cekungan Danau
Kering (Km 9.5 di Box2), Cekungan Ciwaruga (Km 12), Cekungan Cibeureum
154
(Km 13), Cekungan Cihideung (Km 13.5), dan Cekungan Situ Umar (Km 16). Di
sisi selatan/bawah sesar terdapat empat sungai terpancung (BR) yaitu di Km 10.8,
Km 11, Km 13.5 dan Km 15. Di sisi selatan ini juga terdapat pergeseran sungai
Cihideung) dan Km 16.3 (Sungai Situ Umar). Pada lokasi Km 16 ekspresi sesar
Lokasi Km 11 hingga Km 12.2 terdapat bukit simetris yang sejajar dengan jalur
sesar garis 4. Bukit ini adalah bukit antiklin yang terputus oleh tiga wind gap
Panjang.
Gambar V
-13. Morfologi rinci Box3 yang meliputi Km 11 hingga Km 16 Sesar
Lembang.
155
Hasil uji geolistrik di Km 11,4 menunjukkan perlapisan batuan yang ditunjukkan
dengan lapisan berwarna hijau (resistansi sekitar 79 ohm) dan biru (resistansi
Gambar V
-14. Penampang permukaan geolistrik Km 11,4. Garis merah diduga
adalah jalur Sesar Lembang.
Kemudian dilokasi ini muncul bukit asimetris memiliki lebar 500 m dan
kemiringan lereng ke utara. Bukit asimetris ini di sisi selatan/bawah dibatasi oleh
gawir sesar (garis 12) dan di sisi utara/atasnya tekuk lereng gawir sesar naik yang
melengkung panjang khas (garis 13). Morfologi ini adalah bentuk struktur
monoklin. Struktur monoklin ini masuk Desa Pagerwangi dan Desa Kayu
156
Terdapat dua lintasan geolistrik yaitu di Km 16,3 dan Km 17,7. Hasil Km 16,3
konsisten dengan ekpresi permukaannya yaitu terdapat tiga garis sesar (Gambar
dan antiklin) dan sesar naik (Gambar V-17). Struktur perlipatan ini lebih rinci
batu adalah singkapan batuan beku leleran lava atau intrusi sill (bukan sebagai
intrusi dyke) yang ditunjukkan oleh warna merah kemenerusan singkapan gunung
Gambar V
-15. Morfologi rinci Box4 yang meliputi Km 16 hingga Km 21 Sesar
Lembang.
157
Gambar V
-16. Penampang permukaan geolistrik Km 16,3. Garis merah diduga
adalah jalur Sesar Lembang.
Gambar V
-17. Penampang permukaan geolistrik Km 17,7. Garis merah diduga
adalah jalur Sesar Lembang.
V-18). Ekspresi morfologi sesar didalam box ini berada di lereng curam dan
Dilokasi ini terdapat kemenerusan jalur sesar garis 14 (Box4) berupa pergeseran
sungai dan tekuk lereng memanjang. Jalur sesar garis 14 ini berhenti di Km 21.5
dan berbelok arah N100oE menjadi N90oE. Selanjutnya dilokasi Km 21.5 hingga
Km 23.4 terdapat kelurusan tekuk lereng dan bukit shutter ridge yang tidak begitu
jelas. Jalur ini diperkirakan merupakan kemenerusan jalur sesar (garis merah
158
bukit shutter ridge (SR), sungai terpancung (BR), dan pergeseran sungai (RO)
yang jelas terlihat (garis 15). Jalur ini berada di lembah bagian selatan Sungai
memanjang (fault scarp-FS) (garis 16). Lokasi ini berada di lembah Sungai
Cikapundung.
Gambar V
-18. Morfologi rinci Box5 yang meliputi Km 21 hingga Km 25 Sesar
Lembang.
Ekspresi sesar merupakan sambungan dari Box5 (garis 15) yang ditunjukkan oleh
pergeseran sungai (RO) dan sungai terpancung (BR). Jalur garis 15 ini berbelok di
Km 25.3 dari N90oE menjadi N120oE (garis 17). Kemudian Km 25.3 hingga Km
hingga Km 26.7 terdapat bukit shutter ridge (SR) dan sungai terpancung (BR)
159
yang jelas. Selanjutnya dilokasi Km 26.7 hingga Km 28 terdapat percabangan
sungai yang merupakan gangguan aliran sungai akibat terpotong sesar. Lokasi ini
Terdapat dua uji geolistrik yang berada berdekatan di Km 24,5. Gambar V-20a
adalah uji geolistrik dengan jarak elektroda 2,5 m. Gambar V-20b adalah uji
menunjukkan adanya struktur antiklin dan graben pada garis 17. Struktur antiklin
a b
Gambar V-19. Morfologi rinci Box6 yang meliputi Km 24.5 hingga Km 29 Sesar
Lembang.
160
Gambar V
-20. Penampang permukaan geolistrik Km 26,2. (a) sebelah barat
dengan elektroda spasi 2,5m. (b) sebelah timur dengan elektroda
spasi 5 m. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang.
morfologi disepanjang jalur sesar akibat aktifitas gempa bumi satu kejadian dan
gempa bumi (Brown dan Wallace, 1968). Analisis ini dimulai dengan menemukan
morfologi awal sebelum terjadinya pergeseran sesar atau morfologi awal ketika
yang bekerja, tahap selanjutnya adalah pengukuran jarak rinci pergeseran tiap
marker morfologi. Hasil analisis Sesar Lembang dijelaskan pada bab berikut ini.
161
V.7. 1. Morfologi Awal Sebelum Gempa bumi (Pre-Earthquake)
Marker bentang alam (landform), tren kelurusan, dan perubahan satuan batuan
yang menyambung menyebrangi sesar sebelum kejadian gempa bumi dan dengan
(Burbank dan Anderson, 2001; McCalpin dan Nelson, 2009). Menemukan dan
paling sesuai (Gambar V-21a). Usaha ini adalah utamanya adalah mencocokkan
marker sungai aktif (masih teraliri air) dengan sungai aktif dan/atau sungai
terpancung.
Usaha pertama dengan menggeser gambar ke kiri sebagai kondisi awal gerak sesar
kanan/dextral. Usaha ini menunjukkan hanya satu marker sungai yang sesuai yaitu
Sungai Cimahi (Gambar V-21b). Aliran sungai yang lainnya berpasangan dengan
Terdapat dua kali pergeseran yang saling bersesuaian yaitu 10 marker pasangan
sungai pada pergeseran balik 120 m (Gambar V-21c) dan 11 marker pasangan
sungai pada pergeseran balik 460 m (Gambar V-21d). Kunci pencocokan ini
terletak di empat sungai besar. (1) Sungai Cimeta. Pada pergeseran balik 120 m
marker 1,2 dan 3 (Gambar V-21c) cocok menyambung antara sungai atas/utara
dengan lembah sungai di bawah/selatan. Pada pergeseran balik 460 m marker 1,2
tiga sungai yang berjarak sama saling menyambung. (2) Sungai Cimahi. Terdapat
162
dua lembah sungai yang berdekatan di Sungai Cimahi ini. Pada pergeseran balik
120 m marker 4 dan 5 (Gambar V-21c) sungai ini cocok menyambung. Sungai
kering di bagian atas/utara. Pada pergeseran balik 460 m marker 4 dan 5 (Gambar
V-21d) cocok menyambung. Sungai Cimahi dan lembah sungai didekatnya cocok
Dua pergeseran balik ini memperlihatkan bahwa awalnya terdapat dua sungai
sungai yang menyebabkan aliran dua sungai Cimahi dan sampingnya menjadi
sungai Cimahi sisi bawah/selatan saat ini (Gambar V-21a). (3) Sungai Cihideung.
Sungai ini memiliki lembah yang lebar. Dinding lembah sisi atas/utara yang
7 Gambar V-21c). Pada pergeseran balik 460 m lembah sungai ini cocok
Pergeseran balik 120 m dan 460 m ini diperkuat dengan marker lembah sungai
lebih kecil lainnya yang yang ditunjukkan pada Gambar V-21 c dan d.
163
Pergeseran balik pasangan sungai 460 m (Gambar V-21d) adalah pencocokan
marker terjauh yang paling sesuai di Sesar Lembang. Pergeseran balik 460 m ini
membentuk lembah sungai (garis biru dengan tanda panah) dan mengalami
pergeseran oleh aktifitas sesar (garis merah) pada Gambar V-22. Bagian atas garis
sesar disebut bagian kepala (head) dan bagian bawah disebut ekor (tail). Proyeksi
kelurusan sungai pada garis sesar pada bagian kepala dan ekor adalah besar
dan AB’. Besar nilai ketidakpastian ditunjukkan oleh lebar lembah sungai yang
ditunjukkan oleh bidang warna biru. Panjang sungai terpancung bagian kepala
(head) diukur panjangnya dan juga dimensi sungai (kedalaman dan lebar lembah).
Gambar V
-21. Skema pergeseran sungai. Arah sungai ditunjukkan oleh panah
aliran air, A adalah bagian kepala (head), B adalah bagian ekor
(tail), garis merah adalah sesar geser, garis hitam tipis adalah
proyeksi kelurusan sungai dengan garis sesar, besar pergeseran
adalah panjang proyeksi kelurusan sungai kepala dan ekor, B’
adalah sungai terpancung (beheaded river), dan pergeseran sungai
adalahABdanAB’(Arrowsmith dan Zielke, 2009).
164
(a)
(b)
165
(c)
(d)
Gambar V
-22. Pencocokan marker pergeseran sungai besar Sesar Lembang. (a) kondisi saat ini, (b) Geser kanan/dextral, (c) Geser
kiri/sinistral bergeser 120 m dan (d) Geser kiri/sinistral bergeser 460 m.
166
Dasar pengukuran pergeseran sungai pada paragraph diatas digunakan untuk
kelompok data, yaitu data pergeseran sungai besar dan data pergeseran sungai
kecil. Hal ini terjadi karena morfologi disepanjang Sesar Lembang dapat
pergeseran besar yaitu pada sungai-sungai besar yang memiliki panjang sungai
lebih dari 3 Km dengan arah sungai utara ke selatan. Pergeseran besar ini
dijelaskan pada Gambar V-23. Pada gambar tersebut memperlihatkan dua kali
kecocokan sungai kepala dan ekor yang ditunjukkan oleh marker panah hitam.
Kelompok kedua adalah kelompok pergeseran kecil. Kelompok ini berada pada
Km 21 hingga Km 29 yang ditunjukkan oleh Gambar V-23. Pada lokasi ini arah
sungai selatan ke utara dengan panjang sungai berkisar 0.4 km. Panjang sungai
sungai orde beberapa meter hingga ratusan meter yang diperlihatkan dengan
kecocokkan sungai dan lembah sungai pergeseran 1 hingga 6 pada Gambar V-23.
Hasil pergeseran sungai kelompok pergeseran besar dan kecil digabungkan dan
167
Gambar V
-23. Pencocokan marker pergeseran kecil Sesar Lembang di Km 21
hingga Km 29.
168
Tabel 3. Sebaran pergeseran (offset) sungai di Sesar Lembang.
Panjang Panjang Panjang Vertical
Sinistral Offset Sinistral Offset Sinistral Offset Down
Km hulu (head ) Km hulu (head ) Km hulu (head ) Km Movement
(m) (m) (m) Component
sungai (Km) sungai (Km) sungai (Km) (meter)
2.3 174 ± 30 6.8 22.6 27 ± 4 0.3 26.5 71 ± 6 0.3 5 0.8 ± 3 South side
2.5 643 ± 50 6.8 23.4 111 ± 16 0.3 26.6 61 ± 10 0.3 6 7.4 ± 3 South side
3.5 533 ± 50 4 24.24 20 ± 5 0.2 26.8 59 ± 10 0.2 7 66.4 ± 3 North side
5.1 136 ± 20 1 24.5 107 ± 10 0.2 27 57 ± 10 0.2 8 91.4 ± 3 North side
5.5 526 ± 40 1.3 24.5 101 ± 15 0.2 27.2 71 ± 12 0.2 9 48.5 ± 3 North side
5.8 135 ± 14 8 24.55 67 ± 10 0.2 27.2 56 ± 10 0.2 10 69 ± 3 North side
10.3 128 ± 10 1 24.55 26 ± 6 0.2 27.2 9± 3 0.2 11 61.7 ± 3 North side
10.5 483 ± 60 10 24.8 67 ± 15 0.2 27.27 21 ± 4 0.2 12 87.6 ± 3 North side
10.8 128 ± 10 10 24.8 23 ± 5 0.2 27.35 56 ± 8 0.2 13 52.3 ± 3 North side
12.5 467 ± 50 1.3 24.9 65 ± 7 0.2 27.4 119 ± 20 0.2 14 66.9 ± 3 North side
13 430 ± 30 5 25 120 ± 20 0.2 27.5 70 ± 20 0.2 15 22.8 ± 3 North side
14.5 126 ± 13 7 25.15 22 ± 3 0.2 27.7 70 ± 10 0.2 16 22.6 ± 5 North side
15 423 ± 25 7 25.2 88 ± 7 0.3 27.7 46 ± 10 0.2 17 9.8 ± 4 North side
16.4 124 ± 17 0.8 25.25 64 ± 10 0.3 27.8 114 ± 10 0.2 19 28.3 ± 2 North side
16.5 370 ± 20 0.8 25.26 22 ± 4 0.3 27.8 7± 2 0.2 26 13.9 ± 0.2 South side
20 122 ± 20 10.5 25.38 13 ± 3 0.3 28 70 ± 8 0.3 27 13.1 ± 0.2 South side
20.5 204 ± 20 7.5 25.4 86 ± 11 0.3 28 33 ± 4 0.3 28 7.4 ± 0.2 South side
20.5 121 ± 20 19 25.4 83 ± 10 0.3 28 7± 2 0.3
21.35 68 ± 10 0.1 26.2 10 ± 2 0.3 28.35 32 ± 7 0.5
22.4 111 ± 10 0.3 26.3 78 ± 7 0.3 28.35 6± 3 0.5
28.36 20 ± 4 0.5
pada Gambar V-24. Gambar V-24a adalah grafik besaran pergeseran sungai
24d). Kelompok 6 memiliki rentang 370±20 m hingga 533±50 m dan rata-rata 461
m (Gambar V-24e).
169
Sebaran kelompok 1 hingga 4 berada di Km 21 hingga Km 29. Hal ini disebabkan
oleh kondisi morfologi yaitu lembah curam dengan sungai-sungai pendek dengan
panjang kurang dari 500 m. Proses erosi permukaan di lokasi ini dominan dan
sepanjang sesar dari Km 0 hingga Km 29. Pergeseran sungai 120 m ini terekam
hingga Km 21. Kelompok ini merekam pergeseran sungai berorde 460 m. Enam
kelompok ini memperlihatkan umur sungai yang terpotong dan tergeserkan oleh
Sesar Lembang.
hingga Km 29 selanjutnya persentase ini naik menjadi 95% (5% komponen gerak
vertikal).
kelompok ini menunjukkan aktivitas gempa bumi terakhir. Terdapat enam data
170
Gambar V-24. Grafik sebaran pergeseran sungai dan lokasinya di Sesar Lembang.
(a) Grafik besaran pergeseran sungai berurut besar ke kecil. (b)
Sesar Lembang. (c) Sebaran pergeseran sungai seluruh data. (d)
Sebaran pergeseran sungai di interval pergeseran 70 hingga 210 m.
(e) Sebaran pergeseran sungai di interval 1 hingga 100 m dan pada
lokasi Km 21 hingga Km 29. (f) Sebaran pergeseran vertikal.
171
Gambar V
-25. Sebaran data pergeseran sungai terkecil dengan orde pergeseran
dibawah 15 m.
Sesar Lembang memotong Satuan Batuan Tangkuban Parahu Tua yang berumur
40.000-22.000 tyl. Satuan ini menyebar dan menutupi hampir disepanjang Sesar
Km 29 yaitu 120 m (Gambar v-26). Berdasarkan dua nilai umur dan jarak
pergeseran dapat dihitung kecepatan pergeseran adalah 3 – 5.5 mm/th. Hasil ini
hampir sama dengan hasil pengukuran geodesi yaitu 3 – 14 mm/th (Abidin dkk.,
(a)
(b)
Gambar V
-26. Pergeseran Sungai Cimeta di Km 5 dengan panjang 120 m (a)
Kondisi saat ini (b) setelah digeser balik.
172
V.9. Uji Paritan
Uji paritan di Sesar Lembang dilakukan di Km 26,3 , Desa Batu Lonceng, di dua
Paritan 1 terdapat lima lapisan (Gambar V-28a dan Gambar V-29a), yaitu lapisan
100 (top soil, lanau pasiran), lapisan 200 (pasir kasar ber fragmen gravel), lapisan
300 (lanau pasiran), lapisan 400 (pasir lanauan dengan fragmen batuan beku) dan
lapisan 500 (lanau pasiran). Paritan 2 (Gambar V-28b dan Gambar V-29b,c)
terdapat lima lapisan yaitu lapisan 100 (top soil, abu-abu, lanau pasiran), lapisan
200 (coklat, lanau pasiran), lapisan 300 (coklat, lanau pasiran, bagian atasnya
berwarna hitam), lapisan 400 (pasir kasar dengan fragmen gravel) dan lapisan 500
(coklat, lanau pasiran). Kedua uji paritan tersebut menunjukkan adanya bukti
notasi gempa bumi A, B dan C. Gempa bumi A terlihat pada Paritan 1. Gempa
bumi B terlihat di Paritan 1 dan 2. Gempa bumi C hanya terlihat pada Paritan 2
Hasil uji pentarikhan umur karbon (Gambar V-30) menunjukkan lapisan 300
Lapisan 300 ini merupakan kunci waktu umur endapan yang mengisi retakan
gempa bumi A. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi A adalah pada
tahun 1450-1460. Umur batas atas lapisan 300 paritan 1 adalah tahun 1415-1460
TR2-5) dan BP19620-19140 (sampel TR2-9). Lapisan 500 paritan 2 (sampel TR2-
173
12) adalah BP20525-20290. Paritan 2 menghasilkan umur yang sangat tua di
sebabkan karena berada pada lokasi tinggian punggungan. Hal ini menunjukkan
bagian tinggian tersebut terjadi erosi dan tidak merekam kejadian gempa bumi.
Gambar V
-27. Lokasi uji paritan di Km 26. Garis merah adalah jalur sesar, garis
biru adalah jalur uji geolistrik, dan dua kotak hitam adalah lokasi
paritan 1 dan paritan 2.
Gambar V-28. Foto lokasi uji Paritan 1 (a; kiri) dan Paritan 2 (b; kanan).
174
AD1415-1560
AD1415-1560
AD1450-1510
300 100
200
a Utara
500
Gempa A
400 Gempa B
300
1m
400 Gempa B
1m
500
Utara
100
200
BC5705-5620
300
c
400 BP19620-19140
Gempa B
500
Gempa C BP20525-20290
Gambar V-29. Penampang uji paritan. (a) Paritan 1 sisi timur, (b) Paritan 2 sisi timur, dan (c) Paritan 1 sisi barat.
175
Gambar V
-30. Hasil uji pentarikhan umur karbon menunjukkan sampel P1-2
menunjukkan umur tahun 1450-1510. Sampel P1-3 adalah berumur
tahun 1415-1460. sampel TR2-5 berumur BC5705-5620. Sampel
TR2-9 berumur BP19620-19140. Sampel TR2-12 adalah berumur
BP20525-20290.
pada lima subbab berikut ini. Lima subbab ini berisi tentang kinematika, catatan
kejadian gempa bumi, umur, mitigasi dan pekerjaan berikutnya di Sesar Lembang.
176
V.10.1 Kinematika dan Karakteristik Sesar Lembang
Jalur sesar Lembang ini terlihat jelas dengan bukti adanya tekuk lereng
memanjang (Linear Valley-LV), gawir sesar (FS-Fault Scarp), bukit shutter ridge
rinci lokasi jalur sesar ini berdasarkan notasi kilometer lokasi yang terbagi dalam
enam kotak.
earthquake) di Sesar Lembang yang bergerak sebagai sesar geser sinistral dengan
pergeseran sesar ini adalah 3 – 5.5 mm/th. Sesar Lembang ini terdiri atas beberapa
seksi sesar (Gambar V-30), yaitu : (1) Seksi Cimeta. Seksi ini adalah seksi sesar
geser yang berada pada Km 0 hingga Km 6 yang berarah N80oE, (2) Seksi
Cipogor. Di seksi ini terjadi pembelokan garis sesar dari N80oE menjadi N100oE.
(3) Seksi Cihideung. Seksi sesar oblique ini berada di Km 10 hingga Km 16.5
dengan arah N100oE. (4) Seksi Gunung Batu. Seksi kompresi ini berada di Km
16.5 hingga Km 21.5 yang memiliki struktur monoklin. (5) Seksi Cikapundung.
Seksi sesar gerser ini terjadi pembelokan dari Km 21.5 sampai dengan Km 25
Pembagian seksi ini saling menerus dan menyambung dengan jeda kurang dari 4
177
km yang mengindikasikan mampu menghasilkan gempa bumi secara bersamaan
(Wesnousky, 2006).
adalah Cekungan Danau Kering, Jambudwipa (Km 9.8), Cekungan Ciwaruga (Km
12), Cekungan Cibeureum (Km 13), Cekungan Cihideung (Km 13.5), dan
Cekungan Situ Umar (Km 16). Penelitian sedimen danau di Cekungan Cihideung
(Hidayat dkk., 2008). Perulangan ini bisa jadi adalah perulangan kejadian gempa
bumi.
aktif dan bukti retakan permukaan gempa bumi di Paritan 1 dan Paritan 2
menujukkan bahwa Sesar Lembang adalah sesar aktif yang mampu menghasilkan
gempa bumi. Tetapi tidak ada rekaman/catatan kejadian gempa bumi di sepanjang
Sesar Lembang ini. Terdapat legenda terkenal yang menceritakan rinci asal nama-
178
adalah informasi yang tidak bisa diabaikan khususnya untuk masa sebelum abad
16 (Wichmann, 1918). Bahkan legenda ini juga dimuat dalam buku The Geology
permukaan gempa bumi, (1) Sangkuriang menebang pohon raksasa yang roboh
kearah barat dengan suara keras. Cerita ini boleh jadi merupakan jalur sesar aktif
dan kejadian gempa bumi yang mirip dengan kejadian pohon tumbang.
besar lebih besar dari pohon tumbang pada umumnya. (2) Kemudian arah roboh
melintang kearah barat-timur. (3) Posisi rebahnya pohon raksasa khayalan ini juga
diceritakan rinci pada cerita kedua dan ketiga bahwa bagian tunggul/batang utama
Gunung Burangrang. Lokasi pohon yang roboh ini sesuai dengan hasil pemetaan
jalur sesar aktif yang melintang barat-timur, bagian timur berupa jalur sesar
tunggal dan bagian barat adalah cabang-cabang sesar akibat pembelokan jalur
Sesar Lembang (Gambar V-31). (4) Terbentuknya danau dalam satu malam, boleh
179
waktu satu malam sangat besar terjadi akibat retakan permukaan akibat gempa
bumi.
Catatan tertua yang merekam legenda Sangkuriang ini adalah catatan perjalan
Bujangga Manik. Catatan ini yang diperkirakan ditulis pada abad 15 dan tidak
lebih muda dari tahun 1511 yang tersimpan di Bodleian Library, Oxford sejak
adalah pada tahun 1450-1460. Jadi hingga saat ini minimal sudah 561 tahun Sesar
Lembang tidak mengeluarkan gempa bumi. Besar jeda waktu ini sesuai dengan
catatan gempa bumi bahwa dari tahun 1600 hingga tahun 1857 tidak ada kejadian
gempa bumi di sini (Wichmann, 1918). Jeda waktu ini sebanding dengan 1.6 – 3
datang.
dikelompokkan dalam enam kelompok data dengan besaran data yang hampir
sama. Kelompok 1 memiliki rentang pergeseran sungai 6±3 m hingga 13±3 m dan
180
rata-rata 461 m. Keenam kelompok ini menunjukkan umur sungai yang merekam
Gambar V
-32. Nama lokasi dalam legenda Sangkuriang, vector data GPS
(terhadap Sunda blok), Sesar Lembang dan kemungkinan sesar
kemenerusan Sesar Lembang.
Irisan pergeseran sungai terkecil adalah 7±2 m. Angka ini berarti besar pergeseran
Jika dihasilkan oleh beberapa kejadian gempa bumi, hal ini sesuai panjang sesar
Besaran ini masuk ke kisaran besaran minimum akumulasi stress geologi yaitu 1.6
- 3 m. Dengan katalain, hal ini menunjukkan bahwa Sesar Lembang telah berada
masa akhir siklus gempa buminya. Dua kejadian gempa bumi mikro dangkal di
181
dua ujung Sesar Lembang mengindikasikan bahwa mulai terjadi pelepasan stress
yang tersimpan.
adalah 461 m. Jika diukur mundur maka akan dapat diketahui umur Sesar
Lembang adalah 154.000-92.000 tyl. Hal ini menunjukkan pula bahwa Sesar
Lembang satu bagian utuh, bukan terdiri atas bagian barat dan timur seperti hasil
gempa bumi. Di Amerika jarak 15 m dari jalur sesar aktif yang berarti 30 m lebar
dari jalur sesar aktif yang berarti 40 m lebar tidak boleh dibangun (McClymont,
2001). Peta jalur sesar aktif Sesar Lembang ini merupakan peta jalur sesar aktif
(Wells dan Coppersmith, 1994). Hal ini menjadi penting untuk mendapatkan citra
morfologi yang lebih rinci dengan ketelitian hingga 20 cm. Citra ini diperlukan
182
Hal lainnya adalah pembuatan uji parit. Uji ini perlu untuk mengetahui lokasi
pasti dan kejadian gempa bumi lampau. Lokasi terbaik uji ini adalah di sepanjang
Km 21 hingga Km 29 dan Km 5.
Fakta lainnya adalah kemungkinan kemenerusan oleh sesar lain. Hal ini terlihat
183
184
Bab VI PALEOSEISMOLOGI DI WILAYAH TROPIS
INDONESIA
Kegagalan penerapan metoda ini oleh penelitian sebelumnya (dijelaskan pada Bab
menentukan jalur sesar aktif dan survey geofisika dangkal yang mengetahui
memetakan jalur pasti lokasi retakan permukaan itu, bentuk deformasi retakan
meretakkan hanya sebagian dari seluruh panjang segmen. Segmen Sianok 22,5 km
dari total panjang 90 km dan Segmen Suliti 22,5 km dari total 60 km. Kompilasi
adalah: (1) semua kejadian gempa bumi selalu ganda dengan besar magnitudo
relatif sama, (2) dimulai dari bagian selatan dan kemudian bagian utara, dengan
(3) jeda waktu beberapa jam, (4) periode ulang gempa bumi adalah 81 tahun
(Segmen Sumani dan Segmen Sianok). Uji paritan menunjukkan retakan gempa
bumi yang tegas. Lapisan ini memotong dua lapisan yang mengindikasikan
185
kejadian gempa bumi yang lebih tua. Tetapi, hasil pertarikhan umur karbon
menunjukkan umur tahun 1300-1440 (AD). Umur lapisan ini jauh lebih tua dari
perkiraan yaitu kejadian gempa bumi tahun 1936 dan/atau 1943. Hal ini
Sesar Matano sisi timur adalah sesar geser dan kemudian menjadi sesar naik di
akomodasi oleh Sesar geser Palukoro dengan arah berbeda. Pada tahap ini juga
blok tektonik, yaitu Blok North Sula, Blok Toli-toli, Blok East Sula, dan Blok
Poso. Di Segmen Saluki (bagian dari Sesar Palukoro) terdapat pergeseran sungai
yang jelas yang menunjukkan kecepatan geser sesar ini adalah kurang dari 58
mm/th. Dilokasi ini juga terjadi gempa bumi tahun 2012 yang mirip dengan
kejadian gempa bumi tahun 1907 yang melepaskan energy bagian sesar yang
tegak lurus dengan sesar utama Palukoro. Uji paritan mengindikasikan periode
ulang gempa bumi pada Segmen Saluki ini adalah 130 tahun.
Lokasi studi ketiga adalah Sesar Lembang di Jawa Barat, menunjukkan gerakan
geser sinistral. Sesar ini terbagi menjadi enam seksi. Hasil studi perpotongan
aliran sungai dan aktivitas sesar menunjukkan bahwa sesar lembang bergerak
186
dengan kecepatan 3-5.5 mm/th dengan panjang keseluruhan 29 km. Hasil
100%-80% dan komponen sesar naik adalah 5%-20%. Komponen sesar naik ini
menyebabkan adanya pembendungan alami pada sisi bagian utara Sesar Lembang.
Hasil uji paritan menunjukkan adanya kejadian gempa bumi pada tahun 1450-
Segment Sianok-Sumani-
Keterangan Sesar Palukoro-Matano Sesar Lembang
Suliti, Sesar Sumatra
Pulau Sumatra Sulawesi Jawa
23 (Sieh dan Natawidjaja, Kurang dari 58; 40 (Bellier,
Sliprate (mm/th) 3-5.5
2000) 2001)
Jenis sesar Dextral Sinistral Sinistral dan Oblik
20 Sesar; Sesar Palukoro 6
3 Segment (Sieh dan
Segmentasi segment; Sesar Matano 5 6 Section
Natawidjaja, 2000)
segment
Citra SRTM30m; Citra IFSAR 5
Kejadian gempabumi ganda
Jenis data m; dan Sebagian LiDAR 2,5m IFSAR 5m; dan LiDAR 0,9m.
tahun 2007
(Sekitar Danau Matano).
Besar Terkecil 0,8 475 dan 5.5 (Segmen Saluki) 7
pergeseran
(m) Terbesar 1,7 675 461
Lokasi Rinci Segmen Sumani Segmen Saluki Section Batu Lonceng
Metode Retakan Permukaan Interpretasi Citra IFSAR 5 m;
Interpretasi Citra LiDAR 0,9m;
Penentuan Gempabumi Ganda Magnitud Survei Total Station rinci; dan
Geolistrik dan Georadar.
Lokasi 6 tahun 2007 Georadar.
Perlapisan
terlihat terlihat terlihat
tanah
Uji Paritan Deskripsi Lempung dan lempung Pasir kasar dan paris kasar Pasir berfragmen gravel dan
umum pasiran berwarna abu-abu berfragmen gravel lanau pasiran
Ketidak
selarasan 1 5 2
menyudut
Interpretasi Dua kejadian gempabumi Tiga kejadian gempabumi Satu Kejadian gempabumi
1907, 1909 (Abendanon, 1917),
Gempabumi terakhir 2007 1450-1510
2012
Periode ulang (tahun) 81 130 -
gempabumi sebelumnya
adalah sisi tegak lurus sesar
gempabumi doublet, sisi
Palukoro yang lebih kecil, gempabumi menyebabkan
Karakteristik selatan kemudian sisi utara,
kemudian beberapa tahun terbentuknya danau-danau.
ada jeda waktu beberapa jam.
kemudian gempabumi di
sesar utama Palukoro.
187
VI.2. Permasalahan Penerapan Metoda
studi memiliki latar belakang kondisi geologi gempa bumi yang berbeda
peralatan, dan cara kerja lapangan geologi. Informasi proses pada tiap tahapan
Tahapan pemetaan sesar aktif dan penentuan lokasi uji paritan untuk lokasi studi
dibandingkan dua lokasi lainnya. Hal ini disebabkan karena studi Sesar Palukoro -
Matano yang memiliki wilayah luas, struktur sesar yang komplek, dan jenis data
IFSAR dengan resolusi 5 m yang tidak mampu menembus tutupan vegetasi. Sesar
Lembang lebih mudah karena jenis data LiDAR 0,9 m yang mampu menembus
tutupan vegetasi dan memberikan gambaran morfologi sesar aktif yang jelas. Citra
LiDAR ini lebih pasti memberikan arahan lokasi jalur sesar. Sesar Sumatra adalah
paling mudah karena lokasi, bentuk, dan pergeseran retakan permukaan gempa
buminya jelas terlihat. Permasalahan yang ditemui di Sesar Sumatra adalah proses
188
mendeskripsikan dan membedakan antara deformasi oleh sesar aktif dengan
Identifikasi jalur sesar aktif selanjutnya digunakan untuk penentuan lokasi uji
terbaik yang ada dan dengan penggunaan alat survey geofisika dangkal.
mempersempit lokasi paritan. Dalam hal ini objek yang dicari sudah diidentifikasi
terlebih dahulu berdasarkan dari pemetaan sesar aktif. Penerapan survey ini di
lokasi Sesar Sumatra dan Sesar Lembang sangat membantu memperjelas lokasi
uji paritan dan berhasil. Tetapi di lokasi Sesar Palukoro penentuan lokasi uji
paritan berdasarkan uji GPR dan citra IFSAR tidak tepat berhasil. Penentuan uji
diagram alir paleoseismologi analisis pemetaan jalur sesar aktif harus dibuktikan
Penentuan lokasi uji paritan dipengaruhi oleh beberapa hal non teknis penelitian,
yaitu : (1) Muka air tanah. Pengalaman uji paritan di Segmen Sumani
membuktikan bahwa uji paritan lebih sulit karena harus selalu memompa air
keluar. Disamping itu dinding paritan yang akan dipelajari selalu mengalami
longsor dan berubah lapuk (meski hanya dalam jeda satu malam). (2) Perijinan
lokasi. Lokasi rencana uji paritan di daerah produktif pertanian, seperti daerah
Lembang, memerlukan biaya sewa yang mahal. Rencana uji paritan Sesar
189
Lembang idealnya adalah di Km 5 harus dibatalkan karena melebihi anggaran
Tahapan penggalian parit ini dilakukan pada tiga lokasi studi dengan ukuran
dan dalam 2 m. Ukuran parit di lokasi Sesar Sumatra adalah panjang 4 m, lebar
1.5 m dan dalam 1 m. Ukuran parit Sesar Lembang adalah panjang 16 m, lebar 1
m dan dalam 3.5 m. Tiga paritan ini berarah tegak lurus dengan jalur sesar aktif
dengan titik tengah sebagai sumbu parit. Ketiga lokasi ini digali menggunakan
tenaga manusia. Jumlah rata-rata tenaga adalah 8-10 orang yang terbagi dalam
dua tim yang memerlukan waktu 1-3 hari penggalian. Cara penggalian manual ini
dipilih karena: (1) Murah, karena tidak memerlukan biaya sewa alat maupun
pembebasan jalur mobilisasi. Lokasi paritan Sesar Lembang berada di atas bukit
yang berada 2 km dari dari jalan besar. Pencapaian lokasi ini jika menggunakan
alat berat perlu biaya pembebasan lahan untuk proses mobilisasi alat. (2) Efektif,
karena adanya hubungan emosi dimana pekerja adalah masyarakat sekitar yang
berpotensi mengalami bencana gempa bumi. (3) Sesuai dana dan waktu kerja
lapangan. Jumlah waktu ini sesuai dengan ketersediaan dana yang berkisar antara
alat berat didaerah terpencil lebih terbatas. Lokasi paritan di Sesar Palukoro
berada jauh dari tempat persewaan alat berat dan jenis jalan yang relatif sempit
190
VI.2.3 Tahapan Deskripsi Uji Paritan
Tahapan deskripsi uji paritan dikerjakan setelah tahap penggalian parit selesai.
Pada tahap ini dinding parit diratakan dan dibersihkan menggunakan kuas, sapu,
cangkul dan lainnya. Setelah dinding parit diberi tali membentuk kotak-kotak
bujur sangkar dengan panjang 50 cm, kemudian dinding parit siap dideskripsi.
Tahap deskripsi paritan Sesar Sumatra adalah paling sulit. Hal ini disebabkan
karena jenis lapisan stratigrafi yang mirip, lokasi di area sawah dan muka air
tanah yang dangkal. Lokasi Sesar Lembang lebih mudah karena stratigrafi
perlapisan yang konstras. Tetapi permasalahan di lokasi Sesar Lembang ini adalah
bioturbasi oleh organisme serangga rayap dan akar pohon besar. Lokasi Sesar
sulit. Di lokasi Sesar Palukoro-Matano ini jenis lapisan batuan yang kontras
berbeda dan ketidakselarasan yang juga jelas terlihat. Lokasi studi ini juga
dibandingkan hasil paritan pada tiga lokasi studi, deskripsi paritan Sesar Palukoro
adalah yang paling jelas. Hal ini mengindikasikan di lokasi Sesar Palukoro ini
kesulitan proses pemotretan. Hal ini dapat disiasati dengan menggunakan model
191
VI.2.4 Tahapan Pemilihan dan Pengambilan Sampel Pentarikhan
Umur
umur karbon, sampel yang dipilih adalah sampel yang mewakili kejadian gempa
bumi. Sampel yang dipilih adalah sampel yang berada tepat diatas yang
memotong garis sesar atau yang disebut Upward Fault Termination (UFT) dan
sampel yang mengisi rekahan retakan permukaan gempa bumi. Proses ini
studi Sesar Sumatra ditemukan fragmen arang berukuran 10-20 mm yang terdapat
pada tiap lapisan. Kondisi geologi ini sangat memudahkan dalam pemilihan
sampel. Berbeda dengan hasil paritan Sesar Palukoro, kondisi geologi di lokasi ini
sangat jarang fragmen arang. Disamping itu fragmen arang yang ditemukan
berukuran sangat kecil yaitu 1-3 mm. Hasil pengiriman sampel ke Laboratorium
Beta Analytic menunjukkan sampel tidak dapat diuji karena kurang dari 10 mg
organik yang cukup sehingga pentarikhan umur tetap dapat dilakukan. Berbeda
pula dengan kondisi geologi di paritan Sesar Lembang. Di lokasi ini terdapat
beberapa sampel arang yang cukup besar tetapi hanya mewakili beberapa lapisan
saja. Lapisan yang lain tidak ditemukan sampel arang. Hasil pengiriman sampel
tanah untuk di uji juga menunjukkan bahwa lapisan tanah tersebut tidak
lapisan tanah bukti retakan kejadian gempa bumi terakhir mengandung organik
sehingga waktu kejadian gempa bumi terakhir tetap dapat diketahui umurnya.
192
VI.2.5 Tahapan Informasi Catatan Kejadian Gempa Bumi
Sesar Lembang adalah paling sulit karena tidak ada catatan kejadian kecuali cerita
Abendanon (1917) yang menceritakan kejadian gempa bumi 1907 dan 1909. Sesar
Sumatra lebih mudah karena telah ada publikasi yang membahas yaitu
Secara keseluruhan metoda paleoseismologi ini efektif dan bisa digunakan untuk
Indonesia. Tentunya perlu penyesuaian metoda yang telah ada berdasarkan hasil
pemetaan sesar aktif. Keberhasilan tahapan ini sangat berpengaruh pada tahapan
selanjutnya. Keberhasilan tahapan ini sangat bergantung pada jenis data yang
digunakan didalam mempelajari bentuk morfologi sesar aktif. Jenis data yang
ideal adalah data yang mampu memperlihatkan bentuk permukaan bumi yang
kebenaran pemetaan sesar aktif ini harus dibuktikan dengan uji paritan. Sehingga
Diagram alir paleoseismologi pada bagian uji paritan bukan merupakan tahapan
193
satu arah, tetapi merupakan alur dua arah yang harus saling menguatkan. Bukti
rekaman geologi kejadian gempa bumi didalam dinding paritan harus sesuai
dengan pemetaan jalur lokasi sesar aktif. Pada Gambar VI-1 merupakan diagram
McCalpin (1996).
Kejadian gempa bumi merupakan moment terbaik untuk meneliti dan memetakan
jalur sesar aktif berdasarkan bukti retakan permukaan. Hal ini sangat membantu
dan penting penelitian di wilayah tropis dimana proses erosi terjadi dengan cepat.
(ladang, sawah, lapangan kosong) masih terlihat jelas. Satu tahun setelah kejadian
bangunan (tembok, lantai, jalan dll). Kotak dengan garis putus-putus di bagian
atas pada Gambar VI-1 merupakan bagian baru ditambahkan. Bagian tersebut
adalah bahwa survey retakan permukaan gempa bumi setelah kejadian gempa
bumi merupakan hal yang sangat terang menunjukkan jalur sesar aktif.
Perhitungan besar laju pergeseran setelah diperoleh besar pergeseran sesar (hasil
analisis pergesan sungai) dan umur marker yang tergeskan tersebut. Kasus di
Sesar Lembang adalah umur lapisan endapan volkanik dan di Segmen Saluki
194
Informasi geologi yang menunjukkan aktifitas sesar aktif
di satuan batuan Kuarter; atau Kejadian gempa bumi
Informasi catatan kejadian gempa bumi; atau yang baru terjadi
Informasi studi GPS; atau
Analisis deformasi bumi dari citra satelit
Tektonik/sesar aktif
Segmentasi Sesar
Kinematika sesar
Jalur sesar aktif rinci
Gambar V
I-1. Diagram penelitian metoda paleoseismologi di wilyah tropis
Indonesia. Modifikasi dari McCalpin (1996).
195
196
Bab VII KESIMPULAN
gempa bumi. Salah satu usaha untuk mengurangi bencana ini adalah dengan
metoda geologi yang tepat untuk mempelajari sumber gempa bumi ini. Mewakili
wilayah tropis Indonesia, metoda ini dicoba digunakan pada tiga lokasi sesar aktif
di tiga pulau besar di Indonesia dengan tingkat pemahaman geologi gempa bumi
yang berbeda. Ujicoba di tiga lokasi ini memberikan manfaat pemahaman geologi
gempa bumi, manfaat praktis parameter sesar aktif untuk rekayasa kegempaan dan
retakan permukaan. Studi ini telah dapat memetakan jalur pasti lokasi retakan
permukaan itu dan besar pergeserannya. Gempa bumi ini meretakkan hanya
sebagian dari seluruh panjang Segmen. Segmen Sianok 22,5 km dari total panjang
90 km dan Segmen Suliti 22,5 km dari total 60 km. Catatan kejadian gempa bumi
menunjukkan bahwa semua kejadian gempa bumi dilokasi ini selalu ganda dengan
besar magnitudo relatif sama, dimulai dari bagian selatan dan kemudian bagian
utara, dan dengan jeda waktu beberapa jam. Indikasi periode ulang 81 tahun pada
197
Hasil studi Sesar Palukoro-Matano di Sulawesi menunjukkan pergerakan sesar
geser di Sesar Matano kemudian menjadi sesar naik di ujung pembelokan kearah
Sesar Palukoro. Kemudian pergerakan ini di akomodasi oleh Sesar geser Palukoro
dengan arah berbeda. Di Segmen Saluki (bagian dari Sesar Palukoro) terdapat
pergeseran sungai yang jelas yang menunjukkan gerak sinistral dengan kecepatan
geser sesar ini adalah kurang dari 58 mm/th. Pada lokasi ini terjadi gempa bumi
tahun 2012 yang mirip dengan kejadian gempa bumi tahun 1907 yang mempunyai
arah jalur sesar tegak lurus dengan sesar utama Palukoro. Hasil uji paritan
memperlihatkan jejak retakan gempa bumi tahun 1909, tahun 1468 dan tahun
1338. Data ini mengindikasikan perulangan gempa bumi pada segmen ini adalah
130 tahun.
Hasil studi Sesar Lembang di Jawa Barat menunjukkan bahwa Sesar Lembang
mempunyai gerakan geser sinistral. Sesar ini terbagi menjadi enam bagian. Hasil
bergerak dengan kecepatan 3-5.5 mm/th (panjang keseluruhan 29 km). Hasil uji
paritan menunjukkan bukti kejadian gempa bumi pada abad 15 (tahun 1450-
1510).
parameter karakteristik sesar aktif di tiga lokasi tersebut. Hasil perbandingan tiga
diagram alir metode ini untuk meneliti sesar aktif di daerah tropis (khususnya
untuk Indonesia). Penentuan jalur sesar aktif adalah paling penting dan signifikan
198
dalam mencapai keberhasilan studi ini. Retakan permukaan setelah kejadian
gempa bumi yang merupakan representasi jalur sesar aktif adalah cara tercepat
ini menjadi tambahan alur kerja di dalam diagram alir metoda paleoseismologi.
Survei GPR dan geolistrik terbukti dapat membantu menentukan lokasi jalur sesar
aktif tetapi uji geofisika dangkal ini harus dibuktikan dengan uji paritan. Sehingga
di dalam diagram alir metoda paleoseismologi alur ini bukan merupakan tahapan
satu arah, tetapi merupakan alur dua arah yang harus saling menguatkan. Kunci
utama metoda ini adalah bentuk morfologi sesar aktif. Hal ini dapat dihasilkan
oleh citra yang mampu menembus tutupan vegetasi dan/atau survey topografi
rinci.
Sesar Sumatra. Jalur sesar aktif perlu dipetakan menggunakan citra resolusi tinggi
(misalnya LiDAR). Identifikasi jalur sesar aktif ini digunakan juga untuk
penentuan lokasi uji paritan. Uji paritan diharapkan untuk mendapatkan rekaman
kejadian gempa bumi yang lebih baik. (2) Sesar Palukoro – Matano, Sulawesi.
pergeseran, kejadian dan siklus gempa buminya. (3) Sesar Lembang, Jawa Barat.
Di sesar ini adalah mencari tahu kejadian perulangan gempa bumi. Pekerjaan ini
memerlukan uji paritan yang berukuran besar dan dalam yang tentunya
199
200
DAFTAR PUSTAKA
201
Brown, R.D., dan Wallace, R.E., (1968): Current and historic fault movement
along the San Andreas fault between Paicines and Camp Dix, California.
In: Dickinson, W.R., Grantz, A. (Editors), Conference on Geologic
Problems of San Andreas Fault System, Proceedings. Stanford University
Publications in the Geological Sciences, Stanford, California, pp. 22-41
Burbank, D., dan Anderson, R., (2001): Tectonic Geomorphology. Blackwell
Science, Inc., 274 p pp.
California, G., (1990): Alquist-Priolo Earthquake Fault Zoning Act - Seismic
Hazards Mapping Act,
http://www.conservation.ca.gov/cgs/rghm/ap/Pages/main.aspx.
Chen, Y.-G., Chen, W.-S., Lee, J.-C., Lee, Y.-S., Lee, C.-T., Chang, H.-C., dan
Lo, C.-H., (2001): Surface Rupture of 1999 Chi-Chi Earthquake Yields
Insights on Active Tectonics of Central Taiwan. Bull. Seism. Soc. Am.,
91(5): 1-
Dam, M.A.C., (1994): The late Quaternary Evolution of The Bandung Basin,
West Java, Indonesia Vrije Universitet, Amsterdam.
Dam, M.A.C., Suparan, P., Nossin, J.J., Voskuil, R.P.G.A., dan Group, G.,
(1996): A chronology for geomorphological developments in the greater
Bandung area, West-Java, Indonesia. Journal of Southeast Asia Earth
Sciences, 12(1/2): 101-115
Daryono, M.R., Natawidjaja, D.H., dan Sieh, K., (2012): Twin Surface Ruptures
of the March 2007 M 6+ Earthquake Doublet on the Sumatran Fault.
BSSA, 102: 2356-2367.10.1785/0120110220
Daryono, M.R., dan Tohari, A., (2016): Surface Rupture and Geotechnical
Features of the July, 2 2013 Tanoh Gayo Earthquake. IJOG (inreview)
Ekstrom, G., Nettles, M., dan Dziewonski, A.M., (2012): The global CMT project
2004-2010: Centroid-moment tensors for 13,017 earthquakes. Phys. Earth
Planet. Inter., 201-202: 1-9.10.1016/j.pepi.2012.04.002
Engdahl, E.R., Villasenor, A., DeShon, H.R., dan Thurber, C.H., (2007):
Teleseismic relocation and assessment of seismicity (1918-2005) in the
region of the 2004 Mw 9.0 Sumatra-Andaman and the 2005 Mw 8.6 Nias
Island Great earthquakes. Bull. Seismol. Soc. Am., 97: S1-S19
ESRI-Mapping-Center-Team, (2010): Hillshade Tools, the Swiss Hillshade Model
and the MDOW (multi-directional oblique weighting) model.
http://mappingcenter.esri.com/index.cfm?fa=arcgisResources.gateway.
Ferry, M., Meghraoui, M., Girard, J.-F., Rockwell, T.K., Kozaci, O., Akyuz, S.,
dan Barka, A., (2004): Ground-penetrating radar investigations along the
North Anatolian fault near Izmit, Turkey: Constraints on the right-lateral
movement and slip history. Geological Society of America, 32(1): 85-
88.10.1130/G19949.1
Fitch, T., (1972): Plate convergence, transcurrent faults, and internal deformation
adjacent to southeast Asia and the western Pacific. J. Geophys. Res. ,
77((23)): 4432-4462
Freymueller, J.T., Woodard, H., Cohen, S.C., dan Etal, (2008): Active
deformation processds in Alaska, based on 15 years of GPS
measurements. . American Geophysical Union Geophysical Monograph,
179: 1-42
202
Genrich, J.F., Bock, Y., McCaffrey, R., Prawirodirdjo, L., Stevens, C.W.,
Puntodewo, S.S.O., Subarya, C., dan Wdowinski, S., (2000): Distribution
of slip at the northern Sumatran fault system. J. Geophys. Res.,
105.10.1029/2000jb900158
Grant, L., dan Sieh, K., (1994): Paleoseismic evidence of clustered earthquakes on
the San Andreas fault in the Carrizo Plain, California. J.Geophys.Res.,
99(B4): 6819-6841
Hall, R., Cottam, M.A., dan Wilson, E.J., (2011): The SE Asia Gateway: History
and Tectonics of the Australia-Asia Collision. London Geological Society,
355(Special Publication): 75-109.10.1144/SP355.5
Hamilton, W., (1978): Tectonic map of the Indonesian region. U. S. Geological
Survey/Geol. Survey Indonesia.
Hanifa, N.R., Sagiya, T., Kimata, F., Efendi, J., Abidin, H.Z., dan Meilano, I.,
(2014): Interplate coupling model off the southwestern coast of Java,
Indonesia based on GPS data in 2008-2010. Earth Planet. Sci. Lett., 401:
159-171.http://dx.doi.org/10.1016/j.epsl.2014.06.010
Hidayat, E., Brahmantyo, B., dan Yulianto, E., (2008): Analisis Endapan Sagpond
pada Sesar Lembang. Geoaplika, 3(3): 151-161
Horspool, N., Natawidjaja, D.H., Yulianto, E., Lawrie, S., dan Cummins, P.,
(2011): An Assessment on the use of High Resolution Digital Elevation
Models for Mapping Active Faults in Indonesia, Natural Hazards Impact
Project Risk and Impact Analysis Group Geoscience Australia.
Irsyam, M., Sengara, I.W., Aldiamar, F., Widiyantoro, S., Triyoso, W., Kertapati,
E., Natawidjaja, D.H., Meilano, I., Soehardjono, Asrurifak, dan Ridwan,
M., (2010): Peta Zonasi Gempa Indonesia, Kementrian Pekerjaan Umum.
Kagan, Y.Y., dan Jackson, D.D., (1999): Worldwide doublets of large shallow
earthquakes. Bulletin of the Seismological Society of America, 89: 1147-
1155
Kartadinata, M.N., Okuno, M., Nakamura, T., dan Kobayashi, T., (2002):
Eruptive History of Tangkuban Perahu Volcano, West Java, Indonesia: A
Preliminary Report. Jurnal of Geography, 111: 404-409
Katili, J.A., (1970): Large transcurrent fault in Southeast Asia with special
reference of Indonesia. Geol. Rdsch., 59(581-600)
Katili, J.A., dan Hehuwat, F., (1967): On the occurence of large transcurrent faults
in Sumatra, Indonesia. Journal of Geoscience, Osaka City University, 10:
5-17
Klinger, Y., (2010): Relation between continental strike-slip earthquake
segmentation and thickness of the crust. Journal of Geophysical Research,
115.10.1029/2009JB006550
Lettis, W.R., dan Kelson, K.I., (2000): Applying geochronology in
paleoseismology. Quarternary Geochronology: Methodes and
Applications: 479-495
Lienkaemper, J.J., (2001): 1857 Slip on the San Andreas fault southeat of
Cholame, California. Bulletin of Seismological Society of America, 91(6):
1659-1672
Madrinovella, I., Widiyantoro, S., Nugraha, A.D., dan Triastuty, H., (2012): Studi
Penentuan dan Relokasi Hiposenter Gempa Mikro Sekitar Cekungan
Bandung. Jurnal Geofisika, 2
203
Madrinovella, I., Widiyantoro, S., Nugraha, A.D., dan Triastuty, H., (2013): Studi
Mekanisme Fokus Gempa Mikro Sekitar Cekungan Bandung. Jurnal
Geofisika, 14(1)
Marjiyono, Soehaimi, A., dan Kamawan, (2008): Identifikasi Sesar Aktif Daerah
Cekungan Bandung dengan Citra Landsat dan Kegempaan. JSDG,
XVIII(2): 81-88
McCaffrey, R., (1991): Slip vectors and stretching of the Sumatran fore arc.
Geology, 19: 881-884
McCaffrey, R., (1992): Oblique plate convergence, slip vectors, and forearc
deformation. J.Geophys.Res., 97(B6): 8905-8915
McCalpin, J. (Ed.), (1996a): Paleoseismologi. Academic Press, London.
McCalpin, J. (Ed.), (1996b): Paleoseismology. International Geophysics Series.
Academic Press, San Diego.
McCalpin, J.P., dan Nelson, A.R., (2009): Introduction to Paleoseismology. In:
McCalpin, J.P. (Ed.), Paleoseismology - International Geophysics
Elsevier.
McCarthy, A., (1997): The Evolution of The Sumatran Fault System. Ph.D
Thesis, University of London
McClymont, B., (2001): Building on the edge - The Use and Development of
Land On or Close to Fault Lines. Parliamentary Commissioner for The
Environment, Wellington.
Meilano, I., Abidin, H.Z., Andreas, H., Gumilar, I., Sarsito, D., Hanifa, R., Rino,
Harjono, H., Kato, T., Kimata, F., dan Fukuda, Y., (2012): Slip Rate
Estimation of the Lembang Fault West Java from Geodetic Observation.
Journal of Disaster Research, 7(1)
Nasution, A., Kartadinata, M.N., Kobayashi, T., Siregar, D., Sutaningsih, E.,
Hadisantono, R., dan Kadarstia, E., (2004): Geology, Age Dating,
Geochemistry of the Tangkuban Perahu Geothermal Area, West Java,
Indonesia. j. Geotherm. Res. Soc. Japan, 26(3): 285-303
Natawidjaja, D., (2003): Neotectonics of the Sumatran Fault and paleogeodesy of
the Sumatran subduction zone. Ph.D Thesis, California Institute of
Technology, Pasadena, 371 pp.
Natawidjaja, D., dan Kumoro, Y., (1995): Gempa bumi tektonik di daerah Bukit
tinggi - Muaralabuh: hubungan segmentasi sesar aktif dengan gempa bumi
tahun 1926 & 1943, Annual convention of Geoteknologi-LIPI. LIPI
Natawidjaja, D.H., (2009): [1 OCT 09] BENGKULU QUAKE - FIELD
REPORT. http://www.earthobservatory.sg/media/regional-earthquake-
updates/bengkulu-quake.html
Natawidjaja, D.H., dan Daryono, M.R., (2015): The Lawanopo Fault, Central
Sulawesi, East Indonesia. 4th International Symposium on Earthquake and
Disaster Mitigation 2014 (ISEDM 2014) AIP Conf.
Proc.10.1063/1.4915009
Natawidjaja, D.H., Tohari, A., Subowo, E., dan Daryono, M.R., (2007): Western
Sumatra Earthquakes of March 6, 2007. EERI Special Earthquake Report
— May 2007
Natawidjaja, D.H., dan Triyoso, W., (2007): The Sumatran Fault Zone - From
Source to Hazard. Journal of Earthquake and Tsunami, 1(No.1): 21-47
204
Noorduyn, J., (1982): Bujangga Manik's Journeys through Java: Topographycal
Data from an Old Sundanese Source. Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Volkenkunde, Deel 138, 4de Afl.: 413-442
Noorduyn, J., dan Teeuw, A., (2009): Tiga Pesona Sunda Kuna (Three Old
Sundanese Poems). PT. Dunia Pustaka Jaya, Bogor.
Ota, Y., Azuma, T., dan Kobayashi, M., (1997): Monitoring degradation of the
1995 Nojima earthquake fault scarps at Awaji Island, southwestern Japan.
J.Geodynamics, 24(1-4): 185-205
Plafker, G., Gilpin, L.M., dan Lahr, J.C., (1994): Neotonic Map of Alaska. In:
Plafker, G.a.B., H. C. (Ed.), The Geology of Alaska. Geological Society of
America, Boudler, CO, pp. pl. 12.
Prawirodirdjo, L., Bock, Y., Genrich, J.F., Puntodewo, S.S.O., Rais, J., Subarya,
C., dan Sutisna, S., (2000): One century of tectonic deformation along the
Sumatran fault from triangulation and Global Positioning System surveys.
J. Geophys. Res., 105.10.1029/2000jb900150
Prawirodirdjo, L., Bock, Y., McCaffrey, R., Genrich, J., Calais, E., Stevens, C.,
Puntodewo, S., Subarya, C., Rais, J., Zwick, P., dan Fauzi, (1997):
Geodetic observations of interseismic strain segmentation at the Sumatra
subduction zone. Geophys. Res. Letts. , 24((21)): 2601-2604
Public-Work-Team, (1999): Peta orientasi ruang geografis Propinsi Sulawesi
Tengah., Proyek peningkatan pembinaan dan pengembangan informasi
literal dan spasial tahun anggaran 1998/1999. Indonesian Public Work,
Indonesia.
Purbohadiwidjojo, M., (1955): Disekitar Nama Gunung Tangkubanperahu,
Bahasa & Budaya
Rangin, C., Pichon, X.L., Mazzotti, S., Pubellier, M., Chamot-Rooke, N., Aurelio,
M., Walpersdorf, A., dan Quebral, R., (1999): Plate convergence measured
by GPS across the Sundaland/Philippine Sea Plate deformed boundary: the
Philippines and eastern Indonesia. Geophys. J. Int., 139: 296-316
Ratman, N., dan Atmawinata, S., (1993): Geological Map of The Mamuju
Quadrangle, Sulawesi. Geological Research and Development Centre,
Bandung - Indonesia.
Rockwell, T., Ragona, D., Seitz, G., Langridge, R., Aksoy, M.E., Ucarkur, G.,
Ferry, M., Meltzner, A.J., Klinger, Y., Meghraoui, M., Satir, D., Barka, A.,
dan Akbalik, B., (2009): Paleoseismology of the North Anatolian Fault
near the Marmara Sea: implications for fault segmentation and seismic
hazard. The Geological Society of London, 316(Special Publications ): 31-
54.10.1144/SP316.3
Rusmana, E., Sukido, Haryono, E., dan Simandjuntak, T.O., (1993): Geological
Map of The Lasusua-Kendari Quadrangles, Sulawesi. Geological Research
and Development Centre, Bandung - Indonesia.
Saroglu, F., Emre, O., dan Kuscu, I., (1992): Active Fault Map of Turkey. General
Directorate of Mineral Research and Exploration, Ankara.
Sarsito, D.A., (2010): Pemodelan Geometrik dan Kinematik Kawasan Sulawesi -
Kalimantan Timur berdasarkan data GNSS-GPS dan gaya berat global,
Institut Teknologi Bandung.
205
Shyu, B., Sieh, K., Chen, Y.-G., dan Liu, C.-S., (2005): Neotectonic architecture
of Taiwan and its implications for future large earthquakes. Journal of
Geophysical Research, 110
Sidarto, dan Bachri, S., (2013): Struktur Geologi dan Tektonik. In: Surono,
Hartono, U. (Eds.), Geologi Sulawesi. LIPI Press, Jakarta, pp. 277-302.
Sieh, K., (1979): Prehistoric large earthquakes produced by slip on the San
Andreas fault at Pallett Creek, California. In: Abbott, P.L. (Ed.),
Geological Excursions in the Southern California Area. Dept. of
Geological Sciences, San Diego State University, San Diego, California,
pp. 59-66.
Sieh, K., Bock, Y., Edwards, L., Taylor, F., Gans, P., dan Zachariasen, J., (1994):
Active tectonics of Sumatra. Geological Society of America, 26(GSA
abstracts with programs): A-382
Sieh, K., dan Natawidjaja, D., (2000): Neotectonics of the Sumatran fault,
Indonesia. J. Geophys. Res., 105((B12)): 28295-28326
Silitonga, P.H., (1973): Geologic Map of the Bandung Quadrangle, Java.
Geological Survey of Indonesia, Ministry of Mines, Bandung.
Simandjuntak, T.O., Rusmana, E., Supandjono, J.B., dan Koswara, A., (1993):
Geological Map of Bungku Quadrangle, Sulawesi. Geological Research
and Development Centre, Bandung - Indonesia.
Simandjuntak, T.O., Rusmana, E., Surono, dan Supandjono, J.B., (1991):
Geological Map of Malili Quadrangle, Sulawesi. Geological Reseach and
Development Centre, Bandung - Indonesia.
Simandjuntak, T.O., Surono, dan Supandjono, J.B., (1997): Geological Map of
Poso Quandrangle, Sulawesi. Geological Research and Development
Centre, Bandung - Indonesia.
Slemmons, D.B., (1995): Complications in making paleoseismic evaluations in
the Basin and Range Province, Western United States. In: Serva, L. (Ed.),
Perspectives in Paleoseismology. Peanut Butter Publishing, Seattle,
Washington, Seattle, pp. 19-34.
Socquet, A., Simons, W., Vigny, C., McCaffrey, R., Subarya, C., Sarsito, D.,
Ambrosius, B., dan Spakman, W., (2006): Microblock rotations and fault
coupling in SE Asia triple junction (Sulawesi, Indonesia) from GPS and
earthquake slip vector data. Journal of Geophysical Research,
111(B08409).10.1029/2005JB003963
Stone, E.M., Arrowsmith, J.R., Rhodes, D.D., dan Grant, L.B., (1998): Fault zone
geometry and historic displacement along the Cholame segment of the San
Andreas Fault, southern California. EOS Trans. AGU, 79(45 612)
Stuiver, M., Robinson, S.W., dan Yang, I.C., (1979): 14 C dating to 60,000 years
B.P. with proportional counters. In: Berger, R., Suess, H.E. (Eds.),
Radiocarbon Dating, Proceedings of the Ninth International Conference,
Los Angeles and La Jolla, 1976. University of California Press, Berkeley,
pp. 202-215.
Sukamto, R., (1975): Geologic Map of Indonesia, Ujung Pandang Sheet.
Geological Survey of Indonesia, Bandung - Indonesia.
Sukamto, R., Sumadirdja, H., Suptandar, T., Hardjoprawiro, S., dan Sudana, D.,
(1973): Reconnaissance Geological Map of The Palu Quadrangle,
Sulawesi. Geological Research and Development Centre.
206
Sukido, Sukarna, D., dan Sutisna, K., (1993): Geological Map of The Pasangkayu
Quadrangle, Sulawesi. Geological Reseach and Development Centre,
Bandung-Indonesia.
Sulaeman, C., (2011): Laporan Tanggap Darurat Gempabumi Muril M3 Tanggal
28 Agustus 2011, PVMBG - ESDM, Bandung.
Sulaeman, C., dan Hidayati, S., (2011): Gempa Bumi Bandung 22 Juli 2011.
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, 2(3): 185-190
Surono, (2013): Geologi Lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi - Kementrian
Energi dan Sumberdaya Mineral.
Sutoyo, dan Hadisantono, R., (1992): Geological map of Tangkuban Parahu
volcano, West Java, Bandung, Indonesia.
Tjia, H.D., (1968): The Lembang Fault, West Java. Geologie En Mijnbouw, 47
(2): 126-130
Untung, M., Buyung, N., Kertapati, E., Undang, dan Allen, C.R., (1985): Rupture
Along the Great Sumatran Fault, Indonesia, During the Earthquakes of
1926 and 1943. Bull. Seismol. Soc. Am., 75(1): 313-317
USGS, (2012): Magnitude/Intensity Comparison, 2012,
http://earthquake.usgs.gov/learn/topics/mag_vs_int.php.
USGS, (2015): Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) 1 Arc-Second Global,
February 2015, https://lta.cr.usgs.gov/SRTM.
Van Bemmelen, R., (1949): The Geology of Indonesia. Government Printing
Office, The Hague, Netherlands, 732 pp.
Vedder, J., dan Wallace, R., (1970): Map showing recently active breaks along the
San Andreas and related faults between Cholame Valley and Tejon Pass,
California. U. S. Geological Survey, Washington, D.C.
Vigny, C., Perfettini, H., Walpersdorf, A., Lemoine, A., Simons, W., Loon, D.,
Ambrosius, B., Stevens, C., McCaffrey, R., Morgan, P., Bock, Y.,
Subarya, C., Manurung, P., Kahar, J., Abidin, H.Z., dan Abu, S.H., (2002):
Migration of seismicity and earthquake interactions monitored by GPS in
SE Asia triple junction: Sulawesi, Indonesia. Journal of Geophysical
Research - Solid Earth, 107
Visser, S.W., (1922): Inland and Submarine epicentra of Sumatra and Java
earthquakes. Koninklijk Magnetisch en Meteorologisch Observatorium te
Batavia, Verhandelingen no.9: 1-14
Wallace, R.E., (1981): Active faults, paleoseismology, and earthquake hazards in
the western United States. In: Simpson, D.W., Richards, P.G. (Eds.),
Earthquake Prediction--An International Review. Maurice Ewing Series.
AGU, Washington, D.C., pp. 209-216.
Wallace, R.E., (1986): Studies in Geophysics - Active tectonics. National
Academic Press, Washington D.C.
Walpersdorf, A., Vigny, C., Subarya, C., dan Manurung, P., (1998): Monitoring
of the Palu-Koro Fault (Sulawesi) by GPS. Geophys. Res. Lett., 25: 2313-
2316
Wang, Y., Sieh, K., Tun, S.T., Lai, K.-Y., dan Myint, T., (2014): Active tectonics
and earthquake potential of the Myanmar region. Journal of Geophysical
Research: Solid Earth, 119: 3767-3822.10.1002/2013JB010762
Wells, D.L., dan Coppersmith, K.J., (1994): New Empirical Relationships Among
Magnitude, Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area, and Surface
207
Displacement. Bulletin of the Seismological Society of America, 84(4):
974-1002
Wesnousky, S.G., (2006): Predicting the endpoints of earthquake ruptures.
Nature, 444(7117): 358-360
Wichmann, A., (1918): Die Edbeben des Indischen Archipels bis zum Jahre 1857.
Verhandlingen der Koninklijke Akademie van Wetenschappen te
Amsterdam (Tweede Sectie). Deel XX. No. 4. Johannes Müller,
Amsterdam. [In German.].
Yeats, R.S., Sieh, K., dan Allen, C.R., (1997a): The Geology of Earthquakes.
Oxford University Press, New York.
Yeats, R.S., Sieh, K.E., dan Allen, C.R., (1997b): The geology of earthquakes.
Oxford Univ. Press, New York.
Yudhistira, E., (2010): Legenda Sangkuriang Sakti. In: Ikranegara, T. (Ed.), Cerita
Rakyat Jawa Barat. Sandro Jaya, Jakarta.
Ziony, J.I., (1985): Evaluation earthquake hazard in the Los Angeles region; an
earth-sciece perspective, USGS.
208