Anda di halaman 1dari 7

NAMA : WAHDAH

NIM : 2010111120013
KELAS : A1
MK SEJARAH LOKAL

SOAL
1) Bagaimana saudara meningkatkan kepedulian akan pentingnya menigkatkan
kesadaran sejarah lokal bagi.
a. Masyarakat
b. Guru/Peserta didik
c. Mahasiswa
d. Pelajar
2) Menulis sejarah lokal tidak berbeda dengan menulis sejarah pada umumnya,
persoalannya terletak pada unsur-unsur lokalitasnya yang menuntut beberapa
kategori agar kajian sejarah lokal menjadi menarik. Jelaskan pendapat saudara !
3) Seiring dengan berjalannya era demokratisasi dan otonomi daerah, dimana daerah
ingin mengaktualisasi diri, maka penulisan sejarah lokal menjadi urgen. Jelaskan
mengapa demikian !
4) Karakteristik sejarah lokal dengan cakupan lokalitasnya masing-masing menuntut
pendekatan yang lebih tajam. Mengapa Prof. Sartono Kartodirdjo
merekomendasikan ilmu sosial sebagai alternative pendekatan dalam kajian sejarah
local ?
5) Mengapa persoalan sumber sejarah masih menjadi tantangan terberat dari
sejarawan yang ingin mengkaji sejarah lokal, bagaimanakah kontribusi sejarah lisan
terhadap persoalan tersebut?

JAWABAN:
1. Dimana meningkatkan kesadaran sejarah untuk seluruh masyarakat, khususnya
anak muda dan pelajar. Sadar sejarah itu penting, bisa membuat orang manjadi arif
dan bijaksana. Apalagi sejarah lokal, bagi wilayah tertentu, anak-anak harus
memahami sejarah lokalnya, karena itu menjadi identitas, ini juga menjadi triger
dan pemantik bagi seluruh pelajar, siswa, serta generasi muda agar lebih semangat
menggali sejarah lokalnya.Adapun beberapa cara untuk meningkatkan kepedulian
akan pentingnya meningkatkan kesadaran sejarah lokal yakni bagi:
a. Masyarakat, sejarah lokal tetap memiliki arti yang sangat penting bagi komunitas
masyarakat yang tinggal di wilayah geografis tertentu. Adapun meningkatkan
kepedulian akan kesadaran sejarah lokal bisa dengan menggalakkan sebuah
kebiasaan bahwasanya pentingnya sebuah pengalaman yang bersejarah serta
berharga untuk ditulis, karena rendahnya masyarakat kita untuk hal ini, sebagai
sumber tertulis yang nantinya akan berguna, tanpa disadari berkontribusi untuk
sejarawan.
b. Guru/Peserta didik, dengan meningkatkan kepedulian nya berupa siswa dan guru
bisa menerapkan kebiasaan menulis terkait sejarah lokal sendiri, contoh
dikalimantan selatan, dikembangkan dan bisa dijadikan tulisan untuk daerah sendiri,
dengan memperkenalkan budaya yang ada. Dengan melestarikan kekayaan atau apa
yang menjadi ciri khas kita yang mungkin tidak dimilki oleh orang lain.
c. Mahasiswa, dengan cara memperkenalkan sejarah lokalnya didaerah sendiri, seperti
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan berbau sejarah dilingkungan kampus seperti
seminar-seminar, berbangga hati bahwa sejarah lokal yang ada di wilayah kita
sendiri saat penting untuk di ulas dan dijadikan bacaan untuk siapa saja.
d. Pelajar, dengan cara mempelajari sejarah lokal inilah diajak untuk menelaah
keterkaitan kehidupan yang di alami diri masyarakat dan berbangsa, sehingga
mereka tumbuh menjadi generasi muda yang memiliki kesadaran akan sejarah
dalam dirinya, mendapatkan inspirasi ataupun hikmah dari kisah-kisah para
pahlawan yang ada didaerah nya sendiri, yang pada akhirnya dapat mendorong
terbentuknya suatu pola berfikir yang mengubah kearah berfikir secara rasional
kritis-empiris, dan tidak kalah pentingnya dari pembelajaran sejarah lokal yang
dapat mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang tumbuh
pada dirinya.
Sumber:
-Safira, IL (2021). PERAN PENTING SEJARAH LOKAL SEBAGAI
PEMBENTUKAN KESADARAN SEJARAH SISWA.
-Wulandari, Triana. 2019. Upaya Meningkatkan Kesadaran Sejarah. Tautan:
https://sultengraya.com (diakses 18 Mei 2022)

2. adapun menurut literatur yang saya baca, dimana sebagian mengatakan bahwa
sejarah lokal sama dengan sejarah daerah tertentu atau sejarah suku bangsa dan
etnik tertentu, sedangkan yang lain membatasi lingkup sejarah lokal pada aspek
sosio-kulturalnya. Di luar persoalan kepastian dan pemaknaan historis, penulisan
sejarah lokal juga dihadapkan pada unsur kewajaran sejarah (fairness) yang bersifat
non-akademik. Sejarah lokal sendiri adalah sejarah tentang daerah tertentu yang
biasanya kita kenal dengan sebutan babad, riwayat, hikayat, dan lain-lain berisikan
tentang asal-usul daerahnya yang terkadang prinsip penulisan dengan menggunakan
sumber yang sesuai sering diabaikan. Tradisi penulisan sejarah di atas masih
terbilang amatiran oleh para ahli sejarawan karena dianggap kurang bermutu dalam
hal disiplin ilmu sejarah. Sejarah lokal bisa dikatakan sebagai suatu bentuk
penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas meliputi suatu lokalitas tertentu
dalam artian terbatasnya lingkup tersebut yang dikaitkan dengan unsur wilayah
(spasial). Sehingga adanya unsur-unsur lokalitas dalam sejarah lokal dipengaruhi
oleh wilayah dan suatu wilayah identik dengan kebudayaan, etnik, bahasa yang
nantinya mempengaruhi proses kajian penulisan sejarah lokal dimana kita merujuk
pada pengertian di atas, untuk bisa memberikan sebuah kajian semenarik mungkin
dengan memperhatikan unsur-unsur lokalitas ini, serta sejarah lokal lebih
membahas kepada sejarah yang ada di wilayah tersebut dan masih dipengaruhi oleh
unsur-unsur lokalitas tadi yang berupa babad, hikayat, dan lain-lain. Sehingga, bisa
dibilang bahwa sejarah lokal sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur lokalitas di atas
dan pastinya sejarah lokal tidak akan lepas dari unsur-unsur tersebut.
Sumber:
-Widya, I Gde. 1989. Sejarah Lokal suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah.
Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

3. karena dengan adanya otonomi daerah, maka suatu provinsi memiliki pengakuan
yang berbeda secara kultural baik dari seni, bahasa, suku, agama, maupun
sejarahnya. Sehingga, dari penjelasan di atas, menurut saya seiring dengan
berjalannya era demokratisasi dan otonomi daerah membuat daerah-daerah tersebut
ingin mengaktualisasikan diri sehingga sejarah lokal menjadi sangat penting karena
dengan adanya aktualisasi diri suatu daerah, maka daerah tersebut minimal harus
mempunyai keunggulan yang terdapat dalam wilayah tersebut entah itu dari aspek
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, maupun keamanan. Contohnya bisa
kita lihat seperti dalam kesenian Reog di Ponorogo dimana kesenian tersebut hanya
ada di wilayah Ponorogo. Hal tersebut mencerminkan salah satu kelebihan atau
aktualisasi diri dari wilayah Ponorogo dalam hal sosial budaya yang didalamnya
terdapat sejarah yang membahas atau berkaitan dengan sejarah munculnya kesenian
Reog di Ponorogo. Sejarah tersebut merupakan sejarah lokal yang tidak ditemui di
wilayah lain dan dalam perkembangan budayanya sendiri juga disesuaikan dengan
otonomi daerah tersebut sehingga kebijakan pemerintah di wilayah ini berbeda
dengan kebijakan wilayah atau daerah lainnya.
Sumber:
-Marbun, B. 2005. Otonomi Daerah 1945 2005: Proses dan Realita Perkembangan
Otda sejak Zaman Kolonial sampai Saat ini. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

4. karena Ilmu Sosial merupakan salah satu rumpun ilmu yang mengkaji aspek-aspek
kehidupan manusia, peristiwa dan lingkungannya. Ilmu sosial sendiri dalam
kaitannya dengan kajian sejarah ialah pembahasan suatu peristiwa sejarah namun
dengan sudut pandang dari ilmu sosial sehingga sejarah memiliki banyak aspek
ditinjau dari pendekatan ilmu yang digunakan. Sartono Kartodirdjo merupakan
sejarawan Indonesia yang menggunakan disiplin tersebut dalam studinya yang
kemudian diterbitkanya itu buku Pemberontakan Petani Banten 1888. Sartono
Kartodirdjo juga merupakan yang pertama kali memperkenalkan pendekatan
multidimensional atau social scientific (ilmu sosial) dalam mengkaji peristiwa
sejarah yang mempunyai permasalahan tersebut. Karya Sartono yang berjudul
Pemberontakan Petani Banten 1888 merupakan obyek penelitian Sartono dengan
menggunakan pendekatan multidimensional.
Sumber:
-Rofik, M. A. (2017). Pendekatan ilmu sosial dalam historiografi Indonesia
menurut perspektif Sartono Kartodirdjo: kajian terhadap buku pemberontakan
petani Banten 1888 (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Malang).

5. karena seperti yang kita ketahui sendiri bahwa di masa lampau melalui cerita yang
diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Sumber sejarah sendiri
ada yang berbentuk primer maupun sekunder dimana nantinya memunculkan tradisi
lisan dengan tradisi tulisan. Ketika sejarawan ingin melakukan penelitian atau
penulisan sejarah lokal, terlebih dahulu menemukan sumber-sumber yang dapat
dipercaya dan relevan dengan permasalahan yang diajukan, baik sumber tertulis
(dokumen/arsip) sezaman, sumber lisan dari orang yang mengalami, maupun
sumber-sumber lainnya berupa artefak seperti monumen, bangunan fisik, tradisi
lisan, dan situs-situs peninggalan masa lalu. Tentu memerlukan sumber sejarah
yang relevan, bisa dipertanggungjawabkan ketika mengkaji sejarah lokal. Menurut
literatur yang saya baca, adanya ketersediaan sumber, keterbacaannya, dan
kemampuan memahami isinya adalah hal yang perlu diperhatikan. Sumber sejarah
lokal sebagian berupa sumber tertulis seperti naskah (babad, hikayat, kronik,
tambo), tradisi lisan (folklore) dan artefak/situs. Selain terbatas jumlahnya,
keberadaan naskah sebagai produk budaya lokal tidak selalu ditemukan di tempat di
mana naskah itu dibuat. Hal ini dilihat dari terbatasnya sumber yang ada, khususnya
untuk sejarah lokal, seperti yang kita tahu bahwa penulisan sejarah lokal masih
jarang dijumpai adanya tulisan tentang sejarah lokal yang disusun sebagai bahan
bacaan bagi siswa setempat, kebanyakan masih dalam bentuk laporan penelitian
dosen dan penelitian mahasiswa meliputi: skripsi, tesis, maupun disertasi. Sebagain
besar masih tersimpan di perpustakaan masing-masing perguruan tinggi yang
bersangkutan, jarang yang kemudian diterbitkan agar hasil penelitian tersebut dapat
dibaca secara luas oleh siapa saja.

Adapun kontribusi sumber lisan, seperti yang kita tahu, khususnya sejarah lokal,
memang dalam menggali dan mengembangkan materi sejarah lokal di Indonesia
tidak dapat dilepaskan dari apa yang namanya sumber lisan. Sumber jenis ini juga
memiliki potensi besar dalam menggali masa lalu Indonesia, sehingga mampu
menghadirkan suatu penulisan sejarah (historiografi) alternatif. Pada kenyataannya
melalui kerja sejarah lisan, wawancara yang dilakukan mampu mendokumentasikan
aspek-aspek tertentu dari pengalaman sejarah yang cenderung hilang dalam sumber
lainnya, seperti hubungan personal di dalam rumah tangga atau kehidupan keluarga
dan persepsi subjektif seseorang atau kelompok terhadap sebuah pengalaman
historis. Para penutur tidak hanya menceritakan kembali masa lalu, tetapi juga
membuat penilaian atau interpretasi sendiri terhadap masa lalu. Sementara itu,
pewawancara mampu memberdayakan setiap individu atau kelompok melalui
proses mengingat dan menginterpretasi kembali masa lalu. Serta, terkait rendahnya
kesadaran masyarakat untuk menyadari pentingnya pengalaman-pengalaman yang
ada untuk ditulis, sehingga masyarakat yang mempunyai ingatan memori akan
pengalaman penting di masa lalu bisa dituangkan dalam tulisan, namun masih
sedikit nyatanya. Sehingga ketika sejarawan melakukan sebuah wawancara untuk
penulisan sejarah lokal, kebanyakan ditemukan berupa sumber lisan, adanya
sumber-sumber sejarah lokal lainnya seperti sumber tertulis dan sumber benda
relatif terbatas keberadannya. Sumber lisan menggunakan ingatan masyarakat yang
ada untuk memperoleh informasi. Melalui sumber yang paling banyak tersedia
yakni sumber lisan, penelitian dan penulisan sejarah lokal bisa tetap dilaksanakan,
disamping sumber lainnya terbatas seperti sumber tertulis di suatu daerah bisa saja
sama sekali tidak didapati. Khusus sejarah lisan sangat tergantung pada narasumber
yang masih hidup, butuh kerja keras dan segera untuk mengumpulkan memori yang
masih ada, dimana tantangan mengenai usia, kesehatan dari para narasumber
menjadi perhatian penting dalam mengorek informasi. Pengalaman masyarakat di
lingkungan tertentu (lokal) masih banyak tersimpan dalam memori kolektif mereka,
karena sebagian besar dari masyarakat (Indonesia) memang belum memiliki
kesadaran tinggi untuk menuliskan pengalamannya. Kondisi ini diharapkan tidak
menyurutkan semangat untuk melakukan penelitian atau menuliskan sejarah lokal
di berbagai tempat di Indonesia.
Sumber:
-Miftahuddin. 2020. Metodologi Penelitian Sejarah Lokal. Yogyakarta: UNY Press
-Warto, W. (2017). Tantangan Penulisan Sejarah Lokal. Sejarah Dan Budaya:
Jurnal Sejarah, Budaya, Dan Pengajarannya, 11(1), 123-129.
-Winarti, Murdiyah. (2017). Dosen Sejarah Lokal di Indonesia: Harapan dan
Tantangan. Tautan: http://sejarah.upi.edu/artikel/dosen/sejarah-lokal-di-indonesia-
harapan-dan-tantangan/. (diakses 18 mei 2022)

Anda mungkin juga menyukai