Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

INFEKSI NOSOKOMIAL
Dosen Pengampu : Yoga Triwijayanti,SKM.,MKM

Disusun Oleh :
FATIMAH AZ ZAHRA
ENITA SOVIA
PUTRI LIANI

POLTEKKES KEMENTRIAN KESEHATAN


TANJUNGKARANG

TA 2021/ 2022

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


Mikroorganisme yang dapat menyebar misalnya., H.influenzae dan

meningitis oleh N.meningitides; M.pneumoniae, flu, mumps, dan virus

rubella. Kondisi–kondisi lainnya mencakup difteri, pertussis, wabah

pneumonia, dan faringitis streptokokus (scarlet fever pada bayi dan anak

kecil).

Droplet precautions lebih sederhada dibandingkan dengan airborne

precautions karena partikel–partikelnya berada di udara dalam waktu yang

relatif singkat dan berpindah dalam jarak yang pendek, oleh karena itu, harus

terjadi kontak yang berdekatan antara sumber dan pejamu yang rentan untuk

terjadinya infeksi.

Tabel 3. Standard Precautions untuk pasien yang diketahui atau


dicurigai terinfeksi mikroorganisme yang menyebar melalui droplet
partikel besar (> 5μm)

- Kamar pribadi; pintu kamar dapat dibiarkan


PENEMPATAN PASIEN terbuka
- Jika kamar pribadi tidak tersedia, pasien
ditempatkan dalam ruangan yang sama
dengan pasien dengan infeksi aktif oleh
mikroorganisme yang sama, namun tidak
bersama pasien dengan infeksi lain
(cohorting)
- Jika kedua pilihan di atas tidak tersedia,
pertahankan jarak antar pasien sejauh
paling sedikit 1 meter

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


- Gunakan masker ketika berada dalam jarak
PERLINDUNGAN 1 meter dari pasien
RESPIRATOSI
- Batasi transpor pasien hanya untuk
TRANSPOR PASIEN keperluan – keperluan penting.
- Selama transpor, pasien harus memakai
masker bedah
- Kabari daerah yang akan menjadi tujuan

4.Vehicles
Melalui makanan dan minuman, peralatan dan obatan yang

terkontaminasi mikroorganisme penyebab infeksi.

5.Vektor
Melalui serangga sebagai pembawa infeksi seperti lalat dan nyamuk.

2.3 Pencegahan infeksi nosokomial

Berikut adalah pengertian-pengertian yang perlu diketahui dalam

pencegahan infeksi menurut Hidayat (2006), yaitu :

a.Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan.istilah

ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk

mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan

besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


menghilangkan jumlah mikroorganisme,baik pada permukaan benda hidup

maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.

b.Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh

lainnya.

c.Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani

oleh petugas kesehatan secara aman,terutama petugas pembersihan medis

sebelum pencucian dilakukan contohnya adalah meja pemeriksaan,alat-alat

kesehatan, dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan

tubuh di saat prosedur bedah/tindakan dilakukan.

d.Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau

setiap benda asing seperti debu dan kotoran.

e.Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri,

jamur, parasite, dan virus) termasuk bakteri endospore dari benda mati

f.Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua)

mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi

dilakukan dengan merebus atau menggunakan larutan kimia. Tindakan ini

dapat menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri

endospore.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


A.Cara pencegahan infeksi (Kewaspadaan Isolasi)

Berikut cara pencegahan infeksi menurut Salawati (2012), yaitu :

a. Mencuci tangan

Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir dan dengan

sabun yang digosokkan selama 15 sampai 20 detik. Mencuci tangan dengan

sabun biasa dan air bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan

sabun antimikroba. Ada beberapa kondisi yang mengharuskan petugas

kesehatan menggunakan sabun antiseptik ini, yaitu saat akan melakukan

tindakan invasif, sebelum kontak dengan pasien yang dicurigai mudah

terkena infeksi (misalnya: bayi yang baru lahir dan pasien yang dirawat di

ICU).

b. Penggunaan alat pelindung diri

Alat pelindung diri yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang

telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus oleh cairan.

• Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan

penyakit dan dapat melindungi pasien dari mikroorganisme yang

terdapat di tangan petugas kesehatan.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


• Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh

memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan, juga menahan cipratan

yang keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara, bersin dan batuk.

• Pelindung mata dan wajah harus dipakai pada prosedur yang memiliki

kemungkinan terkena percikan darah atau cairan tubuh. Pelindung mata

harus jernih, tidak mudah berembun, tidak menyebabkan distorsi, dan

terdapat penutup disampingnya.

• Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit

petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Gaun pelindung juga harus

dipakai saat ada kemungkinan terkena darah, cairan tubuh.

• Apron terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air

sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Apron harus

dikenakan dibawah gaun pelindung ketika melakukan perawatan

langsung pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur

saat terdapat risiko terkena tumpahan darah dan cairan tubuh.

B.Praktik keselamatan kerja

Praktik keselamatan kerja berhubungan dengan SOP (standar operasional

prosedur) pemakaian instrumen tajam seperti jarum suntik, dll.

C.Perawatan pasien

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


Perawatan pasien yang sering dilakukan meliputi tindakan: pemakaian

kateter urin, pemakaian alat intravaskular, transfusi darah, pemasangan selang

nasogastrik, pemakaian ventilator dan perawatan luka bekas operasi.

Kateterisasi kandung kemih membawa risiko tinggi terhadap infeksi

saluran kemih (ISK). Penggunaan alat intravaskular untuk memasukkan

cairan steril, obat atau makanan serta untuk memantau tekanan darah sentral

dan fungsi hemodinamik meningkat tajam pada dekade terakhir. Transfusi

darah memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan penggunaan pemberian

pengobatan melalui pembuluh darah. Terdapat risiko serius bagi pasien yang

menerima transfusi darah. Prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial dan komplikasi transfusi meliputi: transfusi dilakukan jika

dibutuhkan, seleksi donor potensial secara penuh untuk menghindari

penularan infeksi serius, donor darah diambil secara aseptik dan dengan

sistem tertutup, simpan darah pada suhu yang tepat, pastikan darah cocok agar

tidak membahayakan penerima donor, terapkan teknik aseptik saat melakukan

transfusi, pantau tanda vital dan reaksi pasien serta hentikan transfusi jika

reaksi berlawanan.

D.Penggunaan antiseptic

Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan terutama pada

tindakan bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau tindakan

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


invasif lainnya. Instrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-

barang lain yang digunakan kembali dapat diproses dengan dekontaminasi,

pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk

mengendalikan infeksi.

E.Dekontaminasi

Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua tindakan pencegahan dan

pengendalian yang sangat efektif meminimalkan risiko penularan infeksi.

Proses pembersihan penting dilakukan karena tidak ada prosedur sterilisasi

dan DTT yang efektif tanpa melakukan pembersihan terlebih dahulu.

Pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan sabun cair dan air untuk

membunuh mikroorganisme. Sterilisasi harus dilakukan untuk alat-alat yang

kontak langsung dengan aliran darah atau cairan tubuh lainnya dan jaringan.

Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap bertekanan tinggi

(autoclafe), pemanasan kering (oven), sterilisasi kimiawi dan fisik.

2.2 PENGOBATAN
Infeksi nosokomial merupakan supra infeksi pada seorang pasien.

Umumnya kuman penyebab infeksi nosokomial adalah kuman yang sudah

resisten terhadap banyak antibotik. Sebelum ada hasil kultur, pengobatan

sudah bisa dimulai, bila sudah ada hasil kultur antibiotik bisa diubah

seperlunya. Golongan betalaktam antara lain cephalosporin, cefoperazone

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


(cefobid) IM / IV tiap 12 jam dapat dipakai meski ada gangguan ginjal dan

neutropenia. Betalaktam yang masih efektif terhadap kuman Pseudomonas

misalnya cefoperazone.

Bila setelah 3 hari masih demam dengan pemakaian cefoperazone

dan penyakit makin berlanjut, boleh dikombinasikan dengan Vancomycine.

Bila setelah 7 hari masih demam dan ada tanda-tanda kandidiasis sistemik,

mulailah terapi antifungal (oral atau IV). Jangan lupa untuk menduga

kateter sebagai sumber infeksi, kalau begitu maka kateter harus dicabut

dan diganti dengan yang baru dan steril. Selain cefalosporine, quinolone

baru misalnya norfloxacin juga telah digunakan sebagai profilaksis pada

pasien neutropenia, tapi penggunaan obat ini secara luas untuk profilaksis

dapat mempercepat timbulnya kuman E.coli yang resisten dengan

norfloxacin.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nosokomial berasal dari Bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya

penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk

untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai

infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit. Infeksi nosokomial saat ini

merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity)

dan angka kematian (mortility) di rumah sakit sehingga dapat menjadi

masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju.

Infeksi ini dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan saat

ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian.Usaha yang

dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi

mikroorganisme dari lingkungan rumah sakit yaitu dengan mencuci tangan,

penggunaan alat pelindung diri, praktik keselamatan kerja, perawatan pasien,

dan penggunaan antiseptic serta dekontaminasi.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


3.2 Saran
Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan makalah ini.

Segala koreksi dan saran demi kesempurnaan laporan ini penulis harapkan

sebagai bentuk kepedulian bagi yang ingin meneliti kekeliruan,sebagai bahan

untuk memperbaiki dari apa yang telah disusun. Sehingga mudah-mudahan

kedepannya bisa lebih baik.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


DAFTAR ISI

1. DAFTAR ISI ………………………………………………………….i

2. BAB I PENDAHULUAN …………………………………................3

1.1 Latar Belakang ……………………………...……..…….….3

3. BAB II PEMBAHASAN …………………………………….....….4

2.1 Definisi Infeksi Nosokomial …………………………………...4

2.2 Faktor yang Memengaruhi Infeksi ………………….................4

2.3 Proses Terjadinya Infeksi ……………………………………....4

2.4 Pencegahan Infeksi Nosokomial ..................................................4

4. BAB III PENUTUP ……………………………………………...….5

3.1 Kesimpulan ...………………………………………….......5

3.2 Saran ………….…................................................................5

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses

asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari

Bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya

merawat. Nosokomion berarti tempat untuk untuk merawat/rumah sakit. Jadi,

infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi

di rumah sakit

Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya

angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortility) di rumah sakit

sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang

maupun di negara maju. Infeksi ini dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh

Semmelweis dan saat ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian

(Nasution, 2012). Infeksi nosokomial tidak hanya merugikan penderita, tetapi

juga merugikan pihak rumah sakit serta perusahaan atau pemerintah dimana

penderita bekerja.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses

asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari

Bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya

merawat. Nosokomion berarti tempat untuk untuk merawat/rumah sakit. Jadi,

infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi

di rumah sakit (Darmadi, 2008).

Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya

angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortility) di rumah sakit

sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang

maupun di negara maju. Infeksi ini dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh

Semmelweis dan saat ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian

(Nasution, 2012). Di Indonesia, RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan

RSUD dr. Soetomo Surabaya, pada tahun 1983-1984 mulai aktif meneliti dan

menangani infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial tidak hanya merugikan

penderita, tetapi juga merugikan pihak rumah sakit serta perusahaan atau

pemerintah dimana penderita bekerja (Darmadi, 2008).

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


Penelitian yang dilakukan National Nosokomial Infections Surveillance

(NNIS) dan Centers of Disease Control and Prevention’s (CDCP’s) pada tahun

2002 melaporkan bahwa 5 sampai 6 kasus infeksi nosokomial dari setiap 100

kunjungan ke rumah sakit. Diperkirakan 2 juta kasus infeksi nosokomial terjadi

setiap tahun di Amerika Serikat. Penelitian di berbagai universitas di Amerika

Serikat menyebutkan bahwa pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU)

mempunyai kecenderungan terkena infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi

dari pada pasien yang dirawat diruang rawat biasa. Infeksi nosokomial banyak

terjadi di ICU pada kasus pasca bedah dan kasus dengan pemasangan infus dan

kateter yang tidak sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan

pengendalian infeksi yang diterapkan di rumah sakit (Salawati, 2012).

Menurut Darmadi (2008), rumah sakit sebagai institusi pelayanan medis

tidak mungkin lepas dari keberadaan sejumlah mikroba pathogen. Hal ini

dimungkinkan karena :

a. Rumah sakit merupakan tempat perawatan segala macam penyakit

b. Rumah sakit merupakan “gudangnya” mikroba pathogen yang ada

umumnya sudah kebal terhadap antibiotik.

Infeksi nosokomial, menurut Greek berasal dari kata nosokomeion yang

berarti rumah sakit (nosos = penyakit, komeo = perawatan). Jadi dengan kata lain

infeksi yang didapat pasien ketika pasien tersebut dirawat di rumah sakit

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


disebut dengan infeksi nosokomial. Dikatakan infeksi nosokomial bila pada

saat masuk rumah sakit pasien tidak menunjukkan gejala-gejala klinis infeksi,

tidak dalam masa inkubasi dari infeksi dan terjadi 3 x 24 jam setelah pasien

masuk rumah sakit, infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari

infeksi sebelumnya. Umumnya infeksi nosokomial mengenai saluran kemih

dan berbagai macam pneumonia.

Di Amerika Serikat, tahun 1995, sekitar 2 juta pasien setiap tahunnya

mendapat infeksi nosokomial, menghabiskan dana sekitar $4,5 milyar–$11

milyar setiap tahunnya. Dan menyebabkan 88.000 kematian–setiap 6 menit,

satu pasien meninggal akibat infeksi nosokomial.

Di Indonesia, angka infeksi nosokomial belumlah banyak. Angka yang ada

hanya muncul dari beberapa penelitian yang sporadis di beberapa bagian

seperti bagian anak, ICU, bedah dan bagian penyakit dalam. Dalam penelitian

tahun 1988-1989 di rumah sakit Bandung, insidensi infeksi nosokomial 9,1%

di ICU dan 8,8% di ruang neonatus.

Infeksi oleh populasi kuman rumah sakit terhadap seorang pasien yang

memang sudah lemah fisiknya tidaklah terhindarkan. Lingkungan rumah sakit

harus diusahakan agar sebersih dan sesteril mungkin. Hal tersebut tidak selalu

bisa sepenuhnya terlaksana, karenanya tidak mungkin infeksi nosokomial ini

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


bisa diberantas secara total. Setiap langkah yang tampaknya mungkin, harus

dikerjakan untuk menekan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Yang paling

penting adalah kembali kepada kaedah sepsis dan antisepsis dan perbaikan

sikap personil rumah sakit (dokter, tenaga medis).

2.2 Faktor yang mempengaruhi infeksi

Berikut faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Hidayat

(2006), yaitu :

1. Sumber Penyakit. Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi

berjalan dengan cepat atau lambat.

2. Kuman Penyebab. Kuman penyebab dapat menentukan jumlah

mikroorganisme, kemampuan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh, dan

virulensinya.

3. Cara membebaskan sumber dari kuman. Cara membebaskan kuman dapat

menentukan apakah proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti

tingkat keasaman (pH), suhu, penyinaran (cahaya), dan lain-lain.

4. Cara penularan. cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan

atau udara, dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.

5.Cara masuknya kuman. Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari

sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan,

kulit, dan lain-lain.


POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL
6.Daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses

infeksi atau mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya,

daya tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.

Selain faktor-faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi,

tingkat stres pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat

Sedangkan menurut Darmadi dalam bukunya Infeksi Nosokomial

Problematika dan Pengendaliannya (2008), ada sejumlah faktor yang sangat

berpengaruh dalam terjadinya infeksi nosokomial, yang menggambarkan

faktor-faktor yang datang dari luar (extrinsic factors). Faktor-faktor tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (instrinsic factors) seperti umur,

jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi atau adanya penyakit lain

yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya. Faktor-

faktor ini merupakan faktor presdisposisi.

2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay),

menurutnya standart pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu

ruangan.

3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat

kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) antara

sumber penularan (reservoir) dengan penderita.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


Ada 2 kondisi yang mendukung terjadinya infeksi nosokomial antara lain :

1.Karena orang sakit ada di rumah sakit, di tempat inilah kemungkinan terbesar

didapatkan organisme virulen yang menimbulkan penyakit.

2.Banyak pasien rumah sakit khususnya yang rentan terhadap infeksi, sebagai

akibat prosedur rumah sakit yang menghilangkan penghalang anatomi normal

terhadap infeksi dan sebab daya tahan tubuh terganggu oleh pengobatan,

keganasan atau usia yang ekstrem ( bayi atau usia lanjut).

Infeksi nosokomial ini dapat dicegah dengan penggunaan teknik isolasi

agar tidak terjadi penyebaran baik penyebaran secara kontak langsung antar

sesama pasien atau antara pasien dengan tenaga medis dan antara pasien

dengan pengunjung, kontak tidak langsung melalui instrument medis yang

kurang / tidak steril atau tindakan medis yang dapat merusak barrier alamiah

tubuh, penyebaran melalui droplet misalnya penularan penyakit mumps,

rubella, difteri, pertusis, influenza, kemudian penyebaran melalui udara

misalnya penyebaran mycobacterium tuberculosa, cacar air, campak dan

penyebaran yang dibawa oleh vektor misalnya lalat atau nyamuk.

Infeksi nosokomial dapat terjadi pada sesama pasien, tenaga medis ataupun

pengunjung rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial karena beberapa faktor

antara lain :

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


1. Agen penyakit

Dapat berupa bakteri, jamur, virus, parasit.

2. Reservoir / sumber

Apabila reservoirnya manusia, maka infeksi dapat berasal dari traktus

respiratorius, traktus digestivus, traktus urogenitalis, kulit (variola) atau

darah (hepatitis B).

3. Lingkungan

Keadaan udara sangat mempengaruhi, seperti kelembaban udara, suhu dan

pergerakan udara atau tekanan udara.

4. Penularan

Penularan adalah perjalanan kuman pathogen dari sumber ke hospes. Ada 5

jalan yang dapat ditempuh antara lain : Kontak, baik langsung maupun tidak

langsung, melalui udara, droplet, vehicles (zat pembawa) dan vector.

5. Hospes

Tergantung port d’entrée (tempat masuknya kuman penyakit) misalnya :

-Melalui kulit seperti Leptospira atau Staphylococcus.

-Melalui traktus digestivus seperti Escherichia coli, Shigella, Salmonella.

-Melalui traktus respiratorius bagian atas partikel > 5m. Melalui traktus

respiratorius bagian bawah partikel < 5m.

-Melalui traktus uinarius seperti Klebsiella.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


2.3 Proses Terjadinya Infeksi

Panduan isolasi yang ditetapkan oleh CDC pada 1996 terdiri atas dua

tingkat: Standard Precaution : yang berlaku terhadap semua klien dan pasien

yang datang ke fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan, dan Transmission-Based

Precaution (kewaspadaan berdasarkan cara penularan), yang berlaku terutama

terhadap pasien rawat. Pada semua kondisi yang ada, Transmission-Based

Precautions harus digunakan bersama – sama dengan Standard Precautions.

Penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi nasokomial melalui 5

cara antara lain : kontak baik langsung maupun tidak langsung, udara, droplet,

vehicles (zat pembawa) dan vektor .Transmission-based precautions untuk

pasien yang terdiagnosa atau dicurigai infeksi yang dapat ditularkan melalui

udara, cairan atau kontak atau terinfeksi atau terkolonisasi dengan organisme

epidemis.

1. Contact Precautions

Kewaspadaan ini mengurangi resiko terjadinya penyebaran organisme dari

pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi melalui kontak langsung maupun tidak

langsung. Kewaspadaan ini diindikasikan untuk pasien yang terinfeksi atau

terkolonisasi oleh patogen enterik (hepatitis A atau echovirus), herpes

simpleks, dan virus – virus demam berdarah (hemorrhagic fever viruses).

Begitu pula cacar air dapat menyebar melalui udara dan kontak pada tahap –

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


tahap yang berbeda. Pada bayi, terdapat sejumlah virus yang disebarkan oleh

kontak langsung. Selain itu, contact precautions harus diterapkan pada pasien

dengan infeksi basah atau draining yang mungkin menular (mis., draining

abscess, herpes zoster, impetigo, konjungtivitis,skabies, kutu, dan infeksi luka.

a.Kontak langsung

Kontak langsung bila terjadi hubungan langsung melalui permukaan

tubuh antara 2 orang pasien, dimana yang satu sebagai sumber infeksi

nasokomial sedangkan yang satu lagi pasien yang gampang dimasuki oleh

mikroorganisme nasokomial akibat rendahnya daya tahan tubuh. Atau kontak

antara tenaga medis dengan pasien, misalnya pada saat tenaga medis

memandikan pasien.

b.Kontak tidak langsung

Paling sering terjadi dimana transfer mikroorganisme melalui insrumen

atau alat. Biasanya mengenai pasien yang rentan dimasuki mikroorganisme

melalui instrumen- instrumen rumah sakit yang kurang steril, seperti jarum

suntik, sarung tangan, cairan infus termasuk selang dan jarumnya. Oleh karena

itu untuk mencegah hal ini tenaga medis dianjurkan agar menggunakan

dispossable syringe (jarum suntik yang hanya dipakai untuk satu pasien),

sarung tangan dan alat-alat infus yang baru untuk satu pasien.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


Tabel 1. Standard Precaution untuk pasien yang dicurigai terinfeksi
mikroorganisme yang disebarkan melalui kontak langsung maupun
kontak tidak langsung dengan lingkungan atau benda – benda yang
digunakan dalam merawat pasien.
- Kamar pribadi; pintu kamar dapat
PENEMPATAN dibiarkan terbuka.
PASIEN
- Jika kamar pribadi tidak tersedia,
pasien ditempatkan dalam ruangan
yang sama dengan pasien dengan
infeksi aktif oleh mikroorganisme
yang sama, namun tidak bersama
pasien dengan infeksi lain.
- Gunakan sarung tangan periksa
PENGGUNAAN nonsteril (atau sarung tangan bedah
SARUNG TANGAN yang diproses ulang) ketika memasuki
ruangan pasien
- Ganti sarung tangan setelah kontak
dengan barang barang infeksius
(mis., feses atau drainase luka)
- Lepaskan sarung tangan
sebelum meninggalkan
ruangan pasien.
- Setelah melepas sarung tangan, cuci
CUCI TANGAN tangan dengan agen antibakterial,
atau gunakan lap tangan antiseptik
beralkohol bebas air
- Jangan menyentuh barang – barang
maupun permukaan yang berpotensi
infeksius sebelum meninggalkan
ruangan
- Gunakan pakaian pelindung yang
PAKAIAN bersih nonsteril ketika memasuki
PELINDUNG ruangan apabila diantisipasi terjadi
kontak dengan pasien atau pasien
dengan inkontinensia, diare, ileostomi,
kolostomi, atau drainase luka yang
tidak tertutup
- Lepaskan baju pelindung sebelum

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL


meninggalkan ruangan. Hindari agar
baju yang dikenakan tidak menyentuh
barang – barang maupun permukaan
yang berpotensi terkontaminasi
sebelum meninggalkan ruangan.

- Batasi transpor pasien hanya untuk


TRANSPOR PASIEN keperluan-keperluan penting.
- Selama transpor, pastikan bahwa
tindakan – tindakan kewaspadaan
tetap terjaga untuk meminimalisir
resiko penyebaran organisme
- Jika mungkin, sediakan
PERLENGKAPAN perlengkapan perawatan pasien
PERAWATAN PASIEN yang tidak kritis untuk digunakan
hanya pada seorang pasien
- Bersihkan dan lakukan disinfeksi
perlengkapan yang digunakan
bersama oleh pasien terinfeksi dan
pasien yang tidak terinfeksi setiap
kali habis digunakan.

2. Melalui udara (Airbone Transmission)

Biasanya tejadi pada pasien yang tinggal satu ruangan dengan pasien

sumber infeksi.Dimana mikroorganisme nasokomial dapat berada di udara

selama beberapa jam dan tersebar luas kemudian dihirup oleh pasien yang

rentan terhadap infeksi (ukuran partikel biasanya ≤ 5m atau lebih kecil).

Mikroorganisme yang dapat menyebar sepenuhnya maupun sebagian melalui

udara antara lain tuberkulosis, virus varisela, dan virus rubeola.

Airborne precautions direkomendasikan untuk pasien – pasien yang

dicurigai maupun ditemukan telah terinfeksi agen–agen tersebut. Contohnya,


POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL
seorang yang terinfeksi HIV dengan gejala batuk, keringat malam atau demam,

dan temuan foto paru harus menjalani airborne precaution hingga diagnosis TB

dapat disingkirkan.

Pada tempat – tempat dengan prevalensi TB yang tinggi, maka penting

adanya suatu mekanisme yang dapat menilai (triase) pasien yang dicurigai TB

karena tertundanya diagnosis akan mengakibatkan kurangnya isolasi dan

terbukti sebagai faktor penting dalam penyebaran penyakit ini di rumah sakit.

Dalam kondisi ini, airborne precautions merupakan pertahanan terakhir dalam

mengurangi resiko infeksi TB.

Tabel 2. Standard Precaution untuk pasien – pasien yang diketahui atau


dicurigai terinfeksi mikroorganisme yang menyebar lewat udara.
-
PENEMPATAN PASIEN - Kamar pribadi
- Pintu kamar tertutup
- Tekanan udara negatif dalam kamar,
baik menggunakan kipas maupun
sistem filtrasi lainnya
- Jika kamar pribadi tidak tersedia,
pasien ditempatkan dalam ruangan
yang sama dengan pasien dengan
infeksi aktif oleh mikroorganisme
yang sama, namun tidak bersama
pasien dengan infeksi lain (cohorting)
- Periksa semua pengunjung untuk
melihat adanya kerentanan sebelum
mengijinkan untuk berkunjung
PERLINDUNGAN - Gunakan masker bedah
RESPIRASI - Jika diketahui atau dicurigai TB,
gunakan respirator partikulat
(jika tersedia)
POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL
- Jika cacar air atau campak:
- orang yang imun :
tidak diperlukan masker
- orang yang rentan:
tidakdiperbolehkan memasuki
ruangan
- lepaskan masker setelah
meninggalkan ruangan dan
tempatkan masker bekas dalam
kantong plastik atau tempat
sampah yang tertutup rapat

TRANSPOR PASIEN - batasi transpor pasien hanya untuk


keperluan – keperluan penting.
- Selama transpor, pasien harus
memakai masker bedah
- Kabari daerah yang akan menjadi tujuan

3.Droplet

Biasanya mikroorganisme yang berukuran > 5 m, penyebaran melalui

batuk, bersin atau bicara dengan sumber infeksi, jarak sebar pendek dan

mikroorganisme tidak bertahan lama di udara, ”deposit” biasanya di mukosa

konjungtiva, hidung dan mulut. Contoh, penyakit dengan penyebaran melalui

droplet adalah difteri, pertusis, mycoplasma, tuberculosa, Hib, virus influenza,

respiratory syncytial virus, mumps dan rubella.

POLTEKKES TANJUNGKARANGMAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL

Anda mungkin juga menyukai