Anda di halaman 1dari 14

Judul : Semua Karna Uang

Tema : pelajaran hidup untuk menanggapi akibat dari uang

Latar tempat : kantor pengadilan, trotoar.

Waktu : siang, sore.

Alur : maju dan mundur

Pesan yang disampaikan : orang yang bersyukur akan selalu merasa

bahagia, tetapi orang yang tak pernah bersyukur akan selalu merasa

kurang dalam setiap yang dilakukanya atau yang dilakukan orang lain.

Anggota dan Peran :

Laurens Rumiris Sidauruk sebagai Laurens : remaja berumur 19 tahun


yang berjalan pulang dengan santai, ramah, baik hati, murah senyum
tetapi sedikit cerewet. Juga sebagai saksi di pengadilan

M. Asadel Gerty sebagai Bapak Hakim : Hakim yang berwibawa dan

teguh pendirian juga tegas

Adela Maulida Lika sebagai Uni Adel : tersangka kasus penipuan yang
tidak menerima keputusan dengan mudah
Haidar Faiz Gumay sebagai Abah Haidar : tukang batagor keliling

yang selalu berputus asa dan tak pernah bersyukur

Aby Nursal Alkindi sebagai Aby: pengemis pura-pura buta dan tak

pernah mau beruasaha

M. Ikhsan Ramdani sebagai Dani: teman Aby, penuntun Aby ketika

menjalankan tugas dijalanan dan sering mengeluh capek.

Angelika Sinta Dewi sebagai Bi Enji : tukang sapu yang selalu ikut

nimbrung walau tak tau apa-apa

Helal Humandra sebagai Helal : tukang parkir asal Jogjakarta yang

penyabar, sering bersyukur dan selalu semangat helal

Regita Prihana Dewi sebagai Nyai Ita : tukang koran yang baik hati dan

ramah

Fadill Abdica Purbalingga sebagai Dica : pembeli langganan batagor

abah haidar
Rahmat Alholik sebagai Rahmat : saksi di pengadilan yang suka

meneriaki Uni Adel

M. Rizky Akbar sebagai Rizky: Saksi di pengadilan yang sering teriak-

teriak tak jelas meneriaki orang-orang

Triyanto Febriyansyah sebagai Antok : senang berandai-andai

Sendy Saputra sebagai Sendy: baik, senang mengingatkan temannya

pada kebaikan

Dzaki Sultan Kholik sebagai Dzaki : humoris, suka bercanda

Dimas Putra Dwinanda Bahrsyah sebagai Dimas : anak tukang batagor,

hobi main game

Lazahra Salsabiltha sebagai narator


Bagi sebagian orang miskin, punya uang banyak itu kebahagiaan dan

kesempurnaan. Tak perlu bersusah payah dan bekerja terlalu keras.

Banyak orang berdemo ingin gaji bulananya naik. Tapi nyatanya usaha

mereka dari subuh hingga petang meneriaki gedung pemerintah itu

nihil. Mereka hanya bisa menuntut tanpa berfikir. Banyak orang

mencuri, memalak, menodong hanya untuk uang. Mereka itu miskin

karena uang, atau miskin karena kurang bersyukur? Sepertinya yang

kedua itu 50 persen benar. Buktinya, koruptor. Sudah kaya, masih ingin

uang. Mereka para koruptor tak melihat orang bawahan mereka. Dan

adapun para orang kaya yang rela mengeluarkan banyak uang demi tak

mau repot. Seperti hari kemarin. Laurens memergoki orang kaya

menyodorkan uang pada hakim setelah persidangan ditutup.

Siang hari didalam ruang sidang...

Hakim : “Bahwa benar serta jelas berdasarkan keterangan saksi- saksi

yang dikuatkan dengan adanya barang bukti yang berhasil disita bahwa

sejak bulan Januari 2020 sampai dengan bulan Januari 2021 telah terjadi

tindak pidana penipuan barang berupa uang senilai Rp.200.000,00 dari

hasil kejahatan di Jalan Susantolegowo


Kecamatan Rawabagi barat Kabupaten Karawang. Maka dengan begitu

tersangka Uni Adel dikenai hukuman 2 Tahun penjara” (mengetuk palu

3 kali)

Palu diketuk 3 kali oleh hakim menandakan sidang telah berakhir

dengan keputusan yang telah ditentukan dan dipertimbangkan. Dan

semua saksi bersorak sorai bergembira.

Rizky : "Makanya jangan suka nipu orang huu!"

Rahmat : "Cantik doang, tapi tukang tipu huu!"

Tetapi dibelakang persidangan setelah penutupan, Uni Adel

menghampiri Hakim. Dan Laurens tak sengaja memergokinya..

Uni Adel : “permisi pak, saya mohon ringan kan hukuman saya..”

(memohon,memasang muka sedih)

Hakim : “maaf bu, tidak bisa. Ini sudah keputusan hakim” (lalu pergi)
Uni Adel : (mengejar) “pak tolong, saya mohon. Ini ada banyak uang

didalamnya untuk bapak. Tapi saya mohon ringankan hukumanya”

(menyodorkan kotak berisikan uang yang telah dipersiapkannya)

Hakim : “MAAF BU. TIDAK BISA!” (suara tinggi, lalu pergi)

Uni Adel : (tidak mengejar, wajah kesal)

Laurens : (lalu pergi berjalan kaki)

Hakim itu tak tergiur ternyata. Hukuman, memang harus berjalan adil.

Negri ini memang butuh hakim tegas yang menolak mentah-mentah

uang dalam koper. Dengan begitu, orang bawahan akan merasa adil.

Tetapi, seadil apapun pemerintah bagi orang miskin yang jauh akan

bersyukur pasti tak akan pernah tau keadilan itu. Setelah melihat orang

kaya menyuap uang dengan mudahnya, Laurens pergi dan berhenti di

pinggiran trotoar untuk membeli makanan kaki lima. Duduk seketika

sambil menikmati cuaca yang panasnya merasuk ke


dalam baju dan membuat keringat bercucuran di tubuh yang kepanasan.

Sore hari, diatas trotoar jalan pulang kerumah Laurens..

Laurens : “bah beli batagornya satu aja ya, gak pake timun, gak pake

saos, gak pake sambel, gak pake pangsitnya. Bumbunya agak banyak

ya bah“ (lalu duduk, menunggu)

Dimas : “iya neng, sekalian jangan pake batagornya ya”

Laurens : “haha bisa aja si Abah” (memainkan handphone)

Datang Aby dan Dani lalu menyapa Abah Haidar.

Aby : “Hai Bah! Dagangan gimana? Laku gak?”

Abah Haidar : “alah ni segini mulu dari kemaren! Kapan kaya kali saya!

Tuhan mah gak pernah adil sama kita!” (memberi batagor pada

Laurens) “nih neng”


Laurens : “ya” (memasukan handphone-nya dan ngambil batagor dari

Abah Haidar)

Dani : “iya bah! Kapan ya saya kaya. Duit segini aja. Cape saya! Cape!

Orang kaya dapet apa yang mereka pengen mang! Serba sengsara!

Kontrakan belum dibayar lagi. Lah idup teh cape!”

Aby : “iya ya! Kapan kali saya jadi kaya. Bosen saya jadi orang miskin.

Gak bisa berbuat apa-apa. Masa saya kemarin ngemis ke mobil fortuner

gak dikasih! Alah dasar orang kaya pelit! Mobil bagus tapi kere ngasih

orang miskin duit!”

Bi Enji, pelanggan lain dan anak abah haidar yang sedang makan

batagor pun ikut nimbrung.

Bi Enji : “Tuhan gak adil, saya kan pengen jadi orang kaya!”

Abah Haidar, Aby dan Dani : “samaa, saya juga..” (bersamaan)


Antok : "Saya tuh ya pengen banget jadi orang kaya. Bisa naik mobil

kalau hujan maupun panas. Lah ini jalan kaki mulu (memasang wajah

murung)

Dzaki : udahlah tok kamu mah emang muka nya cocok jadi orang susah

(ketawa)

Sendy : iya tok terima aja keadaan. banyakin bersyukur kamu tuh

jangan banyak ngeluh.

Laurens : (tersenyum) “haha, bukan gak adil, kaliannya aja yang kurang

bersyukur" (sambil mengunyah)

Abah Haidar : “ya neng kan orang kaya, mana tau penderitaan kita!”

Dimas: "bapak mah ngeluh mulu bisanya. Udah neng gausah

ditanggepin" (sambil main game)

Laurens : “Tuh bah dengerin anaknya..” (memberi uang pada Abah

Haidar)
Lalu datanglah Dica untuk membeli batagor Abah Haidar.

Dica: “bah beli batagor ya!”

Laurens : “tuh kan bah ada yang beli..”

Abah Haidar : “ya tetep gak abis.. uangnya juga belum balik modal..“

(memberikan batagor pada Dica)

Dica memberi uang pada Abah Haidar lalu pergi..

Sinta : “yee Abah mah! Dikasi tau juga”

Abah Haidar : (memberi kembalian pada Sinta)

Laurens : (Pergi melanjutkan perjalanan)


Laurens telah menghabiskan batagornya. Lantas ia pergi dan menuju

jalan pulang. Tetapi dijarak yang berdekatan Laurens melihat tukang

parkir yang ia kenal sedang menghitung uang hasil jerih payahnya.

Laurens : “eh Helal, belum pulang?” (melihat tangan Helal yang sedang

menghitung uang)

Helal : “eh mbak, belum mbak” (tersenyum, memasukan

uangnya ke dompet)

Laurens : “cie cie, abis ngitung uang nih. Dapet berapa hari ini?

Helal : (mengelap keringat di wajahnya) “alhamdulillah mbak,

Segini aja saya syukur daripada ndak dapet sama sekali. Soalnya ini

kerja keras saya. Buat istri saya dirumah. Hehe”

Laurens : “wah.. bagus itu. semoga besok dapet lebih yaa”

Helal : “wah amiin mbak, makasi yo”


Tiba tiba datang Nyai Ita. Yang setiap hari juga mengirimkan koran

kerumah Laurens.

Nyai Ita : “eh si Neng, belum pulang?”

Laurens : “eh iya nih aku engga naik angkot pulang dari

pengadilan tadi. Jadinya jalan.”

Nyai Ita dan Helal : “ada apa di pengadilan neng, mbak?” (bersamaan)

Laurens : “idihh kepoo..” (tertawa)

Helal : “ah endak, biasa aja ko” (memalingkan muka)

Nyai ita : “ah si neng bisa wae” (menepuk bahu Laurens)

Laurens : “haha, engga tadi aku disuruh jadi saksi buat temenku

yang ketipu uang”


Nyai Ita : “ooh, wah pasti cape ya. Ayo saya antar pulang, udah sore

neng. Sekalian saya mau pulang juga.”

Laurens : “ah jadi ngerepotin. Engga apa-apa biar saya pulang

sendiri aja. Kasian Nyai nanti cape”

Nyai Ita : “dih si neng, engga apa-apa neng saya mah engga keberatan

ko. Ayo. . Lagian kita kan searah”

Laurens : “ohh iya ya. Lupa. Helal, kita pulang duluan ya..”

Helal : “oh iya mbak silahkan”

Laurens pun pulang bersama Nyai Ita sambil berjalan Kaki..

Ternyata, tak semua orang miskin itu gila ingin punya banyak uang.

mereka memang miskin akan harta. Tapi Agama mengajarkan mereka

untuk tak berkata bahwa mereka miskin. Karna mereka tak pernah

miskin ilmu, tak pernah miskin kasih sayang, tak pernah miskin hati,

dan yang paling penting mereka memiliki Tuhan. Karna Tuhan selalu
menjaga mereka dari uang. Menjaga mereka dari keserakahan harta.

Dan mengajarkan mereka cara bersyukur.

Semua karna uang. Kaya karna uang, miskin karna uang. Serakah karna

uang, bersyukur karna uang. Tinggal pilih saja. Uang, atau Tuhan yang

menciptakan adanya uang dimuka bumi ini. TAMAT.

Anda mungkin juga menyukai