Anda di halaman 1dari 4

KETERKAITAN KESEIMBANGAN ENERGI DAN PENGUKURAN

KOMPOSISI TUBUH PADA KEJADIAN OBESITAS

Manusia sangat memerlukan asupan energi. Asupan energi tersebut harus bersesuaian
dengan kebutuhan dan masing-masing individu memerlukan asupan energi yang tidak sama.
Energi digunakan untuk menjalankan reaksi kimia yang ada di tubuh manusia. Proses
melepaskan dan mengubah energi kimia menjadi bentuk yang bisa digunakan oleh tubuh
disebut proses metabolisme. Dalam proses metabolisme, terjadi pelepasan dan penggunaan
energi dari karbohidrat, protein, lemak, dan alkohol yang berlangsung secara terus-menerus
sepanjang hidup. Proses tersebut akan berlangsung lambat ketika manusia sedang istirahat dan
berlangsung cepat ketika manusia aktif secara fisik.
Tubuh memerlukan keseimbangan energi untuk dapat mempertahankan hidup,
menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas. Keseimbangan energi merupakan suatu
kondisi tercapainya asupan energi sama dengan pengeluaran energi total (TEE) dan simpanan
tubuh stabil. Ketika seseorang mengalami kelebihan asupan TEE maka dikatakan
keseimbangan energinya positif dan cadangan energi tubuhnya meningkat. Sebaliknya, jika
asupan energi kurang dari TEE maka dikatakan keseimbangan energinya negatif. Hal ini akan
menimbulkan keberagaman status gizi sesuai dengan keseimbangan energi yang terjadi.
Tingkat asupan energi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dipengaruhi oleh tingkat aktivitas
fisik. Kegiatan fisik menggunakan lebih banyak energi, daripada hanya beristirahat. Selain itu,
tingkat asupan energi juga dipengaruhi terhadap komposisi tubuh.
Komposisi tubuh merupakan persentase dari proporsi berat tubuh yang terdiri dari
empat komponen utama, yaitu jaringan lemak tubuh total (total body fat), jaringan bebas lemak
(fat-free mass), mineral tulang (bone mineral), dan cairan tubuh (body water). Faktor yang
memengaruhi komposisi tubuh, yaitu usia, jenis kelamin, nutrisi, dan aktivitas fisik. Komponen
komposisi tubuh paling umum diukur yaitu massa lemak (Fat Mass) dan massa non lemak (Fat
Free Mass). Massa lemak tubuh (Fat Mass) merupakan sumber nutrisi sejumlah 60% total
energi, terdistribusi tidak merata dalam tubuh, dan dibutuhkan ketika manusia sedang istirahat
serta jumlah yang lebih besar saat berolahraga. Massa non lemak (Fat Free Mass) merupakan
susunan jaringan tanpa lemak yang salah satu penyusunnya berupa massa otot dengan rincian,
40% otot skelet, dan 5-10% otot polos dan otot jantung dari total keseluruhan berat badan
manusia. Teknik pengukuran lemak tubuh dapat dilakukan melalui Dual Energy X-Ray
Absorptiometry (DXA), densitometri, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dilusi isotop, dan
Bioelectrical Impendance Analyze (BIA). Namun beberapa teknik tersebut membutuhkan
peralatan yang canggih dan biaya yang mahal. Oleh karena itu, para peneliti mengembangkan
teknik yang tidak membutuhkan biaya mahal dan tidak invasif, yaitu dengan metode
antropometri yang terdiri dari pengukuran Body Mass Index (BMI), skinfold thickness, lingkar
pinggang, dan lingkar panggul. Pengukuran komposisi tubuh memiliki fokus utama dari
pengukuran komposisi tubuh adalah persentase lemak tubuh. Selain massa lemak, terjadi juga
perubahan pada massa otot, cairan tubuh dan massa tulang pada penderita obesitas. Perubahan
komposisi tubuh berkaitan erat dengan kejadian obesitas. Lemak pada dasarnya merupakan
jaringan bebas air, maka makin sedikit lemak akan mengakibatkan makin tingginya persentase
air dalam berat badan seseorang, sebaliknya jaringan otot mengandung lebih banyak air (Liu
A, 2011).
Obesitas merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kelebihan berat badan
relatif sebagai akibat dari penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, protein, dan lemak.
Faktor risiko seseorang yang mengalami obesitas adalah rawan terserang penyakit berbahaya,
seperti kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, gangguan metabolik dan
cacat di masa dewasa (WHO, 2003). Apabila penderita obesitas tidak mendapatkan
penanganan yang tepat maka akan meningkatkan derajat keparahan penyakit penyerta,
mempersingkat angka harapan hidup, dan mengurangi produktivitas serta meningkatkan risiko
berbagai penyakit bagi wanita. Obesitas disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara
konsumsi atau energi yang masuk dengan pemakaian atau energi yang dibutuhkan. Penyebab
obesitas belum diketahui secara pasti, namun sebagian besar disebabkan akibat interaksi antara
faktor genetik dan lingkungan. Kelebihan energi bersih juga dapat menyebabkan pertambahan
berat badan dan obesitas.
Menurut Mitchel (2003), berat badan seseorang mencerminkan keseimbangan jangka
panjang antara energi intake dan energi output. Energi intake dipengaruhi oleh banyak faktor.
Pilihan makanan dapat memberikan dampak secara keseluruhan pada energi intake. Apabila
seseorang mengalami kelebihan energi intake maka dapat menyebabkan pertambahan berat
badan dan obesitas sebaliknya jika mengalami defisit menyebabkan penurunan berat badan dan
kekurangan berat badan. Salah satu faktor yang menunjang kelebihan energi adalah kebiasaan
makan yang berlebih tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang dikonsumsi terlebih pada
asupan energi. Selain itu, faktor lingkungan juga menyebabkan perubahan gaya hidup dan pola
makan seseorang. Bergesernya pola makan khususnya di kota besar yang sebelumnya makan
tradisional ke pola makan barat (terutama dalam bentuk asupan energi) menyebabkan mutu
gizi yang diperoleh tidak seimbang. Pola makan tersebut merupakan jenis-jenis makanan yang
bermanfaat, akan tetapi secara potensial mudah menyebabkan kelebihan masukan kalor.
Obesitas berkaitan dengan keseimbangan energi dan komposisi tubuh manusia.
Kelebihan energi menyebabkan kenaikan berat badan dan dapat berujung pada obesitas. Oleh
karena itu, melalui pengukuran komposisi tubuh dapat menjadi gambaran sekaligus alat
skrining untuk kelebihan berat badan dan obesitas. Banyak kondisi kesehatan dan penyakit
yang berhubungan dengan status komposisi tubuh dan perubahan di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, D. (2016). Pengaruh Komposisi Tubuh dengan Tingkat Kebugaran Fisik pada
Mahasiswa Overweight dan Obese di Poltekkes Kemenkes Palu Sulawesi Tengah.
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/JPKMI/article/view/2739 (diakses pada
tanggal 22 September 2022)
Mitchel. (2003). Nutrition Across the Life Span. Philadelphia: Elsevier-Saunders
Mulyani, E. (2020). Diktat Dasar-Dasar Ilmu Gizi. https://digilib.esaunggul.ac.id/UEU-
Books-10_0060/19790 (diakses pada tanggal 21 September 2022).
Liu A. (2011). Body Composition and Its Relationship To Metabolic Risk Factors in Asian
Children. Queensland: Queenslan University of Technology.
Rahayu, N. (2017). Hubungan Asupan Energi, Karbohidrat dan Lemak dengan Status Obesitas
pada Lansia di Posyandu Lansia Wedra Utama Purwosari.
http://eprints.ums.ac.id/49874/ (diakses tanggal 22 September 2022)
Rosmalina, dkk. (2005). Keseimbangan Energi dan Komposisi Tubuh Pekerja dengan Jenis
Pekerjaan yang Berbeda. https://www.neliti.com/publications/156306/keseimbangan-
energi-dan-komposisi-tubuh-pekerja-dengan-jenis-pekerjaan-berbeda (diakses pada
tanggal 21 September 2022)
Yamin, B., Mayulu, N., Rottie, J. (2013). Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Obesitas
pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Manado.
https://www.neliti.com/publications/110184/hubungan-asupan-energi-dengan-
kejadian-obesitas-pada-siswa-sekolah-dasar-di-kota (diakses tanggal 21 September
2022)

Anda mungkin juga menyukai