Anda di halaman 1dari 1

Budaya atau mitos daerah setempat dapat menjadi ganjalan dalam

pemenuhan kebutuhan gizi ibu dan anak, ujar Staf Khusus Menteri


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pinky Saptandari.

"Pengaruh budaya keluarga dan mitos yang berkembang di masyarakat


turut memberikan andil dalam menciptakan kebiasaan
makan dan pemberian makan keluarga," kata Pinky dalam diskusi
Nutritalk Sarihusada di Jakarta, Rabu (17/7).

Pinky menjelaskan bahwa kebiasaan pola makan keluarga yang


terpengaruh oleh budaya itu secara otomatis akan memengaruhi gizi ibu
dan anak. Sebagai sistem budaya, makanan tidak hanya dipandang
sebagai hasil organik dengan kualitas biokimia yang secara fisiologis
berfungsi untuk mempertahankan hidup.

"Makanan juga memiliki makna sosial budaya yang diakui, dianut dan
dibenarkan oleh masyarakat setempat," jelas Pinky. Dia lalu memberikan
contoh bahwa budaya masyarakat di wilayah Sumatra, ibu hamil dan
menyusui tidak boleh mengonsumsi ikan karena dikhawatirkan bayinya
akan berbau amis.
dsdgsdgsdsh "Bagaimana ibu dan anak bisa tercukupi kebutuhan gizinya,
mereka juga membutuhkan omega3 yang berasal dari ikan juga kan," kata
Pinky. Hal ini dianggap menjadi satu kegagalan dalam memaknai
hubungan antara makanan dengan kesehatan, dan menjelaskan mengapa
permasalahan gizi buruk masih terjadi di wilayah-wilayah dengan
kecukupan makanan, ungkap Pinky.

Selain pengaruh budaya, hal lain yang memengaruhi asupan gizi bukan
semata karena tingkat ketersediaan pangan di masyarakat. "Namun faktor
ilmu pengetahuan serta kemampuan yang tidak memadai dalam mengatur
pola makan serta informasi mengenai kandungan gizi juga dapat
memengaruhi," tambah Pinky.

Anda mungkin juga menyukai