Anda di halaman 1dari 1

Rakyat Sultra

8 Bahasa, Sastra, dan Budaya KERJA SAMA KANTOR BAHASA PROVINSI SULAWESI TENGGARA DAN HARIAN RAKYAT SULTRA Senin, 26 September 2022

PUISI ARTIKEL
- Muhammad Musmulyadi - Sastra dan Pengaruhnya
Mengintip Surga di masyarakat. Dengan demikian, dalam
sastra, manusia juga mempelajari sifat
lebih lembut, peka, dan kritis terhadap
pelbagai hal, seperti ketika melihat
pengaruhnya tidak mungkin untuk
dihindari.”
Malam Pengantin konflik dan resolusinya.
Dalam cerita sastra, seseorang juga
kerusakan lingkungan, korupsi, dan
lain-lain.
Pengaruh Lain
Dalam cerita-cerita legenda atau
Seluruh malam terlihat siang akan terangsang untuk menumbuhkan Pembacaan pada karya sastra juga mitos Indonesia, kita juga merasakan
Oleh :
Seluruh tirai tersingkap dari batas-batas Hawa rasa empati dan simpati. Dalam Poetica seringkali melahirkan gagasan-gagasan bagaimana sebagian masyarakat
Ranang Aji S.P.
Aroma pandan lebur dalam wangi kerinduan karya Aristoteles, misalnya, sebuah besar yang akhirnya juga memformasi terpengaruh olehnya. Hanya sayangnya,
Mata terpejam saat keranjang buah datang Penulis fiksi dan nonfiksi. tragedi kemudian diakhiri dengan apa pikiran masyarakat dan suatu bangsa. cerita-cerita legenda itu hanya sampai
Karya-karyanya diterbitkan pelbagai
Cahaya mekar seperti anak bulan media cetak dan digital. yang dia sebut sebagai katarsis setelah Kritikus sastra, seperti William Eggiton pada bentuk ilusi harapan karena

M
Menunggu Muharam tahun depan melewati apa yang secara teknis disebut dalam esainya “The Novel and the bercampur dengan bayangan di dalam
enjelang HUT Ke-77 peripetia, anagnorisis, dan harmatia. Origins of Modern Philosophy” kepala masyarakat sebagai kebenaran
Malam ini, sungai terpanjang di dunia RI, 16 Agustus yang Katarsis adalah suatu kondisi yang mengungkapkan (sebagai asumsi) keyakinan, bukan sebagai pelajaran
Dibuat dalam semalam, seperti kisah candi itu; lalu, Presiden Jokowi merupakan proses pembersihan jiwa karya besar rasional Rene Descrates, moralnya. Oleh karena itu, formasi
yang mencintai rahim Ibunya sendiri membacakan pidato protagonis dan sekaligus melahirkan Meditations on First Philosophy, yang pikiran yang terbentuk oleh legenda
kenegaraan. Banyak hal menarik dalam simpati dan empati yang memberikan di dalamnya kita dapati pernyataan atau mitos tersebut menjadikannya hal-
Sebuah labirin merapatkan barisan, membuka isi pidato Presiden Jokowi. Namun, simpulan benar atau salah sebagai agung “cogito ergo sum” (saya berpikir, hal irasional sebagai bentuk jawaban
jalan dari seluruh capaian yang disebutkan, jawaban moral dari perspektif penonton maka saya ada). Idenya disebut berasal atas masalah hidup mereka. Dalam
Bagi seorang yang mencari segala ruang ada sesuatu yang baru, yaitu komitnen atau pembaca. Katarsis secara atau dibangkitkan dari novel Miguel kasus seperti ini, fenomena Pesulap
Mengintip surga dan merobohkan neraka di atas Presiden untuk meningkatkan dana psikologis melibatkan komponen de Cervantes yang legendaris, Don Merah yang membongkar praktik
ranjang abadi kebudayaan dan terutama akan emosional yang kuat, perasaan yang Quixote. Eggiton menulis dukun palsu adalah contoh dari efek
Mencari jalan untuk pulang dan kembali memperhatikan sastra dan film. kuat dirasakan dan diekspresikan. “Descartes tampaknya mengakui atau pengaruh fiksi dan bagaimana ia
Sastra seharusnya menjadi Begitu pula dengan komponen kognitif, telah membaca Don Quixote dalam membentuk cara berpikir masyarakat.
Angin begitu cepat pergi salah satu komponen penting dalam individu memperoleh wawasan baru. bukunya Discourse on Method. Ia Jika melihat dua fakta di atas,
Saat keringat masih mengucur pembentukan kebudayaan karena “Sastra membentuk formasi pikiran memperingatkan para pembaca agar bahwa sastra mampu memberi
Di antara lengan-lengan yang saling memeluk dapat membentuk peradaban suatu selain membawakan informasi”, kata tidak terpengaruh oleh fabel, kisah pengaruh dan menjadi salah satu
bangsa. Sastra tentu saja tidak bisa Profesor Bambang Sugiharto dari kesatria, dan bahkan sejarah yang komponen pembentukan karakter dan
Kening basah saat ciuman belum didaratkan dihentikan pada fungsi hiburan semata. Unpar dalam kuliahnya. Situasi tersebut paling setia ... jangan sampai mereka peradaban bangsa, tentulah sangat
Di permukaan kening, tercipta retakan Dalam fiksi sastra, pembaca akan tentu akan membawa pembaca pada memikirkan rencana yang melampaui menggembirakan ketika Presiden
Seperti menahan sebuah beban yang datang dan menemukan kompleksitas kehidupan bentuk kesadaran yang memengaruhi kemampuan mereka. Terjemahan Jokowi secara terang memberikan
pergi, dan pengalaman subjektif yang bagaimana manusia bersikap atau pertama Don Quixote dalam bahasa pernyataan dukungannya pada sastra,
melewati malam demi malam berbeda dalam menghadapi pelbagai berperilaku dalam kehidupan nyata. Prancis diterbitkan pada 1614 dan 1618. film, dan kebudayaan Indonesia.
masalah kehidupan. Sastra menjadi Sastra menjadi katalis transformatif di Kedua buku itu diterjemahkan lagi oleh Setidaknya, dengan dukungan negara,
Kini, ada sebuh benteng raksasa; tumbang media manusia untuk mempelajari dalam kehidupan dan lingkungannya. François de Rosset dan diterbitkan kita bisa membuat formula yang
Roboh oleh bebannya sendiri sifat-sifat manusia itu sendiri, baik Internalisasi atas apa yang diserap pada 1639, 2 tahun sebelum Descartes tepat untuk mengolah sastra dan jenis
Tapi saat itu, cinta yang malah tumbuh yang dimaksudkan sebagai tindakan melalui pelbagai peristiwa, tindakan menerbitkan Meditations. Akan tetapi, lainnya dalam konteks seni dan budaya
kepahlawanan, penghianatan atau karakter, dan tragedi dalam karya sastra tidak perlu mendambakan bukti yang yang diperlakukan dan ditujukan. Hal
Sebelum hujan datang, desa-desa menari kepengecutan, rasa cinta, maupun seringkali membuat pembaca atau lebih besar dari pengaruh langsung. ini tentu saja sebagai upaya untuk
Ada anak kecil meniup trompet Israfil rasa benci dalam diri manusia dan seseorang mampu menyikapi apa yang Pada saat itu setiap intelektual di menghasilkan tatanan peradaban
Memanggil kehidupan kembali tengah dihadapinya. Seseorang menjadi Eropa menyadari ciptaan Cervantes, Indonesia ke depan yang lebih baik.
Kini, kiamat memulangkan diri

Tiada yang selesai


Sebelum daun berguguran
Ranting ringkih
Dan pokok beringin tumbang
C E R P EN Rumah Benteng
Oleh : Adi Zamzam

H
Syukur, malam begitu subur,
pohon menancap lebih dalam ari pertama di Rumah “Apa? Kau gila, ya! Seumur hidup penasaran dengan surat balasan Saat mendapati stempel merah
Semakin rindang Benteng menjadi momen aku bekerja di sini, belum pernah untukku itu? Tak pernah kulihat seorang di pojok amplop yang kubawa itu …,
yang luar biasa buatku. aku memelihara pikiran segila itu. pun pegawai Rumah Benteng yang “Kamu harus lewat lorong yang ini,”
Lalu, suhu udara meninggi Selain aku yang harus Kusarankan, jangan kau turuti pikiran mendapatkan surat istimewa seperti ini. ujar salah seorang petugas yang berjaga
Seperti ada yang menyalakan api memainkan sandiwara runtut demi konyolmu itu. Kau tentu sudah tahu, Mereka justru terkesan tak mau tahu di antara dua cabang lorong. Kedua
mengetahui seluk-beluk tempat ini, menjadi bagian dari orang-orang dengan siapa pemimpin kami itu. Yang lorong itu sama-sama sunyinya dan
Saat Perempuan aku juga harus beradaptasi dengan
pekerjaan kantoran yang serba cepat,
Rumah Benteng adalah idaman bagi
banyak orang,” cerocosnya setelah
penting kerja, apa pun pekerjaan yang
disodorkan oleh Sang Pemimpin. Dapat
hanya dibedakan oleh beberapa lukisan
yang menempel di dinding—lukisan-
Menikah, Mereka padat, dan membosankan. Dari sini
kemudian aku mulai mencatat detail
mendengar apa yang aku inginkan.
“Tapi, tidakkah kau merasa aneh?
upah. Selesai.
Aku membuka surat itu dengan
lukisan pembunuhan? Entah siapa yang
diceritakan deretan lukisan dinding itu.
Kalah segala yang bergerak di dalam Rumah Sekian lama kau bekerja di sini, tetapi perasaan aneh. Beberapa teman yang Sepertinya takada lagi penjaga di ujung
Benteng. Sebuah rumah yang menjadi sekali pun tak pernah kaulihat rupa tahu aku mendapatkan surat balasan itu, lorong sana. Hal ini membuat dadaku
Gadis; tempat kerja idaman bagi banyak orang. pemimpin kita,” sahutku. “Kita ini tak berkomentar apa pun. Kuedarkan berdegup kencang dan kuduga bahwa
Cahaya lampu berbalik Semua yang menjadi tugasku di sebenarnya mengabdi untuk siapa? tawaran. Tak satu pun dari mereka ini adalah lorong terakhir.
Saat alis-alis disusun dengan cepat dalam Rumah Benteng ini ternyata Mengabdi untuk Sang Pemimpin? yang sedia menemaniku demi bertatap Aku menurut. Hingga kemudian
Diasah seperti ujung tombak sudah tercantum di dalam sebuah Ataukah mengabdi untuk rakyat? Semua muka dengan Sang Pemimpin yang berjumpa lorong-lorong yang berkelok-
Begitulah pensil-pensil hitam digunakan berkas peraturan yang harus aku hafal di peraturan yang dibuat tampaknya juga telah belasan, bahkan puluhan tahun kelok lagi. Hatiku tiba-tiba saja berdebar
Saat bintang dan bulan tumbuh di dada luar kepala. Aku tak boleh menambah- bukan untuk kepentingan rakyat kan? memerintah serta mengatur hidup tak keruan. Kuanggap itu sebuah
nambahi, apalagi sampai mengurangi Bukankah katanya Rumah Benteng mereka dengan aneka peraturan begini- kewajaran, lantaran aku akan berjumpa
Mereka pergi bersekolah peraturan itu. Aku harus patuh pada adalah rumahnya perwakilan rakyat?” begitu. Hanya tatapan mata mereka dengan Orang Nomor Satu di negeri
Membaca cerita peraturan, apa pun yang terjadi. Seperti Pikiran ini memang kemudian yang mengisyaratkan kesedihan. ini. Kutata pula kembali mentalku. Ada
Menghitung angka-angka yang tak pernah halnya orang-orang dalam Rumah membuatku terobsesi. Bagaimana Keesokan paginya, dengan pakaian pertanyaan di benakku, mengapa ia
digunakan Benteng ini. tidak? Semua pegawai dalam Rumah dinas, kumantapkan langkah untuk memanggilku secara khusus begini?
Aku pernah bertanya pada sejawat, Benteng ini memiliki satu cerita yang bertemu dengan Sang Pemimpin. “Aaahhh …,” aku menarik napas
Menikah; apa yang kiranya akan terjadi jika aku sama; mereka belum pernah sekali pun Hari sebelumnya aku juga telah panjang saat akhirnya sampai juga di
Saat separuh usia
tak mematuhi peraturan itu? melihat rupa pemimpin yang selama berkoordinasi dengan perkumpulan depan sebuah pintu gerbang yang tinggi
Atau mungkin separuh usia sekolah
“Coba saja kalau kau berani. Itu jika ini memberi perintah ini itu kepada rahasiaku (yang terbentuk dari besar. Ada dua penjaga berwajah sangar
Seorang penghulu diundang
kau tak sayang dengan keluargamu,” mereka. Semua perintah selalu datang beberapa orang yang diam-diam yang memeriksa keaslian suratku.
Panggung pertunjukan datang membawa biduan
jawab teman sejawatku itu. “Semua dari seorang kurir yang juga belum sebenarnya juga memiliki keinginan Kurang satu stempel saja bisa berakibat
Tamu berdatangan membawa doa
peraturan sudah ditetapkan. Patuhi pernah melihat rupa si pemberi perintah sepertiku, hanya saja mereka terlalu dianggap palsunya surat dan lalu
Istri; saja semua yang sudah dibuat. Jangan tertinggi itu. Padahal untuk menjadi penakut). Sejumlah pesan telah mereka semuanya menjadi sia-sia. Kemudian,
Seorang bangun dari tidur panjang menyusahkan diri sendiri,” ujar teman pegawai di sini, dibutuhkan tes masuk titipkan, yakni sejumlah masalah yang pintu gerbang dibuka.
Seperti seorang putri (atau ratu?) sejawatku itu lagi. yang amat berbelit lagi susah. Konon, telah kami kumpulkan dari pelbagai Aku terpana. Kedua lenganku
Mencari kunci surga di bawah selimut suami beberapa di antara kami malah masuk pelosok wilayah akibat kebijakan yang tiba-tiba langsung dicekal. Aku ingin
Lalu nasib berpaling menggunakan “pelicin”. diterapkan Sang Pemimpin. berteriak, saat kilau pisau jagal kulihat
Menjadi penjaga dapur seakan-akan ada sekompi betapa Abahmu menjaga cinta Rasa gerahku menguar. Pantas Kutelusuri lorong yang biasanya berkilauan tertimpa cahaya dari atas.
prajurit menyerang Ibumu, dengan ikut mencintaimu saja dalam setiap aksi kerusuhan dilalui oleh kurir pengantar surat dari Satu per satu wajah anak, istri, handai
Membawa pakaian-pakaian kotor yang terjadi di luar sana tak pernah Sang Pemimpin. Lorong yang amat tolan, bahkan rakyat negeri ini melintas
Ketika mencuci, Ia kehilangan namanya sendiri Kau lupa bahwa saat ada air mata berhasil memanggilnya keluar. Selalu panjang. Tanpa kuduga, lorong itu di retina mataku.
Tak selamanya adalah kepedihan hanya kroco-kroconya yang datang berbelok-belok. Aku meniti tangga “Apa kesalahanku!” teriakku protes.
Ia adalah nikmat
Menjadi Istri Saat anak tumbuh menjadi dewasa
mengadang, menimbulkan kegaduhan,
dan seringnya membuat manipulasi-
demi tangga terus ke atas menuju
tempat tertinggi Rumah Benteng. Di
“Karena kau ingin tahu dan selalu
ingin tahu,” balas salah seorang jagal
Ke masjid, sembahyang, menyebut manipulasi kasus yang memuakkan. setiap kelokan itu terdapat pos yang itu.
Kini kau mengajari anak anak manis nama kita Menjadikan terlihat seperti tangan biasa digunakan sebagai markas Dalam kondisi diseret, kedua
Beberapa huruf-huruf yang ada di kitab kanan yang beradu melawan tangan penyetempelan tanda keaslian surat yang mataku terpejam. Kubayangkan sebuah
Mengajari doa-doa untuk keselamatan orang tua Makassar, 2022 kiri sendiri. Sebab semua pegawai masuk maupun keluar. Kubayangkan, Rumah Benteng yang begitu besar
Beberapa surah-surah pendek juga tak lupa dalam Rumah Benteng ini mulanya berapa hari yang dibutuhkan sebuah dan megah, lengkap dengan segala
juga berasal dari kalangan kami sendiri. surat dari rakyat untuk bisa sampai fasilitasnya yang dulunya begitu aku
Usiamu kini hampir separuh abad
Mereka ingin menjadi salah satu dari di hadapan Sang Pemimpin, jika di idam-idamkan untuk tinggal di sana.
Namun, masih menganggap pernikahan
orang-orang Rumah Benteng—di setiap pos sebuah surat tak resmi Bahkan, oleh banyak orang. Ternyata
hanyalah:
samping prestise, lantaran juga tergiur bisa menginap beberapa waktu demi itu hanyalah sebuah penjara bagi orang
sebuah rumah-rumahan yang terbuat dari
gaji tinggi setiap bulan yang akan menunggu layak pertimbangan atau yang kena tipu daya—bagai robot.
kelambu;
hanya sebuah malam-malam yang saling melihat diterima. Tak jarang ketika satu formasi tidak. Bisa jadi, si pengirim surat sudah
sepasang tubuh penerimaan anggota pegawai Rumah mati sebelum suratnya benar-benar
berpose menanggalkan kain dan menyingkap Benteng diumumkan, ribuan pelamar sampai di hadapan Sang Pemimpin
aurat bisu datang berjubel, tanpa hirau berapa yang entah bersemayam di mana.
orang yang sebenarnya dibutuhkan. Di sepanjang perjalanan itu, aku
Hanya karena cerita rumah tangga retak, Jadi, kalau toh hasilnya sama-sama sempat melihat bagaimana setumpuk
berdarah dan kehilangan cinta takbisa melihat sang pemimpin yang surat pengaduan dari orang-orang di luar
Itu hanya satu cerita di antara dua, tiga, empat, mengatur semua lini kehidupan kita, sana dilemparkan begitu saja ke dalam
lima dan puluhan yang belum kau dengar buat apa sampai seperti itu? Orang- sebuah ruang khusus yang bertuliskan
Atau kau juga lupa cerita di rumahmu sendiri, orang Rumah Benteng itu terlihat “Kamar Sampah”. Membuatku mulai
Muhammad Musmulyadi lahir seperti robot tak berotak di mataku ingat dan mengerti perihal slogan
Redaksi menerima naskah esai, cerpen dan puisi
yang belum pernah dipublikasikan. di Makassar. Ia aktif menulis esai, dan betapa bersyukurnya aku ketika “Kami Siap Mendengarkan Semua
Naskah dikirimkan ke opini, dan puisi. Beberapa media kini telah menjadi bagian dari mereka Masalah Kalian” yang banyak
bastra.kbsultra@gmail.com
telah memuat karya-karyanya, baik demi sebuah rencana. Kebodohan itu terpampang di setiap kantor perwakilan Adi Zamzam lahir di Jepara, 1 Januari
Tim Redaksi cetak maupun daring. Penulis buku haruslah diakhiri! Rumah Benteng di luar sana. 1982. Tulisannya telah banyak dimuat
Di Mana Wajah Tuhan yang Maha *** Setelah beberapa lama, akhirnya di berbagai media, baik cetak maupun
Penanggung Jawab : Kepala Kantor Bahasa
Provinsi Sulawesi Penyayang? (2021) ini merupakan Aku terlonjak hampir tak percaya aku sampai juga di area terlarang, hanya daring. Karyanya juga terhimpun di
Tenggara, alumnus UIN Alauddin Makassar, saat si kurir itu menyodorkan sepucuk petugas khusus yang boleh berkeliaran berbagai antologi bersama dan tunggal.
Uniawati, S.Pd., M.Hum. alumnus Kelas Pemikiran Gusdur
Pemimpin Redaksi : Cahyo W.P. Antomo surat balasan untukku. di tempat itu. Aku sempat diinterogasi, Bukunya yang terkahir adalah sebuah
Redaktur : Untung Kustoro (cerpen) Gusdurian Makassar dan Ketua “Dari Sang Pemimpin,” katanya hal apa yang kiranya membuatku antologi puisi Rumah Cinta (2022) dan
Syaifuddin Gani (puisi) Forum Lingkar Pena Cabang dingin. Bodoh sekali orang ini. Kenapa sampai ke tempat itu. Kutunjukkan saat ini, ia mempersiapkan bukunya
Cahyo W.P. Antomo (esai)
Sekretaris Redaksi : Hilda Yuliana Makassar. dia tak ikut bahagia, atau setidaknya surat balasan dari Sang Pemimpin. yang berjudul Rahasia Sehat Tania.

Anda mungkin juga menyukai