Case Report FARAH ULYA SURYADANA
Case Report FARAH ULYA SURYADANA
THALASEMIA
Oleh:
Farah Ulya Suryadana
21360066
Preseptor:
dr. Diah Astika Rini, Sp.A., M.Kes
DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
STATUS PASIEN
5
- Seminggu SMRS ibu pasien mengatakan pasien tampak lemas dan pucat, tetapi
keluhan tidak disertai dengan demam, mual dan muntah namun pasien masih
bisa beraktivitas seperti biasa.
- 2 hari SMRS ibu pasien mengatakan bahwa pasien semakin lemas dan pucat
ditambah tidak bernafsu makan. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah
melakukan rutin transfusi darah setiap 1 bulan sekali.
- Keluhan pasien tidak ada perubahan dan segera dibawa orang tua pasien ke IGD
RSUD Ahmad Yani Metro.
- Pasien datang ke IGD RSUD Ahmad Yani Metro tanggal 17/11/2021 Pukul
09.55 WIB. Di IGD pasien diberikan IVFD NaCL 0,9% 10 tpm dan persiapan
transfusi PRC. Kemudian pasien dirawat inapkan di Ruang Anak RSUD Ahmad
Yani pada tanggal 17 November 2021 pukul 15.30 WIB.
Riwayat penyakit dahulu:
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien didiagnosa Thalassemia sejak usia 7
bulan dan riwayat transfusi darah rutin setiap 1 bulan sekali
6
Cacat : tidak ada
Anak ke- : 1 dari 1 saudara
d. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Umur (bulan)
Lahir 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hepatitis B ✓ ✓ ✓ ✓
Polio ✓ ✓ ✓ ✓
BCG ✓
DPT ✓ ✓ ✓
Campak ✓
7
Pembesaran KGB : (-)
Kepala
Wajah : Normocephal, Facies Cooley (+)
Rambut : Hitam dan tidak rontok (-)
Ubun-ubun : tidak cekung, tidak menonjol
Mata : Konjungtiva anemis (+/+) , sklera ikterik (-/-)
Telinga : simetris, sekret (-)
Hidung : simetris, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), faring hiperemis (-), pembesaran
Tonsil (-)
Kesan : Pasien dengan Facies Cooley (+) dan konjungtiva anemis
(+/+)
Leher
Bentuk : simetris
Trakea : deviasi (-)
KGB : tidak terdapat pembesaran
Kaku kuduk : tidak ditemukan
Kesan : Dalam batas normal
Thorax
Bentuk : normochest
Inpeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+)
Kesan : Dalam batas normal
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallops (-)
Kesan : Dalam Batas Normal
8
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Massa (-), vokal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+)
Kesan : Dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi : tampak perbesaran (buncit), tidak ditemukan perubahan warna
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : pekak
Palpasi : Schuffner III (Splenomegali)
Kesan : Schuffner III (Splenomegali)
Genitalia Eksterna
Jenis kelamin : laki-laki (tidak ada kelainan)
Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), oedem (-)
Hematologi rutin
9
MPV 9.90 fL 7,3-9
Kesan : Eritrosit, Hb, Hematokrit, MCV menurun dan Leukosit, RDW meningkat
HR: 108/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,8 ºC
SpO2 : 99%
BB: 11 kg
TB: 85 cm
T : 36,1 ºC
SpO2 : 99%
BB: 11kg
TB: 85cm
10
2.5 Diagnosis Banding
Thalasemia
2.7 Penatalaksanaan
PRC 1 x 100 cc
2.8 Prognosis
RESUME :
Pasien perempuan berusia 2 tahun datang ke RSUD Ahmad Yani diantar oleh kedua
orang tuanya. Pasien datang dengan keluhan lemas disertai pucat sejak 2 hari yang lalu.
Menurut ibu pasien pada seminggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan lemas
11
dan pucat tidak disertai demam, sesak, mual dan muntah namun pasien masih bisa
beraktivitas seperti biasa. Kemudian 2 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien
mengatakan bahwa pasien semakian lemas dan pucat ditambah tidak bernafsu makan. Pasien
segera dibawa ke IGD RSUD Ahmad Yani Metro. Untuk melakukan transfusi darah rutin.
Selama ini pasien rutin transfusi darah setiap bulannya. Ibu pasien mengatakan pasien di
diagnosa thalasemia sejak pasien berusia 7 bulan.
Riwayat persalinan pasien lahir normal pervaginam di rumah dengan bantuan bidan,
BBL 3000 gram. Tidak ada keluhan selama kehamilan hingga persalinan. riwayat imunisasi
lengkap. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemas dan pucat, dengan
kesadaran compos mentis, suhu 36,1 ̊ C , frekuensi nadi 100x/menit, dengan berat badan 11
kg dan tinggi badan 85 cm.
Pada status generalis didapatkan pucat (+), ikterik (-), dengan turgor segera kembali.
Kepala didapatkan normochepal, fasies cooley (-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis
(+/+). Leher dalam batas normal, thorax paru dan jantung dalam batas normal. Abdomen
didapatkan adanya splenomegali dengan nilai schuffner 3 bising usus (+). Pemeriksaan
ekstremitas didapatkan akral hangat, sianosis (-).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Thalasemia adalah kelainan darah genetik berupa anemia yang bersifat kronik
karena adanya proses hemolisis dalam darah sampai gangguan organ tubuh akibat
penyakit thalasemia maupun pengobatannya (Bulan, 2009). Thalasemia merupakan
12
kelompok kelainan genetik heterogen yang terjadi karena adanya penurunan sintesis
rantai alfa atau beta dalam hemoglobin. Eritropoiesis dan hemolisis yang tidak normal
menyebabkan terjadinya penurunan sistesis hemoglobin (Howard dkk, 2013). Eritrosit
(sel darah merah) berjumlah paling banyak dibandingkan sel-sel darah lainnya. Dalam
satu mililiter darah terdapat kira- kira 4,5 juta eritrosit, itu sebabnya darah berwarna
merah. Pada manusia normal rata-rata eritrosit hidup selama 120 hari, sehingga setiap
hari kira-kira 1% dari jumlah eritrosit mati dan digantikan dengan eritrosit yang baru
(Kiswari, 2014).
3.2 Epidemiologi
Penyakit ini merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen
tunggal dengan kasus yang terbanyak di dunia. Frekuensi pembawa atau carrier
penyakit ini (mempunyai gen terganggu tapi pemyakitnya tidak nampak) di
masyarakat Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 5%. Penderita talasemia akan lahir
dari suami istri yang keduanya carrier talasemia, sehingga timbul ide pre-marital
screening (pemeriksaan sebelum nikah) untuk mendeteksi talasemia. Berdasarkan
angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di
Indonesia. Biasanya lebih dari 30% penderita mengandung kadar HbF yang tinggi dan
45% juga mempunyai HbE. Kadang-kadang ditemukan hemoglobin patologik. (Regar,
2009)
3.3 Etiologi
Thalassemia merupakan penyakit kelainan genetik yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin sehingga
hemoglobin penderitanya mudah rusak dan mengalami penurunan. Hemoglobin
adalah molekul yang ditemukan dalam sel darah merah yang diperlukan untuk
mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan tubuh dan CO2 dari jaringan tubuh
kembali ke paru-paru, dan untuk memberikan pigmen merah ke sel darah merah.
(Rezeki, dkk 2012).
Pada dasarnya semua talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya
(mayor atau minor). Hampir seluruh kasus talasemia β\ menunjukkan gejala sejak
13
lahir. Penderita tampak pucat, lemah, mudah terkena infeksi, sulit makan, dan gagal
tumbuh. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik. Namun pada bentuk yang lebih berat, penderita dapat mengalami anemia
berat karena kegagalan pembentukan sel darah. Dapat juga ditemukan splenomegali
dan hepatomegali akibat anemia yang berat dan lama sehingga perut tampak
membuncit. Bila mendapatkan transfusi yang cukup maka pertumbuhannya dapat
normal sampai usia pubertas, dengan risiko kelebihan zat besi/hemosiderosis. (Rezeki
dkk, 2012).
3.5 Patofisiologi
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi
rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan
sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan rantai
globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis
seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada thalassemia-β0,
dimana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi
berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada thalassemia-α0, dimana tidak
disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β
yang berlebihan (β4). (Rahayu, dkk., 2014).
a. Thalasemia alfa
Rantai alfa merupakan protein menetap pada hemoglobin dewasa, oleh karena
itu setiap hemoglobin memiliki dua rantai alfa sebagai bagian dari konfigurasi kimia.
Kromosom 16 beratanggungjawab untuk rantai alfa dan gen zeta. Ada dua gen dalam
kromosom untuk produksi rantai alfa dan satu gen untuk produksi rantai zeta. Jadi,
setiap orang tua memberikan kontribusi dua gen untuk produksi rantai alfa dan satu
gen untuk rantai zeta. Dengan demikian, setiap individu memiliki empat gen untuk
memproduksi rantai alfa dan dua gen untuk rantai zeta (Kiswari, 2014). Thalasemia
alfa terjadi karena mutasi gen. Normalnya gen globin alfa terdiri dari empat buah gen,
oleh karena itu kondisi klinis penderita thalassemia dikategorikan berdasarkan jumlah
gen yang yang mengalami gangguan. Gangguan pada keempat gen alfa dapat
mengakibatkan kematian in-uterus. Gangguan pada tiga gen alfa dapat mengakibatkan
anemia yang cukup berat (HbH Disease). Pada kehidupan janin ditemukan Hb Barts
(A.V Hoffbrand dkk, 2013).
14
b. Thalassemia-β
Pada dasarnya thalasemia beta timbul karena adanya presipitasi
(pembentukan) rantai alfa yang berlebih. Presipitasi ini membentuk inclusion bodies
yang menyebabkan pecahnya eritrosit intramedular dan berkurangnya masa hidup sel
darah merah (Bakta, 2006). Kromosom 11 berisi gen untukproduksi rantai epilepson,
beta, gama, dan delta. Setiap orang tua memberikan kontribusi satu gen untuk
produksi dari masing-masing rantai. Oleh karena itu, setiap individu memiliki dua gen
untuk produksi salah satu rantai (Kiswari, 2014).
Pada thalasemia alfa minor, penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali
atau mengalami anemia ringan. Pada thalasemia beta, hampir semua anak
memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, mengalami gangguan pertumbuhan, tidak
nafsu makan, infeksi berulang dan sering kelelahan. Bayi terlihat pucat dan
didapatkan splenomegali (Permono dkk, 2010). Pada penderita thalasemia beta
mayor, gambaran klinis yang dapat terlihat adalah: (A.V Hoffbrand dkk, 2013)
a. Anemia berat pada umur 3-6 bulan yang normalnya terjadi pertukaran
produksi rantai gama ke rantai beta.
b. Terjadinya pembesaran limpa dan hati dikarenakan adanya pembentukan
eritrosit diluar sumsum tulang dan adanya penumpukan besi.
c. Deformitas tulang karena adanya perbesaran sumsum tulang mengakibatkan
fasies thalasemia serta penipisan pada korteks yang disebut gambaran rambut berdiri
“hair on end” pada hasil rontsen.
15
Gambaran wajah anak dengan thalassemia beta mayor dan foto rontgen
Diagnosa klinis thalasemia beta mayor biasanya dapat dilihat saat usia 6–24
bulan karena adanya anemia mikrositik yang berat, ikterus ringan dan
hepatosplenomegali. Anak yang menderita thalasemia akan mengalami anemia ringan
sampai berat dan gangguan pertumbuhan (Cappellini dkk, 2014).
a. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sederhana ditemukan:
- Kadar haemoglobin umumnya rendah
- MCV < Normal (< 8O fL): rerata 70,8 fL,(SB 8,9)
- MCH < Normal (< 27 pg): Rerata 24,1 pg, (SB 3,9)
- RDW tinggi: Rerata 26,8% (SB 9,5)
- Retikulosit sangat meningkat (>14,6)
- Jumlah eritrosit meningkat
- Dapat didapatkan sel darah berinti
- Foto rontgen tengkorak : gambaran hair on end menyerupai rambut berdiri potongan
pendek, penipisan tulang korteks, pelebaran diploe dengan trabekula tegak lurus.
3.7 Komplikasi
a. Komplikasi jantung
Setengah dari kematian penderita thalasemia disebabkan oleh adanya kelainan
jantung seperti gagal jantung, arrithmia, kardiomiopati, efusi perikardial, sistol atau
diastol tidak berfungsi sempurna, dan penumpukan besi dalam darah yang
menghambat jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh secara normal.
Munculnya terapi kelasi besi menyebabkan penurunan tingkat keparahan komplikasi
ini walaupun masih banyak penderita yang meninggal karena komplikasi ini.
b. Komplikasi metabolik
Kelainan metabolik pada penderita thalasemia beta mayor ditandai dengan
deformitas tulang sebagai ciri khas dan dapat diukur dengan melihat Bone Mineral
Density (BMD). Rendahnya BMD sebagai manifestasi osteoporosis jika T score <-2,5
16
dan osteopenia jika T score-1 sampai -2. Faktor yang berkontribusi terhadap
kepadatan mineral tulang yang lebih rendah pada pasien ini karena malnutrisi,
kekurangan vitamin D, kalsium, zink, dan adanya pubertas spontan.
c. Komplikasi hati
Komplikasi hati dikatakan sebagai penyebab utama kematian penderita
thalasemia mayor. Penyakit hati dapat bermanifestasi sebagai hepatomegali,
penurunan konsentrasi albumen, peningkatan aktifitas aspartate dan alanine
transaminase, antibodi virus hepatitis B dan C. Fibrosis hati terjadi karena
dipengaruhi oleh kelebihan zat besi yang mungkin disebabkan oleh hipertensi, kelasi
tidak adekuat, katabolisme eritrosit dan hiperabsorpsi besi. (HTA Indonesia, 2010).
3.8 Penatalaksanaan
Menurut (Regar, 2009), hingga saat ini belum ada obat yang dapat
menyembuhkan penyakit talasemia. Penatalaksanaan penyakit ini dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
Suportif
Transfusi darah
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (< 6 g/dL ). Pemberian
transfusi darah berupa PRC (Packed Red Cell) untuk mempertahankan kadar Hb
diatas 12 g/dL dan tidak melebihi 16 g/dL.
Medikamentosa
- Pemberian iron chelating agent untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh.
Pemberian secara teratur membantu mengurangi terjadinya hemosiderosis.
- Pemberian kelasi besi (desferoxamine) untuk mengatasi masalah kelebihan zat besi.
- Pemberian asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat,
khususnya pada pasien yang jarang mendapat transfusi darah.
- Vitamin E 200-400 IU (International Unit) setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
17
BAB IV
ANALISIS KASUS
18
2. Apakah terapi pada pasien ini sudah tepat?
Ya, sudah tepat
pada penatalaksanaan, pasien diberikan:
-IVFD NaCl 0,9% 10 tpm makro tanpa adanya pembatasan pemberian minum.
-PRC 1 x 100 untuk menambah Hb dalam darah. Cara menghitung Hb tranfusi
adalah dengan rumus : (Hb target- Hb saat ini ) x BB x 4.
-Pemberian kelasi besi Exjade 250 mg/hari (1x1)
-Pemberian vitamin C 250 mg/hari, asam folat 2 mg/hari untuk membantu
penyerapan Fe dan pemberian vitamin E 200 IU/hari setelah tranfusi bertujuan
untuk mempertahankan lama hidup sel darah merah dan regenerasi sel.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21