Anda di halaman 1dari 39

Case report

GENERAL ANESTESI PADA PASIEN TUMOR OTAK

OLEH

AMIRA AINUL WIDAD 21360051

WULAN MULYANI 21360095

PRECEPTOR: dr. YUSNITA DEBORA, Sp.An

SMF ILMU ANESTESIOLOGI

RSUD JENDRAL AHMAD YANI METRO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

2021
DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

BAB II IDENTITAS PASIEN


2.1 Anamnesis................................................................................................3
2.2 Pemeriksaan Fisisk..................................................................................4
2.3 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................6
2.4 Anestesi....................................................................................................8
2.5 Terapi Cairan...........................................................................................9
2.6 Post Operasi...........................................................................................10
2.7 Follow UP Preoperasi............................................................................11
2.8 Post Operasi Di Ruang ICU...................................................................11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Anatomi dan Fisiologi Otak..................................................................15
3.2 Definisi..................................................................................................18
3.3 Patofisiologi...........................................................................................18
3.4 Gejala Klinis..........................................................................................19
3.5 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................19
3.6 Tatalaksana............................................................................................19
3.7 Penatalaksanaan General Anestesi .......................................................21

BAB IV DAFTAR PUSTAKA.................................................................................25


1

BAB I
PENDAHULUAN

Tumor otak merupakan salah satu bagian dari tumor pada sistem saraf,
disamping tumor spinal dan tumor saraf perifer. Tumor otak atau tumor
intrakranial merupakan neoplasma atau proses desak ruang (space occupying
lession atau space taking lession) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di
dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial. Tumor otak bersifat
jinak maupun ganas dan timbul didalam otak.5
Tumor otak primer (80%) , sekunder (20%) . Tumor primer kira-kira 50%
adalah glioma, 20% meningioma, 15% adenoma dan 7% neurinoma. Pada orang
dewasa 60% terletak di supratentorial, sedangkan pada anak- anak 70% terletak di
infratentorial. Tumor yang paling banyak ditemukan pada anak adalah tumor
serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma. Statistic primer adalah 10%
dari semua proses neoplasma dan terdapat 3-7 penderita dari 100.000 orang
penduduk. 4
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.
Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi
membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang
ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan
cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor
kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari
jaringan otak. Walaupun demikian ada beberapa jenis tumor yang mempunyai
predileksi lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak.
Dengan pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi hampir pasti dapat dibedakan
tumor benigna dan maligna.5
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 %) dibanding
perempuan (39,26 %) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai > 60 tahun
(31,85 %) selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3

2
bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita
(74,1 %) yang dioperasi dan lainnya (26,9 %) tidak dilakukan operasi karena
berbagai alas an, seperti inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi
tumor terbanyak di lobus parietal (18,2%), sedangkan tumor-tumor lainnya
tersebar dibeberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum,
brainstem, cerebellopontineangle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi, jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah Meningioma (39,26 %),
sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lani yang tidak dapat ditentukan.
4

2
3

BAB II
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RS : 23 Nov 2021


No. RM 361424
Pukul : 19.00 WIB
2.1 Anamnesis (Alloanamnesis: Istri)
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. ER
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 29 februari 1972
Umur : 49 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Dusun IV RT/RW 014/007 Kel. Tambah Luhur, Kec.
Purbolinggo, Lampung Timur
b. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama: Nyeri kepala
Keluhan Tambahan: Cemas, pusing, dan lemas seluruh badan.
Data diperoleh dengan cara alloanamnesis bersama anak pasien pada Rabu, 24
November 2021
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang ke Poliklinik Bedah Syaraf RSUD A Yani dengan keluhan
nyeri di kepala yang dirasakan seperti berdenyut-denyut di pelipis kanan,
pasien juga mengeluhkan pusing dan lemas di seluruh badan, akhir akhir ini os
sering merasa cemas disertai tidak bisa tidur. Setelah dilakukan CT Scan Os
dinyatakan kembali mengidap Tumor Otak dan di Rencanakan Operasi pada
tanggal 24 November 2021

Sebelumnya pasien memiliki benjolan di pelipis kanan dan


didiagnosa tumor otak kemudian os di operasi di RS imanuel pada tahun 2019.
Kemudian pada tanggal 5 oktober 2021 pasien didiagnosa hidrosefalus lalu
menjalani operasi pemasangan VP Shunt lalu pada tanggal 15 oktober 2021
pasien kembali menjalani operasi pelepasan VP Shunt.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi (-)
Alergi (-)
Diabetes Melitus (-)
Asma (-)
Penyakit Jantung (-)
PPOK (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
-
Riwayat Alergi
Obat (-)
Makanan (-)
Riwayat Operasi
Eksisi tumor Otak
Pemasangan Vp Shunt (Hidrosefalus)
Pelepasan Vp Shunt

2.2 Pemeriksaan Fisik


a. Status Pasien
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Suhu : 36.8 0C
RR : 20 x/menit
HR : 91 x/menit
Tekanan Darah : 121/91 mmHg
SpO2 : 98%
Berat Badan : 60 kg

4
b. Status Generalis
Kelainan mukosa kulit / subkutan yang menyeluruh
Pucat: (-)
Sianosis: (-)
Ikterus: (-)
Edema: (-)
Turgor: < 2 detik
KGB: (-)
Kepala
Wajah : Normocephali
Rambut :hitam tidak mudah dicabut
Mata : SI (-/-), CA (-/-)
Telinga : Simetris, sekret (-)
Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)

5
Mallampati: 3
Leher
Ukuran : Pendek (-)
Trakea : Deviasi (-)
Buka mulut: 3
HMD 3
TMD 2
Thorax
Bentuk : Normochest
Inspeksi : Simetris
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Simetris, lesi (-), retraksi (-)
Palpasi : Massa (-), ekspansi simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi: Vesikuler (+/+), wheeing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar dan lembut
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Genitalia Eksterna
Laki-laki
Ekstremitas
Akral hangat (+), sianosis (-), edema (-)

6
2.3 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 18 Nov 2021
Hematologi

No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

1 Leukosit 8,09 5-10


2 Eritrosit 4,59 4,37-5,63
3 Hemoglobin 13,5 14-18
4 Hematokrit 42,6 41-54
5 MCV 92,7 80-92
6 MCH 295 27-31
7 MCHC 31,8 32-36
8 Trombosit 235 150-450
9 RDW 13,4 12,4-14,4
10 MPV 8,80 7,3-9

Kimia Klinik

No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

1 GDS <140

2 Ureum 19-44

3 Kreatinin 0,9-1,3

Golongan Darah

Golongan Darah B

Rhesus Positif (+)

Imunologis
HBsAg Non Reaktif

7
EKG

Kesan : Sinus Rhytm

Foto Thorax

Pada Foto Thorax didapatkan Kesan :


Pulmo dalam batas Normal
Cardiomegali

8
CT-SCAN

Pemeriksaan CT scan tanpa bahan kontras; Pada CT Scan Kepala didapatkan Kesan :

• Cephal Hematom regio temporalis dextra disertai pneumatisasi subgaleal

• Defect calvaria temporale dextra, tak tampak gambaran herniasi extracranial

lobus temporalis dextra

• Burr hole pada os parietalis sinistra

• Massa pericalvaria temporalis dextra yang menyebabkan herniasi subfalcine ke

kontralateral suggestif Meningioma

9
2.4 Anestesi
a. Diagnosis Anestesi
ASA l
b. Mulai Puasa
Selasa, 23 Nov 2021. Pukul 01.00 WIB
c. Tindakan Anestesi
General Anestesi
Premedikasi : Sulfat Atropin 0.25mg; Fentanyl 100mcg
Induksi : Propofol 120mg
Muscle Relaxant : Atracurium 25mg
Maintenance : Sevofluran 2mg dan N2O : O2 = 2L : 2L
Reversal : Sulfat Atropin 0.25mg; Neostigmin 0.5mg
Analgetik : Tramadol 100mg; Ketorolac 30mg
d. Ekstubasi
Tanda-tanda:
Napas spontan, batuk, pupil midriasis, tidal volume napas spontan ½ dari tidal
kebutuhan pasien.

10
2.5 Terapi Cairan
Cairan Durante Operasi
Maintenance : 2 x BB = 2 x 60kg = 120 ml/jam
Defisit Puasa : 8 (Jam Puasa) x M = 8 x 120 = 960 ml/jam
Stres Operasi : 8 (Operasi Berat) x BB = 8 x 60kg = 480 ml/jam

Cairan 1 jam pertama


= (½ x DP )+ M + SO
= ½ x 960 + 120 + 480
= 1080 ml
Cairan 2 jam berikutnya
= ¼ x DP + M + SO
= ¼ x 960 + 120 + 480
= 840 ml
Cairan 3 jam berikutnya
= ¼ x DP + M + SO
= ¼ x 960 + 120 + 480
= 840 ml
Cairan 4 jam berikutnya
= M + SO
= 120+480
= 600 ml
Tabel

Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke-4

Maintenance 120ml 120ml 120ml 120ml

Stres Operasi 480ml 480ml 480ml 480ml

Defisit Puasa 480 ml 240 ml 240 ml -

11
Jumlah 1080 ml 840 ml 840 ml 600 ml

Total 3360 ml

Menghitung Cairan Pengganti Perdarahan

EBV = Kg/BB x EBV (dewasa)


= 60 x 70
= 4200 ml
Jika perdarahan 10% diberi 3x RL,

jika 15-20% diberi koloid sebanyak perdarahan,

dan jika >20% diberi PRC sebanyak perdarahan.

Cairan yang masuk

RL 2000 cc (4 kolf) , NaCl 500 cc (1 kolf) dan Darah 234

cc Cairan keluar

Darah 350 ml

2.6 Post Operasi


Aktivitas
Gerakan 4 ekstremitas (2)
Gerakan 2 ekstremitas (1)
Tidak ada gerakan (0)
Respirasi
Nafas dalam/batuk (2)
Sesak / nafas terbatas (1)
Henti nafas (0)
Sirkulasi
Tekanan darah +- 20% preop (2)
Tekanan darah +- 20%-50% preop (1)
Tekanan darah +- 50% preop (0)
Kesadaran
Sadar penuh (2)
Sadar bila dipanggil (1)

12
Tidak ada respon (0)
Warna Kulit
Merah muda (2)
Pucat (1)
Sianosis (0)

Pasien ke ruangan jika nilai >= 8

2.7 Follow Up Pasien Pre Operasi


Tanggal/Pukul Hasil Pemeriksaan Analisis Dengan SOAP
14/10/2021 S Os tampak sakit sedang, os mengalami
Pukul 07:15 (subyekif) demam dan penurunan kesadaran

T : 37,2 C⁰
O TD : 218/114 mmHg
(obyektif) RR : 22 x/ menit
HR : 72 x/ menit
SPO2 : 98 %

A SH ec ICH
(Asessment)

P - IFVD D5 ⅟₂ Ns 20 tpm
(Planning) - Inj Piracetam 3 x 1 g
-Inj Kalnex 3x 1 ampul
- Inj Ranitidin 2 x 1 ampul
- Inj Metamizol 3 x 1 ampul
- Inj Ceftiaxone 2 x 1 gr
- Inj Furosemide 2 ampul
Candestartan 1x 8mg
Rencana Operasi

13
2.8 Post Operasi di Ruang ICU
Tanggal/Pukul Hasil Pemeriksaan Analisis Dengan FormatSOAP
15/10/2021 S OS tampak sakit sedang setelah post
Pukul 12.00 (subyekif) operasi craniotomy et causa stroke
hemorrhagic.

Kesadaran: DPO (12.00)


TD : 191/120 mmHg
O RR : 31x/ menit
(obyektif) HR : 81x/ menit
SPO2 : 100%
Paru: Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
Abdomen: Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Edema (-)

A Post oklusi et causa ICH


(Asessment)
-Head Up 30o
P -Obat:
(Planning) Kalnex 3 x 500 mg
Metamizole 3 x 1
Pro transfusi sampai Hb > 10 mg/dl
OMZ 1 hari
16/10/2021 S OS tampak sakit sedang setelah post
Pukul 08.00 (subyekif) operasi craniotomy ec stroke
hemorrhagic

O Keadaan Umum : Lemah


(obyektif) Kesadaran: Apatis (12)
GCS 3/4/ETT
TD : 160/94 mmHg
RR : 13 x/ menit
HR : 67 x/ menit
SPO2 : 99%

A Post Op Craniotomi
(Asessment)

P - Monitor TTV
(Planning) - Monitor Kesadaran
- Head up 40⁰
- O2 3L/menit
- Suction berkala

14
Pukul 12:00 S Tampak sakit sedang
(subyekif)

O Keadaan Umum : Lemah


(obyektif) Kesadaran: Apatis (12.00)
GCS 3/4/ETT
TD : 103/170 mmHg
RR : 14 x/ menit
HR : 76 x/ menit
SPO2 : 99%

A Post op craniotomi
(Asessment)
P IVFD D5 ⅟₂ Ns
(Planning) Inj Ceftriaxon
Inj Ranitidin
Inj Piracetam
Inj As. Tranexamat
Inj Metamizol
Inj furosemide

Laboratorium 15 Oktober 2021


Hematologi
No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1 Leukosit 9.26 Ribu/ µl 5-10
2 Eritrosit 3.22 Juta/ µl 4,37-5,63
3 Hemoglobin 8.9 g/dl 14-18
4 Hematokrit 25.8 % 41-54
5 MCV 80.0 Fl 80-92
6 MCH 27.6 pg 27-31
7 MCHC 34.5 g/dl 32-36
8 Trombosit 110 Ribu/ µl 150-450
9 RDW 11.1 % 12,4-14,4
10 MPV 6.82 fL 7,3-9

Hemostatis

No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


1 Masa Perdarahan (BT) 3’00’’ Menit 1’00’’-6’00’’
2 Masa Pembekuan (CT) 13’00’’ Menit 9’00’’-15’00’’

15
Laboratorium 16 Oktober 2021

Hematologi

No Jenis Hasil Satuan Nilai normal


Pemeriksaan
1 Leukosit 16.17 Ribu/ µl 5-10
2 Eritrosit 5.00 Juta/ µl 4,37-5,63
3 Hemoglobin 15.2 g/dl 14-18
4 Hematokrit 45.7 % 41-54
5 MCV 86.9 Fl 80-92
6 MCH 30.7 pg 27-31
7 MCHC 33.6 g/dl 32-36
8 Trombosit 157 Ribu/ µl 150-450
9 RDW 13.6 % 12,4-14,4
10 MPV 11.50 fL 7,3-9

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Otak
Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar
dan terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium
(tengkorak), yang secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada
orang dewasa. Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang
lebih 100 triliun neuron atau dapat diibaratkan sejumlah bintang di langit. Masing-
masing neuron mempunyai 1000 sampai 10.000 korteks sinaps dengan sel saraf
lainnya, sehingga mungkin jumlah keseluruhan sinaps di dalam otak dapat
mencapai 100 triliun.Gambar penampang otak dapat dilihat pada gambar di bawah

Gambaran Penampang Otak

Jaringan otak dillindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan


luar adalah kulit kepala, tulang tengkorak, meningens (selaput otak), dan likuor
serebrospinal. Meningens terdiri dari tiga lapisan, yaitu : Duramater (meningens
cranial terluar), arakhnoid (lapisan tengah antara duramater dan piamater), dan
piamater (lapisan selaput otak yang paling dalam). Di tempat-tempat tertentu
duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium dan membaginya menjadi tiga
kompartemen. Tentorium merupakan sekat yang membagi rongga cranium
menjadi supratentorial dan infratentorial, memisahkan bagian posterior-inferior
hemisfer serebri dari serebelum.

Korteks serebrum mempunyai pola individual (yang berbeda antara


manusia satu dan lainnya) yang ditandai dengan celah-celah yang disebut sulkus
dan birai-birai yang dikenal dengan nama girus. Dengan adanya sulkus di atas,
serebrum dapat dibagi menjadi beberapa lobus ; (1) Lobus frontalis di fosa
anterior; pusat fungsi perilaku, pengambilan keputusan, dan control emosi; (2)
Lobus temporalis di fosa media; pusat pendengaran, keseimbangan, dan emosi-
memori; (3) Lobus oksipitalis di belakang dan di atas tentorium; pusat penglihatan
dan asosiasi; (4) Lobus parietalis di antara ketiganya; pusat evaluasi sensorik
umum dan rasa kecap. 4

Definisi Tumor Otak


Tumor otak merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada
jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru,
payudara, prostat, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.1

gambar 2.7 :

Berdasarkan gambaran histopatologis, klasifikasi tumor otak yang penting secara


klinis terbagi atas dua yaitu primary brain tumor dan metastatic brain tumors.5

Epidemiologi
Tumor primer biasanya timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan
selaput myelin. Tumor sekunder berasal adalah tumor metastasis yang biasa
berasal dari hampir semua tumor pada tubuh. Tumor metastasis SSP yang melalui
perderan darah yaitu yang paling sering adalah tumor paru-paru dan prostat,
ginjal, tiroid, atau traktus digestivus, sedangkan secara perkontinuitatum masuk ke
ruang tengkorak melalui foramina basis kranii yaitu infiltrasi karsinoma
anaplastik nasofaring.
Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan
bermetastasis, hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis ke
medulla spinalis dan kepermukaan otak melalui peredaran likuor
serebrospinalis.Perbandingan tumor otak primer dan metastasis adalah 4 : 1.
Tumor otak primer (80 %), sekunder (20 %). Tumor primer kira-kira
50% adalah glioma, 20 % meningioma, 15 % adenoma dan 7 % neurinoma. Pada
orang dewasa 60 % terletak di supratentorial, sedangkan pada anak-anak 70 %
terletak di infratentorial. Tumor yang paling banyak ditemukan pada anak adalah
tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma.Statistik primer adalah
10 % dari semua proses neoplasma dan terdapat 3 – 7 penderita dari 100.000
orang penduduk. 4

Etiologi Tumor Otak


Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, sebagai berikut:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga (5-10%). Sklerosis tuberose atau penyakit
Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-
faktor herediter yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh.
Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam
tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan
abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial
dan kordoma.

3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.Selain itu pada pasien-pasien
penderita tinea kapitis yang medapat radiasi kepala jangka panjang
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.5

Klasifikasi Tumor Otak


Klasifikasi yang berkaitan dengan gradasi keganasan berkembang secara luas
seperti konsep pembagian dari Borders (1915) yang mengelompokkan tumor otak
(yang struktur selulernya sejenis) menjadi empat tingkat anaplasia seluler.

© Grade I : diferensiasi sel 75 – 100%


© Grade II : diferensiasi sel 50 – 75%
© Grade III : diferensiasi sel 25 – 50%
© Grade IV : diferensiasi sel 0 – 25%

Tabel 2.4 Klasifikasi tumor otak berdasarkan World Health Organization (WHO):
1. TUMOR NEUROEPITHELIAL
1. Tumor Glial
a. Astrositoma
i. Astrositoma Pilositik
ii. Astrositoma Difus
iii.Astrositoma Anaplastik
iv.Glioblastoma
v. Xantoastrositoma Pleomorfik
vi.Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
b. Tumor Oligodendroglial
i. Oligodendroglioma
ii. Oligodendroglioma Anaplastik
c. Glioma campuran (Mixed Glioma)
i. Oligoastrositoma
ii. Oligoastrositoma Anaplastik
d. Tumor Ependimal
i. Ependimoma Myxopapilari
ii. Subependimoma
iii.Ependimoma
iv.Ependimoma Anaplastik
e. Tumor Neuroepithelial lainnya
i. Astroblastoma
ii. Glioma Koroid dan ventrikel III
iii.Gliomatomosis serebri
2. Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
a. Ganglisitoma
b. Gangliglioma
c. Astrositoma desoplastik Infantile
d. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial (BNET)
e. Neurositoma operasi
f. Liponeurositoma Serebelar
g. Paraganglioma
3. Tumor Non-glial
a. Tumor Embrional
i. Ependimoblastoma
ii. Meduloblastoma
iii. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
b. Tumor Pleksus Khoroideus
i. Papiloma Pleksus Khoroideus
ii. Karsinoma Pleksus Khoroideus
c. Tumor Parenkim Pineal
i. Pineoblastoma
ii. Pineositoma
iii. Tumor Parenkim Pineal dengan Diferensiasi Intermediet
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik
3. TUMOR GERM CELL
1. Germinoma
2. Karsinoma Embrional
3. Tumor Sinus Endodermal (Yolk sac)
4. Khoriokarsinoma
5. Teratoma
6. Tumor Germ cell bercamputan
4. TUMOR SELLA
i. Adenoma hiposifif
ii. Karsinoma Prostat
iii. Kraningofaringoma
5. TUMOR DENGAN HISTOGENESIS YANG TIDAK JELAS
i. Hemangioblastoma Kapiler
6. LIMFOMA SISTEM SARAF PUSAT PRIMER
7. TUMOR NERVUS PERIFER YANG MEMPENGARUHI SSP
8. TUMOR METASTASIS

Manifestasi Klinis Tumor Otak


Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional akan
menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan dengan
gangguan pada nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada tingkat
neurofisiologi dan neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan,
gangguan mental, gangguan endokrin, dan sebagainya. Persentasi klinis sering
kali dapat mengarahkan perkiraan kemungkinan lokasi tumor otak.Secara umum
persentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otakmerupakan manifestasi dari
peninggian tekanan intrakranial; namun sebaliknya gejala neurologis yang bersifat
progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial,
perlu dicurigai adanya tumor otak.

Tekanan Tinggi Intrakranial


Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah: nyeri
kepala, muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala disini cenderung
bersifat intermittent, tumpul, berdenyut dan tidak begitu hebat terutama di pagi
hari karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga
mengakibatkan peningkatan CBF (Cerebral Blood Flow) dan dengan demikian
mempertinggi tekanan intrakranial. Juga lonjakan sejenak seperti karena batuk,
mengejan atau berbangkis memperberat nyeri kepala.Nyeri dirasa berlokasidi
sekitar daerah frontal atau oksipital.Penderita sering kali disertai muntah yang
“menyemprot” (proyektil) dan tidak didahului oleh mual.Hal ini terjadi oleh
karena tekanan Intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam, akibat
PCO2 serebral meningkat.Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran likuor
serebrospinal sering kali ditampilkan dengan pembesaran lingkar kepala yang
progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol; sedangkan pada anak-anak yang
lebih besar di mana suturanya relative sudah merapat, biasanya gejala papiledema
terjadi lebih menonjol.Papiledema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang
meninggi atau akibat penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara
langsung.Papiledema memperlihatkan kongesti venosa yang jelas, dengan papil
yang berwarna merah tua dan perdarahan-perdarahan di sekitarnya.

Teori mekanisme peninggian tekanan intrakranial, pada tumor otak:


1. Karena adanya obstruksi pada system ventrikel sehingga menghalangi
liquor cerebrospinalis,
2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas tengkorak
terbatas untuk otak dan liquor saja,
3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,
4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran darah yang
kembali ke vena terhalang,
5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor
cerebrospinalis, sehingga terjadi produksi yang berlebihan, seperti
pada “papiloma plexus”.
Kejang
Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat
berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal.Kejang dapat merupakan
gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap untuk
beberapa lama sampai gejala lainnya timbul.

Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

 Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun


 Mengalami post iktal paralisis
 Mengalami status epilepsi
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi
 Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.

Perdarahan Intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan
perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.

Gejala Disfungsi Umum


Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan
fungsi intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma.Penyebab umum
dari disfungsi serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan
pergeseran otak akibat gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau
hidrosefalus sekunder yang terjadi.

Gejala Neurologis Fokal


Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor-
tumor yang terletak di daerah frontal, temporal, dan hipotalamus, sehingga sering
kali penderiita-penderita tersebut diduga sebagai penyakit nonorganik atau
fungsionil.Gejala afasia agak jarang dijumpai, terutama pada tumor yang berada
di hemisfer kiri (dominan).Tumor-tumor daerah supraselar, nervus optikus dan
hpotalamus dapat mengganggu akuitas visus.Kelumpuhan saraf okulomotorius
merupakan tampilan khas dari tumor-tumor paraselar, dan dengan adanya tekanan
intracranial yang meninggi kerap disertai dengan kelumpuhan saraf
abdusens.Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior; sedangkan
tumor-tumor supraselar atau paraselar kadang (jarang sekali) menyebabkan
gejalapatognomonik berupa nistagmus ‘gergaji’ (seesaw nystagmus); gerakan
mata diskonjugat, ventrikal dan rotasional di mana masing-masing mata geraknya
saling berlawanan.Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan
gangguan sensorik serta kadang ada efek visual merupakan refleksi kerusakan
yang melibatkan kapsula interna atau korteks yang terkait.Ataksia trukal adalah
pertanda suatu tumor fosa posterior yang terletak di garis tengah.Gangguan
endokrin menunjukkan adanya kelainan pada hipotalamus-hipofise.5

Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak


Pemeriksaan sken magnet (MRI) dan sken tomografi computer merupakan
pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi adanya tumor-tumor intrakranial.Dalam
hal ini dapat diketahuisecara terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya
terhadap jaringan sekitarnya, bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat pula diduga
jenisnya dengan akurasi yang hamper tepat. Pemeriksaan konvensional seperti:
foto polos kepala, EEG, ekhoensefalografi, dan pemeriksaan penunjang diagnostic
yang invasive seperti: angiografi serebral, pneumoensefalografi sudah jarang
diterapkan, kecuali pada keadaan-keadaan darurat dengan Kendala fasilitas
pemeriksaan mutakhir di atas tidak ada atau sebagai pembantu perencanaan teknik
pembedahan otak. 6

Diagnosis Tumor Otak


 Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah
dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya,
hubungannya dengan sistem ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital
otak misalnya; sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu, juga diperlukan
periksaan radiologis canggih yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan
non invasive mencakup CT-Scan dan MRI bila perlu diberikan kontras agar dapat
mengetahui batas-batas tumor.Pemeriksaan invasif seperti angiografi serebral
yang dapat memberikan gambaran sistem pendarahan tumor, dan hubungannya
dengan sistem pembuluh darah sirkulus willisi.
-Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti. Dari anamnesis
kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin
sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya; ada tidaknya
nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit
lapangan pandang.
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik
untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
 Elektroensefalografi (EEG)
 Foto polos kepala
 Arteriografi
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen
yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor
yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran
CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa
yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata
bila pada waktu  pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.6

Penilaian CT Scan pada tumor otak:


Tanda proses desak ruang:
 Pendorongan struktur garis tengah otak
 Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
 Kelainan densitas pada lesi:
 Hipodens
 Hiperdens atau kombinasi
 Kalsifikasi, perdarahan
 Edema perifokal

Penanganan Tumor Otak


Pemilihan tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita
tumor otak tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
 Kondisi umum penderita
 Tersedianya alat yang lengkap
 Pengertian penderita dan keluarga
 Luasnya metastasis
Adapun terapi dan modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup
tindakan-tindakan:
 Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam
untuk mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang
menyebabkan TTIK. Peranan nya masih kontroversial dalam terapi
TTIK. Beberapa efek samping yang dapat timbul adalah berkaitan
dengan penggunaan steroid lama seperti: penurunan kekebalan,
supresi adrenal, hiperglikemia, hipokalemia, alkalosis metabolic,
retensi cairan, penyembuhan luka yang terlambat, psikosis,
miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.
 Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan
dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak
tidak dapat diberikan secara terus-menerus. Persiapan prabedah,
penanganan pembiusan, teknik operasi dan penanganan pascabedah
sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan
penanganan operatif terhadap tumor otak.
 Terapi konservatif
o Radioterapi
Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan
menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi
lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson.
Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh
beberapa faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval
antarfraksi radiasi.
o Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum
mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang
menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-
tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan
astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat
kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di
kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil),
PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU,
BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG
(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada
susunan saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga
perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat
mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian
kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi),
melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna,
via pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.
o Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa
tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi
immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan
restorasi sistem imun dapat menekan dapat menekan pertumbuhan
tumor. 6
Prognosis Tumor Otak
Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-
negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui
pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5
years survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahaun (10 years
survival) berkisar 30-40%.5
ANESTESI UMUM

A. Definisi
Anestesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan kesadaran secara
sementara dan biasanya ada kaitannya dengan pembedahan. Secara umum berarti
suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh¹.
B. Persiapan Praanestesi4

Penilaian dan persiapan praanestesi berupa:


 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang

Klasifikasi ASA
Pemeriksaan rutin pre anestesi baik atas dasar indikasi sesuai gambaran
klinis pasien ataupun tidak telah menjadi bagian praktek klinik selama bertahun-
tahun. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk menilai status kesehatan pasien
dan segala penyulit sebelum dilakukan tindakan anestesi, memperkirakan
komplikasi pasca bedah, melakukan identifikasi kondisi yang tidak terduga yang
mungkin memerlukan tidakan sebelum operasi atau perubahan dalam tatalaksana
operasi atau anestesi peri operatif, menilai penyakit yang sudah diketahui
sebelumnnya yang dapat mempengaruhi anestesi perioperatif.
Klasifikasi ini penting untuk menilai keadaan penderita sebelum operasi :
ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat hingga aktifitas rutin
terbatas.
ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktifitas rutin penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam¹.
PREMEDIKASI
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
dilakukan, dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan, dan ketika pasien bangun
dari anestesi.
Tujuan Premedikasi sangat beragaman, diantaranya :
- Mengurangi kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi dan anesthesia
- Mengurangi sekresi ludah dan broncus
- Meminimalkan jumlah obat anesthetic
- Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflek yang membahayakan

INDUKSI ANESTESI
Induksi anestesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan
pembedahan. Sebelum memulai induksi anestesia sebaiknya disiapkan
peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi
keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepatdan lebih baik.

Untuk persiapan anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS:


- Scope : Laringoscope dan Stetoscope
- Tubes : Pipa trakea yang diplih sesuai usia
- Airway : Orotracheal airway, untuk menahan lidah pasien saat pasien
tidak sadar, untuk menjaga agar lidah tidak menutup jalan
nafas.
- Tape : Plaster untuk memfiksasi orotracheal airway.
- Introducer: Mandrain atau stilet dari kawat untuk memandu agar pipa
trakea mudah untuk dimasukkan.
- Conector: Penyambung antara pipa dan alat anesthesia
- Suction : Penyedot lendir.

Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hari-hati, perlahan-


lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dengan dalam
kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesia, pernapasan pasien,
nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberi oksigen¹.

RUMATAN ANESTESI
Rumatan anestesi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi dan
campuran keduanya. Rumatan anestesia bertujuan menciptakan keadaan
hypnotis, anelgesia cukup dan relaksasi otot lurik yang baik.

INTUBASI TRAKEA
a. Indikasi Intubasi :
- Menjaga jalan nafas dari gangguan apapun.
- Mempermudah ventilasi dan oksigenisasi
- Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
b. Kesulitan Intubasi :
- Leher pendek berotot
- Mandibula Menonjol
- Maksila menonjol
- Uvula tidak terlihat (malampati 3 atau 4)
- Gerakan sendi temporo mandibula terbatas
- Gerakan vertebra cervical terbatas
c. Komplikasi Intubasi
1. Selama Intubasi :
- Trauma gigi geligi
- Laserasi bibir, gusi dan laring
- Merangsang simpatis
- Aspirasi
- Spasme bonchus
2. Selama Extubasi :
- Spasme laring
- Aspirasi Gangguan fonasii
- Edema glottis-subglotis
- Infeksi laring, faring, trakea.

Kriteria Malampati :
Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Mole
1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -

Pipa trakea (endotracheal tube)


Pipa trake (endotracheal tube) mengantar gas anestetik langsung ke dalam
trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil –klorida. Ukuran diameter
lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil
dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah
usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi
anak digunakan tanpa kaf (cuuf) dan untuk anak besar-dewasa dengan kaf, supaya
tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput
lendir trakea dan selain itu jika ingin menggunakan pipa trakea dengan kaf pada
bayi harus menggunakan ukuran pipa trakea yang diameternya lebih kecil dan ini
membuat resiko tahanan napas lebih besar.²

EKSTUBASI
Sejalan dengan berkurangnya efek anestesi, dilakukan suction pada
pasien dan ET dicabut setelah lebih dulu diberikan ventilasi tekanan positif
untuk memberi kesempatan penngeluaran atau sekret keluar dari glotis.
Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika intubasi kembali akan
menemukan kesulitan dan adanya resiko Aspirasi. Ekstubasi umumnya
dikerjakan pada keadaan anestesi sudah ringan, dengan catatan tidak akan
terjadi spasme laring. Sebelum tindakan hendaknya rongga mulut, laring,
faring dibersihkan dari sekret dan cairan.²
MEDIKASI³

Ranitidin:
Indikasi: untukpengobatan tukak duodenum,refluks gastrointetinal,
keadaan hipersekretorik patologik, profilaksis terhadap aspirasi paru, tukak stres,
perdarahan gastrointestinal atas pada pasien sakit kritis.³
Farmakologi : merupakan antagonis reseptor H2 memblokir sekresi
hidrogen yang ditimbulkan histamin-pentagastrin- dan asetilkolin oles sel parietal.
Sekresi lambung dan akibat makanan juga diinhibisi. Ranitidin tidak mempunyai
efek yang bermakna terhadap pengosongan lambung, volume, atau sekresi
pankreas.Ranitidin juga menekan vasodilatasi perifer dan efek inotropik akibat
histamin. Ranitidin mempunyai pasokan minimal kedalam susunan saraf pusat
dan demikian, berlawanan dengan simetidin, menimbulkan efek samping yang
lebih sedikit seperti gangguan fungsi saraf pusat pada pasien manula.³
Dosis :
Oral: 150 mg 2 kali sehari, sebagai alternatif 150-300 mg
IV / IM : 50 mg setiap 6-8 jam
Infus: 6,25 mg/jam

Kemasan:
Tablet: 150 mg, 300 mg
Larutan oral : 15 mg/ml
Ampul : 25 mg/ml
Farmakoknetik:
Awitan: IV / IM < 15 menit, PO < 30 menit
Efek puncak: IV/IM 1-2 jam, PO 2-3 jam
Reaksi samping utama:
- Kardiovaskuler: takikardi
- Pulmoner: bronkospasme
- SSP : sakit kepala. Pusing, depresi, kebingungan
- Hati : mual
- Dermatologik: eritema multiforme.

Ondansentron

Indikasi: pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah.


Farmakologi: ondasentron adalah suatu agonis reseptor serotonin 5 HT3 seletif
yang ditemukan secara perifer pada terminal saraf vagal. Ondansentron tidak
mengantagonis reseptor dopamin. Obat dapat melewati plasenta dan dapat
dieksresikan dalam ASI, hati-hati pada pasien hamil dan menyusui.³
Kemasan : ampul 2 mg/ml
Farmakokinetik:
- Awitan aksi : IV < 30 menit
- Efek puncak: bervariasi
- Lama aksi: IV12-24 jam

Reaksi samping utama:


- Kardiovaskular: hipotensi, bradikardi, takikardi
- Pulmoner: bronkospasme, sesak nafas
- SSP: reaksi ekstrapiramidal, kejang
- Gastrointestinal: konstipasi, gangguan fungsi hati
- Lain-lain: nyeri dan keerahan ditempat suntikan

OBAT ANESTESI INTRAVENA:


 Fentanyl
Fentanyl merupakan agonis opioid yang poten , sebagai suatu analgesik
fentanyl lebih kuat 75 sampai 125 kali dibandingkan morfin. Awitannya yang
cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar
dari fentanyl dibandingkan morfin..
Depresi dari ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lama
dibandingkan analgesia. Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam
dosis besar saat digunakan sebagai anestetik tunggal. Aliran darah otak, kecepatan
metabolisme otak dan tekanan intrakranial menurun.
Fentanyl dan opioid lain meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi.³
Farmakokinetik
Awaitan aksi:
- Pemberian IV 30 detik, IM< 8 mneit, Epidural/spinal 4-10 menit,
transdermal 12-18 jam, oral transmukosa: 5-15 menit
- Lama aksi: IV : 30-60 menit; IM: < 15 menit; epidural/ spinal 1-2 jam;
oral: 3 hari.
- Toksisitas: efek mendepresi sirkulasi dan ventilasi dipontesiasi oleh
narkoti, sedatif, analgesia ditingkatkan dan diperpanjang oleg agonis alfa-2
(contohnya: epinefrin, klonidin); kekauan otot pada dosis yang tinggi
cukup mengganggu ventilasi. Penambahan epinephrine pada fentanyl
intratekal/epidiral menimbulkan peningkatan efek samping (mual) dan
memperpanjang blok motorik.

Reaksi samping utama:


- Kardiovaskular: hipotensi, bradikardia
- Pulmoner: depresi pernafasan
- SSP : pusing, penglihatan kabur, kejang
- Gastro Intestinal : mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme
traktus biliaris
- Mata : miosis
- Muskuloskeletal: kekakuan otot.

Tujuan pemberian fentanyl untuk mengurangi kecemasan dan mengurangi


rasa nyeri saat pembedahan. Dosis fentanyl 1-2 mcg/kgBB.

 Propofol

Mekanisme kerja propofol : bekerja cepat, molekul larut lemak dapat


dengan cepat melewati sawar darah otak sehingga tiba di sirkulasi serebral
menyebabkan depresi kortikal dan hilangnya kesadaran.
Propofol merupakan suatu obat hipnotik intravena diisopropilfenol yang
menimbulkan iduksi anestesi yang cepat. Dengan aktivitas eksitasi minimal
(contohnya mioklonus). Obat ini mengalami distribusi yang luas dan eliminasi
yang cepat. Dosis induksi berkaitan dengan apne dan hipotesi sebagai akibat
depresi miokard langsung dan penurunan tahanan vaskuler sistemik dengan
perubahan nadi minimal. Obat ini menghambat respon hemodinamik terhadap
laringoskop dan intubasi. Propofol tidak mempunyai efek analgesik.
Dibandingkan dengan natrium tiopental, pemulihan lebih cepat dan jarang
terdapat mual dan muntah. Propofol kemungkinan memiliki efek antiemetik
intrinsik. Dosis subhipnotik efektif dalam mengobati mual dan muntah pasca
bedah dan berkaitan dengan kemoterapi. Propofol dapat menekan korteks adrenal
dan menurunkan kadar kortisol plasma.³
Farmakokinetik
- Awitan aksi: dalam 40 detik
- Efek puncak: 1 menit
- Lama aksi: 5-10 menit

Reaksi samping utama:


- Kardiovaskular: hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi
- Pulmoner: depresi pernafasan, apnea, brokospasme, laringospasme.
- SSP: sakit kepala, pusing, kebingungan, gerakan tonik/klonik, kejang.
- Gastro intestinal: mual, muntah, kram abdomen
- Lokal : terbakar, tersengat, nyeri pada tempat suntikan
- Alergi: eritema, urtikaria, pruritus
Dosis propofol 2-2.5 mg/kgBB.

OBAT RELAKSAN:
 Recuronium bromida

Recuronium merupakan obat pembloker neuromuskuler non depolarisasi


steroid dan lama aksi serupa dengan vekuronium. Rekuronuim 8 kali kurang poten
dari pada vekuronium dan berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng
akhiran motorik. Tidak ada perubahan yang secara kilnis bermakna dalam
paremeter hemodinamik. Rekuronium mempunyai aktivitas vagolitik ringan dan
kadang-kadang dapat menimbulkan takikardi. Rekuronium melepaskan
konsentrasi histamin yang secara klinis bermakna.³
Farmakokinetik
- Awitan aksi: 45-90 detik
- Efek puncak : 1-3 menit
- Lama aksi: 15-150 menit.

Toksisitas:
Blokade neuromuskuler dipotensiasi oleh aminoglikosida, antibiotik,
anestetik lokal , diuretik ansa, magnesium, litium, obat-obat penyekat ganglion,
hipotermia, hipokalemia, asidosis repiratorius dan pemberian suksinilkolin
sebelumnya; kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30-45%) dan lamanya blokade
neuromuskuler diperpanjang hingga 25% oleh anstetik volatil.
Reaksi samping utama:
- Kardiovaskuler: takikardi, aritmia
- Pulmoner: hipoventilasi, apne, bronkospasme, hipertensi pulmoner
- Muskuloskeletal: blokade yang tidak ade kuat, blokade yang
diperpanjang.
- Dematologik: Ruam, edema tempat suntikan, pruritus.

Rocuronium diindikasikan pada anestesia umum untuk mempermudah


intubasi endotrakeal. Mekanisme keraja antagonis kompetitif dari asetilkolin pada
neuro muscular junction.
Dosis rocuronium: 0,6-0,12 mg/kgBB.
ANALGETIKA NON OPIOID:
 Ketorolac

Ketorolac merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan


obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang
rendah. Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap
nyeri akut sedang sampai berat pasca bedah. Ketorolac tidak boleh diberikan pada
gangguan ginjal karena Ketorolac metabolitnya terutama diekskresi di ginjal,
Ketorolac dikontraindikasikan pada gangguan ginjal sedang sampai berat
(kreatinin serum > 160 mmol/l); pasien dengan gangguan ginjal ringan dapat
menerima dosis yang lebih rendah (tidak lebih dari 60 mg/hari IV atau IM).³
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief A S, Suryadi K A, Dachlan MR. Petunjuk praktis Anestesiologi,
edisi kedua, 2007, Bagian Antestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Indonesia.
2. Pramono A, Widjaja SD. Anestesi buku kuliah, LP3M universitas
muhammadiyah yogyakarta, EGC, jakarta 2014
3. Purwanto, dkk. Daftar obat indonesia. Edisi 11. Jakarta.Grafidian.2008
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke system edisi ke-2. 2001.
Jakarta; EGC
5. Harsono Tumor otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 1999 : 201 – 207
6. Amstrong ST, et al. Brai Tumor Primer : a comprehensive introduction to
brain tumors, 9th ed. 2010. United State;ABTA.

Anda mungkin juga menyukai