Anda di halaman 1dari 20

A.

DEVINISI FRAKTUR
fraktur adalah suatu gangguan atau terputusnya/terpisahnya kontinuitas normal jaringan
tulang dan atau tulang rawan dan ditentukan jenis dan luasnya, yang biasanya disebabkan
oleh adanya trauma, kekerasan, atau stres pada tulang yang berlebihan, melebihi yang dapat
diabsorbsinya yang timbulnya secara mendadak.
Fraktur merupakan kondisi ketika tulang menjadi patah, retak, atau pecah sehingga
mengubah bentuk tulang. Kondisi ini bisa terjadi Karena adanya tekanan kuat pada tulang
atau karena kondisi tulang yang melemah, seperti osteoporosis. Berikut definisi fraktura dari
berbagai ahli :
a) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, fraktur terjadi ketika tekanan yang kuat
diberikan pada tulang normal atau tekanan yang sedang pada tulang yang terkena
penyakit, misalnya osteoporosis (Grace & Borley, 2007 : 85).
b) Fraktur atau yang seringkali disebut dengan pataha tulang, adalah sebuah patah tulang
yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006 dalam Wijaya
& Putri, 2013 : 235).
c) Fraktur tulang terjadi apabila resistensi tulang terhadap tekanan menghasilkan daya untuk
menekan. Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang , maka periosteum serta pembuluh
darah di dalam korteks, sumsum tulang, dan jaringan lunak di sekitarnya akan mengalami
disrupsi. hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta di bawah
periosteum, dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut (Wong,
2009 : 1377)
d) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan lunak disekitarnya (Brunner &
Suddarth, 2009).
e) menurut Black & Hawks fraktur adalah terputusnya jaringan tulang karena stress akibat
tahanan yang datang lebih besar dari daya tahan yang dimiliki oleh tulang
f) Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan atau
terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang komplit
dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan
kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang
berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis. fraktur

1
adalah rusaknya kontinuitas tulang dan jaringan disekitarnya, yang bersifat komplit atau
inkomplit, karena stress atau tahanan yang berlebihan pada tulang, yang mengakibatkan
dislokasi sendi, kerusakan jaringan lunak, saraf dan pembuluh darah. (Solomon et,al,
2010)
g) Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
h) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma (Price Sylvia, 1994).
i) Fraktur adalah suatu gangguan dari kontinuitas normal tulang yang timbul ketika tekanan
pada tulang lebih besar dari kekuatan tulang itu sendiri (FKUI, 1999).
j) Fraktur atau patah tulang adalah diskontinuitas jaringan tulang yang biasanya disebabkan
oleh adanya kekerasan yang timbulnya secara mendadak (Sutikno, 1997).
k) Frakturer (Latin), Fracture (Inggris) : gerak, patah, rusak adalah rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Atau terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi
karena stres pada tulang yang berlebihan (Luckman & Sorensen, 1993)
B. KLASIFIKASI FRAKTUR
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur Komplit (Garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang), terjadi apabila seluruh tubuh tulang patah/ kontinuitas jaringan luas
sehingga tulang terbagi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke
sisi yang lain sehingga mengenai seluruh korteks.
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang),
diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patahan tidak menyebrang sehingga masih
ada korteks yang utuh.
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a) Fraktur Kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan)
b) Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan)
c) Fraktur multiple (garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
3. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

2
c. Karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :
1) Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.
a. Luka < 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
c. Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
d. Kontaminasi minimal
2) Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit.
a. Laserasi < 1cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse.
c. Fraktur kominutif sedang
d. Kontaminasi sedang
3) Grade III : Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan pembuluh
darah serta luka sebesar 6-8 cm (Sjamsuhidayat, 2010 dalam wijaya & putri,
2013 : 237).
5. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Garis patah melintang
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patella
6. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
- At axim : membentuk sudut.
- At lotus : fragmen tulang berjauhan.
- At longitudinal : berjauhan memanjang.
- At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
C. ETIOLOGI
Etiologi fraktur secara umum, yaitu :
a) Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan
tulang akibat trauma
b) Fraktur terjadi karena penyakit tulang seperti tumor tulang, osteoporosis yang disebut
fraktur pathologis

3
c) Fraktur stress atau fatigue, fraktur yang fatigue biasanya sebagai akibat dari penggunaan
tulang secara berlebihan
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifta relative rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat disebabkan oleh:
a) Cedera atau benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
kontraksi otot ekstrim
b) Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh
c) Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis
Menurut Sachdeva (1996), etiologi fraktur dapat dibagi menjadi tiga,yaitu :
1) Cedera traumatic
a) Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara
spontan. Misalnya benturan pada lengan bawah dan menyebabkan patah tulang radius
dan ulna.
b) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya
jauh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c) Fraktur disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2) Faktor patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a) Tumor tulang (jinak atau ganas)
b) Infeksi seperti osteomielitis
c) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3) Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito,Lynda Juli, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan

4
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan inflamasi sel darah putih,
kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black,
J.M.et al, 1993)

E. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala terjadinya fraktur (Brunner & Suddarth, 2002 : 2359) adalah
sebagai berikut :
a) Nyeri (Rasa Nyeri Atau Sakit Yang Umumnya Parah Di Area Tulang Yang Mengalami
Fraktura
b) Deformitas Akibat Kehilangan Kelurusan (Alignment) Yang Dialami.
c) Pembengkakan Akibat Vasodilatasi Dalam Infiltrasi Leukosit Serta Selsel Mast.
d) Saat Ekstremitas Diperiksa Di Tangan, Teraba Adanya Derik Tulang Dinamakan
Krepitus Yang Teraba Akibat Gesekan Antara Fragmen Satu Dengan Lainnya.

5
e) Pembengkakan Dan Perubahan Warna Lokal Pada Kulit Terjadi Sebagai Akibat Trauma
Dan Perdarahan Yang Mengikuti Fraktur. Tanda Ini Terjadi Setelah Beberapa Jam Atau
Beberapa Hari.
f) Spasme Otot
g) Deformitas Atau Perubahan Bentuk Yang Terlihat Jelas Di Area Tubuh Yang Mengalami
Fraktur
h) Sulit Menggerakkan Bagian Tubuh Di Area Patahnya Tulang
i) Kemerahan, Memar, Dan Terasa Hangat Di Kulit Sekitar Area Tubuh Yang Mengalami
Fraktur
j) Mati Rasa Dan Kesemutan Di Area Tubuh Yang Terkena Fraktur
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) X-ray : untuk menentukan luas / lokasi fraktur
2) Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3) Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4) Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan :
peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5) Kreatinin : trauma otot meningkat beban kratinin untuk klirens ginjal
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera
hati (Doengoes, 2000 dalam Wijaya & Putri, 2013 : 241)
G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna
maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak,
dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra. Pada fraktur femur
dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar sebagai akibat trauma.
Penangannnya meliputi memeprtahankan volume darah, mengurangi nyeri yang di
derita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi pasien dari
cedera lebih lanjut (Brunner& Suddarth, 2002 : 2365). Sindrom emboli lemak Setelah
terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple, atau cedera remuk, dapat terjadi
emboli lemak, khususnya pada dewasa muda (20 sampai 30 tahun) pria. Pada saat
terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum

6
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh
reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya
globula lemak dalam alira darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok
otak, paru, ginjal, dan organ lain. Gejala yang muncul berupa hipoksia, takipnea,
takikardia, dan pireksia, respons pernapasan meliputi takipnea, dyspnea, krepitasi,
mengi, sputum putih kental banyak. Gas darah menunjukkan PO2 dibawah 60 mm Hg,
dengan alkalosis respiratori lebih dulu dan kemudian asidosis respiratori.Dengan
adanya emboli sistemik pasien Nampak pucat. Tampak ada ptekie pada membrane pipi
dan kantung konjungtiva, pada palatum durum, pada fundud okuli, dan diatas dada dan
lipatan ketiak depan. Lemak bebas dapat ditemukan dalam urine bila emboli mencapai
ginjal, dapat terjadi gagal ginjal (Brunner & Suddarth, 2002 : 2365). Emboli lemak
akibat disrupsi sumsum tulang atau aktivasi sistem saraf simpatik pascatrauma (yang
dapat menimbulkan stress pernapasan atau sistem saraf pusat) (kowalak, 2011 : 405).
Embolisme lemak jarang terjadi, namun merupakan komplikasi batang femur yang
membahayakan, embolisme lemak terjadi akibat rongga femur terisi sumsum tulang.
Selama 72 jam pertama setelah cedera, pasien harus dipantau dengan ketat untuk ruam
ptekie, pireksia, konfusi, dan anoksia (kneale, 2011 : 589).
b) Sindrom Kompertemen
syndrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang , saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh
edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena
tekanan dari luar seperti gips atau pembebatan yang terlalu kuat.
c) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma arthopedi
infeksi dimulai dari kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga Karenna penggunaan bahan lain pembedahan
seperti pin an plate
d) Koagulopati Intravaskuler Diseminata (KID)
e) Emboli Paru
f) Gagal Ginjal
2. Komplikasi Lanjut
a) Terjadi Non-Union

7
b) Delayed Union
c) Mal-Union
d) Pertumbuhan Terhambat
e) Arthritis
f) Distrofi Simpatik (reflex) pasca trauma (R.Borley, 2007 : 85)
H. PENATALAKSANAAN /PENGOBATAN/TERAPI
1. Penatalaksanaan Kedaruratan
a) Cari tanda-tanda syok/perdarahan dan periksa ABC
1). Jalan Napas Untuk mengatasi keadaan ini, penderita di miringkan sampai
tengkurap. Mandibula dan lidah ditarik ke depan dan dibersihkan faring dengan jari-
jari.
2). Perdarahan pada luka Cara paling efektif dan aman adalah dengan meletakkan kain
yang bersih (kalau bisa steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan
tangan atau dibalut dengan perban yang cukup menekan.
3). Syok Syok bisa terjadi apabila orang kehilangan darahnya kurang lebih 30% dari
volume darahnya.Untuk mengatasi syok karena pendaharan diberikan darah (tranfusi
darah).
4.) Cari trauma pada tempat lain yang beresiko (kepala dan tulang belakang, iga dan
pneumotoraks dan trauma pelvis) (R. Borley,2007 : 85)
2. Penyembuhan Tulang
Tulang dapat beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang.Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Stadium
penyembuhan tulang, yaitu :
a) Inflamasi Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.sel-
sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibrioblas. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan terjadi
pembengkakan dan nyeri.
b) Proliferasi seluler Hematoma akan mengalami organisasi ± 5 hari, terbentuk benang-
benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, invasi
fibrioblast dan osteoblast.
c) Pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang

8
dihubungkan dengan jaringan fibrus.Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.Secara klinis
fragmen tulang sudah tidak bisa digerakan lagi.
d) Penulangan kalus (osifikasi) Pada patah tulang panjang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.
e) Remodeling Tahap akhir dari perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan
mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Pada tahap ini
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya
modifikasi tulang yang dibutuhkan (wujaya & putrid, 2013 : 242- 243).
3. Tindakan Terhadap Fraktur
Tindakan atau pertolongan pertama pada fraktur antara lain sebagai berikut.
1. Pemasangan bidai
Pembidaian merupakan prosedur yang sering dilakukan pada berbagai cedera
musculoskeletal akut maupun kronis, seperti fraktur dan dislokasi, untuk membantu
mengurangi nyeri serta membantu immobilisasi dan penyembuhan pasca operasi.
Bidai dapat menjadi pertolongan pertama dalam kasus kegawatdaruratan fraktur
ekstemitas. Pembidaian yang sesuai akan mengurangi pendarahan akibat trauma
dengan membantu imobilisasi dan memperkaya efek tanponade oleh otot.
Indikasi :
a) Pasien dengan cedera musculoskeletal, baik fraktur, dislokasi dan terkilir. Bidai
membantu stabilisasi pada keadaan fraktur sehingga tulang tetap berada pada posisi
anatomis yang seharusnya dan mengurangi rasa tidak nyaman pada pasien.
Tujuan :
 Mencegah gerakan bagian yang stabil sehingga mengurangi nyeri dan mencegah
kerusakan lebih lanjut.
Prosedur Pembidaian
a) Persiapan pembidaian
 Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status
vaskuler dan neurologis serta jangkauan gerakan
 Pilihlah bidai yang tepat
b) Alat alat yang diperlukan :
 Bidai/spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
 Pembalut
9
 Kasa steril
c) Pelaksanaan prosedur
 Persiapan alat-alat yang dibutuhkan
 Lepas sepatu, jam, atau aksesoris pasien sebelum memasang bidai
 Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi
kontralateral pasien yang tidak mengalami kelainan
 Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
 Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
 Ikat bidai pada pasien dengan menggunakan pembalut di daerah proksimal dan
distal dari tulang yang patah
 Setelah penggunaan bodai cobalah mengangkat bagian tubuh yang di bidai
2. Gips
Secara umum, gips adalah alat fraksi yang terbuat dari bubuk campuran yang di
gunakan untuk membungkus area tubuh manusia yang terkena patah tulang. Gips
sifatnya menyerap air, maka jika gips terkena air akan menimbulkan aksi eksoterm
yang membuat gips menjadi keras. Pemasangan gips ini bertujuan untuk menyatukan
kembali tulang yang patah agar tidak berpindah tempat atau bergeser pada bagian
tubuh yang lain sehingga fungsinya dapat satu kembali seperti sedia kala.
Prosedural :
a) Persiapan alat dan bahan :
 Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
 Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
 Baskom berisi air hangat
 Gunting perban
 Bengkok
 Perlak dan alasnya
 Waslap
 Pemotong gips
 Kasa dalam tempatnya
 Alat cukur
 Sabun dalam tempatnya
 Handuk

10
 Krim kulit
 Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
 Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
b) Prosedur pemasangan
1. Siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan.
2. Siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips.
3. Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan
4. sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit
5. Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
6. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di
7. tentukan dokter selama prosedur.
8. Pasang spongs rubs (bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang
9. akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat.
10. Tambahkan bantalan di daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
11. Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai
12. gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas
13. untuk mengurangi air dalam gips.
14. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara
15. melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada
16. waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga
17. ketumpangtidihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap (kira-
kira 50% dari lebar gips). Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan
agar
18. terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh.
19. Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong
20. gips
21. Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
22. Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan.
23. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan
24. hindari tekanan pada gips.
3. Pemasangan traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi untuk menangani
11
fraktur, dislokasi, atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mempercepat penyembuhan. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh.
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan,
dan mengibumilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas dan menambah ruangan
diantara kedua permukaan patah tulang.
Indikasi :
a) Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg
b) Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik, atau komunitif
c) Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak dapat
dilakukan
Prosedural :
a) Alat dan bahan
 Skin traksi kit
 Pisau cukur
 Balsam perekat
 Alat rawat luka
 Katrol/pulley
 Beban
 Set ganti balut
 Salep anti bakteri
 Kantung sampah infeksius
 Lidi kapas
 Povidone iodine
 Kassa steril
b) Persiapan perawatan dan lingkungan
1. Menjelaskan tujuan tindakan
2. Menyiapkan posisi pasien sesuai kebutuhan
3. Menyiapkan lingkungan yang aman dan nyaman
c) Pelaksanaan prosedur
1. Mencuci tangan
2. Memakai handscon
3. Mengatur posisi tidur pasien supinasi
4. Bila ada luka dirawat terlebih dahulu dan ditutupi kasa
12
5. Bila banyak rambit bila perlu di cukur
6. Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan bolpoint
7. Jika perlu beri baslem perekat
8. Ambil skintraksi lalu rekatkan plester gips pada bagian media dan lateral kaki
secara sistematis dengan tetap menjaga immobilisasi fraktur
9. Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur
10. Masukkan tali pada pulley katrol
11. Sambungkan tali pada beban (1/7 BB = Maksimal 5 kg)
12. Jika perlu pasang bantalan contertraksi atau bantal penyangga kaki
13. Atur posisi pasien dengan nyaman dan rapikan
14. Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan pesankan untuk memanggil
perawat jika ada keluhan
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis yang mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dilaminya baik yang berlangsung
actual maupun potensial. Tujuan dari diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi
respon pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Berikut diagnosa keperawatan :
1) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
pada jaringan lunak, stress, ansietas.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan frakmen tulang, spasme otot dan
cidera pada jaringan lunak (Doenges, 1999).
3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat
adanya trauma jaringan atau tulang (Tucker, 1998).
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler fraktur dan
cidera pada jaringan sekitar (Tucker, 1998).
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya patahan primer, kerusakan
kulit, trauma jaringan (Doenges, 1999).
6) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka (Doenges, 1999).
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan. Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri dari empat komponen meliputi

13
tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan edukasi, dan tindakan kolaborasi.
Intervensi utama keperawatan pada masalah nyeri akut adalah pemberian teknik relaksasi
napas dalam dan intervensi pendukungnya adalah teknik distraksi.
1. Nyeri berhubungan dengan frakmen tulang, spasme otot dan cidera pada jaringan lunak
(Doenges, 1999).
Tujuan :
a. Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Pasien menyatakan nyeri berkurang dan dapat dikontrol, ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
a. Kaji lokasi intensitas dan tipe nyeri gunakan peringkat nyeri
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
c. Bantu dan ajarkan metoda alternatif penatalaksanaan rasa nyeri
d. Beri posisi yang nyaman sesuai dengan toleransi klien
e. Berikan lingkungan yang nyaman dan berikan dorongan untuk melakukan aktifitas
segera
f. Lakukan dan awasi latihan gerak aktif dan pasif.
g. Kolaborasi
1) Lakukan kompres dingin atau es 24-48 jam pertama
2) Pemberian obat-obat analgetik
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat
adanya trauma jaringan atau tulang (Tucker, 1998).
Tujuan :
a. Perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal (menunjukkan nadi distal fraktur).
b. Kulit teraba hangat
Intervensi :
a. Pantau nadi distal dari fraktur setelah satu atau dua jam, observasi terhadap warna
b. Kaji pengisian kapiler laporkan temuan normal bandingkan dengan eksterimitas yang
fraktur
c. Pertahankan Kesejajaran tubuh observasi terhadap tanda-tanda sindroma kompertemen
(warna jaringan pucat, nadi lemah, nyeri, pati rasa, sianosis).

14
d. Observasi perubahan tanda-tanda vital.
e. Observasi tanda-tanda iskemi (penurunan suhu dan peningkatan rasa)
f. Observasi posisi dan lokasi bidai jangan sampai menekan pembuluh darah.
3. Kerusakan neuromuskuler fraktur dan cidera pada jaringan sekitar (Tucker, 1998).
Tujuan :
Imobilitas fisik tidak teratasi atau tidak ada gangguan.
Kriteria hasil :
Mendapatkan mobilitas pada tingkat optimal secara aktif dan ikut secara dalam rencana
perawatan.
Intervensi :
a. Kaji imobilitas yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan dan perhatikan persepsi
pasien terhadap immobilisasi
b. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada daerah yang cedera
maupun yang tidak.
c. Pertahankan tirah baring
d. Bantu klien dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin.
e. Beri penyangga pada ekstremitas yang sakit di atas dan di bawah fraktur ketika
bergerak, berbalik dan mengangkat
f. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktivitas sehari dalam lingkup
g. Bantu dan ajarkan pasien menggunakan urinal untuk eliminasi berikan perawatan
perineal sesuai kebutuhan.
4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya patahan primer, kerusakan
kulit, trauma jaringan (Doenges, 1999).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. Mencapai penyembuhan luka tanpa adanya infeksi, bebas pust.
b. Tanda-tanda infeksi tidak ada (rubor, kolor, dolor, tumor, fungsiolaesa).

Intervensi :
a. Observasi kulit untuk adanya iritasi robekan
b. Kaji keadaan luka terhadap adanya tanda-tanda infeksi (tumor, dolor, kolor, rubor).
c. Lakukan perawatan luka.

15
d. Kaji keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema.
e. Observasi luka adanya krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan
f. Observasi bau drainase yang tidak enak
g. Kolaborasi :
1. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka (Doenges, 1999)
Tujuan :
Ketidaknyamanan hilang.
Kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi :
a. Kaji kulit untuk luka terbuka adanya benda asing, kemurahan dan perdarahan
b. Ubah posisi dengan sering bila memungkinkan
c. Observasi untuk potensial area yang tertekan
d. Letakkan bantalan Pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang
e. Palpasi jaringan yang diplester tiap hari dan catat adanya nyeri tekan.
f. Beri bantalan atau Pelindung dari busa.
K. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik yaitu membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping (Nursalam,2014). Kriteria pengimplementasian tindakan yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan meliputi bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan
tindakan. Kriteria pengimplementasian tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana
asuhan keperawatan meliputi bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melekukan tindakan keperawatan untuk
mengatasi kesehatan klien, memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai
konsep ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lengkunganyang
digunakan, mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tidakan keperawatan berdasarkan
respon klien (Nursalam, 2014).
1. Nyeri berhubungan dengan fragmen tulang, spasme otot dan cidera pada jaringan lunak
(Doenges, 1999).

16
Tujuan :
a. Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Pasien menyatakan nyeri berkurang dan dapat dikontrol, ekspresi wajah tenang.
Implementasi :
a. Mengkaji lokasi intensitas dan tipe nyeri gunakan peringkat nyeri
b. Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
c. Membantu dan ajarkan metoda alternatif penatalaksanaan rasa nyeri
d. Memberi posisi yang nyaman sesuai dengan toleransi klien
e. Memberikan lingkungan yang nyaman dan berikan dorongan untuk melakukan
aktifitas segera
f. Melakukan dan awasi latihan gerak aktif dan pasif.
g. Berkolaborasi
1) Melakukan kompres dingin atau es 24-48 jam pertama
2) Memberikan obat-obat analgetik
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat
adanya trauma jaringan atau tulang (Tucker, 1998).
Tujuan :
a. Perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal (menunjukkan nadi distal fraktur).
b. Kulit teraba hangat
Implementasi :
a. Memantau nadi distal dari fraktur setelah satu atau dua jam, observasi terhadap warna
b. Mengkaji pengisian kapiler laporkan temuan normal bandingkan dengan eksterimitas
yang fraktur
c. Mempertahankan Kesejajaran tubuh observasi terhadap tanda-tanda sindroma
kompertemen (warna jaringan pucat, nadi lemah, nyeri, pati rasa, sianosis).
d. Mengobservasi perubahan tanda-tanda vital.
e. Mengobservasi tanda-tanda iskemi (penurunan suhu dan peningkatan rasa)
f. Mengobservasi posisi dan lokasi bidai jangan sampai menekan pembuluh darah.
3. Kerusakan neuromuskuler fraktur dan cidera pada jaringan sekitar (Tucker, 1998).

17
Tujuan :
Imobilitas fisik tidak teratasi atau tidak ada gangguan.
Kriteria hasil :
Mendapatkan mobilitas pada tingkat optimal secara aktif dan ikut secara dalam rencana
perawatan.
Implementasi :
a. Mengkaji imobilitas yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap immobilisasi
b. Mengannjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada daerah yang
cedera maupun yang tidak.
c. Mempertahankan tirah baring
d. Membantu klien dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin.
e. Memberi penyangga pada ekstremitas yang sakit di atas dan di bawah fraktur ketika
bergerak, berbalik dan mengangkat
f. Memberikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktivitas sehari dalam lingkup
g. Membantu dan ajarkan pasien menggunakan urinal untuk eliminasi berikan perawatan
perineal sesuai kebutuhan.
4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya patahan primer, kerusakan
kulit, trauma jaringan (Doenges, 1999).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. Mencapai penyembuhan luka tanpa adanya infeksi, bebas pust.
b. Tanda-tanda infeksi tidak ada (rubor, kolor, dolor, tumor, fungsiolaesa).
Implementasi :
a. Mengobservasi kulit untuk adanya iritasi robekan
b. Mengkaji keadaan luka terhadap adanya tanda-tanda infeksi (tumor, dolor, kolor,
rubor).
c. Melakukan perawatan luka.
d. Mengkaji keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema.
e. Mengobservasi luka adanya krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan
f. Mengobservasi bau drainase yang tidak enak
h. Berkolaborasi :

18
1. Memberikan antibiotik sesuai indikasi.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka (Doenges, 1999)
Tujuan :
Ketidaknyamanan hilang.
Kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Implementasi :
a. Mengkaji kulit untuk luka terbuka adanya benda asing, kemurahan dan perdarahan
b. Mengubah posisi dengan sering bila memungkinkan
c. Mengobservasi untuk potensial area yang tertekan
d. Meletakkan bantalan Pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang
e. Melakukan Palpasi jaringan yang diplester tiap hari dan catat adanya nyeri tekan.
f. Memberi bantalan atau Pelindung dari busa.
L. EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan. Hal-hal
yang dievaluasikan adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas 24 data, teratasi atau
tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan
(Nursalam, 2014). Kriteria perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan
keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan meliputi
menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu
dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis atau baru
dengan teman sejawat, bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan, mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasikan
perencanaan (Nursalam, 2014).
Ada dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif, evaluasi yang merupakan hasil
observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah
intervensi keperawatan dilaksanakan dimana evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan
dan memberi kesan apa yan terjadi pada saat itu. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang
merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan klien
sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan pada tujuan keperawatan (Nursalam,
2014).

19
DAFTAR PUSTAKA
Indrajaya (2013, Juni, 17). Asuhan keperawatan fraktur. Blogspot.com. Diakses pada tanggal 6
Agustus 2022 melalui :
https://indrajaya-perawat.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-fraktur.html
Purizz. n.d. (2013, Desember, 13). Klasifikasi fraktur. Berbagi Ilmu. Diakses pada tanggal 6
Agustus 2022 melalui :
https://inginmemberi.blogspot.com/2013/12/klasifikasi-fraktur.html
"Diagnosa Keperawatan Fraktur." Academia.edu - Share Research. Diakses pada tanggal 6
Agustus 2022 melalui :
https://www.academia.edu/11176618/diagnosa_keperawatan_fraktur.
Dwitya Oktina Dewi (2014, Desember, 30) . Etiologi Fraktur. Scribd. Diakses pada tanggal 7
Agustus 2022 melalui :
https://www.scribd.com/doc/251305136/Etiologi-fraktur
Yabniel Lit Jingga (2015, Januari, 30). Etiologi Fraktur. SlideShare. Diakses pada tanggal 7
Agustus 2022 melalui :
https://www.slideshare.net/yabniellitjingga/etiologi-fraktur
Indikasi Pembidaian. (2022, July 21). Alomedika. Diakses pada tanggal 2 September 2022
melalui :
https://www.alomedika.com/tindakan-medis/muskuloskeletal/pembidaian/indikasi
Makalah gips Dan Traksi [vlr03j35xvlz]. (n.d.). Documents and E-books. Diakses pada tanggal 2
September 2022 melalui :
https://idoc.pub/documents/makalah-gips-dan-traksi-vlr03j35xvlz

20

Anda mungkin juga menyukai