Anda di halaman 1dari 9

‘Karakteristik Penderita Glaukoma di Rumah Sakit Mata Provinsi

Nusa Tenggara Barat Periode Januari 2021 – Desember 2021”

Sriana Wulansari, Estiani Kusumaningrum

Rumah Sakit Mata Provinsi NTB

Abstrak

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak kedua di dunia setelah Katarak . Pada
penyakit Glaukoma terjadi kerusakan saraf optik akibat terhambatnya aliran humour aqueous.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita glaukoma di Rumah
Sakit Mata Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis glaukoma,
tekanan intraokular, dan riwayat penyakit sebelumnya. secara deskripsi retropektif cross
sectional menggunakan data rekam medis pasien glaukoma di Rumah Sakit Mata Provinsi Nusa
Tenggara Barat periode Periode Januari 2021 – Desember 2021. Jumlah populasi terjangkau
adalah 454 subjek yang dinyatakan sebagai sampel. Data dianalisis secara univariat dan
ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan glaukoma lebih
banyak terdistribusi pada kelompok jenis kelamin perempuan (62%) dan usia ≥ 61 tahun ( 58% ).
Berdasarkan klasifikasi sudut glaukoma, hasil penelitian menunjukan pasien didominasi oleh
glaukoma sudut terbuka (97,6%), memiliki TIO lebih dari 21 mmHg (70,5%), dan memiliki
riwayat penyakit sebelumnya (80,2%).

Abstract

Glaucoma is the second most common cause of blindness in the world after cataracts. Glaucoma
is caused by damage to the optic nerve due to obstruction of the outflow of aqueous humor. This
study was conducted to determine the characteristics of glaucoma sufferers at the Eye Hospital of
West Nusa Tenggara Province based on age, gender, type of glaucoma, intraocular pressure, and
previous medical history. in a retrospective cross sectional description using medical record data
of glaucoma patients at the Eye Hospital of West Nusa Tenggara Province for the period January
2021 – December 2021. The number of affordable population was 454 subjects who were
declared as samples. Data were analyzed univariately and presented in a frequency distribution
table. The results of this study showed that glaucoma was more widely distributed in the female
sex group (62%) and age 61 years (58%). Based on the classification of angle glaucoma, the
results showed that the patient was dominated by open angle glaucoma (97.6%), had an IOP of
more than 21 mmHg (70.5%), and had a history of previous disease (80.2%).
PENDAHULUAN data World Health Organization (WHO)
tahun 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta
orang mengalami kebutaan akibat
Glaukoma merupakan penyebab glaukoma.3
kebutaan terbanyak kedua di dunia setelah
katarak. Berdasarkan studi meta analisis, di Glaukoma adalah sekelompok
tahun 2020, penderita glaukoma mencapai kondisi yang ditandai oleh kerusakan saraf
76 juta dan Pada tahun 2040 diperkirakan optik dan kehilangan lapang pandang. Dua
sekitar 111,8 juta orang akan menderita tipe utama glaukoma ialah glukoma sudut
glaukoma. Data nasional mengenai besaran terbuka primer dan glukoma sudut tertutup
masalah gangguan pengelihatan dan primerGlaukoma tidak lazim di kalangan
kebutaan didapat dari berbagai survei, antara orang-orang di bawah usia 40 tahun, tetapi
lain survei Kesehatan Mata, Riset Kesehatan prevalensi meningkat dengan bertambahnya
Dasar. 1 usia. Faktor risiko lain termasuk yang dapat
meningkatkan tekanan di dalam mata
Prevalensi kebutaan di Indonesia (tekanan intraokular) dihubungkan dengan
dari hasil survey kesehatan mata pada tahun jenis kelamin, ras, penyakit vaskular dan
1993 -1996 di dapatkan sebesar 1,5% , pada sejarah keluarga yang ada riwayat
Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas)  glaukoma. Tujuan dari penelitian ini adalah
SKRT didapatkan prevalensi kebutaan 1,2% untuk mengetahui karakteristik penderita
dan hasil Riskesdas tahun 2013 didapatkan glaukoma di Rumah Sakit Mata Nusa
angka 0.4% ( validasi PERDAMI 0,6%). Tenggara Barat. Hal ini dilakukan
Data Rapid Asssessment of Cataract mengingat jumlah kasus glaukoma yang
Surgical Services (RACCS) di Provinsi masih tinggi di Indonesia dan perlunya data-
Nusa Tenggara Barat tahun 2005 didapatkan data epidemiologi untuk membantu upaya
prevalensi kebutaan 4,03% pada populasi perbaikan dan penanganan oleh organisasi
usia > 50 tahun dan dari hasil RAAB di terkait.
Nusa Tenggara Barat tahun 2013 angka
prevalensi kebutaan 4%.1,2 METODOLOGI PENELITIAN
Angka gangguan pengelihatan dan Penelitian ini menggunakan data
kebutaan dari hari ke hari semakin sekunder berupa rekam medis dari Rumah
meningkat.  Pada tahun 2013, prevalensi Sakit Mata Provinsi Nusa Tenggara Barat
kebutaan di Indonesia pada usia 55-64 tahun dengan jenis penelitian deskriptif
sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% retrospektif menggunakan pendekatan cross
dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%. sectional. Penelitian ini dilakukan di Rumah
Meskipun pada semua kelompok umur Sakit Mata Nusa Tenggara Barat melibatkan
prevalensi kebutaan di Indonesia tidak rekam medis Rumah Sakit Mata Provinsi
tinggi, namun di usia lanjut masih jauh di Nusa Tenggara Barat sebagai sumber rekam
atas 0,5% yang berarti masih menjadi medis yang merupakan data sekunder yang
masalah kesehatan masyarakat. Berbeda digunakan pada penelitian ini.
dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan
glaukoma bersifat permanen atau tidak dapat Data yang digunakan adalah data
diperbaiki. Hal ini menjadi tantangan sekunder dari rekam medis pemeriksaan
tersendiri dalam upaya pencegahan dan pasien di Rumah Sakit Mata Provinsi Nusa
penanganan kasus glaukoma. Berdasarkan
Tenggara Barat. Populasi Target dalam - ≥ 61 tahun 263 58%
penelitian ini adalah seluruh rekam medis
pasien glaukoma yang melakukan
pengobatan di Rumah Sakit Mata Provinsi Klasifikasi Glaukoma
Nusa Tenggara Barat pada periode Januari Berdasarkan Sudut
2021 - Desember 2021 baik pasien baru - Glaukoma 443 97,6 %
atau lama. Sampel pada penelitian ini adalah sudut terbuka 11 2,4 %
rekam medis pasien glaukoma yang - Glaukoma
memenuhi kriteria sampel. sudut tertutup

Kriteria subjek yang diikutsertakan dalam


penelitian ini adalah laki-laki dan Tekanan Intraokular
Perempuan serta memenuhi kriteria ( mmhg )
diagnosis glaukoma. Kriteria eksklusi pada - 21 134 29,5 %
penelitian ini adalah rekam medis yang tidak - >21 320 70,5 %
mencantumkan variable penelitian secara
lengkap Riwayat Penyakit
- Ada 364 80,2 %
Cara pemilihan sampel pada penelitian ini - Tidak ada 90 19,8 %
adalah total sampling yaitu
seluruh populasi yang memenuhi kriteria Berdasarkan tabel 1, didapatkan hasil
inklusi dimasukkan dalam penelitian. bahwa kategori jenis kelamin, perempuan
Analisis data dilakukan secara univariat dan lebih banyak menderita glaukoma (62%).
ditampilkan dengan tabel distribusi Pada karakteristik berdasarkan usia, usia ≥
frekuensi 61 tahun lebih banyak menderita glaukoma
dibandingkan pada usia lainnya (58%).
Berdasarkan klasifikasi sudut, glaukoma
HASIL PENELITIAN sudut terbuka lebih sering terjadi
dibandingkan jenis glaukoma sudut tertutup
Karakteristik penderita glaukoma di
(97,6%). Pada penelitian ini, lebih banyak
Rumah Sakit Mata Provinsi Nusa Tenggara ditemukan penderita glaukoma dengan
Barat pada Periode Januari 2021 – tekanan intraokular tinggi ( >21 mmhg )
Desember 2021 dirangkum dalam tabel 1. (70,5%) dan memiliki riwayat penyakit
Tabel 1. Karakteristik Penderita Glaukoma penyerta (80,2%).
di Rumah Sakit Mata Provinsi Nusa
Tenggara Barat ( N= 454)
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Riwayat
Penyakit Penyerta

Variabel N ( orang ) (%) Riwayat N ( orang ) %


Jenis Kelamin Penyakit
- Laki – laki 174 38 % Kelainan 102 28
- Perempuan 280 62 % Lensa
Usia ( tahun ) Trauma 1 0,32
- < 40 tahun 37 2% DM 2 0,56
- 41 – 60 tahun 154 40% HT 70 19,2
Kelainan 186 51,1 bukan merupakan faktor risikoyang
lensa + HT bermakna. 6
Kelainan 3 0,82
lensa + HT + Faktor-faktor yang menyebabkan
DM wanita mendapatkan glaukoma adalah
Total 364 100 menopause dini, terlambat menarche,
ooforektomi, peningkatan paritas, dan
Berdasarkan data rekam medis, kelainan penggunaan kontrasepsi oral.7,8 Hal ini
lensa yang didapatkan pada penelitian ini didukung dengan konsep teori estrogen
adalah katarak dengan presentasi kejadian memiliki efek neuroprotektif terhadap sel
28 %. Kondisi terbanyak adalah kelainan ganglion retina sehingga mencegah
lensa disertai dengan hipertensi dengan glaukoma. Hal ini karena estrogen
presentasi 51,1%. meningkatkan jumlah serat kolagen di
lamina kribrosa sehingga dapat mengurangi
Pembahasan kompresi pada akson sel ganglion retina.
Serat kolagen yang meningkat juga bisa
1) Jenis kelamin meningkatkan fleksibilitas seluruh mata,
Distribusi penderita glaukoma yang akan menyebabkan penurunan tekanan
berdasarkan jenis kelamin ditemukan pada intraokular. 8,9
penelitian ini bahwa jenis kelamin
perempuan lebih banyak menderita 2) Usia
glaukoma primer di tahun 2021 yaitu Pada penelitian ini didapatkan usia ≥
berjumlah 280 orang sedangkan jumlah 61 tahun lebih sering mengalami glaukoma
untuk laki – laki adalah 174 orang. Hasil ini dengan persentasi kejadian 58 % dari jumlah
juga tidak jauh berbeda dengan data yang sampel. Berdasarkan data epidemiologi
disebutkan dalam kepustakaan yang secara global, penduduk dunia usia lebih
menyatakan penderita glaukoma primer dari 60 tahun disertai riwayat glaukoma
pada perempuan lebih sering 3-4 kali pada keluarga akan meningkatkan resiko
daripada laki-laki. Hasil ini juga sesuai terjadinya glaukoma. 10 Dalam kepustakaan
dengan penelitian Yuniharti S (1996), bahwa menyatakan bahwa penderita glaukoma akan
penderita glaukoma paling banyak pada meningkat sesuai dengan pertambahan usia.
jenis kelamin perempuan (70,6%) Hal ini disebabkan karena pada usia tua,
dibandingkn dengan jenis kelamin laki-laki telah terjadi proses degenerasi pada jalinan
(29,4%). Selain itu, penelitian ini juga trabekular meshwork, termasuk
didukung oleh data Departemen Kesehatan pengendapan bahan ekstrasel di dalam
Indonesia (2004) yang mencatat penderita jalinan trabekular meshwork dan dibawah
glaukoma pada pasien rawat inap paling lapisan endotel kanalis schlem. Hal ini akan
banyak pada jenis kelamin perempuan mengakibatkan penurunan drainase humor
(55,8%) dibandingkan dengan jenis kelamin aqueous yang menyebabkan peningkatan
laki-laki (44,2%) dan pada pasien rawat tekanan intraokular. Selain itu, didapatkan
jalan paling banyak berjenis kelamin salah satu hasil penelitian mengatakan
perempuan (57%) dibandingkan dengan bahwa kelompok usia yang mengalami
jenis kelamin laki-laki (43%).5 Namun glaukoma primer terbanyak yaitu pada
meskipun secara statistik mengalami kelompok usia 61-70 tahun. 11 Dikatakan
perbedaan dikatakan bahwa jenis kelamin pula pada literatur lain, bahwa penderita
glaukoma sudut terbuka umumnya terjadi
pada usia dewasa yaitu diatas usia 40 tahun, bisa disebabkan oleh karena glaukoma sudut
dan terbanyak pada usia diatas 65 tahun.12 terbuka primer umumnya diturunkan secara
Hasil riset berbagai rumah sakit genetik kira-kira pada 50% penderita, serta
Indonesia juga mendukung penelitian ini. tingginya angka kejadian glaukoma pada
Seperti pada penelitian tahun 2016 di rumah penderita berusia diatas 40 tahun, dan
sakit RA Basoeni Mojokerto dengan faktor-faktor resiko pada seseorang untuk
menggunakan metode cross sectional mendapatkan glaukoma seperti hipertensi,
retrospective descriptive disimpulkan bahwa diabetes mellitus, kulit berwarna gelap dan
penderita glaukoma terbanyak pada usia ≥ myopia.18
61 tahun dengan angka kejadian 51%.
Penelitian lainnya oleh Cheng et al di tahun 4. Tekanan Intraokular
2014 dengan studi sistemik review dan meta
analisis menunjukan hasil kejadian Hasil penelitian ini menunjukkan
glaukoma tertinggi pada usia 60-69 tahun tekanan intraokular lebih dari 21
dan data terbanyak kedua pada usia >70 mmHg(tinggi) memiliki frekuensi kejadian
tahun. 13 lebih tinggi dengan presentasi 70,5%
dibandingan kondisi glaukoma dengan
3. Klasifikasi sudut tekanan intraokular 21 ( kondisi normal).
Tekanan intraokular merupakan faktor risiko
Pada penelitian ini didapatkan hasil terpenting pada penyakitglaukoma dan
bawa glaukoma dengan klasifikasi sudut berbagai penelitian secara luas mendukung
terbuka lebih banyak yaitu sebesar 97,6%. hal tersebut. 6 Pada penelitian di Rumah
Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Sakit Indera Provinsi Bali didapatkan bahwa
meta analisis pada populasi global yaitu pada penderita glaukoma yang memiliki
kasus glaukoma sudut terbuka paling banyak tekanan intraokular di atas normal (≥21
ditemukan dengan jumlah sebanyak 23.36 mmHg) lebih banyak dibandingkan
juta di tahun 2020 dan diperkirakan 32.04 penderita dengan tekanan intraokular <21
juta di tahun 2040. 14 Banyaknya subjek mmHg. 19
penelitian yang menderita Glaukoma kronis
dengan sudut terbuka dalam penelitian ini Pada penelitian Asicha (2011) di
sejalan dengan penelitian. di RS Mohammad Rumah Sakit Umum dr. Soedarso juga
Hoesin Palembang yang menemukan kasus didapatkan penderita glaukoma yang
glaukoma sudut terbuka yang bersifat kronis memiliki tekanan intraokular di atas nilai
sebanyak 56,10%. 15 Penelitian oleh Bright normal (>21 mmHg) pada mata kanan
Focus Foundation di Amerika Serikat juga sebanyak 64,6% dan yang dalam rentang
menemukan glaukoma kronis dengan sudut nilai normal (≤21 mmHg) sebanyak 35,4%.20
terbuka mendominasi dengan persentase Rachmawati (2014) menemukan
70% dari penderita glaukoma.16 Berdasarkan bahwa di RS Khusus Mata Provinsi
European Glaucoma Society (2014), Sumatera Selatan tahun 2012 dan 2013,
glaukoma kronis merupakan neuropati optik didapatkan 30 pasien glaukoma sekunder
progresif, dengan adanya perubahan (83,3%) dengan tekanan intraokular ≥21
karakteristik morfologi di nervus optik. 17 mmHg.
Peningkatan tekanan intraokular
Distribusi karakteristik glaukoma secara konsisten dikaitkan dengan
jenis sudut terbuka pada penelitian ini prevalensi kejadian glaukoma sudut terbuka
merupakan distribusi yang terbanyak, hal ini (glaukoma kronis).17 Peningkatan tekanan
intraocular lebih sering ditemukan karena faktor risiko untuk glaukoma. 24 Pada
berperan dalam apoptosis sel ganglion penelitian lainnya didapatkan data bahwa
retina. Adanya perubahan dinamika Penderita hipertensi beresiko lebih tinggi
anyaman trabekular menyebabkan gangguan terserang glaukoma daripada yang tidak
drainase dari humor aquosus yang mengidap penyakit hipertensi.
menyebabkan terjadinya peningkatan Penderita hipertensi, beresiko 6 kali lebih
tekanan intraokular. 21 Namun, kelainan sering terkena glaukoma (Perdami,
glaukomatosa pada diskus optikus atau 2008). Berdasarkan penelitian yang
lapang pandang dapat dilakukan Christina Magdalena (2006),
menyebabkan glaukoma meskipun tekanan menemukan bahwa penderita yang telah
intraokular di bawah 21 mmHg. menderita hipertensi ≥ 5 tahun
Hal ini dikenal sebagai glaukoma tekanan berisiko mengalami glaukoma sebesar 4 kali
rendah. 22 lebih besar.25

5.Riwayat Penyakit Riwayat penyakit lainnya yang menyertai


pasien glaukoma adalah diabetes mellitus.
Ada atau tidak adanya riwayat Pada penelitian ini kebanyakan penderita
penyakit, dapat menentukan jenis glaukoma diabetes mellitus sebagai faktor resiko
apa yang dimiliki pasien. Apabila pasien glaukoma muncul disertai juga dengan
tersebut tidak memiliki riwayat penyakit kondisi katarak dan hipertensi.Penderita
maka termasuk dalam glaukoma primer. diabetes mellitus beresiko 2 kali terkena
Sedangkan pada pasien yang memiliki glaukoma. Sebesar 50% dari
riwayat penyakit yang mungkin penderita diabetes mengalami penyakit mata
menyebabkan glaukoma disebut sebagai dengan risiko kebutaan 25 kali
glaukoma sekunder. Hasil penelitian ini lebih besar . 26
sejalan dengan penelitian Pusvitasari &
Triningrat (2018) yang Diabetes mellitus diketahui
menemukan bahwa jenis glaukoma yang menyebabkan kerusakan mikrovaskular
paling banyak adalah glaukoma sekunder. pada retina dan saraf optik. Bukti
Tabel 2 menunjukkan riwayat penyakit memperlihatkan bahwa gangguan saraf optik
terbanyak sebagai penyerta penderita bagian anterior bertanggungjawab terhadap
glaukoma sekunder adalah adalah kelainan perubahan papil saraf optik yang akan
lensa dan hipertensi dengan persentase menghasilkan saraf optik glaukomatosa.27
kejadian sebesar 51,1%. 19 Kelainan lensa Teori lain menyatakan bahwa mekanisme
yang paling banyak terjadi adalah katarak. diabetes mellitus dapat menyebabkan
Pembengkakan lensa akibat katarak akan glaukoma dapat diketahui dari adanya
mendorong iris ke depan sehingga bilik peningkatan ketebalan lensa akibat dari
mata dangkal dan sudut bilik mata akan overload sorbitol atau melalui pertumbuhan
tertutup. Hal ini menimbulkan glaukoma neovaskularisasi pada jalinan trabekular
fakamorfik.23 yang akan menyebabkan gangguan pada
proses pengaliran aqueous humor sehingga
Hipertensi pada pasien glaukoma di meningkatkan tekanan intraokular. 28 Dalam
penelitian ini menyebabkan Insufiensi sebuah penelitian dilaporkan bahwa
vaskular telah dilaporkan sebagai faktor glaukoma sudut terbuka primer
risiko yang berpotensi untuk menimbulkan prevalensinya akan meningkatkan tiga kali
glaukoma. Hipertensi sistemik merupakan
lebih tinggi pada diabetes mellitus daripada penglihatan dan kebutaan. Diakses pada 19
non diabetes mellitus. 29 Mei 2022, dari
https://pusdatin.kemkes.go.id/ download.
Riwayat penyakit penyerta lainnya php?file=download/pusdatin/infodatin/infod
adalah kondisi trauma dengan presentasi atin-Gangguan-penglihatan-2018.
kejadian terkecil, 0.32 %. Glaukoma paska
trauma dapat terjadi lebih awal maupun 3. Pusat data informasi kementrian
terjadi lebih lambat. Glaukoma yang terjadi kesehatan RI, 2014. Situasi dan analisis
lebih awal diakibatkan inflamasi, benturan glaukoma. Diakses pada 18 Mei 2022, dari
sudur serta perdarahan. Glaukoma yang https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php
terjadi secara lambat paska trauma biasanya ?file=download/pusdatin/infodatin/
disebabkan oleh angle recession, glaukoma infodatin-glaukoma
yang diinduksi lensa, ghost cell glaucoma
dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid. 29 4. American Academy of Ophthalmology
Staff. 2016. .Basic and clinical science
Simpulan course: Glaucoma. San
Fransisco, AAO
Hasil penelitian karakteristik penderita
glaukoma di Rumah Sakit Mata Provinsi 5. Depkes, RI, 2004. Distribusi Penyakit
Nusa Tenggara Barat ini menunjukkan Mata dan Adneksa Pasien Rawat Inap dan
glaukoma lebih banyak terdistribusi pada Rawat Jalan Menurut Sebab Sakit di
kelompok usia ≥ 61 tahun ( 58% ) dan jenis Indonesia Tahun 2004.
kelamin perempuan ( 62% ). Klasifikasi
glaukoma berdasarkan sudut didominasi 6. Ismandari, Fetty. 2010. Kebutaan pada
oleh glaukoma sudut terbuka (97,6%), Pada Pasien Glaukoma Primer di Rumah Sakit
penelitian didapatkan penderita dengan Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
tekanan intraokular lebih dari 21 mmHg Jakarta
(70,5%), dan memiliki riwayat
penyakit yang dapat memicu glaukoma 7. Dewundara S, Wiggs J, & Sullivan DA.
(80,2%). 2017. Is Estrogen a Therapeutic
Target for Glaucoma? HHS Public
Access, 31(1):140-146
Daftar Pustaka
8. Krieglstein GK. 2008. Essentials in
Ophthalmology: Glaucoma. United
1.Website Resmi Dinas Kesehatan Provinsi States: Spinger Publishing
NTB. (2018, 8 Maret ). Program Company. Hal. 13-21
Penanggulangan Gangguan Pengelihatan
dan Kebutaan menuju VISION 2020 di 9. Dizayang, Ferzieza. 2020. Karakteristik
Propinsi NTB. Diakses pada 20 Mei 2022, Penderita Glaukoma di Rumah Sakit
darihttps://dinkes.ntbprov.go.id/artikel/progr Muhammadiyah Palembang Periode Januari
am-penanggulangan-gangguan-penglihatan- 2017-April 2018 Universitas
dan-kebutaan-menuju-vision-2020-di- Muhammadiyah Palembang : Palembang
propinsi-ntb/
10. Bell Jerald a., 2009. Ocular
2. Pusat data dan informasi kementerian hypertension. In: E-Medicine [online]
kesehatan RI. 2014. Situasi gangguan
11. Rosalin Dewi., 2011. Visual Field 19. Pusvitasari LW & Triningrat AAMP.
Abnormality and Quality of Life of Patient 2018. Profil pasien glaukoma di
with Primary Open Angle Glaucoma. Poliklinik Mata Rumah Sakit
Surabaya; Fakultas Kedokteran Universitas Indera Provinsi Bali Periode
Airlangga Januari 2014-Juni 2015. E-Jurnal
Medika Udayana, 7(4):189-193
12. Kanski JJ., 1994. Clinical
Ophthalmology 3th Ed. Oxford: 20. Asicha N. 2011. Karakteristik Penderita
Butterworth-Heinermann. Glaukoma di Rumah Sakit Umum
234-248. Dr. Soedarso Pontianak Tahun
2009-2010. Jurnal Mahasiswa
13. Awina Rayungsist Awina. 2018.
PSPD FK Universitas Tanjungpura,
Characteristics Of Primary Glaucoma In Eye
1(1): 1-17.
Outpatient Clinic Of Ra Basoeni Hospital,
Mojokerto, Indonesia. RA Basoeni General 21. Agarwal R, Gupta SK, Agarwal P,
Hospital, Mojokerto, Indonesia Saxena R, & Agrawal SS. 2009.
Current Concepts in The
14. Zhang, Nan; Wang, Jiaxing; Chen,
Pathophysiology of Glaucoma.
Biyue et all. 2021. Prevalence of Primary
Indian Journal of Ophthalmology,
Angle Closure Glaucoma in the Last 20
57(4): 257–266.
Years: A Meta-Analysis and Systematic
Review. Pubmed.gov. 18(7) .https: 22. Riordan P & Whitcher JP. 2017.
//pubmed.ncbi.nlm.nih.gov. Oftalmologi Umum Edisi ke-17.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
15. Fidalia. 2006. Prevalensi dan Faktor
EGC. Hal 212-229
Resiko Glaukoma Primer Sudut
Terbuka Serta Penatalaksanaannya di 23. Thayeb DA, Saerang JS, & Rares LM.
Bagian Mata FK UNSRI/RSMH 2013. Profil Glaukoma Sekunder
Palembang. Palembang: Fakultas Akibat Katarak Senilis Pre-Operasi
Kedokteran Universitas Sriwijaya di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou
[Skripsi] Manado Periode Januar 2011- Jurnal E-
16. Bright Focus Foundation. 2014. Biomedik, 1 (1):59-63.
Glaucoma: The Essential Facts.
24. Bae HW, Lee N, Lee HS, et all. 2014.
Washington DC: National Glaucoma
Systemic hypertension as a risk factor for
Research. Hal. 3-10. open-angle glaucoma : A Meta analysis of
17. European Glaucoma Society. 2014. population based studies. PloS ONE, 9(): 1-
Terminology and Guideline for Glaucoma. 9.
Br J Ophthalmol, 101(5) : 73-127. 25. Magdalena, C., 2006. Besar Risiko
Kejadian Glaukoma Pada Penderita
18. Nugraha, M.D.A., 2013. Karakteristik Hipertensi di Rumah Sakit Umum DR.
Penderita Glaukoma di Poliklinik Mata Soetomo.
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 26. Ilyas, S. 2000. Kedaruratan dalam Ilmu
Tahun 2011 (Doctoral dissertation, Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Universitas Muhammadiyah Kedokteran Universitas Indonesia.
Palembang).
27. Chopra V et al. 2008. Type 2 Diabetes
Mellitus and the Risk of Open Angel
Glaucoma. 115: 227-32
28. Lang GK. 2000. Ophthalmology A Short
Texbook. New York: 233-77.
29. Andayani, G., 2008. Introduction to Eye
Problems in Indonesia, Department of
Ophthalmology, FKUI

Anda mungkin juga menyukai