Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ETIKOLEGAL TERHADAP BAYI BARU LAHIR

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU)


1. LAELA RAHMA NIDA NIM ( B.21.12.008)
2. ADILAH AGUSTIN NIM ( B.21.12.001)
3. MARYANTI NIM ( B.21.12.009)
4. ISA BELLA NIM ( B.21.12.006)
5. NURAINI NIM ( B.21.12.012)

DOSEN PEMBIMBING : Yuli Suryanti,M,tr,Keb

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES MITRA ADIGUNA


PALEMBANG PROGRAM STUDI DIPLOMA D3 KEBIDANAN TAHUN
AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Asalamu’alaikum Warohmatulahi Wabarohkatuh

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT, karena
tanpa rahmat dan ridhonya saya tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai tepat watktu.
Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada ibu yuli suryanti,M,tr,Keb selaku dosen
pengampu yang membimbing dalam mengerjakan tugas makalah ini,dalam makalah ini
kami menjelaskan tentang etikolegal terhadap bayi baru lahir.
Mungkin dalam pembauatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum saya
ketahui,maka dari itu saya mohon sarannya dan maupun dari teman-teman atau dosen,demi
tercapainya makalah yang sempurna.
Saya selaku penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya mahasiswa kebidanan dan dosen ibu yuli suryanti,M,tr,Keb

Billahitaufik Walhidayah
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Palembang, 14 Maret 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR LAMPIRAN iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Keaslian Penelitian

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perawatan Tali Pusat
2.2 Memandikan Bayi
2.3 Memberi Minum
2.4 Membersihkan Telinga
2.5 Membersihkan Alat Kelamin
2.6 Membersihkan Popok Bayi
2.7 Menggunting Kuku

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa neonatus merupakan masa kritis dari kehidupan bayi, dua petiga kematian bayi
terjadi dalam 4 minggu persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7
hari setelah lahir yaitu saat ibu berada pada masa postpartum dini (saifudin, 2006).Menurut
Bappenas (2004) salah satu penyebab tingginya kematian bayi adalah rendahnya perilaku
masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi
baru lahir yang lebih sehat. Rendahnya perilaku dalam perawatan bayi baru lahir disebabkan
kurangnya pengetahuan akan perawatan bayi baru lahir.Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 di Indonesia angka kematian neonatal 34 per 1000 lahir
hidup dan angka kematian neonatal dini (umur 0 – 7 hari) 15 per 1000 lahir hidup. Untuk
menurunkan angka kematian tersebut sampai tercapainya target MDGs pada tahun 2015,
maka diupayakan program peningkatan pelayanan kesehatan yang dapat menjangkau
masyarakat secara luas sampai ketingkat desa yang terpencil. Yaitu salah satunya upaya
promotif dan preventif yang gencar dilakukan adalah mengadakan kelas ibu balita. Bayi baru
lahir harus mampu berkembang untuk mempertahankan eksistensi fisik secara terpisah
dengan ibunya segera setelah dilahirkan. Saat dilahirkan, bayi baru lahir memiliki
kompensasi perilaku dan kesiapan interaksi sosial. Aktivitas sehari-hari selama periode ini
merupakan waktu terbaik bagi bayi dan keluarga untuk melakukan interaksi. Segera setelah
ibu secara fisik mampu, ia didorong untuk berpartisipasi dalam merawat bayi (Bobak, dkk
2004). Perawatan bayi baru lahir meliputi perawatan tali pusat, mengganti dan memakaikan
popok, memakaikan pakaian bayi, memandikan bayi, menggendong dan mengatur posisi
bayi, memberikan ASI dan imunisasi (Musbikin, 2005). Mengenai kemampuan ibu merawat
bayi baru lahir membutuhkan pelatihan khusus dan ibu juga harus memahami beberapa
prosedur dan manajemen perawatan bayi baru lahir. Oleh sebab itu penting bagi ibu untuk
mengetahui perawatan bayi dan yakin terhadap kemampuan sendiri, sehingga mampu
merawat bayinya sendiri dengan baik dan sehat. Namun demikian banyak ibu yang tidak tahu
secara pasti cara yang benar merawat bayinya. Orang tua baru dapat merasa kebingungan
dengan tugas yang akan datang untuk merawat seorang bayi baru lahir. Pengetahuan hanya
didapatkan dari nenek. Selain itu informasi yang didapat dari majalah, buku, teman, dan juga
tetangga sering membingungkan sehingga menghambat dalam merawat bayinya. Ibu menjadi
sangat cemas dan khawatir untuk merawat bayinya dengan baik. Untuk itu banyak ibu yang
memilih untuk menyerahkan masalah perawatan bayinya ke orang yang lebih ahli, seperti
perawat, bidan, bahkan dukun bayi.Dukun bayi di masayarakat masih memegang peranan
penting, dukun dianggap tokoh masyarakat. Pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau
karena merasa mendapat panggilan tugas. Pengetahuan tentang fisiologis danpatologis dalam
kehamilan, persalinan, nifas, serta perawatan bayi sangat terbatas. Oleh karena itu apabila
timbul komplikasi tidak mampu untuk mengatasinya, dukun tersebut menolong hanya
berdasarkan pengalaman dan kurang profesional.
Masyarakat masih mempercayakan perawatan bayinya oleh dukun karena dukun
dianggap murah dan lebih berpengalaman dalam merawat bayi. Lama perawatan biasanya
sampai 40 hari dan perawatan yang diberikan berupa memandikan bayi, merawat tali pusat,
dan memijat bayi. Selama tali pusat belum lepas atau putus dukun bayi datang setiap pagi dan
sore hari. Tetapi setelah tali pusat lepas atau putus sampai dengan umur 40 hari dukun bayi
hanya datang dua kali dalam seminggu untuk melakukan perawatan pijat bayi. Di Kabupaten
Jepara masih banyak desa yang masih menggunakan dukun bayi untuk merawat bayi baru
lahir daripada merawatnya sendiri bahkan ada yang masih menggunakan dukun bayi untuk
menolong persalinan. Di Desa Kecapi tercatat ada 5 dukun bayi yang masih aktif. Meskipun
sekarang ini sudah banyak dukun bayi yang sudah terlatih dan sudah mengikuti pembinaan
dengan bidan, tapi dalam praktiknya masih banyak yang tidak sesuai dengan standart dan
tidak memandang teknik sterilitas. Menurut kepala puskesmas Tahunan masalah yang
berhubungan dengan perawatan bayi baru lahir jarang terjadi. Adapun yang terjadi adalah
masalah perawatan tali pusat, tetapi selama ini sedikit masalah yang menuju ke patologis
hanya saja waktu pelepasan tali pusat masih banyak yang lebih dari tujuh hari karena cara
perawatan dan memandikan yang salah. Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas
Tahunan pada tahun 2012 terdata ada 18 kasus infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum, 9
diantaranya terdapat di desa Kecapi Kabupaten jepara. Di Desa Kecapi Kabupaten Jepara
pada bulan September 2012 ada 23 orang ibu yang melahirkan dan 21 memilih dukun bayi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti ada berbagai penyebab mengapa ibu
memilih dukun bayi diantaranya karena pengetahuan yang terbatas, karena takut memegang
atau membawa bayinya, karena mengikuti permintaan orang tua atau mertua, dan karena
tradisi atau budaya. Ibu menjadi tidak yakin dan kurang percaya diri untuk merawat bayinya
sendiri, ibu menjadi sangat khawatir dan takut kalau dalam perawatan sehari-hari malah
mencederai atau melukai bayinya. Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui
apakah ada “hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu dalam merawat bayi baru lahir
dengan pemilihan dukun bayi di Desa Kecapi Kabupaten Jepara”.

B. Rumusan Masalah

Dengan mengacu pada permasalahan diatas, rumusan masalah penelitian adalah “apakah
ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu dalam merawat bayi baru lahir dengan
pemilihan dukun bayi di desa Kecapi Kabupaten Jepara?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu dalam merawat bayi baru lahir dengan
pemilihan dukun bayi di Desa Kecapi Kabupaten Jepara.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam merwat bayi baru lahir didesa kecapi
kabupaten jepara
b. Mengetahui sikap ibu dalam merawat bayi baru lahir di desa kecapi kabupaten
jayapura.
c. Mengetahui pemilihan dukun bayi di desa kecapai kabupaten jayapura.
d. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dalam merawat bayi baru lahir
dengan pemilihan dukun bayi didesa kecapi kabupaten japara.
e. Mengetahui hubungan sikap ibu dalam merawat bayi baru lahir dengan pemilihan
dukun bayi didesa kecapi kabupaten jepara.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi kepentingan
dan kepustakaan dalam mengembangkan ilmu di Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta Program Jurusan S1 Keperawatan
berkaitan dengan pengetahuan, sikap ibu, dan pemilihan dukun bayi dalam
merawat bayi baru lahir.
2. Bagi Peneliti
Sebagai salah satu tahapan proses belajar dalam merencanakan dan
melaksanakan penulisan dalam bentuk skripsi. Dapat mengaplikasikan
ilmu yang didapat dalam perkuliahan dalam penelitian serta menambah
ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti.
3. Bagi Ibu
Untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang perawatan bayi baru lahir
yang baik dan benar dengan memandang sterilitas serta sikap dan interaksi
ibu yang harus diberikan kepada bayinya sehingga ibu mampu merawat
bayinya secara mandiri.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang akan penulis lakukan hampir serupa dengan penelitian:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Silaban, Anna Ria (2008) dengan judul hubungan
tingkat pengetahuan dengan kemampuan ibu dalam merawat bayi baru lahir
selama postpartum dini di klinik Bersalin Mariani Kabupaten Medan Provinsi
Sumatra Utara. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi gambaran tingkat
pengetahuan ibu tentang perawatan bayi baru lahir, dan mengidentifikasi
hubungan tingkat pengetahuan dengan kemampuan ibu merawat bayi baru lahir
selama postpartum dini di Klinik Bersalin Mariani di Medan Sumatra Utara.
Rancangan penelitian deskriptif korelasi dengan pengambilan sampel totally
sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner
tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan bayi baru lahir selama postpartum dini
dan lembar observasi kemampuan ibu merawat bayi baru lahir selama postpartum
dini. Variabel yang diteliti adalah tingkat pengetahuan ibu dan kemampuan ibu
dalam merawat bayi baru lahir. Perbedaan tersebut terletak pada tempat
penelitian, variabel sikap ibu dalam perawatan bayi baru lahir dengan penggunaan
dukun bayi, rancangan penelitian, dan teknik pengambilan sampel.
2. Penelitian dilakukan oleh Agustina, Shinta Chyntia (2003) dengan judul hubungan
pengetahuan, sikap, dan faktor sosial budaya dengan pemilihan penolong
persalinan di wilayah kerja puskesmas Sayung I Kecamatan Sayung Kabupaten
Demak. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan jenis
penelitian cross sectional sedangkan variabel penelitiannya adalah hubungan,
sikap, dan faktor sosial budaya dengan pemilihan penolong persalinan. Analisa
data menggunakan uji ChiSquare. Perbedaan dalam penelitian ini adalah terletak
pada tempat penelitian dan variabel penelitian hubungan tingkat pengetahuan dan
sikap ibu dalam merawat bayi baru lahir dengan pemilihan dukun bayi.
3. Penelitian dilakukan oleh Amilda, Nur Latifah (2010) dengan judul faktorfaktor
yang berhubungan dengan pemilihan pertolongan persalinan oleh dukun bayi.
Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisa adanya hubungan antara tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan, status ekonomi, persepsi, dan keterjangkauan
sarana kesehatan dengan pemilihan pertolongan persalinan oleh dukun bayi.
Rancangan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain cross
sectional dan analisa data menggunakan uji Chi-Square. Perbedaan dalam
penelitian ini adalah hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu dalam
perawatan bayi baru lahir dengan penggunaan dukun bayi serta tempat penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perawatan Tali Pusat


Berdasarkan hasil penelitian, dari 30 responden diketahui bahwa sebanyak 12
responden (40%) merawat tali pusat bayinya dengan skor cukup. Dari hasil wawancara
dengan 10 responden, responden tersebut sudah cukup mengerti cara perawatan tali pusat
yang baik. Dan berdasarkan hasil observasi dari 30 responden, untuk skor baik sebanyak
6 responden (20%), untuk yang skor cukup sebanyak 14 kesehatan dan kenyamanan
(Wahyuni, 2011: 81). Bayi tidak perlu dimandikan dan dikeramas setiap hari. Dua
sampai tiga kali seminggu sudah cukup selama area genital dan wajah tetap dibersihkan
setiap hari. Keramas yang sering justru menyebabkan kulit kepala bayi kering (Kelly,
2010: 46). Gunakan waslap lembut dan sabun yang ringan, mulai dengan membersihkan
wajah bayi, telinga kemudian lehernya. Pada saat memandikan, perhatikan lipatan leher
dan sela-sela jari tangan dan jari kaki, demikian juga jika memandikan dengan waslap
saja kemudian bilas sampai bersih. Pada penelitian ini sebagian ibu dalam memandikan
bayinya tidak dimulai dari wajahnya tetapi langsung ke badan bayi. Setelah badan
kemudian baru ke wajah.

B. Memandikan Bayi
Berdasarkan hasil penelitian, dari 30 responden diketahui bahwa sebanyak 15
responden (50%) memandikan bayinya dengan skor cukup. Dari hasil wawancara dengan
10 responden, responden tersebut sudah cukup mengerti cara memandikan bayi yang
benar. Dan berdasarkan hasil observasi dari 30 responden, untuk skor baik sebanyak 6
responden (20%), skor cukup sebanyak 14 responden (47%) dan skor kurang sebanyak 10
responden (33%).Memandikan bayi adalah salah satu cara perawatan untuk memelihara
kesehatan Berikan ASI sesering mungkin sesuai keinginan bayi atau sesuai keinginan ibu
(jika payudara penuh) atau sesuai kebutuhan bayi setiap 2-3 jam (paling sedikit 4 jam),
berikan secara bergantian. (Rukiyah & Yulianti, 2012: 66). Pada penelitian ini sebagian
besar ibu memberi minum/ASI bayinya pada saat bayinya menangis saja dan kelihatan
lapar. Kebanyakan pada saat bayinya tidur ibu membiarkan tidak memberi minum sesuai
jadwalnya yaitu setiap 2 jam sekali.

C. Memberi Minum
Berdasarkan hasil penelitian, dari 30 responden diketahui bahwa sebanyak 13
responden (43%) mempunyai skor kurang dalam cara memberi minum bayinya. Dari
hasil wawancara dengan 10 responden, responden tersebut masih kurang mengerti cara
memberi minum pada bayi yang benar. Dan berdasarkan hasil observasi dibersihkan
karena belum pernah melakukannya sebelumnya.
D. Membersihkan Telinga
Berdasarkan hasil penelitian, dari 30 responden diketahui bahwa sebanyak 15
responden (50%) mempunyai skor kurang dalam cara membersihkan telinga bayinya.
Dari hasil wawancara dengan 10 responden, responden tersebut masih kurang mengerti
cara membersihkan telinga bayi yang benar. Dan berdasarkan hasil observasi dari 30
responden, untuk skor kurang dalam cara membersihkan telinga pada bayinya sebanyak
13 responden (43%). Menjaga kebersihan sangatlah penting bagi kesehatan bayi, apalagi
pada bagian telinga. Selain bermanfaat untuk mencegah menumpuknya kotoran,
membersihkan telinga juga bisa menghilangkan sel-sel mati yang telah menumpuk pada
lipatan telinga (Pondokibu, 2015). Telinga yang tidak dijaga kebersihannya, akan
menimbulkan infeksi pada telinga karena menumpuknya kotoran pada telinga. Kotoran
pada telinga yang tidak rajin dibersihkan akan mengganggu kesehatan telinga bayi.
Dalam penelitian ini sebagian besar ibu dalam membersihkan telinga bayinya tidak masih
takut, takut kalau nanti masuknya kapas batang terlalu dalam dan ada juga yang takut
sehingga tidak dibersihkan karena belum pernah melakukannya sebelumnya.

E. Membersihkan Alat Kelamin


Berdasarkan hasil penelitian, dari 30 responden diketahui bahwa sebanyak 15
responden (50%) mempunyai skor kurang dalam cara membersihkan alat kelamin
bayinya. Dari hasil wawancara dengan 10 responden, responden tersebut masih kurang
mengerti cara membersihkan alat kelamin bayinya yang benar. Dan berdasarkan hasil
observasi dari 30 responden, untuk skor kurang dalam cara membersihkan telinga pada
bayinya sebanyak 14 responden (47%). Setiap kali bayi buang air besar, maka segera
bersihkan daerah bokong bayi, agar tidak lecet dan mengganggu kenyamanan bayi,
karena jika daerah bokong lembab dan kotor mudah mengalami lecet sehingga nantinya
bayi akan rewel. Untuk membersihkan daerah bokong, sebaiknya memakai air bersih
hangat dan sabun, kemudian segera keringkan dengan handuk secara lembut (Rukiyah &
Yulianti, 2012: 70-71). Dalam penelitian ini, sebagian besar ibu masih belum mengerti
dan masih belum bisa membersihkan alat kelamin bayinya dengan benar.

F. Mengganti Popok Bayi


Berdasarkan hasil penelitian, dari 30 responden diketahui bahwa sebanyak 12
responden (40%) mempunyai skor cukup dalam cara mengganti popok bayinya. Dari
hasil wawancara dengan 10 responden, responden tersebut cukup mengerti cara
mengganti popok bayinya dengan benar. Dan berdasarkan hasil observasi dari 30
responden, untuk skor cukup dalam cara mengganti popok bayi sebanyak 15 responden
(50%). Waktu terbaik untuk mengganti popok adalah setelah bayi BAB dan setelah bayi
ngompol. Mengganti popok biasanya 1012 kali sehari. Akan tetapi, yang akan membuat
kewalahan untuk mengurusnya. Apabila bayi tidak mengalami masalah ruam popok
serius, tidak perlu selalu mengganti popok pada malam hari. Jika bayi dapat tidur
nyenyak, dapat dipastikan bayi merasa nyaman (Kelly, 2010: 43).
Dalam mengganti popok bayi, harus selalu diganti apabila bayi BAB dan BAK,
karena kalau tidak segera diganti akan membuat bayi rewel dan sering menangis. Tidak
segera mengganti popok pada saat bayi BAB atau BAK juga akan menyebabkan iritasi
pada kulit bayi karena lembab. Dalam penelitian ini, sebagian ibu dalam mengganti
popok bayinya dilakukan apabila bayi BAB dan apabila tidak BAB hanya diganti waktu
sesudah mandi pagi dan sesudah mandi sore.

G. Menggunting Kuku
Berdasarkan hasil penelitian, dari 30 responden diketahui bahwa sebanyak 17
responden (57%) mempunyai skor cukup dalam cara meggunting kuku bayinya. Dari
hasil wawancara dengan 10 responden, responden tersebut cukup mengerti cara
menggunting kuku bayinya dengan benar. Dan berdasarkan hasil observasi dari 30
responden, untuk skor kurang dalam cara mengganti popok bayi sebanyak 15 responden
(50%). Menjaga agar kuku bayi baru lahir tetap pendek adalah hal yang penting untuk
perlindungan bayi itu sendiri. Selama bayi bermain dengan jari-jarinya, dengan mudah
dapat mencakar wajahnya sendiri jika kuku jarinya tidak pendek dan dipotong dengan
rata. Seiring dengan makin besarnya bayi, kuku jari yang pendek adalah untuk
perlindungan ibu (Kelly, 2010: 55-56). Kuku bayi harus dijaga dengan baik karena kuku
yang panjang akan menjadi tempat bakteri. Kuku bayi juga harus selalu digunting apabila
sudah terlihat panjang karena kalau kuku bayi panjang akan membahayakan bayi itu
sendiri, bisa mencakar kulit wajah bayi. Pada penelitian ini sebagian ibu yang takut
mengguting kuku bayinya, takut kalau terkena kulit jari bayinya. Sehingga hal yang
dilakukan ibu agar kuku bayi tidak melukai bagian tubuh bayinya yaitu dengan
mengenakan sarung tangan dan sarung kaki pada bayi secara keseluruhan menunjukan
sebagian besar cara perawatanya cukup sebanyak 19 respoden (63%).
KESIMPULAN

Perawatan Bayi Baru Lahir (BBL) pada Ibu Usia Perkawinan kurang dari 18 Tahun di
Wilayah Puskesmas Tiron Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Ayu Putri. (2014). Aplikasi Metode Penelitian Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Nuha Medika Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial : Pedoman
Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta Handayani, Nina. (2011). Buku Pintar Merawat
Bayi. Jakarta: Dian Rakyat Handy, Fransisca. (2011). Panduan Cerdas Perawatan Bayi.
Jakarta: Pustaka Bunda Hidayat, A.Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan
Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Hidayat, A.Aziz Alimul. (2010). Metode
Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Kelly, Paula.
(2010). Buku Saku Asuhan Neonatus dan Bayi. Jakarta: EGC Nursalam. (2014). Metode
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Rukiyah, Yeyeh. (2012). Asuhan
Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: TIM Saifuddin, Abdul Bari. (2006). Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YPB-SP Setiadi. (2007).
Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Setiyaningrum, Erna.
(2015). Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Edisi Revisi. Jakarta: TIM
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metode Penelitian. Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS
Wahyuni, Sari. (2011). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita: Penuntun Belajar Praktik Klinik.
Jakarta: EGC Wawan dan Dewi. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika Undang-Undang Perkawinan dan Administrasi
Kependidikan Kependudukan, Kewarganegaraan. (2015). Tim Permata Press Adi. (2014).
BKKN Rekomendasikan Usia Minimal Perkawinan 20 tahun. Diakses pada 25 April 2016
jam 15.15 Anissa, Riski. (2015). Intensitas Orang Tua Dalam Pengambilan Keputusan Untuk
Melakukan Pernikahan Anak Di Bawah 20 Tahun. Diakses pada 25 April 2016 jam 15.15
Gustaman. (2015). Angka Pernikahan Dini Di Jawa Timur Lebih Tinggi Dari Rata-Rata.
[Diakses pada 25 April 2016 jam 16.00 Majalah Pondokibu. (2015). Cara Membersihkan
Telinga Bayi Bayi Baru Lahir Dengan Aman. Diakses pada 25 april 2016 jam 15.00

Anda mungkin juga menyukai