Anda di halaman 1dari 6

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk menjadi


masalah utama ketahanan pangan di Indonesia.Berbagai program peningkatan produktivitas
pertanian menjadi prioritas utama pemerintah.Dengan demikian perbaikan manajemen
pengelolaan lahan termasuk upaya meningkakan efisiensi pemupukan dan penggunaan bahan
amelioran seperti pembenah tanah menjadi topik utama riset dan kajian di Litbang Kementerian
Pertanian.

Produktivitas tanaman pangan terutama padi sawah tidak mengalami peningkatan yang
berarti dalam dua dekade terakhir.Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sudah tercapainya
produktivitas padi yang optimum atau telah terjadi degradasi kesuburan tanah sehingga
produktivitas padi tidak meningkat. Meskipun teknologi pemupukan dan jenis pupuk yang
diberikan sudah sangat berkembang apalagi didukung dengan rekomendasi pupuk berdasarkan
status hara tanah namun peningkatan produktivitas tidak sebanding dengan peningkatan
teknologi dan input yang diberikan. Rendahnya tingkat efisiensi pemupukan adalah salah satu
penyebab hal ini.Hal lainnya diduga disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan tanaman
terhadap unsur hara lain seperti unsur Silika (Si)dan unsur mikro yang dibutuhkan tanaman padi.
Tanaman padi membutuhkan Si hingga 2 kali lipat kebutuhan N serta kebutuhan unsur-unsur
mikro esensial meskipun hanya dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil.Pemberian pupuk Si dan
unsur mikro selama ini belum menjadi perhatian karena dianggap kebutuhannya dapat terpenuhi
dari tanah itu sendiri.Hal ini mungkin dapat dibenarkan apabila tanah tidak ditanami padi terus
menerus dan intensif hingga 2-3 kali setahun dan bahan organik seperti jerami dikembalikan ke
tanah.Kenyatannya tanah sawah ditanami padi terus menerus hingga 2-3 kali setahun dan jerami
umumnya dibakar oleh petani.Dengan demikian unsur hara yang terkuras tidak dikembalikan
lagi kedalam tanah.Unsur hara N, P dan K dapat dipenuhi dari pupuk urea, SP 18/36 dan KCl
namun unsur lainnya akan mengalami defisiensi. Untuk itu formulasi pupuk berimbang dan
lengkap merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan hara optimal bagi tanaman.

Proyeksi kebutuhan pupuk untuk tanaman pangan di Indonesia tahun 2010 diperkirakan
untuk urea sebanyak 4,2 juta ton, superphos 1,1 juta ton, pupuk organik 8,5 juta ton dan pupuk
majemuk NPK sebanyak 2,8 juta ton; untuk tahun 2015 meningkat mencapai
5.3 juta ton Urea, 1,4 juta ton superphos, 10,4 juta ton pupuk organik dan 3,5 juta ton NPK;
namun pada tahun 2025 diperkirakan mencapai dua kali lipat yaitu urea 8,6 juta ton, superphos
2,2 juta ton, pupuk organik 16 juta ton dan NPK 5,6 juta ton (Dirjenbun, 2009). Dengan
tingginya kebutuhan pupuk tersebut pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mensubsidi
kebutuhan pupuk petani tanaman pangan. Dengan demikian upaya penghematan kebutuhan
pupuk dengan cara meningkatkan efisiensi pupuk sangat dibutuhkan.

Secara umum penggunaan urea jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk P dan K.
Petani lebih memilih memberikan urea berlebihan karena pemberian urea menunjukkan
perubahan yang cepat terhadap pertumbuhan tanaman namun tanaman menjadi lebih rentan
penyakit.Sehingga pemberian pupuk majemuk merupakan salah satu upaya agar petani juga
menambahkan unsur P dan K kedalam tanah.Dengan fenomena ini formulasi pupuk berimbang
dan lengkap mengandung tidak hanya unsur N, P dan K, tetapi juga mengandung unsur hara
lainnya seperti Si dan unsur mikro dapat menjadi alternatif pemecahan permasalahan
ketidakseimbangan unsur hara tanah dan efisiensi pemupukan. Untuk tahap selanjutnya program
pemupukan berimbang akan diterapkan tidak hanya untuk unsur makro utama seperti N, P dan K
tetapi juga untuk unsur lainnya seperti Si, Ca, Mg, S dan unsur mikro.Formulasi pupuk dapat
dikontrol menjadi pupuk slow release yang tidak mudah hilang terbawa air hujan, leaching
ataupun penguapan.Selain pupuk slow release, pemanfaatan pupuk hayati juga menjadi andalan
bagi pengembangan pertanian ramah lingkungan.Melimpahnya limbah organik memerlukan
penanganan serius agar limbah tersebut dapat bermanfaat.Demikian juga untuk lahan-lahan
tercemar serta rusak akibat eksplorasi pertambangan.Salah satu cara yang dapat diandalkan
untuk mempercepat proses penguraian limbah serta reklamasi tersebut adalah dengan
menggunakan mikroba seperti pupuk hayati dan dekomposer. Dekomposer yang memiliki
kemampuan mendegradasi bahan organik secara cepat, mudah di aplikasikan dan tahan lama
merupakan persyaratan utama dekomposer yang baik.Selain penggunaan pupuk, tanah juga
dapat diperbaiki dengan pemberian pembenah tanah.

Pembenah tanah terutama dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah sehingga


mendukung pertumbuhan tanaman.Perbaikan kesuburan tanah mencakup perbaikan sifat fisik,
kimia dan biologi tanah dengan pemberian pembenah tanah. Bahan baku pembenah tanah
sangat bervariasi, seperti limbah pertanian meliputi sisa panen, kotoran ternak, dll.
(Abdurachman et al., 2000, Nurida, 2006; Hafif et al., 1993) dan non pertanian seperti zeolit,
sampah organik kota, limbah industri makanan, limbah industri agrokimia, dll (Prihatini et al,
1987; Sastiono dan Wiradinata, 1989; Sutono dan Agus, 1998). Bahan-bahan ini mempunyai
karakteristik dan kandungan hara yang sangat beragam sehingga kualitas pupuk organik dan
pembenah tanah yang dihasilkan juga bervariasi mutunya. Selain penggunaan bahan pembenah
tanah berasal dari berbagai limbah pertanian diatas, kemajuan teknologi telah membukakan jalan
untuk meramu bahan alami tersebut denganteknologi tinggi sehingga dihasilkan pembenah tanah
berteknologi tinggi seperti hydrogel yang dapat meningkatkan kemampuan tanah memegang air
dan dapat digunakan di lahan kering.

Hasil penelitian selama dua tahun terakhir telah menghasilkan beberapa produk pembenah
tanah seperti Beta, biocharSP50, Betahumat dan biocharSP50-humat yang telah menunjukkan
efektivitasnya dalam memperbaiki kualitas tanah mineral masam terdegradasi. Dosis yang
digunakan sekitar 1,5-2,5 t/ha dan mampu menekan penggunaaan pupuk anorganik sebesar 25-
50%. Dosis yang digunakan masih dianggap terlalu tinggi sehingga perlu diformulasi agar dapat
digunakan dengan dosis < 1 ton/ha tanpa mengurangi efektivitasnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembenah tanah tersebut efektif untuk tanah mineral masam terdegradasi,
namun belum teruji pada lahan kering marjinal lainnya.
Tuntutan untuk terus mendapatkan formula pembenah tanah yang berkualitas dengan dosis yang
rendah semakin meningkat karena berkaitan dengan kebutuhan untuk perbaikan kualitas tanah
sub optimal secara cepat dan efektif. Pemanfaatan teknologi nano merupakan inovasi teknologi
yang relatif baru di Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas suatu bahan
melalui rekayasa atau formulasi.
1.2. Tujuan

1. Memformulasi pupuk hayati untuk perbaikan kesuburan tanah


2. Memformulasi pembenah tanah hidrogel integrasi hara dan untuk konservasi lahan kering
3. Uji efektifitas formula pupuk dan pembenah tanah yang dihasilkan tahun sebelumnya di
lapang
4. Merancang formula pupuk anorganik, organik, pupuk hayati dan dekomposer untuk
tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan baik secara konvensional maupun berbasis
teknologi nano untuk meningkatkan efektivitas pemupukan dan produksi tanaman
1.3 Rumusan Masalah

1.4 Hipotesis

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Kerangka Teoritis

Sejak revolusi hijau mulai diadopsi tahun 1960-an, produktivitas padi meningkat pesat
dari hanya sekitar 1,5 ton/ha sehingga mencapai rata-rata nasional 4.5 ton/ha (FAOSTAT, 2007).
Sejak itu banyak program peningkatan ketahanan pangan dicanangkan pemerintah sehingga
tercapai swasembada beras di tahun 1984.Namun demikian, meskipun program peningkatan
produksi dan produktivitas tanaman pangan semakin berkembangtetapi tidak diimbangi dengan
peningkatan produktivitas tanah, malah cendrung mengalami stagnansi dan fluktuasi.Hal ini
terutama disebabkan oleh degradasi kesuburan tanah.Degradasi kesuburan tanah terutama
disebabkan oleh pupuk yang tidak berimbang dan managemen pengelolaan lahan yang tidak
optimal sehingga pupuk yang diberikan tidak dimanfaatkan secara optimum dan efisien.
Untuk mempertahankan tingkat kesuburan tanah, di samping unsur hara N, P dan K
maka unsur hara lainnya seperti unsur hara makro sekunder, unsur mikro dan Si juga harus
diberikan ke dalam tanah. Berdasarkan hasil analisis kandungan Si pada tanah-tanah sawah di
Jawa Barat dan Jawa Tengah, status hara Si umumnya rendah bahkan ada yang defisien bagi
tanaman padi (Husnain et al., 2009).Penggunaan pupuk mikro belum umum diberikan petani
karena harga yang hampir tidak terjangkau dan petani tidak melihat peningkatan hasil yang
nyata dengan penambahan pupuk mikro tersebut.
Balai Penelitian Tanah telah memulai penelitian tentang pemupukan berimbang spesifik
lokasi sejak tahun 1970 an. Penelitian-penelitian tentang penggunaan pupuk slow release dan
pupuk granul sudah dimulai sejak tahun 1985. Program pemupukan berimbang kembali menjadi
perhatian utama pemerintah sehingga pada periode 1995-2000, penelitian yang lebih
komprehensif dilakukan pada skala lebih luas.Sebagai hasilnya, telah di buat peta status P dan K
tanah yang digunakan untuk menetapkan rekomendasi pupuk yang tertuang dalam Permentan
No. 40/Permentan/OT.140/04/2007.Rekomendasi pupuk spesifik lokasi ini diharapkan dapat
diadopsi oleh pemerintah secara luas.Dengan rekomendasi pupuk berimbang spesifik lokasi
maka pupuk N, P dan K dapat digunakan secara lebih efisien dan biaya produksi dapat dikurangi
(Rochayati et al. 2002; Setyorini et al. 2004; Las et al. 2010).
Formula pupuk berimbang dan lengkap diartikan sebagai pupuk yang mengandung unsur
hara lengkap (N, P, K, Si, Ca, Mg, S, dan unsur mikro) yang diberikan secara seimbang pada
tanaman.Perbaikan formula pupuk anorganik yang mengandung unsur hara lengkap ini maka
dapat dilakukan dengan beberapa carayaitu dengan menambahkan bahanbahan 8lternativ seperti
mineral yang mengandung Si dan unsur mikro serta unsur lainnya yang bermanfaat bagi
tanaman. Bahan tambahan tersebut dapat berupa zeolit, kaolinit, kalsium silikat, kapur dan
bahan lainnya.

III METODE

DAFRTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., I. Juarsah, dan U. Kurnia. 2000. Pengaruh penggunaan berbagai jenis dan
takaran pupuk kandang terhadap Produktivitas tanah Ultisols terdegradasi di Desa Batin,
Jambi. hlm 303-319 dalam Pros. Seminar Nasional Sumber Daya Tanah, Iklim dan
Pupuk. Buku II. Bogor, 6-8 Des. 1999. Puslittanak.
Adi SH, F Ramadhani. 2012. Proposal Penelitian dan Pengembangan Nanoteknologi untuk
Optimalisasi Sumberdaya Iklim dan Air. Balitklimat.
Ai Dariah, Sutono dan Neneng L.Nurida. 2007. Penggunaan pembenah tanah organik dan
mineral untuk perbaikan kualitas tanah Typic Kanhapludults Taman Bogor, Lampung.
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus, No. 3. 357 - 364 .
Al-Jabri, M., Suriadikarta, D.A. 2010.Perakitan dan Pengembangan Perangkat Uji Tanah Sawah
Sulfat Masam (PUTS-SM) dan Uji Cepat Hara Tanaman Sawit (PUHS) untuk
Meningkatkan Efisiensi Pemupukan >20%.Laporan akhir kegiatan penelitian insentif
RISTEK.Balai penelitian tanah, BalaiBesar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sannino A, Christian Demitri, and Marta Madaghiele, Biodegradable Cellulose-based
Hydrogels: Design and Applications. Materials, 2009. 2: p. 353-373.
Dirjenbun. 2009. Koreksi kebutuhan pupuk sector pertanian 2010-2025. Di unduh dari
http://ditjenbun.deptan.go.id/ diakses 30 Juni 2021.
FAOSTAT 2005.Food and Agricultural Organization, Rome. Available at URL:
http://www.fas.usda.gov/offices.asp. Retrieved 7 March 2008
Hafif, B., D. Santoso, S. Adiningsih, dan H. Suwardjo. 1993. Evaluasi penggunaan beberapa
pengelolaan tanah untuk reklamasi dan konservasi lahan terdegradasi. Pembrt.Pen.
Tanah dan Pupuk 11: 7-12.
Hartatik W. 2009.Laporan akhir penelitian DIPA 2009. Balai Penelitian Tanah.
Husnain, Toshiyuki Wakatsuki, Diah Setyorini, Hermansah, Kuniaki Sato and Tsugiyuki
Masunaga, 2008.Silica availability in soils and river water in two watersheds on Java
Island, Indonesia.Soil Science and Plant Nutrition, 54, 916-927.
Isroi, 2009.Pupuk Organik Granul: Sebuah Petunjuk Praktis. http://Isroi.wordpress.com

Lachman, L., Herbert, L., Josheph, L. K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi 2.Terj.
Dari The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI
Press. 860-892.
Las I, S Rochayati, D Setyorini, et al. 2010.Peta Potensi Penghematan Pupuk Anorganik dan
Pengembangan Pupuk Organik pada Lahan Sawah. Badan Litbang Deptan.

Liu X, Feng Z, Zhang F, Zhang S, He X. 2006.Preparation and Testing of Cementing and


Coating Nano-Subnanocomposites of Slow/Controlled-Release Fertilizer. Agricultural
Sciences in China, 5 (9), 700-706.
Mukhopadhyay SS, Parshad VR, Gill IS. 2009. Nanoscience and nano-technology: Cracking
prodigal farming. Nature Precedings.
Nurida, N. L. 2006. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan pengolahan
Tanah dan Pemberian bahan Organik. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Nurjaya, Diah Setyorini. 2008. Perangkat Uji Tanah Kering. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Vol. 30 No. 5
Nurul T. R. 2009. Pengembangan Sistem Mekanik High Energy Ballmill Untuk Pembuatan
Nano Partikel, Laporan Akhir Kumulatif Kegiatan Program Kompetitif Lipi.
Prihatini, T, Mursidi, dan A. Hamid. 1987. Pengaruh zeolit terhadap sifat tanah dan tanaman.
Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 7: 5-8.
Rachman, A., A. Dariah, dan D. Santoso. 2006. Pupuk Hijau. p. 41-58 dalam Pupuk Organik
dan Pupuk Hayati. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian.
Rochayati S, D. Setyorini and J Sri Adiningsih. 2001. Peranan uji tanah dalam meningkatkan
efisiensi penggunaan pupuk. Paper presented in seminar “Teknologi untuk
Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk di Indonesia”. BPPT.Jakarta, 6 Mei 2002.
Sastiono, A. dan O. W. Wiradinata. 1989. Laporan Penelitian Peranan Zeolit dalam Peningkatan
Produksi Pertanian. Jurusan Tanah. Fak. Pertanian. IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan)
Setyorini D, LR Widowati, S. Rochayati, 2004. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan Sawah
Intensifikasi .In Tanah Sawah and Pengelolaannya, Agus et al. Ed. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Shargel, L., Andrew, B. C. Yu. 1998. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, edisi 2.
Terj.Dari Applied Biofarmaceutics and pharmacocinetics, oleh Fasich, Siti
Sjamsiah.Universitas Airlangga Press.1-545.
Sojka, R.E., Entry, J.A. 2007. Matrix-based fertilizer: A new fertilizer formulation concept to
reduce nutrient leaching. In: Currie, L.D., Yates, L.J., editors. Proceedings of the
Fertilizer & Lime Research Centre Workshop.Designing Sustainable Farms: Critical
Aspects of Soil and Water Management, February 8-9, 2007, Palmerston North, New
Zealand. p. 67-85.
Sulaeman Y, Nursyamsi D. 2005. PKDSS v 2.0: User Manual. Puslitbang Tanah dan
Agroklimat.Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian.Bogor
Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan W. Hartatik. 2005. Teknologi pengelolaan
bahan organik tanah. p. 169-222 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering.Pusat
Penelitian Tanah dan Agrklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Sutono dan Adimihardja, A. 1997.Pemanfaatan soil conditioner dalam upaya rehabilitasi lahan
terdegradasi.p. 107-122 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi
Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Makalah Review. Cisarua, Bogor 4-6 Maret
1997. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Sutono dan F. Agus, 1998. Pengaruh pembenah tanah terhadap hasil kedlai di Cibugel,
Sumedang. hlm. 379-386.dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan.
Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999.
Wang Y.T. and Gregg L.L., Hydrophilic polymers – their response to soil amendments and
effect on properties of a soil less potting mix. Journal of American Society for
Horticultural Science, 1990. 115: p. 943-948.

Anda mungkin juga menyukai