Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN AKHIR AGROPRENEURSHIP

BUDIDAYA TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM CEPA) DI LAHAN


PAK MAT CHOLIK DI DESA TORONGREJO, BATU

Disusun Oleh :

Faza Fatharoni 201810200311039


Happy Aqiilah Chandrawati 201810200311002
Ade Ayu Febrian 201810200311011
Lilis Novita Sari 201810200311017
Alfian Dwi Khoirul Annas 201810200311033

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAAN

Judul : Budidaya Tanaman Bawang Merah (Allium cepa) Di


Lahan Pak Mat Cholik Di Desa Torongrejo, Batu
Ketua Kelompok : Faza Fatharani 201810200311039
Anggota Kelompok : Happy Aqiilah Chandrawati 201810200311002
Ade Ayu Febrian 201810200311011
Lilis Novita Sari 201810200311017
Alfian Dwi Khoirul Annas 201810200311033
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Syarif Husen, M.P.
NIP : 1964004211990041001
Mitra : Mat Cholik
Lokasi : Desa Torongrejo Kecamatan Junrejo Kota Batu
Waktu Pelaksanaan : 29 Maret – 21 Juni 2021
Target Capaian : Memperoleh keuntungan secara maksimal

Malang, 31 Juni 2021


Mitra Ketua Kelompok

Faza Fatharani
Mat Cholik
NIM : 201810200311039

Menyetujui,
Ketua Program Studi Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ali Ikhwan, MP. Dr. Ir. Syarif Husen, M.P.
NIP.19641020199101001 NIP.1964004211990041001
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga laporan akhir
yang penulis susun dapat terselesaikan.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan laporan akhir yang


menjadi tugas Agropreneurship dengan judul Budidaya Tanaman Bawang Merah
(Allium cepa) Di Lahan Pak Mat Cholik Di Desa Torongrejo, Batu. Dalam
penyelesaian laporan akhir tersebut, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu selama pembuatan laporan akhir ini berlangsung
sehingga dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
laporan akhir ini agar kedepannya dapat lebih baik.

Akhir kata kami berharap semoga laporan akhir Agropreneurship ini dapat
memberikan manfaat kepada penulis pribadi maupun pembaca.

Malang, 29 Juni 2021

Penyusun,

Kelompok 18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agropreneurship adalah suatu kegiatan yang bertujuan memberikan
pembelajaran kepada mahasiswa Agroteknelogi. Pembelajaran yang dimaksud
ialah membudidayakan sautu tanaman tertentu secara mandiri di lapang, mulai
dari penanaman hingga pemasaran. Kegiatan ini bersifat wajib bagi mahsiswa
Agroteknologi, Fakultas Pertania-Peternakan, Universitas Muhammadiyah
Malang. Kegiatan Agropreneurship yang dilakukan kelompok 18 ialah budidaya
Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.).
Budidaya merupakan salah satu kegiatan dalam mengusahakan suatu
komoditas tanam hingga mencapai hasil yang diinginkan. Budidaya tanaman
dapat dilakukan dengan cara vegetatif maupun dengan cara generatif.
Perbanyakkan generatif merupakan perbanyakkan tanaman dengan cara
menyilangkan benang sari dengan putik pada organ reproduksi berupa bunga
hingga akhirnya menghasilkan biji untuk ditanam. Sedangkan Perbanyakkan
secara vegetatif merupakan perbanyakkan yang tidak membutuhkan adanya
proses perkawinan untuk menciptakan individu baru. Tetapi memanfaatkan
bagian dari tanaman induk untuk dipotong/diambil sebagai bahan tanam.
Budidaya tanaman menurut objek di bedakan menjadi 3 yaitu tanaman
hortikultura, tanaman perkebunan, dan tanaman pangan (Hanum, 2008).
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai
arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari nilai ekonomisnya yang tinggi,
maupun dari kandungan gizinya. Dalam dekade terakhir ini permintaan akan
bawang merah untuk konsumsi dan untuk bibit dalam negeri mengalami
peningkatan, sehingga Indonesia harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Untuk mengurangi volume impor, peningkatan produksi dan mutu hasil
bawang merah harus senantiasa ditingkatkan melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi (Sumarni dan Hidayat, 2005). Tanaman bawang merah dapat
membentuk umbi di daerah yang suhu udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil
umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang merah akan
membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran
lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara 22°C tanaman bawang merah tidak akan
berumbi. Oleh karena itu, tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh di
dataran rendah dengan iklim yang cerah (Rismunandar, 1986).
Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis
yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan
mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada
pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Pemasaran produk/jasa memerlukan
suatu startegi pemasaran agar tepat sasaran dan efektif. Strategi pemasaran
merupakan cara atau metode suatu organisasi atau instansi untuk memasarkan
suatu produk yang dihasilkan oleh organisasi atau instansi tersebut sehingga
mencapai tujuan suatu organisasi atau instansi (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Sehingga adanya kegiatan agropreneurship ini menuntut mahasiswa untuk
berwirausaha dengan terjun langsung ke lapang dalam proses budidaya,
memasarkan produk ke pasar hingga menghitung modal dan keuntungan yang
dapat diperoleh.

1.2 Tujuan
Tujuan dari Agropreneurship II antara lain :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa tentang praktek
dan teori langsung dilapang.
2. Mengetahui masalah yang dihadapi pada saat budidaya bawang merah (Allium
Ascalonicum L.)
3. Mengetahui solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada saat
budidaya bawang merah (Allium Ascalonicum L.)
1.3 Manfaat
Manfaat dari Agropreneurship II antara lain :
1. Memperluas wawasan, pengetahuan, dan keterampilan secara teknis tentang
budidaya bawang merah (Allium Ascalonicum L.)
2. Menjalin hubungan kerjasama yang baik antara Universitas Muhammadiyah
Malang dengan mitra terkait.

Target capaian: Memperoleh keuntungan secara maksimal.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Tanaman bawang merah (Allium Ascalonicum L.) lebih senang tumbuh di
daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan
intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan
penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara
25-32°C, dan kelembaban nisbi 50-70% (Sutarya dan Grubben 1995). Bawang merah
merupakan tanaman Spermatophyta dan berumbi, berbiji tunggal dengan sistem
perakaran serabut. Klasifikasi tanaman bawang merah (Gopalakrishna, 2007) :
Kindom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub – divisio : Angiospermae
Ordo : Liliales (Liliaflorae)
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium ascalonicum L.
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) ini merupakan tanaman semusim
yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu,
1999). Bawang merah merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam umbi-
umbian tanah, dan diduga berasal dari Asia Tenggara yang menyebar luas ke berbagai
wilayah. Bawang merah ini memiliki banyak khasiat yang antara lain sebagai bahan
herbal tradisional dan sebagai bumbu masakan.

2.2 Morfologi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)


Struktur morfologi tanaman bawang merah terdiri atas akar, batang, umbi,
daun. Tanaman bawang merah termasuk tanaman semusim ( annual), berumbi lapis,
berakar serabut, berdaun silindris seperti pipa, memiliki batang sejati (diskus) yang
berbentuk sperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan
mata tunas (titik tumbuh) (Rukmana, 1994). Morfologi tanaman bawang merah terdiri
dari beberapa bagian yaitu:
2.2.1 Akar
Secara morfologi akar tersusun atas rambut akar, batang akar, ujung akar, dan
tudung akar Sedangkan secara anatomi (struktur dalam) akar tersusun atas epidermis,
korteks, endodermis, dan silinder pusat. Ujung akar merupakan titik tumbuh akar.
Ujung akar terdiri atas jaringan meristem yang sel-selnya berdinding tipis dan aktif
membelah diri. Ujung akar dilindungi oleh tudung akar (kaliptra). Tudung akar
berfungsi melindungi akar terhadap kerusakan mekanis pada waktu menembus tanah
(Samadi, 2005).
Pada akar, terdapat rambut-rambut akar yang merupakan perluasan permukaan
dari sel-sel epidermis akar. Adanya rambut-rambut akar akan memperluas daerah
penyerapan air dan mineral. Rambut-rambut akar hanya tumbuh dekat ujung akar dan
relatif pendek. Bila akar tumbuh memanjang kedalam tanah maka pada ujung akar
yang lebih muda akan terbentuk rambut-rambut akar yang baru, sedangkan rambut
akar yang lebih tua akan hancur dan mati. Akar merupakan organ yang berfungsi
sebagai alat untuk menyerap air dan garam mineral dari dalam tanah, dan untuk
menunjang dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya (Suparman,
2007).
2.2.2 Batang
Batang pada bawang merah merupakan batang yang semu yang terbentuk dari
kelopak-kelopak daun yang saling membungkus. Kelopak-kelopak daun sebelah luar
selalu melingkar dan menutupi daun yang ada didalamnya. Beberapa helai kleopak
daun terluar mengering tetapi cukup liat. Kelopak daun yang menipis dan kering ini
membungkus lapisan kelopak daun yang yang ada didalamnya yang membengkak.
Karena kelopak daunnya membengkak bagian ini akan terlihat mengembung,
membentuk umbi yang merupakan umbi lapis (Sarief, 1989).
Bagian yang membengkak pada bawang merah berisi cadangan makanan untuk
persediaan makanan bagi tunas yang akan menjadi tanaman baru, sejak mulai
bertunas sampai keluar akarnya. Sementara itu, bagian atas umbi yang membengkak
mengecil kembali dan tetap saling membungkus sehingga membentuk batang semu.
Pada pangkal ubi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang tidak
sempurna. Dari bagian bawah cakram ini tumbuh akar-akar serabut yang tidak terlalu
panjang. Sedangkan dibagian atas cakram, diantara lapisan kelopak daun yang
membengkak, terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru.
2.2.3 Daun
Secara morfologi, pada umumnya daun memiliki bagian-bagian helaian daun
(lamina), dan tangkai daun (petiolus). Daun pada bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) hanya mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat kecil dan
memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunya meruncing dan bagian
bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak (Sutanto, 2002). Pada bawang
merah, ada juga yang daunnya membentuk setengah lingkaran pada penampang
melintang daunnya, warna daunnya hujau muda. Kelopak-kelopak daun sebelah luar
melingkar dan menutup daun yang ada didalamnya.
2.2.4 Umbi
Bagian pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok
yang tidak sempurna (rudimenter). Dari bagian bawah cakram tumbuh akar-akar
serabut. Di bagian atas cakram terdapat mata tunas yang dapat menjadi tanaman baru.
Tunas ini dinamakan tunas lateral, yang akan membentuk cakram baru dan kemudian
dapat membentuk umbi lapis kembali (Estu, 2007).

2.3 Syarat Tumbuh Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)


Pada dasarnya, bawang merah (Allium ascalonicum L.) mudah dibudidayakan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan budidaya bawang merah.
Sebagai contoh, diketahui bahwa bawang merah tumbuh baik pada media tanah yang
gembur, subur, dan cukup bahan organik. Pertumbuhannya akan terganggu jika
terlalu banyak hujan atau terlalu kering. Agar tumbuh subur, bawang merah harus
ditanam di tempat yang memenuhi syarat tumbuhnya, meliputi iklim, dan kesuburan
tanah. Apabila syarat tumbuh tidak terpenuhi akan menyebabkan turunya produksi.
1. Iklim
Pada umumnya, bawang merah tumbuh baik di dataran rendah. Hal
ini karena pembentukan umbi membutuhkan suhu tinggi. Suhu yang ideal
untuk pertumbuhan bawang merah sekitar 23-32 derajat celcius, sedangkan
dibawah suhu 23 derajat celcius hanya akan menghasilkan sedikit umbi atau
tidak sama sekali. Bawang merah dapat ditanam di dataran tinggi maupun
dataran rendah, di dataran tinggi umur tanaman bawang merah menjadi lebih
panjang antara -1 bulan. Tanaman bawang merah lebih menghendaki daerah
yang terbuka (Sunarjono, 1983).
Penanaman sebaiknya dilakukan pada musim kemarau. Hal ini
kerena jika ditanam pada musim hujan, pertumbuhan tanaman kurang baik
dan mudah terkena penyakit. Tanah yang tergenang air juga dapat
menyebabkan umbi membusuk sehingga tidak dapat berproduksi.
Pennanaman bawang merah pada musim hujan dapat disiasati dengan
penggunaan plastik mulsa dan benih yang bermutu.
2. Tanah
Tanah yang cocok untuk menanam bawang merah adalah tanah
lempung berpasir, geluh (loam) berpasir, remah, tidak mudah tergenang air,
gembur, subur, dan banyak mengandung bahan organik. Keasaman tanah yang
baik sekitar Ph 6-7. Apabila pH kurang dari 6, dapat ditingkatkan dengan cara
pengapuran. Sementara itu, bila pH diatas 7 dapat diturunkan dengan
pemberian pupuk kandang dengan tepung belerang atau kliserit (MgSo 4H2o).
2.4 Profil Mitra
Mat Cholik, lahir di Batu 19 November 1960 yang sekarang bertempat tinggal
di Jl. Haji Mustofa, Desa Torongrejo RT 05/ RW 03 Kec. Junrejo Kota Batu Jawa
Timur. Beliau merupakan petani bawang merah. Beliau merupakan tamatan SD.
Beliau sudah mulai bertani sejak usia dini guna membantu kedua orang tuanya yang
juga merupakan petani, tidak hanya bertani bawang merah, beliau juga menanam
bawang daun (prei), brokoli dan cabai. Luas lahan yang beliau miliki sebesar 4.600
m2 dengan letak yang berbeda-beda. Selain menjadi petani, beliau juga menjadi
pedagang di pasar sayur Kota Batu.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1.Waktu dan Tempat

3.1.1. Waktu Pelaksanaan

Kegiatan Agropreneurship dilaksanakan mulai tanggal 29 Maret 2021 sampai


dengan tanggal 21 Juni 2021.

3.1.2. Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan Agropreneurship dilaksanakan di Desa Torongrejo, Batu

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Agropreneurship 2 ini antara


lain: sendok pengaduk, sendok takar, garet, cangkul, gembor, sprayer elektrik,
alat dokumentasi, alat transportasi, ember, meteran, dan sabit.

3.2.2 Bahan

Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Agropreneurship 2 ini antara lain:


mutiara, kapur gamping, preza, antracol, rovral, rampart, marshal, tornado, osada,
kaltron, curacron.

3.3 Metode Pelaksanaan

3.3.1 Survei Lapang

Survei lapang dilakukan dengan menyesuaikan lahan dan komoditas yang


akan ditanam. Selanjutnya menentukan jarak tanam pada tanaman tersebut
sehingga dapat mengetahui kebutuhan selama kegiatan Agropreneurship.

3.3.2 Budidaya Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)


1. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dimulai dengan menaburkan kapur gamping dengan


tujuan memperbaiki struktur tanah serta meningkatkan pH tanah.
Selanjutnya, menggemburkan tanah menggunakan cangkul dan
mendiamkan selama 3-5 hari. Setelah itu merapikan bedengan. Menurut
Latarang dan Syakur (2006) pemberian pupuk kandang mampu
meningkatkan daya serap dan daya simpan air dimana bawang merah
membutuhkan air dalam jumlah yang besar untuk pembentukan umbi.
Pemberian kapur gaming ini bertujuan untuk memperbaiki sifat kimia tanah,
meningkatkan pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah dan menyediakan
unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Andriani et al, 2018).

2. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan menggunakan umbi, sebelum


dilakukan penanaman bibit bawang merah atau umbi bawang merah
dipotong ujungnya hingga 1/3 bagian. Sebelum penanaman, bedengan di
siram terlebih dahulu dan kemudian ditanam dengan jarak tanam 15x20 cm.
Kemudian membuat garis lurus menggunakan garet agar saat menanam
umbi tersebut dapat lebih rapi. Lalu menanam umbi secara keseluruhan dan
menyiram kembali bedengan yang sudah ditanami umbi bawang merah.
Menurut Akira (2017) pemongan ujung bibit umbi bawang merah dilakukan
untuk mempercepat proses keluarnya tunas.

3. Perawatan

a. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk mutiara.


Pupuk mutiara digunakan sebanyak 3 kali hingga masa panen dengan
dosis 2,5 kg setiap pengaplikasian.
b. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan


pestisida kimia hanya digunakan apabila hama dan penyakit yang
menyerang. Pengendalian hama dengan menggunakan pestisida preza,
curacron, marshal, tornado, kaltron, osada, antracol, rofral.
Penyemprotan pestisida ini dilakukan setiap 3 hari sekali dengan cara
dicampurkan berbagai macam pestisida dan menyemprotkan ke
tanaman secara merata. Pestisida freza (dosis 12gr/tangki) ini sebagai
Insektisida digunakan sebagai pengendalian hama (ulat). Antracol
(dosis 9,5gr/tangki) dan Rampart (dosis 6gr/tangki) ini sebagai
Fungisida yang berfungsi untuk menghindari adanya jamur. Marshal
(dosis 9,5gr/tangki) sebagai Akarisida yang berfungsi sebagai
pengendalian/pembasmi tungau.

c. Penyiraman

Penyiraman dilakukan tergantung dengan kondisi cuaca pada


saat itu. Pada saat musim kemarau penyiraman dilakukan sebanyak 2
sampai 3 hari sekali dengan cara menyiram air dengan gembor atau
ember. Namun, pada saat musim hujan tidak terlalu sering melakukan
penyiraman.

4. Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat umur 80-90 HST. Pemanenan


dilakukan cara mencabut daun bawang merah dengan hati-hati dan langsung
diikat. Setelah itu langsung dijemur di bawah sinar matahari selama 3-5 hari
dengan alas bambu yang ditata. Selama dijemur bawang merah harus dibalik
agar bawang merah tersebut kering dengan sempurna. Tanaman bawang
merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman
rebah, dan daun menguning. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada
keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan
penyakit busuk umbi di gudang. Pengeringan ini dilakukan untuk
menghindari kerusakan oleh cendawan atau bakteri pembusuk.

5. Pemasaran

Bawang merah yang telah kering dimasukkan kedalam karung dengan


bobot ±60 kg. Jumlah dalam sekali panen yang dihasilkan adalah ±375 kg
kemudian dijual dengan harga per kg nya adalah Rp 12.000. Penjualan
bawang merah ini langsung dipasarkan ke pemilik lahan.
BAB IV

ANALISIS USAHA TANI

A. Analisis Usaha Tani Budidaya Bawang Merah Lahan 200 m2

Tabel 1. Biaya Tetap


No Uraian Satuan Jumlah Harga Total Harga
Sewa
1 Rupiah 1 200.000 200.000
Lahan
Total Rp. 200.000

Tabel 2. Biaya Variabel


No Uraian Jumlah Satuan Harga Total harga
1 Benih 4.824 Biji 20.000/kg 560.000
2 Kapur Gamping 10 Kg 10.000 30.000
3 Pestisida
Preza 500 ml 175.000 350.000
Antracol 1.000 gram 120.000 120.000
Tornado 500 ml 55.000 55.000
Curacron 500 ml 135.000 135.000
Kaltron 500 ml 30.000 30.000
Osada 400 gram 50.000 50.000
Marshal 500 ml 95.000 95.000
4 Pupuk
Mutiara 7,5 Kg 9.600 72.000
5. Tenaga Kerja
Uraian Pekerja Waktu Harga Toatal Harga
A. Pengolahan
2 Orang 1 hari 60.000 120.000
Lahan
B. Penanaman 2 orang 1 hari 50.000 100.000
C. Perawatan
Penyemprotan
dan 1 Orang 21 kali 30.000 630.000
penyiramaan
Pemupukan 1 orang 3 kali 30.000 90.000
D. Panen 2 orang 1 kali 50.000 100.000
Total Rp. 2.537.000

1. Total Biaya = Biaya Tetap + Biaya Variabel


= Rp. 200.000 + Rp. 2.537.000
= Rp. 2.737.000
2. Penerimaan = Harga produk x Jumlah produk
= Rp. 12.000 x 375 kg

= Rp. 4.500.000

3. Keuntungan = Total Penerimaan – Total Biaya

= Rp. 4.500.000 - Rp. 2.737.000

= Rp. 1.763.000

4. R/C Ratio = Penerimaan / Total Biaya

= Rp. 4.500.000 / Rp. 2.737.000

= 1,65

R/C > 1 : maka usaha tersebut dapat dinyatakan layak/untung


5. B/C Ratio = Keuntungan / Total biaya
= Rp. 1.763.000 / Rp. 2.737.000
= 0,64

Jadi usaha tani pada nilai B/C Ratio sebesar 0,64 menunjukkan bahwa dengan biaya
modal Rp. 2.737.000 akan diperoleh penerimaan sebesar 0,64 lipat. Dengan kata hasil
penjualan mencapai 0,64 dari modal yang dikeluarkan
Total Biaya Produksi
BEP Unit (Volume) = Harga Jual

Rp 2.737.000
= Rp 12.000/kg

= 228 kg

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat diperoleh produksi sebesar 228 kg maka
usaha tani ini tidak mengalami kerugian dan menghasilkan keuntungan.
Total Biaya Produksi
BEP Harga =
Total Produksi
Rp 2.737.000
= 375 kg

= Rp. 7.298

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat harga jual Rp. 7.298 di tingkat petani maka
usaha tani ini tidak mengalami kerugian dan menghasilkan keuntungan.
B. Analisis Usaha Tani Budidaya Bawang Merah Lahan 1 ha (10.000 m2)
Tabel 1. Biaya Tetap
No Uraian Satuan Jumlah Harga Total Harga
Sewa
1 Rupiah 1 10.000.000 10.000.000
Lahan
Total Rp. 10.000.000

Tabel 2. Biaya Variabel


No Uraian Jumlah Satuan Harga Total harga
1 Benih 172 Kg 20.000/kg Rp3.440.000
2 Kapur Gamping 500 Kg 10.000 Rp5.000.000
3 Pestisida
Botol 175.000
Preza 5 Rp875.000
(@500 ml)
Bungkus 120.000
Antracol 5 Rp600.000
(@1kg)
Botol 55.000
Tornado 5 Rp275.000
(@500 ml)
Botol 135.000
Curacron 5 Rp675.000
(@500 ml)
Botol 30.000
Kaltron 5 Rp150.000
(@500 ml)
Bungkus 50.000
Osada 8 Rp400.000
(@400gr)
Botol 95.000
Marshal 5 Rp475.000
(@500 ml)
4 Pupuk
Mutiara 375 Kg 9.600 Rp3.600.000
5. Tenaga Kerja
Uraian Pekerja Waktu Harga Toatal Harga
A. Pengolahan
10 Orang 3 hari 60.000 Rp1.800.000
Lahan
B. Penanaman 20 orang 1 hari 50.000 Rp1.000.000
C. Perawatan
Penyemprotan
dan 5 Orang 21 kali 30.000 Rp3.150.000
penyiramaan
Pemupukan 10 orang 3 kali 30.000 Rp900.000
D. Panen 20 orang 1 hari 50.000 Rp2.000.000
Total Rp34.340.000

1. Total Biaya = Biaya Tetap + Biaya Variabel


= Rp. 10.000.000 + Rp. 24.340.000
= Rp. 34.340.000
2. Penerimaan = Harga produk x Jumlah produk
= Rp. 12.000 x 18.750 kg

= Rp. 225.000.000

3. Keuntungan = Total Penerimaan – Total Biaya

= Rp. 225.000.000 - Rp. 34.340.000

= Rp. 190.660.000

4. R/C Ratio = Penerimaan / Total Biaya

= Rp. 225.000.000 / Rp. 34.340.000

= 6,5
R/C > 1 : maka usaha tersebut dapat dinyatakan layak/untung

5. B/C Ratio = Keuntungan / Total biaya


= Rp. 190.660.000 / Rp. 34.340.000
= 5,5

Jadi usaha tani pada nilai B/C Ratio sebesar 5,5 menunjukkan bahwa dengan biaya
modal Rp. 34.340.000 akan diperoleh penerimaan sebesar 5,5 lipat. Dengan kata
hasil penjualan mencapai 5,5 kali lipat dari modal yang dikeluarkan
Total Biaya Produksi
BEP Unit (Volume) = Harga Jual

Rp 34.340.000
= Rp 12.000/kg

= 2.861 kg

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat diperoleh produksi sebesar 2.861 kg maka
usaha tani ini tidak mengalami kerugian dan menghasilkan keuntungan.

Total Biaya Produksi


BEP Harga = Total Produksi
Rp 34.340.000
=
18.750 kg

= Rp. 1.831

Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat harga jual Rp. 1.831 di tingkat petani maka
usaha tani ini tidak mengalami kerugian dan menghasilkan keuntungan.
BAB V
PEMBAHASAN

1. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dimulai dengan menggemburkan tanah


menggunakan cangkul dengan mencampurkan kapur gamping sebelumnya
kemudian mendiamkan selama 3-5 hari. Dalam budidaya tanaman bawang
merah ini menggunakan kapur gamping karena murah dan mudah untuk
didapatkan. Selanjutnya, membuat bedengan dengan ukuran 1x5 m.
Pengolahan tanah merupakan setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Hal ini bertujuan untuk menyiapkan tempat tumbuh bagi bibit tanaman dan
menyediakan daerah perakaran yang baik sehingga membantu dalam memudahkan
pembentukan dan pembesaran umbi yang diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi bawang merah (Musa, 2016).

2. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan menggunakan umbi, sebelum


dilakukan penanaman bibit bawang merah atau umbi bawang merah
dipotong ujungnya hingga 1/3 bagian. Sebelum penanaman, bedengan di
siram terlebih dahulu dan kemudian ditanam dengan jarak tanam 15x20 cm,
pembuatan garis dengan alat garet pada bedengan dilakukan untuk
memudahkan proses penanaman. Lalu menanam umbi dengan menyiakan
sedikit bagian pada ujung tetap terlihat dan menyiram kembali bedengan
yang sudah ditanami umbi bawang merah.

3. Perawatan

a. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk mutiara.


Pupuk mutiara digunakan sebanyak 3 kali hingga masa panen dengan
dosis 2,5 kg setiap pengaplikasian. Pemupukan dilakukan pada pagi hari
dengan cara ditabur pada sekeliling tanaman. Dalam melakukan
pemupukan pada budidaya tanaman bawang merah dilakukan pada pagi
hari karena pada saat pagi hari cahaya matahari tidak terlalu terik,
sehingga penguapan pupuk dapat dihindari (Azmi, 2011).

b. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan pestisida


kimia hanya digunakan apabila hama dan penyakit yang menyerang.
Pengendalian hama dengan menggunakan pestisida freza, antracol,
rampart, dan pestisida marshal. Penyemprotan pestisida ini dilakukan
setiap 3 hari sekali dengan cara dicampurkan berbagai macam pestisida
dan menyemprotkan ke tanaman secara merata. Pestisida Preza (dosis
12gr/tangki) ini sebagai Insektisida digunakan sebagai pengendalian
hama (ulat). Antracol (dosis 9,5gr/tangki) dan Rampart (dosis 6gr/tangki)
ini sebagai Fungisida yang berfungsi untuk menghindari adanya jamur.
Marshal (dosis 9,5gr/tangki) sebagai Akarisida yang berfungsi sebagai
pengendalian/pembasmi tungau.

Pada penanaman ini terjadi serangan cabuk (tungau) Trips dewasa


menyerang tanaman bawang dengan menggaruk jaringan daun dan
mengisap cairan selnya, terutama daun yang masih muda. Karena itu,
hama ini banyak ditemui di kuncup-kuncup daun. Gejala yang
ditimbulkan adalah daun mula-mula bernoda putih mengkilat seperti
perak, kemudian menjadi kecoklat-coklatan dengan bintik hitam.
Biasanya serangan akan hebat apabila hujan rintik-rintik dan suhu di atas
normal dengan kelembaban di atas 70 persen (Triwidodo, 2020).

Tanaman bawang yang terserang berat, seluruh daun


memperlihatkan warna putih, sehingga hama ini sering disebut hama
putih. Tanaman bawang yang terserang akan menyebabkan umbi yang
kecil dengan kualitas rendah (Moekasan, 2012). Sering dijumpai hama
trips bersembunyi di bagian umbinya. Apabila keadaan tersebut terjadi di
saat menjelang panen, maka hama ini dapat terbawa umbi ke tempat
penyimpanan dan dapat merusak bagian lembaga umbi bawang merah.
Terjadinya serangan tersebut, disebabkan cuaca yang tidak menentu.
Tanaman bawang merah dan jenis tanaman bawang yang lain merupakan
tanaman inang utama bagi trips spesies ini. Tanaman inang yang lain
adalah kentang, cabe, tomat, waluh dan bayam. Pengendalian hama trips
ini dengan menggunakan Marshal dan Insektisida Preza.
c. Penyiraman

Penyiraman dilakukan tergantung dengan kondisi cuaca pada saat


itu. Pada saat musim kemarau penyiraman dilakukan sebanyak 2 sampai 3
hari sekali dengan cara menyiram air dengan gembor atau ember. Namun,
pada saat musim hujan tidak terlalu sering melakukan penyiraman.
Penyiraman dilakukan dengan cara membuka saluran irigasi untuk
mengisi saluran irigasi yang ada pada area penanaman (laren) yang ada
diantara bedengan sampai air cukup menggenang, kemudian disiramkan
pada tanaman bawang merah dengan menggunakan ember sampai merata.

4. Pemanenan

Rekomendasi pemanenan seharusnya dilakukan pada saat umur 80 HST


namun pemanenan dilakukan lebih cepat menjadi pada saat umur 65 HST.
Pemanenan dilakukan lebih cepat karena serangan cabuk (tungau) yang terbilang
besar. Namun menurut para petani serangan ini masih belum sangat merugikan
karena terjadi pada usia dewasa. Sehingga, untuk mencegah kegagalan panen maka
dilakukan pemanenan lebih cepat.

Pemanenan dilakukan cara mencabut daun bawang merah dengan hati-hati


dan langsung diikat. Setelah itu langsung dijemur di bawah sinar matahari selama 3-5
hari dengan alas bambu yang ditata. Selama dijemur bawang merah harus dibalik agar
bawang merah tersebut kering dengan sempurna. Tanaman bawang merah dipanen
setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun
menguning. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca
yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang. Pengeringan
ini dilakukan untuk menghindari kerusakan oleh cendawan atau bakteri pembusuk.

5. Pemasaran

Pemanenan dilakukan pada pagi hari selanjutnya dikeringkan dengan cara


dijemur dibawah sinar matahari. Bawang merah yang telah kering dimasukkan
kedalam karung dengan bobot ±60 kg. Jumlah dalam sekali panen yang telah
dihasilkan adalah ±375 kg kemudian dijual dengan harga per kg nya adalah Rp
11.000 – Rp 15.000 (Tergantung Harga Pasar). Penjualan bawang merah ini dijual
melalui mitra karena beliau juga merupakan penjual di pasar sayur Kota Batu. Maka
jumlah panen dalam masa penanaman tanaman bawang merah didapatkan ±375 kg.
DAFTAR PUSTAKA
Akira, T. 2017. Budidaya Tanaman Bawang Merah. Fakultas Pertanian. Universitas
Merdeka Surabaya. Surabaya
Andriani , B. A., Syafrinal dan Dini, I. R. 2018. Pengaruh Pemberian Dolomit dan
Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertubuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium
Ascolanicum, L.) Di Lahan Gambut. Jurnal Faperta Vol. 5 (1)
Azmi, C., I.M. Hidayat., dan G. Wiguna. 2011. Pengaruh Varietas dan Ukuran di
Brebes, Jawa Tengah. Jurnal Agroekoteknologi. 13(2):149–154
Effendi, E., Purba, D. W dan Nasution, N. U. H. 2017. Respon Pemberian Pupuk Npk
Mutiara dan Bokasi Jerami Padi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Bawang Merah (Allium ascolanicum, L.). Jurnal Penelitian Pertanian Bernas.
Vol. 13 (3).
Estu, R., Berlian VA dan Nur. 2007. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Gopalakrishnan, T. R. 2007. Vegetables Crops. New India Publishing, India.
Hanum, Chairani. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 1 untuk SMK. Jakarta
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Kementrian Pertanian [Kementan] Badan litbang pertanian. 2013. Budidaya Bawang
Merah.
Latarang, B dan Syakur, A. 2006. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium
ascolanicum, L.) Pada Berbagai Dosisi Pupuk Kandang. Jurnal Agroland. No
13 (2) : 265-269. Malang. Skripsi. Universitas Negeri Malang.
http://library.um.ac.id. Acess: 05 April
Moekasan, TK, Basuki, RS & Prabaningrum, L. 2012. Pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan Pada Budidaya Bawang Merah. Jurnal
Hortikultura. vol. 22, no.1, hlm. 47-56.
Musa L., Muklis da Rauf, A. 2006. DasarDasar Ilmu Tanah (Foundametal of Soil
Science). Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Rahayu, E, dan Berlian,N. 1999. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Rahmat Rukman. 1994. Bawang merah, budidaya dan pengolahan pasca panen.
Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Rismunandar. 1986. Membudidayakan Lima Jenis Bawang. Penerbit Sinar Baru
Bandung.
Rukmana, R, 1994. Bawang Merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca Panen.
Kanisius, Yogyakarta. Hal 15, 18, 30-31.
Samadi, B. dan Cahyono, B., 2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha Tani.
Kanisius, Yogyakarta
Sarief, S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.
Bandung.
Sumarni, N, dan Hidayat, A., 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang.
Sunarjono, A dan Soedomo. 1983. Budidaya Bawang merah. Sinar Baru, Bandung
Suparman, 2007. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta.
Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Sutarya, R. dan G. Grubben. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah.
Gadjah Mada University Press. Prosea Indonesia – Balai Penel. Hortikultura
Lembang Terhadap Produktivitas Bawang Merah. Jurnal Hortikultura.
21(3):206-213.

Anda mungkin juga menyukai