Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“Appendiks”

DISUSUN OLEH:
- Aura Latifah Rahman 204201516107
- Hulwah Humaida 204201516108
- I Made Eva Anggita 204201516051
- Laelatul Mukaromah 204201516097
- Leonine vania 204201516105
- Rizqy Ananty Handaya 204201516060
- Roidatul Fauziah 204201516079
- Salsabila Kusuma Wardani 204201516113
- Salza Rizka Febri Cahyani 204201516046
- Wanda Alfiani Syifa 204201516059

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena limpahan rahmat-nya kami diberi
Kesehatan walafiat, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
Appendiks untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah ini dengan tepat
waktu.

Makalah ini merupakan aplikasi dari kami selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang Appendiks. Selesainya makalah ini
tidak lepas dari Kerjasama berbagai pihak, baik dari dosen pengajar ataupun dari pihak-pihak
lainnya yang turut serta membantu terlaksananya makalah ini.

Besar harapan kami makalah kami sajikan ini berguna dan dapat menginspirasi bagi
para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami dengan senang hati
menerima saran dan kritik dari pembaca dengan tujuan menyempurnakan makalah ini
menjadi lebih baik.

Jakarta, 4 April 2022

kelompok IV
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis adalah suatu proses obstruksi (hiperplasi limpo nadi submukosa, fecalith,
benda asing, tumor), kemudian diikuti proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari
apendiks veriformis (Janosik, 2019). Apendisitis dapat menyerang semua usia, namun
kejadian ini jarang dilaporkan pada anak yang usianya kurang dari satu tahun.

Appendictis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling sering terjadi di
dunia dengan prevalensi appendicitis secara global berjumlah 52 kasus per 100.000
penduduk. Tercatat bahwa angka kejadian appendicitis di negara negara barat
mengalami stabilisasi, angka kejadianya mencapai 100 per 100.000 penduduk pada
amerika utara dengan jumlah kasus mencapai 378.614 pada tahun 2015 dan 151 per
100.000 penduduk eropa barat dan juga sekitar 300.000 orang menjalani apendektomi
setaip tahunnya di amerika serikat dengan perkiraan insiden appendicitis seusia hidup
berkisar dari 7-14% berdasarkan jenis kelamin.

Menurut World Health Organization (2018, dalam Wainsani dan Khoiriyah 2020), di
Amerika Serikat apendisitis merupakan kedaruratan bedah abdomen yang paling
sering dilakukan, dengan jumlah penderita pada tahun 2017 sebanyak 734.138 orang
dan meningkat pada tahun 2018 yaitu 739.177 orang. Hasil survei pada tahun 2018
angka kejadian apendisitis di sebagian besar wilayah Indonesia, jumlah pasien yang
menderita penyakit apendisitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di
Indonesia atau sekitar 179.000 orang. (WHO,2018)

Sedangkan dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia, apendisitis akut
merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk
dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insiden apendisitis di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya (Wainsani &
Khoiriyah, 2020)
Penyakit Apendisitis Menurut Kementrian Kesehtan Survey di 15 provinsi Indonesia
tahun 2014 menunjukan jumlah apendisitis yang dirawat di rumah Sakit sebanyak
4.351 kasus. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
yaitu sebanyak 3.236 orang. Penyakit Apendisitis Menurut Kementrian Kesehtan
Survey di 15 provinsi Indonesia tahun 2014 menunjukan jumlah apendisitis yang
dirawat di rumah Sakit sebanyak 4.351 kasus. Jumlah ini meningkat drastis
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 3.236 orang (KEMKES,
2012).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisikologi pada Apendiks?
2. Apa definisi dari apendiks?
3. Apa etiologic dari apendiks?
4. Apa patofisiologi dari apendiks?
5. Apa saja Klasifikasi dari apendiks?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mengetahui anatomi dan fisiologi pada apendiks.
2. Agar mahasiswa mengetahui definisi dari apendiks.
3. Agar mahasiswa mengetahui etiologic dari apendiks.
4. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi dari apendiks.
5. Agar mahasiswa mengetahui apa saja kalsifikasi dari apendiks.

D. Manfaat penulisan
Manfaat uraian tentang apendiks yang bersifat praktis terutama bagi:
1. masyarakat
meningkatkan pengetahuan dalam meningkatkan Kesehatan dari bahaya apendiks.
2. Pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknnologi terapan bidang keperawatan dalam teori
apendiks.
3. Penulis
Memperoleh ilmu yang sebanyak banyaknya dalam teori Apendiks.
BAB II
Pembahasan

A. Anatomi dan fisiologi


Appendiks (secara tradisional, apendiks vermiformis; L. Vermis, seperti cacing)
adalah diverticulum apendiks vermiformis (Panjang 6-10 cm) yang berisi masa
jaringan limfoid. Apendiks berasal dari aspek posteromedial caccum di sebelah
inferior taut ileocaecal.

Gambar 2.1 lokasi apendiks pada ussu besar


Apendiks memiliki mesentrium triangular pendek, mesopendiks menempel pada
caecum dan bagian proximal apendiks. Posisi apendiks berfariasi, tetapi biasnaya
retrocaecal, apendiks retrocaecal memanjang ke superior kea rah flexura colica dextra.
Apnediks dapat berprojeksi kea rh inferior atau melewati tepi pelvis. Posisi anatomi
apendiks menentukan gejala serta tempat spasme dan nyeri muscular dan nyeri tekan
bila apendiks meradang. Persarafn sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf
simmpatis dan parasimpatis, yaitu dari plexuxs mesentrica superior. Serabut saraf
simpatis berasal dari medulla spinalis torakal bagian dan serabut saraf parasimpatis
berasal dari nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi
saraf simpatis ke segmen medulla spinalis thoracal. Apendiks diperdarahi oleh a.
apendikularis yang merupakan arteri kolateral. Jika arteri ini tersumbat thrombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami agmgren.

Fisiologis pada apendiks menghasilkan mucus 1-2 ml per hari. Mukosa dalam
apendiks diduga berperan dalam pathogenesis apendiks. Immunoglobulin sekretoar
(IgA) yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid tissue yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks sangan efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demmikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun
tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekalli jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.

B. Definisi Apendiks
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ
tersebut yang disebabkan oleh agen infeksi (Price & Wilson, 2006). Apendisitis
adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi. Apendisitis adalah
peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Wijaya & Putri, 2013). Jadi apendisitis adalah
kasus gawat bedah abdomen yang disebabkan karena peradangan pada apendiks
vermiformis yang merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

C. Etiologi Apendiks
Terjadinya appendicitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.

Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya

obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena

adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid yang

merupakan salah satu respon imun dari infeksi, faktor resiko infeksi diantaranya

adalah buruknya personal hygiene terutama anak yang ditunjukan dari hasil penelitian

di bahwa 51,5% pasien appendicitis anak memiliki personal hygiene yang rendah.

Selanjutnya dapat terjadi karena penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh,

tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir menemukan

bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal

terjadinya appendicitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari

sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan makan.

Menurut penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa kebiasaan makan

makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan


appendicitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang akan

mengakibatkan timbulnya sumbatan fungsional pada apendiks sehingga pertumbuhan

bakteri flora kolon biasa akan meningkat. Organisme lain, termasuk anaerob juga

dapat menyebabkan inflamasi apendiks. Kadang-kadang cacing,termasuk

Enterobius vermicularis dan Ascaris Lumbricoides dapat mempercepat dan

mengakibatkan terjadinya kolik (rasa nyeri). Setelah terjadinya obstruksi karena

sebab apapun dapat menyebabkan tekanan keluar dari apendiks dan menghasilkan

luka pada jaringan, sehingga menyebabkan invasi leukosit, pembentukan nanah, dan

gangrene apabila tidak segera ditangani maka apendiks akan segera mengalami

perforasi.

Appendicitis pada orang muda biasanya disebabkan oleh hiperplasia folikel

limfatik pada apendiks yang menyumbat lumen. Pada orang lanjut usia, obstruksi

biasanya disebabkan oleh fekalit, suatu konkresi yang terbentuk disekitar pusat bahan

fekal. Bila sekresi dari apendiks tidak dapat keluar, apendiks membengkak,

meregangkan peritoneum visceralis. Nyeri appendicitis biasanya dimulai sebagai

nyeri samar di regio periumbilikal karena serat nyeri aferen masuk medulla spinalis

setinggi T10. Kemudian, nyeri hebat di quadran kanan bawah disebabkan oleh iritasi

peritoneum parietalis yang melapisi dinding abdomen posterior. Meluruskan paha

pada sendi panggul mencetus nyeri.

D. Patofisiologi Apendiks

Fungsi apendiks sebenarnya belum dipahami dengan jelas, meskipun terdapat

jaringan limfatik di atasnya yang menunjukkan adanya peran dalam sistem kekebalan

tubuh. Apendiks dianggap sebagai vestigial organ, tetapi ide ini keliru karena peran

apendiks telah ditetapkan sebagai neuroendokrin dan struktur imunologi.


Patogenesis utama pada sebagian besar pasien dengan appendicitis akut disebabkan

karena obstruksi lumen, yang penyebabnya dapat disebabkan oleh berbagai penyebab,

termasuk fecalith, hiperplasia limfoid, benda asing, parasit, dan oleh tumor primer (karkinoid,

adenokarsinoma, sarkoma kaposi, dan limfoma) dan metastatik (kolon dan payudara).

Obstruksi lumen akan menyebabkan peningkatan pengeluaran mukus sehingga

akan menyebabkan peningkatan tekanan intralumen yang menstimulasi serabut saraf

eferen visceral sehingga menimbulkan rasa nyeri yang samar-samar, nyeri difus

dibawah abdomen epigastrium. Peningkatan sekresi mukus akan menyebabkan

peningkatan tekanan lumen pada apendiks menjadi tempat berkembang biak yang

baik bagi bakteri, sehingga bakteri lebih mudah menginvasi dinding lumen

apendiks. Akibat invasi bakteri akan menyebabkan aktivasi mediator inflamasi pada

jaringan apendiks. Pada saat eksudat inflamasi terhubung dengan peritoneum parietal, serabut

saraf somatik akan teraktivasi sehingga menyebabkan nyeri yang terlokalisir pada titik

McBurney.

Appendicitis dapat terjadi tanpa adanya obstruksi pada lumen, dapat terjadi karena

penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen ke apendiks. Terjadi abcess multiple

kecil pada apendiks dan pembesaran lnn. Mesentrica regional. Karena terjadi tanpa obstruksi

maka gambaran klinisnya tentu berbeda dengan gejala obstruksi tersebut diatas.

E. Klasifikasi pada apendiks

Terdapat 2 klasifikasi appendicitis yaitu akut dan kronik, berikut adalah derajat-derajatnya :

1. Appendicitis akut

Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada apendiks yang membrikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala appendicitis akut ialah nyeri samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri tersebut akan berpindah ke titik Mc. Burney.
Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.

Appendicitis akut dibagi menjadi:

a. Appendicitis akut sederhana

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa disebabkan obstruksi.


Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan terjadi peningkatan tekanan
dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,
anoreksia, malaise dan demam ringan.

b. Appendicitis supuratif

Tekanan dalam lumen yang terus meningkat disertai edema menyebabkan


terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini dapat menyebabkan iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang berada di usus besar akan berinvasi ke dalam apendiks
dan menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa akan menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia,
dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum

c. Appendicitis akut gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna
ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

d. Appendicitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat


dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa yang merekat erat satu dengan yang lainnya.24,25
e. Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal.

f. Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang


menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.

2. Appendicitis kronik

Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya


riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara mikroskopik dan makroskopik. Kriteria mikroskopik appendicitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden appendicitis kronik antara 1-5%. Appendicitis kronik
kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut appendicitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.

Anda mungkin juga menyukai