Anda di halaman 1dari 10

Jurnal

Pemikiran Sosiologi Volume 7 No. 2, Desember 2020

Strategi Nafkah dan Kemiskinan:


Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah1

Sulthan Zainuddin,2 Mustainah,3 Syufri4
Abstraksi

Menurut teori strategi nafkah, kemiskinan digambarkan sebagai pengaruh budaya yang terdapat dalam kebiasaan
sehari-hari masyarakat tertentu dan atau tertanam dalam sistem nilai budaya yang menghambat produktivitas
ekonomi (involusi). Hal semacam itu termasuk larangan dan atau pembatasan yang berlaku di kalangan komunitas
nelayan Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah. Padahal kemiskinan struktural di Kabupaten Donggala justru
dipengaruhi oleh banyak faktor. Yakni apa yang bisa dikenali sebagai berikut; kurangnya modal usaha, teknologi
tradisional yang sederhana, wilayah penangkapan ikan yang terbatas, dan sistem pemasaran yang didominasi oleh
tengkulak atau pedagang grosir. Di sisi lain, kemiskinan diperparah dengan perubahan musim atau perubahan iklim
sehingga strategi mencari rejeki dilakukan dengan kegiatan di darat, misalnya dengan menjadi tukang atau buruh
perkebunan. Bahkan pekerjaan informal melibatkan anggota keluarga termasuk perempuan dengan menjadi PRT
dan atau pedagang kaki lima. Kesimpulan penelitian, kemiskinan terjadi akibat ketimpangan sosial ekonomi seperti
disparitas sosial yang disertai penguatan budaya involusi perikanan pesisir.
Kata kunci: strategi nafkah, kemiskinan, kesenjangan sosial ekonomi, involusi perikanan pesisir laut
Abstract

According to livelihood strategy theory, poverty is described as cultural influences found in everyday habits of a
particular society and or embedded in cultural value system that inhibits economic productivity (involution). They
include prohibitions and or restrictions apply among the fishing community of Donggala Regency in Central
Sulawesi. By contrast, structural poverty in Donggala Regency is also characterized by several factors. Namely what
can be identified as follows; lack of business capital, modest traditional technology, limited fishing areas, and
marketing system dominated by middlemen or wholesaler. On the other hand, poverty is exacerbated by changes in
the season or climate change so that the strategy to seek a fortune is to carry out by activities on the land, for instance
by becoming masons or plantation workers. The informal works even involve family members including women by
becoming domestic workers and or food street vendors. To sum up the study, poverty occurs due to socio-economic
inequality such as social disparities along with cultural reinforcement of coastal fisheries involution.

Keywords: livelihood strategy, poverty, socio-economic inequality, fisheries involution.


A. Pendahuluan internasional. Selain kaya dengan jenis ikan, laut di
Salah satu sumberdaya alam potensial di pesisir kabupaten Donggala juga berpotensi untuk
wilayah pesisir kabupaten Donggala adalah potensi pengembangan rumput laut dan sejenisnya yang jika
sumberdaya laut yang mengandung berbagai jenis dimanfaatkan dan dikelola secara baik akan memberi
ikan yang bermutu tinggi di pasar domestik maupun hasil yang optimal bagi masyarakat setempat maupun

1
Untuk kutipan artikel ini: Zainuddin Sulthan, Mustainah, Syufri. 2020. “Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas
Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.” Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 (2): 93-101.
2
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako. Email: sulthan_ipb@yahoo.com
3
Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako. Email: fisip@untad.ac.id
4
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako. Email: fisip@untad.ac.id

93
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

pemerintah daerah melalui peningkatan pendapatan sumberdaya manusia yang rendah akan berpengaruh
dari sub-sektor perikanan laut. Data menunukkan terhadap proses produksi termasuk pemanfaatan
bahwa kehidupan nelayan di pesisir kabupaten sarana-sarana produksi yang bermanfaat yang
Donggala dalam hal perekonomian atau taraf hidup berakibat pada rendahnya hasil produksi serta
kurang baik atau masih dikategorikan miskin yang rendahnya tingkat kesejahteraan penduduknya.
indikatornya dilihat dari pemukimannya tidak layak
Penelitian ini diarahkan untuk mengkaji
huni, belum terpenuhinya sandang, papan dan
masyarakat nelayan berdasarkan kenyataan hidup
pangan, pendidikan anak-anak belum memadai,
dalam aktivitasnya di bidang pemanfaatan
nelayannya masih mengandalkan pengetahuan
sumberdaya laut serta apa yang menyebabkan
berdasarkan tradisi turun-temurun dan pengalaman
produktivitas kurang efektif atau mengalami involusi.
sehari-hari. Walaupun peran keluarga terutama
Apakah sistem nilai budaya masyarakat nelayan di
tenaga wanita turut dalam kegiatan usaha seperti
pesisir kabupaten Donggala dapat memberi
dalam pemasaran hasil, namun hasil yang diperoleh
kontribusi guna mendorong kemajuannya, apakah
relatif tidak mengalami peningkatan (Haslinda B.
ada sikap keterbukaan terhadap gagasan-gasan
Anriani, 2017) karena memang produktivitas nelayan
pembaharuan (inovasi) dalam sistem penangkapan
yang masih rendah.
ikan, atau perlu diformulasikan kembali faktor-faktor
Faktor yang menjadi penyebab rendahnya pendukung kemajuan tersebut, dan bagaimana
tingkat produksi para nelayan tersebut karena belum strategi nafkah yang dilakukan masyarakat untuk
memanfaatkan sumber daya laut secara optimal tetap bertahan hidup. Kecenderungan kompleksitas
dalam arti pemanfaatan inovasi peralatan yang nilai budaya masyarakat nelayan khususnya yang
memadai. Hal ini menjadi semakin komplek jika berwujud sikap dan perilaku serta pengetahuan perlu
diperlihatkan pada kondisi pemasaran pemasaran diformulasikan secara oprasional sehingga nilai – nilai
hasil tangkapan. Inilah yang menjadi sebab utama budaya tersebut dapat mendorong dinamika
masyarakat di pesisir Kabupaten Donggala yang masyarakat dalam setiap usaha kerjanya. Realitas
berprofesis sebagai nelayan kehidupannya masih hidup masyarakat nelayan yang masih tergolong
tergolong miskin. Kondisi masyarakat nelayan di miskin di tengah-tengah potensi alam yang melimpah,
pesisir kabupaten Donggala seperti digambarkan di perlu dikaji guna mendapatkan alternatif sekaligus
atas, menunjukkan bahwa sumberdaya alam yang memutuskan mata rantai kemiskinan memlalui
potensial sekalipun jika tidak ditopang oleh pendekatan-pendekatan yang multi disiplin termasuk
sumberdaya manusia yang memadai tidak akan aspek sosial budaya.
banyak berarti bagi upaya peningkatan kesejahteraan
B. Metode Penelitian dan Kerangka Teoritis
hidup penduduknya. Komplek masalah seperti ini tentang Strategi Nafkah (Livelihood strategy)
menjadi siklus kehidupan karena dari kualitas
94
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

Penelitian ini dilaksanakan di pesisir 1) Bagaimana sikap dan perilaku sebagai wujud
kabupaten Donggala yang dfikuskan di kecamatan nyata sistem nilai budaya masyarakat nelayan
Banawa. Tipe penelitian ini adalah penelitian terhadap pola pemanfaatan sumberdaya laut di
kualitatif yaitu cara kerja penelitian yang diterapkan Pesisir Kabupaten Donggala.
terhadap gejala-gejala yang sulit diukur (tidak dapat
2) Bagaimana strategi nafkah ditempuh para
dikuantifikasi, karena lebih bersifat kualitatif).
nelayan untuk bertahan hidup dari pemanfaatan
Metode kualitatif intinya adalah upaya interprestasi
sumberdaya laut yang tidak menentu?
peneliti atas data- data atau ide-ide (Bogdan dan
Biklen, 1992) melalui proses eksplanasi, melalui Sosiologi nafkah atau biasa juga disebut

teknik indepth interview (wawancara mendalam). sosiologi penghidupan didefinisikan secara sederhana

Untuk mendapatkan kredibilitas hasil penelitian maka sebagai cara dimana orang memenuhi kebutuhan

peneliti menempuh beberapa langkah, seperti yang mereka atau peningkatan hidup. Dalam pengertian

disarankan Guba dan Lincoln yang dikutip dalam yang lebih kompleks, sosiologi nafkah adalah studi

Denzin (2000): tentang keseluruhan hubungan antar manusia, sistem


sosial dengan sistem penghidupannya/livelihood,
1) Pengamatan berulang, yaitu melakukan
social system and source of living Sementara menurut
penelitian dengan mengunjungi lokasi secara bolak-
Dharmawan (2007), sosiologi nafkah (livelihood
balik.
sociology) lebih dari sekedar means of living yang
2) Triangulasi: bahwa pengumpulan data bermakna sempit yakni mata pencaharian. Dalam
dilakukan dengan beberapa cara, selain dengan sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih
wawancara mendalam dengan tokoh kunci, peneliti mengarah pada pengertian livelihood strategy
juga melakukan wawancara bebas dengan pemimpin (strategi kehidupan).
formal di kawasan setempat.
Pengertian livelihood strategy yang
3) Masukan peneliti, bahwa semua kesimpulan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
sebagai hasil dari penelitian ini akan dikonfirmasi strategi nafkah sesungguhnya dimaknai lebih dari
kembali kepada narasumber untuk mencegah sekedar “aktivitas mencari nafkah”. Sebagai strategi
kesalahan penafsiran. membangun sistem penghidupan, maka strategi
nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau

manipulasi aksi individual maupun kelompok dalam
rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur

Sementara itu, permasalahan penelitian ini sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang

dirumuskan sebagai berikut: berlaku. Lebih jauh Dharmawan (2007) menyebut


bahwa secara umum strategi nafkah dapat
95
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

diklasifikasi menjadi dua bentuk; yaitu strategi nafkah lingkungannya akan terpola dengan baik. Terkait
normatif dan strategi nafkah yang illegal. Strtegi dengan hal tersebut, Kluckhohn membedakan empat
nafkah normatif berbasiskan pada kegiatan sosial bidang kehidupan, namun semua abstraksi yang
ekonomi yang tergolong ke dalam kegiatan yang dikemukanan Kluckhohn masih bersifat abstrak,
positif, seperti kegiatan produksi, sistem pertukaran, karenanya untuk lebih konkrit harus dikaitkan
migrasi maupun strategi sosial dengan pembangunan dengan teori menegah lainnya sehingga dapat menjadi
jaringan sosial. Strategi ini disebut peaceful ways atau metode operasional sebagaimana dianjurkan Parson
sah dalam melaksanakan strategi nafkah. Sedangkan (dikutip dalam Graham Kinloh, 2005)
strategi nafkah illegal didalamnya (intensifikasi) mengenai 4 (empat) prasyarat fungsional dari unit
maupun dengan memperluas lahan pekerjaan tindakan, yakni; adaptasi, integrasi, pencapaian
(ekstensifikasi). Sehubungan dengan hal tersebut, tujuan, dan pemeliharaan pola. Terbentuknya tidakan
setiap kajian mendalam mengenai masalah seperti di oleh setiap orang sebagai bagian dari kolektivitas
atas, menjadi entitas utamanya adalah sistem nilai diharapkan dapat melalui empat pola yang akan
budaya berupa sikap, perilaku dan pengetahuan. membentuk unit tindakan sosial sebagai berikut:
Faktor-faktor tersebut dapat digunakan untuk
1) Pelaku; yakni individu yang bertindak sebagai
meneliti sejauhmana nilai budaya yang yang
pihak yang memainkan peranan dalam suatu proses
berwujud itu berpengaruh terhadap individu,
interaksi terhadap suatu aktivitas
kelompok atau kepada masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari. 2) Alat-alat, yakni sistem peralatan untuk
memobilisasi aktivitas dalam mencapai tujuan-tujuan
Menurut Koentjaraningrat, (1990),
kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan 3) Tujuan, sesuatu yang menjadi orientasi dari

manusia sebagai mahluk sosial yang dipergunakan segala proses.

untuk memahami dan mengintegrasikan lingkungan 4) Norma atau nilai, yakni regulator terhadap
hidupnya dan menjadi kerangka dasar untuk nilai, yakni regulator terhadap pelaku, alat alat-alat
mewujudkan dan terwujudnya kelakuan. Dengan beserta tujuan yang tak boleh luput dari sistem nilai
demikian kebudayaan adalah seperangkat system sebagai norma kultural masyarakat dalam
aturan dari kelakuan manusia atau pola kelakuan lingkungannya.
seseorang sehingga kebudayaan tidak lain adalah

system nilai budaya yang yang terdiri dari konsep-
konsep yang hidup dalam pikiran mayoritas warga C. Kemiskinan dan Sistem Nilai Budaya di
masyarakat akan berfungsi sebagai pedoman dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah

menempati kedudukan tertinggi bagi kelakukan
manusia sehingga proses adatasi dengan
96
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

Kecamatan Banawa merupakan ibukota pengaruh yang besar terhadap semua aspek
kabupaten Donggala. Luas wilayah kecamatan kehidupan.
Banawa adalah 99, 04 km2 atau sebesar 1, 88% dari
Masyarakat nelayan di sepanjang pesisir
total luas Kabupaten Donggala. Mata pencaharian
kecamatan Banawa masih sangat percaya dan patuh
masyarakat kecamatan Banawa meskipun sebagai
dengan nilai-nilai yang diwariskan dari leleluhur.
daerah pesisir tetapi ada sebagian besar sebagai
Hubungan manusia dengan alam merupakan satu
petani dan buruh. Pola pemukiman masyarakat
kesatuan yang tak terpisah. Hampir semua aktifitas
nelayan di kecamatan Banawa dibangun mengikuti
masyarakat nelayan sangat terkait dengan
arus jalan raya, bentuk perumahanya ssangat variatif
pemahaman atau kepercayaan mereka dengan alam.
mulai dari permanen, semi permanen dan rumah
Hal itu dapat dilihat dari ritual dan kepercayaan
papan. Areal pemukiman penduduk terdapat diantara
mereka sebelum melaui yang diwujudkan dalam
pegunungan dan laut. Selain sebagai nelayan,
bentuk pantangan-pantangan. Adapun pantangan-
masyarakat Banawa juga ada yang bertani
pantangan itu seperti:
Persoalan kemiskinan di Kecamatan ini
1. Tidak saling bertegur-sapa.
merupakan permasalahan yang memprihatinkan.
Jumlah rumah tangga ekonomi menengah ke bawah di Berbeda dengan masyarakat pada umunya,

Kecamatan Banawa mengalami kenaikan yang cukup masyarakat nelayan di pesisir kecamatan Banawa

signifikan. Pada tahun 2008 (PPLS) sebanyak 2.806 ketika hendak melaut dilarang bertegur sapa.

rumah tangga naik menjadi 3.583 rumah tangga pada Masyarakat meyakini bahwa ketika mau melaut, tidak

tahun 2012 (PPLS) atau kenaikannya sekitar 27,69 boleh saling bertegur sapa karena hal itu dapat

persen. Pemanfaatan sumberdaya laut sebagai basis menimbulkan kesialan bagi orang (nelayan) yang

nafkah sangat terkait dengan unsur budaya berupa hendak melaut. Mereka percaya bahwa bila ada orang

nilai dasar komunitas masyarakat setempat atau yang bertegur sapa pada saat hendak melaut maka si

masyarakat nelayan pada khususnya. Keterkaitan itu nelayan tersebut dipastikan tidak membawa hasil.

akan terlihat dengan jelas dan langsung pada sikap, Akibatnya, masyarakat hanya diam sambil

pola pikir, perilaku sosial ekonomi dan pengetahuan mendorong perahunya ke laut.

yang mereka miliki. Karena nilai dasar suatu 2. Mengujungi perempuan hamil atau yang akan
kebudayaan relatif berbeda dengan kebudayaan melahirkan.
lainnya di mana hal itu berpengaruh terhadap
Bagi masyarakat nelayan di pesisir Banawa, bertemu
kehidupan, sehingga tampak spesifik dan menjadi ciri
atau berpapasan dengan orang hamil ketika hendak
bagi kehidupan suatu masyarakat. Beberapa
melaut dianggap sebagai sebuah kesialan. Karena itu
karakterisitik seperti etnisitas, geografis, demografis
siapa saja nelayan yang hendak melaut dan
dan sosial ekonomi secara relatif mempunyai
97
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

disarankan untuk tidak menemui perempuan hamil pantang mendengar kata “tidak ada” dalam bentuk
atau yang akan melahirkan. Jika dilakukan, maka apapun komunikasi itu dibangun.
orang atau nelayan tersebut sebaiknya diminta untuk
5. Perubahan iklim dan cuaca sebagai tanda-tanda
mengurungkan niatnya untuk melaut, karena hal itu
alam
dipercya tidak memberi keuntungan atau tidak
mendapatkan hasil tangkapan. Selain dalam bentuk perilaku, hal lain yang cukup
berpengaruh dalam kehidupan masyarakat nelayan
3. Berpapasan atau bertemu dengan burung gagak
adalah adanya tanda-tanda alam. Masyarkat pesisir
(seko).
Banawa sangat percaya bahwa tanda-tanda alam
Meski diluar nalar, burung ternyata punya makna seperti angin kencang, ombak besar atau awan hitam.
yang dapat mempengaruhi aktifitas nelayan. Bagi Tanda-tanda alam tersebut memberi isyarat bahwa
masyarakat nelayan di pesisir kecamatan Banawa mereka tidak akan mendapatkan hasil dari melaut.
meyakini dan percaya bahwa jika nelayan yang sedang Karena itu jika mereka menemukan tanda-tanda alam
menuju laut kemudian bertemu dengan burung gagak tersebut maka mereka menambatkan perahu atau tidk
(atau yang oleh penduduk lokal disebut dengan melaut.
burung seko) yang sedang melintang di depannya,
Hubungan sosial masyarakat nelayan di
maka itu pertanda atau isyarat yang kurang baik.
kecamatan Banawa sudah berjalan dengan baik.
Karena itu bagi nelayan yang kebetulan bertemu
Mereka menjalin hubungan-hubungan sosial secara
dengan burung seko yang melintas di depannya, maka
harmonis, hal ini dapat dilihat dengan adanya
nelayan tersebut akan kembali ke rumahnya, karena
kelompok-kelompok nelayan yang dibentuk sebagai
kalaupun tetap melaut, tidak akan ada hasil yang
wadah komunikasi antar nelayan. Kelompok nelayan
didapatkan.
tersebut berstrukur, memiliki susunan pengurus dari
4. Mendengar kata “tidak ada” ketua sampai anggota. Kelompok tersebut juga
terkoordinasi dengan pemerintahan desa sampai
Masyarakat nelayan di pesisir kecamatan Banawa
kecamatan. Kelompok ini dibentuk selain sebagai
sangat menyakini bahwa ada hubungan antara
media komunikasi juga sebagai wadah penampung
perilaku yang terjadi di darat dengan hasil yang
aspirasi para nelaya. Dalam kelompok tersebut para
diperoleh di laut. Setidaknya hal itu terwujud dalam
nelayan membicarakan banyak hal di sepurat proses
keyakinan masyarakat dalam beraktifias, misalnya
penangkapan ikan, mulai dari peralatan penangkapan
jika mendengar kata “tidak ada” maka mereka tidak
ikan, sampai pada harga ikan di pasaran. Bahkan
akan melaut, karena kata “tidak ada” berarti usaha
melalui kelompok itu pula masyarakat nelayan
mereka tidak ada hasil. Karena itu masyarakat sangat
mengajukan proposal bantuan usaha kepeda

98
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

pemerintah, seperti ke beberapa Dinas terkait, seperti kontras dengan beberapa nelayan yang bermodal
Dinas Kelautan dan Perikanan. besar, dengan menggunakan mesin tempel, mereka
mampu menjangkau laut lepas dan tinggal berhari.-
Selama ini pemerintah daerah kabupaten
hari sampai 2 (dua) bahkan 3 (tiga) malam baru
Donggala memang membuka kesempatan kepada
pulang, mereka biasa melaut sampai perbatasan
kelompok masyarakat (Pokmas) untuk mengajukan
Sulawesi Selatan bahkan sampai di daerah
proposal bantuan pemberdayaan, kesempatan inilah
Kalimantan. Satu kapal bermesin tempel biasanya
yang banyak digunakan kelompok masyarakat untuk
berawak 3 (tiga) sampai 4 (empat) orang dan
mendapatkan bantuan, baik berupa uang maupun
berkapasitas 1 (satu) sampai 2 (dua) ton ikan.di laut
berupa peralatan usaha perikanan. Melalui kelompok
dan baru kembali setelah mendapatkan hasil yang
ini pula terbangun interaksi sosial antar nelayan,
banyak. Namun jumlah mereka sangat sedikit.
aktivitas keluautan dibangun dari rasa kedekatan
dalam kelompok, sehingga interaksi sosial selanjutnya Pada Umumnya, masyarakat nelayan
saat berada di lautan mencerminkan pola perilaku memasarkan hasil tangkapanya di kota Palu Tempat
kerja sama. Begitu juga dengan anggota keluarga pelelangan ikan/tempat penjualan akhir (TPA) telah
nelayan, dapat akrab satu dengan yang lainya. dibangun di Desa Labuan Bajo namun bagi nelayan-
nelayan kecil, proses penjualan hasil tangkapan

(memancing) ikan dilakukan secara sederhana
D. Strategi Nafkah Komunitas Nelayan Banawa di dengan menjajakan ke rumah-rumah atau langsung
Kabupaten Donggala dalam Mengatasi
Kemiskinan kepada pengepul (tengkulak). Hasil tangkapan dari

Aktivitas utama sebagai nelayan dimuli pada memancing biasanya dijual dengan harga Rp.20.000,

pukul 03.00 atau pukul 4.00 dini hari, dan kembali per ikat/tusuk. Biasanya mereka mendapatkan hasil

pada pukul 7.00 -9.00 pagi hari. Keterbatasan maksimal 2 (dua) sampai 6 (enam) ikat per hari. Harga

teknologi yang mereka miliki memaksa mereka untuk tersebut lebih tinggi jika dibanding dengan harga yang

tidak pergi melalut terlalu jauh. Umumnya mereka harus dijual kepada pengepul.

merupakan nelayan kecil yang hanya menggunakan Selama ini kemiskinan yang melanda
sampan dan pancing. Hasil yang mereka peroleh tidak masyarakat nelatan sangat disebabkan karena kondisi
seberapa dan hanya untuk menyambung hidup perlatan nelayan yang sangat terbatas, seperti yang
(subsistem). Umumnya mereka hanya mampu dikemukakan salah seorang informan yang
mendapat hasil pancing 2 – 4 cucuk (ikat) yang menyatakan:
kemudian mereka jual seharga Rp 20.000 percucuk.

Pada keadaan – keadaan tertentu mereka kadang
tidak membawa hasil sama sekali. Kondiai ini sangat

99
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

“Sebenarnya kami masyarakat nelayan di sini, dapat memperoleh hasil 20 (dua puluh) termos ikan.
mempunyai keinganan untuk maju sama seperti Sementara nelayan perahu yang menumpang
nelayan-nelayan besar lainnya. Tapi kondisi memancing di rompon terkadang memperolelh hasil 1
keterbatasan yang kami miliki sehingga mustahil kami (satu) sampai 2 (dua) termos. Pada umumnya biaya
dapat bersaing. Peralatan yang kami miliki hanya produksi ditanggung oleh yang punya kapal motor,
perahu sampan dan dayung, untuk menangkap ikan dengan bagi hasil satu yang punya kapal satu termos
kami hanya menggunakan pancing. Jadi dengan alat untuk bekerja (biaya produksi yang dikeluarkan yaitu,
seperti itu jangankan untuk bersaing, memenuhi bahan makanan selama di perjalanan, bensin 30 (tiga
kebutuhan saja sulit” puluh) liter pulang pergi dan es batu 50 bungkus kali
Rp. 600). Perahu tradisional biasanya hanya sampai di
Dari penjelasan itu menunjukkan bahwa masyarakat
desa-desa di Kecamatan Banawa selatan, Jika diamati
nelayan sangat menyadari potensi yang mereka miliki.
lebih serius, sebenarnya masyarakat nelayan di
Namun keterbatasan sarana produksi sehingga
Banawa menjalin komunikasi dengan sistem
mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Masyarakat
patronase, antara pemilik dan anak buah. Pada
sebenarnya sangat meyayangkan sikap pemerintah
umumnya nelayan yang berstatus anak buah
yang cenderung tidak memperhatikan nasib nelayan
memperoleh pendapatan yang sangat rendah dan
kecil. Hal ini seperti yang diutarakan seorang
tidak merata. Hal ini ditandai dengan adanya sistem
informan;
bagi hasil yang berlangsung dikalangan kelompok
“Dulu mereka menjajikan kami untuk mendapatkan nelayan, di mana bagian yang diperoleh anak buah
dana bantuan usaha perkanan, dan mereka meminta dalam setiap kelompok nelayan hanya berkisar 15-20
agar kami memasukkan proposal kegiatan usaha. Tapi % dari pendapatan bersih harus dibagi dengan
setelah kami masukkan proposal tersebut, sampai hari anggota kelompok dalam satu perahu . Sedangkan
ini nyatanya tidak ada jawaban” pemilik modal usaha memperoleh pendapatan bersih

sekitar 80%, setelah keluar biaya oprasional (ongkos


selama melaut) yang digunakan oleh anggota
Masyarakat nelayan mengembangkan cara
kelompoknya.
tradisional dan moderen dalam proses penangkapan
ikan. Semua kapal motor menuju rompon, terkedang Sebenarnya sistem ini diakui sangat

mereka sampai dua hari baru kembali, tidak ada merugikan masyarkat nelayan miskin, namun sistem

waktu yang ditetapkan untuk pergi melaut, hal itu tersebut tetap dipertahankan karena adanya nilai

tergantung pada si nelayan sendiri. Mereka memiliki sosial yang dibangun dari pola hubungan itu, bahwa

kebebasan untuk membagi waktu istirahat dan nelayan miskin merasa mendapat perlindungan dari

bekerja. Nelayan yang menggunakan kapal motor pemilik jika mereka menghadapi masalah keuangan
atau masalah keluarga. Kepada pemilik, nelayan
100
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

miskin dapat meminjam uang jika mereka berpotensi untuk pengembangan rumput laut dan
menghadapi kebutuhan yang mendesak. Aktivitas sejenisnya yang jika dimanfaatkan dan dikelola secara
senagai nelayan, selain menggunakan sampan dan baik akan memberi hasil yang optimal bagi
perahu motor, ada juga sebagian kecil masyarakat masyarakat setempat maupun pemerintah daerah
nelayan yang menggunakan bagan. Mereka ini melalui peningkatan pendapatan dari sub-sektor
tergolong nelayan bermodal besar karena peralatan perikanan laut. Kekayaan alam yang ada ternyata
yang mereka gunakan tergolong mahal, seperti mesin belum mampu dimanfaatkan secara maksimal. Suatu
genset, balon lampu penerang yang besar (lampu ironi suatu kawasan yang kaya dengan potensi
sorot) dan jaring. Menurut masyarakat harga yang kelautan namun masyarakatnya masih banyak yang
harus dikeluarkan untuk membuat sebuah bagan hidup dalam kemiskinan. Gambaran kemiskinan dan
cukup mahal, berkisar Rp. 20.000.000 – Rp. kesenjangan sosial ekonomi sangat nampak dari pola
30.000.000. Sebenarnya banyak masyarakat yang pemukiman masyarakat yang sebagian besar masih
memiliki keinginan untuk membuat bagan, namun sederhana bahkan beberapa diantaranya sangat tidak
mereka kesulitan untuk mendapatkan modal usaha, layak huni.
kalaupun ada pengusaha yang siap membantu
Kehidupan masyarakat nelayan yang miskin
menalangi kebutuhan itu, hasilnya sangat timpang.
tidak terlepas dari permasalahan yang melingkupi
Nelayan tradisional yang hanya menggunakan
mereka, seperti kelompok-kelompok nelayan tidak
sampan, dan pancing merasa kekurangan dalam hal
memiliki alat-alat produksi berskala besar, seperti
modal usaha. Sebenarnya mereka juga punya keingian
perahu, mesin dan alat tangkap (jaring). Mereka hanya
untuk menjadi nelayan profesional yang memiliki
terbatas pada peralatan tradisional seperti perahu
peralatan standar, seperti perahu ukuran sedang yang
sampan (mendayung) dan alat tangkap berupa
dilengkapo dengan mesin tempel dan pukat. Dengan
pancing. Dengan alat seperti itu mereka tidak
begitu mereka dapat bersaing dengan nelayan-
mungkin mendapatkan hasil yang melimpah, karena
nelayan “besar” sehingga penghasilan mereka juga
lokasi penangkapan ikan sangat terbatas. Hal ini
dapat bertambah.
semakin dipersulit jika terjadi perubahan cuaca yang
memaksa mereka untuk menambatkan perahu.
Kalaupun ada yang menggunakan peralatan produksi
E. Kesimpulan
dan biaya oprasional umumnya disiapkan oleh
Kawasan pesisir kabupaten Donggala “punggawa” dengan ketentuan seluruh hasil produksi
memiliki potensi sumberdaya laut yang mengandung diserahkan kepada “pemilik alat tangkap” untuk dijual
berbagai jenis ikan yang bermutu tinggi di pasar dengan harga yang sangat timpang.
domestik maupun internasional. Selain kaya dengan
jenis ikan, laut di pesisir kabupaten Donggala juga
101
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 No2.
Strategi Nafkah dan Kemiskinan: Studi Kasus Komunitas Nelayan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
Sulthan Zainuddin, Mustainah, Syufri

Permasalahan lainnya yang sangat Cluckhohn,C & Kelly. 1945. Concept of Culture.
berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi Linton: New York,
masyarakat nelayan di pesisir Banawa adalah
Crow, Graham. 1989. “The Use of Concept of Strategy
rendahnya diversifikasi usaha pada setiap keluarga
in Recent Sociological Literature.” Sociology,
nelayan, tidak hanya terhadap nelayan (suami-suami)
Vol. 23 (1): 1–24.
tapi juga terhadap istri-istri, padahal instri memegang
peran penting dalam mengatur strategi nafkah jika Denzin (2000 ) Handbook of Qualitative Research.

suami mengalami hambatan dan anak-anak remaja London and New Delhi: Thousand Oaks, SAGE

nelayan, sehingga sumber-sumber pendapatan yang Publications.

juga sangat rendah pada setiap keluarga. Dalam Dharmawan, A.H. 2007. “Sistem Penghidupan dan
kondisi kehidupan yang sedemikian rendahnya, maka Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi
perlu menciptakan usaha-usaha alternatif yang Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat
produktif untuk menambah pendapatan dikalangan dan Mazhab Bogor.” Solidarity: Jurnal
keluarga nelayan itu sendiri. Selain persoalan Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan
struktural, masyarakat nelayan di Banawa juga Ekologi Manusia Vol. 1 (2): 169-192.
dihadapkan pada hambatan budaya atau kultur
Kinloh, Graham. 2005. Perkembangan dan
masyarakat setempat yang terlalu percaya pada hal-
Paradigmma Utama Teori Sosiologi. Pustaka
hal yang mistik atau gaib yang sesungguhnya sangat
Setia, Bandung
menghambat produktivitas.
Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan, Mentalitas dan

Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia,
Daftar Pustaka
Walker, Mitchell and Wismer. 2001. “Livelyhood
Anriani, Haslinda B. 2017. “Local Fisher and Collective Strategy Approach to Community-based
Action in Palu, Centre of Sulawesi.” The Social Planning and Assessment: A Case Study of
Sciences 12 (7): 1196-1200. Moles Indonesia.” Impact Assessment and

Bogdan & Denzin. 2000. Qualitative Research for Project Appraisals Vol.19 (4): 97_309. DOI.

Education: An Introduction to Theories and 10.3152/147154601781766925.

Methods, Fifth Edition. Boston: Ally and Bacon


Inc.

102

Anda mungkin juga menyukai