Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B

KELOMPOK 1
Pembimbing :
dr. Putri Zalika, M. Pd., Ked
Anggota :
M. Gusti Adri Surya Anugrah (702021016)
Jenni Anggela (702021025)
Faris Fathin (702021032)
Malika Zilda (702021047)
Nyimas Saskia Dhafira (702021056)
Puput Nadyla Murti (702021064)
Fakhira Anisha (702021071)
Zahra Maharani (702021082)
Virza Tria Reginta (702021085)
Rachma Kamila Husnika Putri (702021113)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A Blok II
Semester I. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna perbaikan
tugas-tugas selanjutnya.
Dalam penyelesain tugas tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini kami sampaikan rasa hormat dan
terimakasih kepada :
1. Yth dr. Putri Zalika, M. Pd., Ked selaku tutor kelompok 1.
2. Semua anggota dan pihak yang terkait dalam pembuatan laporan ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu
dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

2.1 Data Tutorial ............................................................................................. 2

2.2 Skenario .................................................................................................... 2

2.3 Klarifikasi Istilah ...................................................................................... 3

2.4 Identifikasi Masalah ................................................................................. 3

2.5 Analisis Masalah ...................................................................................... 4

2.6 Nilai-Nilai Islam ..................................................................................... 27

2.7 Kesimpulan ............................................................................................. 29

2.8 Kerangka Konsep ................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok etika, hukum dan komunikasi medik adalah blok kedua pada semester
I dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi pembelajaran
sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem Based
Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode Problem
Based Learning (PBL).
Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan
setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk
memecahkan kasus yang ada. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi
kasus skenario B yang memaparkan kasus tentang dr. Anton bekerja sebagai
dokter jaga klinik 24 jam. Dokter Anton menangani Tn. Budi, 32 tahun, yang
mengalami luka memar dikepala dan luka robek di tangan karena perkelahian.
Tn. Budi membawa surat permintaan visum dari kepolisian dan memaksa
dokter Anton untuk memberikan hasil visum tersebut, namun dr. Anton
menolak memberikan hasil visum karena surat permintaan tidak dibawa
langsung oleh polisi, waktu sudah lewat 3 hari dari kejadian dan dr. Anton ragu
apakah dokter klinik 24 jam bisa mengeluarkan surat visum.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Putri Zalika, M. Pd., Ked
Moderator : M. Gusti Adri Surya Anugrah
Sekretaris : Faris Fathin
Waktu : Senin, 08 November 2021
Pukul 08.00-10.30 WIB
Rabu, 10 November 2021
Pukul 08.00-10.30 WIB
Peraturan Tutorial:
1. Saling menghormati antar sesama peserta tutorial
2. Menggunakan komunikasi yang baik dan tepat
3. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat
4. Tidak mengaktifkan alat komunikasi selama proses tutorial berlangsung
5. Izin saat akan keluar ruangan
6. Tepat waktu

2.2 Skenario
“ Drama Visum ”
Tn. Budi, 32 tahun, mengalami luka memar dikepala dan luka robek di
tangan karena perkelahian. Kemudian Tn. Budi berobat ke klinik 24 jam dan
ditangani oleh dr. Anton selaku dokter jaga pada hari itu. Dokter Anton memberikan
penjelasan mengenai kondisi Tn. Budi serta memberikan pengobatan secara
profesional. Setelah mendapatkan pengobatan Tn. Budi meminta kepada dokter
untuk dibuatkan visum. Dokter Anton menuliskan hasil pemeriksaannya dalam
bentuk rekam medis serta menyarankan Tn. Budi untuk melaporkan kepada
kepolisian agar bisa memberikan hasil visumnya. Tiga hari kemudian, Tn. Budi
membawa surat permintaan visum dari kepolisian dan memaksa dokter Anton
untuk memberikan hasil visum tersebut, namun dr. Anton menolak memberikan

2
hasil visum karena surat permintaan tidak dibawa langsung oleh polisi, waktu sudah
lewat 3 hari dari kejadian dan dr. Anton ragu apakah dokter klinik 24 jam bisa
mengeluarkan surat visum.

2.3 Klarifikasi Istilah


a. Luka Memar : luka di dalam kulit (KBBI, 2016).
b. Visum : tanda pernyataan atau keteranngan telah mengetahui atau
menyetujui (KBBI, 2016).
c. Profesional : memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya (KBBI,
2020).
d. Rekam medis : rekaman mengenai hasil pengobatan terhadap pasien (KBBI,
2018).
e. Luka Robek (Vulnus) : luka dengan tepi tidak beraturan atau compang-
camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul (mansjoer,
2002).

2.4 Identifikasi Masalah


1. Tn. Budi, 32 tahun, mengalami luka memar dikepala dan luka robek di
tangan karena perkelahian. Kemudian Tn. Budi berobat ke klinik 24 jam
dan ditangani oleh dr. Anton selaku dokter jaga pada hari itu. Dokter Anton
memberikan penjelasan mengenai kondisi Tn. Budi serta memberikan
pengobatan secara profesional.
2. Setelah mendapatkan pengobatan Tn. Budi meminta kepada dokter untuk
dibuatkan visum. Dokter Anton menuliskan hasil pemeriksaannya dalam
bentuk rekam medis serta menyarankan Tn. Budi untuk melaporkan
kepada kepolisian agar bisa memberikan hasil visumnya.
3. Tiga hari kemudian, Tn. Budi membawa surat permintaan visum dari
kepolisian dan memaksa dokter Anton untuk memberikan hasil visum
tersebut, namun dr. Anton menolak memberikan hasil visum karena surat
permintaan tidak dibawa langsung oleh polisi, waktu sudah lewat 3 hari

3
dari kejadian dan dr. Anton ragu apakah dokter klinik 24 jam bisa
mengeluarkan surat visum.

Prioritas masalah
1. Tiga hari kemudian, Tn. Budi membawa surat permintaan visum dari
kepolisian dan memaksa dokter Anton untuk memberikan hasil visum
tersebut, namun dr. Anton menolak memberikan hasil visum karena
surat permintaan tidak dibawa langsung oleh polisi, waktu sudah
lewat 3 hari dari kejadian dan dr. Anton ragu apakah dokter klinik 24
jam bisa mengeluarkan surat visum.
Alasan
1. Karena hal tersebut dapat menimbulkan masalah baru.

2.5 Analisis Masalah


1. Tn. Budi, 32 tahun, mengalami luka memar dikepala dan luka robek di
tangan karena perkelahian. Kemudian Tn. Budi berobat ke klinik 24 jam
dan ditangani oleh dr. Anton selaku dokter jaga pada hari itu. Dokter Anton
memberikan penjelasan mengenai kondisi Tn. Budi serta memberikan
pengobatan secara profesional.
a. Apa makna Tn. Budi, 32 tahun, mengalami luka memar dikepala dan
luka robek di tangan karena perkelahian?
Maknanya Tn. Budi mendapatkan luka memar yaitu luka yang
disebabkan oleh benda tumpul dan luka robek yaitu luka yang
disebabkan oleh benda tajam seperti pisau. Jika luka memar cirinya
timbul lebam kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit. Sedangkan
luka robek cirinya tepi luka yang tidak beraturan atau compang
camping.
b. Adakah dasar hukum yang membahas tentang kasus perkelahian?
Pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1)
KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP untuk
penganiayaan yang menimbulkan luka berat.

4
c. Bagaimana cara menangani luka memar dan luka robek?
1. Luka memar
Memar adalah jenis luka yang ditimbulkan oleh benturan
benda tumpul yang mengakibatkan kerusakan jaringan dibawah
kulit, memar ditandai dengan kulit yang membiru dan
membengkak. Pertolongan pertama yang harus diberikan pada
penderita luka memar adalah dengan mengkompres jaringan
kulit yang memar dengan es atau air dingin. Sedangkan
pembengkakan karena memar dapat disusutkan dengan
mempergunakan salab lasonil atau sejenisnya. Pada kasus luka
memar ini kompres yang diberikan harus secepat mungkin
untuk mencegah terjadinya pembengkakan yang semakin parah.
2. Luka robek
Luka robek ialah luka terbuka yang ditimbulkan oleh
goresan benda yang tidak terlalu tajam. Tepi luka berupa garis
yang tidak teratur, dan jaringan kulit disekitar luka ikut
mengalami kerusakan. Luka robek pada umumnya memerlukan
jahitan. Oleh karena itu tindakan pertolongan pertamanya ialah
melakukan desinfeksi, kemudian menutupnya dengan kasa steril
dan mengirim penderita kerumah sakit, untuk balutan sebaiknya
bersifat menekan. Balutan yang menekan disini dimaksutkan
supaya luas luka robek ini tidak bertambah parah (Skeet, 2015).
d. Apa makna Dokter Anton memberikan penjelasan mengenai kondisi
Tn. Budi serta memberikan pengobatan secara profesional?
Maknanya adalah dr. Anton telah memberikan informed consent
kepada Tn. Budi. Informed consent adalah suatu kesepakatan pasien
atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien
serta pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai informasi
keadaan pasien dan segala resiko yang mungkin terjadi.

5
e. Apa hak dan kewajiban Tn. Budi sebagai pasien?
Hak pasien :
1. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri, dan hak untuk
mati secara wajar
2. Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai
dengan standar profesi kedokteran
3. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari
dokter yang mengobatinya
4. Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan,
bahkan dapat menarik diri dari kontak terapeutik
5. Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan
diikutinya
6. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset
kedokteran
7. Hak meminta pendapat dokter lain (second opinion) tentang
penyakitnya
8. Dengan persetujuan pasien dirujuk kepada dokter spesialis
kalau diperlukan, dan dikembalikan kepada dokter yang
merujuknya setelah selesai konsultasi atau pengobatan untuk
memperoleh perawatan atau tindak lanjut
9. Dijamin kerahasiaan akan rekam medisnya mengenai hal-hal
pribadi
10. Memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit
11. Berhubungan dengan keluarga, penasihat, atau rohaniwan, dan
lain-lain yang diperlukan selama perawatan dirumah sakit
12. Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap,
obat, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen,
Ultrasonografi (USG), CT-scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), dan sebagainya (kalau dilakukan) biaya kamar
bedah, kamar bersalin, imbalan jasa dokter, dan lain- lainnya

6
13. Mendapatkan resume rekam medis
Kewajiban Pasien :
1. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter
2. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang
penyakitnya
3. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
4. Menandatangani surat-surat PTK, surat jaminan dirawat di
rumah sakit, dan lain-lainnya
5. Yakin pada dokter, dan yakin akan sembuh
6. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan
dan pengobatan serta honorarium dokter
(Buku Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan edisi 5)
Berdasarkan UU No.29 Tahun 2009 pada pasal 52 dan 53 tercantum
hak dan kewajiban pasien sebagai berikut;
1. Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai hak :
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
2. Pasal 53 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai kewajiban :
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang
masalah kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan
kesehatan; dan
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

7
f. Apa hak dan kewajiban dr. Anton sebagai dokter?
Hak dan Kewajiban Dokter, meliputi : berhak mendapat
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya, berhak untuk bekerja menurut standar profesi serta
berdasar hak otonomi, berhak menolak keinginan pasien yang
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku,
menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien, berhak atas privasi
(berhak menuntut apabila nama baiknya tercemar oleh pasien), berhak
mendapatkan informasi secara lengkap dari pasien, berhak
memperoleh informasi atau pemberitahuan pertama dalam
menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya. Berhak
untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun
pasien, berhak mendapatkan imbalan jasa berdasarkan peraturan di
rumah sakit, dokter wajib mematuhi peraturan dirumah sakit (Suharto,
2016).
Berdasarkan UU No.29 Tahun 2009 pada pasal 50 dan 51
tercantum hak dan kewajiban dokter sebagai berikut;
1. Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi
dan standar prosedur operasional;
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya; dan
d. Menerima imbalan jasa.

8
2. Pasal 51 dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban :
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan
medis pasien;
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
g. Apa tujuan dan fungsi klinik 24 jam?
Klinik memiliki fungsi dan tujuan yaitu penyelenggara pelayanan
kesehatan untuk masyarakat umum yang memberikan pelayanan yang
bermutu dan professional kepada setiap pasiennya dan klinik 24 jam
juga dapat mengeluarkan visum. (Oktaliana & Manafe, 2021)
Terkait kasus, klinik 24 jam bisa saja mengeluarkan hasil visum
karena pada umumnya, pemeriksaan visum akan berlangsung di
rumah sakit, klinik, atau Puskesmas yang sudah ditunjuk oleh
penyidik. Selama pemeriksaan berlangsung, korban biasanya akan
ditemani petugas kepolisian, keluarga, atau kerabat terdekat
(Ohoiwutun, 2014).

9
2. Setelah mendapatkan pengobatan Tn. Budi meminta kepada dokter untuk
dibuatkan visum. Dokter Anton menuliskan hasil pemeriksaannya dalam
bentuk rekam medis serta menyarankan Tn. Budi untuk melaporkan
kepada kepolisian agar bisa memberikan hasil visumnya.
a. Apa makna Tn. Budi meminta kepada dokter untuk dibuatkan visum?
Makna Tn. Budi meminta kepada dokter untuk dibuatkan visum
dalam kasus ini yaitu Tn. Budi mengalami kekerasan antara
perkelahian atau penganiayaan. Yang jika ingin diusut ke kepolisian
maka harus mendapatkan surat visum dari Rumah Sakit dan
kepolisian. Seperti yang telah kita ketahui visum adalah tanda
pernyataan atau keterangan telah mengetahui atau menyetujui.
b. Bagaimana prosedur dalam pembuatan visum?
Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum
1. Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai
dokter umum sampai dokter spesialis yang pengaturannya
mengacu pada Standar Prosedur Operasional (SPO). Yang
diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan
kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah
ditangani aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan
bahwa terhadap korban dalam penanganan medis melibatkan
berbagai disiplin spesialis.
2. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et
revertum
Adanya surat permintaan keterangan ahli/visum et repertum
merupakan hal yang penting untuk dibuatnya visum et
repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung jawab
pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat
permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini
merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah,
yaitu pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari

10
penyidik belum ada atau korban (hidup) datang sendiri dengan
membawa surat permintaan visum et repertum.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat
kriteria tentang pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah
Sakit/UGD tidak membawa SpV. Sebagai berikut :
1. Setiap pasien dengan trauma
2. Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
3. Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak
jelas
4. Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
5. Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat
permintaan visum
Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan
kekhususan dalam hal pencatatan temuan-temuan medis dalam
rekam medis khusus, diberi tanda pada map rekam medisnya
(tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta penyimpanan
rekam medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien
umum.
“Ingat ! kemungkinan atas pasien tersebut di atas pada saat
yang akan datang, akan dimintakan visum et repertumnya
dengan surat permintaan visum yang datang menyusul.”
Pada saat menerima surat permintaan visum et repertum
perhatikan hal-hal sebagai berikut : asal permintaan, nomor
surat, tanggal surat, perihal pemeriksaan yang dimintakan,
serta stempel surat. Jika ragu apakah yang meminta penyidik
atau bukan maka penting perhatikan stempel nya. Jika
stempelnya tertulis “KEPALA” maka surat permintaan
tersebut dapat dikatakan sah meskipun ditandatangani oleh
pnyidik yang belum memiliki panfkat inspektur dua (IPDA).
Setelah selesai meneliti surat permintaan tersebut dan kita
meyakini surat tersebut sah secara hukum, maka isilah tanda

11
terima surat permintaan visum et repertum yang biasanya
terdapat pada kiri bawah. Isikan dengan benar tanggal, hari dan
jam kita menerima surat tersebut, kemudian tuliskan nama
penerima dengan jelas dan bubuhi dengan tanda tangan.
Pasien atau korban yang datang ke rumah sakit atau ke
fasilitas pelayanan kesehatan tanpa membawa Surat
Permintaan Visum (SPV) tidak boleh ditolak untuk dilakukan
pemeriksaan. Lakukan pemeriksaan sesuai dengan standar dan
hasilnya dicatat dalam rekam medis. Visum et Repertum baru
dibuat apabila surat permintaan visum telah disampaikan ke
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Pemeriksaan korban secara medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan
ilmu forensik yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup
kemungkinan dihadapi kesulitan yang mengakibatkan
beberapa data terlewat dari pemeriksaan.
Ada kemungkinan didapati benda bukti dari tubuh korban
misalnya anak peluru, dan sebagainya. Benda bukti berupa
pakaian atau lainnya hanya diserahkan pada pihak penyidik.
Dalam hal pihak penyidik belum mengambilnya maka pihak
petugas sarana kesehatan harus menyimpannya sebaik
mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan. Status benda
bukti itu adalah milik negara, dan secara yuridis tidak boleh
diserahkan pada pihak keluarga/ahli warisnya tanpa melalui
penyidik.
4. Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum
Pengetikan berkas keterangan ahli/visum et repertum oleh
petugas administrasi memerlukan perhatian dalam
bentuk/formatnya karena ditujukan untuk kepentingan
peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan

12
garis, untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab.
Contoh : “Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi
tidak rata sepanjang lima senti meter --------“
5. Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Undang-undang menentukan bahwa yang berhak
menandatanganinya adalah dokter. Setiap lembar berkas
keterangan ahli harus diberi paraf oleh dokter. Sering terjadi
bahwa surat permintaan visum dari pihak penyidik datang
terlambat, sedangkan dokter yang menangani telah tidak
bertugas di sarana kesehatan itu lagi. Dalam hal ini sering
timbul keraguan tentang siapa yang harus menandatangani
visum et repertun korban hidup tersebut. Hal yang sama juga
terjadi bila korban ditangani beberapa dokter sekaligus sesuai
dengan kondisi penyakitnya yang kompleks.
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter,
maka yang menandatangani visum yang telah selesai adalah
dokter yang menangani tersebut (dokter pemeriksa).
Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter,
maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap
dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban.
Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa
yang melakukan pemeriksaan atas korban yang masih
berkaitan dengan luka/cedera/racun/tindak pidana.
Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di tempat
(diluar kota) atau sudah tidak bekerja pada Rumah Sakit
tersebut, maka visum et repertum ditandatangani oleh dokter
penanggung jawab pelayanan forensik klinik yang ditunjuk
oleh Rumah Sakit atau oleh Direktur Rumah Sakit tersebut.

13
6. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh
diserahkan pada penyidik saja dengan menggunakan berita
acara.
7. Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum.
Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh
diserahkan pada pihak penyidik yang memintanya saja. Dapat
terjadi dua instansi penyidikan sekaligus meminta surat visum
et repertum. Penasehat hukum tersangka tidak diberi
kewenangan untuk meminta visum et repertum kepada dokter,
demikian pula tidak boleh meminta salinan visum et repertum
langsung dari dokter. Penasehat hukum tersangka dapat
meminta salinan visum et repertum dari penyidik atau dari
pengadilan pada masa menjelang persidangan (Afandi, 2017).
c. Siapa saja yang berwewenang dalam pembuatan visum?
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan
medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga
bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan. Penegak hukum mengartikan
Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter
berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk
kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan
menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. Dokter dapat bertindak
sebagai seorang klinisi yang bertugas mengobati penyakit sekaligus
sebagai seorang petugas forensik yang bertugas membuat VeR.
Menurut Budiyanto et al, dasar hukum VeR adalah sebagai
berikut, pasal 133 KUHAP menyebutkan: Dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

14
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya.
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
KUHAP tidak membatasi orang yang berwenang dalam membuat
Visum et Repertum Pasal 133 KUHAP hanya menyebutkan penyidik
dapat mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Pasal 133 KUHAP
memberikan pilihan yang tidak limitatif yaitu penyidik dapat
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Pasal 133 sampai dengan pasal 135 KUHAP, pada tingkat
pemeriksaan oleh penyidik dalam penyidikan, maka kata-kata
“dokter”, peranan dokter (dokter bukan ahli kedokteran kehakiman)
masih penting dan perlu serta dibutuhkan dalam tugas operasional di
lapangan, terutama di daerah-daerah yang belum ada dokter ahli
kedokteran kehakiman (para ahli lainnya) (Priyanto, 2019).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang berwenang dalam
pembuatan visum dan berhak mengeluarkan hasil visum yaitu dokter,
pihak berwajib yang berkepentingan di peradilan seperti kejaksaan
dan tim penyidik dari kepolisian, dan terakhir ada yang berwewenang
dalam membuat visum adalah ahli lainnya misalnya ahli kehakiman
dan lain-lain.
d. Apa saja peraturan dikeluarkannya hasil visum?
Surat keterangan hasil visum hanya boleh dikeluarkan dan
diserahkan kepada pihak penyidik yang memintanya saja. Dapat
terjadi dua instansi penyidikan sekaligus meminta surat visum et
repertum. Penasehat hukum tersangka tidak diberi kewenangan untuk
meminta visum et repertum kepada dokter, demikian pula tidak boleh

15
meminta salinan visum et repertum langsung dari dokter. Penasehat
hukum tersangka dapat meminta salinan visum et repertum dari
penyidik atau dari pengadilan pada masa menjelang persidangan
(Afandi, 2017).
e. Apa saja pembagian visum?
Macam-macam Visum et Repertum (VeR), Ada beberapa jenis
visum et repertum, yaitu:
1. Visum et repertum korban hidup
a) Visum et repertum diberikan bila korban setelah
diperiksa didapatkan lukanya tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian.
b) Visum et repertum sementara Visum et repertum
sementara diberikan apabila setelah diperiksa korban
perlu dirawat atau diobservasi. Karena korban belum
sembuh, visum et repertum sementara tidak memuat
kualifikasi luka.
a) Visum et repertum lanjutan Visum et repertum lanjutan
diberikan apabila setelah dirawat atau observasi korban
sembuh, korban belum sembuh, pindah rumah sakit,
korban belum sembuh pulang paksa, dan korban
meninggal dunia (Soeparmono, 2013).
2. Visum et repertum untuk orang mati (jenazah)
b) Visum et repertum tempat kejadian perkara (TKP)
Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan
pemeriksaan ditempat kejadian perkara.
c) Visum et repertum penggalian jenazah Visum ini dibuat
setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah.
d) Visum et repertum psikiatri Visum ini dilakukan pada
terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang
pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.

16
e) Visum et repertum barang bukti Misalnya visum
terhadap barang bukti yang ditemukan yang ada
hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah,
bercak mani, selongsong peluru, pisau (Soeparmono,
2013).
f. Apa tujuan dari pembuatan visum?
Alat pembuktian dalam perkara pidana, terlebih bila dalam tindak
pidana tersebut terdapat korban, baik luka-luka ataupun tewas
(Widowati, dkk., 2012).
g. Apa jenis visum terkait skenario?
VER biasa. VER ini diberikan kepada pihak peminta (penyidik)
untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut
(Trisnadi, 2013).
h. Apa perbedaan visum dan rekam medis?
Perbedaan antara Visum et Repertum dengan rekam medis atau
rekam medis elektronik, adalah pada prosedur pembuatannya dan
peruntukannya. Pembuatan Visum et Repertum harus memenuhi
syarat formil, yaitu berdasarkan atas permintaan tertulis dari penyidik
dan peruntukannya adalah sebagai pengganti barang bukti dalam
perkara hukum (pidana), rekam medis atau rekam medis elektronik
merupakan hasil pemeriksaan kesehatan oleh dokter atau sarana
kesehatan yang dilakukan terhadap pasien untuk kepentingan pasien
itu sendiri. Namun demikian, sebagai alat bukti yang sah dalam
perkara pidana kedudukan Visum et Repertum lebih kuat daripada
rekam medis atau rekam medis elektronik (Nababan, dkk, 2020).
i. Apa saja persyaratan dari rekam medis?
1. Akurat: agar data menggambarkan proses atau hasil
pemeriksaan pasien di ukur secara benar.
2. Lengkap: agar data mencakup seluruh karakteristik pasien dan
sistim yang dibutuhkan dalam analisis hasil ukuran.

17
3. Dapat dipercaya: agar dapat digunakan dalam berbagai
kepentingan.
4. Valid: agar data dianggap sah dan sesuai dengan gambaran
proses atau hasil akhir yang diukur.
5. Tepat waktu: agar sedapat mungkin data dikumpulkan dan
dilaporkan mendekati waktu episode pelayanan.
6. Dapat digunakan: agar data yang bermutu menggambarkan
bahasa dan bentuk sehingga diinterpretasi, dianalisis untuk
pengambil keputusan.
7. Seragam: agar definisi elemen data dibakukan dalam organisasi
dan penggunaannya konsisten dengan definisi di luar organisasi.
8. Dapat dibandingkan: agar data yang bermutu terevaluasi dengan
menggunakan referensi data dasar yang berhubungan, sumber-
sumber riset dan literatur.
9. Terjamin: agar data yang bermutu menjamin kerahasiaan
informasi spesifik pasien.
10. Mudah di peroleh: agar data yang bermutu dapat diperoleh
melalui komunikasi langsung dengan tenaga kesehatan, pasien,
rekam medis, dan sumber-sumber lain (Afandi, 2017).
j. Apa manfaat dan fungsi dari rekam medis?
Manfaat dari rekam medis adalah sebagai alat bukti dalam proses
penegakan hukum.Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan
petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta
merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus
diberikan kepada pasien (Samandari, N. A., dkk,. 2016).
Fungsi dokumen rekam medis bagi rumah sakit adalah sebagai
sumber ingatan dan sebagai sumber informasi dalam rangka
melaksanakan perencanaan, penganalisaan, pengambilan keputusan,
penilaian, dan dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya untuk
mendukung terciptanya keberhasilan penyimpanan, pengamanan, dan
pemeliharaan dokumen rekam medis diperlukan adanya ketentuan

18
pokok kearsipan yaitu tempat, sarana prasarana, pemeliharaan
dokumen dari bahaya dan kerusakan (Simanjuntak dan Shella., 2020).
k. Mengapa visum dan rekam medis harus dilakukan?
Visum et Repertum harus dilakukan karena Visum et Repertum
adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses
pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa
manusia, dimana Visum et Repertum menguraikan segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medis yang tertuang di dalam bagian
pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti.
Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat
dokter mengenai hasil pemeriksaan medis tersebut yang tertuang di
dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian Visum et Repertum
secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum
sehingga dengan membaca Visum et Repertum, dapat diketahui
dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi
hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia (Afandi, 2017).
Rekam medis harus dilakukan karena rekam medis mempunyai
peranan yang sangat penting untuk menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Rekam medis berisikan catatan indikasi pasien, anamnese,
pemeriksaan, diagnosa, pengobatan, tindakan dan pelayanan yang
diberikan kepada pasien selama pasien berobat atau dirawat di rumah
sakit, baik yang terjadi dimasa lalu dan dimasa kini. Rekam medis
adalah milik rumah sakit dan isinya merupakan milik pasien yang
harus di peliharan karena banyak pihak yang berkepentingan
membentuknya dan sangat bermanfaat bagi pasien, dokter dan Rumah
Sakit itu sendiri (Nugraheni, 2015).

19
3. Tiga hari kemudian, Tn. Budi membawa surat permintaan visum dari
kepolisian dan memaksa dokter Anton untuk memberikan hasil visum
tersebut, namun dr. Anton menolak memberikan hasil visum karena surat
permintaan tidak dibawa langsung oleh polisi, waktu sudah lewat 3 hari
dari kejadian dan dr. Anton ragu apakah dokter klinik 24 jam bisa
mengeluarkan surat visum.
a. Apa makna Tn. Budi membawa surat permintaan visum dari
kepolisian dan memaksa dokter Anton untuk memberikan hasil visum
tersebut, namun dr. Anton menolak memberikan hasil visum karena
surat permintaan tidak dibawa langsung oleh polisi?
Maknanya Tn. Budi belum memahami prosedur permintaan
visum sedangkan dr. Anton sudah menerapkan prosedur pembuatan
visum dan rekam medis dengan baik. Adanya surat permintaan
keterangan ahli/Visum et Repertum merupakan hal yang penting
untuk dibuatnya Visum et Repertum tersebut. Dokter sebagai
penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya
surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini
merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu
pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum
ada atau korban (hidup) datang sendiri dengan membawa surat
permintaan Visum et Repertum (Priyanto, 2019).
b. Apakah diperbolehkan membawa surat pernyataan visum ke rumah
sakit tanpa penyidik?
Surat permintaan pemeriksaan visum seharusnya harus dibawa
dan diserahkan langsung oleh pihak kepolisian dan pasien tidak bisa
diwakilkan oleh pihak yang lain. Pada pelaksanaanya surat
permintaan visum itu diajukan kepada pihak kepolisian, setelah proses
pelaksanaan pemeriksaan visum itu diproses kemudian diserahkan
oleh pihak kepolisian ke bagian rekam medis sebagai administrasi.
Hal tersebut dikarenakan surat permintaan visum belum sempat
dibuatkan oleh pihak kepolisian (Lapenia, 2019).

20
c. Apa dampak yang dokter Anton dapatkan ketika memberikan hasil
visum kepada Tn. Budi?
Jika dokter anton memberikan hasil visum kepada Tn. Budi
berarti dokter anton telah menyalahi SOP. Surat permintaan
pemeriksaan visum yang seringkali tidak diserahkan kepada pihak
rumah sakit bersamaan dengan proses pemeriksaan rumah sakit,
namun seringkali menyusul di hari berikutnya bahkan 2 hari
berikutnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan SOP yang ada karena
proses pemeriksaan visum dilakukan tanpa adanya surat permintaan,
hanya melalui lisan. Surat permintaan pemeriksaan visum juga
seharusnya harus dibawa dan diserahkan langsung oleh pihak
kepolisian dan pasien tidak bisa diwakilkan oleh pihak yang lain
(Lapenia, 2019).
Berdasarkan SOP yang ditandatangani direktur utama tentang
prosedur pelepasan visum et repertum di rumah sakit
1. polisi datang membawa surat permintaan visum dari kepolisian
2. surat tersebut diberi disposisi dari direktur untuk dibuatkan
visum ke bagian rekam medis
3. Petugas rekam medis mencatat dalam buku ekspedisi
permintaan visum,
4. petugas rekam medis meminta dokter yang merawat untuk
mengisi informasi yang terkandung dalam berkas rekam medis
ke dalam formulir visum (Lapenia, 2019).
Menyalahi SOP termasuk pelanggaran etik kedokteran mengenai
kewajiban umum seorang dokter. Dalam ORTALA MKEK,
pemberian sanksi terhadap dokter terhukum/pelanggar etik dapat
berupa penasihatan, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan
perilaku, pendidikan ulang (re-schooling), hingga pemecatan
keanggotaan IDI, baik secara sementara atau pun permanen. Pada
umumnya sanksi etik tersebut bersifat pembinaan, kecuali pemecatan

21
keanggotaan yang bersifat permanen atau pencabutan keanggotaan
seumur hidup (Rozaliyani, 2018).
d. Apa saja hak dan wewenang dokter saat melakukan visum?
1. Penerimaan korban yang dikirim oleh penyidik
2. Penerimaan surat keterangan ahli/visum et revertum
3. Pemeriksaan korban secara medis
4. Penandatanganan surat keterangan ahli/visum et revertum
(Priyatno, 2019)
e. Adakah UU yang mengatur tentang visum di Indonesia?
Ada, yaitu terdapat pada Pasal 133 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang visum et repertum, yang
mana menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan
penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11
KUHAP. Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal
6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik
tersebut adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana
yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia (Utama, 2014).

22
f. Berapa lama waktu yang dibutuhkan unutk mengeluarkan hasil
visum?
Berdasarkan pasal 20 ayat 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) standar waktu pembuatan visum harus
kurang dari waktu penahanan sementara, yaitu maksimal dua puluh
hari dan dapat diperpanjang hingga empat puluh hari (Saptadirja,
2017). Terdapat beberapa hambatan dalam pembuatan visum et
repertum di antaranya pelaporan yang tertunda sehingga berdampak
terhadap keutuhan barang bukti,keterbatasan fasilitas pemeriksaan,
serta pembiayaan yang belum terjamin (Adzanti, 2019).
g. Bagaimana struktur dan isi pada hasil visum?
Struktur Visum et Repertum adalah sebagai berikut:
1. Pro Justitia
Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan
demikian VeR tidak perlu bermeterai.
2. Pendahuluan
Memuat identitas pemohon VeR, tanggal dan pukul
diterimanya permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa: nama, jenis
kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan
pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan.
3. Pemberitaan (hasil pemeriksaan)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa
yang diamati, terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau
benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis
dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal.
Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya,
koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah
badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis
permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik
serta ukurannya.

23
4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan
sendiri oleh dokter pembuat VeR, dikaitkan dengan maksud dan
tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada bagian ini harus
memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan
derajat kualifikasi luka. Kesimpulan VeR harus dapat
menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam
mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah hanya
resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi
hasil temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku.
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter
tersebut dibuat dengan mengingat sumpah atau janji ketika
menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau
janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta
dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.
(Utama, W.T., 2014).
h. Berapa lama masa berlakunya hasil visum untuk dilaporkan ke polisi?
Hingga saat ini, belum ada peraturan mengenai batasan waktu
berlakunya Visum et Repertum. Namun, karena menurut Kode Etik
Kedokteran Indonesia Visum et Repertum sama kedudukannya
dengan surat keterangan dokter yang mana dalam hal ini salah satu
contohnya adalah rekam medik, maka batasan waktu berlaku Visum
et Repertum bisa mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2008 Pasal 8 tentang Rekam Medis yang
menyebutkan bahwa rekam medis harus disimpan sampai jangka
waktu 10 tahun (Rohadi & Arfi, 2020).

24
i. Siapa saja yang berhak mengetahui dan menerima hasil visum?
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan
pada penyidik saja dengan menggunakan berita acara. Surat
keterangan ahli/Visum et Repertum juga hanya boleh diserahkan pada
pihak penyidik yang memintanya saja. Dapat terjadi dua instansi
penyidikan sekaligus meminta surat Visum et Repertum. Penasehat
hukum tersangka tidak diberi kewenangan untuk meminta Visum et
Repertum kepada dokter, demikian pula tidak boleh meminta salinan
Visum et Repertum langsung dari dokter. Penasehat hukum tersangka
dapat meminta salinan Visum et Repertum dari penyidik atau dari
pengadilan pada masa menjelang persidangan (Priyanto, H., 2019).
j. Dimana saja visum dapat dilakukan?
Hasil visum dapat dimintakan kepada setiap dokter, baik dokter
umum, dokter spesialis klinik, maupun dokter spesialis kedokteran
forensik, tetapi untuk memperoleh hasil yang optimal, ditinjau dari
segi kepentingan bantuan untuk proses peradilan, dan juga pelayanan
kesehatan, maka dilakukan pengaturan sebagai berikut:
1. Wilayah yang tidak memiliki rumah sakit, pemeriksaan dilakukan
oleh dokter umum Puskesmas, untuk kasus yang memerlukan
penanganan spesialis lebih lanjut dilakukan rujukan ke tingkat
yang lebih tinggi untuk selanjutnya ditangani oleh dokter spesialis
klinik yang sesuai;
2. Daerah yang memiliki rumah sakit, pemeriksaan pertama
dilakukan oleh dokter umum dan untuk kasus yang lebih lanjut
memerlukan penanganan spesialis, maka dapat dilakukan rujukan
ke tingkat yang lebih tinggi, dan selanjutnya ditangani oleh dokter
spesialis klinik yang sesuai di rumah sakit yang sama atau rumah
sakit lain dengan kualifikasi lebih tinggi (Ohoiwutun, 2014).

25
k. Bagaimana etika dokter dalam melakukan visum?
Dokter diharapkan memberikan keterangan tentang luka atau
cedera yang dialami korban, penyebab luka, dan seberapa parah luka
tersebut mempengaruhi kesehatan korban (derajat luka atau
kualifikasi luka), Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter tidak
boleh diserahkan kepada pengacara atau keluarga korban, dokter
hanya dapat memberikan bantuan ilmu kedokteran dalam kasus
kejahatan seksual dalam kaitannya dengan fungsi penyelidikan yaitu
menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan, menentukan adanya
tanda-tanda kekerasan, memperkirakan umur, dan menentukan pantas
tidaknya korban untuk kawin (Rohadi & Arfi, 2020).
l. Apakah yang dilakukan oleh dokter Anton sudah benar terkait kasus?
Ya sudah benar. Karena tindakan dokter anton sesuai dengan
KODEKI yaitu Pasal 2 “Seorang dokter wajib selalu melakukan
pengambilan keputusan profesional secara independen, dan
mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi.”
m. Apa isi KODEKI yang berkaitan dengan kasus ini?
1. Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku
profesional dalam ukuran yang tertinggi.
2. Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
3. Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

26
4. Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
(KODEKI Edisi 5)

2.6 Nilai-Nilai Islam


a. QS Al-Maidah : 2
Surat Al Maidah ayat 2 menegaskan bahwa sikap saling tolong
menolong yang dibenarkan dalam Islam adalah menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan. Tolong-menolong dalam hal kemungkaran dan keburukan
tidak diperkenankan dalam Islam.

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar


syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id
(hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan
keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka
bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum
karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh,
Allah sangat berat siksaan-Nya.

27
b. QS An-Nisa : 58
kita sebagai seorang dokter harus bertanggung jawab dan harus
menyampaiakan amanat kepada orang yang berhak menerimanya.
Sebagaimana dijelskan pada ayat dibawah ini :

“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat.”
c. QS Ali imran : 159
Terdapat anjuran untuk senantiasa berkata baik dan bersikap lemah
lembut.

Artinya: "Maka berkat rahmat dari Allah engkau (Muhammad) harus


berlaku lemah lembut kepada mereka, sekiranya kamu bersikap keras dan
berhati kasar. Sehingga mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena
itu, maafkanlah mereka serta mohonkanlah ampun untuk mereka,
kemudian bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Maka

28
apabila Engkau telah membulatkan tekat, bertawakallah kepada Allah.
sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertawakal."

2.7 Kesimpulan
Dokter Anton telah menerapkan prosedur pembuatan visum dan rekam
medis dengan baik dan sudah sesuai dengan KODEKI yaitu pasal 2, 3, 7, dan
17 tetapi Tn. Budi belum memahami prosedur permintaan visum yang baik dan
benar sehingga dokter Anton ragu untuk mengeluarkan hasil visum.

2.8 Kerangka Konsep

Tn. Budi memaksa dr. Anton untuk


mengeluarkan hasil visum

dr. Anton menolak permintaan Tn. Budi


yang tidak sesuai dengan prosedur
pelepasan visum

dr. Anton telah menerapkan peran dokter


dalam prosedur pelepasan visum

dr. Anton telah menerapkan KODEKI

29
DAFTAR PUSTAKA

Adzanti, F., 2019, “Visum Et Repertum Quality of Sexual Violence Cases in


Semarang City,” Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia, 1(1), 18–28.
Afandi, D. 2017. Tata Laksana dan Teknik Pembuatan Visum et Repertum,
University of Riau Press
Rozaliyani A., P.D.I.M.N.L., 2018, “Prinsip Penetapan Sanksi bagi Pelanggaran
Etik Kedokteran,” Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 2(1), 19–22
Simanjuntak, E., R.M.S., 2020, “Pelaksanaan Pemeliharaan Dokumen Rekam
Medis Di Ruangan Filling Rumah Sakit DR. Pirngadi Medan Tahun 2019,”
Jurnal Ilmiah Perekam Dan Informasi Kesehatan Imelda, 5(2).
Priyanto, H., 2019, “Pembuatan Visum Et Repertum Oleh Dokter Sebagai Upaya
Mengungkap Perkara Di Dalam Proses Peradilan ,” Jurnal Idea Hukum ,
5(1).
Lapenia, P, Masturoh, I., 2019. ‘Tinjauan pelaksanaan informasi medis untuk
keperluan visum’, Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, vol.
7, no. 2, 129-136.
Nababan, S.L., Batubara, S.A., Ginting, J.P. and Sitanggang, J.P., 2020. Rekam
Medis Konvensional Dan Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara
Pidana. Al-Adl: Jurnal Hukum, 12(2), 194-207.
Samandari, N. A., W.C.S. dan A.H.R., 2016, “Kekuatan Pembuktian Rekam Medis
Konvensional Dan Elektronik,” Soepra Jurnal Hukum Kesehatan, 2(2).
Ohoiwutun, Y.T., 2014. Urgensi Pemeriksaan Kedokteran Forensik Pada Fase
Penyelidikan dan Penyidikan Perkara Pidana.
Oktaliana, A., & M.L.A., 2021, “Penerapan Bauran Pemasaran Untuk
Meningkatkan Kepuasan Pasien Klinik/Praktik Bersama 24jam Dr. Hadi
Susanto Surabaya ,” Jurnal Manajemen dan Bisnis, 4(1), 81–89.
Priyanto, H., 2019, “Pembuatan Visum EtRepertum Oleh Dokter Sebagai Upaya
Mengungkap Perkara Di Dalam Proses Peradilan,” Jurnal Idea Hukum,
5(1).

30
Ramadianto, A.Y., 2017. Informed Consent as the Agreement in Therapeutic
Contract Between Physician and Patient. Simbur Cahaya, 24(1 Jan 2017),
4258-4284.
Nugraheni, R., 2015, “Analisis Pelayanan Rekam Medis Di Rumah Sakit X Kediri
Jawa Timur,” Jurnal Wiyata, 2(2), 170–175.
Rohadi, M.R., & A.S., 2020, “Refleksi Aspek Medikolegal Visum Et Repertum
Dalam Perkara Pidana Kasus Perlukaan Dari Perspektif Penyidik Sebagai
Penegak Hukum Di Kota Mataram ,” Jurnal Kedokteran, 9, 136–156.
Saptadirja, F.A., S.Y.F. and M.W., 2017, “Harapan polisi di kota Bandung terhadap
pembuatan visum klinik,” Jurnal Sistem Kesehatan, 3(1).
Skeet, M. 2015. Tindakan Para Medis Terhadap Kegiatan dan Pertolongan Pertama.
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparmono. 2013. Keterangan Ahli dan Visum et Repertum dalam Aspek Hukum
Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju.
Syarifudin, A., & Febriani, I. 2015. Sistem Hukum dan Teori Hukum Chaos. Jurnal
Hasanuddin Law Review, 1(2).
Trisnadi, S. 2013. ’Ruang lingkup visum et repertum sebagai alat bukti pada
peristiwa pidana yang mengenai tubuh manusia di rumah sakit bhayangkara
semarang’, Sains Madika, vol. 5, no. 2, 121-127.

31

Anda mungkin juga menyukai