Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PRINSIP SALING MENGUNTUNGKAN DALAM KONTRAK BISNIS


SYARIAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kontrak Bisnis Syariah

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Yasid, MA, LLM

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Alifia Syarifatul Masfi’ah (C02217003)

Azrofi Mahendra Jaya (C92217126)

Suci Rahmawati (C92217176)

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam berbisnis, islam mengajarkan umatnya untuk berperilaku baik dan


senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip yang telah di tentukan syariat. Akan
tetapi, pada realitanyadalam masyarakat banyak sekali orang-orang yang masih
awam terhadap hal tersebut, contoh nyata bisa dilihat dalam beberapa kejadian-
kejadian yang sering terjadi di sekitar kita, yaitu banyak sekali terjadi penipuan
yang mana hal tersebut dapat menimbulkan kerugian dari salah satu pihak.

Dengan terlaksananya prinsip-prinsip dan juga etika dalam berbisnis,


maka hal-hal yang merugikan tersebut akan bisa terhapuskan, agar dapat
memberi sedikit pengetahuan, dalam makalah ini dibahas mengenai etika dalam
berbisnisdan juga prinsip saling menguntungkan dalam berbisnis islam.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini antaralain:
1. Apa yang dimaksud dengan prinsip saling menguntungkan dalam berbisnis
islam?
2. Bagaimana gambaran umum mengenai prinsip saling menguntungkan dalam
kontrak bisnis Islam?
3. Apa saja dasar hukum dalam etika berbisnis?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah iniyakni:
1. Mengetahui dan mengerti apa yang dimaksud dengan prinsip saling
menguntungkan dalam kontrak bisnis Islam
2. Mengetahui gambaran umum tentang prinsip saling menguntungkan dalam
bisnis Islam
3. Mengetahui dasar hukum dalam etika bisnis
4. Mengetahui hal-hal yang dapat menguntungkan dalam transaksi berbisnis
5. Mengetahui prinsip-prinsip dan ketentuan ekonomi dan bisnis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Saling merupakan bentuk adverb (kata keterangan) yang merupakan kata untuk
menerangkan suatu perbuatan yang berbalas-balasan.1 Sedangkan dalam KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia) menguntungkan berasal dari kata untung yang
memiliki beberapa arti, yaitu:
a. suatu keadaan yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa bagi
perjalanan hidup seseorang.
b. Mujur, bahagia.
c. Laba yang diperoleh dalam berdagang dan sebagainya.
d. Guna, manfaat, faedah.2
Meng-untung-kan berarti memberi (mendatangkan) laba; menjadikan
beruntung (mujur, berbahagia); memberi keuntungan (manfaat, faedah, dan lain-
lain)
Secara garis besar saling menguntungkan dapat dikatakan dengan suatu
kejadian dimana dari kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan dan pihak-
pihak tersebut memperolah manfaat ataupun faedah dari suatu kejadian. Dengan
demikian prinsip saling menguntungkan dalam berbisnis dapat diartikan dengan
tidak adanya kerugian antara dua belah pihak yang melakukan kotrak bisnis,
serta juga dengan adanya kontrak tersebut timbul manfaat dan keuntungan antara
dua belah pihak.

B. Bisnis yang menguntungkan


Dalam pandangan Islam bisnis yang menguntungkan itu mengandung
tiga elemen:
1. Mengetahui Investasi Yang Paling Baik
Menurut Islam tujuan dari semua aktivitas manusia hendaknya diniatkan
untuk ibtighai mardhatillah (menunutut keridhaan Allah) karena aktivitas
1
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
2
Ibid.
yang mencari keridhaan Allah adalah merupakan focus dari seluruh
kebaikan. Dengan demikian investasi milik dan kekayaan seseorang itu
dalam hal-hal yang benar tidak mungkin untuk dilewatkan penekanannya.
Dalam hal ini investasi terbaik itu adalah jika ia ditujukan untuk mencapai
ridha Allah.
Semua investasi itu pada dasarnya sangat tergantung pada kondisi dan
keikhlasan orang yang melakukan. Jika ia melakukannya dengan baik dan
penuh ikhlas maka pahala dari investasi itu akan dilipatgandakan dengan
kelipatan yang hanya Allah yang tahu. Selanjutnya harta kekayaan yang
dipergunakan di jalan Allah (dalam hal-hal yang baik) akan Allah
memberikan berkahi dan akan Allah tambah dan lipat gandakan.
Investasi yang baik juga bisa berbentuk cara meringankan, melonggarkan
dan tidak mengejar para pengutang yang benar-benar tidak mampu
mengembalikan hutang tersebut. Perilaku seorang kreditor yang demikian
dianggap sebagai sesuatu perdagangan yang sangat menguntungkan. Sabar
atas rasa sakit yang menimpa fisik dan ancaman mental sebagai akibat
adanya perampasan hak, intimidasi, pertempuran dan pembunuhan (ataupun
dia menjadi seorang terbunuh) karena membela kebenaran, adalah dalam
pandangan Islam dianggap sebagai investasi yang sangat menguntungkan.3
2. Membuat Keputusan Yang Sehat
Agar sebuah bisnis sukses dan mendatangkan untung, hendaknya bisnis
itu didasarkan atas keputusan yang sehat, bijaksana dan hati-hati. Hasil yang
akan dicapai dengan pengambilan keputusan yang sehat dan bijak ini akan
nyata, tahan lama dan bukan hanya merupakan baying-bayang dan sesuatu
yang tidak kekal. Menurut Islam, bisnis yang menguntungkan adalah sebuah
bisnis yang keuntungannya bukan hanya terbatas untuk kehidupan di dunia
ini, namun juga selain keuntungan jangka pendek yang didapat di dunia,
keuntungan itu bisa ia nikmati di akherat dengan keuntungan yang berlipat
ganda.
Usaha untuk mencari keuntungan yang demikian banyak dengan cara-
cara bisnis yang curang akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang sangat

3
Imam Buchori & Siti Musfiqoh, Sistem Ekonomi Islam, (Surabaya: UINSA Press, 2014), hlm. 136-137
tidak baik dan menimbulkan satu kemelaratan, yang mungkin juga terjadi di
dunia ini. Dengan demikan menurut Islam, bisnis yang saling
menguntungkan adalah, bukan hanya dengan melakukan ukuran yang benar
dan timbangan yang tepat, namun juga untuk menghindari segala bentuk fan
praktek-praktek kecurangan.4
3. Mengikuti Perilaku Yang Baik/Benar
Perilaku yang baik mengandung kerja yang baik sangatlah dihargai dan
dianggap sebagai suatu investasi bisnis yang benar-benar menguntungkan.
Karena hal itu akan menjamin adanya kedamaian di dunia dan juga
kesuksesan akherat. Perpaduan tentang bagaimana perilaku seorang itu
diukur dan dinilai telah dipaparkan oleh Al-Qur’an . maka orang-orang yang
beriman, standar ukuran perilaku mereka hendaknya selalu diselaraskan
dengan perilaku Rasulullah SAW.5

Menurut Dr. Muhammad Syafii Antonio, seorang pakar ekonomi syariah, ada
beberapa konsep dasar yang harus dijalankan untuk bisa menjalankan bisnis sesuai
dengan hukum-hukum syariat dan perlu diterapkan agar terhindar dari sikap merugikan
salah satu pihak demi mencapai keuntungan pribadi:6

1. Produk yang Dijual Harus Halal


Aspek barang atau jasa yang dijual menjadi hal yang penting dalam
menjalankan konsep bisnis syariah. Dalam bisnis syariah sesuatu yang haram
menurut syariat maka tidak boleh diperdagangkan. Misalnya: babi, darah,
bangkai, minuman keras, perjudian, penjualan manusia, dll.
2. Bebas Dari Unsur Riba
Dalam konsep bisnis syariah segala sesuatu yang diterima sebagai
“tambahan keuntungan” tanpa dapat dibenarkan oleh salah satu pihak juga tidak
dapat dibenarkan.
3. Akad Dasar Transaksi Bebas Dari Gharar Dan Maysir
Gharar adalah segala sesuatu yang menimbulkan unsur tidak pasti dalam
transaksi atau sesuatu yang disembunyikan dalam transaksi.

4
Ibid, hlm. 138-139
5
Ibid, hlm. 140
6
Heri Kusdianto, Konsep dan Pengertian Bisnis Syariah, pojokbisnis.com
Sedangkan maysir adalah segala sesuatu yang bersifat untung-untungan
sehingga mengandung unsur perjuadian di dalamnya
Karena itu, dalam bisnis syariah segala sesuatu harus sudah jelas sejak
awal dan dijelaskan dalam akad transaksi. Baik dari sisi akadnya maupun sebab
atau risiko yang akan diterima karena adanya akad tersebut
4. Ada Ijab Qabul Antara Penjual Dan Pembeli
Ijab qabul dalam bisnis syariah adalah serah terima yang jelas yang
dilakukan oleh penjual dan pembeli.
Dengan dilaksanakannya ijab qabul atau akad, maka baik penjual dan
pembeli telah memiliki kesepakatan yang jelas. Kesepakatan yang jelas ini
merupakan bentuk kesepakatan bersama sehingga transaksi yang dilakukan
antara penjual dan pembeli dapat berlangsung dengan jelas dan tidak merugikan
salah satu pihak.
5. Perdagangan Harus Dilakukan Secara Adil
Dalam menjalankan bisnis syariah, konsep keadilan menjadi sesuatu
yang penting dan harus selalu dipegang oleh para pelaku bisnis. Dengan adanya
konsep keadilan ini maka baik penjual ataupun pembeli akan terbebas dari
kedzaliman atau sikap aniaya dan sewenang-wenang yang dapat merugikan
salah satu pihak.

C. Beberapa Prinsip dan Ketentuan dalam Ekonomi dan Bisnis Islam


Ekonomi dan Bisnis Islam berkaitan sangat erat dengan akidah dan
syariah Islam sehingga seseorang tidak akan memahami pandangan Islam
tentang ekonomi dan bisnis tanpa memahami dengan baik akidah dan syariah
Islam. Keterikatan dengan akidah/kepercayaan menghasilkan pengawasan
melekat pada dirinya dengan mengindahkan perintah dan larangan Allah yang
terecermin pada kegiatan halal dan haram. Ini juga mendorong penerapan
akhlak sehingga terjalin hubungan harmonis dengan mitranya yang pada
gilirannnya akan mengantar kepada lahirnya keuntungan bersama, bukan
sekedar keuntungan sepihak.

Berikut beberapa prinsip yang harus dipegang teguh oleh pebisnis:


1. Yang Berkaitan dengan Hati dan Kepercayaan
Semua kegiatan yang dilakukan seorang Muslim, hendak-nya atau harus
dikaitkan dengan akidah/kepercayaan, dari yang sekecil-kecilnya hingga
yang sebesar-besarnya. Makan, berpakaian, tidur (cara tidur dan bangun
tidur), mandi atau ke WC (termasuk kaki mana yang hendaknya
didahulukan melangkah ketika masuk dan keluar), semua ada aturan dan
tuntunannya dan semua dikaitkan dengan Allah swt. Jika demikian wajar
jika aktivitas bisnis harus dikaitkan pula dengan Allah swt. Beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut:
a) Perlunya memiliki motivasi dan niat yang benar dalam
konteks mencari dan menafkahkan harta. Dengan niat
yang benar, segala kegiatan untuk memperoleh dan
menafkahkannya, akan tercatat sebagai ibadah dan
memperoleh ganjaran.
b) Harta adalah milik dan amanat Allah yang diserah- kan
kepada manusia agar mereka tunaikan sesuai pesan Allah.
Dengan dernikian, harta di tangan pengusaha Muslim
adalah Sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan. la
harus memiliki fungsi sosial sebagaimana yang
dipesankan oleh Sang Pemilik Allah SWT
c) Harta adalah ujian, karena itu keluasan rezeki atau
kesempitannya, bukan bukti ridha Allah atau ketidak-
senangan-Nya terhadap seseorang, bahkan bisa jadi
perluasan rezeki sebagai salah satu cara Tuhan mengulur
sang durhaka sehingga dia semakin larut dalam
kedurhakaan yang dapat mengakibatkan makin besar dan
pedihnya ancaman siksa terhadapnya.
d) allah adalah Penganugerah rezeki, Dia yang membagi-
baginya sesuai kehendak-Nya. Salah satu bukti
ketidakmampuan manusia membagi rezeki adalah
keinginan semua manusia untuk meraih sebanyak
mungkin untuk diri dan keluarganya, tetapi ternyata,
banyak yang tidak memperoleh dambaannya, bahkan
manusia durhaka tidak pernah merasa puas dengan
perolehannya. Karena itu Allah yang membaginya dengan
cara dan kadar yang dapat mengantar ter- jalinnya
hubungan timbal balik antara anggota masyarakat.

2. Yang Berkaitan dengan Moral Pebisnis

Dalam menangani seluruh masalah kehidupan, Islam menekankan Sisi


moralitas, karena itu hukum-hukum yang ditetapkan Allah, termasuk
dalam aspek ekonomi/bisnis, selalu dikaitkan-Nya dengan moral yang
melahirkan hubungan timbal balik yang harmonis. Peraturan, syarat yang
mengikat, serta sanksi yang menanti, merupakan tiga hal yang selalu
berkaitan dengan bisnis, dan di atas ketiga hal tersebut ada etika.

Artinya:

“La Dharar wa la Dhirar/tidak dibenarkan merugikan diri


sendiri tidak juga orang lain." (HR. Ibnu Måjah). “

Ini berarti bahwa setiap orang paling tidak ha rus menahan diri sehingga
tidak merugikan siapa pun. Sabda ini menuntut pebisnis, bahkan semua
yang berinteraksi dengan pihak lain, untuk memperlakukan mitranya
sebagaimana ia ingin diperlakukan.

Tanpa penerapan kaidah Lå Dharar wa lå Dhirår itu dalam interaksi


manusia—apa pun bentuknya—maka kelangsungan hubungan tidak akan
terlaksana. Tetapi perlu diingat bahwa penekanan pada landasan moral
dalam berbagai aspeknya, sama sekali tidak berarti menolak perolehan
keuntungan material, atau tidak memperhitungkan manfaat ekonomi.
Keberhasilan ekonomi dalarn pandangan Islam terletak pada kesesuaian
antara kebutuhan moral dan material. Jika moralitas dipisahkan dari
suatu kegiatan termasuk kegiatan ekonomi maka stabilitas dan
keseimbangan sosial akan sangat rapuh dan akhirnya akan runtuh.
Karena Saat itu yang terjadi adalah persaingan tidak sehat dan
antagonisme, curiga mencurigai, bukannya kerja sama harmonis dan
Saling mencintai.

3. Yang Berkaitan dengan Pengembangan Harta


Ada tiga kemungkinan bagi pernilik harta dalam menggunakan hartanya:
(a). Dibelanjakan, (b). Diinvestasikan, dan (c). Ditumpuk.
Pada prinsipnya ketiga hal ini terlarang dengan keras jika menimbulkan
dampak negatif. Seseorang boleh membelanjakan hartanya asal tidak
mengakibatkan pemborosan atau membuang-buangnya. Seseorang yang
terbiasa memberi bantuan bukan pada tempatnya dapat dikenakan
atasnya pembatasan kewenangan menggunakan hartanya.
Menginvestasikan harta pun tidak boleh terlepas dari aspek kemaslahatan
dan keadilan itu. Dari sini lahir larangan riba. Apa pun definisi riba, yang
jelas unsur utamanya adalah kezaliman, yakni eksploitasi yang lemah
Oleh yang kuat. Sedang penumpukan tanpa melaksanakan fungsi
sosialnya diancam dengan siksa neraka (QS. at-Taubah 191: 34, QS. al-
Humazah (1041: 1-2). Alhasil, harta harus dikembangkan secara baik
dan benar. Karena kalau ditumpuk tanpa pengembangan maka jumlah
modal yang mestinya tersedia menjadi berkurang, dan ini dapat
mengurangi kesejahteraan yang didambakan al-Qur'an.

Karena itulah, antara lain, pengasuh/wali anak dituntun untuk


mengembangkan harta anak yatim yang ada dalam wewenangnya dan
dari keuntunganlah dipenuhi kebutuhan anak yatim, bukan dari
modalnya. Ini merupakan salah satu upaya yang mendorong terjadinya
sirkulasi harta yang dapat menyentuh masyarakat banyak. Dari sini pula
pemusatan kekayaan pada satu atau dua kelompok orang kaya saja. 7
7
Quraish Shihab, M. Berbisnis Dengan Allah, (Tanggerang: Lentera Hati, 2008), hlm 10-21
D. Dasar Hukum Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Kompilasi hokum ekonomi syariah merupakan landasan hukum materiil
para hakim di peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah,
yang mana diberlakukan sebagai hukum positif di Indonesia berdasarkan
peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2008 tanggal 10 september 2008.8
Dalam pemikirannya KHES merupakan undang-undang yang dibuat sebagai
alat positifisasi dan juga penyelaras keputusan hakim.
Secara sosiologis, KHES disusun sebagai respon terhadap
pengembangan baru dalam hukum muamalat dalam bentuk praktik-praktik
ekonomi syariah melalui lembaga keuangan syariah yang memerlukan payung
hukum. Namun secara konstitusional, KHES disusun sebagai respon terhadap
UU No. 07 Tahun 1989 tentang peradilan agama (UUPA), yang memperluas
kewenangan peradilan agama, yang meliputi bidang perkara hukum ekonomi
syariah.
Disamping mengambil ketentuan perikatan yang diatur dalam kompilasi
hukum ekonomi syariah, para hakim pengadilan agama dalam hal penerapan
hukum Islam bidang perikatan juga dapat mengambil hukum dari kebiasaan
atau ‘urf yang biasa terjadi di bidang kontrak, sebagaimana yang biasa terjadi di
bidang perdagangan seandaiinya pada bidang tersebut belum ada yang
mengatur.

8
Gemala Dewi, hukum Perikatan di Indonesia, (Depok: PREDAMEDIA. 2018). Halaman 38.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sebagai seorang muslim tentunya kita harus menjalankan hidup dengan


tujuan sebagai ibadah. Tidak terkecuali dengan kegiatan bisnis atau usaha.
Melakukan kegiatan bisnis demi memenuhi kebutuhan dan memperbaiki
kehidupan agar menjadi lebih baik tentunya jangan sampai kita melupakan apa
tujuan kita hidup di dunia ini. Untuk itu menjaga keimanan kita dan tetap
berpegang teguh kepada Aqidah dalam menjalankan bisnis penting rasanya agar
kita dapat terhidar dari dosa dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang
dititipkan kepada kita kelak di akhir nanti.

Dalam Islam, kegiatan berbisnis guna memenuhi kebutuhan hidup sangat


lah dianjurkan. Manusia diberi kebebasan untuk mengeksplor segala bentuk
usaha. Namun, disamping itu manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki
akal pikiran juga dibatasi oleh sebuah etika dalam menjalankan bisnis itu sendiri.
Etika berbisnis dalam islam memiliki prinsip dasar yang sesuai dengan Al-
Qur’an dan hadits, yaitu Prinsip kepercayaan, Prinsip mora dan pengembangan
harta/investasi
Dalam melaksanakan bisnis kita dituntut untuk adil yang mana tidak
berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak serta memberikan sesuatu
kepada orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya. prinsip keadilan ini
dimaksudkan untuk menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin sehingga
tercipta sebuah pemeratan kesejahteraan antar sesama manusia. Dalam islam,
juga terdapat transaksi-transaksi bisnis yang tentu mampu menciptakan
kemaslahatan kehidupan manusia. Transaksi tersebut haruslah sesuai, yaitu
barang yang halal, terhindar dari riba, barangnya jelas dan berlangsung dengan
akad yang adil.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Gamela, dkk. 2018. Hukum Perikatan di Indonesia. Depok: PRENADAMEDIA


GROUP.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata Perdara.

Sari, Elsi Kartika. Simangsong, Advebndi. 2007. Perbandingan Desain Industrii di


Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas. Jakarta: Grasindo.

Sholikhin, Ahmad Irfan. 2013. Buku PIntar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka.

Suma, Muhammad Amin. 2005. Hukum Keluarga Islam Di Dunia. Jakarta: PT. Jakarta
Grafindo Persada

Syafe’I, Rahmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.

Tutik, Triwulan Titik. 2015. Hukum Perdata Dari sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana.

Shihab, Quraish M. 2008. Berbisnis dengan Allah. Tanggerang: Lentera Hati.

Anda mungkin juga menyukai