Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Amputasi berasal dari kata “ amputare “ yang kurang lebih diartikan


“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan
pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Tindakan ini merupakan tindakan
yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang
terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti
dapat menimbulkan komplikasi infeksi.1
Trauma Amputasi paling sering terjadi pada usia antara 17-55 tahun (71%
pria). Lebih banyak mengenai alat gerak bawah, dengan ratio 10 : 1 dibandingkan
dengan alat gerak atas. Trauma dari ekstremitas melibatkan kerusakan pada
vaskuler atau nervus, luka bakar, dingin, dan fraktur yang tidak menyembuh. Ini
dapat membuat ekstremitas secara permanen kurang fungsional. Dalam kasus
tersebut. amputasi awal, dalam upaya menyelamatkan anggota badan, seringkali
merupakan pilihan terbaik.2
Trauma merupakan alasan utama dari amputasi ekstremitas atas.
Keganasan merupakan penyebab terbanyak selanjutnya yang menjadi alasan
amputasi ekstremitas atas. Amputasi ekstremitas atas pada kasus trauma terjadi
sebanyak 3.8 dalam 100.000 kasus; amputasi jari adalah kasus terbanyak (2.8
dalam 100.000 kasus). Amputasi tangan pada kasus trauma terjadi sebanyak 0.16
dalam 100.000 kasus, sedangkan amputasi transhumeral akibat trauma terjadi
dalam tingkat 0.1 dalam 100.000 kasus.3

1
BAB II
KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 18 Februari 1968
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 26 Mret 2017
Alamat : Ds. Powelua, Kec. Banawa Tengah

B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Luka pada Jari Kaki

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien berobat ke puskesmas Wani dengan keluahn luka pada jari kaki.
Luka pada jari terjadi karena terkena linggis saat bekerja di kebun. Kejadian itu
terjadi kurang lebih 7 hari yag lalu, sempat dibawa ke puskesmas pantoloan
untuk diberikan penanganan awal. Saat di IGD luka pasien dijahit dan
diberikan antibiotik. Saat mengganti perban di puskemas wani, jari pasien
tampak kehitaman dan terdapat pus. Pasien mengeluh nyeri saat digunakan
berjalan, sehingga sulit melakukan aktivitas.
Sejak ada luka ini, pasien membatasi makannya karena takut dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Pasien menjelaskan bahwa rumah pasien
berjarak kurang lebih 7 km dari puskesmas pantoloan.

2
Gambar 1. Tampakan Luka pasien saat kunjungan ke PKM Wani

Riwayat penyakit sebelumnya :

Pasien belum pernah mengalami penyakit tertentu sbelumnya.


Riwayat penyakit keluarga:
Di keluarga pasien tidak riwayat penyakit tertentu sepertu Diabetes atau
hipertensi.
Riwayat sosial – ekonomi :
Pasien bekerja sebagai petani.
Riwayat kebiasaan dan lingkungan:
Pasien bekerja sebagai petani, kebun pasien berjaak kurang lebih 2 km
dari rumah pasien, pasien tinggal bersama suami, mertua, dan kedua anak
pasien. Pasien bekerja bersama suaminya. Rumah pasien dikelilingi oleh rumah
tetangganya.
Sejak mengalami kejadian itu, pasien tidak bekerja di kebun. Hanya
beristirahat di rumah. Keluarga pasien sangat akran dengan masyarakat
disekitarnya. Askses menuju pemukiman tempat pasien tinggal berjarak kurang
lebih 7 km dari jalan utama. Di sana terdapat puskesmas pembantu berharak
kurang lebih 2 km dari pasien.

3
Anamnesis makanan:
Pasien membatasi makanan yang dia konsumsi, pasien berpikir makanan
yang diam amakan dapat menghambat penyembuhan luka, sehingga hanya
mengkomsumsi nasi dan sayur.

Gambar 2. Tampakan rumah pasien dari depan

Gambar 3. Tampakan plavon rumah pasien.

4
Gambar 4. Tampakan dapur rumah pasien.

5
Gambar 5. Tampakan kamar rumah pasien.

6
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Berat badan : 40 kg
Panjang badan : 152cm

Tanda Vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Denyut Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,5°C

Kulit:
Ruam : -
Turgor : Kembali kurang dari 2 detik

Kepala:
Bentuk : Normocephale
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung : Rhinorrhea -/-
Mulut : Mulut tidak kering, tonsil sulit dinilai, faring hiperemis –
Telinga : Otorrhea -/-

Leher:
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Paru-paru:
Inspeksi = Pengembangan paru simetris bilateral, retraksi -/-
Palpasi = Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi = Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi = Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

7
Jantung:
Inspeksi = Ictus cordis tidak tampak
Palpasi = Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavikula sinistra
Perkusi = Pekak
Auskultasi = Bunyi jantung I/II murni regular

Abdomen:
Inspeksi = Kesan cembung
Auskultasi = Peristaltik kesan normal
Perkusi = Timpani
Palpasi = Nyeri tekan (-), massa (-)

Anggota gerak:
Ekstremitas atas = Akral hangat tanpa edema
Ekstremitas bawah = digiti II, tampak kehitaman disertai pus.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan GDS.
FOTO Polos Pedis

E. RESUME
Pasien prempuan umur 47 tahun berobat ke puskesmas Wani dengan
keluhan luka pada jari kaki sejak kurang lebih seminggu yang lalu. Pada hari
kejadian pasien di bawa ke puskemas Wani, diberikan penanganan awal
kemudian dibawa ke rumah sakit Madani.
Saat berobat ke puskesmas Wani untuk kontrol, jari tampak kehitaman dan
terdapat pus, sehingga pasien disarakan untuk berobat ke rumah sakit madani.
Kemudian pasien disarakan untuk kontrol di puskesmas wani.

8
Saat kontrol kedua kalinya di puskesmas Wani, keluhan pasien tidak
mengalami perbaikan, sehingga kami kembali merujuk pasien ke Rumah sakit,
namu ke RSUD Undata. Pasien disarankan untuk dilakukan amputasi.
F. DIAGNOSIS
Traumatik Amputatum

G. ANJURAN PEMERIKSAAN
Foto Polos Pedis

H. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
 Menganjurkan pasien agar istirahat yang cukup.
 Menganjurkan pasien agar mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.
 Menganjurkan untuk menjaga kebersihan luka..

Medikamentosa :
 Analgesik.
 Antibiotik
 Vitamin.

Gambar 6. Tampakan luka post operasi

9
BAB III

DISKUSI

ASPEK KLINIS
Tujuan utama setelah amputasi adalah penyembuhan luka, pengendalian
edema, dan pencegahan terhadap kontraktur dan dekondisi. Pasien yang
mengalami amputasi ekstremitas atas akibat trauma atau keganasan, umumnya
memiliki peredaran darah yang normal dan sebagian besar daerah yang
diamputasi tersebut akan sembuh dengan cepat. Edema dapat dicegah dengan
penggunaan shrinker sock, perban elastic yang diikat dengan teknik angka delapan
yang memberi tekanan pada bagian distal dari lengan tanpa mengguncang lengan,
atau dengan menggunakan pakaian yang kaku. Pada beberapa pusat rehabilitasi,
pemasangan prosthesis post operasi dilakukan di ruang operasi. Pemasangan ini
dilakukan segera setelah penjahitan kulit atau penyatuan jaringan lunak.
Pemasangan prosthesis setelah operasi memungkinkan adanya drainase sehingga
terbentuknya edema dapat dicegah. Pemasangan prosthesis sesegera mungkin
akan mempercepat latihan.4

Identifikasi dan pengobatan dini terhadap jaringan yang melakat sangat


penting dilakukan. Jaringan parut dapat terbentuk diantara kulit, otot dan tulang.
Perleketan ini akan menyebabkan nyeri terutama saat otot berkontraksi atau sendi
digerakkan selama penggunaan prosthesis.4,5

Nyeri pada organ residu dan phantom pain adalah dua keadaan yang
biasanya terjadi pada pasien yang mengalami amputasi ekstremitas atas. Phantom
sensation sangat sering terjadi, sayangnya mengurangi phantom pain hanya terjadi
pada 5% orang yang diamputasi. Walaupun banyak intervensi yang dilakukan
untuk mengatasi phantom pain, namun belum ditemukan pengobatan yang efektif.
Obat-obatan dan fisioterapi harus tetap dicoba untuk menentukan intevensi yang
paling efektif. Terapi fisik dapat berupa transcutaneous electrical nerve
stimulation unit (TENS), manipulasi fisik dan masase organ residu. Pemasangan
prosthesis yang nyaman akan membantu mmengurangi rasa nyeri.4,5

10
Obat-obatan neuromodulator, seperti tricyclic antidepresan dan
antiepileptikum (gabapentin) sering kali digunakan dan memberikan hasil yang
bervariasi. β bloker (propanolol dan atenolol) ternyata juga memiliki efek untuk
mengatasi phantom pain. β bloker dapat digunakan pada pasien-pasien yang
mengonsumsi obat antihipertensi. Penggunaan β bloker pada pasien yang
diamputasi dengan riwayat hipertensi atau sakit jantung tidak hanya mengatasi
hipertensi saja melainkan juga mengatasi phantom pain yang dialami pasien.4,5

Opioid dapat menjadi pilihan bila semua metode gagal mengatasi phantom
pain. Bila pasien dengan phantom pain dianjurkan menggunakan analgesia dalam
jangka waktu yang lama, maka long-acting opioid dapat digunakan. Long-acting
opioid memiliki efek habituasi dan adiksi yang lebih kecil. Sebagian besar orang
yang diamputasi dengan nyeri hebat intermiten dapat diobati dengan
menggunakan short-acting opioid dosis kecil, seperti oxycodone. Pada pasien
dengan nyeri hebat yang tidak mengalami remisi sangat dianjurkan untuk dirujuk
ke spesialis.4,5

ASPEK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


Menurut H.L Blum, ada 4 faktor yang bersama-sama mempengaruhi tingkat
kesehatan masyarakat, yaitu kesehatan lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan,
dan genetik/keturunan. Keempat faktor tersebut disamping berpengaruh langsung
kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya.

1. Kesehatan Lingkungan
Rumah yang memiliki kelembapan suhu ruangan yang rendah dapat secara
langsung mempengaruhi keadaan luka, sehingga luka mudah lembab dan
basah, pasien diharapkan selalu menggti perban di puskesmas, naum jarak
dari sarana kesehatan sangat jauh sehingga menyulitkan pasien.
Selain pekerjaan pasien sebagai petani, dapat secara langsung
mempengaruhi keadaan luka pasien, karena sangat berisiko mengotori luka
yang ada,sehingga pasien disarakan untuk berisitirahat penuh di rumah.

11
2. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Pengetahuan pasien mengenai penyebuhan luka sangat berpengaruh terhadap
lamanya penyembuhan luka, sebagai contoh pasien ini membatasi
makanannya, sehingga asupan gizi yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka
tidak dapat dipenuhi. Pasien disarakan untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein tinggi, serta meminumobat secara teratur.

3. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesesahatan dari rumah pasien sangat jauh, kurang lebih 7
KM, sedangkan puskesmas pembantu di wilayah pasien sangat jarang
terdapat petugas kesehatannya. Sarana kesehatan yang mudah dijangkau
sangat mempengaruhi kesembuhan pasien, pasien lebih mudah melakukan
pengobatan kontrol, sehingga mudah diobservasi serta diamati proses dari
kesembuhan pasien.

4. Keturunan
Proses penyembuhan luka sangat berhubungan dengan faktor genetik.
Contohnya jika pasien memiliki faktor genetik penyakit metabolik seperti
diabetes mellitus. Untuk itu saat pasien berobat ke puskesmas Wani, pasien
dilakukan pemeriksaan Lab untuk gula darah sewaktu, hasilnya normal, yaitu
99 mg/dl.

12
BAB IV
KESIMPULAN

1. Traumatik amputatum adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada


anggota tubuh, yang menyebabkan jaringan yang mengalami trauma
mengalami nekrosis dan harus dikeluarkan.
2. Pasien mengalami kesulitan menuju ke sarana kesehatan karena jarak yang
jauh dari rumah pasien.
3. Ada beberapa faktor yang bersama-sama mempengaruhi tingkat kesehatan
masyarakat yaitu : kesehatan lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
genetik/keturunan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong W, Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam


Syamsuhidajat R, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2008.
2. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures, Eighth Edition, Butterwordh-Heinemann,
London, 2001.
3. Mark D. Miller, Jennifer A. Hart & John M. Macknight, 2009,
Essential Orthopaedics, Saunders, Philadelphia.
4. Mark D. Miller, Jennifer A. Hart & John M. Macknight, 2009,
Essential Orthopaedics, Saunders, Philadelphia.
5. Mark D. Miller, Jennifer A. Hart & Stephen R. Thompson, 2008,
Review Orthopedic Third Edition, Saunders, Philadelphia.

14

Anda mungkin juga menyukai