Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

“ FRAKTUR PADA RADIX DAN CORONA GIGI ”

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh

Program Pendidikan Profesi Dokter (PPPD)

Bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut RSUD dr. Adhyatma Semarang

Dosen Pembimbing

Drg. Sriningsih Dini I., M. Kes

Oleh :

Novia Aulia Rahman

01.210.6239

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2014
HALAMAN PENGESAHAN

Nama / NIM : Novia Aulia Rahman / 01.210.6239

Universitas : Islam Sultan Agung

Fakultas : Kedokteran Umum

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Diajukan : Agustus 2014

Periode Kepaniteraan : 18 Agustus – 30 Agustus 2014

Bagian : Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut

Pembimbing : drg. Sriningsih Dini I., M. Kes

Telah diperiksa dan disetujui tanggal : ...............................

Mengetahui,

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut

RSUD dr. Adhyatma Semarang Pembimbing

Drg. Evalina Drg. Sriningsih Dini I., M. Kes


DESKRIPSI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
a. Nama : Tn. D

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Umur : 33 tahun

d. Alamat : Semarang

e. Suku bangsa : Jawa

f. No. CM : 45-51-10

g. Tanggal periksa : 21 Agustus 2014

II. KELUHAN SUBJEKTIF ANAMNESA


i. Keluhan utama : Gigi patah dan nyeri setelah kecelakaan
lalu lintas 1 hari yang lalu

ii. Anamnesa : dilakukan secara autoanamnesis pada


tanggal 21 Agustus 2014

a) Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke poli gigi dan mulut RSUD dr.
Adhyatma Semarang, dengan keluhan sejak 1 hari yang lalu
kecelakaan lalu lintas, gigi patah dan nyeri saat makan / nyeri
saat disentuh, mengganggu aktivitas sehari-hari, kadang tidur
terganggu karena nyeri pada giginya. Sudah diobati dengan
obat pengurang rasa nyeri dan antibiotik yang dibeli di apotek
tetapi tidak menghilangkan sakitnya.
b) Riwayat penyakit dahulu :
1. Riwayat penyakit sistemik :
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Hipertensi: disangkal
 Riwayat asma : Ada
2. Riwayat penyakit gigi dan mulut :
Sebelumnya pasien pernah ekstraksi gigi.

c) Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini. Riwayat
hipertensi pada keluarga (-), riwayat DM (-).

d) Riwayat sosial ekonomi :


Kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN OBYEKTIF


1. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan gizi : Baik

Derajat Sakit : Sedang

Sianosis (-), anemis (-), ikterik (-)

2. Status Present
Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

Berat Badan : 75 kg

Tinggi Badan : 172 cm


3. Ekstra oral
Asimetri muka : (-)

Tanda-tanda radang : (-)

Bibir : tidak ada kelainan

4. Intra Oral
a) Gigi : caries (-), plak (-), calculus (-)
b) Gingiva : tidak ada kelainan
c) Bibir : tidak ada kelainan
d) Mukosa : mukosa pipi tidak ada kelainan
mukosa faring tidak ada kelainan

e) Lidah : laserasi (-), tremor (-), deviasi (-)


f) Palatum : mukosa palatum molle tidak ada kelainan
mukosa palatum durum tidak ada kelainan

g) Tulang rahang / alveolar : tidak ada kelainan


5. Status Lokalis
Nomenklatur WHO

1 2

87654321 12345678

87654321 12345678

4 3

Lokasi : 1.1 (Incisivus 1 kanan atas)

2.1 (Incisivus 1 kiri atas)


Pemeriksaan Gigi

1) Inspeksi : caries (-), calculus (-), gingival oedem (-),


laserasi (-)
2) Sondase : (-)
3) Perkusi : (+)
4) Tekanan : tidak dilakukan
5) Palpasi : gigi goyang
6) Test thermal : (-)
7) Pemeriksaan dengan foto rontgen : dilakukan foto Panoramic

IV. ORAL HYGIENE


Sedang

V. DIAGNOSA
1 1 FRAKTUR RADIX DAN CORONA

VI. DIFERENTIAL DIAGNOSA


-
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan foto panoramic

Pemeriksaan foto thorak : tidak dilakukan

Pemeriksaan darah rutin : tidak dilakukan

VIII. TERAPI
Tindakan yang dilakukan pada fraktur gigi yaitu ekstraksi pada gigi
yang patah dan nyeri.

Medikamentosa :

R/ Amoxicilin tab 500 mg no. XV

S.3.d.d tab I
R/ Asam Mefenamat tab 500 mg no. X

S.p.r.n tab I

R/ Hexadol gargel

S. Gargarisme

IX. KOMPLIKASI
Infeksi

X. SUMMARY
Pasien datang ke poli gigi dan mulut RSUD dr. Adhyatma
Semarang, dengan keluhan sejak 1 hari yang lalu kecelakaan lalu
lintas, gigi patah dan nyeri saat makan / nyeri saat disentuh,
mengganggu aktivitas sehari-hari, kadang tidur terganggu karena nyeri
pada giginya. Sudah diobati dengan obat pengurang rasa nyeri dan
antibiotik yang dibeli di apotek tetapi tidak menghilangkan sakitnya.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka didiagnosis sementara pasien menderita fraktur 1.1 & 2.1 radix
dan korona. Dan selanjutnya dirujuk kedokter gigi.
FRAKTUR DENTOALVEOLAR

I. Definisi Fraktur Dentoalveolar


Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu
bagian terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, 2002). Literatur
lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
trauma (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur
dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas jaringan keras pada
stuktur gigi dan alveolusnya disebabkan trauma.

II. Klasifikasi Fraktur Dentoalveolar


Klasifikasi yang banyak dijadikan pedoman dalam penanganan fraktur
dentoalveolar adalah klasifikasi menurut World Health Organization (WHO).
Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO)
diterapkan pada gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras gigi,
jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut. Pada pembahasan
ini klasifikasi WHO yang diterangkan hanya pada trauma yang mengakibatkan
fraktur dentoalveolar, yaitu cedera pada jaringan keras gigi dan pulpa, jaringan
periodontal, dan tulang pendukung (Welbury, 2005) :
1. Cedera pada jaringan keras gigi dan pulpa (gambar 2.1)
1) Enamel infraction: jenis fraktur tidak sempurna dan hanya berupa
retakan tanpa hilangnya substansi gigi.
2) Fraktur email: hilangnya substansi gigi berupa email saja.
3) Fraktur email-dentin: hilangnya substansi gigi terbatas pada email
dan dentin tanpa melibatkan pulpa gigi.
4) Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture): fraktur
email dan dentin dengan pulpa yang terpapar.
5) Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root
fracture): fraktur email, dentin, sementum, tetapi tidak melibatkan
pulpa.
6) Fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture):
fraktur email, dentin, dan sementum dengan pulpa yang terpapar.
7) Fraktur akar: fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa,
dapat disubklasifikasikan lagi menjadi apikal, tengah, dan sepertiga
koronal(gingiva).

Gambar 2.1 Cedera pada Jaringan Keras Gigi dan Jaringan Pulpa
(Fonseca,2005).

2. Cedera pada jaringan periodontal (gambar 2.2)


1) Concussion: tidak ada perpindahan gigi, tetapi ada reaksi ketika
diperkusi.
2) Subluksasi: kegoyangan abnormal tetapi tidak ada perpindahan gigi.
3) Luksasi ekstrusif (partial avulsion): perpindahan gigi sebagian dari
soket.
4) Luksasi lateral: perpindahan ke arah aksial disertai fraktur soket
alveolar.
5) Luksasi intrusif: perpindahan ke arah tulang alveolar disertai fraktur
soket alveolar.
6) Avulsi: gigi lepas dari soketnya.
Gambar 2.2 Cedera pada Jaringan Periodontal (Fonseca, 2005).

3. Cedera pada tulang pendukung (gambar 2.3)


1) Pecah dinding soket alveolar mandibula atau maksila : hancur dan
tertekannya soket alveolar, ditemukan pada cedera intrusif dan
lateral luksasi.
2) Fraktur dinding soket alveolar mandibula atau maksila : fraktur yang
terbatas pada fasial atau lingual/palatal dinding soket.
3) Fraktur prosesus alveolar mandibula atau maksila : fraktur prosesus
alveolar yang dapat melibatkan soket gigi.
4) Fraktur mandibula atau maksila : dapat atau tidak melibatkan soket
alveolar.
Gambar 2.3 Cedera pada Tulang Pendukung (Fonseca, 2005).

III. Etiologi dan Epidemiologi


Penyebab trauma dibagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung.
Trauma langsung jika benturannya itu langsung mengenai gigi, biasanya
pada regio anterior. Trauma tidak langsung terjadi ketika ada benturan
rahang bawah ke rahang atas, gigi patah pada bagian mahkota atau mahkota-
akar di gigi premolar dan molar, dan juga pada kondilus dan simfisis
rahang. Faktor yang memengaruhi hasil trauma adalah kombinasi dari
energi impaksi, resiliensi objek yang terkena impaksi, bentuk objek yang
terkena impaksi, dan sudut arah gaya impaksi (Welburry, 2005).
Penyebab umum trauma adalah terjatuh dengan perbandingan antara
26% dan 82% dari semua kasus cedera, tergantung pada subpopulasi yang
diteliti. Olahraga merupakan penyebab kedua yang mengakibatkan cedera
(Berman, et al., 2007).
Gambar 2.4 Menunjukkan persentasi kejadian fraktur menurut klasifikasi
cedera pada jaringan pendukung gigi.
Gambar 2.4 Persentasi Kejadian Fraktur (Koch and Poulsen, 2001).

IV. Penegakan Diagnosis

Pemeriksaan terhadap pasien meliputi anamnesis dan pemeriksaan


fisik yang terdiri atas keadaan umum, kondisi ekstra oral dan intra oral. Dari
anamnesis dapat diketahui mekanisme trauma, yang berguna untuk
mengetahui ada tidaknya fraktur di bagian tubuh lain. Keadaan umum pasien
dengan fraktur dentoalveolar yang berdiri sendiri biasanya baik, dengan
kesadaran kompos mentis. Apabila disertai cedera kepala dan fraktur serta
vulnus di bagian tubuh lain yang dapat menimbulkan gangguan pernafasan,
sirkulasi, atau neurologi, maka kesadaran dapat menurun.
Pada pemeriksaan ekstra oral dapat ditemukan asimetri wajah berupa
bengkak di bibir, hematoma, abrasi, dan laserasi. Kedalaman laserasi
sebaiknya diperiksa untuk mengetahui apakah ada struktur vital yang terlibat,
seperti duktus kelenjar parotis atau nervus fasialis.
Pemeriksaan intra oral meliputi jaringan lunak dan jaringan keras.
Trauma di anterior biasanya mengakibatkan kerusakan bibir yang parah.
Hematoma sering ditemukan dan pada palpasi dapat teraba kepingan gigi atau
benda asing yang tertanam di jaringan lunak. Bibir bawah dapat tergigit
sehingga terjadi laserasi. Bila gigi avulsi, pada gingiva akan tampak luka
seperti bekas ekstraksi. Selain itu bisa ditemukan juga laserasi gingiva dan
deformitas tulang alveolar. Pada anterior mandibula dapat terjadi degloving,
yaitu sobekan horisontal di sulkus labialis pada perbatasan attached dan free
gingiva, bila pasien jatuh tertelungkup dan terseret ke depan. Sobekan terjadi
di periosteum dan pada kasus yang parah saraf mentalis dapat terbuka.
Pada gigi dapat terjadi fraktur mahkota, dengan atau tanpa
terbukanya kamar pulpa, dengan perkusi yang positif. Gigi dapat goyang,
bergeser ke segala arah, ekstrusi, intrusi dan bahkan avulsi. Perubahan
tersebut dapat menimbulkan maloklusi. Gigi yang tidak tampak bergeser
tetapi goyang dicurigai telah mengalami fraktur akar, baik vertikal maupun
horisontal. Fraktur yang paling sulit dideteksi adalah fraktur akar yang stabil
dan retak vertikal mahkota gigi posterior. Dalam keadaan itu harus dilakukan
sondasi, perkusi dan tekan. Bila ada gigi yang tampak hilang, perlu dipastikan
bahwa tidak ada akar gigi yang tertinggal. Trauma pada gigi posterior dapat
disebabkan benturan rahang atas oleh rahang bawah sehingga gigi dapat
terbelah secara vertikal. Serpihan gigi dapat tertanam di jaringan lunak,
tertelan, atau terinhalasi pada pasien yang kehilangan kesadaran. Pada
keadaan demikian perlu dibuat foto toraks.

Kegoyahan beberapa gigi dalam satu segmen menunjukkan fraktur


tulang alveolar. Fraktur alveolar dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur gigi.
Fraktur alveolar di mandibula lebih sering merupakan bagian dari fraktur
komplit mandibula, sedangkan di maksila lebih sering berdiri sendiri. Gigi
yang terdapat dalam fragmen fraktur harus dicurigai vitalitasnya. Fraktur
tulang alveolar dapat terbuka atau tertutup, tunggal atau multipel. Pada saat
pemeriksaan awal dapat dilakukan reposisi fragmen yang goyah, karena
semakin cepat hal itu dilakukan semakin baik prognosis gigi geliginya. Setiap
fragmen harus diperiksa untuk melihat apakah lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur alveolar di maksila paling sering terjadi di regio insisif. Fraktur
tuberositas maksilaris dan dasar antrum merupakan komplikasi ekstraksi gigi
molar atas yang sering terjadi. Pemeriksaan radiografis yang paling sering
digunakan untuk evaluasi fraktur dentoalveolar adalah foto dental dan
panoramik.
V. Penatalaksanaan
Perawatan fraktur dentoalveolar sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin, karena penundaan perawatan akan mempengaruhi prognosis gigi
geligi. Bila fraktur dentoalveolar merupakan bagian dari fraktur wajah yang
lebih serius, perawatan dapat dilakukan secara efektif untuk menstabilkan
keadaan umum pasien terlebih dahulu.
Tujuan perawatan fraktur dentoalveolar adalah mengembalikan
bentuk dan fungsi organ pengunyahan senormal mungkin. Prognosis fraktur
dentoalveolar dipengaruhi oleh keadaan umum dan usia pasien serta
kompleksitas fraktur.
Trauma pada Gigi Sulung
Perawatan gigi sulung yang mengalami trauma pada umumnya
tidak berbeda dengan perawatan gigi tetap. Gigi sulung yang intrusi
biasanya akan erupsi secara spontan. Gigi yang tidak terlalu bergeser dan
tidak menyebabkan gangguan oklusi dapat diobservasi saja. Fraktur
dentoalveolar yang kompleks pada gigi sulung jarang terjadi karena
elastisitas tulang alveolar.
Trauma pada Gigi Tetap
A. Trauma yang mengenai jaringan keras gigi
1. Fraktur mahkota
Email hanya memerlukan penghalusan bagian yang tajam,
atau penambalan dengan komposit. Fraktur dentin sebaiknya
ditambal sesegera mungkin, khususnya pada pasien muda karena
penetrasi bakteri melalui tubulus dentin cepat terjadi. Penambalan
dengan semen kalsium hidroksida dan restorasi komposit sudah
cukup ideal. Bila patahan gigi cukup besar, fragmen mahkota dapat
disemen kembali menggunakan resin komposit. Fraktur pulpa
dapat dirawat dengan pulp capping, pulpotomi, atau ekstirpasi
pulpa.

2. Fraktur akar
Fraktur mahkota yang oblik dapat meluas ke subgingiva
(fraktur mahkota-akar). Bila garis fraktur tidak terlalu jauh ke
apikal dan pulpa tidak terbuka, cukup ditambal dengan restorasi
komposit. Bila fraktur meluas sampai jauh ke apikal, atau bila gigi
terbelah secara vertikal, umumnya ekstraksi harus dilakukan.
Fraktur akar horizontal prognosisnya tergantung pada garis fraktur.
Bila garis fraktur terletak di dekat gingiva, fragmen mahkota dapat
diekstraksi dan dilakukan perawatan endodontik serta pembuatan
mahkota pasak. Bila garis fraktur terletak jauh ke apikal, gigi
sebaiknya diekstraksi.

B. Trauma yang mengenai jaringan periodontal


1. Malposisi
Gigi yang luksasi, ekstrusi dan intrusi direposisi dan di-splint untuk
imobilisasi gigi selama 7-21 hari. Setelah periode imobilisasi selesai
vitalitas gigi tersebut harus diperiksa.

2. Avulsi
Gigi yang avulsi dapat direplantasi dengan memperhatikan
sejumlah faktor, yaitu tahap perkembangan akar, lamanya keberadaan gigi
di luar soket, lamanya penyimpanan dan media yang digunakan. Idealnya
replantasi dilakukan sesegera mungkin. Sebaiknya dipastikan bahwa sel
ligamen periodontal tidak mengering, yakni tidak lebih dari 30 menit.
Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan splint.

C. Trauma yang mengenai tulang alveolar


Fraktur tulang alveolar biasanya hanya memerlukan anastesi lokal,
dan paling baik dilakukan segera setelah trauma. Reduksi tertutup fraktur
alveolar tertutup biasanya dilakukan dengan manipulasi jari yang diikuti
dengan splinting. Imobilisasi tersebut harus menyertakan beberapa gigi
yang sehat. Fiksasi intermaksilar kadang-kadang diperlukan bila fragmen
fraktur sangat besar, atau bila prosedur splinting tidak menghasilkan
imobilisasi yang adekuat, dengan memperhatikan oklusi yang benar.
Reduksi terbuka jarang dilakukan untuk fraktur alveolar, kecuali bila
merupakan bagian dari perawatan fraktur rahang.
Pada ekstraksi gigi yang menyebabkan komunikasi oro antral,
harus dilakukan penutupan segera dengan flap bukal. Pasien diberi obat
tetes hidung ephedrine 0,5 persen untuk membantu drainase antral, dan
antibiotik untuk mencegah timbulnya fistula oro-antral.

D. Trauma yang mengenai jaringan lunak mulut


Fraktur dentoalveolar hampir selalu disertai vulnus. Prinsip
perawatannya terdiri atas pembersihan, pembuangan jaringan nekrotik
(debridement), penghentian perdarahan dan penjahitan.6 Pada bagian
dalam laserasi degloving sering ditemukan debris atau kotoran tanah,
sehingga debridement perlu diikuti dengan irigasi yang cermat. Fraktur
dentoalveolar sering mengakibatkan luka terbuka, sehingga perlu
diberikan antibiotik profilaksis dan obat kumur antiseptik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tiwana P.Dentoalveolar trauma. Diunduh dari


http://www.cmf.hyperguides.com/tutorials/dento_trauma Maret 2008
2. Fraktur dentoalveolar pada anak. Medan: Universitas Sumatra Utara: 1-13.
3. Banks P, Brown A. Fractures of the facial skeleton. Wright; 2001.p.40-
2,72-9

4. Killey HC. Fractures of the middle third of the facial skeleton, 3rd ed.
Bristol: John Wright & Sons Ltd, 1977
5. Mendes F. A prospective study of dentoalveolar trauma at the Hospital das
Clinicas, Sao Paulo University Medical School. Diunduh dari
http://www.scielo.br/cgi-bin/fbpe/fb-text Maret 2008
6. Ellis E. Soft tissue and dentoalveolar injuries. Dalam: Peterson LJ, Ellis E,
Hupp J, Tucker M. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th eds.
St.Lauis. Mosby Inc. 2003.
7. Radford G. Treatment of injured tissues (dentoalveolar). Diunduh dari
http://www.almedadental.com/onlineforums/consent.htm Maret 2008
8. Pedersen G. Oral surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company,
1988.p.234-8
9. Kruger G. Textbook of oral surgery. 4th eds. St.Lauis. The C.V. Mosby
Company, 1974.

Anda mungkin juga menyukai