Anda di halaman 1dari 13

1

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Earning Response Coefficients


di Perusahaan Pertambangan

https://journal.unpas.ac.id/index.php/jrak/index

Cindy Fransisca Nainggolan1, Yusralaini2, Julita3


Universitas Riau
 cindyfransiscan20@gmail.com
1

Article Info Abstract

History of Article
Earnings Response Coefficient (ERC) is a form of
Received: 1/1/2020 measuring information content in earnings. This study
Revised: 1/1/2020 aims to determine the effect of timeliness, corporate social
Published: 1/1/2021
responsibility,
Jurnal Riset Akuntansi profitability,
Kontemporer systematic risk, and
Volume X, No. X, growth on the
April 2021, Hal. X-X
earning response
ISSN 2088-5091 (Print)
2597-6826 (Online)
coefficient. The
population in this
Keywords: Timeliness, study were all mining
corporate social responsibility, companies listed on
profitability, sistematic risk, the Indonesia Stock
growth, earning response Exchange (IDX) in
coefficient 2015-2019. The
sample selection in
this study used
purposive sampling method. The sample selected in this
study were 13 companies and were selected based on
predetermined criteria. The data analysis method used is
multiple linear regression. The results showed that
corporate social responsibility, systematic risk, and
growth had a significant effect on the earning response
coefficient. Meanwhile, timeliness and profitability have
no significant effect on the earning response coefficient.
INTRODUCTION

Pada masa sekarang ini data adalah hal yang sangat penting. Karena memiliki manfaat yang
besar bagi manusia yang dapat diperoleh dari pengalaman, instruksi, ataupun pendidikan. Data
dalam kehidupan manusia mencakup berbagai bidang yaitu sosial, budaya, pertahanan, politik,
ekonomi dan sebagainya. Pada bidang ekonomi, khususnya pada akuntansi pasar modal, data yang
relevan, akurat, tepat waktu serta lengkap adalah data yang digunakan oleh para investor untuk
mengambil keputusan ekonomi secara tepat sehingga bisa terciptanya outcome yang memuaskan.
Informasi keuangan mempengaruhi para investor dalam membuat keputusan untuk membeli,
menjual, serta menahan sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan. Laba dipandang sebagai
elemen yang komprehensif untuk menilai kinerja suatu perusahaan secara keseluruhan.
Earning Response Coefficient (ERC) atau Koefisien respon laba merupakan sebuah refleksi
atau cerminan dari respon investor atas informasi yang terkandung di komponen laba. Earning
Response Coefficient dapat didefinisikan sebagai sebuah estimasi atau pengukuran dari tingkat
Abnormal Return sekuritas dalam merespon komponen laba akuntansi yang tidak terduga atau
unexpected earnings yang dilaporkan perusahaan yang menerbitkan sekuritas (Scott, 2000). Jika
ERC sebuah sekuritas rendah, maka menunjukkan bahwa laba dari sekuritas tersebut kurang
memberikan informasi yang cukup bagi investor untuk membuat keputusan ekonomi. Reaksi dari
pasar akan terjadi jika pengunguman laba dari perusahaan mengandung informasi yang cukup bagi
para investor untuk membuat keputusan.
Salah satu upaya untuk memprediksi laba di masa yang akan datang adalah dengan
melihat harga saham. Menurunnya harga saham dapat menjadi indikasi bahwa laba yang
dihasilkan pada periode berikutnya juga mengalami penurunan. Sehingga akan membuat
lemahnya respon pasar terhadap informasi laba yang terlihat dari rendahnya earning response
coefficient. Semakin rendah earning response coefficient, maka semakin rendah pula informasi
laba yang didapat untuk membuat keputusan investasi.
Gambar 1.

Berdasarkan Gambar menunjukkan terjadi penurunan grafik harga saham perusahaan


pertambangan pada tahun 2019 yaitu turun ke angka Rp.1.708,15, dibandingkan tahun 2018 yang
3

sebesar Rp.2.233,80. Hal ini mengindikasikan terjadi masalah pada harga saham.
Pada tahun 2015, saham sektor pertambangan masih menjadi paling tertekan seiring
belum pulihnya harga batubara akibat permintaan yang menurun. Contohnya, saham PT Bukit
Asam (Persero) Tbk (PTBA) pada 5 Januari 2015 berada di level Rp 11.800 per lembar saham
dan pada 21 Desember 2015 sudah di posisi Rp 4.600 per lembar saham, dengan demikian
saham PTBA telah tergerus selama periode tersebut mencapai Rp 7.200 per saham. Kemudian
saham Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) pada 5 Januari 2015 di level Rp 15.350 per
saham, sedangkan pada 21 Desember 2015 merosot ke posisi Rp 5.600 per saham, alhasil saham
tersebut anjlok sebesar Rp 9.750 per saham (Tribunnews.com, 2015).
Pada tahun 2016, sektor pertambangan dan aneka industri paling tertekan dan menyeret
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 66,35 poin. Sektor pertambangan terpuruk
4,0 persen ke level 1.137,23. Pelemahan sektor pertambangan didorong oleh pelemahan saham
ADRO, yang turun 8,27 persen, serta saham PTBA turun 5,93 persen (Kompas.com, 2016). Pada
tahun 2017, harga saham tambang milik pemerintah sepanjang 2017 mengalami penurunan lebih
dari 10 persen. Saham ANTM pada 17 November ditutup Rp 660 per lembar turun 26,26 persen
dari Rp 895 lembar posisi 30 Desember 2016. Ini merupakan penurunan terbesar dibanding dua
saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya. Kinerja yang buruk membuat saham
ANTM turun lebih dari seperempat posisi akhir tahun lalu (Katadata.co.id, 2017). Pada tahun
2018, indeks saham sektor pertambangan anjlok 1,58%, terdalam ketiga dari 10 sektor saham.
anjloknya indeks sektor pertambangan banyak dipicu pelemahan harga saham emiten-emiten
produsen batu bara: PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 3,1%, PT Indo Tambangraya Megah
Tbk (ITMG) turun 1,91%, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) turun 0,9%, PT Bumi Resources Tbk
(BUMI) turun 1,48%, dan PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) turun 2,48%. Pelemahan harga
saham emiten-emiten produsen batu bara dimotori oleh pelemahan harga batu bara. Pada
perdagangan kemarin, harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman bulan ini melemah 0,11%
ke level US$ 93,35/metrik ton, menandai koreksi selama dua hari berturut-turut. Jika ditarik
sejak akhir tahun 2017, harga batu bara telah anjlok sebesar 7,4%. Pelemahan harga batu bara ini
lantas membuat investor takut bahwa kinerja para emiten tidak akan sekinclong tahun lalu
(CNBCIndonesia, 2018). Sepanjang 2019 sektor pertambangan turun drastis. Indeks sektor
pertambangan tumbuh negatif 12,83%. Pergerakan indeks sektor pertambangan diperberat oleh
emiten-emiten batubara karena harga batubara yang turun signifikan pada 2019, sehingga
menyebabkan harga jual dan marjin ikut tertekan (Kontan.co.id, 2019).
Fenomena yang lain yang dapat dilihat adalah laba bersih perusahaan pertambangan yang
mengalami penurunan. Pada tahun 2015, kinerja emiten di sektor pertambangan masih
mengecewakan. Sepanjang semester I 2015, tidak banyak emiten tambang berhasil mencetak
pertumbuhan laba. Bahkan mayoritas emiten membukukan kerugian besar karena harga
komoditas terpangkas. Produsen batubara pelat merah, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga harus
mencetak penurunan laba bersih 31% (yoy) menjadi Rp 795 miliar. PT Indika Energy Tbk
(INDY) juga harus rela pendapatannya turun 18,21% (yoy) menjadi US$ 618,32 juta. INDY
menderita kerugian US$ 7,23 juta dari sebelumnya untung US$ 8,45 juta (Investasi.kontan.co.id,
2015).
Pada tahun 2016, pendapatan 15 dari 21 emiten batu bara yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia, rerata merosot 15,13% menjadi US$1,79 miliar pada kuartal I/2016
(Market.bisnis.com, 2016). Pada tahun 2018, Perusahaan pertambangan PT Adaro Energy Tbk
(IDX: ADRO) mencatat penurunan laba bersih 2018 sebanyak 13,5% jika dibandingkan dengan
2017 (cnbcindonesia.com, 2019). Pada tahun 2019 sebanyak 11 emiten pertambangan yang telah
merilis laporan keuangan, semuanya mengalami penurunan laba bersih. PT Bumi Resources Tbk
(emiten dengan kode saham BUMI). Laba BUMI justru anjlok 96,89% pada tahun 2019, dari
US$ 220,41 juta pada 2018 menjadi US$ 6,84 juta pada tahun 2019. PT. Bukit Asam juga
mengalami penurunan laba, dimanan tahun 2019 perusahaan membukukan penurunan laba
bersih sebesar 19,24% menjadi Rp 4,05 triliun. Hal serupa juga dialami oleh PT Delta Dunia
Makmur Tbk (DOID). Emiten kontraktor batubara ini mengempit laba bersih tahun 2019 yang
dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar US$ 20,48 juta, anjlok 72,92% bila
dibandingkan dengan capaian laba bersih tahun 2018 yang mencapai US$ 75,64 juta
(Investasi.kontan.co.id, 2020).
Dari sebagian fenomena di atas, menerangkan bahwa earning response coefficient dibuat
untuk menjadi langkah yang hendak diambil oleh investor dalam mengambil keputusan
ekonomi.
Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laba yang diukur dengan
menggunakan ERC, yaitu timeliness, risiko sistematik (beta), profitabilitas, CSR dan Growth
yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai variabel independen.
Faktor yang pertama adalah pengaruh timeliness Untuk memenuhi karakteristik kualitatif
laporan keuangan yang baik maka diperlukan Timeliness atau ketepatan waktu pelaporan
keuangan. Ketepatan waktu adalah data dapat diakses oleh para pemimpin pada waktu yang
diperlukan sebelum data kehilangan kemampuan untuk memengaruhi pilihan. Gap research
dalam penelitian ini adalah pada penelitian (Mosa et.al, 2019) bahwa Timelines berpengaruh
terhadap Earning Response Coeffient. Sedangkan pada penelitian (Fauzan and Purwanto, 2017)
menunjukkan bahwa Timelines tidak berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient.
Faktor kedua adalah CSR. Secara umum, hubungan antara tingkat pengungkapan
informasi yang dilakukan oleh perusahaan masih sangat beragam. Secara teoritis, ada hubungan
positif antara pengungkapan dan kinerja pasar perusahaan. Diharapkan bahwa investor
mempertimbangkan informasi Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang diungkapkan dalam
laporan tahunan perusahaan, sehingga dalam pengambilan keputusan investor tidak hanya
mendasarkan pada informasi laba. Gap research dalam penelitian ini adalah pada penelitian
(Nurkholis and Meiden, 2018), (Wicaksono, 2017) dan (Fauzan & Purwanto, 2017) bahwa
tingkat pengungkapan CSR berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient. Sedangkan pada
penelitian (Awuy et.al, 2016) menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan CSR tidak
berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient.
Faktor ketiga adalah profitabilitas. Profitabilitas menggambarkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, baik dihubungkan dengan modal sendiri mapun
modal bersama. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi mempunyai koefisien respon laba yang
lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah
(Herdirinandasari, 2016). Dalam penelitian ini profitabilitas diukur menggunakan Return on
Asset (ROA). Gap research dalam penelitian ini adalah pada penelitian (Herdirinandasari, 2016)
bahwa profitabilitas berpengaruh positif dengan tingkat signifikansi 5% terhadap ERC.
Sedangkan menurut (Fauzan & Purwanto, 2017), (Lasmida and Ekadjaja, 2020), (Sulung et.al,
2019) dan (Suharja and Ardiansya, 2019) profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap
ERC.
Faktor yang keempat adalah risiko sistematis. Resiko sistematis (beta) merupakan resiko
yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan (Maisil and Nelvirita,
2013) Gap research dalam penelitian ini adalah pada penelitian (Lisdawati, et.al 2016), (Fernaldi,
2018), (Kusumawati and Wardhani, 2018) dan (Gunawan et.al, 2021)bahwa Beta berpengaruh
terhadap Earning Response Coeffient. Sedangkan pada penelitian (Fauzan and Purwanto, 2017)
menunjukkan bahwa Beta tidak berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient.
Faktor kelima adalah pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan Perusahaan ini mencakup
pertumbuhan penjualan, laba, dan aktiva. Pertumbuhan Perusahaan ini dilihat dengan semakin
tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan maka semakin baik juga perusahaan tersebut. Gap
research dalam penelitian ini adalah pada penelitian (Lisdawati et.al, 2016), (Fauzan and
5

Purwanto, 2017) dan (Suharja and Ardiansya, 2019) bahwa Growth berpengaruh terhadap
Earning Response Coeffient. Sedangkan pada penelitian (Nathalie, 2019) menunjukkan bahwa
Growth tidak berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient.

LITERATURE REVIEW

Agency Theory

(Jensen and Meckling, 1976) adalah orang yang pertama kali mengemukakan Teori Keagenan
atau Agency theory. Teori keagenan merupakan suatu konsep hubungan antara pihak pengelola
perusahaan (agent) dan pemegang saham (principal) yang dibangun agar tujuan perusahaan dapat
tercapai dengan maksimal. (Crutchley and Hansen, 1989) mengatakan bahwa principal tentunya ingin
mencapai keinginan mereka untuk mendapatkan return yang tinggi atas investasi mereka dengan
mendorong perusahaan untuk memberikan laba yang maksimal kepada principal, serta mengenai
kesulitan principal dalam melakukan verifikasi pekerjaan terhadap agent. Hubungan keagenan tersebut
terkadang menimbulkan masalah antara manajer dan pemegang saham .

Signalling Theory

(Bringham and Houston, 2011) mendefinisikan sinyal sebagai suatu tindakan yang diambil
perusahaan untuk memberikan petunjuk bagi investor mengenai bagaimana manajemen melihat prospek
perusahaan. (Bringham and Houston, 2011) menyatakan sinyal dari tindakan yang diambil manajemen
perusahaan memberikan petunjuk bagi investor tentang prospek perusahaan. Perusahaan yang profitable,
berupaya menghindari penjualan saham dan setiap kebutuhan modal diusahakan dengan cara lain, yaiu
menggunakan hutang yang melebihi target struktur modal yang optimal. Perusahaan yang mempunyai
prospek kurang menguntungkan cenderung untuk menjual saham, berarti mencari investor baru untuk
membagi risiko kerugian. Keputusan pendanaan merupakan bagian dari keputusan keuangan yang
berkaitan dengan pertimbangan dan analisis kombinasi dari berbagai sumber modal perusahaan.

Pengaruh Timeliness Terhadap Earning Response Coefficients

Kegiatan disiplin perusahaan dalam menyampaikan laporan keuangan yang tepat waktu
menjadi sebuah sinyal bagi investor bahwa perusahaan tersebut sedang dalam keadaan sehat dan
mengurangi noise dalam laporan keuangan tersebut sehingga hal tersebut akan meningkatakan
respon para investor terhadap laba. Penelitian (Mosa et.al, 2019) bahwa Timelines berpengaruh
terhadap Earning Response Coeffient. Maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Timeliness berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Earning Response Coefficients

Secara umum, hubungan antara tingkat pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan
masih sangat beragam. Secara teoritis, ada hubungan positif antara pengungkapan dan kinerja pasar
perusahaan. Diharapkan bahwa investor mempertimbangkan informasi Corporate Sosial Responsibility
(CSR) yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan, sehingga dalam pengambilan keputusan
investor tidak hanya mendasarkan pada informasi laba. Penelitian (Nurkholis and Meiden, 2018),
(Wicaksono, 2017) dan (Fauzan & Purwanto, 2017) bahwa tingkat pengungkapan CSR berpengaruh
terhadap Earning Response Coeffient. Maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: CSR berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Earning Response Coefficients


Profitabilitas berkaitan dengan reaksi pasar atas laba perusahaan. Profitabilitas diartikan sebagai
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham.
Profitabilitas sangat penting diperhatikan untuk mengetahui sejauh mana investasi yang akan dilakukan
investor mampu memberikan return yang sesuai. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi juga
mempunyai earnings response coefficient yang besar dibandingkan dengan perusahaan dengan
profitabilitas rendah (Mulianti, 2017: 3). Penelitian (Herdirinandasari, 2016) bahwa profitabilitas
berpengaruh positif terhadap ERC. Maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Profitabilitas berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient

Pengaruh Risiko Sistematik Terhadap Earning Response Coefficients

Semakin tinggi risiko suatu perusahaan maka semakin rendah reaksi investor terhadap laba
kejutan maka earnings response coefficient akan semakin rendah. Hal ini terjadi karena investor melihat
bahwa laba merupakan indikator earnings power dan returns di masa mendatang. Penelitian (Lisdawati,
et.al 2016), (Fernaldi, 2018), (Kusumawati and Wardhani, 2018) dan (Gunawan et.al, 2021) bahwa Beta
berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient. Maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Risiko Sistematik berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient

Pengaruh Growth Terhadap Earning Response Coefficients

Kesempatan bertumbuh (Lisdawati et.al, 2016) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki
kesempatan bertumbuh yang lebih besar akan memiliki earnings response coefficient tinggi. Kondisi ini
menunjukkan bahwa semakin besar kesempatan bertumbuh perusahaan maka semakin tinggi kesempatan
perusahaan mendapatkan atau menambah laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang.
Penelitian (Lisdawati et.al, 2016), (Fauzan and Purwanto, 2017) dan (Suharja and Ardiansya, 2019)
bahwa Growth berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient. Maka dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H5: Growth berpengaruh terhadap Earning Response Coeffient

Model Penelitian

Model penelitian merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan serta
menunjukkan keterkaitan mengenai Timeliness, risiko sistematik (beta), profitabilitas, CSR dan Growth
yang dalam penelitian ini dikemukakan dalam Gambar. Pada model penelitian ini ditunjukan bagaimana
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Gambar 2.

Timelines (X1)
CSR (X2)
Earning Response
Profitabilitas Coeffient (Y)
(X3)
BETA (X4)

Growth (X5)

METHOD
7

Populasi dan Sampel


Peneliti menggunakannperusahaan Pertambangan yang terdaftar.di Bursa Efek Indonesia.tahun
2015-2019 dengan populasi 41 perusahaan. Pemilihan sampel memakai metode.purposive sampling
dengan kriteria tertentu, jadi jumlah sampel.yang didapatkan adalah 13.perusahaan.
Teknik Pengumpulan Data
Peneliti mengumpulan data dengan metode observasi non partisipan, yaitu metode
observasi.dimana peneliti tidak terlibat secara langusng dan hanya sebagai pengamatin dependen
(Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini.dikumpulkan dengan cara.membaca, mengamati,dan meneliti
annual report.perusahaan pertambangan yang terdaftar diBursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun.2015
hingga 2019.
Teknis Analisis
Analisis.regresi linier.berganda merupakan teknis analisis data.dalam penelitian ini
dengan menggunakan alat.bantu berupa output SPSS versi 26.
Y = α + β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4 + β5X5 e

Keterangan :

Y = Earning Response Coefficinent


α = Konstant β1
β2 β3 β4 = Koefisien
X1 = Timeliness
X2 = Corporate social responsibility
X3 = Profitabilitas
X4 = BETA
X5 = Growth
e = Error

RESULTS

Statistic Deskriptif

Statistik.deskriptif berguna untuk.memberikan gambaran atau deskriptif terhadap suatu


data yang dapt dilihat dari.nilai rata-rata (mean), minimum, maksimum dan standar deviasi.
Tabel 1. Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ERC 43 -.31 .94 .2423 .38052
CSR 43 .01 .67 .2537 .20322
ROA 43 -.10 .21 .0185 .07695

BETA 43 -.27 .27 .0173 .10212


Growth 43 -.37 .46 .0691 .17216
Valid N (listwise) 43
Tabel 2. Statistik Frekuensi
Timeliness
Uji Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Tepat Waktu 2 4.7 4.7 4.7
Tepat Waktu 41 95.3 95.3 100.0
Total 43 100.0 100.0
Normalitas Data

Uji normalitasndilakukan dengan tujuan untuk melihatnapakah nilai residual terdistribusi


normalnatau tidak. Dalam penelitian ini peneliti melakukan uji normalitas menggunakan Uji
Kolomogrov Smirnov. Hasil pengujian ini bisa dilihat pada.tabel berikut.
Tabel 3. One Sample Kolomogrov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 43
Normal Parameters a,b
Mean .0000000
Dari Std. Deviation .32153536 tabel.di atas
dapat dilihat Most Extreme Differences Absolute .131
bahwa
jumlah.nilai uji one sampel
kolmogorov Positive .131 smirnow
didistribusikan.n Negative -.064 ormal karena
mempunyai.nilai Test Statistic .131 signifikasi diatas
dari 0,05 yaitu Asymp. Sig. (2-tailed) .063c 0,063.

Uji a. Test distribution is Normal. Multikolinieritas


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction. Multikolinieritas
adalah.hubungan antara variabel –
variabel independen yang pasti antara peubah –peubah bebasnya. Dengan terpenuhi
semua.asumsi regrensi maka model yang dihasilkan dianggap baik untuk melibatkan.pengaruh
antara variabel.

Tabel 4. Uji Multikolinieritas

Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 (Constant)

Timeliness .898 1.113


CSR .638 1.568
ROA .817 1.223
BETA .884 1.132
Growth .837 1.195
9

Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat dilihat bahwa nilai tolerance keempat variabel lebih dari 0,10
sementara nilai VIF kurang dari 10, maka dapat dikatakan data tersebut tidak terjadi multikolinieritas
antar variabel bebas, sehingga mememenuhi untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi.adalah.uji asumsi dalam regresi linier berganda dimana variabel


dependen tidak.berkorelasi dengan variabel itu.sendiri.

Tabel 5. Uji Autokorelasi


Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .535a .286 .190 .34257 1.786
a. Predictors: (Constant), Growth, Timeliness, BETA, ROA, CSR
b. Dependent Variable: ERC

Berdasarkan.tabel output “model summary” diatas, diketahui nilai.Durbin-Watson (d)


adalah.sebesar 1,547. Nilai Durbin-Watson (d) sebesar 1,786 berada pada Angka D-W di antara.-2
sampai +2 maka maka sebagaimana dasar.pengambilan keputusan dalam uji durbin watson diatas, dapat
disimpulkan bahwa.tidak terdapat masalah atau.gejala autokorelasi.

Uji Heteroskedastisitas

Uji.heteroskedastisitas ialah varian residual yang tidak.sama pada semua pengamatan di


dalam.model regresi. Dapat dilihat melalui grafik.scatterplot pada gambar berikut.

Gambar 3. Scatterplot

Dari grafik di atas, terlihat bahwa titik-titik.menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola
tertentu.yang jelas, serta tersebar diatas.dan dibawah angka nol. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan.bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari.heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini
juga dilakukan uji rank speareman untuk.mendeteksi ada atau.tidaknya heteroskedastisitas.

Analisis Regresi Linier Berganda


Uji ini digunakan.untuk mengetahui pengaruh atau hubungan.secara linear antara dua variabel
atau lebih independen dengan.satu variabel dependen.

Tabel 5. Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.


1 (Constant) .314 .244 1.285 .207

Timeliness .004 .262 .002 .014 .989

CSR -.698 .326 -.373 -2.142 .039

ROA .455 .760 .092 .598 .553

BETA 1.241 .551 .333 2.253 .030

Growth 1.043 .336 .472 3.107 .004

a. Dependent Variable: ERC

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa persamaan model regresi yang terjadi adalah sebagai
berikut:

Y = 0,314 + 0,004 X1- 0,698 X2 + 0,455 X3 + 1,241 X4 + 1,043 X5


Hasil Uji Hipotesis
Penelitian ini memakai uji t untuk mengetauhui ada atau tidaknya.pengaruh signifikan dari
masing-masing.variabel independen terhadap variabel dependen dapat diketahui dengan
membandingkan.nilai signifikannya.dengan derajat kepercayaannya.

Pengaruh Timeliness Terhadap Earning Response Coefficients

Hipotesis yang pertama diajukan oleh penelitian ini menyatakan keterkaitan antara timeliness
dengan earning response coefficient, berdasarkan uji t pada tabel 5 menyatakan bahwa nilai timeliness
terhadap earning response coefficient memiliki nilai t hitung 0,014< t tabel 1,687dengan nilai
signifikannya 0,989 atau nilai signifikannya adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan H 0 diterima dan Ha
ditolak artinya timeliness tidak berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient.
Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan tidak mempengaruhi koefisien respon
laba dapat dikarenakan waktu para pelaku pasar di Indonesia tidak hanya melihat faktor
ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan dalam mengambil keputusan untuk
berinvestasi. Walaupun perusahaan tersebut terlambat menyampaikan laporan keuangannya, para
pelaku pasar dapat mencari informasi lain mengenai laba perusahaan dari sumber lain, misalnya
berdasarkan hasil proyeksi darilaporan keuangan tahun sebelumnya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan (Fauzan & Purwanto, 2017) dan
(Hartono, 2015) yang menyatakan bahwa timeliness tidak berpengaruh terhadap earning
response coefficient.

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Earning Response Coefficients

Hipotesis kedua diajukan pada penelitian ini menyatakan terdapat pengaruh signifikan
antara corporate social responsibility dengan earning response coefficient. Berdasarkan uji t pada tabel 5
11

menyatakan bahwa nilai corporate social responsibility terhadap earning response coefficient memiliki
nilai t hitung nya 2,142 > t tabel 1,687 dengan nilai signifikan 0,039 atau nilai signifikan nya adalah <
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ditolak H0 dan Ha diterima artinya corporate social responsibility
berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient.
Semakin tinggi nilai indeks pengungkapan CSR perusahaan semakin kuat respon pasar terhadap
informasi laba perusahaan. Namun sebaliknya ketika rendahnya nilai indeks pengungkapan CSR dapat
berpengaruh pada respon pasar yang semakin lemah terhadap informasi laba perusahaan. Pengungkapan
CSR dapat memberikan sinyal baik kepada investor dan pasar bahwa perusahaan memiliki risiko yang
rendah dan prospek yang bagus, sehingga pasar dapat merespon secara positif atas informasi laba
perusahaan dengan nilai earnings response coefficient yang semakin positif. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang di lakukan (Nurkholis & Meiden, 2018), (Wicaksonoo, 2017) dan (Fauzan & Purwanto,
2017) yang menyatakan bahwa corporate social responsibility berpengaruh terhadap earning response
coefficient.

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Earning Response Coefficients

Hipotesis yang ketiga diajukan oleh penelitian ini menyatakan keterkaitan antara profitabilitas
terhadap earning response coefficient, berdasarkan uji t pada tabel 5 menyatakan bahwa nilai
profitabilitas terhadap earning response coefficient. memiliki nilai t hitung 0,598 < t tabel 1,687 dengan
nilai signifikan nya 0,553 atau nilai signifikannya adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H 0
diterima dan Ha ditolak artinya profitabilitas tidak berpengaruh signifikan tehadap earning response
coefficient.
Bahwa profitabilitas yang dihasilkan perusahaan dalam laporan keuangannya pada tahun
bersangkutan tidak mempengaruhi respon investor dalam melakukan investasinya. Hal ini karena
proitabilitas yang tinggi tidak selalu mengambarkan laba yang diharapkan oleh investor karena
perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi dikhawatirkan atau dicurigai melakukan praktik
manajemen laba agar laba yang disajikan dalam laporan keuangan tinggi sehingga profitabilitas
yang dilaporkan perusahaan dalam laporan laba ruginya tidak terlalu dipercaya oleh investor.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh (Fauzan & Purwanto, 2017),
(Lasmida & Ekadjaja, 2020), (Sulung et.at, 2019), (Febrian et.al, 2020),dan (Suharja &
Ardiansya, 2019) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap earning
response coefficient.

Pengaruh Risiko Sistematik Terhadap Earning Response Coefficients

Hipotesis yang keempat diajukan oleh penelitian ini menyatakan keterkaitan antara risiko sitematik
terhadap earning response coefficient, berdasarkan uji t pada tabel 5 menyatakan bahwa nilai risiko
sitematik terhadap earning response coefficient memiliki nilai t hitung 2,253 > t tabel 1,687 dengan nilai
signifikan nya 0,030 atau nilai signifikannya adalah < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan
Ha diterima artinya risiko sitematik berpengaruh signifikan tehadap earning response coefficient.
Beta menunjukkan tingkat sensitivitas return saham terhadap perubahan return pasar. Semakin
tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar. Perusahaan
dengan risiko beta rendah, ketika laba perusahaan tersebut diumumkan maka investor akan bereaksi
positif terhadap saham perusahaan tersebut. Namun jika risiko beta saham perusahaan tersebut tinggi, ini
akan meningkatkan risiko portofolio tinggi. Akibatnya permintaan akan saham perusahaan tidak akan
sebanyak bila betanya rendah. Hal ini mengindikasikan risiko sistematik yang tinggi akan menurunkan
tingkat koefisien respon laba perusahaan (ERC).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh (Kusumawati & Wardhani, 2018) dan
( Gunawan et.al, 2021) yang menyatakan bahwa risiko sistematis berpengaruh terhadap earning response
coefficient.
Pengaruh Growth Terhadap Earning Response Coefficients

Hipotesis yang kelima diajukan oleh penelitian ini menyatakan keterkaitan antara growth
terhadap earning response coefficient, berdasarkan uji t pada tabel 5 menyatakan bahwa nilai growth
terhadap earning response coefficient memiliki nilai t hitung 3,107 > t tabel 1,687 dengan nilai signifikan
nya 0,004 atau nilai signifikannya adalah < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan Ha
diterima artinya growth berpengaruh signifikan tehadap earning response coefficient.
Perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh yang lebih besar akan memiliki earnings
response coefficient tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin besar kesempatan bertumbuh
perusahaan maka semakin tinggi kesempatan perusahaan mendapatkan atau menambah laba yang
diperoleh perusahaan pada masa mendatang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh (Fauzan & Purwanto, 2017) dan
(Suharja & Ardiansya, 2019) yang menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap
earning response coefficient

CONCLUSION
Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis faktor yang mempengaruhi earning response
coefficient , maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Timeliness tidak berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient.
2. Corporate social responsibility berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient.
3. Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient.
4. Risiko sistematik berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient.
5. Growth berpengaruh signifikan terhadap earning response coefficient.
Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih terdapat kelemahan dan keterbatasan yang
diharapkan dapat diperbaiki peneliti selanjutnya. Adapun keterbatasan yang perlu diperbaiki anatara lain:
1. Penelitian ini hanya menggunakan variabel Timeliness, Corporate social responsibility,
Profitabilitas, Risiko sistematik dan Growth. Sementara itu, masih banyak variabel lain yang
mungkin berpengaruh terhadap earning response coefficient.
2. Penelitian ini hanya menggunakan 13 sampel dari 41 perusahaan pertambangan. Dikarenakan hanya
13 perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah dan selebihnya memakai mata uang dollar.
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel-variabel lainnya yang memiliki kemungkinan
untuk berpengaruh terhadap earning response coefficient, baik sebagai mediasi, moderasi maupun
pengaruh langsung.
2. Penelitian ini memiliki keterbatasan dimana hanya menggunakan data sampel perusahaan
pertambangan sebanyak 13 perusahaan. Maka disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat menambah
jumlah sampel dari sektor perusahaan lain seperti perusahaan manufaktur atau menggunakan seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian selanjutnya dapat menambahkan periode penelitian yaitu pada tahun 2020 dan 2021.

REFERENCES

Bringham, E. F. and Houston, J. . (2011) Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Edisi 11). Jakarta:
Salemba Empat.
Crutchley, C. E. and Hansen, R. S. (1989) ‘A test of the agency theory of managerial ownership,
corporate leverage, and corporate dividends.’, Financial Management, 18(1), pp. 36–46.
Fauzan, M. and Purwanto, A. (2017) ‘Pengaruh Pengungkapan CSR, Timeliness, Profitabilitas,
Pertumbuhan Perusahaan, dan Resiko Sistematik Terhadap Earning Response Coefficient
(ERC) (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur, Properti, dan Pertambangan yang
Terlisting di Bursa Efek Indonesia ’, Diponegoro Journal of Accounting, 6(1), pp. 1–15.
Available at: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting.
Fernaldi (2018) Pengaruh Persistensi Laba, Profitabilitas, Resiko Sistematik, dan Struktur Modal
Terhadap Earnings Response Coefficient pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
pada Tahun 2014-2016. Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie,Jakarta.
13

Gunawan, A., Anwar, C. and Djaddang, S. (2021) ‘Value Added Intellectual Capital Memoderasi
Pengaruh , Leverage , Risiko Sitematis , Growth Opportunities , dan Firm Size Terhadap
Earning Response Coefficient ( ERC )’, JURNAL MADANI: Ilmu Pengetahuan, Teknologi,
dan Humaniora, 4(1), pp. 24–33.
Herdirinandasari, S. S. (2016) ‘Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Dan Voluntary Disclousure
Terhadap Earning Response Coefficient (ERC).’, Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 5(11), pp.
1–19.
Investasi.kontan.co.id. (2015). Kinerja pertambangan masih bertumbangan. Diperoleh dari
https://investasi.kontan.co.id/news/kinerja-pertambangan-masih-bertumbangan.
Investasi.kontan.co.id. (2020). 11 emiten batubara ini mengalami penurunan laba bersih di 2019, siapa
paling dalam?. Diperoleh dari https://investasi.kontan.co.id/news/11-emiten-batubara-ini-
mengalami-penurunan-laba-bersih-di-2019-siapa-paling-dalam?page=2.
Jensen, M. C. and Meckling, W. H. (1976) ‘Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and
ownership structure’, Journal of Financial Economics, 3(4), pp. 305–360.
Kusumawati, H. and Wardhani, L. S. (2018) ‘Analisis Determinan yang Mempengaruhi Kualitas Laba
Studi Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (Periode 2012-2016)’, 30(1), pp.
17–37.
Maisil, D. and Nelvirita (2013) ‘Pengaruh Resiko Sistematik, Leverage dan Persistensi Laba terhadap
Earnings Response Coefficient (ERC).’, Jurnal WRA, 1(1).
Nathalie (2019) ‘Income Smoothing Sebagai Pemoderasi Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Pesistensi
Laba, Growth Terhadap Earning Response Coefficient (Erc).’, In Prosiding Seminar Nasional
Cendikiawan, pp. 2–18.
Sugiyono (2011) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Suharja, L. and Ardiansya, R. (2019) ‘Faktor Yang Mempengaruhi Erc Perusahaan Konsumsi Dan Aneka
Industri Tahun 2015-2017’, Jurnal Multiparadigma Akuntansi, I(2), pp. 229–237.
Sulung, E., Muslih, M. and Zultilisna, D. (2019) ‘Pengaruh Kualitas Corporate Social Responsibility,
Default Risk, dan Profitabilitas Terhadap Earnings Response Coefficient (Studi Pada
Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Tahun 2013-2018)’, e-Proceeding of
Management, 6(2), pp. 3098–3105.
Tribunnews.com. (2015). Saham Sektor Pertambangan Tergerus Pada 2015. Diperoleh dari
https://www.tribunnews.com/bisnis/2015/12/27/saham-sektor-pertambangan-tergerus-pada-
2015.
Wicaksono, A. P. N. (2017) ‘CSR Disclosure dan Earning Response Coefficient.’, Jurnal Akuntabel,
14(2), pp. 90–106.

Anda mungkin juga menyukai