Anda di halaman 1dari 3

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS EKONOMI BISNIS

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)


SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Hari, Tanggal : Kamis, 18 April 2019


Matakuliah : EKONOMI KELEMBAGAAN
Jurusan/Kelas : IE-EP/F
Dosen Pembina : Dr. Siswoyo Hari Santosa, SE., M.Si
SIFAT UJIAN : DIKERJAKAN DI RUMAH
DIKUMPULKAN : Kamis, 25 April 2019, sesuai jadwal kuliah

1. Apa yang anda ketahui tentang ekonomi kelembagaan? Jelaskan sejelas mungkin.
2. Jelaskan secara runtut, latar belakang lahirnya ekonomi kelembagaan?
3. Jelaskan kritik para pakar ekonomi kelembagaan terhadap pemikiran ekonomi
Klasik dan Neo Klasik!
4. Berikan contoh penerapan/aplikasi ekonomi kelembagaan di sekitar anda !

Jawab =
1. Ekonomi Kelembagaan (Institutional Economics) adalah cabang ilmu ekonomi yang
mempelajari pengaruh dan peranan institusi formal dan informal terhadap kinerja
ekonomi, baik pada tataran makro maupun tataran mikro. Ekonomi kelembagaan lahir
atas dasar kritik yang ditujukan kepada mazhab ekonomi klasik. Dengan memahami
ekonomi kelembagaan kita dapat belajar dari kegagalan-kegagalan yang ditemui pada
asumsi klasik ini. Terdapat istilah yang biasa kita kenal dengan kegagalan pasar.
Kegagalan pasar ini terjadi karena terdapat hal-hal yang diabaikan oleh asumsi klasik
maupun neoklasik. Ekonomi kelembagaan mencoba mengusut apa yang menyebabkan
kegagalan pasar.
Ekonomi Kelembagaan mempunyai tujuan untuk memberikan suatu teori tentang apa
yang belum dicantumkan dalam pemikiran klasik atau neo klasik. Jadi ketika terdapat
permasalahan yang tidak dapat diseleseikan secara ekonomi klasik atau neo klasik,
dapat diseleseikan dengan Ekonomi Kelembagaan. Di dalam Ekonomi Kelembagaan
terdapat tiga teori. Ketiga teori itu adalah teori ekonomi biaya transaksi (transaction
costs), teori hak kepemilikan (property rights), dan teori modal sosial.
Old Institutional Economics (OIE) : Berusaha menggantikan kerangka teori Ekonomi
Neoklasik dengan kerangka teori yang baru, yaitu yang memperhitungkan variabel
institusi
New Institutional Economics (NIE): Berusaha memasukkan variabel institusi kedalam
kerangka teori Ekonomi Neoklasik
.
2. Ekonomi Kelembagaan, atau yang dalam bahasa Inggris disebut Institutional
Economics atau Institutionalism (Institusionalisme) merupakan sebuah
paham/pemahaman ekonomi yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 1920 dan
1930’an. Pemahaman ini memandang Ekonomi Kelembagaan sebagai perluasan
sekaligus upaya perlawanan dari dan terhadap ilmu ekonomi neo-klasik. Mazhab
Ekonomi Kelembagaan juga mempercayai bahwa institusi/organisasi ekonomi
menjadi salah satu bagian dari proses perluasan dari pengembangan kebudayaan.

Dalam pemahaman Ekonomi Kelembagaan, pasar digambarkan sebagai tempat dimana


terjadinya interaksi kompleks yang melibatkan berbagai institusi atau lembaga (baik formal
maupun non-formal) seperti individu, perusahaan/swasta, pemerintah pusat, norma sosial,
adat-istiadat, dan lain-lain), jadi transaksi yang terjadi dalam pasar bukan hanya dilihat
sebagai kegiatan tukar menukar barang dan jasa dengan uang yang dilakukan oleh penjual dan
pembeli, namun ada hal lain yang lebih kompleks, bahkan dalam diri si ‘penjual’ maupun
‘pembeli sendiri.

Ilmu Ekonomi Kelembagaan sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, hingga
muncul istilah ‘Ekonomi Kelembagaan Lama’ dan ‘Ekonomi Kelembagaan Baru’. Ekonomi
Kelembagaan Lama lahir dari pemikiran seseorang yang bernama Thorstein Veblen. Beliau
merupakan Ekonom sekaligus sosiolog yang tidak setuju dengan teori ekonomi
klasik/neoklasik yang cenderung statis. Beliau berpikir bahwa manusia sebagai pembuat
keputusan dalam ekonomi, juga motif ekonomi yang melatarbelakangi setiap kegiatan adalah
tidak sepenuhnya benar;sebagai sosiolog ia justru berpikir bahwa manusia-lah yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti adat-istiadat dan lembaga-lembaga tertentu.

Veblen juga tidak menyetujui asumsi dasar ekonomi klasik/neoklasik yang menyatakan
bahwa: 1.) Setiap aktivitas manusia didasarkan atas perhitungan rasional untung-ruginya; 2.)
Manusia selalu mendahulukan kepentingannya sendiri; 3.) Adanya persaingan akan dapat
meningkatkan efisiensi; 4.) Private Property Right merupkaan sebuah keharusan, dan; 5.)
Teori Ekonomi Klasik rupanya mengabaikan faktor-faktor lain seperti sejarah, sosial,
kelembagaan dalam membangun strukturnya.

Selain itu, Veblen juga memberikan kritik terhadap asumsi dasar teori tersebut. Sebenarnya
memang benar jika manusia merupakan makhluk rasional, namun yang tidak diperhitungkan
oleh teori ekonomi klasik/neoklasik adalah bahwa manusia juga makhluk emosional yang
memiliki perasaan, selera, nilai, dan kecenderungan (insting) yang sudah terikat dengan
budaya. Emosi atau perasaan yang dimiliki rupanya dapat mempengaruhi perilaku manusia
dalam melakukan transaksi ekonomi, sehingga terkadang aksi yang mereka lakukan tidak
terhitung ‘rasional’.

Sebelum transaksi terjadi, biasanya pelaku ekonomi atau manusia dihadapkan pada pilihan-
pilihan ekonomi. Pilihan-pilihan ini rupanya juga diperngaruhi oleh faktor lingkungan, fisik,
dan teknologi. Faktor seperti lingkungan ini dapat digolongkan ke dalam faktor sosial, dan
rupanya hal-hal seperti sosial, sejarah dan kelembagaan menjadi komponen yang takkan
terlepas dari dunia ekonomi, dan karena sosial dan kelembagaan sifatnya tidak statis, maka
keadaan perekonomian-pun tidak mungkin selamanya sama, pasti mengalami perubahan-
perubahan, yang dengan kata lain dapat kita sebut dinamis.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa keadaan sosial merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi perekonomian, perkembangan dari dunia ekonomi juga selalu mendapat
pengaruh dari keadaan sosial, diikuti dengan kelembagaan yang melingkupinya. Keadaan
sosial dan kelembagaan atau institusi tertentu ternyata selalu dapat mengondisikan
perkembangan perekonomian, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun mazhab Ekonomi Kelembagaan Baru yang dipelopori oleh Oliver Williamson.
Pemahaman ini sebenarnya berakar dari dua artikel yang ditulis oleh Ronal Coase yang
berjudul ‘The Nature of Firms’ (1937) dan ‘The Problem of Social Cost’(1960). Dalam ilmu
Ekonomi Kelembagaan Baru, sudut pandang ekonomi diarahkan menjadi terfokus pada
norma dan hukum sosial dan legal (yang merupakan institusi) yang mendasari aktivitas
ekonomi dan dengan analisa yang telah jauh-jauh dilakukan sebelumnya tentang Ekonomi
Kelembagaan dan Ekonomi Neoklasik, dapat kita lihat bahwa Ekonomi Kelembagaan
sebenarnya mencoba untuk memperluas langkahnya dalam menambahkan aspek-aspek yang
sekiranya belum dijelaskan dalam ekonomi neoklasik.

Mazhab Ekonomi Kelembagaan Baru menjelaskan kelemahan yang ada dalam pemahaman
ekonomi neoklasik, seperti: 1.) pasar dapat berjalan dengan sempurna tanpa biaya karena
informasi telah tersebar secara luas dan merata, sehingga pembeli tahu benar barang atau jasa
apa yang akan dibelinya; 2.) Persaingan berjalan dengan sempurna sehingga produsen
barang/jasa dapat menekan harga barang/jasa yang diperjual-belikan sehingga dapat menjadi
murah; 3.) Transaksi tanpa adanya biaya; 4.) Penegakan hak kepemilikan properti tidak
memerlukan biaya, dan; 5.) Mekanisme pasar mampu menyelesaikan masalah-masalah seperti
kasus eksternalitas, commons pool resources dan barang publik.

Tak hanya mengkritisi kelemahan mazhab ekonomi neoklasik, para ekonom


pendukung/pengikut mazhab ekonomi kelembagaan baru juga memberikan prespektif baru
yang berhubungan dengan masalah-masalah di atas, seperti: 1.) Pasar membutuhkan biaya
agar dapat berjalan, karena pada dasarnya informasi sifatnya asimetris; 2.) Persaingan tidak
dapat berjalan sempurna karena bergantung pada ketersediaan informasi dan penguasaan
sumber daya; 3.) Tidak ada transaksi yang tidak memerlukan biaya (bersifat costless/zero
cost); 4.) Penegakan hak kepemilikan properti membutuhkan biaya, dan; 5.) Mekanisme pasar
tidak mampu menyelesaikan kasus eksternalitas, commons pool resources, dan barang publik.

3.

Anda mungkin juga menyukai