Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja adalah aset masa depan suatu bangsa, sehingga masa depan

bangsa akan ditentukan oleh remaja saat ini. Masa remaja merupakan masa

dimana terjadi perpindahan masa kanak-kanak menuju dewasa. Remaja

merupakan suatu tahap perkembangan yang ditandai dengan perubahan-

perubahan fisik umum serta perkembangan kogitif dan sosial (Syamsoedin dkk,

2015). Dalam tahap perkembangannya, remaja dihadapkan pada masalah-

masalah kesehatan salah satunya adalah kurangnya pemenuhan kualitas tidur

yang disebabkan pada remaja memiliki pola yang berbeda dibandingkan usia

lainnya. Hal ini akibat dari pada masa akhir pubertas, remaja mengalami

sejumlah perubahan yang seringkali mengurangi waktu tidur. Remaja lebih

sering tidur waktu malam dan bangun lebih cepat karena tuntutan sekolah,

sehingga remaja sering kali mengantuk berlebihan pada siang hari (Keswara,

2019). Tidur merupakan suatu keadaan berulang-ulang, perubahan status

kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Fungsi tidur sangat penting

untuk pemenuhan kognitif remaja (Syamsoedin dkk, 2015). Setelah seharian

beraktivitas, tidur dapat meningkatkan kemampuan dan daya konsentrasi.

Apabila kualitas tidur tidak terpenuhi akan mengalami gangguan yang dapat

mempengaruhi kebutuhan remaja yang lain (Khusnal, 2017).

Studi remaja di beberapa negara menunjukkan bahwa rata-rata periode

tidur siswa berkurang di hari-hari sekolah menjadi sekitar tujuh jam karena
kecenderungan siswa untuk menunda tidur sambil mempertahankan waktu

bangun yang sama untuk mematuhi jadwal sekolah. Tidur yang baik ikut

memainkan peranan penting dalam belajar dan berpikir. Tuntutan performa di

sekolah sering menyebabkan perubahan kuantitas dan kualitas tidur pada

remaja. Para remaja cenderung memiliki jam yang tidak teratur terutama jam

untuk
istirahat yakni jam untuk tidur. Remaja terkenal dengan kebiasaan tidur di

ruang kelas atau jadwal istirahat yang tidak teratur. Remaja biasanya

mengalami kantuk harian berlebihan karena mereka tidak mendapatkan jumlah

tidur yang cukup. Remaja membutuhkan jumlah rata-rata tidur harian sekitar

8,5-9,25 jam (Louzada, et al, 2008).

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kurang

tidur merupakan salah satu masalah kesehatan, dengan prevalensi gangguan

tidur remaja Amerika sekitar 68,8%. Dari Herdiman dkk, (2015) menyatakan

prevalensi remaja yang mengalami gangguan tidur sebanyak 77,86%. Di

Indonesia hasil penelitian remaja perempuan memiliki prevalensi tidak cukup

tidur lebih tinggi daripada remaja laki-laki (71,3% berbanding 66,4%).

Persentase prevalensi tidak cukup tidur pada kelas 12 (76,6%) lebih tinggi

daripada kelas 9 (59,7%), kelas 10 (67,4%), dan kelas 11 (73,3%) (CDC,

2017). Penelitian yang dilakukan oleh Adelina Haryono (2010) terhadap 140

pelajar di Jakarta mendapatkan prevalensi gangguan tidur sebesar 62,9%,

dengan gangguan transisi bangun tidur sebagai jenis gangguan yang paling

sering ditemui (58%). Sedangkan di Kalimantan Tengah berdasarkan data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 dilaporkan bahwa sekitar 43,7%

penduduk yang berusia 12-18 tahun mengalami gangguan pola tidur. Pola tidur

mengalami perubahan yang progresif seiring bertambahnya usia dari masa

bayi, anak, hingga remaja ke arah pola tidur dewasa, yaitu durasi tidur yang

berkurang, siklus tidur yang lebih panjang, dan berkurangnya waktu tidur siang

(Marcell, 2007 dalam Nur’aini, 2011).


Salah satu penyebab dari gangguan tidur yang paling dominan adalah

stres. Dimana stres sering dianggap sebagai pemicu utama timbulnya gangguan

tidur yang bisa menyebabkan menurunnnya kualitas tidur (Windarwati,

2013;Wicaksono, 2012). Menurut Mendelson dalam Tarwaka (2010). Stres

sering diartikan sebagai suatu kondisi yang negatif, suatu keadaan yang

mengarah ke timbulnya penyakit fisik ataupun mental, atau mengarah ke

perilaku yang tak wajar. Stres dapat membuat seseorang mengalami gangguan

tidur, ketika stress terjadi peningkatan hormon kortisol, ini dapat menjadi

penyebab utama dari gangguan tidur. Hormon stres akan tetap diproduksi

pada waktu tidur, sehingga akan menghambat produksi melatonin. Melatonin

merupakan hormon yang berfungsi mengatur dan memelihara irama sirkadian

(sistem jam biologis tubuh yang berperan untuk mengatur saat tidur dan

bangun). Jika hormon melantonin tehambat maka akan mengganggu irama

sirkadian yang bekerja untuk membuat rasa ngantuk, sehingga menyebabkan

kualitas dan kuantitas tidur tidak tercukupi dengan baik. Dampak ketika

kualitas tidur tidak terpenuhi dengan baik bisa menyebabkan antara lain mudah

lelah, daya tahan tubuh menurun, kurang bisa berkonsentrasi, merasa kantuk

saat beraktifitas (Potter & Perry, 2009). Dari hasil penelitian sebelumnya

disebutkan bahwa tidur yang buruk terkait erat dengan performa sekolah yang

buruk pada remaja, hal tersebut memberi akan pengaruh terhadap proses

belajar dan akhirnya terjadi penurunan kepada prestasi belajar seseorang siswa

(Keswara, 2019).
Pola tidur yang tidak teratur tak hanya mengganggu konsentrasi

namun juga berpengaruh pada kemampuan metabolisme tubuh untuk bekerja

sama dengan baik. Hal ini juga berpengaruh terhadap otak dengan dua cara,

waktu terjaga akan melebihi batas normal, atau ketidakmampuan untuk

istirahat dalam waktu yang lama. Pola tidur yang terganggu ini erat kaitannya

dengan stres. Sementara itu stres yang dialami oleh remaja dikarenakan stres

belajar, stres aktivitas sekolah maupun stres peraturan sekolah. Semakin besar

tekanan yang diterima oleh tubuh terutama otak, maka akan semakin besar

untuk memperparah timbulnya penyakit stres. Aktivitas yang terencana dan

terjadwal dapat mengantisipasi dan menghindari keadaan atau kondisi yang

menimbulkan tekanan. Salah satu jenis pola aktivitas keseharian yang memiliki

peran penting sebagai salah satu benteng pertahanan terbaik untuk menghindari

stres adalah dengan melakukan pola tidur yang baik dan teratur (Saifudin,

2012).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti bermaksud

mengangkat judul penelitian yaitu: “Hubungan stres dengan kualitas tidur

remaja di Desa Dusun Gempol Cablek Kedungsuko Kecamatan Sukomoro

Kabupaten Nganjuk.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang dirumuskan dalam

penelitian ini yaitu: “Apakah ada hubungan stres dengan kualitas tidur remaja

di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten

Nganjuk?”
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan stres dengan kualitas tidur remaja di Dusun Gempol

Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi stres pada remaja di Dusun Gempol Cablek Desa

Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.

b. Mengidentifikasi kualitas tidur remaja di Dusun Gempol Cablek Desa

Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.

c. Menganalisis hubungan stres dengan kualitas tidur remaja di Dusun

Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten

Nganjuk.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Remaja

Dapat membantu meningkatkan kualitas tidur melalui upaya peningkatan

pengetahuan remaja tentang cara mengatasi stres.

2. Bagi Tempat Penelitian

Dapat memberi masukan bagi tenaga kesehatan yang bertugas dalam

memberikan penyuluhan tentang cara mengatasi stres dan meningkatkan

kualitas tidur remaja.


3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Dapat memberi masukan bagi pengembangan ilmu keperawatan komunitas,

khususnya berkaitan dengan hubungan stres dengan kualitas tidur remaja di

Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten

Nganjuk.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Stres

a. Definisi

Stress adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap

tuntutan yang menyebabkan keteganggan dan mengganggu stabilitas

kehidupan sehari-hari (Priyoto, 2014). Stress merupakan respon tubuh

terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat menjadi sistem

pertahanan diri yang dapat memproteksi diri kita (Nasir & Munith 2011).

Stres adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu karena

tekanan psikologis dan biasanya stres dikaitkan dengan penyakit

psikologis. Akan tetapi, lebih karena masalah kejiwaan seseorang

selanjutnya berakibat pada penyakit fisik yang bisa muncul akibat lemah

dan rendahnya daya tahan tubuh dalam kondisi stress (Mumpuni, Y, &

Wulandari, A, 2010).

b. Faktor yang Mempengaruhi Stres

Stres diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal.

1) Faktor internal

a) Pola pikir

Individu yang berfikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi

mereka cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar

6
kendali yang ia pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan

stres yang akan dialami.

b) Kepribadian

Kepribadian seseorang dapat menentukan tingkat toleransinya

terhadap stres. Tingkat stres siswa yang optimis biasanya lebih

kecil dibandingkan siswa yang sifatnya pesimis.

c) Keyakinan

Penyebab internal selanjutnya yang turut menentukan tingkat stres

siswa adalah keyakinan atau pemikiran terhadap diri. Keyakinan

terhadap diri memainkan peranan penting dalam

menginterpretasikan situasi-situasi disekitar individu. Penilaian

yang diyakini siswa, dapat mengubah cara berfikirnya terhadap

suatu hal bahkan dalam jangka panjang dapat membawa stres

secara psikologis.

2) Faktor eksternal

a) Pelajaran lebih padat

Kurikulum dalam sistem pendidikan telah ditambah bobotnya

dengan standar lebih tinggi. Akibatnya persaingan semakin ketat,

waktu belajarbertambah dan beban pelajar semakin berlipat.

Walaupun beberapa alasan tersebut penting bagi perkembangan

pendidikan dalam negara, tetapi tidak dapat menutup mata bahwa

hal tersebut menjadikan tingkat stres yang dihadapi siswa

meningkat pula.
b) Tekanan untuk berprestasi tinggi

Para siswa ditekan untuk berprestasi dengan baik dalam ujian-uijan

mereka. Tekanan ini terutama datang dari orang tua, keluarga guru,

tetangga, teman sebaya, dan diri sendiri.

c) Dorongan status sosial

Pendidikan selalu menjadi simbol status sosial. Orang-orang

dengan kualifikasi akademik tinggi akan dihormati masyarakat dan

yang tidak berpendidikan tinggi akan dipandang rendah. Siswa

yang berhasil secara akademik sangat disukai, dikenal, dan dipuji

oleh masyarakat. Sebaliknya, siswa yang tidak berprestasi di

sekolah disebut lamban, malas atau sulit. Mereka dianggap sebagai

pembuat masalah dan cendrung ditolak oleh guru, dimarahi orang

tua, dan diabaikan teman- teman sebayanya.

d) Orang tua saling berlomba

Dikalangan orang tua yang lebih terdidik dan kaya informasi,

persaingan untuk menghasilkan anak-anak yang memiliki

kemampuan dalam berbagai aspek juga lebih keras. Seiring dengan

menjamurnya pusat-pusat pendidikan informal, berbagai macam

program tambahan, kelas seni rupa, musik, balet, dan drama yang

juga menimbulkan persaingan siswa terpandai, terpintar dan serba

bisa.
c. Tahapan Stres

Tahapan stres dikemukakan oleh (Robert J. Van Amberg, dalam Yosep

2016) sebagai berikut:

1) Sres Tingkat I

Tahapan ini merupakan tingkat stres paling ringan dan disertai dengan

perasaan-perasaan sebagai berikut:

a) Semangat besar.

b) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya energi dan gugup

berlebihan, diikuti kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari

biasanya.

c) Tahapan ini biasanya menyenangkan dan semangat menjadi

bertambah tetapi tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan

energinya sedang menipis.

2) Stres Tingkat II

Pada tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang

dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi

cukup sepanjang hari.

3) Stres Tingkat III

Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin Nampak. Pada tahapan ini

penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali kalau beban


stres dikurangi dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat

atau relaksasi guna memulihkan suplai energi.

4) Stres Tingkat IV

Pada tahapan ini sudah menunjukkan gejala yang lebih buruk yang

ditandai dengan ciri-ciri :

a) Tenaga yang digunakan untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa

sangat sulit.

b) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit

Kehilangan kemampuan untuk menanggapi suatu pergaulan sosial

dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.

c) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan sering

terbangun dini hari.

5) Stres Tingkat V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dibandingkan

dengan tingkat stres IV, ditandai dengan:

a) Keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion)

b) Tidak mampu mengerjakan pekerjaan sederhana

c) Perasaan takut yang semakin menjadi, mimpi buruk

6) Stres Tingkat VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan

gawat darurat, ditandai dengan:


a) Denyut jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin

yang dikeluarkan, karena stres tersebut cukup tinggi dalam

peredaran darah.

b) Nafas terasa sesak bahkan dapat megap-megap.

c) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran.

d) Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak bisa lagi, pingsan

atau collap

d. Tingkat Stres

Setiap individu memiliki persepsi dan resepon yang berbeda-beda

terhadapa stress. Stres sudah menjadi bagian dari hidup seseorang.

Mungkin tidak ada manusia biasa yang belum pernah merasakan stres.

Stres kini menjadi manusiawi selama tidak berlarut-larut dan

berkepanjangan (Psychology foundation of Australia, 2010). Berdasarkan

gejalanya, stres dibagi menjadi tiga tingkat yaitu:

1) Stres ringan

Pada tingkat stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek

fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap

orang misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stres ringan

sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi dapat membantu

individu menjadi waspada. Situasi ini tidak akan menimbulkan

penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

2) Stres sedang
Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa

hari. Respon dari tingkat stres ini didapat gangguan pada lambung dan

usus misalnya maag, buang air besar tidak teratur, ketegangan pada

otot, gangguan pola tidur, perubahan siklus menstruasi, daya

konsentrasi dan daya ingat menurun. Contoh dari stresor yang

menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang belum selesai,

beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan

anggota keluarga yang pergi dalam waktu yang lama.

3) Stres berat

Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai

beberapa tahun. Respon dari tingkat stres ini didapat gangguan

pencernaan berat, debar jantung semakin meningkat, sesak napas,

tremor, persaan cemas dan takut meningkat, mudah bingung dan

panik. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres berat adalah

hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan

penyakit fisik yang lama.

e. Dampak Negatif Stres

Dampak negatif stres antara lain:

1) Sikap Agresif, frustasi, gugup, kejenuhan, bosan, dan kesepian.

2) Alkohol, merokok, makan berlebihan, penyimpangan seks.

3) Daya pikir lemah, tidak mampu membuat keputusan, tidak

konsentrasi.
4) Peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan gula darah

(Depkes, 2009).

f. Cara Mengatasi Stres

Adapun cara mengatasi stres antara lain: berolahraga, relaksasi otot,

relaksasi mental (rekreasi), melakukan curhat atau berbicara pada orang

lain, memberi batas waktu sedih, memperdalam ibadah dan agama,

menghindari pelarian negatif (Depkes, 2009)

g. Pengukuran Stres

Depression Anxiety Sress Scale oleh Lovibond merupakan seperangkat

yang terdapat tiga skala keadaan diri untuk di rancang untuk mengukur

emosi negatif yang terdiri dari depresi, kecemasan dan stress. (Lovibond

dalam Psychology Foundation of Australia, 2014) menyatakan bahwa

terdapat 14 item dengan isi yang serupa dalam kuisioner DASS. Skala

untuk mengukur stress yaitu menilai kesulitan untuk tenang, kegugupan,

murah marah dan gelisah. Kepekaan maupun ekspresi yang lebih dan

kurang bersabar. DASS sub-skala stress :

1) Saya merasa bahwa diri saya menjadi pemarah karena hal- hal

sepele

2) Saya sering bereaksi berlebihan terhadap dalam situasi tertentu.

3) Saya memiliki kesulitan dalam bersantai

4) Saya merasa diri saya mudah merasa kesal

5) Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa cemas


6) Saya menemukan diri saya menjadi mudah sabar ketika dalam

keadaan tertunda (misalnya : macet saat perjalanan, sering

menunggu).

7) Saya merasakan jika saya mudah tersingung

8) Saya merasa kesulitan dalam beristirahat

9) Saya merasa bahwa saya mudah marah

10) Saya merasa sulit untuk tenang jika ada yang membuat saya kesal.

11) Saya sulit untuk sabra dalam menghadapi gangguan terhadap hal

yang sedang saya lakukan.

12) Saya sering merasa gelisah

13) Saya tidak perduli pada apapun yang menghalangi saya melakukan

apa yang saya inginkan

14) Saya gampang gelisah

Terdapat empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap

pertanyaaan yaitu :

0 : tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah

1 : sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang

2 : sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau

lumayan sering

3 : sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali

Sejumlah nilai untuk masing-masing dari pertanyaan yang diselesaikan

oleh masing-masing responden, masing masing sub skala, kemudian

evaluasi sesuai indeks tingkat keparahan di bawah ini:


tingkat stress :

1) Ringan : 0-21

2) Sedang : 22-42

3) Berat : > 42

(sumber : Depression Anxiety Sress Scale/ DASS-42)

2. Konsep Kualitas Tidur

a. Definisi

Tidur merupakan salah satu cara untuk melepas kelelahan baik

jasmani maupun mental. Tidur merupakan suatu keadaan yang

sederhana. Dalam keadaan tidur, sedikit sekali yang dapat diingat secara

normal dapat dikatakan bahwa dalam tidur semua system dalam tubuh

kita berkurang kegiatannya. Pengurangan ini sampai batas paling dasar

dan akan tetap dalam batas ini sapai kita bangun kembali keesokan

harinya. Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia,

karena dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat

mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu,

tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali.

Proses pemulihan yang terhambat dapat menyebabkan organ tubuh tidak

bisa bekerja dengan maksimal, akibatnya orang yang kurang tidur akan

cepat lelah dan mengalami penurunan konsentrasi (Ulimudiin, 2011).


Kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah

faktor jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh kedalaman tidur (kualitas

tidur). Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga

seseorang tersebut tidak merasa lelah, mudah terangsang dan gelisah,

lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak,

konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala

dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006).

b. Jenis Tidur

1) Menurut Rafknowledge (2004), setiap malam seseorang mengalami

dua jenis tidur yang berbeda dan saling bergantian yaitu: tidur REM

(Rapid-Eye Movement) dan non REM (Non Rapid-Eye Movement)

a) Tidur REM

Tidur REM (rapid eye movement) terjadi di saat kita bermimpi

hal tersebut ditandai dengan tingginya aktivitas mental, dan fisik.

Ciri-cirinya antara lain; detak jantung, tekanan darah, dan cara

bernapas sama dengan yang dialami saat kita terbangun. Masa

tidur REM kira-kira dua puluh menit dan terjadi selama empat

sampai lima kali dalam sehari.

b) Tidur Non-REM

Tidur non-REM memiliki empat tingkatan. Selama tingkatan

terdalam berlangsung (3 dan 4), orang tersebut akan cukup sulit

dibangunkan. Beranjak lebih malam, status tidur non-REM


semakin ringan. Pada tingkat 4, tidur serasa menyegarkan/

meguatkan. Selama periode ini, tubuh memperbaiki dirinya

dengan menggunakan hormon yang dinamakan somastostatin.

Ilmuwan mendefinisikan bahwa tidur yang terbaik adalah tidur

yang mengalami perpaduan tepat antara mengalami REM dan

non-REM.

c. Fisiologi Tidur

Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika

seseorang sedang tidur bukan berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak

aktif melainkan sedang bekerja (Harsono, 2007). Sistem yang mengatur

siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system

(RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak pada

batang otak (Potter & Perry, 2009). RAS merupakan sistem yang

mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk

kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian

atas pons. Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual,

pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari

korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam

keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti

norepineprin. Sedangkan pada saat tidur, hal itu disebabkan adanya


pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan

batang otak tengah, yaitu BSR (Potter & Perry, 2009).

d. Tahapan/Fase Proses Tidur

1) Tahapan-tahapan proses tidur dapat diamati melalui pengamatan

gelombang otak selama periode tidur dengan menggunakan alat EEG

(electroencephalograph). Tidur dibagi menjadi dua tahapan/fase yaitu

pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement (REM) dan

pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement

(NREM). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat

stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga

dan tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM. Fase NREM dan

REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam

(Potter & Perry, 2009).

a) Tidur stadium satu

Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan

dapat terbangun dengan mudah oleh karena suara atau gangguan

lain. Selama tahap pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-

lahan, dan aktivitas otot melambat (Smith & Segal, 2010).

b) Tidur stadium dua

Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung

melambat dan suhu tubuh menurun. Pada tahap ini didapatkan

gerakan bola mata berhenti (Smith & Segal, 2010).

c) Tidur stadium tiga


Pada tahap ini individu sulit untuk dibangunkan, dan jika

terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri

dan sering merasa bingung selama beberapa menit (Smith & Segal,

2010).

d) Tidur stadium empat

Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang

otak sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan

menuju otot, untuk memulihkan energi fisik (Smith & Segal,

2010).

Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep,

dan diperlukan untuk merasa cukup istirahat. Fase tidur NREM

berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu masuk ke

fase REM. Pada waktu REM jam pertama berlangsung lebih cepat dan

lebih panjang saat menjelang pagi atau bangun. Selama tidur REM,

mata bergerak cepat ke berbagai arah, walau kelopak mata tertutup.

Pernafasan menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal, denyut

jantung dan nadi meningkat. Selama tidur NREM dan REM dapat

terjadi mimpi, tetapi mimpi tidur REM lebih nyata dan diyakini

penting untuk konsolidasi memori jangka panjang (Potter & Perry,

2009).

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur menurut Potter &

Perry (2009) adalah:


1) Gaya hidup

Rutinitas jadwal aktivitas harian yang tidak teratur dapat

mempengaruhi pola tidur seseorang menjadi terganggu.

2) Lingkungan

Lingkungan adalah faktor yang paling penting untuk seseorang dapat

tertidur lelap. Lingkungan yang berisik, terlalu panas, atau terlalu

dingin akan mengurangi kenyamaan seseorang.

3) Stres

Kecemasan dan perasaan stres dapat mengganggu pola tidur

seseorang. Adanya masalah atau beban pikiran yang sedang dihadapi

akan sangat mudah untuk memicu perasaan stres yang akan

menimbulkan pola tidurnya dapat terganggu.

4) Kelelahan

Seseorang yang kelelahan dalam tahap sedang, biasanya memiliki

tidur yang baik. Namun seseorang yang terlalu lelah karena latihan

fisik yang berat akan menyebabkan kesulitan untuk tertidur

5) Asupan makanan

Asupan makanan sangat mempengaruhi kualitas tidur. Kafein dan

alkohol yang dikonsumsi di malam hari dapat mengganggu pola tidur

seseorang.

6) Faktor usia lanjut


Lansia mengalami proses menua yang dapat mempengaruhi pola tidur

lansia. Sulit memulai tidur merupakan gangguan yang paling sering

dialami lansia. Apabila ia berhasil masuk ke dalam keadaan tidur, ia

mengalami gangguan lain berupa tidur yang tidak berkualitas.

Gangguan tidur sering dialami lansia pada malam hari, sering

terbangun tengah malam dan mengalami mimpi buruk.

f. Gangguan Tidur

Tidur dikatakan berkualitas apabila terbebas dari berbagai

gangguan pada waktu tidur. Gangguan tidur dapat dikategorikan menjadi

gangguan tidur primer dan gangguan tidur sekunder. Gangguan tidur

primer jika seseorang mengalami gangguan tidur tanpa penyebab lain.

Gangguan tidur sekunder diakibatkan oleh gejala klinis seperti disfungsi,

depresi, atau alkoholik (Kennedy, 2014).

Menurut Potter & Perry (2009), terdapat beberapa jenis

gangguan tidur yang biasa terjadi:

1) Insomnia

Insomnia adalah kesulitan untuk memenuhi kualitas dan kuantitas saat

tidur. Insomnia ditandai dengan kesulitan seseorang untuk memulai

tahap NREM. Penelitian ini difokuskan pada gangguan tidur jenis

insomnia pada lansia. Menurut Kennedy (2014), gangguan tidur

insomnia dicirikan dengan:

a) Kesulitan memulai tidur

b) Keterjagaan pada malam hari


c) Ansietas (kecemasan/ketakutan yang tidak jelas)

d) Mengantuk berlebihan pada siang hari

2) Hipersomnia

Hipersomnia adalah suatu keadaan ketika seseorang tidur secara

berlebihan dari waktu yang normal. Gangguan tidur ini kebalikan dari

insomnia yaitu kelebihan tidur dari 9 jam di malam hari.

3) Parasomnia

Parasomnia adalah jenis gangguan tidur yang terjadi pada anak-anak.

Anak anak yang mengalami parasomnia mengalami gejala seperti

berjalan saat tertidur, perasaan takut, dan enuresis.

4) Apnea

Apnea adalah suatu keadaan saat seseorang mengalami keadaan henti

napas saat tidur.

5) Sleep Paralysis

Sleep paralysis adalah sejenis halusinasi karena adanya malfungsi

tidur di tahap Rapid Eye Movement (REM).

Penatalaksanaan untuk gangguan tidur pertama-tama harus

mengutamakan intervensi non farmakologis. Informasi mengenai higiene

tidur normal dapat menghilangkan ketakutan klien dan memotivasi

keterlibatan aktif klien dalam rencana terapi. Pada kasus insomnia, perlu

dilakukan intervensi untuk menciptakan lingkungan tidur yang kondusif.

Memodifikasi faktor ekstrinsik seperti ventilasi, pencahayaan, tingkat

kebisingan dalam lingkungan tidur dan mengubah tempat tidur


merupakan perubahan termudah yang dapat dilakukan. Faktor intrinsik

seperti stres dan ketidakmampuan untuk relaks dapat direduksi dengan

terapi alternatif: aromaterapi, latihan nafas dalam, meditasi terbimbing,

dan relaksasi otot progresif (Kennedy, 2014).

Intervensi farmakologis pemberian obat tidur hanya dapat

diberikan sebelum tidur dan klien sebaiknya ditanyakan apakah sedang

menggunakan obat lain, apakah memiliki kebiasaan merokok, dan

apakah sedang dalam kondisi kehamilan. Salah satu obat yang paling

sering digunakan untuk mengatasi insomnia adalah Zolpidem Tartrat

(Ambien 5-10 mg) yang diminum sekitar 30 menit sebelum tidur.

Sedangkan sebagian besar jenis benzodiazepin dan derivat benzodiazepin

harus diresepkan secara hati-hati pada klien berpenyakit hati.

Penggunaan jangka panjang tidak disarankan, karena menimbulkan efek

ketagihan dan ketergantungan (Kennedy, 2014).

g. Pengukuran Kualitas Tidur

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah instrument

efektif yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur

orang dewasa. PSQI dikembangkan untuk mengukur dan membedakan

individu dengan kualitas tidur yang baik dan kualitas tidur yang buruk.

Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan

beberapa dimensi yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Dimensi

tersebut antara lain kualitas tidur subjektif, sleep latensi, durasi tidur,

gangguan tidur, efesiensi kebiasaan tidur, penggunaan obat tidur , dan


disfungsi tidur pada siang hari. Dimensi tersebut dinilai dalam bentuk

pertanyaan dan memiliki bobot penialaian masing-masing sesuai dengan

standar baku. (Mirghani et al., 2015).

Validitas penelitian PSQI sudah teruji. Instrumen ini

menghasilkan 7 skor yang sesuai dengan domain atau area yang

disebutkan sebelumnya. Tiap domain nilainya berkisar antara 0 (tidak ada

masalah) sampai 3 (masalah berat). Nilai setiap komponen kemudian

dijumlahkan menjadi skor global antara 0-21. Skor global ˃5 dianggap

memiliki gangguan tidur yang signifikan. PSQI memiliki konsistensi

internal dan koefisien reliabilitas (Cronbach’s Alpha) 0,83 untuk 7 komponen

tersebut. (Buysee et al., 1989).

3. Konsep Remaja

a. Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) bahwa definisi

remaja dikemukakan melalui tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan

sosial- ekonomi. Sehingga dapat dijabarkan bahwa remaja adalah suatu

masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

sosial. Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola

identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Serta individu yang

mengalami peralihan dari ketergantungan menjadi keadaan yang relatif

lebih mandiri (Sarwono, 2013).


Remaja dapat didefinisikan melalui beberapa sudut pandang

yaitu remaja merupakan individu yang berusia 11-12 tahun sampai 20-21

tahun. Remaja merupakan individu yang menglami perubahan pada

penampilan fisik, maupun perubahan psikologis. Remaja merupakan

masa yang penting dalam perjalanan kehidupan manusia. Masa remaja

ini merupakan jembatan antara masa kanak- kanak yang bebas menuju

masa dewasa yang menuntut tanggung jawab (Kusmiran, 2011).

b. Karakteristik Remaja

Sumiati dkk, (2009) mengatakan karakteristi perkembangan yang normal

yang terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya

dalam mencapai identitas diri antara lain menilai diri secara objektif dan

merecanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan

demikian pada fase ini, seorang remaja:

1) Menilai rasa identitas pribadi

2) Meningkatkan minat pada lawan jenis

3) Menggabngkn perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh

4) Memulai perumusan tujuan okupasional

5) Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga

c. Ciri-ciri Remaja

Hurlock mengemukakan berbaai ciri dari remaja diantaranya (Hurlock

dalam Sumiati Dkk, 2009) :

1) Masa remaja adalah masa peralihan


Masa peralihan adalah peralihan dari suatu tahap perkembangan ke

tahap perkembangan berikutnya. Pada masa remaja, seorang remaja

akan mulai menentukan perilaku, nilai, dan sifat yang sesuai

dengannya karean peralihan dari masa anak-anak ke dewasa yang

mereka alami.

2) Masa remaja adalah masa terjadi perubahan

Pada masa remaja terjadi perubahan pada empat aspek ini.

Diantaranya adalah perubahan emosi, perubahan pola perilaku,

perubahan peran dan minat, dan perubahan sikap menjadi ambivalen.

3) Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

Munculnya masalah pada remaja kadang sulit untuk diatasi karena

remaja tidak terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri. Karena

awalnya mereka terbiasa menyelesaikan masalah dengan bantuan

orang lain.

4) Masa remaja adalah masa mencari identitas

Remaja umumnya mencari jati dirinya, sebenarnya siapakah dirinya

dan apa perannya di masyarakat. Umumnya remaja ingin

memperlihatkan dirinya sebagai seorang individu, disisi lain ia ingin

tetap mempertahankan dirinya di kelompok sebayanya.

5) Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan

Stigma masyarakat yang menganggap bahwa remaja tidak dapat

dipercaya, melawan, serta cenderung berperilaku merusak


menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi

kehidupan remaja.

6) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja lebih cenderung melihat sesuatu dari sisi pandangnya sendiri.

Yaitu ketika melihat tentang dirinya sendiri maupun ketika meliat

orang lain. Remaja cenderung belum bisa melihat sesuatu secara

apa adanya namun menginginkan sesuatu berdasarkan harapannya.

7) Masa remaja adalah masa ambang masa dewasa

Semakin bertambah usia remaja dan melalui usia belasan maka remaja

akan semakin berkembang dan matang menyerupai oran dewasa. Ia

akan berperilaku seolah-lah menunjukkan bahwa dirinya sudah

dewasa misalnya gaya berpakaian mupun berbicara dan bertindak.

d. Perubahan Masa Remaja

Menurut Sumiati dkk (2009) perubahan masa remaja dibgi menjadi

tiga bagian yaitu:

1) Perubahan Fisik

Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek

fisiolois, dimana kelenjar hipofise pada remaja menjadi matangdan

mengeluarkan beberapa hormone,seperti hormone gonadotropineyang

berfungsi mempercepat pematangan seltelur dan sel sperma, serta

mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosteron, dan esterogen.

Dampak dari produksi hormon tersebut adalah :


a) Ukuran otot bertambah besar dan semakin kuat

b) Testosteron menghasilkan sperma dan esteroen meproduksi sel

telur.

c) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti

pembesaran payudara, perubahan suara, mimpi basah,

tumbuhnya rambut-rambut halus di sekitar kemaluan, ketiak, dan

bulu mata.

2) Perubahan Emosional

Perubahan emosional yang sering terjadi pada masa remaja berupa

marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih,dan kasih

sayang. Perbedan terletak pada rangsangan yang mengakibatkan

emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi secara ekstrim

dan mampu menekpresikan emosi secara tepat sesuai dengan kondisi

lingkungan dan dapat diterima masyarakat maka kematangan emosi

pada remaja akan memberikan reaksi yang stabil. Ciri-ciri

kematangan emosi pada masa remaja yang ditandai dengan sikap

sebagai berikut :

a) Tidak bersikap kekanak-kanakan

b) Bersikap rasional

c) Bersikap objektif

d) Menerima kritikan orang lain

e) Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan

f) Mampu menghadapi masalah


3) Perubahan Sosial

Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orang tua dengan

maksud menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada diluar

rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk

kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi

ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh orang atau

teman dalam hal minat, sikap, penampilan, dan perilaku. Perubahan

yang paling menonjol adalah hubungan hetero seksual. Remaja akan

memperlihatkan perubahan dari tidak menyukai lawan jenis menjadi

lebih menyukai lawan jenis. Remaja ingin diterima, diperhatikan,

dicintai oleh lawan jenis, dan kelompoknya

e. Perkembangan Sosial Remaja

Menurut Sumiati dkk (2009) perkembangan sosial remaja dibagi

menjadi tiga yaitu :

1) Perkembangan awal

Remaja awal merupakan masa transmisi, dimana usianya berkisar

antara 10 sampai 14 tahun. Pada masa transisi tersebut

kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai

dengan kecenderungan perilaku menyimpang.

2) Perkembangan Tengah

Remaja pertengahan terjadi pada usia 15-16 tahun. Pada tahap ini

lebih mudah untuk diajak kerjasama, lebih mampu berkomunikasi,


belajar berfikir secara independen dan membuat keputusan sendiri,

tidak berfokus pada sendiri lagi, membangun nilai atau norma dan

rasa setia kawan, mulai membina hubungan dengan lawan jenis,

berkembangnya ketrampilan intelektual khusus, mengembangkan

minat yang besar dalam bidang seni dan olahraga.

3) Remaja Akhir

Pada saat ini remaja memasuki era yang lebih ideal periode ini terjadi

pada usia 17 sampai 19 tahun. Perkembangan yang sering terjadi

adalah ideal, terlibat dalam kehidupan pekerjaan dan hubungan di luar

keluarga, harus belajar kemandirian di bidang finansial dan

emosional, lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan

lawan jenis, hampir siap menjadi orang dewasa yang mandiri.

B. Kerangka Konseptual

Remaja

Perubahan pada remaja


1. Perubahan fisik
2. Perubahan sosial
3. Perubahan emosional

Faktor yang mempengaruhi


kualitas tidur: Faktor yang mempengaruhi stres
1. Gaya hidup 1. Faktor internal
2. Lingkungan a. Pola pikir
3. Kelelahan b. Kepribadian
4. Asupan makanan /minuman c. Keyakinan
5. Jenis kelamin 2. Faktor eksternal
6. Riwayat penyakit a. Pelajaran lebih padat
7. Stres b. Tekanan untuk berprestasi tinggi
a. Kesulitan untuk tenang
Kualitas tidur
1. Kualitas tidur subjektif
2. Latensi tidur
3. Durasi tidur
4. Efisiensi tidur
5. Gangguan tidur
6. Penggunaan obat
7. Disfungsi di siang hari

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Stres dengan Kualitas Tidur


Remaja di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan
Sukomoro Kabupaten Nganjuk.

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan sementara, rumusan masalah

atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2016). Berdasarkan kerangka konsep di

atas dalam usulan skripsi ini akan di kemukakan sebagai hipotesa sebagai

berikut:

Ha : Ada Hubungan Stres dengan Kualitas Tidur Remaja di Dusun Gempol

Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode

ilmiah (Notoatmodjo, 2010). Metode penelitian meliputi desain penelitian,

kerangka kerja penelitian, populasi, sampel, dan sampling, identifikasi variabel,

definisi operasional, pengumpulan dan analisa data, serta etika penelitian.

A. Desain Penelitian

Menurut Sugiyono (2009) desain penelitian adalah semua proses yang

dilakukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain penelitian ini

menggunakan desain korelasi, yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti

untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa

melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang sudah ada

(Arikunto, 2010). Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yaitu

dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel satu kali saja

dan pengukuran variabel dependen dan independen dilakukan pada saat

pemeriksaan atau pengkajian data (Nursalam, 2016).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada Bulan September 2022 berlokasi di Dusun

Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.

32
C. Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah pentahapan (langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah)

mulai dari penatapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak

awal penelitian akan dilaksanakan (Nursalam, 2016).


Populasi
Seluruh remaja di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro
Kabupaten Nganjuk berjumlah 35 orang.

Sampling
Total Sampling

Sampel
Seluruh remaja di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro
Kabupaten Nganjuk berjumlah 35 orang.

Pengumpulan Data
Variabel stres : Kuesioner
Variabel kualitas tidur remaja : Kuesioner
.

Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating, analyzing dengan uji Spearman Rank
pada α (0,05)

Hasil
Disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar
ρ-value ≤ α (0,05) Ha diterima, ρ-value > α (0,05) H0 diterima
.

Kesimpulan
Ada atau tidak ada hubungan stres dengan kualitas tidur remaja di Dusun Gempol
Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Stres dengan Kualitas Tidur Remaja
di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan
Sukomoro Kabupaten Nganjuk.
D. Populasi, Sampel, dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, pasien) yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016). Populasi dalam penelitian

ini adalah Seluruh remaja di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko

Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk berjumlah 35 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai

subyek penelitian (Nursalam, 2016). Sampel dalam penelitian ini adalah

Seluruh remaja di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan

Sukomoro Kabupaten Nganjuk berjumlah 35 orang.

3. Sampling

Sampling adalah menyeleksi populasi yang dapat mewakili populasi yang

ada (Nursalam, 2016). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian

ini adalah total sampling, yaitu teknik penentuan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2009).

E. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek

atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Variabel dalam

penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:


1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahannya variabel dependent (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian

ini variabel independen dalam penelitian adalah stres.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini

variabel dependen adalah kualitas tidur remaja.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik (variabel) yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2016). Definisi

operasional variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Stres dengan Kualitas Tidur Remaja
di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro
Kabupaten Nganjuk.

Variabel Definisi
Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Penelitian Operasional
Variabel Suatu kondisi 1. Kesulitan untuk Kuesioner Ordinal 1. Ringan :
Independen: ketegangan tenang Depressio 0-21
pada seseorang 2. Kegugupan n Anxiety 2. Sedang :
Stres yang 3. Mudah marah Sress 22-42
mempengaruhi 4. Gelisah Scale/ 3. Berat : >
emosi, proses
DASS-42) 42
berpikir, dan
kondisinya. (sumber :
Depression
Anxiety Sress
Scale/ DASS-42)
Variabel Tercapainya 1. Kualitas tidur Kuesioner Ordinal Bila jawaban
dependen: kuantitas dan subjektif Pittsburgh 0 = sangat baik
kualitas tidur 2. Latensi tidur Sleep 1 = cukup baik
Kualitas yang adekuat 3. Durasi tidur Quality 2 = agak buruk
Tidur pada pada lansia 4. Efisiensi tidur Index 3 = sangat buruk
Lansia tanpa adanya 5. Gangguan tidur (PSQI)
gangguan atau 6. Penggunaan obat 1.Baik = ≤ 5
penyulit. 7. Disfungsi di 2.Buruk = > 5
siang hari
(sumber:
Pittsburgh Sleep
Quality Indexd
PSQI)

G. Instrumen, Pengumpulan dan Pengolaham Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data, agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

lebih baik, lebih cepat, lengkap dan sistematis, sehingga lebih mudah diolah

(Arikunto, 2010). Pengumpulan data stres menggunakan instrumen

kuesioner DASS 42 dan kualitas tidur menggunakan instrumen kuesioner

PSQI yang dibagikan pada remaja di Dusun Gempol Cablek Desa

Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan dalam penelitian

(Nursalam, 2016). Dalam melakukan penelitian prosedur data yang

ditetapkan adalah sebagai berikut:

a. Mengurus surat permohonan ijin kepada Kepala STIKes Satria Bhakti

Nganjuk.
b. Mengurus surat permohonan ijin kepada Kepala Kesbangpolinmas

Kabupaten Nganjuk.

c. Mengurus surat permohonan ijin kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Nganjuk.

d. Mengurus surat permohonan ijin kepada Kepala Desa Kedungsuko.

e. Memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian

dan bila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk

menandatangani informed concent.

f. Membagikan kuesioner pada kepada responden untuk diisi, kemudian

dikumpulkan untuk direkap dan diolah secara statistik.

3. Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah kegiatan memeriksa kesesuaian responden dengan kriteria

yang telah ditentukan.

b. Coding

Coding (pengkodean) adalah suatu pemberian kode yang biasanya dalam

bentuk angka, proses penyusunan secara sistematis dan mentah (yang ada

dalam lembar observasi) ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin

pengolah data (Sibagariang, 2010). Coding dalam penelitian ini adalah :

1) Data Umum ‘

a) Jenis kelamin

1 = laki laki

2 = perempuan
b) Usia

1 = 10-14 Tahun

2 = 15-16 Tahun

3 = 17-19 Tahun

c) Pendidikan

1 = SD

2 = SMP

3 = SMA

4 = Perguruan Tinggi

2) Data Khusus

a) Stres

1 = Ringan

2 = Sedang

3 = Berat

b) Kualitas tidur remaja

1 = Baik

2 = Buruk

c. Scoring

Hasil dari penelitian di masukkan rumus :

1) Data Umum

Data umum meliputi data jenis kelamin, usia, pendidikan, dan

pekerjaan. Untuk menginterpretasikan data demografi mengenai

karakteristik responden menggunakan distribusi frekuensi, dimana


jumlah responden yang ada dikalikan 100% dan hasilnya berupa

prosentase. Teknik penyajian data setelah dianalisis adalah sebagai

∑F
berikut: P= 100 %
N

Keterangan :

P = Prosentase

∑ = Frekuensi pilihan responden

N = Pilihan responden maksimal

Kemudian hasil prosentase tiap data umum diinterprestasikan dengan

skala kuantitatif:

100% : seluruhnya

76%-99% : hampir seluruhnya

51%-75% : sebagian besar

50% : setengah

26%-49% : hampir setengahnya

1%-25% : sebagian kecil

0% : tidak satupun (Sugiyono, 2010)

2) Data Khusus

a) Variabel independen

Penilaian variabel stres dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner DASS-42. Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan

dengan skor sebagai berikut:

Tidak pernah :0

Kadang-kadang :1
Sering :2

Hampir setiap saat :3

Penyajian data menggunakan likert dengan menggunakan rumus :

Sp
N= ×100 %
Sm

Keterangan:

N : presentase jawaban yang benar

SP : jumlah skor perolehan

SM : jumlah skor maksimal

Kemudian dikategorikan sebagai berikut:

a) Stres ringan (76-100%)

b) Stres sedang (56-75%)

c) Stres berat (< 56%) (Nursalam, 2017)

b) Variabel dependen

Penilaian variabel stres dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner PSQI. Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan dengan

skor sebagai berikut:

Sangat baik :0

Cukup baik :1

Agak buruk :2

Sangat buruk :3

Penyajian data menggunakan likert dengan menggunakan rumus :

Sp
N= ×100 %
Sm
Keterangan:

N : presentase jawaban yang benar

SP : jumlah skor perolehan

SM : jumlah skor maksimal

Kemudian dikategorikan sebagai berikut:

a) Baik = ≤ 5

b) Buruk = > 5

4. Tabulating

Tabulating adalah proses pengolahan jawaban-jawaban yang serupa dan

menjumlahkannya dengan cara yang teliti dan teratur. Mengelompokkan

dan menghitung jumlah masing-masing variabel, memindahkan variabel

yang telah dikelompokkan ke dalam tabel distribusi frekuensi.

5. Analyzing

Analisa data statistik dilakukan dengan uji korelasi Spearman Rank dengan

 0,05. Adapun pedoman untuk pengujian hipotesis adalah bila p-value ≤ α

(0,05), maka Ha diterima atau Ho ditolak, yang artinya ada hubungan stres

dengan kualitas tidur remaja di Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro

Kabupaten Nganjuk. Sedangkan bila p-value > α (0,05), maka Ha ditolak

Ho diterima, yang artinya tidak ada hubungan stres dengan kualitas tidur

remaja di Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.

Interpretasi keeratan hubungan antar variabel (Budi, 2008):

0,00 – 0,199 : Sangat Rendah


0,20 – 0,399 : Rendah

0,40 – 0,599 : Sedang

0,60 – 0,799 : Kuat

0,80 – 1,000 : Sangat Kuat

H. Etika Penelitian

Beberapa prinsip dalam pertimbangan etika adalah; bebas dari eksploitasi,

bebas dari penderitaan, ada kerahasiaan dan responden bebas menolak

(Hidayat, 2009):

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan

memberikan lembar persetujuan. Informed Consent tersebut diberikan

sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dan penggunaan subjek

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentility (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik infomasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya


oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset.
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, T. A. 2013. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung: Karya Putra


Darwati

Batubara, J. R. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Jakarta.


Sari Pediatri Vol 12, No 1. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr
Cipto Mangunkusumo.

Davison, Gerald C, John M. Neale, Ann M. Kring. 2012. Psikologi Abnormal


Edisi ke Sembilan. Jakarta: Rajawali Pers.

Haryono, Adelina. 2010. Prevalensi Gangguan Tidur Pada Usia Remaja 12-15
Tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jurnal Publikasi

Hidayat, A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan


Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Japardi, Iskandar. 2022. Gangguan Tidur. Jakarta: Yayasan Dharma Graha.

Keswara, Umi Romayati. 2019. Perilaku Penggunaan Gadget dengan Kualitas


Tidur Remaja. Universitas Malahayati: Jurnal Publikasi.

Khusnal, Ery. 2017. Hubungan Perilaku Penggunaan Gadget dengan Kualitas


Tidur pada Anak Remaja di SMA Negeri 1 Srandakan Bantul.
Universitas Aisyiyah Yogyakarta: Jurnal Publikasi.

Louzada ML, Teixeira da Silva AG, Peixoto CAT & Menna-Barreto L. 2008. The
Adolescent Sleep Phase Delay: Causes, Consequences and Possible
Interventions Sleep Science. Brazil: Federal Parana University.

Nasir, Abdul & Munith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Monks, F.J, Knoers, A.M.P, Haditono, S.R. 2022. Psikologi Perkembangan:


Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Mumpuni & Wulandari. 2010. Cara Jitu Mengatasi Stres. Yogyakarta: Penerbit
Andi.

Potter, P. A. dan A. G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Buku ke-1. Edisi-


7. Jakarta: Salemba Medika.

Priyoto. 2014. Konsep Manajemen Stres. Yogyakarta: Nuha Medika.

41
Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: Elex
Media Komputindo

Santrock. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja Edisi ke Enam. Jakarta:


Erlangga.

Sarwono. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Gravido Persada.

Syamsoedin, Widya Khristianty, dkk. 2015. Hubungan Durasi Penggunaan


Media Sosial dengan Kejadian Insomnia Pada Remaja di SMA Negeri 9
Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi: Jurnal Publikasi

Windarwati, T. (2013). Hubungan Stres Kerja Dan Keluhan Sulit Tidur


(Insomnia) Pada Perawat Di Rumah Sakit Puri Mandiri Kedoya,
http://digilib.esaunggul.ac.id/hubungan- stres-kerja-dan-keluhan-sulit-
tidur-insomnia-pada-perawat-di-rumah-sakit-puri-mandiri- kedoya-
tahun-2013-993.html.

Yosep, I & Sutini T. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama
Lampiran 1

HUBUNGAN STRES DENGAN KUALITAS TIDUR


REMAJA DI DUSUN GEMPOL CABLEK DESA KEDUNGSUKO
KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN NGANJUK

Oleh:
ARI PRABOWO
NIM. 201814201004

Peneliti adalah mahasiswa Sarjana Keperawatan STIKes Satria Bhakti Nganjuk,


penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan
Pendidikan di Sarjana Keperawatan STIKes Satria Bhakti Nganjuk.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan stres dengan kualitas
tidur remaja di Dusun Gempol Cablek Desa Kedungsuko Kecamatan Sukomoro
Kabupaten Nganjuk. Peneliti mengharap informasi yang anda berikan nanti sesuai
dengan keadaan yang sesungguhnya dan tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Peneliti menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas saudara. Informasi yang
saudara berikan hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu kesehatan dan
tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud yang lain.
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat bebas, anda bebas untuk ikut atau
tidak tanpa adanya sanksi apapun. Jika anda bersedia menjadi responden
penelitian ini, silahkan anda menandatangani kolom yang tersedia.

Peneliti

Ari Prabowo
Lampiran 2
INFORMED CONSENT

Setelah mendapat penjelasan serta mengetahui manfaat penelitian dengan judul


“Hubungan Stres dengan Kualitas Tidur Remaja di Dusun Gempol Cablek Desa
Kedungsuko Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk”, maka saya menyatakan:
(setuju / tidak setuju)* diikutsertakan dalam penelitian dengan catatan bila
sewaktu-waktu dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan.
Saya percaya apa yang saya buat ini dijamin kerahasiaannya.

Nganjuk, September 2022


Responden

(…………...…...)
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER DATA DEMOGRAFI
STRES DENGAN KUALITAS TIDUR REMAJA DI DUSUN GEMPOL
CABLEK DESA KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN
NGANJUK
Beri tanda ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda.

No. Responden

1. Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
2. Usia
10-14 Tahun
15-16 Tahun
17-19 Tahun
3. Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Lampiran 4
KUESIONER
Depression Anxiety Stress Scales (DASS 42)

Keterangan:
0 : tidak ada atau tidak pernah
1 : sesuai dengan yang dialami sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang
2 : sering
3 : sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat

No Aspek Penilaian 0 1 2 3
1 Menjadi marah karena hal-hal kecil/sepele
2 Cenderung bereaksi berlebihan
3 Kesulitan untuk relaksasi/bersantai
4 Mudah merasa kesal
5 Merasa banyak menghabiskan energi karena cemas
6 Tidak sabaran
7 Mudah tersinggung
8 Sulit untuk beristirahat
9 Mudah marah
10 Kesulitan untuk tenang setelah sesuatu yang
mengganggu
11 Sulit mentoleransi gangguan-gangguan terhadap hal
yang sedang dilakukan
12 Berada pada keadaan tegang
13 Tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
anda untuk menyelesaikan hal yang sedang anda lakukan
14 Mudah gelisah
45

Lampiran 5
KISI-KISI KUESIONER PSQI
No Komponen No. Item Sistem Penilaian
Jawaban Nilai Skor
1. Kualitas tidur subjektif 9 Sangat baik 0
Baik 1
Kurang 2
Sangat Kurang 3
2. Latensi tidur 2 ≤15 menit 0
16-30 menit 1
31-60 menit 2
>60 menit 3
5a Tidak pernah 0
1x seminggu 1
2x seminggu 2
>3x seminggu 3
Skor latensi tidur 2+5a 0 0
1-2 1
3-4 2
5-6 3
3. Durasi tidur 4 >7 jam 0
6-7 jam 1
5-6 jam 2
<5 jam 3
4. Efisiensi tidur 1,3,4 >85% 0
Rumus: 75-84% 1
(Durasi tidur : lama di tempat 65-74% 2
tidur) x 100% <65% 3

*durasi tidur (no. 4)


*lama tidur (kalkulasi respon
no. 1 dan 3)
5. Gangguan tidur 5b, 5c, 5d, 5e, 0 0
5f, 5g, 5h, 5i, 5j 1-9 1
10-18 2
19-27 3
6. Penggunaan obat 6 Tidak pernah 0
1x seminggu 1
2x seminggu 2
>3x seminggu 3
7. Disfungsi di siang hari 7 Tidak pernah 0
1x seminggu 1
2x seminggu 2
>3x seminggu 3
8 Tidak antusias 0
Kecil 1
Sedang 2
Besar 3
7+8 0 0
1-2 1
3-4 2
5-6 3
Lampiran 6
KUESIONER
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
1. Pukul berapa biasanya anda mulai tidur malam?
2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?
3. Pukul berapa anda biasanya bangun pagi?
4. Berapa lma anda tidur di malam hari?
5. Seberapa sering masalah- Tidak pernah 1x 2x ≥ 3x
masalah di bawah ini dalam seminggu seminggu seminggu
mengganggu tidur anda? sebulan (1) (2) (3)
terakhir (0)
a. Tidak mampu tertidur selama 30
menit sejak berbaring
b. Terbangun ditengah malam atau
dini hari
c. Terbangun untuk ke kamar
mandi
d. Sulit bernafas dengan baik
e. Batuk atau mengorok
f. Kedinginan di malam hari
g. Kepanasan di malam hari
h. Mimpi buruk
i. Terasa nyeri
j. Alasan lain…
6. Selama sebulan terakhir,
seberapa sering anda
menggunakan obat tidur?
7. Selama sebulan terakhir,
seberapa sering anda mengantuk
ketika melakukan aktivitas di
siang hari
Tidak Kecil Sedang Besar
antusias
8. Selama satu bulan terakhir,
berapa banyak masalah yang
anda dapatkan dan seberapa
antusias anda selesaikan
permasalahan tersebut?
Sangat baik Cukup Cukup Sangat
(0) baik (1) buruk (2) buruk (3)
9. Selama sebulan terakhir,
bagaimana anda menilai
kepuasan tidur anda?

Anda mungkin juga menyukai